Pendugaan Biomasa Tegakan Menggunakan Citra ALOS PALSAR (Studi Kasus di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara)

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Saat ini masyarakat dunia sedang menghadapi kondisi yang mengkhawatirkan karena terjadinya perubahan iklim akibat dari pemanasan global. Menurut Hairiah dan Widianto (2007), dampak pemanasan global dapat mengakibatkan terjadinya bencana alam terutama berkaitan dengan menurunnya sumber daya alam, seperti menurunnya kualitas dan kuantitas air, serta menurunnya kualitas udara. Salah satu penyebab utama terjadinya perubahan iklim yang dianggap sangat serius saat ini adalah naiknya kadar Gas Rumah Kaca (GRK). Intergovernmental On Panel Climate Change (IPCC) (2001), menyatakan bahwa jika laju GRK dibiarkan terus tanpa adanya tindakan untuk menguranginya, maka suhu global rata-rata akan meningkat dengan laju 0.3oC setiap sepuluh tahun. Menurut Subagyono (2007), GRK terdiri dari beberapa gas utama yaitu: karbon dioksida (CO2), dinitro oksida (N2O), metana (CH4), sulfurheksaflorida (SF6), dan perfluorokarbon (PFC), dengan CO2 merupakan penyumbang emisi terbesar dalam GRK yaitu sebesar 77%.

Gas CO2 sebagai salah satu penyusun GRK terbesar di udara mampu diserap oleh pohon melalui proses fotosintesis dan diubah menjadi C-organik dalam bentuk biomasa (Hairiah dan Widianto 2007). Informasi tentang kandungan karbon suatu vegetasi atau tegakan hutan dapat diperoleh dengan menduga biomasa vegetasi tersebut. Menurut Brown (1997), hampir 50% dari biomasa suatu vegetasi hutan tersusun atas unsur karbon. Oleh karena itu, perlu diketahui teknik pendugaan biomasa.

Pendugaan biomasa dapat dilakukan dengan metode penebangan (destructive sampling) dan metode pendugaan tidak langsung (non destructive sampling) menggunakan metode hubungan alometrik. Perhitungan biomasa dengan metode destruktif dapat memberikan data yang akurat dari proses penebangan pohon-pohon dan menimbang bobot keseluruhan bagian-bagiannya (Maulana dan Asmoro 2010). Pada praktiknya, penggunaan metode penebangan menjadi kurang efisien karena membutuhkan waktu yang lama, biaya yang besar


(2)

dan sulit dilakukan pada lokasi yang tidak mudah terjangkau. Teknologi penginderaan jauh telah mengalami perkembangan dalam dunia kehutanan, dengan penggunaan satelit sebagai wahana dalam pengambilan data. Penginderaan jauh dirasa cukup memadai dalam memberikan informasi yang dibutuhkan secara cepat dan lengkap dengan tingkat ketelitian yang memadai dan biaya yang relatif murah.

Di Indonesia, pelaksanaan kegiatan kehutanan mulai dari perencanaan hutan sampai dengan pengawasan sumberdaya hutan telah menggunakan teknologi penginderaan jauh. Pada umumnya, citra satelit yang sering digunakan oleh para pengambil kebijakan kehutanan di Indonesia adalah citra Landsat. Hal ini dikarenakan citra Landsat merupakan citra optik sistem pasif dengan resolusi spektral yang tinggi, sehingga dirasa memungkinkan untuk dilakukan estimasi biomasa menggunakan citra Landsat. Pernyataan ini diperkuat juga oleh penelitian-penelitian sebelumnya, seperti pengembangan model pendugaan kandungan karbon dari biomasa pohon cemara di Alaska oleh Michalek et al. (2000), pendugaan biomasa pada hutan tropis di Brazil, Malaysia, dan Thailand oleh Foody et al. (2003), dan pendugaan biomasa permukaan tanah di Hutan Amazon, Brazil oleh Lu (2005). Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan antara nilai Digital Number (DN) citra Landsat dan biomasa yang cukup baik dengan nilai koefisien korelasi (r) yang lebih dari 0.7. Di Indonesia telah dilakukan penelitian tentang pendugaan biomasa menggunakan citra Landsat, seperti penelitian yang dilakukan oleh Yaya et al. (2005), yang mengkaji hubungan antara biomasa dengan kanal tunggal dan indeks vegetasi pada citra Landsat. Nilai korelasi yang dihasilkan relatif lemah (r < 0.70). Hubungan dengan korelasi yang lebih baik (r > 0.70) ditunjukkan oleh hubungan antara biomasa dengan dua karakteristik spektral atau lebih (Yaya et al. 2005).

Citra Landsat memiliki kelemahan karena tidak mampu mendeteksi tutupan lahan yang terhalang oleh awan. Sebagai negara tropis, di Indonesia sangat sulit untuk mendapatkan citra optik yang bebas awan. Oleh karena itu penggunaan citra radar perlu dikaji lebih lanjut karena dapat menembus awan. Sensor radar mampu menangkap gelombang mikro, sehingga mampu memberi informasi pada daerah yang tertutup awan atau haze. Hal ini karena panjang


(3)

gelombang radar jauh lebih besar dari ukuran (diameter) partikel atmosfer yang dilaluinya. Radar dikembangkan sebagai suatu cara yang menggunakan gelombang radio untuk mendeteksi adanya objek dan menentukan jarak (posisi)-nya (Lillesand dan Kiefer 1990). Sensor radar dapat mengukur dan mencatat intensitas tenaga balik (backscatter) dari pemancaran tenaga sensor (Purwadhi 2001).

Pada tahun 2006 Jepang telah meluncurkan satelit ALOS (Advanced Land Observing Satellite) dengan salah satu sensornya adalah sensor radar Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar (PALSAR). PALSAR merupakan sensor gelombang mikro aktif yang menggunakan frekuensi band L (Frekuensi-pusat 1270 MHz/23,6 cm) untuk melakukan pengamatan malam dan siang hari tanpa terpengaruh oleh kondisi cuaca (FORDA dan JICA 2005). Citra PALSAR merupakan citra baru yang masih dalam proses eksperimen, serta memiliki kemampuan dalam menangkap karakteristik vegetasi, seperti halnya biomasa. Hal ini dapat diperkuat dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, seperti pendugaan biomasa atas permukaan di Pulau Jawa dan Bali yang dilakukan oleh Puspitasari (2010); pendugaan biomasa tegakan jati di KPH Kebonharjo oleh Syarif (2011); dan pendugaan biomasa tegakan pinus di Banyumas Barat yang dilakukan oleh Riska (2011). Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan hubungan yang cukup kuat antara citra PALSAR dan biomasa, dengan koefisien determinasi (R2) antara 39.7% dan 79.4%. Penelitian penggunaan citra PALSAR yang sudah dilakukan masih terbatas pada penelitian di daerah Jawa dan Bali. Sehingga perlu dilakukan eksplorasi penggunaan citra PALSAR lebih banyak lagi terutama pada daerah-daerah lain yang memiliki topografi berbeda.

