Manajemen Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Unit Usaha Milik Bapak Sukamto di Desa Cipayung Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor

(1)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hortikultura merupakan salah satu sektor penting dalam perkembangan pertanian di Indonesia. Secara garis besar, komoditas hortikultura terdiri dari kelompok tanaman sayuran (vegetables), buah (fruits), tanaman berkhasiat obat (medicinal plants), tanaman hias (ornamental plants) termasuk di dalamnya tanaman air, lumut dan jamur yang dapat berfungsi sebagai sayuran, tanaman obat dan tanaman hias (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011).

Pada sektor pertanian, hortikultura memiliki prospek yang besar untuk dikembangkan, hal ini terkait dengan banyaknya varietas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi apabila dibudidayakan secara tepat. Sub sektor hortikultura telah menempati posisi penting sebagai sub sektor yang menghasilkan produk pertanian yang memiliki nilai komersial yang cukup tinggi. Besarnya kontribusi hortikultura bagi perekonomian Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1 Produk Nasional Bruto (PDB), dimana PDB tersebut merupakan salah satu indikator ekonomi makro untuk mengetahui peranan dan kontribusi subsektor hortikultura terhadap pendapatan nasional (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011).

Tabel 1. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Komoditas Hortikultura di Indonesia Tahun 2005-2009

No. Komoditas Nilai PDB (dalam Milyar Rp)

2005 2006 2007 2008 2009*

1. Buah-buahan 31.694 35.448 42.362 47.060 30.506

2. Sayuran 22.630 24.694 25.587 28.205 48.437

3. Tanaman Biofarmaka 2.806 3762 4.105 3.853 3.897

4. Tanaman Hias 4.662 4734 4.741 5.085 5.494

Total Hortikultura 61.792 68.639 76.795 84.203 88.334

Keterangan : * Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, (2011)


(2)

2 Produksi tanaman sayuran di Indonesia cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, hal ini menjadikan sayuran menjadi salah satu komoditas hortikultura yang dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan dan kesejahteraan masyarakat terutama bagi pelaku usaha. Sayuran merupakan sumber vitamin, mineral, serat dan antioksidan alami yang penting untuk kesehatan. Konsumsi sayuran masyarakat Indonesia pada tahun 2007 sebesar 40,90 kilogram per kapita per tahun meningkat pada tahun 2008 menjadi 41,32 kilogram per kapita per tahun. Kemudian pada tahun 2009 konsumsi sayuran semakin mengalami peningkatan hingga 43,5 kilogram per kapita per tahun. Meskipun demikian nilai ini masih jauh dibawah standar konsumsi sayur yang direkomendasikan Food and Agriculture Organization (FAO), yaitu sebesar 73 kilogram per kapita per tahun, sedangkan standar kecukupan untuk sehat sebesar 91,25 kilogram per kapita per tahun. Namun, peningkatan jumlah konsumsi dari tahun 2007 hingga tahun 2009 tersebut menunjukkan bahwa masyarakat semakin sadar akan kebutuhan sayuran sebagai pemenuhan gizi dan kesehatan (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010).

Sayuran memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dan permintaannya pun cenderung meningkat tiap tahunnya sehingga menjadi dasar prospek komoditas sayuran kedepannya. Peningkatan konsumsi masyarakat terhadap sayuran disebabkan pola hidup sehat yang telah menjadi gaya hidup masyarakat. Selain itu, nilai ekspor sayuran Indonesia terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai ekspor sayuran pada bulan Mei tahun 2010 mengalami kenaikan dibandingkan periode yang sama pada tahun 2009. Pada bulan Mei 2009 nilai ekspor sayuran sebesar US$ 3.345.164 kemudian mengalami peningkatan pada bulan Mei 2010 mencapai nilai US$ 7.940.093, selanjutnya dibandingkan realisasi ekspor pada bulan April 2010, ekspor pada bulan Mei juga masih tinggi, tercatat ekspor pada bulan April senilai US$ 5.802.879. Pada tahun 2010 diketahui bahwa Indonesia berencana meningkatkan ekspor sayuran ke Singapura, karena kebutuhan Singapura terhadap sayuran sekitar 2.000-2.500 ton sayuran setiap hari1. Produksi sayuran di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. 1

Indonesia akan Tingkatkan Ekspor Sayuran ke Singapura. 2010. http://www.mediaindonesia.com. [12 Maret 2012]


(3)

3

Tabel 2.Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2005-2009 (dalam ton)

No Komoditas

Tahun Pertumbuhan

2005-2009 (%)

2005 2006 2007 2008 2009

1

Bawang

Daun 501.437 571.268 479.924 547.743 549.365 9,56 2

Bawang

Merah 732.610 794.931 802.810 853.615 965.164 31,74 3

Bawang

Putih 20.733 21.050 17.312 12.339 15.419 -25,63

4 Bayam 123.785 149.435 155.863 16.381 173.750 40,36 5 Bunga Kol 127.320 135.518 124.252 109.497 96.038 -24,57 6 Buncis 283.649 269.532 266.790 266.551 290.993 2,59 7 Cabe 1.058.023 1.185.057 1.128.793 1.153.060 1.378.727 30,31 8

Cabe

Besar 661.730 736.019 676.828 695.707 787.433 19,00 9

Cabe

Rawit 396.293 449.038 451.965 457.353 591.294 49,21

10 Jamur 30.854 23.559 48.247 43.047 38.465 24,67

11

Kacang

Merah 132.218 125.250 112.271 115. 817 110.051 -16,77 12

Kacang

Panjang 466.387 461.239 488.499 455.524 483.793 3,73 13 Kangkung 229.997 292.950 335.086 323.757 360.992 56,96 14 Kentang 1.009.619 1.011.911 1.003.732 1.071.543 1.176.304 16,51 15 Ketimun 552.891 598.890 581.205 540.122 583.139 5,47 16 Kol 1.292.984 1.267.745 1.288.738 1.323.702 1.358.113 5,04 17 Labu Siam 180.029 212.697 254.056 394.386 321.023 78,32

18 Lobak 54.226 49.344 42.076 48.376 29.759 -45,12

19 Melinjo 210.836 239.209 205.728 230.654 221.097 4,87 20 Petai 125.587 148.268 178.680 213.536 183.679 46,26 21 Sawi 548.453 590.400 564.912 565.636 562.838 2,62 22 Terung 333.328 358.095 390.846 427.166 451.564 35,47 23 Tomat 647.020 629.744 635.474 725.973 853.061 31,84 24 Wortel 440.001 391.371 350.170 367.111 358.014 -18,63 Total 10.160.010 10.712.520 10.584.257 10.842.895 11.940.075 17,74

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011

Dari data pada Tabel 2 dapat dilihat produksi tanaman sayuran di

Indonesia pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2009, secara umum jumlah produksinya mengalami peningkatan. Total produksi sayuran pada tahun 2005 sebesar 10.160.010 ton dan pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 17,74 % menjadi 11.940.075 ton. Produksi total untuk komoditas jamur pada tahun 2005- sebesar 30.854 ton dan mengalami peningkatan sekitar 24,67 % pada


(4)

4 tahun 2009 menjadi 38.465 ton. Peningkatan total produksi jamur tersebut memperlihatkan bahwa jamur merupakan tanaman sayuran yang potensial untuk dikembangkan. (Masyarkat Agribisnis Jamur Indonesia, 2012)

Ditinjau dari aspek harga, harga jamur tiram putih ditingkat produsen berkisar antara Rp 4.500- Rp 6.000 selama tahun 2000-2006 (Etriya, 2006). Harga jamur tiram berkisar antara Rp 6.000-Rp 7.000 pada tahun 2007-2009 (Agrina, 2010). Pada tahun 2012, harga jamur tiram Rp 7.500-Rp 8.000 per kg (Masyarkat Agribisnis Jamur Indonesia, 2012). Perkembangan harga jual jamur tiram cenderung stabil dan tidak mengalami perubahan yang signifikan dari tahun ketahunnya.

Pasaran jamur konsumsi di Indonesia hingga kini masih terfokus di kota-kota besar. Permintaan jamur segar biasanya datang dari rumah makan, hotel berbintang atau restoran khusus yang menyajikan menu olahan jamur. Peluang pasar jamur tidak terbatas pada jamur segar saja, tetapi meliputi produk olahan jamur seperti jamur kalengan, keripik jamur, abon jamur, dan jamur kering untuk pengobatan. Semakin banyaknya ragam olahan jamur, nilai jual jamur akan semakin bertambah dan peluang pasar juga akan semakin terbuka lebar (Agromedia, 2009).

Kenaikan permintaan jamur tiram putih sekitar 20%-25 % per tahun (Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia 2012) belum dapat dipenuhi oleh pengusaha, sehingga berapapun jumlah jamur tiram putih yang dibawa ke pasar selalu habis terjual. Besarnya permintaan akan jamur tiram putih yang ada di daerah Bogor, membuat usaha jamur tiram putih memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan. Saat ini masih sedikit pihak yang melakukan usaha budidaya jamur tiram putih, hal ini disebabkan kurangnya modal dan pengetahuan untuk melakukan budidaya jamur tiram putih.

Jamur tiram juga memiliki kelebihan yang lebih baik untuk dikonsumsi sebagai makanan maupun digunakan untuk menjaga kesehatan ataupun pengobatan, disamping lebih menguntungkan dari segi bisnis. Dibandingkan dengan jenis jamur kayu lainnya, jamur tiram putih memiliki kandungan nutrisi yang lebih tinggi. Didalam jamur tiram terkandung protein, lemak, fosfor, besi,


(5)

5 tiamin dan triboflavin yang lebih tinggi. Perbandingan kandungan gizi jamur dengan bahan makanan lain dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan Kandungan Gizi Jamur dan Bahan Makanan Lain (dalam %)

Bahan Makanan Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%)

Jamur tiram 27 1,6 58

Jamur merang 1,8 0,3 4

Jamur kuping 8,4 0,5 82,8

Daging sapi 21 5,5 0,5

Bayam - 2,2 1,7

Kentang 2 - 20,9

Kubis 1,5 0,1 4,2

Seledri - 1,3 0,2

Buncis - 2,4 0,2

Sumber : Parjimo dan Andoko, 2007

Dari segi kesehatan, jamur tiram mempunyai kualitas gizi yang tinggi dan memiliki nutrisi yang lengkap, mengandung zat esensial yang berguna untuk metabolisme tubuh dan pertukaran sel dan zat yang dikandungnya bersifat obat. Jamur tiram rendah kolesterol dan kandungan lemaknya merupakan lemak tidak jenuh sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi dan aman bagi mereka yang rentan terhadap serangan jantung (Parjimo dan Andoko, 2007).

Risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga (Darmawi, 2010). Indikasi risiko pada suatu usaha dapat dilihat dari fluktuasi dari hasil produksi yang diperoleh pada suatu periode tertentu yang dibandingkan dengan periode sebelumnya atau sesudahnya. Pada lahan dan luasan yang sama salah satu indikasinya dapat dilihat dari fluktuasi produktivitas tanaman jamur berdasarkan hasil produksi yang dibandingkan dengan luas areal tanamnya, dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4.Produktivitas Tanaman Jamur di Indonesia Tahun 2005-2009

Tahun Produksi Luas panen Produktivitas

Ton % Ha % Ton/ha %

2005 30.854 (-) 254 (-) 121,47 (-) 2006 23.559 (-23,64) 298 (17,32) 79,07 (-34,90) 2007 48.247 (104,79) 377 (26,51) 127,98 (60,61) 2008 43.047 (-10,77) 637 (68,96) 67,58 (-47,19) 2009 38.465 (-10,64) 700 (9,89) 54,93 (-18,71)

Keterangan: (%) merupakan persentase perkembangan setiap tahunnya. Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)


(6)

6 Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa hasil produktivitas tanaman jamur di Indonesia dari tahun ke tahun secara umum mengalami penurunan. Kondisi tersebut dapat mengindikasi adanya risiko pada usaha jamur di Indonesia yang mengarah pada risiko produksi.

Daerah sentra usaha jamur tiram putih tersebar di seluruh wilayah Indonesia, jika dilihat dari jumlah produksinya maka ada empat provinsi di Indonesia yang merupakan penghasil jamur tiram putih terbanyak, yaitu provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta dan Jawa Timur. Data Produksi di keempat wilayah tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih di Pulau Jawa Tahun 2007

Provinsi Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)

Jawa Barat 291,79 7.306,75 25,04

Jawa Tengah 15,23 1.838,93 120,75

D.I. Yogyakarta 5,89 651,32 111,23

Jawa Timur 385,09 28.557,05 74,16

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2009)

Berdasarkan Tabel 5, provinsi Jawa Tengah merupakan daerah yang memiliki produktivitas jamur tertinggi dibandingkan provinsi lain dalam produksi jamur tiram putih yaitu 120,75 ton per hektar. Provinsi Jawa Timur memiliki produksi tertinggi yaitu sebesar 28.557,05 ton. Provinsi Jawa Barat merupakan wilayah yang juga memiliki tingkat produksi terbesar kedua setelah Jawa Timur yaitu sebesar 7.306,75 ton dan luas panen tertinggi kedua setelah Jawa Timur namun produktivitasnya terendah, hal tersebut karena para petani umumnya dalam melakukan usaha budidaya jamur tiram putih masih bersifat tradisional dan tergolong usahatani kecil (Direktorat Jenderal Hortikultura , 2007).

Salah satu penghasil jamur tiram di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Petani jamur tiram putih di wilayah Bogor tersebar di beberapa kecamatan dari daerah dataran tinggi sampai daerah dataran rendah, diantaranya Megamendung, Cisarua, Pamijahan, Dramaga, Ciawi, Ciseeng, Leuwisadeng. Selain didukung oleh ketersediaan bahan baku dalam memproduksi jamur tiram


(7)

7 putih seperti serbuk gergaji, dedak, kapur, dan tambahan unsur lain sebagai media pembuatan baglog, juga didukung oleh ketersersediaan pasar jamur tiram putih yang masih terbuka lebar. Data produksi jamur tiram putih di beberapa kecamatan yang menjadi pemasok komoditas jamur tiram putih di Bogor tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah, Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih di Kabupaten Bogor Tahun 2010

No Kecamatan Jumlah

(log)

Produksi (kg)

Produktivitas (kg/log)

1 Cigudeg 20.000 9.000 0,45

2 Nanggung 5.000 2.000 0,40

3 Leuwiliang 25.000 7.500 0.30

4 Cibungbulang 10.000 5.000 0,50

5 Pamijahan 10.000 5.000 0,50

6 Leuwisadeng 25.000 12.000 0,48

7 Tenjolaya 18.000 8.000 0,44

8 Ciseeng 40.000 20.000 0,50

9 Kemang 10.000 5.000 0,50

10 Rancabungur 10.000 5.000 0,50

11 Dramaga 25.000 12.500 0,50

12 Ciomas 15.000 7.500 0,50

13 Tamansari 12.000 6.000 0,50

14 Caringin 5.000 2.000 0,40

15 Cijeruk 15.000 7.000 0,47

16 Ciawi 28.500 13.500 0,47

17 Megamendung 910.000 445.000 0,49

18 Cisarua 360.000 180.000 0,50

19 Sukaraja 20.000 10.000 0,50

20 Citeureup 8.000 4.000 0,50

21 Babakan Madang 5.000 2.500 0,50

22 Cibinong 10.000 5.000 0,50

23 Cigombong 20.000 10.000 0,50

24 Gunung Putri 15.000 6.000 0,40

Total 1.621.500 789.500 0,49

Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2011 (diolah)

Dari Tabel 6 dapat dilihat produktivitas jamur tiram putih di kota Bogor memiliki rata-rata produktivitas sebesar 0,49 kg/log. Kecamatan Megamendung merupakan penghasil jamur tiram putih terbesar di Kabupaten Bogor dengan jumlah baglog sebanyak 910.000 baglog, produksi sebesar 445.000 kg dan produktivitas sebesar 0,49 kg/log pada tahun 2010. Berdasarkan data sentra jamur


(8)

8 produksi jamur tersebut maka penulis mengambil tempat penelitian pada usaha usaha budidaya jamur di Kecamatan Megamendung, Bogor.

1.2 Perumusan Masalah

Usaha budidaya jamur milik Bapak Sukamto terletak di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung berada pada ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut dan berudara sejuk dengan temperatur 25-28 oC. Usaha budidaya jamur ini mengkhususkan pada produksi dan budidaya jamur tiram putih. Letak usaha yang berada di desa Cipayung, Kecamatan Megamendung Kabupaten, Bogor Jawa Barat ini memiliki 3 kumbung dengan luas areal budidaya 2600 m2, dan dengan kapasitas 70.000-80.000 baglog/bulan. Usaha ini berdiri mulai tahun pada tahun 2009. Usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Sukamto saat ini masih dalam proses menjadi CV, hal ini karena Bapak Sukamto berencana untuk melakukan pengembangan usaha untuk menambah kumbung budidaya, sebagai upaya untuk memenuhi permintaan pasar.

Pertumbuhan dan produksi jamur pada usaha jamur tiram putih milik Bapak Sukamto sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sehingga perawatan dalam semua tahapan budidaya sangat menentukan keberhasilan. Perawatan mesti dilakukan sejak awal dengan baik, untuk memacu produksi dengan menjaga kebersihan dan kelembaban. Jamur memerlukan penanganan lebih karena produksinya harus bersih, karena jamur sangat rentan serangan hama dan penyakit yang menyebabkan hasil produksi jamur mengalami fluktuasi, selain itu produktivitas jamur mengalami fluktuasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu keterampilan tenaga kerja pada proses budidaya, teknologi pengukusan, hal ini menunjukkan adanya risiko produksi pada usaha jamur tiram putih. Fluktuasi produktivitas jamur tiram putih pada usaha Bapak Sukamto, dapat dilihat pada Tabel 7.


(9)

9

Tabel 7. Jumlah Baglog, Produksi dan Produktivitas Usaha Budidaya Jamur Tiram Putih pada Unit Usaha Bapak Sukamto dari bulan April 2009- Maret 2011

No. Bulan Tahun Jumlah

(log)

Produksi (kg)

Produktivitas (kg/log)

1 April-Juni 2009 240.000 98.210 0,41

2 Juli-September 2009 240.000 70.560 0,29

3 Oktober-Desember 2009 240.000 99.360 0,41

4 Januari-Maret 2010 240.000 97.440 0,41

5 April-Juni 2010 240.000 91.680 0,38

6 Juli-September 2010 240.000 93.600 0,39

7 Oktober-Desember 2010 240.000 79.680 0,33

8 Januari-Maret 2011 240.000 105.600 0,44

Total 736.130

Rata-rata 92.016,25

Sumber: Pemilik Usaha Budidaya Jamur Tiram Putih, 2011

Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa dengan penggunaan jumlah log yang sama yang dihasilkan dari tiga kumbung budidaya diperoleh jumlah produksi yang dihasilkan menunjukkan hasil yang berbeda-beda sehingga produktivitas jamur mengalami fluktuasi dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Fluktuasi produktivitas merupakan indikasi risiko produksi, dimana risiko yang terjadi ini berkaitan dengan kegiatan produksi yang dilakukan para petani. Dalam melakukan kegiatan usaha budidaya jamur tiram putih usaha Bapak Sukamto tidak terlepas dari risiko produksi, dimana hasil produksi yang diperoleh bervariasi.

Dari bulan April 2009-Maret 2011 usaha jamur tiram putih milik Bapak Sukamto melakukan delapan kali proses produksi dimana produktivitasnya bervariasi setiap bulannya, oleh karena itu diperlukan adanya manajemen dalam mengatur proses produksi untuk dapat meminimalisasi risiko yang dapat mengganggu jalannya proses budidaya jamur tiram putih sehingga pendapatan usaha dapat ditingkatkan. Dengan adanya risiko produksi yang dihadapi dalam melakukan usaha budidaya jamur hal ini juga berpengaruh terhadap pemenuhan permintaan jamur tiram putih. Jumlah jamur tiram putih yang ditawarkan belum mampu memenuhi permintaan pasar. Untuk mengetahui permintaan, penawaran dan selisih produksi perbulan dapat dilihat pada Tabel 8.


(10)

10

Tabel 8. Data Rata-rata Permintaan, Penawaran dan Selisih Produksi Jamur Tiram Putih per Bulan

No Uraian Rata-rata per Bulan (kg)

1 Permintaan 40.000

2 Penawaraan 32.000

Selisih 8.000

Sumber: Pemilik Usaha Budidaya Jamur Tiram Putih, 2011

Berdasarkan informasi pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Sukamto masih kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pasar, karena jumlah permintaan jauh lebih besar dari jumlah penawaran. Dimana permintaan jamur tiram putih per bulannya sebesar 40.000 kg, sementara usaha jamur tiram putih milik Bapak Sukamto baru bisa memenuhi permintaan sekitar 20 % setiap bulannya. Berbagai usaha untuk memaksimalkan produksi dilakukan oleh Bapak Sukamto diantaranya adalah dengan meminimalisasi penurunan produksi jamur tiram putih akibat sumber-sumber risiko produksi.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Apa saja yang menjadi sumber-sumber risiko dalam usaha budidaya jamur tiram putih pada usaha Bapak Sukamto?

2. Seberapa besar probabilitas dan dampak risiko produksi yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko produksi pada kegiatan usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Sukamto?

3. Alternatif strategi penanganan risiko yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko produksi pada usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Sukamto?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengindentifikasi sumber-sumber risiko dalam usaha budidaya jamur tiram putih pada usaha Bapak Sukamto.


(11)

11 2. Menganalisis probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan oleh

sumber-sumber risiko produksi pada kegiatan usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Sukamto.

3. Merekomendasikan strategi penanganan risiko yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi pada usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Sukamto.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat berguna bagi:

1. Peneliti sebagai pengalaman dalam menganalisis dan memecahkan masalah berdasarkan pengalaman serta menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan.

2. Pemilik usaha budidaya jamur tiram putih (Bapak Sukamto) sebagai pertimbangan untuk perencanaan dalam mengambil keputusan, dalam mengelola usaha jamurnya dalam menghadapi risiko produksi dan dapat mengurangi kerugian yang diterima.

3. Pembaca dan pihak-pihak yang terkait sebagai tambahan informasi dan rujukan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai jamur tiram putih, serta pengambilan keputusan yang terkait dengan usaha jamur tiram putih.


