Identifikasi Hutan Lahan Basah Menggunakan Citra ALOS PALSAR di Kalimantan Selatan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Ekosistem hutan lahan basah (wetland) merupakan sumberdaya alam yang

begitu besar nilainya bagi masyarakat, kontribusi bagi keanekaragaman hayati,
sumber sirkulasi air, sumber perikanan, obat-obatan, lumbung pangan, penopang
ekosistem lainnya, dan pengatur iklim mikro. Luas lahan basah di Indonesia
menurut Davies et al. (1995) adalah sekitar 38 juta hektar atau sekitar 21 % dari
luas daratannya dan termasuk Negara dengan lahan basah terluas di Asia. Lahan
basah tersebut sebagian besar dapat ditemukan di dataran rendah alluvial dan
lembah-lembah sungai, muara sungai, dan daerah pesisir di pulau Kalimantan,
Sumatera dan Irian Jaya. Menurut Komite Nasional Pengelolaan Ekosistem Lahan
Basah (2004), Indonesia memiliki sekitar 40,5 juta hektar lahan basah sehingga
tergolong sebagai negara dengan lahan basah terluas di Asia setelah China.
Sedangkan menurut Mulyani dan Las (2008), Indonesia memiliki sekitar 40,2 juta
hektar lahan basah. Data luasan lahan basah di Indonesia tersebut bervariasi
sehingga dibutuhkan pengembangan teknologi penginderaan jauh dalam
pemantauan ekosistem lahan basah.

Metode pemantauan ekosistem hutan lahan basah saat ini dapat dilakukan
dengan menggunakan metode penginderaan jauh. Wen (2008) melakukan
penelitian tentang prediksi perubahan lahan basah di Taman Nasional Lore Lindu,
Sulawesi Tengah menggunakan data citra dari sensor optik Landsat 7 ETM+.
Namun, penggunaan citra dari sensor optik untuk pemantauan lahan basah
memiliki beberapa kelemahan, karena ketidakmampuannya menembus awan dan
kabut (haze). Untuk mengatasi kelemahan dari citra optik maka saat ini telah
tersedia suatu sistem penginderaan jauh aktif (radar).
Pemerintah Jepang meluncurkan satelit ALOS (Advanced Land Observing
Sattelite) yang membawa sensor radar pada tahun 2006. Salah satu jenis
sensornya yaitu PALSAR (Phased Array Type L-band Shynyhetic Aperture
Radar) dapat digunakan untuk mengidentifikasi hutan lahan basah pada suatu
wilayah tertentu. Sensor PALSAR merupakan pengembangan lebih lanjut dari

2

sensor SAR (Synthetic Apeture Radar). Sensor ini merupakan sensor gelombang
mikro aktif yang dapat melakukan observasi siang dan malam tanpa terpengaruh
kondisi cuaca. Salah satu kelebihan radar adalah sensitifitasnya terhadap
konstanta dielektrik yang mampu mendeteksi kandungan kadar air di dalam tanah.

Aly et al. (2004) mengungkapkan bahwa teori pengukuran kelembaban tanah
menggunakan sensor radar didasarkan pada perbedaan besar antara konstanta
dielektrik untuk tanah kering dan air. Saat kadar air dari tanah meningkat,
menyebabkan konstanta dielektrik juga meningkat, yang secara langsung
mempengaruhi koefisien backscatter.
Salah satu metode observasi yang dimiliki ALOS PALSAR adalah
ScanSAR, yang memungkinkan sensor tersebut melakukan pengamatan
permukaan bumi dengan cakupan area yang cukup luas antara 250-350 km. Pada
tahun 2008 sampai dengan tahun 2011, Japan International Cooperation Agency
(JICA) bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan IPB dalam rangka menyusun
manual interpretasi citra ALOS PALSAR untuk kegiatan pemetaan dan penutupan
lahan. Citra ALOS PALSAR termasuk citra yang masih baru dan metode
interpretasi menggunakan citra tersebut juga belum berkembang. Penggunaan data
citra dari sensor radar untuk dunia kehutanan juga relatif belum banyak dilakukan
sehingga perlu dilakukan pengujian kemampuan citra tersebut. Beberapa
penelitian yang terkait dengan pemanfaatan ALOS PALSAR dapat ditemukan
pada Divayana (2011), Syarif (2011), Maharani (2011), Puspitasari (2010), dan
Riska (2011). Oleh karena itu, dibutuhkan juga penelitian secara seksama tentang
kemampuan citra ALOS PALSAR dalam membangun teknik identifikasi hutan
lahan basah.