Merujuk pada Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.62 /Menhut-II/2011, menjelaskan bahwa karet sebagai tanaman kehutanan mampu berperan dalam penyerapan dan penyimpanan karbon biomasa. Tanaman karet memiliki peran yang sangat besar dalam penyerapan CO2 karena memiliki

kanopi yang lebar dan permukaan hijau daun yang luas.

Saat ini jenis pohon yang banyak ditemukan pada hutan tanaman rakyat adalah pohon karet, baik yang tumbuh secara alami maupun karena ditanam oleh


(4)

rakyat. Dengan kata lain, pohon karet ini sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan vegetasi atau tegakan hutan. Sebagai salah satu jenis tanaman berkayu yang memberikan nilai ekonomis yang menjanjikan baik dari hasil kayu, getah maupun serapan karbonnya, maka penelitian ini menfokuskan penelitian tentang pendugaan biomasa pohon karet. Kawasan hutan sering menjadi sasaran konversi lahan menjadi lahan-lahan perkebunan, sehingga penelitian ini juga membangun model-model pendugaan biomasa kelapa sawit yang kelak dapat dijadikan pembanding dalam memberikan argumentasi bahwa tanaman atau pohon hutan memberikan kontribusi resapan karbon yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman perkebunan. Pohon karet mampu mengolah CO2 sebagai sumber

karbon yang digunakan untuk fotosintesis (Indraty 2005). Dalam penelitian ini pendugaan biomasa kelapa sawit dilakukan sebagai pembanding, dalam rangka mengetahui tanaman mana yang memiliki kemampuan menyerap karbon lebih banyak.

1.2Tujuan

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk membangun model penduga biomasa pada tanaman karet dan kelapa sawit menggunakan citra PALSAR resolusi spasial 50 m, dan citra Landsat.

1.3Manfaat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai alat dalam melakukan pendugaan biomasa melalui citra ALOS PALSAR dan Landsat. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan terhadap karakteristik citra PALSAR dari biomasa.


(5)

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1Waktu dan Tempat

Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan Nopember 2010. Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya, Provinsi Sumatera Utara, yang secara geografis terletak antara 98.320 – 99.350 BT dan 2.360 – 3.180 LU (Gambar 1). Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Remote Sensing dan GIS Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor antara bulan Desember 2010 dan Juli 2011. Sedangkan penyusunan laporan hasil penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2011.


(6)

2.2Data, Software, Hardware dan Alat

Hardware yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit komputer yang dilengkapi dengan Software Erdas Imagine Ver 9.1, ArcView GIS Ver 3.3, dan Microsoft Excel 2007. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS CS 60, klinometer, pita ukur, dan kamera.

Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Citra ALOS PALSAR perekaman Juni 2009 dengan resolusi spasial 50 m, dan citra Landsat ETM 7 path/row 128 dan 129/58 perekaman tanggal 6 Juli 2000 dan tanggal 24 April 2000, dengan resolusi spasial 30 m daerah Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (Gambar 2 dan 3).

2. Data hasil inventarisasi tegakan karet dan kelapa sawit dalam kegiatan “Project for support on Forest Resources Management Through Leveraging Satelite Image Information” tahun 2010 di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, dengan unit contoh berupa plot lingkaran berdasarkan kelompok umur.

2.3Tahapan Pelaksanaan

Secara umum tahapan penelitian dimulai dari persiapan dan pengumpulan data, pengolahan citra, pengolahan data lapangan, penyusunan model, dan pelaporan, seperti disajikan pada Gambar 4.


(7)

Gambar 2 Citra Landsat ETM 7 pada tutupan lahan karet dan kelapa sawit.


(8)

Persiapan data

Pengolahan citra

Pengolahan data lapang

TIDAK

Penyusunan

Model YA

TIDAK

YA Pelaporan

Gambar 4 Diagram alur penelitian. Verifikasi

diterima Mulai

Persiapan dan pengumpulan data

Citra PALSAR Citra Landsat

Desain Penarikan Contoh

Analisis Nilai Backscatter Analisis Nilai Spektral

Pengambilan Data Lapang Perhitungan Biomasa Lapang Analisis Statistik Penyusunan Model

Penduga Biomasa

Model Diterima

Verifikasi Model Terbaik

Pembuatan Peta Sebaran Biomasa

Selesai Evaluasi


(9)

2.3.1 Persiapan dan Pengumpulan Data.

Citra yang digunakan dalam penelitian ini dapat diunduh secara gratis melalui internet. Adapun citra PALSAR yang diunduh adalah citra PALSAR resolusi 50 m yang merupakan produk terkoreksi, sehingga tidak diperlukan proses pra pengolahan citra dan telah siap dianalisis.

Plot contoh diambil dengan memperhatikan kelompok umur tanaman dan kemudahan aksesibilitas. Perbedaan umur tanaman dapat terlihat melalui perbedaan tingkat kecerahan pada citra PALSAR. Tingkat kecerahan merupakan representasi nilai backscatter. Namun hal ini masih perlu dibuktikan di lapangan untuk memperoleh data yang lebih akurat. Untuk masing-masing kelompok umur, jumlah minimal plot contoh yang diambil adalah 3 plot.

Dalam memperoleh sebaran informasi yang dibutuhkan untuk penentuan jumlah dan lokasi plot contoh, perlu terlebih dahulu dilakukan penafsiran citra. Penafsiran citra dilakukan untuk mendapat informasi yang terkandung dalam citra. Dalam hal ini diperlukan informasi mengenai tutupan lahan yang tersedia di lapangan. Informasi mengenai tutupan lahan pada citra PALSAR disajikan dalam Gambar 5.