(12)

12

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jamur Tiram Putih

Jamur tiram merupakan jamur kayu yang telah banyak dibudidayakan di Indonesia. Nama jamur tiram putih diambil dari bentuk tudungnya yang melengkung, lonjong, dan membulat menyerupai kerang atau cangkang tiram dengan bagian tepi yang bergelombang (Agromedia, 2009). Beberapa jenis jamur sudah dapat dibudidayakan secara komersial. Berkembangnya teknologi dan pengetahuan mengenai budidaya, jamur dapat dibudidayakan dengan membuat rumah produksi (kumbung) yang suhunya dapat diatur. Jamur mulai menjadi salah satu komoditas sayuran yang dalam beberapa tahun terakhir jamur memiliki peminat yang semakin banyak, baik dari dalam negeri maupun dari mancanegara (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2006).

Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2006), ada beberapa syarat agar jamur tiram dapat tumbuh dengan baik yaitu jamur tiram dapat tumbuh jika berada pada suhu berkisar 22oC-28 oC untuk masa inkubasi atau pembentukan miselium dan 16 oC-22 oC untuk masa pembentukan tubuh buah. Selama masa pertumbuhan miselium kelembapan udara dipertahankan antara 60%-70%, sedangkan pada pertumbuhan badan buah kelembaban dipertahankan berkisar antara 80%-90%. Suhu dan kelembaban dapat diatur dengan melakukan penyemprotan air ke dalam kumbung. Kandungan air dalam subtrat, diperlukan berkisar antara 60%-65%. Jika kondisi kering atau kekurangan air maka pertumbuhan jamur akan terganggu.

Media tanam jamur tiram putih dibuat menyerupai kondisi tempat tumbuh jamur tiram putih di alam. Bahan baku yang digunakan sebagai media tanam dalam budidaya jamur tiram putih adalah serbuk gergaji, kapur yang berfungsi sebagai penetral keasaman dengan mengontrol pH tetap stabil pada saat proses pengomposan, gips yang berfungsi sebagai bahan penambah mineral dan menguatkan kepadatan media tanam, serta dedak yang mengandung karbohidrat, karbon, nitrogen, dan vitamin B yang dapat mempercepat pertumbuhan miselium jamur tiram putih (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2006).


(13)

13 Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2007), jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Pleurotus sp. merupakan salah satu jamur konsumsi yang bernilai tinggi. Hal ini dikarenakan usahatani jamur tiram putih tidak memerlukan lahan yang luas bahkan dapat dilakukan dipekarangan penduduk. Melalui kegiatan tersebut tentu saja akan memberikan nilai tambah dan juga pendapatan lebih bagi keluarga. Beberapa sentra produksi jamur tiram putih di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 9 (Direktorat Jenderal Hoetikultura, 2011).

Tabel 9. Sentra Produksi Jamur Tiram Putih di Indonesia Tahun 2011

No Provinsi Kabupaten

1 Aceh Banda Aceh, Aceh Besar

2 Sumatra Barat Limapuluh Kota, Agam, Solok Selatan, Kota Payakumbuh

3 Jambi Kota Jambi, Tanjung Jabo

4 Sumatra Selatan Musi Rawas, Banyuasin, Kota Palembang, OKU Timur 5 Jawa Barat Karawang, Subang, Purwakarta, Cianjur, Indramayu,

Cirebon, Bandung Barat, Garut, Ciamis, Tasikmalaya, Bogor, Sumedang

6 Jawa Tengah Karanganyar, Wonosobo, Solo, Tegal, Semarang

7 DIY Sleman, Bantul

8 Jawa Timur Sidoarjo, Pasuruan, Kab/Kota Malang, Batu, Magetan, Mojokerto, Jombang, Jember

9 Banten Tangerang Selatan, Tangerang, Cilegon, Serang 10 Bali Tabanan, Denpasar, Buleleng, Gianyar

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011

Selain jenis jamur tiram putih, terdapat beberapa spesies jamur tiram yang dapat dikonsumsi, yaitu: jamur tiram merah jambu (Pleurotus flabellatus), jamur tiram abu-abu (Pleurotus sajor caju), jamur tiram cokelat (Pleurotus cystidiosus), jamur tiram hitam (Pleurotus sapidus) dan jamur tiram kuning (Pleurotus citrinopileatus)

Namun demikian jamur tiram putih memiliki beberapa kelebihan apabila dibandingkan dengan jamur tiram lainnya, diantaranya:


(14)

14 1. Jamur tiram putih tumbuh membentuk rumpun dalam satu stadia dan setiap rumpun mempunyai percabangan yang cukup banyak apabila dibandingkan dengan jamur tiram cokelat.

2. Jamur tiram putih memiliki daya simpan lebih lama apabila dibandingkan dengan jamur tiram abu-abu.

3. Jamur tiram putih memiliki kandungan protein yang lebih besar apabila dibandingkan dengan jamur tiram cokelat yaitu sebesar 2,7 %.

4. Jamur tiram putih memiliki tudung yang lebih tebal apabila dibandingkan dengan jamur tiram abu-abu.

2.2 Kajian Penelitian Terdahulu 2.2.1 Penelitian Jamur Tiram Putih

Ada beberapa peneliti yang telah meneliti tentang jamur tiram putih, diantaranya adalah Harahap (2011) dengan judul analisis strategi pengembangan usaha bibit dan media tanam jamur tiram putih pada “Kelompok Wanita Tani

Hanjuang” di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor, Ginting (2009) dengan

judul risiko produksi jamur tiram putih pada usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor dan Nasution (2009) dengan judul analisis kelayakan usaha budidaya jamur tiram putih (kasus perusahaan x di Desa Cibitung Kulon, Kecamatan Pamijahan, Bogor Jawa Barat).

Pada penelitian Harahap (2011) yang berjudul analisis strategi pengembangan usaha bibit dan media tanam jamur tiram putih pada “Kelompok

Wanita Tani Hanjuang” di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor, pola hidup

sehat telah berkembang menjadi gaya hidup sebagian besar masyarakat Indonesia mengakibatkan peningkatan konsumsi terhadap sayuran. Peningkatan konsumsi terhadap sayuran tersebut memberikan pengaruh yang positif terhadap perkembangan bisnis jamur yang pada akhirnya menuntut ketersediaan terhadap pasokan bibit dan media tanam dalam mendukung kegiatan budidaya yang telah menjadi alternatif usaha yang mulai dikembangkan oleh sebagian besar pelaku usaha yang ada.

Berdasarkan penelitian Ginting (2009) yang berjudul risiko produksi jamur tiram putih pada usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor


(15)

15 dan Nasution (2009) dengan judul analisis kelayakan usaha budidaya jamur tiram putih (kasus perusahaan x di Desa Cibitung Kulon, Kecamatan Pamijahan, Bogor Jawa Barat), jamur tiram putih merupakan tanaman yang memiliki cara hidup yang berbeda dengan tanaman sayur lainnya yang umumnya tumbuh di hamparan tanah sebagai media tanam. Tanaman jamur tiram putih hidup pada media berupa serbuk gergaji kayu atau yang dinamakan dedak. Oleh karena itu jamur tiram putih termasuk kedalam tumbuhan saprofit karena hidup pada batang mati.

Budidaya tanaman jamur tiram putih dimulai dari pembuatan media tanam yang akan disuntikkan bibit murni berupa spora jamur. Pada tahap pembuatan media tanam dan pembibitan memerlukan pengetahuan yang handal, karena dapat berdampak terhadap kegagalan produksi dimana jamur tiram putih tidak dapat tumbuh dengan baik apabila media tanam dan pembibitan mengalami masalah. Pada umumnya, kebanyakan petani jamur tiram putih memilih untuk membeli bibit yang sudah jadi dalam bentuk baglog, dengan demikian maka kegiatan budidaya yang dilakukan petani hanya pemeliharaan saja.

Dalam hal pembibitan dan pembuatan (baglog) memiliki risiko kegagalan yang cukup tinggi sehingga kebanyakan petani jamur tiram putih tidak bersedia mengambil risiko tersebut. Pada umumnya petani membeli baglog pada pihak yang sudah berpengalaman dan memiliki peralatan yang baik untuk pembuatan bibit.

Berdasarkan penelitian Nasution (2009), usaha budidaya jamur mempunyai keuntungan komparatif dibandingkan dengan budidaya tanaman sayuran komersial lainnya. Keuntungan tersebut meliputi aspek ketersediaan bibit yang mudah didapatkan, media tanam yang digunakan dengan memanfaatkan limbah pertanian dengan serbuk gergaji dan jerami, luas lahan yang digunakan untuk pembudidayaan relatif sempit, serta harga jual yang relatif tinggi dibandingkan dengan tanaman sayuran lainnya. Permintaan jamur tiram putih yang tinggi belum dapat terpenuhi oleh petani, sehingga jamur tiram putih yang dibawa kepasar selau habis terjual. Prospek pasar yang tinggi tersebut merangsang individu atau perusahaan untuk meningkatkan skala produksinya.

Berdasarkan penelitian Harahap (2011), faktor yang menjadi peluang perusahaan adalah permintaan jamur yang semakin meningkat serta faktor yang


(16)

16 menjadi ancaman bagi perusahaan diantaranya yaitu perubahan cuaca yang tidak menentu, ancaman pendatang baru, serta situasi keamanan sekitar perusahaan. Beberapa strategi yang dilakukan perusahaan untuk mengatasi hal tersebut yaitu: 1) Mempertahankan/meningkatkan kualitas produk, 2) Memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen, 3) Mempertahankan harga produk yang bersaing, 4) Menerapkan perkembangan teknologi, 5) Meningkatkan jumlah produksi, 6) Memperbaiki struktur bangunan untuk kegiatan operasional, 7) Meningkatkan komunikasi dalam organisasi, 8) Meningkatkan kualitas SDM perusahaan.

2.2.2. Analisis Sumber-Sumber Risiko pada Usaha Agribisnis

Menurut Safitri (2009) risiko produksi akan mempengaruhi tingkat produktivitas yang dihasilkan, terjadinya fluktuasi dalam produktivitas yang dihasilkan perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan menghadapi adanya risiko dalam kegiatan produksi. Risiko produksi yang dihadapi PT Pesona Daun Mas Asri disebabkan oleh kondisi alam yang tidak pasti serta serangan hama dan penyakit yang sulit diprediksi.

Menurut Ginting (2009) sumber utama munculnya risiko produksi jamur tiram putih pada usaha Cempaka Baru adalah perubahan cuaca dan iklim yang sulit diprediksi serta serangan hama dan penyakit yang sulit dikendalikan karena karakteristik jamur tiram putih rentan terhadap hama dan penyakit. Ketersediaan tenaga kerja yang terampil serta teknologi pengukusan yang digunakan juga merupakan sumber risiko yang terdapat pada usaha Cempaka Baru.

Hasil penelitian Sianturi (2011) yang menemukan sumber-sumber risiko yang dihadapi PT Saung Mirwan dalam mengusahakan berbagai jenis bunga antara lain kondisi cuaca dan iklim, hama penyakit dan bibit, peralatan dan bangunan, tenaga kerja dan harga produk. Hasil penelitian Setyarini (2011) juga menemukan sumber-sumber risiko yang dapat menyebabkan terjadinya risiko produksi paprika hidroponik adalah serangan hama dan penyakit, kondisi cuaca dan iklim yang tidak menentu, serta keterbatasan kemampuan tenaga kerja.