1.2

Tujuan
Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi kemampuan citra ALOS

PALSAR resolusi spasial 50 m dengan polarisasi HH, HV dan band sintetis
HH/HV dalam identifikasi hutan lahan basah.

3

1.3

Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu

teknik cepat mendeteksi hutan lahan basah. Penelitian ini juga diharapkan dapat
menambah pengetahuan di bidang implementasi teknologi radar bidang
pengelolaan sumberdaya alam.


BAB II
METODE PENELITIAN
2.1

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus 2010 sampai bulan

September 2011, diawali dengan tahap pengambilan data sampai dengan
pengolahan dan penyusunan laporan. Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten
Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota
Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan.
Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Remote Sensing dan GIS
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
pada bulan September 2010 ♠ Agustus 2011.

2.2

Alat, Software, Hardware, dan Data
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS CS 60, klinometer,


pita ukur, dan kamera. Hardware dalam penelitian ini menggunakan satu unit
komputer yang dilengkapi dengan software Erdas Imagine Ver 9.1, ArcView GIS
Ver 3.2.
Data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Data Spasial
a.

Data citra ALOS PALSAR perekaman bulan Juni tahun 2009 dengan
resolusi spasial 50 m, polarisasi HH dan HV.
Citra ALOS PALSAR merupakan citra hasil perekaman penginderaan

jauh sistem aktif dengan menggunakan tenaga elektromagnetik yang
dibangkitkan oleh sensor radar. Kata RADAR merupakan suatu singkatan
untuk Radio Detecting and Ranging. Sesuai dengan nama yang digunakan,
radar dikembangkan sebagai suatu cara yang menggunakan gelombang radio
untuk mendeteksi adanya objek dan menentukan jarak (posisi)-nya (Lillesand
dan Kiefer 1990). Tenaga yang dibangkitkan berupa pulsa berenergi tinggi.
Tenaga dipancarkan pada waktu yang sangat pendek sekitar 10-6 detik.
Pancarannya ditujukan pada arah objek sehingga pulsa radar mengenai objek,
dan dipantulkan kembali ke sensor radar. Sensor radar dapat mengukur dan


5

mencatat waktu dari saat pemancaran

tenaga hingga kembali ke sensor,

mengukur dan mencatat intensitas pencar balik (backscatter) pulsa radar
(Purwadhi 2001).

Gambar 1 Citra ALOS PALSAR resolusi 50 m kombinasi RGB HH-HVHH/HV.
Kenampakan unsur medan pada citra dipengaruhi oleh faktor sifat khas
sinyal yang ditransmisikan dan sifat permukaan yang memantulkannya di
medan. Sifat khas sinyal yang ditransmisikan dipengaruhi oleh (a) panjang
gelombang dan kemampuan daya tembusnya terhadap atmosfer dan permukaan
tanah, (b) sudut depresi antena, merupakan salah satu aspek geometrik pada
citra radar dan penyebab terjadinya efek pantulan balik pulsa radar, efek
bayangan pada objek yang tinggi, efek relief (topografi) seperti efek rebah ke
dalam, efek pemendekan lereng, (c) polarisasi atau pengarahan vektor elektrik
pada gelombang elektromagnetik pulsa radar menurut suatu bidang datar, (d)