2.3.2 Pengolahan Citra Analisis Backscatter

Analisis backscatter dalam penelitian ini dilakukan terhadap polarisasi HH dan HV pada citra ALOS PALSAR. Nilai backscatter untuk tiap plot sampel diturunkan dari nilai digital pada tiap plot tersebut. Nilai backscatter dapat diperoleh dengan rumus kalibrasi Shimada et al. (2009) sebagai berikut :

NRCS(dB) = 10*log10(DN2)+ CF Keterangan :

NRCS = Normalized Radar Cross Section DN = Digital Number

CF = Calibration Factor, yaitu -83 untuk HH dan HV

Perhitungan backscatter dilakukan pada beberapa ukuran sampel dalam citra. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keterwakilan nilai digital yang terdapat pada citra. Posisi pengambilan sampel pada citra dilakukan sesuai dengan posisi plot, untuk mengetahui hubungan nilai digital dalam ukuran sampel tersebut terhadap biomasa per plot. Ukuran sampel yang diambil memperhatikan tingkat


(10)

kehomogenan tutupan lahan yang terwakili, dan gap antar plot yang dapat terjadi. Semakin homogen sampel yang terwakili, maka nilai digital data yang didapat akan semakin baik. Ukuran sampel yang diambil sebaiknya tidak memiliki gap antara satu sama lain, untuk memberi nilai digital yang lebih akurat. Perhitungan backscatter pada penelitian ini dilakukan pada ukuran sampel 1x1 hingga 10x10 pixel. Adapun perhitungan backscatter pada masing-masing ukuran sampel disajikan pada Tabel 1.

Analisis NDVI

Analisis NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) dilakukan terhadap band-band pada citra Landsat ETM 7. Rumus umum, transformasi NDVI adalah sebagai berikut :

NDVI = (NIR - R) / (NIR + R) Keterangan :

NDVI = Normalized Difference Vegetation Index

NIR = Nilai digital pada band Inframerah dekat (Near Infrared) R = Nilai digital pada band Merah (Red)

Dalam hubungannya dengan vegetasi, analisis spektral pada citra Landsat dapat memanfaatkan beberapa band, seperti band 3 (Red/Merah) dan band 4 (Near Infrared/Inframerah Dekat). Kelebihan kedua band ini untuk identifikasi vegetasi adalah objek akan memberikan tanggapan spektral yang tinggi. Hubungan kedua band tersebut dapat dilihat dalam nilai index vegetasi.

Nilai NDVI berkisar antara -1 sampai 1, dimana nilai NDVI yang rendah (negatif) mengidentifikasikan daerah bebatuan, pasir dan salju. Nilai NDVI yang tinggi (positif) mengidentifikasikan wilayah vegetasi baik berupa padang rumput, semak belukar maupun hutan. Nilai index vegetasi dapat memberikan informasi tentang persentase penutupan vegetasi, index tanaman hidup (Leaf Area Index), biomasa tanaman, kapasitas fotosintesis, dan estimasi penyerapan karbon dioksida (CO2). Peta hasil analisis NDVI disajikan pada Gambar 6.


(11)

Gambar 5 Hasil penafsiran tutupan lahan pada citra PALSAR.


(12)

Tabel 1 Hasil analisis backscatter untuk kelapa sawit dan karet pada beberapa ukuran sampel citra PALSAR

Vegetasi Luas Pixel DN DN Backscatter Backscatter

HH min HH max HV min HV max HH min HH max St. Dev HV min HV max St. Dev

Karet

1x1 pixel 2411.750 8121.500 912.000 4370.500 -15.353 -4.807 1.948 -23.800 -10.189 3.047 2x2 pixel 2560.667 7956.667 958.556 4274.333 -14.833 -4.985 1.826 -23.368 -10.383 2.969 3x3 pixel 2550.563 7546.563 947.938 4278.438 -14.867 -4.950 1.833 -23.464 -10.393 2.918 4x4 pixel 2729.640 7895.880 1010.800 4262.040 -14.278 -5.052 1.728 -22.907 -10.408 2.821 5x5 pixel 2796.222 7933.667 1051.333 4282.139 -14.069 -5.011 1.711 -22.565 -10.367 2.740 6x6 pixel 2923.755 7857.755 1097.551 4310.878 -13.681 -5.094 1.654 -22.192 -10.309 2.700 7x7 pixel 2983.250 7870.208 1148.719 4255.266 -13.506 -5.080 1.627 -21.796 -10.421 2.612 8x8 pixel 3061.519 7832.840 1194.284 4278.531 -13.281 -5.122 1.567 -21.458 -10.374 2.519 9x9 pixel 3283.800 7854.218 1329.020 4191.560 -12.672 -5.098 1.487 -20.529 -10.552 2.345 10x10 pixel 3373.438 7840.000 1393.050 4143.579 -12.439 -5.114 1.415 -20.121 -10.652 2.188

Kelapa Sawit

1x1 pixel 4816.250 6768.500 1803.500 3493.750 -9.346 -6.390 0.824 -17.878 -12.134 1.034 2x2 pixel 4912.444 6751.667 1893.889 3138.222 -9.174 -6.412 0.763 -17.453 -13.066 0.879 3x3 pixel 3807.438 6816.000 1441.625 3242.688 -11.387 -6.329 0.937 -19.823 -12.782 1.150 4x4 pixel 3881.480 6746.560 1456.880 3039.240 -11.220 -6.418 0.876 -19.732 -13.345 1.011 5x5 pixel 4899.639 6712.417 1914.806 3042.405 -9.197 -6.462 0.731 -17.358 -13.336 0.803 6x6 pixel 4924.776 6619.571 1912.061 3003.163 -9.152 -6.583 0.699 -17.370 -13.448 0.767 7x7 pixel 4944.938 6533.281 1939.781 2933.750 -9.117 -6.697 0.709 -17.245 -13.652 0.743 8x8 pixel 4980.322 6502.864 1941.556 2902.617 -9.055 -6.738 0.685 -17.237 -13.744 0.723 9x9 pixel 4979.700 6544.436 1963.040 2843.764 -9.056 -6.683 0.680 -17.141 -13.922 0.703 10x10 pixel 5013.121 6497.868 1963.372 2821.050 -8.998 -6.745 0.672 -17.140 -13.992 0.696

12


(13)

2.3.3 Pengambilan Data Lapangan

Berdasarkan pengecekan lapangan didapat beberapa kelompok umur untuk karet maupun kelapa sawit. Umur tanaman dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:

a. Kelompok umur muda

Untuk tegakan dengan umur 1 tahun sampai 5 tahun, pengambilan data dilakukan dalam plot lingkaran seluas 0.02 ha (jari-jari plot 7.98 m).

b. Kelompok umur sedang

Untuk tegakan dengan umur 6 tahun sampai 15 tahun, pengambilan data dilakukan dalam plot lingkaran seluas 0.04 ha (jari-jari plot 11.28 m). c. Kelompok umur tua

Untuk tegakan umur 16 tahun up, pengambilan data dilakukan dalam plot lingkaran seluas 0.1 ha (jari-jari plot 17.8 m).