Penelitian Wisdya (2009) menemukan faktor-faktor penyebab risiko produksi pada produksi anggrek Phalaenopsis antara lain reject yang terdiri dari kontaminasi dalam pembibitan dengan teknik kultur jaringan, serangan hama


(17)

17 penyakit, virus, mutan, stagnan dan kerusakan mekanis pada tanaman yang sulit diprediksi.

Menurut penelitian Panggabean (2011) Usaha diversifikasi dendrobium yang dilakukan Permata Anggrek dihadapkan pada kendala risiko yang dapat dikelompokkan kedalam dua bagian yaitu: risiko pra penjualan dan risiko dalam pasar. Sumber risiko pra penjualan berasal dari tidak teraturnya persediaan dendrobium karena adanya perubahan iklim dan cuaca serta serangan hama dan penyakit. Risiko pada pasar bersumber dari perubahan selera konsumen, fluktuasi harga jual dan kerusakan pada saat proses transportasi dan distribusi.

Di dalam penelitin Ferdian (2011) faktor-faktor operasional penyebab terjadinya risiko yang ada pada usaha Pembenihan ikan lele di Cahaya kita adalah disebabkan oleh manusia dan alam. Faktor manusia disebabkan adanya kesalahan dalam pemberian pakan, kondisi kolam yang kurang bersih, dan terlambat melakukan penyortiran. Sedangkan faktor alam adalah adanya kondisi alam yang berfluktuatif, serta adanya serangan hama, penyakit dan pakan alami pada saat musim penghujan.

Dari penelitian-penelitian terdahulu tentang agribisnis diperoleh variabel-variabel yang menjadi sumber-sumber risiko yaitu faktor cuaca yang tidak pasti, serangan hama dan penyakit, ketersedian tenaga kerja yang terampil masih kurang, teknologi yang belum sesuai, efektivitas penggunaan input serta harga produk. Variabel-variabel tersebut juga diduga menjadi sumber risiko pada usaha jamur tiram putih yang diteliti pada penelitian ini.

2.2.3 Metode Analisis Risiko

Pengukuran risiko dapat dilakukan dengan menggunakan metode analisis seperti Variance, Standard Deviation dan Coefficient Variation (Elton dan Gruber 1995) (diacu dalam Ginting 2009). Ketiga metode analisis tersebut digunakan untuk mengukur kemungkinan penyimpangan akibat dari suatu risiko atau kejadian yang merugikan. Ketiga ukuran tersebut saling berkaitan satu sama lain dan nilai variance sebagai penentu ukuran lainnya. Semakin kecil nilai ketiga indikator tersebut mencerminkan semakin rendah risiko yang dihadapi.


(18)

18 Ketiga metode analisis tersebut digunakan dalam penelitian Safitri (2009) dan Ginting (2009), begitu juga dengan penelitian Sianturi (2011) dan Panggabean (2011) serta Wisdya (2009) juga menggunakan expected return untuk menilai risiko yang terjadi di dalam perusahaan.

Pada penelitian ini menggunakan metode nilai standar untuk menghitung probabilitas terjadinya risiko dan metode VaR (Value at Risk) untuk menghitung dampak yang ditimbulkan oleh risiko. Kemudian dari nilai yang didapat dari dua analisis tersebut kemudian dimasukkan ke dalam sebuah peta risiko, dimana pada peta risiko tersebut terdapat dua sumbu yang menggambarkan probabilitas pada sumbu vertikal dan dampak pada sumbu horizontal. Dari peta risiko kemudian dapat diketahui strategi penanganan risiko yang tepat untuk dilaksanakan, diantaranya adalah preventif dan mitigasi, seperti pada penelitian Sumpena (2011).

Kountur (2006), dari segi kemungkinan, pada umumnya risiko yang kemungkinannya lebih besar dari 10 % dianggap tinggi, kategori kemungkinan suatu risiko sebagai berikut, tingkat kemungkinan rendah yaitu kemungkinan terjadinya 2-5%, tingkat kemungkinan medium yaitu kemungkinan terjadinya 5-10%, tingkat kemungkinan tinggi yaitu kemungkinan terjadinya10-20%, dan tingkat kemungkinan sangat tinggi, kemungkinan terjadinya lebih dari 20%.

2.2.4. Strategi Penanganan Risiko

Menurut Safitri (2009) strategi pengelolaan risiko produksi daun potong di PT Pesona Daun Mas Asri dapat dilakukan dengan diversifikasi dimana terdapat dua jenis komoditas yang ditanam dalam satu luasan lahan. Dengan adanya diversifikasi produk maka akan dapat menutupi kegiatan produksi yang mengalami penurunan selain itu strategi yang digunakan untuk mengelola risiko adalah dengan pola kemitraan produksi antara pihak perusahaan dengan petani. Hal ini dimaksudkan apabila perusahaan mengalami kekurangan produksi maka dapat dipasok dari petani tetapi sebelumnya telah disepakati standar kualitas yang dimiliki oleh perusahaan agar produk yang dihasilkan tidak jauh berbeda.

Hasil penelitian Ginting (2009) strategi penanganan risiko produksi yang dapat dilakukan usaha Cempaka Baru adalah strategi preventif, yaitu strategi yang


(19)

19 bertujuan untuk menghindari terjadinya risiko. Adapun tindakan preventif yang dilakukan yaitu, meningkatkan kualitas perawatan untuk menangani kondisi iklim dan cuaca yang sulit diprediksi yang dilakukan dengan meningkatkan intensitas penyiraman membersihkan area yang dijadikan kumbung serta memperbaiki dan merawat fasilitas fisik, melakukan perencanaan pembibitan, mengembangkan sumberdaya manusia serta menggunakan peralatan yang steril dalam melakukan penyuntikan bibit murni ke dalam media tanam. Strategi preventif dipilih apabila kemungkinan terjadinya besar.

Menurut Wisdya (2009) mengemukakan strategi penanganan risiko produksi anggrek phaleonopsis pada PT Ekakarya Graha Flora dapat dilakukan dengan pengembangan diversifikasi pada lahan yang ada. Alternatif yang dilakukan adalah dengan diversifikasi (portofolio) pada lahan yang berbeda dengan tumpang sari tetapi dalam waktu yang sama. Adanya diversifikasi akan dapat diminimisasi tetapi tidak dapat dihilangkan seluruhnya atau menjadi nol. Alternatif lain untuk meminimalkan risiko produksi adalah kerjasama penyediaan bibit dengan konsumen dan usaha pembungaan berupa rangkaian bunga dalam pot (untuk menampung hasil produk yang reject)

Hasil penelitian Sianturi (2011) strategi pengelolaan risiko yang dilakukan oleh PT. Saung Mirwan adalah dengan terlebih dahulu mengidentifikasi risiko-risiko yang ada kemudian dievaluasi selanjutnya diambil tindakan untuk meminimalisir risiko. PT. Saung Mirwan juga melakukan variasi penggunaan input untuk mengendalikan risiko.

Menurut hasil penelitian Panggabean (2011) Permata Anggrek dalam upaya mengendalikan risiko pengusahaan dendrobium telah melakukan banyak cara yang cukup efektif, diantaranya adalah pencegahan dan pengendalian serangan hama dan penyakit untuk mengurangi jumlah tanaman yang mati, dan merespon dengan baik perubahan tren permintaan. Selain itu Permata Anggrek juga melakukan strategi integrasi vertikal untuk mengurangi risiko yang ada pada tahapan pemeliharaan, yaitu dengan memproduksi anggrek dendrobium sendiri khususnya kelompok dendrobium campur kecil.

Mengacu pada penelitian Ginting (2009) yang juga menganalisis risiko produksi jamur tiram penelitian ini juga menggunakan alat analisis yang sama


(20)

20 yaitu penilaian hasil perhitungan variance, standard deviation, dan coefficient variance. Namun pada penelitian ini dilakukan pengukuran probabilitas atau kemungkinan terjadinya kerugian yang dilakukan dengan analisis z-score dan juga dilakukan pengukuran dampak risiko dengan menggunakan analisis value at risk seperti yang terdapat pada penelitian Ferdian (2011), untuk kemudian hasil analisis tersebut akan menunjukkan status risiko dalam perusahaan yang akan di petakan dalam peta risiko.

Dalam penelitian Ferdian (2011) yang berjudul Manajemen Risiko Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.) di Cahaya Kita, Gadog, Bogor, Jawa Barat alternatif penanganan untuk sumber risiko dengan tingkat probabilitas dan dampak yang tinggi (kuadran I dan Kuadran II) ditangani dengan strategi preventif, yaitu dengan cara manajemen dan waktu penjadwalan, manajemen pakan, manajemen kesehatan dan lingkungan, melakukan perjanjian pembelian dengan pemasok pakan alami dan melakukan kultur pakan alami sendiri serta selalu menjaga kebersihan kolam dan kualitas air. Sedangkan untuk sumber risiko dengan tingkat probabilitas rendah namun dampak yang diakibatkan tinggi (Kuadran IV) ditangani dengan strategi mitigasi, yaitu dengan cara penggantian air, penanganan benih yang sakit secepatnya dan melakukan penyortiran sesuai jadwal dan berhati-hati. Sedangkan untuk risiko dengan tingkat probabilitas dan dampak yang rendah (Kuadran III) hanya perlu ditangani dengan jalan memonitor kolam dengan rutin sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

Untuk mendukung hasil kajian pada penelitian sebelumnya, maka diperlukan analisis risiko produksi pada komoditi yang berbeda dengan probabilitas yang berbeda. Berdasarkan penelitian terdahulu sumber risiko yang terdapat pada risiko operasional yaitu perubahan cuaca yang mempengaruhi suhu dan lingkungan serta hama dan penyakit yang menyerang dan kesalahan akibat dari kelalaian manusia. Perbedaanya terletak pada lokasi perusahaan. Lokasi penelitian yang dipilih merupakan objek baru, hal ini dikarenakan sebelumnya belum pernah ada yang melakukan penelitian ditempat ini. Metode analisis yang digunakan serupa dengan penelitian Ferdian (2011) yaitu menggunakan metode nilai standar untuk mengetahui probabilitas terjadinya suatu risiko dan penggunaan metode VaR dalam mengetahui dampak dari risiko yang terjadi serta


(21)

21 penggunaaan peta risiko dalam mengetahui penanganan terhadap risiko yang dihadapi. Penelitian ini lebih menekankan bagaimana cara mengelola sumber-sumber risiko yang ada sehingga jumlah pendapatan dapat ditingkatkan.


(22)

22

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Pada bagian ini akan dijelaskan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian antara lain mengenai konsep risiko dan teori lainnya. Teori-teori tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

3.1.1. Konsep Risiko

Menurut Kountur (2006) Risiko adalah kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian. Terdapat tiga unsur yang selalu ada dalam setiap risiko yaitu, risiko itu adalah suatu kejadian, kejadian tersebut masih mengandung kemungkinan yang berarti bisa saja terjadi atau bisa saja tidak terjadi dan jika terjadi ada akibat yang ditimbulkan berupa kerugian.