6

arah pengamatan antena, erat hubungannya dengan arah objek, yang
mempengaruhi pantulan balik pulsa radar (Purwadhi 2001).
Sinyal radar dapat ditransmisikan dan/atau diterima dalam bentuk
polarisasi yang berbeda. Maksudnya, sinyal dapat disaring sedemikian rupa
sehingga getaran gelombang elektrik dibatasi hanya pada satu bidang datar
yang tegak lurus arah perjalanan gelombang. Satu sinyal SLAR dapat
ditransmisikan pada bidang mendatar (H) ataupun tegak (V). Sinyal tersebut
dapat pula diterima pada bidang mendatar atau tegak. Jadi, kita mempunyai
kemungkinan empat kombinasi sinyal transmisi dan penerimaan yang berbeda
yaitu dikirim H, diterima H, dikirim H, diterima V, dikirim V, diterima H,
dikirim V, dan diterima V. Citra dengan polarisasi searah dihasilkan dari
paduan HH dan VV. Citra dengan polarisasi silang dihasilkan dari paduan HV
dan VH. Karena berbagai objek mengubah polarisasi tenaga yang mereka
pantulkan

dalam


berbagai

tingkatan

maka

bentuk

polarisasi

sinyal

mempengaruhi kenampakan objek pada citra yang dihasilkan (Lillesand dan
Kiefer 1990).
Satelit ALOS (Advanced Land Observing Satellite) adalah satelit milik
Jepang yang diluncurkan pada 24 Januari 2006 menggunakan roket H-II dan
didesain untuk dapat beroperasi selama 3-5 tahun. ALOS merupakan satelit
Jepang yang menjadi pengembangan satelit sebelumnya yakni JERS
(Japanesse Earth Resources Sattelite). ALOS dilengkapi tiga instrumen
penginderaan jauh yaitu PRISM (Panchromatik Remote-sensing Instrumen

Stereo Mapping), AVNIR-2 (Advanced Visible and Near Infrared Radiometer
type-2) dan PALSAR (Phased-Array type L-band Synthetic Aperture Radar).
PALSAR merupakan sensor gelombang mikro aktif menggunakan
frekuensi L-band. Sensor ini memberikan kinerja yang lebih tinggi daripada
sensor SAR (Synthetic Apertur Radar) pada satelit JERS-1. Hamazaki (1999)
menjelaskan bahwa PALSAR adalah pengembangan versi dari JERS-1/SAR.
PALSAR dapat digunakan untuk observasi kawasan, pengamatan bencana, dan
survei sumber daya alam. PALSAR memiliki sudut insidensi 8 ♠ 60 derajat.
PALSAR dalam mode resolusi tinggi dengan sudut insidensi standar (39
derajat) memiliki resolusi spasial 10 m dengan luas jangkauan 70 km, -23 dB

7

rasio noise. Mode PALSAR ScanSAR memiliki tambahan untuk resolusi tinggi
konvensionil. Dengan mode ini kita dapat mendapatkan citra SAR seluas 250
sampai 350 km yang lebih luas 3 sampai 5 kali dari ukuran citra SAR
konvensionil.
Sensor PALSAR bisa memodifikasi sudut nadir dalam selang 10
sampai 51 menggunakan teknologi antena phased-array dengan 80
receive/transmit modul. ScanSAR mode dapat menghasilkan cakupan citra

seluas 350 km dengan polarisasi tunggal secara horisontal (HH) maupun
vertikal (HV). Polarsasi berubah di setiap transmisi pulsa dan dua polarisasi
sinyal yang diterima bersamaan. Dengan batas maksimum data transmisi (240
mbit/sec) kita dapat memperoleh cakupan data dengan lebar 30 km dan resolusi
spasial 30 m. Karakteristik PALSAR disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik PALSAR
Mode
Karakteristik
Frekuensi
Lebar Kanal
Polarisasi
Resolusi
Spasial
Lebar Cakupan
Incidence
Angle
NE Sigma 0

Fine


HH/VV/HH+HV atau
VV+VH
10 m (2 look)/20 m
(4 look)
70 km
8-60 derajat
-25 dB (60 km)
3 bit atau 5 bit

Panjang Bit
Ukuran
Sumber : Jaxa (2006)

b.

ScanSAR

Polarimetric
(Experiment Mode)

1.270 MHz (L-Band)
28/14 MHz
HH atau HV

HH+HV+VH+VV

100 m (multi look)

30 m

250-350 km
18-43 derajat

30 km
8-30 derajat