Gambar plot contoh disajikan pada Gambar 7.

7.98 m

11.28 m

a. Plot contoh lingkaran luas 0.02 ha.

b. Plot contoh lingkaran luas 0.04 ha.

17.8 m

c. Plot contoh lingkaran luas 0.1 ha. Gambar 7 Plot contoh lingkaran.


(14)

Plot contoh yang diambil tersebar pada kelompok umur 1 tahun sampai 20 tahun, dengan jumlah keseluruhan plot adalah 98 plot. Terdiri dari 46 plot pada tanaman karet dan 52 plot pada tanaman kelapa sawit. Jumlah plot diambil berdasarkan keterwakilan kelompok umur dan akses yang memungkinkan dalam melakukan pengukuran. Penyebaran plot contoh disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Peta sebaran plot contoh pada citra PALSAR. 2.3.4 Pengolahan Data Lapangan

Pendugaan data lapangan dilakukan untuk mengetahui besarnya biomasa atas permukaan pada plot-plot ukur yang telah ditentukan. Pendugaan biomasa dilakukan dengan menggunakan persamaan alometrik yang di dapat dari penelitian Yulyana (2005), dan Yulianti (2009).

Adapun persamaan alometrik yang digunakan dalam menduga biomasa pada penelitian ini adalah :

1) Untuk tanaman karet (Hevea brasiliiensis), digunakan persamaan alometrik sebagai berikut :


(15)

W = 0.0124*(D2)0.2444 ( Yulyana 2005) Keterangan :

W = Biomasa atas permukaan (ton/ha) D = Diameter setinggi dada (cm)

2) Untuk kelapa sawit (Elaeis guineensis), digunakan persamaan alometrik sebagai berikut :

W = 2.14 exp-5 (D1.51*H1.33) (Yulianti 2009) Keterangan :

W = Biomasa atas permukaan (ton/ha)

D = Diameter setinggi dada dengan pelepah (cm) H = Tinggi total kelapa sawit (cm)

Pembangunan model alometrik oleh Yulianti (2009) dilakukan pada kelapa sawit dengan varietas Marihat yang dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara. Persamaan alometrik dipilih dengan mempertimbangkan kesamaan varietas, dan cara pengelolaan kelapa sawit yang dikaji di lokasi penelitian. Pada penelitian ini, kelapa sawit yang ditemukan termasuk varietas Marihat, yang pengelolaannya dilakukan oleh PT. Perkebunan Nusantara. Menurut Yulianti (2009), kisaran total biomasa kelapa sawit pada umur 1 sampai 18 tahun adalah 1.28 ton/ha sampai 29.87 ton/ha. Total biomasa tanaman karet pada umur 5, 10, dan 15 tahun berturut-turut adalah 0.741 ton/ha, 3.749 ton/ha, dan 7.807 ton/ha (Yulyana 2005). Persamaan alometrik milik Yulianti (2009) dan Yulyana (2005) dipilih karena kondisi topografi lapangan dan varietas tanaman yang paling mendekati dengan kondisi penelitian.

Secara umum, volume biomasa pada hutan tanaman relatif lebih besar dibandingkan dengan kelapa sawit. Sebagaimana kajian Hardjana (2008), bahwa potensi biomasa pada hutan tanaman Acacia mangium mencapai 159.75 ton/ha. 2.3.5 Pembangunan Model

a. Model-model Alternatif

Analisis hubungan antara biomasa dengan karakteristik citra dilakukan dengan menyusun model hubungan biomasa terhadap nilai backscatter atau NDVI pada citra. Model-model yang digunakan adalah model linear, model polinomial, model eksponensial dan model regresi linear berganda. Model-model ini dipilih karena dapat menunjukkan hubungan antara peubah-peubah yang digunakan


(16)

terhadap nilai biomasa. Seperti halnya model linear yang mampu menggambarkan hubungan positif maupun negatif antara peubah dan biomasa. Model polinomial/kuadratik yang membentuk model parabola dan memiliki titik maksimum dan minimum. Serta model eksponensial yang banyak digunakan untuk menggambarkan angka pertumbuhan mahluk hidup (pertambahan atau penurunan). Sedangkan model logaritmik dan power tidak dipilih karena peubah yang akan digunakan (backscatter HH dan HV) tidak memungkinkan dalam penggunaan model-model tersebut. Hal ini karena nilai backscatter HH dan HV adalah negatif (Nawari 2010). Bentuk model-model yang dipilih disajikan dalam Tabel 2.


(17)

Tabel 2 Bentuk model-model yang diuji-cobakan dalam melakukan estimasi biomasa pada citra PALSAR dan citra Landsat

Jenis citra Model Bentuk persamaan yang digunakan PALSAR Linear B = a + b*HH

B = a + b*HV B = a + b*(HH/HV)

B = a + b*(HH-HV/HH+HV) Polinomial B = a*HH2 + b*HH + c

B = a*HV2 + b*HV + c

B = a*(HH/HV)2 + b*(HH/HV) + c B = a*(HH-HV/HH+HV)2 + b*(HH-HV/HH+HV) + c

Eksponensial B = a*e(b*HH) B = a*e(b*HV) B = a*e(b*HH/HV)

B = a*e(b*(HH-HV/HH+HV)) Linear Berganda B = a + b*HH + c*HV Landsat Linear B = a + b*MIR

B = a + b*NIR B = a + b*NDVI B = a + b*(MIR/NIR) Polinomial B = a*MIR2 + b*MIR + c

B = a*NIR2 + b*NIR + c B = a*NDVI2 + b*NDVI + c

B = a*(MIR/NIR)2 + b*(MIR/NIR) + c Eksponensial B = a*e(b*MIR)

B = a*e(b*NIR) B = a*e(b*NDVI) B = a*e(b*MIR/NIR)

Linear Berganda B = a + b*MIR + c*NIR B = a + b*NDVI + c*MIR B = a + b*NDVI + c*NIR B = a + b*NDVI + c*(MIR/NIR) Keterangan : a,b,c = Nilai estimasi parameter ; B = Biomasa (ton/ha)


(18)

b. Uji Korelasi

Penyusunan model hubungan biomasa dengan nilai backscatter atau NDVI masing-masing menggunakan metode persamaan regresi terbaik. Namun sebelumnya, dilakukan terlebih dahulu perhitungan koefisien korelasi menggunakan pendekatan korelasi product moment (r) untuk mengetahui bagaimana hubungan antar peubah yang akan digunakan dalam pendugaan biomasa. Proses menganalisis hubungan antar nilai backscatter dan NDVI serta hubungannya terhadap biomassa dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007.