Kountur (2008) apabila suatu kejadian sudah terjadi, dan kejadian tersebut mengandung unsur kerugian maka kejadian tersebut disebut sebagai masalah, bukan risiko. Ada perbedaan antara masalah dan risiko. Masalah adalah kejadian yang sudah terjadi, sedangkan risiko adalah kejadian yang belum terjadi yang bisa saja terjadi, bisa juga tidak terjadi. Jika sudah pasti terjadi maka kejadian tersebut tidak bisa dianggap sebagai risiko tetapi sudah menjadi masalah. Jadi masalah bukan saja kejadian yang merugikan yang sudah terjadi, tetapi kejadian yang merugikan yang pasti terjadi.

Menurut Darmawi (2010) risiko berdasarkan kemungkinan akibatnya dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu: risiko spekulatif dan risiko murni. Risiko spekulatif diartikan sebagai risiko yang memiliki kemungkinan mengalami kerugian atau kegagalan tetapi disamping itu terdapat juga kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan. Sedangkan risiko murni merupakan risiko yang hanya bergerak ke satu arah saja yaitu ke arah kemungkinan kerugian. Kedua jenis risiko ini sering dibahas dalam konsep ekonomi perusahaan. Karena berpengaruh terhadap proses penanganan risiko, contohnya jenis risiko yang dapat diasuransikan hanyalah risiko murni.

Kountur (2004) risiko berhubungan dengan ketidakpastian. Ketidakpastian terjadi akibat kurangnya atau tidak tersedianya informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi. Ketidakpastian yang dialami perusahaan bisa berdampak


(23)

23 merugikan atau mungkin saja menguntungkan. Apabila ketidakpastian yang dihadapi memberi dampak yang merugikan maka hal tersebut dikenal dengan istilah kesempatan (oppurtunity). Jika kepastian berdampak merugikan dikenal dengan istilah (risk) risiko berhubungan dengan suatu kejadian, dimana kejadian tersebut memiliki kemungkinan untuk terjadi atau tidak terjadi, dan jika terjadi ada akibat berupa kerugian yang ditimbulkan.

Menurut Kountur (2008) risiko dapat diklasifikasikan dari sudut pandang penyebab timbulnya risiko, akibat yang ditimbulkan, aktivitas yang dilakukan dan sudut pandang kejadian yang terjadi menjadi 4 jenis yaitu:

a. Risiko dari Sudut Pandang Penyebab

Berdasarkan sudut pandang penyebab kejadian, risiko dapat dibedakan kedalam risiko keuangan dan risiko operasional. Risiko keuangan dapat disebabkan oleh faktor-faktor keuangan seperti perubahan harga, tingkat bunga dan mata uang asing. Risiko operasional disebabkan oleh faktor-faktor nonkeuangan seperti manusia, teknologi dan alam.

b. Risiko dari Sudut Pandang Akibat

Dilihat dari sudut pandang yang ditimbulkan terdapat dua kategori risiko yakni risiko murni dan risiko spekulatif. Risiko murni merupakan risiko yang mengakibatkan sesuatu yang merugikan dan tidak memungkinkan adanya keuntungan. Risiko spekulatif adalah risiko yang memungkinkan untuk menimbulkan suatu kerugian atau menimbulkan keuntungan.

c. Risiko dari Sudut Pandang Aktivitas

Banyaknya risiko dari sudut pandang penyebab adalah sebanyak jumlah aktivitas yang ada. Segala aktivitas dapat menimbulkan berbagai macam risiko misalnya aktivitas pemberian kredit oleh bank yang dikenal dengan risiko kredit.

d. Risiko dari Sudut Pandang Kejadian

Risiko yang dinyatakan berdasarkan kejadian merupakan pernyataan risiko yang paling baik, misalnya terjadi kebakaran maka risiko yang terjadi adalah risiko kebakaran.

Dampak risiko dan variabilitas dalam agribisnis yang tidak diantipasi dan ditanggulangi dengan baik dapat mengakibatkan kerugian dalam skala luas.


(24)

24 Dampak risiko dapat dikaji dari tiga sudut pandang yang saling berhubungan Kountur (2008) yaitu:

a. Sudut Pandang Masyarakat

Menyangkut pada dampak dan biaya sosial dari risiko yang terjadi dan bagaimana cara pengelolaanya.

b. Sudut Pandang Produsen

Menitikberatkan pada kelangsungan hidup usahanya. c. Sudut Pandang Pembuat Kebijakan

Pembuat kebijakan harus mampu memprediksi respon sektoral yang akan dilakukan untuk mengubah kondisi tersebut dan dampak berikutnya atas kemungkinan pemerintah untuk mencapai tujuannya.

Menurut Robinson dan Barry (1987) diacu dalam Wisdya (2009), menyatakan bahwa sikap pembuat keputusan dalam menghadapi risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut :

1. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (risk aversion). Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan yang diharapkan yang merupakan ukuran tingkat kepuasan.

2. Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (risk taker). Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan yang diharapkan.

3. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (risk neutral). Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan atau menaikkan keuntungan yang diharapkan.

3.1.2 Menganalisis Risiko

Penilaian risiko didasarkan pada pengukuran penyimpangan (deviation) terhadap return dari suatu aset. Menurut Elton Gruber (1995) (diacu dalam Ginting 2009) terdapat beberapa ukuran risiko diantaranya adalah nilai varian (variance), standar deviasi (standard deviation) dan koefiisien variasi (coefficient


(25)

25 variation). Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain dan nilai variance sebagai penentu ukuran yang lainnya.

Penilaian risiko dengan menggunakan nilai variance dan standard deviation merupakan ukuran yang absolut yang tidak mempertimbangkan risiko dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan (expected return). Jika nilai variance dan standard deviation digunakan untuk mengambil keputusan dalam penilaian risiko yang dihadapi pada kegiatan usaha maka dikhawatirkan akan terjadi keputusan yang kurang tepat.

Hasil keputusan yang tepat dalam menganalisis risiko suatu kegiatan usaha harus menggunakan perbandingan dengan satuan yang sama. Ukuran risiko yang dapat membandingkan dengan satuan yang sama adalah coeffisient variation. Coefficient variation merupakan ukuran yang tepat bagi pengambil keputusan dalam menilai suatu kegiatan usaha dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi untuk setiap return yang diperoleh dari kegiatan usaha tersebut. Dengan ukuran coeffisient variation, penilaian risiko dalam kegiatan usaha sudah dilakukan dengan ukuran yang sama yaitu besarnya risiko untuk setiap return. Return yang diperoleh dapat berupa pendapatan, produksi atau harga.

3.1.3. Manajemen Risiko

Kountur (2004), manajemen risiko perusahaan adalah cara bagaimana menangani semua risiko yang ada di dalam perusahaan tanpa memilih risiko-risiko tertentu saja. Penanganan risiko-risiko dapat dianggap sebagai salah satu fungsi dari manajemen. Beberapa fungsi manajemen yang sudah dikenal yaitu merencankan, mengorganisasi, mengarahkan dan melakukan pengendalian atau Planning, Organizing, Actuating, Controling (POAC). Dengan demikian ditambahkan satu fungsi lagi yang sangat penting yaitu menangani risiko. Dapat disimpulkan bahwa, manajemen risiko adalah suatu cara (proses atau metode) yang digunakan perusahaan untuk menangani risiko-risiko yang dihadapi dalam usaha mencapai tujuannya.

Adanya manajemen risiko maka akan mengurangi risiko yang ada dalam perusahaan. Manajemen risiko dapat dilakukan dengan adanya kesadaran mengenai risiko yakni dapat dilakukan dengan mengidentifikasi risiko yang ada,


(26)

26 mengukur risiko, memikirkan mengenai konsekuensi risiko-risiko yang ada, dan mengkomunikasikan ke seluruh bagian berbagai risiko yang ada sehingga dapat dicari penanganannya. Sistematika pengelolaan risiko menurut Kountur (2008) dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini:

Proses Output

Gambar 1.Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan

Sumber : Kountur (2008)

Proses manajemen atau pengelolaan risiko dapat dilakukan dengan mengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang dihadapi perusahaan, kemudian mengukur risiko-risiko yang telah diidentifikasi untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan terjadinya risiko dan seberapa besar dampak dari risiko tersebut. Selanjutnya menangani risiko-risiko untuk memberikan usulan apa yang akan dilakukan untuk menangani risiko-risiko tersebut sehingga segala kemungkinan kerugian dapat diminimalisasi (Kountur 2008).

Menurut Kountur (2006), risiko dapat disebabkan oleh faktor-faktor operasional atau faktor keuangan. Risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor operasional:

a. Manusia

Banyak kejadian yang merugikan dalam perusahaan yang disebabkan oleh manusia. Ada tiga kelompok besar penyebab-penyebab kejadian yang merugikan dari faktor manusia, yaitu: (1) kompetensi, (2) moral, dan (3) selera.

Seseorang yang tidak kompeten melakukan sesuatu dapat menyebabkan kejadian yang merugikan. Misalnya orang tidak mampu melakukan sesuatu

Pengukuran risiko Evaluasi

Identifikasi risiko

Usulan (Penanganan risiko)

1. Peta risiko 2. Status risiko

Daftar risiko


(27)

27 dengan baik, lalai dalam melaksanakan tugas, atau sakit (baik fisik ataupun mental). Sedangkan kejadian merugikan yang disebabkan oleh moral adalah adanya karyawan yang buruk seperti mencuri, dengan sengaja merusak, merasa tidak puas kemudian mogok kerja, dan lain-lain. Selain itu, kejadian merugikan yang disebabkan oleh dikarenakan perubahan selera konsumen yang tidak dapat dipenuhi.

b. Alam

Kejadian merugikan yang disebabkan oleh faktor alam dikelompokkan kedalam tiga faktor, yaitu: (1) bencana alam, seperti gempa bumi, banjir atau kebakaran (2) kondisi alam, seperti kelembaban yang disebabkan oleh basah kering serta adanya perubahan suhu seperti panas atau dingin, dan (3) mahluk lain yang dapat menyebabkan terjadinya risiko seperti kuman, virus, penyakit, binatang, dan tumbuhan.

c. Teknologi

Teknologi menyangkut perangkat keras, seperti mesin, alat-alat, sistem dan prosedur atau perangkat lunak berupa lunak berupa program-program komputer atau program-program lainnya yang dibuat oleh manusia untuk digunakan dalam memudahkan kehidupan manusia. Faktor-faktor teknologi yang dapat menyebabkan suatu risiko atau kejadian-kejadian yang merugikan adalah teknologi yang tidak sesuai, teknologi yang sudah usang, teknologi yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, teknologi yang tidak berkualitas dan teknologi yang salah digunakan.

d. Aturan

Aturan yang dikeluarkan perusahaan dapat menjadi penyebab timbulnya risiko atau suatu kejadian yang merugikan. Misalnya aturan tentang penggajian yang dianggap karyawan tidak adil dapat menimbulkan gejolak yang akhirnya mendorong karyawan untuk mogok kerja. Ada dua faktor utama dari aturan seperti kebijakan perusahaan dan keputusan-keputusan manajemen.