Rumus untuk menghitung koefisien korelasi adalah sebagai berikut :

∑ ∑ ∑

∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan :

= Koefisien korelasi = Jumlah pengamatan

∑ = Jumlah dari pengamatan nilai X

∑ = Jumlah dari pengamatan nilai Y

∑ = Jumlah dari pengamatan nilai X kuadrat

∑ = Jumlah dari pengamatan nilai Y kuadrat

∑ = Jumlah dari pengamatan nilai X dikuadratkan

∑ = Jumlah dari pengamatan nilai Y dikuadratkan

∑ = Jumlah dari hasil perkalian nilai X dan Y

Besarnya koefisien korelasi akan berkisar antara -1 sampai dengan 1. Nilai positif menyatakan hubungan antara peubah yang diuji memiliki korelasi positif, yaitu jika terjadi peningkatan pada peubah yang satu, maka akan diikuti dengan terjadinya peningkatan pada peubah lainnya. Nilai negatif menunjukkan hubungan antara peubah yang diuji adalah korelasi negatif, yaitu jika terjadi perubahan pada peubah yang satu, maka akan diikuti dengan terjadinya perubahan pada peubah lain dengan arah yang berlawanan. Untuk hasil perhitungan yang menunjukkan nilai 0, dapat diartikan tidak adanya korelasi antar peubah yang diuji.

Untuk menguji apakah nilai koefisien korelasi dari model yang dibuat memiliki nilai yang signifikan (nilai r lebih dari 0.7071 dalam hubungannya terhadap biomasa), perlu dilakukan perhitungan Uji-Z pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05).


(19)

Hipotesa yang digunakan dalam pengujian keeratan koefisien korelasi adalah sebagai berikut :

Ho : ρ 0.7071 H1 : ρ 0.7071

Rumus yang digunakan dalam Uji-Z adalah sebagai berikut :

Dengan nilai , , dan dirumuskan sebagai berikut :

ln ln √

Keterangan :

Z = Sebaran normal Z

σ = Pendekatan simpangan baku tranformasi Z

ρ = Nilai koefisien korelasi yang diharapkan pada populasi r = Nilai koefisien korelasi

n = Jumlah data

Jika hasil Z-hitung ≤ 1.96, maka Ho diterima, yang berarti bahwa hubungan antara peubah bebas dengan biomasa cukup erat dengan r ≥ 0.7071. Sedangkan jika Z-hitung > 1.96, maka H1 diterima, yang berarti bahwa hubungan antara peubah bebas dalam model dengan biomasa adalah kurang erat.

Setelah diketahui hubungan antar peubah dalam menduga biomasa, barulah dilakukan perhitungan statistik untuk mengetahui pengaruh peubah peubah tersebut terhadap nilai biomasa. Perhitungan ini menggunakan pendekatan koefisien determinasi (R2). Besarnya nilai R2 menyatakan seberapa baik kamampuan suatu peubah bebas dalam model untuk menjelaskan peubah tidak bebasnya, dalam hal ini adalah nilai biomasa. Secara umum, nilai R2 yang dianggap baik jika lebih dari 50%.


(20)

c. Uji Koefisien Regresi

Untuk mengetahui apakah koefisien regresi yang dihasilkan dalam pembuatan model berpengaruh secara signifikan terhadap biomasa, perlu dilakukan pengujian menurut kaidah statistik. Pada umumnya Uji-F dilakukan untuk mengidentifikasi apakah kemampuan persamaan regresi yang dibangun dapat menjadi penduga bagi biomasa secara serentak. Sedangkan untuk mengidentifikasi kemampuan koefisien regresi dari masing-masing peubah bebas menjelaskan peubah tidak bebas secara signifikan, dapat diketahui dengan melakukan Uji-t. Hasil Uji-F akan memberi hasil yang sama dengan pengujian peubah menggunakan Uji-t. Karena nilai statistik Uji-t bila dikuadratkan akan identik dengan nilai Uji-F. Kesimpulan yang dapat ditarik dari pengujian ini akan dipengaruhi oleh selang kepercayaan yang digunakan (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

Hipotesa yang digunakan dalam Uji-F adalah sebagai berikut : Ho : βi = 0, i = 1, 2, 3, ... k.

H1 : sekurang-kurangnya ada satu βi≠ 0, i = 1, 2, 3, ... k. Ketentuan perhitungan F-hitung ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Tabel analisis ragam

Sumber keragaman

db JK KT F-hitung

Regresi Dbr = k

Sisa Dbs =

nk

Total Dbt = n - 1

Keterangan :


(21)

, , = Parameter dugaan

∑ = Jumlah biomasa aktual

∑ = Jumlah dari hasil kali antara biomasa dengan peubah pertama

∑ = Jumlah dari hasil kali antara biomasa dengan peubah kedua KTR = Kuadrat Tengah Regresi

KTS = Kuadrat Tengah Sisa JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKS = Jumlah Kuadrat Sisa Dbr = Derajat Bebas Regresi Dbs = Derajat Bebas Sisa

= Nilai biomasa aktual = Nilai biomasa dugaan

k = Jumlah parameter dalam model n = Banyaknya plot contoh

Jika hasil F-hitung ≤ F-tabel, maka Ho diterima, yang berarti bahwa tidak terdapat peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap biomasa. Sedangkan jika F-hitung > F-tabel, maka H1 diterima, yang berarti bahwa terdapat minimal satu peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap biomasa.

Jika H1 diterima melalui Uji-F, maka selanjutnya dilakukan uji signifikansi koefisien masing-masing peubah bebas, dengan mengikuti hipotesa sebagai berikut :

Ho : βi≠ 0 H1 : βi = 0

Rumus yang dapat digunakan dalam perhitungan Uji-t adalah :

Dalam analisis regresi berganda, perhitungan mengikuti ketentuan :

Keterangan :

= Nilai dugaan untuk koefisien regresi ke-i β = Nilai hipotesis dari koefisien regresi

= Varian dari contoh dugaan

cjj = Elemen invers matriks dari koefisien regresi KTS = Kuadrat Tengah Sisa


(22)

Jika hasil t-hitung ≤ t-tabel, maka Ho diterima, yang berarti bahwa koefisien regresi dari peubah bebas dapat menjelaskan biomasa secara signifikan. Sedangkan jika t-hitung > t-tabel, maka H1 diterima, yang berarti bahwa koefisien regresi dari peubah tidak bebas tidak mampu menjelaskan biomasa secara signifikan.

Dalam penelitian ini, kesimpulan dari uji koefisien regresi ditunjukkan oleh nilai P-value. Selang kepercayaan yang digunakan adalah 95% (α = 0.05). Jika nilai P-value dari peubah dalam model regresi kurang dari α, maka model tersebut secara statistik adalah signifikan dapat menjelaskan biomasa.

d. Uji Verifikasi

Setelah model terbangun dan secara statistik dapat diterima, maka perlu dilakukan verifikasi terhadap hasil dari model tersebut dengan menggunakan perhitungan Uji-χ², ℮ (Bias), SA (Simpangan Agregat), SR (Simpangan Rata-Rata) dan RMSE (Root Mean Square Error). Dalam penelitian ini, perhitungan Uji-χ2 menunjukkan besarnya kecocokan antara hasil perhitungan menggunakan model (nilai harapan) dengan perhitungan data lapangan (nilai observasi/nilai aktual). Jika nilai χ²-hitung lebih kecil dari nilai χ²-tabel, maka dapat dinyatakan bahwa hasil dugaan menggunakan model terbangun tidak berbeda dengan perhitungan data lapangan (nilai aktual).

Perhitungan χ² dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan :

χ = Nilai Chi-square = Nilai ekspetasi/ dugaan = Nilai observasi/ aktual

Nilai RMSE merupakan akar dari rata-rata jumlah kuadrat sisa antara selisih biomasa dugaan dengan biomasa aktual. RMSE digunakan untuk mengetahui seberapa besar error yang terjadi pada hasil perhitungan model jika dibandingkan dengan nilai aktual. Semakin kecil nilai RMSE, maka semakin kecil pula kesalahan yang terjadi pada penggunaan model.


(23)

Perhitungan RMSE dilakukan sesuai dengan rumus :

RMSE

%

Keterangan :

RMSE = Root Mean Square Error = Nilai dugaan

= Nilai aktual

n = Jumlah pengamatan

Bias (℮) adalah kesalahan sistematis yang dapat terjadi karena kesalahan dalam pengukuran, baik kesalahan teknis pengukuran maupun kesalahan karena alat ukur. Nilai ℮ yang dapat diterima adalah jika nilainya mendekati nol.

Perhitungan ℮ dapat dirumuskan sebagai berikut :

℮ ∑ %

Keterangan :

℮ = Bias = Nilai dugaan = Nilai aktual

n = Jumlah pengamatan

Simpangan Agregat (SA) adalah perbedaan antara jumlah nilai aktual dan jumlah nilai dugaan (Spur 1952 dalam Nurhayati 2010). Nilai SA diharapkan berkisar antara -1 sampai +1.

Nilai SA dapat dihitung dengan rumus :

∑ ∑

Keterangan :

SA = Simpangan Agregat = Nilai dugaan

= Nilai aktual

Sedangkan SR dinyatakan sebagai rata-rata perbedaan antara nilai aktual dan nilai dugaan. Nilai SR menunjukkan suatu model dapat dikatakan baik jika nilainya tidak lebih dari 10%.


(24)

Perhitungan SR dilakukan sesuai rumus :

%

Keterangan :

SR = Simpangan Rata-rata = Nilai dugaan

= Nilai aktual n = Jumlah pengamatan

Proses verifikasi dalam penelitian ini menggunakan data yang sama dengan data penyusunan model, hal ini dilakukan karena adanya keterbatasan data yang dimiliki.

Untuk mendapatkan model penduga biomasa yang akurat dan valid, perlu dilakukan penyusunan peringkat terhadap model dengan acuan kriteria-kriteria uji yang telah dilakukan. Namun sebelum penyusunan peringkat, dipilih terlebih dahulu model-model yang dinyatakan signifikan melalui Uji- χ². Penyusunan peringkat dilakukan dengan memberikan skor pada model-model yang diperoleh. Pemberian skor dilakukan berdasarkan nilai SA, SR, RMSE, dan ℮, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


(25)

BAB III

KONDISI UMUM LOKASI

3.1Letak Geografis

Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara mempunyai luasan sekitar 438,660 ha (6.12% dari luas wilayah Sumatera Utara), terletak antara 98.320 – 99.350 BT dan 2.360 – 3.180 LU. Kabupaten Simalungun memiliki 31 kecamatan, termasuk 9 kecamatan yang merupakan pemekaran dengan 17 kelurahan dan 294 desa. Kabupaten Simalungun berbatasan dengan wilayah:

• Sebelah Utara : Kabupaten Serdang Bedagei

• Sebelah Timur : Kabupaten Asahan

• Sebelah Selatan : Kabupaten Samosir

• Sebelah Barat : Kabupaten Karo. 3.2Topografi

Kabupaten Simalungun memiliki topografi yang bervariasi, dimana dataran tinggi terletak di bagian Barat Daya, Barat dan Barat Laut, sedangkan dataran rendah terletak pada bagian Utara, Timur dan Tenggara. Secara umum, Kabupaten Simalungun mempunyai kemiringan lereng antara 0 dan 40% dengan ketinggian antara 20 dan 1400 meter di atas permukaan laut.

3.3Iklim

Kabupaten Simalungun bertemperatur sedang, dengan rata-rata suhu udara tertinggi per tahun adalah 26.90oC dan terendah 25.80oC. Kelembaban udara rata-rata perbulan 83.7% dengan penguapan rata-rata-rata-rata 3.46 mm/hari. Dalam satu tahun rata-rata terdapat 14 hari hujan dengan hari hujan tertinggi terdapat pada bulan November sebanyak 22 hari hujan, kemudian bulan Oktober sebanyak 20 hari hujan. Curah hujan terbanyak terdapat pada bulan Agustus sebesar 461 mm.