Risiko dapat diketahui dengan menentukan probabilitas terjadinya risiko dan mengetahui dampak risiko tersebut terhadap usaha dilakukan. Pengukuran risiko selau mengacu pada dua ukuran. Ukuran pertama adalah probabilitas yang biasa disebut dengan istilah kemungkinan terjadinya sebuah risiko. Probabilitas


(28)

28 merupakan pengukuran pertama yang dilakukan secara kuantitatif sehingga mengungkapkan seberapa besar probabilitas risiko terjadi atau pengambilan keputusan (Kountur, 2008).

Metode yang digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kerugian atau risiko dapat dengan menggunakan beberapa metode, diantaranya adalah metode Poisson, metode Binominal, dan metode Nilai Standar. Syarat penggunaan metode Poisson adalah terjadinya data historis tentang kejadian yang serupa sebelumnya, dalam data bentuk diskrit, dan ada periode waktu ke depan yang ditetapkan. Kemungkinan terjadinya risiko juga dapat diukur dengan menggunakan metode Binomial, syaratnya adalah tersedianya data historis tentang peristiwa yang terjadi pada suatu lokasi, data dalam bentuk diskrit, dan diketahui sesuai dengan data historis atau probabilitas berhasil dan gagal. Sedangkan syarat untuk penggunaan metode nilai standar adalah tersedianya data historis dan data harus dalam bentuk kontinus. Sedangkan untuk mengetahui besarnya dampak risiko adalah dengan menggunakan metode VaR (Value at Risk). Penggunaan VaR dalam mengukur dampak risiko hanya dapat dilakukan apabila ada data historis sebelumnya. Jika tidak dapat ada data historis, metode VaR tidak dapat digunakan (Kountur, 2008).

Dalam Kountur (2006), z-score adalah suatu angka yang menunjukkan seberapa jauh suatu nilai (misalnya x) dari rata-ratanya pada distribusi normal. Dengan munggunakan z-score (nilai z) kita dapat mengetahui besarnya kemungkinan besarnya suatu ukuran atau suatu nilai yang berada lebih besar atau lebih kecil dari rata-ratanya (apabila kita menggunakan nilai rata-rata sebagai nilai standar), sedangkan metode VaR menunjukkan besarnya potensi kerugian dari suatu kejadian yang dapat terjadi pada suatu periode tertentu ke depan dengan tingkat toleransi (tolerance level) tertentu.

3.1.4 Strategi Penanganan Risiko

Ada beberapa strategi penanganan risiko, namun sebelum dapat menggunakan strategi-strategi tersebut yang perlu diketahui terlebih dahulu adalah peta risiko dan status risiko. Dengan menggabungkan kemungkinan dan akibat suatu risiko maka dapat diketahui status dari risiko. Status risiko


(29)

29 menunjukkan urutan kejadian-kejadian yang berisiko, status yang besar menunjukkan risiko yang besar dan sebaliknya status yang kecil menunjukkan risiko yang lebih kecil pula, status risiko adalah perkalian antara kemungkinan dan dampak. Selain perlu diketahui statusnya juga harus diketahui posisinya dalam peta risiko, dengan membuat peta risiko pemahaman atas risiko akan lebih baik (Kountur 2006).

Peta risiko adalah gambaran tentang posisi risiko pada suatu peta dari dua sumbu yaitu sumbu vertikal yang menggambarkan probabilitas, dan sumbu horizontal yang menggambarkan dampak. Satuan yang digunakan untuk kemungkinan adalah persentase sedangkan akibat (dampak) pada umumnya dinyatakan dalam rupiah.

Strategi penanganan risiko merupakan langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh perusahaan untuk menangani terjadinya risiko. Berdasarkan peta risiko, dapat diketahui cara penanganan risiko yang tepat untuk dilaksanakan. Ada dua strategi penanganan risiko (Kountur, 2008) yaitu:

1. Preventif

Preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko. Strategi ini dilakukan apabila probabilitas risiko besar. Strategi preventif dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya: (1) membuat atau memperbaiki sistem dan prosedur, (2) mengembangkan sumber daya manusia, dan (3) memasang atau memperbaiki fasilitas fisik.

2. Mitigasi

Mitigasi adalah strategi penanganan risiko yang dimaksudkan untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko. Strategi mitigasi dilakukan untuk menangani risiko yang memiliki dampak sangat besar. Adapun beberapa cara yang termasuk ke dalam strategi mitigasi adalah:

a. Diversifikasi

Diversifikasi adalah cara menempatkan aset atau harga dibeberapa tempat sehingga jika salah satu tempat kena musibah tidak akan menghabiskan semua aset yang dimiliki. Diversifikasi merupakan salah satu cara pengalihan risiko yang paling efektif dalam mengurangi dampak risiko.


(30)

30 b. Penggabungan

Penggabungan atau yang dikenal dengan istilah merger menekankan pola penanganan risiko pada kegiatan penggabungan dengan pihak perusahaan lain. Contoh strategi ini adalah perusahaan yang melakukan merger atau dengan melakukan akuisisi.

c. Pengalihan risiko

Pengalihan risiko (transfer of risk) merupakan cara penanganan risiko dengan mengalihkan dampak dari risiko ke pihak lain. Cara ini bermaksud jika terjadi kerugian pada perusahaan maka yang menanggung kerugian tersebut adalah pihak lain. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengalihkan dampak risiko ke pihak lain, diantaranya melalui asuransi, leasing, outsourcing dan hedging.

Pengalihan risiko dapat dilakukan dengan cara mengasuransikan aset perusahaan yang dampak risikonya besar, sehingga jika terjadi kerugian maka pihak asuransi yang akan menanggung kerugian yang dialami perusahaan sesuai dengan kontrak yang perjanjian yang disepakati oleh pihak perusahaan dan pihak asuransi. Leasing adalah cara dimana suatu aset digunakan tetapi kepemilikannya adalah pihak lain. Jika terjadi sesuatu pada aset tersebut maka pemiliknya yang akan menanggung kerugian atas aset tersebut.

Outsourcing merupakan cara dimana pekerjaan diberikan kepada pihak lain untuk mengerjakan sehingga jika terjadi kerugian maka perusahaan tidak menanggung kerugian melainkan pihak yang melakukan pekerjaan tersebutlah yang menanggung kerugian. Hedging merupakan cara pengalihan risiko dengan mengurangi dampak risiko melalui transaksi penjualan atau pembelian.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Usaha pembudidayaan jamur tiram putih mempunyai peluang yang sangat baik untuk dikembangkan. Peluang usaha yang masih terbuka lebar tersebut dihadapkan pada risiko produksi. Indikasi adanya risiko produksi dapat dilihat dari fluktuasi produktifitas pada setiap siklus periode produksinya.

Adanya perubahan produksi yang disebabkan oleh teknologi pengukusan (sterilisasi) hama, penyakit, dan keterampilan tenaga kerja merupakan indikasi


(31)

31 terjadinya risiko produksi. Usaha budidaya jamur milik Bapak Sukamto merupakan usaha yang bergerak dibidang budidaya jamur tiram putih dengan luas kumbung 2600 m2. Menghadapi risiko dalam budidaya jamur tidak membuat usaha budidaya jamur ini berhenti berproduksi. Hal ini dapat dilihat karena usaha ini sudah bertahan selama 3 tahun dan mampu bertahan dengan kinerja yang dimilikinya untuk mengendalikan segala risiko usaha yang muncul.

Analisis yang dilakukan adalah analisis probabilitas dan dampak dari risiko produksi budidaya jamur tiram putih. Pengukuran probabilitas atau kemungkinan terjadinya kerugian dapat dilakukan dengan analisis nilai standar atau dikenal dengan analisis Z-score. Pengukuran dampak risiko dilakukan dengan menggunakan analisis Value at Risk, (VaR). Kerangka pemikiran secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Potensi pasar usaha jamur tiram putih yang cukup besar

Usaha budidaya jamur tiram putih pada usaha milik Bapak Sukamto belum mampu memenuhi permintaan

Fluktuasi produksi yang menyebabkan fluktuasi produktivitas yang mengindikasi adanya risiko produksi

Sumber-sumber risiko produksi pada Usaha Milik Bapak Sukamto

Analisis dampak risiko produksi Analisis risiko produksi


(32)

32

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Sukamto yang berlokasi di desa Cipayung Kecamatan Megamendung, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan adanya ketersediaan data yang dapat menjawab kebutuhan dalam penelitian yang akan dilaksanakan selain itu juga karena usaha budidaya jamur milik Bapak Sukamto dalam membudidayakan jamur, dari hasil panen yang diperoleh mengalami variasi dalam jumlah produksi yang berakibat pada fluktuasi produktivitas jamur tiram putih selain itu juga karena pertimbangan kecamatan Megamendung merupakan sentra produksi jamur terbesar di Bogor.

Penelitian ini berlangsung selama satu tahun kegiatan yang berlangsung meliputi pengumpulan data untuk keperluan pengolahan data. Pengumpulan data pada usaha budidaya jamur tiram putih berlangsung pada bulan November 2011 sampai dengan Desember 2011.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, pencatatan dengan melakukan wawancara dengan pemilik usaha jamur tiram putih untuk mengetahui proses budidaya dan produksi, risiko produksi yang dihadapi dalam melakukan budidaya jamur tiram putih, penyebab risiko yang terjadi pada usaha jamur tiram putih dan mengetahui bagaimana proses penanganan risiko yang selama ini telah dilakukan dalam melakukan budidaya jamur tiram putih. Proses wawancara dilakukan dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan maupun menggunakan kuisioner.

Data sekunder diperoleh dari buku, artikel, skripsi, disertasi serta data-data instansi terkait yang mendukung penelitian ini seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Hortikultura, skripsi terdahulu internet dan instansi lain yang terkait dengan penelitian, serta data sekunder yang diperoleh dari pihak


(33)

33 pemilik usaha jamur tiram putih yang meliputi data jumlah baglog dan data produksi. Jenis dan sumber data penelitian disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Jenis dan Sumber Data Penelitian No. Jenis Data Sumber

1. Data Primer Pengamatan langsung, pencatatan, dari pengamatan dan wawancara langsung dengan pemilik usaha dan kuisioner 2. Data Sekunder Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Direktorat

Jenderal Hortikultura Skripsi Terdahulu, internet dan instansi lain yang terkait dengan penelitian.

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Semua data yang dikumpulkan akan diolah dan dianalisis dengan Microsoft Excel 2007 dan kalkulator untuk mengetahui besarnya risiko yang dihadapi dan strategi penanganan risiko yang diterapkan pada usaha budidaya jamur tiram putih. Metode analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan pendekatan deskriptif untuk mengetahui gambaran umum budidaya jamur tiram putih. Sedangkan analisis kuantitatif dalam penilaian risiko yang dilakukan pada penelitian ini didasarkan dengan melihat penyimpangan yang terjadi antara nilai yang diharapkan dengan nilai yang terjadi. Beberapa pengukuran yang dapat digunakan untuk mengukur penyimpangan diantaranya adalah ragam (variance), simpangan baku (standar deviation), dan koefisien variasi (coefficient variation) serta menggunakan metode nilai standar atau distribusi z dalam menghitung kemungkinan atau probabilitas terjadinya suatu risiko dan perhitungan nilai VaR (Value at Risk) untuk menghitung dampak dari risiko yang dialami.