(26)

3.4Penduduk

Berdasarkan hasil registrasi penduduk oleh BPS Pemerintah Kabupaten Simalungun tahun 2008, penduduk Kabupaten Simalungun berjumlah sekitar 846,329 jiwa yang tersebar di 31 kecamatan, dengan perbandingan penduduk laki-laki dan penduduk perempuan (sex ratio) sebesar 100.28. Jumlah penduduk terbesar berada di Kecamatan Bandar yaitu sebesar 66,739 jiwa dan terkecil berada di Kecamatan Haranggaol Horisan yaitu 5,789 jiwa. Kecamatan yang memiliki luas wilayah terbesar terdapat di Kecamatan Raya dengan luas 335.60 km2 dan wilayah terkecil di Kecamatan Haranggaol Horisan (34.50 km2). Wilayah yang paling padat penduduknya terdapat di Kecamatan Siantar (781.70 jiwa/km), disusul Kecamatan Bandar (611.27 jiwa/km) dan Gunung Maligas (433.29 jiwa/km).

3.5Potensi Ekonomi

Potensi ekonomi Kabupaten Simalungun sebagian besar terletak pada produksi pertaniannya. Produksi lainnya termasuk tanaman pangan, perkebunan, industri pengolahan, serta jasa. Produksi padi di Kabupaten Simalungun merupakan produksi terbesar kedua di Sumatera Utara pada tahun 2003 sesudah Kabupaten Deli Serdang. Produksi kelapa sawit dari perkebunan yang ada di kabupaten ini menjadi komoditas utama, kedua terbesar di Sumatera Utara setelah Kabupaten Labuhanbatu (2001). Selain memproduksi kelapa sawit, perkebunan rakyat di Simalungun juga menghasilkan karet dan coklat, serta teh (di Kecamatan Raya dan Sidamanik) yang jumlah produksinya semakin menurun.

Kabupaten Simalungun merupakan salah satu Kabupaten yang memiliki tingkat produksi kelapa sawit dan karet paling besar di Sumatera Utara, baik yang dikelola oleh perusahaan negara, swasta, maupun perkebunan rakyat. Kabupaten Simalungun menampilkan berbagai potensi dibidang perkebunan. Daerah ini memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar dan masih dikembangkan untuk sektor tanaman pangan, perkebunan, pertanian, industri pengolahan, serta jasa.


(27)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil Pengolahan Data Lapangan

Hasil perhitungan biomasa pada tanaman karet diperoleh kisaran antara 0.31012 ton/ha sampai dengan 16.52999 ton/ha. Sedangkan hasil perhitungan biomasa pada tanaman kelapa sawit berkisar antara 0.23147 ton/ha dan 56.90538 ton/ha (Tabel 4).

Tabel 4 Hasil perhitungan biomasa tanaman karet dan kelapa sawit Vegetasi Biomasa (ton/ha)

Minimum Maksimum Standar Deviasi

Karet 0.31012 16.52999 4.35638

Kelapa Sawit 0.23147 56.90538 14.80742

Hasil perhitungan biomasa tanaman karet dan kelapa sawit memiliki korelasi terhadap umur tanaman. Dengan bertambahnya umur tanaman, volume biomasa juga semakin meningkat. Pada Gambar 9 dan 10 disajikan pola hubungan antara umur tanaman karet dan kelapa sawit dengan biomasanya.

Gambar 9 Grafik sebaran hubungan antara kelompok umur terhadap biomasa tanaman karet.

Pola hubungan yang terjadi antara umur tanaman dan biomasa membentuk fungsi pangkat (power). Nilai koefisien determinasi yang dihasilkan sebesar 91.4% pada tanaman karet (Gambar 9) dan 79.9% pada kelapa sawit (Gambar 10).

y = 0.737x0.992 R² = 0.914 0

5 10 15 20

0 10 20 30

Biomasa (ton/ha)


(28)

Hal ini menunjukkan bahwa variasi umur tanaman karet dan kelapa sawit mampu menjelaskan variasi biomasanya.

Gambar 10 Grafik sebaran hubungan antara kelompok umur terhadap biomasa kelapa sawit.

Besarnya biomasa per satuan luas merupakan fungsi dari diameter, tinggi dan jumlah pohon. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 sampai 20 m dengan diameter batang antara 15 sampai 20 cm. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas.

Kelapa sawit merupakan salah satu jenis tanaman palma yang mampu tumbuh hingga mencapai tinggi 25 m. Batang tanaman diselimuti pelepah hingga umur 12 tahun, yang nantinya akan mengering dan terlepas. Pelepah kelapa sawit diikut sertakan dalam pengukuran diameter pada penelitian ini.

Jumlah pohon pada masing-masing plot dipengaruhi faktor jarak tanam antar pohon dan luasan plot yang digunakan dalam pengambilan sampel. Jarak tanam antar pohon pada perkebunan baik karet maupun kelapa sawit biasanya ditentukan dalam perencanaan pengelolaan yang diatur melalui kegiatan penjarangan. Plot-plot tertentu dapat memiliki biomasa yang lebih tinggi daripada plot yang lain, hal ini disebabkan karena wilayah pengambilan plot contoh tersebut masih belum dilakukan proses penjarangan. Sehingga kerapatan pohon-pohonnya masih tinggi dan jumlah pohon di dalam plot contoh lebih banyak dibandingkan plot contoh lain yang telah mengalami penjarangan.

y = 0.759x1.444 R² = 0.799 0

10 20 30 40 50 60

0 10 20 30

Biomasa (ton/ha)


(29)

Gambar 11 Tanaman karet pada plot contoh yang telah mengalami penjarangan.

Gambar 12 Tanaman karet pada plot contoh yang belum mengalami penjarangan. Dengan model pendugaan biomasa lapang diketahui bahwa biomasa kelapa sawit memiliki nilai yang lebih besar dibanding dengan biomasa karet. Secara umum tanaman karet memiliki diameter dan tinggi yang cenderung lebih kecil jika dibandingkan dengan kelapa sawit. Biomasa kelapa sawit pada penelitian ini mengikut sertakan pelapah dari kelapa sawit.

4.2Model-model Penduga Biomasa

Dalam pembuatan model penduga biomasa menggunakan citra PALSAR diketahui bahwa ada korelasi yang erat antar polarisasi HH dan HV. Hasil perhitungan koefisien korelasi antara HH dan HV disajikan pada Tabel 5.