4.3.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis keadaan umum usaha jamur tiram putih dan manajemen risiko yang diterapkan pada usaha budidaya jamur tiram putih. Analisis ini juga digunakan untuk mengetahui sumber-sumber risiko yang terjadi pada usaha budidaya jamur tiram putih. Analisis ini dilakukan dengan mengaitkan teori risiko yang ada dengan kondisi dilapang, sehingga didapatkan strategi penanganan risiko produksi untuk mengetahui masalah yang


(34)

34 ditimbulkan oleh risiko produksi dapat diminimalisir. Metode analisis deskriptif untuk menganalisis manajemen risiko yang diterapkan dalam usaha jamur tiram putih dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan diskusi dengan pemilik usaha, karyawan dan pihak terkait.

4.3.2. Analisis Kuantitatif

4.3.2.1. Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko

Analisis kuantitatif dalam penilaian risiko yang di lakukan pada penelitian ini didasarkan dengan pengukuran penyimpangan. Dalam mengukur penyimpangan dapat menggunakan beberapa ukuran diantaranya yaitu ragam (variance), simpangan baku (standard deviation), dan koefisien variasi (coefficient variation). Ukuran-ukuran tersebut merupakan ukuran statistik yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Nilai harapan (Expected Return)

Jumlah dari nilai-nilai kemungkinan yang diharapkan terjadi probabilitas (peluang) dari masing-masing kejadian tidak pasti disebut juga dengan nilai harapan. Nilai harapan juga merupakan besaran perolehan atau yang diperkirakan akan didapatkan kembali dalam melakukan suatu kegiatan usaha. Nilai harapan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk melanjutkan kegiatan usaha. Penyelesaian pengambilan keputusan yang mengandung risiko dapat dilakukan dengan menggunakan Expected Return. Rumus Expected return dapat dilihat dibawah ini (Elton dan Gruber 1995) (diacu dalam Ginting 2009) :

Dimana :

∑(Ri) = Expected return

Pij = Peluang dari suatu kejadian (i = aset) (j = kejadian) Rij = Return

b. Peluang (Probability)

Kemungkinan terjadinya suatu pristiwa disebut juga dengan peluang. Peluang hanya suatu kemungkinan, jadi nilai dari suatu peluang bukan merupakan


(35)

35 harga mutlak dalam suatu kondisi. Nilai peluang ditentukan berdasarkan pengalaman dan faktor dari variable-variabel yang mempengaruhi suatu kejadian yang akan dihitung nilai peluangnya. Peluang dari suatu kejadian pada kegiatan usaha dapat diukur berdasarkan pengalaman yang telah dialami pelaku bisnis dalam menjalankan kegiatan usaha. Nilai peluang ditentukan dengan mengobservasi kejadian yang sudah terjadi. Kejadian-kejadian tersebut kemudian diekspresikan sebagai persentase dari total exposure dalam rangka mendapatkan estimasi empiris dari probabilitas. Nilai dari peluang/probabilitas terletak antara 0 dan 1. Jika nilai peluang adalah 1 maka hal tersebut merupakan sebuah kepastian. Dengan kata lain peristiwa yang diperkirakan pasti akan terjadi. Nilai peluang dapat dihitung dengan rumus (Elton dan Gruber 1995) (diacu dalam Ginting 2009) :

Pengukuran peluang pada setiap kondisi diperoleh dari frekuensi kejadian setiap kondisi yang dibagi dengan periode waktu selama kegiatan berlangsung. Pada perhitungan peluang ini digunakan tiga kondisi yaitu kondisi tinggi, normal dan rendah.

Pengukuran sejauh mana risiko yang dihadapi perusahaan dalam menjalankan usaha terhadap hasil atau pendapatan yang diperoleh perusahaan digunakan pendekatan sebagai berikut :

1. Variance

Pengukuran variance dari return merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari return dengan expected return dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian. Nilai variance dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut (Elton dan Gruber 1995) (diacu dalam Ginting 2009) :

Dimana :

σt2 = Variance dari return


(36)

36 Rij = Return

Nilai variance menunjukkan bahwa semakin kecil nilai variance maka semakin kecil penyimpangannya, semakin kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha tersebut.

2. Standard Deviation

Standard deviation dapat diukur dari akar kuadrat dari nilai variance. Secara sistematis standard deviation dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut (Elton dan Gruber 1995) (diacu dalam Ginting 2009) :

Dimana : σi2 = Variance

σi = Standard deviation

Makna dari ukuran standard deviation seperti halnya variance, yaitu semakin kecil nilai standard deviation, maka semakin rendah risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha.

3. Coefficient Variation

Coefficient variation diukur dari rasio standard deviation dengan return yang diharapkan atau expected return. Secara matematis, coefficient variation dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut (Elton dan Gruber 1995) (diacu dalam Ginting 2009) :

CV = / Dimana :

CV= Coefficient variation

σi = Standard deviation

Coefficient variation dapat diartikan bahwa semakin kecil nilai coefficient variation, maka semakin rendah risiko yang dihadapi.

Risiko dapat diukur jika diketahui kemungkinan terjadinya risiko (probabilitas) dan besarnya dampak risiko terhadap perusahaan. Ukuran pertama


(37)

37 dari risiko adalah besarnya kemungkinan terjadinya (probabilitas) yang mengacu pada seberapa besar probabilitas risiko akan terjadi.

Metode yang digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya risiko adalah menggunakan metode nilai standar (z-score). Metode ini dapat digunakan apabila ada data historis dan data berbentuk kontinus atau desimal dan dengan metode ini dapat diketahui besarnya kemungkinan suatu ukuran atau nilai yang berada lebih besar atau lebih kecil dari nilai standard (Kountur, 2008).

Langkah yang perlu dilakukan adalah (Kountur, 2006) 1. Menghitung rata-rata

Rumus menghitung rata-rata adalah:

Keterangan: = rata-rata xi = data per i n = jumlah data

Rata-rata yang dimaksud pada rumus ini adalah rata-rata terjadinya risiko yang dianggap merugikan perusahaan yang akan ditentukan oleh perusahaan.

2. Menghitung standar deviasi

3. Menghitung nilai standar (z-score) risiko

z =

4. Menghitung probabilitas terjadinya risiko

Probabilitas dihitung dari tabel distribusi z. Cari nilai z pada sisi kiri dan bagian atas, pertemuan antara nilai z pada isi tabel merupakan probabilitas yang dicari.


(38)

38 Dari tabel z distribusi yang didapat maka dapat diketahui bahwa besarnya probabilitas atau peluang dari suatu risiko akan terjadi. Besarnya peluang terjadinya suatu risiko dinyatakan dalam bentuk persentase.

4.3.2.2. Analisis Dampak Risiko

Metode yang paling efektif digunakan dalam mengukur dampak risiko adalah VaR (Value at Risk). VaR adalah kerugian terbesar yang mungkin terjadi dalam rentang waktu tertentu yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan tertentu. Penggunaan VaR dalam mengukur dampak risiko hanya dapat dilakukan apabila terdapat data historis sebelumnya. Analisis ini dilakukan untuk mengukur dampak dari risiko pada kegiatan budidaya jamur tiram putih. Kejadian yang dianggap merugikan berupa penurunan produksi sebagai akibat dari terjadinya sumber-sumber risiko. Menurut Kountur (2008), VaR dapat dihitung dengan rumus berikut:

Keterangan:

VaR = dampak kerugian yang ditimbulkan oleh kejadian berisiko = nilai rata-rata kerugian akibat kejadian berisiko

z = nilai Z yang diambil dari tabel distribusi normal dengan alfa 5%. s = standar deviasi kerugian akibat kejadian berisiko

n = banyaknya kejadian berisiko

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menghitung VaR adalah: 1. Menentukan risikonya.

2. Mengumpulkan data historis tentang besarnya kerugian dalam rupiah yang diderita atau risiko tersebut.

3. Menghitung rata-rata kerugian yang diderita. 4. Menghitung deviasi standar (s).

5. Menentukan tingkat keyakinan yang diinginkan (95 %)

6. Mencari nilai z sesuai dengan tingkat keyakinan yang telah ditetapkan 7. Mengitung VaRnya.


(39)

39 Dari hasil perhitungan VaR dapat diketahui bahwa seberapa besar kerugian yang dialami oleh perusahaan dari terjadinya suatu risiko. Penggunaan tingkat keyakinan 95 % menyatakan bahwa hasil perhitungan VaR perusahaan dapat mengalami kerugian maksimal sesuai dari perhitungan tersebut, namun kemungkinan 5 % perusahaan dapat mengalami kerugian melebihi dari jumlah perhitungan tersebut.

4.3.3. Pemetaan Risiko

Kountur (2008) mengemukan sebelum menangani risiko, hal yang perlu dilakukan adalah membuat peta risiko. Peta adalah gambaran mengenai posisi risiko pada suatu peta dari dua sumbu yaitu sumbu vertikal dan horizontal yang megambarkan probabilitas dan sumbu horizontal menggambarkan dampak. Peta risiko dapar dilihat pada Gambar 3.

Probabilitas (%)

Besar

Kecil

Dampak (Rp) Kecil Besar

Gambar 3.Peta Risiko Menurut Kountur (2008)

Probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dapat dibagi kedalam dua bagian besar yaitu kemungkinan besar dan kemungkinan kecil. Demikian juga dampak risiko dapat dibagi kedalam dua bagian besar yaitu dampak besar dan dampak kecil.

Batas antara kemungkinan besar dan kemungkinan kecil ditentukan oleh manajemen. Namun pada umumnya, risiko-risiko yang probabilitas terjadinya 20 % atau lebih besar dianggap sebagai kemungkinan besar sedangkan dibawah 20 % dianggap sebagai kemugkinan kecil (Kountur, 2008).

Kuadran 2 Kuadran 1


(40)

40 Kountur (2008) Penempatan risiko pada peta risiko didasarkan atas perkiraan posisinya berada dimana dari hasil perhitungan probabilitas dan dampak. Untuk mengetahui posisi yang sebenarnya, maka perlu dihitung status risikonya. Status risiko diperoleh dari hasil perkalian antara probabilitas dan dampak. Dari status risiko akan diketahui mana risiko-risiko yang paling besar sampai yang paling kecil maupun yang paling tidak berisiko.

4.3.4. Penanganan Risiko

Strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan dalam menangani risiko yang terjadi diantaranya yaitu:

a. Penghindaran risiko preventif

Strategi preventif dilakukan untuk risiko yang tergolong dalam kemungkinan atau probabilitas risiko yang besar. Strategi preventif akan menangani risiko yang berada pada kuadran 1 dan 3. Penanganan risiko dengan menggunakan strategi preventif, maka risiko yang ada pada kuadran 1 akan bergeser ke kuadran 2 dan risiko yang berada pada kuadran 3 akan bergeser ke kuadran 4 (Kountur, 2006). Penanganan risiko dengan menggunakan strategi preventif dapat dilihat pada Gambar 4.

Probabilitas (%)

Besar

Kecil

Dampak (Rp) Kecil Besar

Gambar 4. Preventif Risiko Menurut Kountur (2008) Kuadran 2 Kuadran 1


(41)

41 b. Mitigasi risiko

Strategi mitigasi risiko ((Kountur, 2006) digunakan untuk meminimalkan dampak risiko yang terjadi. Risiko berada pada kuadran dengan dampak yang besar diusahakan dengan menggunakan strategi mitigasi dapat bergeser ke kuadran yang memiliki dampak risiko yang kecil. Strategi mitigasi dapat dilihat pada Gambar 5.

Probabilitas (%) Besar

Kecil

Dampak (Rp) Kecil Besar

Gambar 5.Mitigasi Risiko Menurut Kountur (2008)

Strategi mitigasi akan menangani risiko sedemikian rupa sehingga risiko yang berada pada kuadran 2 akan bergeser ke kuadran 4 dan risiko yang berada pada kuadran 1 akan bergeser ke kuadran 3. Strategi mitigasi dapat dilakukan dengan metode diversifikasi, penggabungan dan pengalihan risiko (Kountur, 2006).

Hanafi (2006), memberikan alternatif strategi untuk menghadapi risiko selain penanganan dengan preventif dan mitigasi dapat dilihat seperti pada Gambar 6.

1. Probabilitas kecil dan dampak kecil: low control

Perusahaaan bisa menerapkan pengawasan yang rendah terhadap risiko pada kategori ini.

2. Probabilitas kecil dan dampak besar: detect and monitor Kuadran 2 Kuadran 1


(42)

42 Jika terjadi risiko pada jenis ini. Perusahaan akan mengalami kerugian yang cukup besar dan kemungkinan akan mengalami kebangkrutan.

3. Probabilitas besar dan dampak kecil: monitor

Perusahaan bisa memonitor risiko-risiko yang ada pada kuadran ini untuk memastikan bahwa risiko tersebut masih berada pada wilayah normal.

4. Probabilitas besar dan dampak besar: prevent at source

Tipe risiko ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak lagi bisa mengendalikan risiko, dan dapat mengakibatkan kebangkrutan.

Probailitas (%) Besar

Kecil

Dampak(Rp) Kecil Besar

Gambar 6.Alternatif Strategi Menghadapi Risiko Menurut Kountur (2008) Kuadran 2

(Detect and Monitor)

Kuadran 1 (Prevent at Source)

Kuadran 4 (Low Control)

Kuadran 3 (Monitor)


(43)

43

V. GAMBARAN UMUM USAHA MILIK BAPAK SUKAMTO

5.1 Sejarah Singkat Usaha Milik Bapak Sukamto

Usaha budidaya jamur Bapak Sukamto berdiri sejak Januari tahun 2009. Pada awalnya Bapak Sukamto bekerja di bidang kontraktor, kemudian beliau mengikuti pelatihan pembudidayaan jamur tiram putih di IPB selama sepuluh hari dan akhirnya tertarik mendirikan usaha jamur selain itu juga karena ingin memanfaatkan lahan kosong yang belum dimanfaatkan.

Bapak Sukamto mendirikan usaha dengan luas lahan kosong 2600 m2. Beliau memiliki 3 kumbung, yang masing-masing kumbungnya berkapasitas 70.000 – 80.000 baglog. Lokasi usaha budidaya jamur tiram putih ini terletak di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung Bogor, yang merupakan salah satu sentra produksi jamur tiram putih terbesar di Bogor, Jawa Barat. Letak usaha jamur yang dimiliki Bapak Sukamto cukup strategis karena letaknya dekat dengan pasar Ciawi sehingga memudahkan dalam pemasarannya, selain itu suhu dan temperaturnya juga sesuai untuk melakukan usaha budidaya jamur. Lokasi ini cocok untuk melakukan budidaya jamur karena, jauh dari kawasan aktif pertanian hortikultura, jauh dari kawasan pabrik dan pusat keramaian kota agar jamur yang dihasilkan tidak terkontaminasi limbah industri maupun limbah pabrik. Selain itu Bapak Sukamto juga memasarkan jamur tiram putihnya ke pasar swalayan, ke daerah Lampung maupun Jakarta. Selain itu setiap dua hari sekali, pedagang pengumpul datang dari Jakarta.

5.2. Visi, Misi dan Tujuan Usaha Milik Bapak Sukamto

Dalam melakukan usaha budidaya jamur tiram putih Bapak Sukamto sudah memiliki perencanaan yang baik. Bapak sukamto juga sudah memiliki visi dan misi dalam melakukan usaha, meskipun tidak secara tertulis. Visi usaha budidaya jamur Bapak Sukamto adalah menjadi usaha budidaya jamur yang mampu memenuhi permintaan yang dibutuhkan oleh pasar dengan jamur yang berkualitas. Untuk misi dari usaha budidaya jamur Bapak Sukamto adalah menciptakan lapangan kerja untuk masyarakat sekitar, serta mensejahterakan karyawannya.


(1)

80

Lampiran 13. Pengukusan (Sterilisasi Baglog) pada Usaha Milik Bapak Sukamto

Lampiran 14.Bibit pada Usaha Milik Bapak Sukamto


(2)

81

Lampiran 16. Pertumbuhan Jamur pada Ruang Pemeliharaan Usaha Milik Sukamto

Lampiran 17. Pemanenan pada Usaha Milik Sukamto


(3)

82


(4)

83 Pengadukan

Pengemasan

Didiamkan semalam

Lampiran 19. Bagan Produksi Jamur Tiram Unit Usaha Milik Bapak Sukamto

Pengayakan

Pengukusan (Sterilisasi) Suhu 120 oC selama ± 9 jam

Inokulasi

Inkubasi (2 minggu)

Kumbung 1 kapasitas: 15.000 baglog Kumbung 2 kapasitas: 60.000 baglog Masuk kumbung 2.500 baglog/hari

Pemeliharaan

Kumbung 1 kapasitas: 80.000 baglog Kumbung 2 kapasitas: 80.000 baglog Kumbung 3 kapasitas: 80.000 baglog Masuk kumbung 40.000/2 minggu

Panen (4-6 kali)

3 Bulan

1 Bulan


(5)

ii

RINGKASAN

DEVA ZUHRIANA SIREGAR. Manajemen Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Unit Usaha Milik Bapak Sukamto di Desa Cipayung Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan YANTI NURAENNI MUFLIKH)

Sektor pertanian hortikultura memiliki prospek yang besar untuk dikembangkan, hal ini terkait dengan banyaknya varietas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi apabila dibudidayakan secara tepat. Peningkatan konsumsi masyarakat terhadap sayuran disebabkan pola hidup sehat yang telah menjadi gaya hidup masyarakat. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap perkembangan bisnis jamur yang merupakan salah satu bagian dari komoditas sayuran yang baik untuk kesehatan.

Permasalahan yang dihadapi oleh usaha jamur tiram putih milik Bapak Sukamto adalah produktivitasnya bervariasi setiap bulannya. Hal ini mengindikasi adanya risiko produksi, oleh karena itu diperlukan adanya manajemen dalam mengatur proses produksi untuk dapat meminimalisasi risiko yang dapat mengganggu jalannya proses budidaya jamur tiram putih sehingga pendapatan usaha dapat ditingkatkan. Adanya risiko produksi yang dialami dalam melakukan usaha budidaya jamur berpengaruh terhadap pemenuhan permintaan jamur tiram putih. Produksi jamur tiram putih meningkat setiap tahunnya, akan tetapi belum dapat memenuhi permintaan pasar.

Tujuan penelitian ini adalah : (1) mengindentifikasi sumber-sumber risiko produksi dalam usaha budidaya jamur tiram putih pada usaha Bapak Sukamto, (2) menganalisis probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko produksi pada kegiatan usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Sukamto, dan (3) menganalisis strategi penanganan risiko yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi pada usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Sukamto. Hasil analisis ini akan menunjukkan status risiko dalam perusahaan yang akan dipetakan ke dalam peta risiko. Peta risiko ini akan menunjukkan posisi risiko dalam perusahaan. Setelah mengetahui posisi risiko, hal selanjutnya yang dilakukan adalah mempelajari penanganan risiko yang tepat untuk meminimalkan risiko yang terjadi.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada usaha budidaya jamur Bapak Sukamto, terdapat sumber-sumber risiko produksi yang teridentifikasi pada usaha budidaya jamur tiram ini. Sumber-sumber risiko tersebut berasal dari manusia, alam serta teknologi. Sumber risiko manusia yaitu kurangnya keterampilan tenaga kerja, sumber risiko yang berasal dari alam adalah hama dan penyakit pada jamur tiram putih yang tidak dapat diprediksi serta sumber risiko yang berasal dari teknologi yaitu teknologi pengukusan. Sumber-sumber risiko tersebut dapat menimbulkan produksi jamur tiram putih pada usaha milik Bapak Sukamto mengalami penurunan.

Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis risiko produksi jamur tiram putih milik Bapak Sukamto. Penilaian risiko dilakukan dengan mengukur tingkat risiko menggunakan ragam (variance), simpangan baku (standarddeviation), dan


(6)

iii koefisien variasi (coefficient variation). Indikasi adanya risiko produksi pada usaha jamur tiram putih milik Bapak Sukamto dapat dilihat dengan adanya fluktuasi produktivitas yang didapatkan setiap periodenya. Dari hasil penilaian risiko yang menggunakan ukuran coefficient variation, diketahui bahwa usaha jamur tiram putih milik Bapak Sukamto menghadapi risiko produksi sebesar 0,10. Artinya, untuk setiap satu satuan rupiah yang diperoleh usaha jamur tiram milik Bapak Sukamto, maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0,10 atau 10 %.

Nilai probabilitas sumber risiko yang tertinggi adalah teknologi pengukusan (sterilisasi) yaitu sebesar 46,4 %, diikuti oleh sumber keterampilan tenaga kerja 41,7 % penyakit sebesar 35,2 %, dan sumber risiko hama sebesar 33,7 %. Nilai dampak sumber risiko yang tertinggi adalah teknologi pengukusan (sterilisasi) yaitu sebesar Rp 138.625.507,40 diikuti oleh sumber risiko keterampilan tenaga kerja sebesar Rp 83.156.725,33 sumber risiko akibat penyakit sebesar Rp 41.587.652,21 serta hama sebesar Rp 13.862.550,73.

Strategi yang dapat dilakukan oleh usaha budidaya jamur Sukamto adalah dengan strategi preventif dan strategi mitigasi. Strategi preventif dilakukan untuk mencegah agar sumber risiko tidak terjadi sedangkan strategi mitigasi dilakukan apabila sumber-sumber risiko sudah terjadi. Strategi preventif direkomendasikan untuk risiko yang probabilitasnya tinggi yaitu penyakit, diatasi dengan melakukan perencanaan pembibitan dengan baik, menambah intensitas pemeriksaan terhadap baglog yang sudah dipanen, agar tidak ada batang jamur yang tertinggal yang dapat menimbulkan penyakit dan teknik penyimpanan baglog di dalam ruang pemeliharaan lebih ditata dengan baik. Strategi mitigasi direkomendasikan untuk risiko yang memiliki dampak yang besar yaitu teknologi pengukusan dan penyakit, strategi yang direkomendasikan adalah dengan membeli autoclave yang baru untuk mengganti penggunaan drum pengukus, pengawasan oleh pemimpin pada saat proses pengukusan, pemimpin melakukan tindakan tegas dalam mengarahkan dan membimbing tenaga kerja dan keterampilan tenaga kerja dapat ditingkatkan dengan mengikuti penyuluhan atau pelatihan-pelatihan.