(30)

Tabel 5 Hasil perhitungan matriks korelasi antar peubah pada citra PALSAR

HH HV HH/HV (HH-HV/HH+HV)

HH 1 0.58393 -0.75890 -0.75647

HV 0.58393 1 0.08198 0.08566

HH/HV -0.75890 0.08198 1 0.99931

(HH-HV/HH+HV) -0.75647 0.08566 0.99931 1

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa backscatter HH memiliki nilai korelasi yang positif terhadap HV, hal ini menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan terhadap backscatter HH, maka akan terjadi peningkatan juga pada backscatter HV. Sebaliknya pada hubungan antara backscatter HH terhadap HH/HV dan (HH-HV/HH+HV) menunjukkan nilai yang negatif. Apabila terjadi perubahan pada backscatter HH, maka akan terjadi perubahan yang berlawanan pada HH/HV dan (HH-HV/HH+HV). Hubungan antara HH dan HV menunjukkan nilai koefisien korelasi yang relatif rendah, yaitu 0.584. Hal ini menunjukkan tidak terjadi multikolinearitas dalam hubungan antara HH dan HV pada persamaan regresi berganda.

a. Model Penduga Biomasa Karet

(a) (b)

Gambar 13 Grafik hubungan antara (a) biomasa karet terhadap backscatter HV dan (b) biomasa karet terhadap backscatter HH citra PALSAR, ukuran sampel 1x1 pixel.

Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 13a dan 13b, pola hubungan antara backscatter HH dan HV terhadap biomasa karet adalah berbentuk eksponensial. Terjadi saturasi volume biomasa pada nilai backscatter HV -10. Demikian pula pada polarisasi HH, terjadi saturasi volume biomasa pada nilai -5.

y = 193.1e0.277x R² = 0.7174

0 5 10 15 20

-25 -20 -15 -10 -5 0

Biomasa (ton/ha)

Backscatter HV

y = 74.79e0.388x R² = 0.573

0 5 10 15 20

-20 -15 -10 -5 0 5

Biomasa (ton/ha)


(31)

Pada Gambar 13a dapat dilihat bahwa hubungan antara biomasa karet dan backscatter HV cukup tinggi dengan nilai R2 sebesar 71.74%. Demikian pula hubungan antara biomasa karet dan backscatter HH memiliki nilai R2 yang relatif tinggi, yaitu 57.3% (Gambar 13b). Dari kajian ini diketahui bahwa pada ukuran sampel 1x1 pixel, variasi backscatter HV mampu menjelaskan variasi biomasa yang relatif lebih baik dibandingkan dengan backscatter HH.

(a) (b)

Gambar 14 Grafik hubungan antara (a) biomasa karet terhadap backscatter HV dan (b) biomasa karet terhadap backscatter HH citra PALSAR, ukuran sampel 2x2 pixel.

Dengan ukuran sampel 2x2 pixel, pola hubungan antara biomasa terhadap backscatter baik HH maupun HV relatif sama dengan ukuran sampel 1x1 pixel. Pada Gambar 14a dan 14b, hubungan antara biomasa karet terhadap backscatter HV dan backscatter HH memiliki nilai R2 yang relatif tinggi, yaitu secara berturut-turut 71.16% dan 57.5%.

Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 15a, bahwa pada ukuran sampel 3x3 pixel, hubungan antara biomasa karet dan backscatter HV relatif tinggi dengan nilai R2 sebesar 71.15%. Demikian pula ditunjukkan pada Gambar 15b, hubungan antara biomasa karet terhadap backscatter HH memiliki nilai R2 yang cukup tinggi yaitu 58.5%.

Dari temuan sebagaimana diperoleh sebelumnya, ukuran sampel 1x1 pixel memberikan hasil korelasi yang lebih baik dibandingkan dengan ukuran sampel 2x2 dan 3x3 pixel. Pola hubungan antara backscatter HV terhadap biomasa adalah eksponensial.

y = 211.5e0.283x R² = 0.7116

0 5 10 15 20

-30 -20 -10 0

Biomasa (ton/ha)

Backscatter HV

y = 89.68e0.414x R² = 0.575

0 5 10 15 20

-20 -15 -10 -5 0 5

Biomasa (ton/ha)


(32)

(a) (b) Gambar 15 Grafik hubungan antara (a) biomasa karet terhadap backscatter HV

dan (b) biomasa karet terhadap backscatter HH citra PALSAR, ukuran sampel 3x3 pixel.

Berdasarkan Gambar 16, dapat dilihat pola hubungan antara peubah-peubah citra Landsat terhadap biomasa karet. Pendugaan biomasa terbaik (R2= 59.2%) dihasilkan menggunakan peubah MIR/NIR (Gambar 16e). Hal ini menunjukkan bahwa nilai MIR/NIR mampu menjelaskan biomasa dengan pola hubungan berbentuk polinomial, dengan nilai R2 yang sedikit lebih kecil dibanding menggunakan citra PALSAR.

y = 222.0e0.288x R² = 0.7115

0 5 10 15 20

-30 -20 -10 0

Biomasa (ton/ha)

Backscatter HV

y = 90.46e0.417x R² = 0.585

0 5 10 15 20

-20Biomasa (ton/ha) -15 -10 -5 0 5 Backscatter HH


(33)

(a) (b)

(c) (d)

(e)

Gambar 16 Grafik hubungan antara biomasa karet terhadap nilai (a) MIR, (b) NIR, (c) RED, (d) NDVI, dan (e) MIR/NIR pada citra Landsat. b. Model Penduga Biomasa Kelapa Sawit

Dari hasil analisis sebagaimana disajikan pada Tabel 6, pola hubungan antara biomasa kelapa sawit dengan peubah pada citra PALSAR memiliki nilai R2 yang relatif tinggi, yaitu mencapai 76.8%. Hal ini menunjukkan bahwa peubah polarisasi HH, HH/HV, atau HH dan HV citra PALSAR mampu menduga

y = -0.014x2+ 2.830x - 128.9

R² = 0.039

0 5 10 15

0 20 40 60 80 100 120

Biomassa (ton/Ha)

MIR

y = -0.011x2+ 2.797x -153.8

R² = 0.333

0 5 10 15

0 25 50 75 100 125 150

Biomassa (ton/Ha)

NIR

y = 0.160x2- 13.52x + 290.6

R² = 0.059

0 5 10 15

0 10 20 30 40 50

Biomassa (ton/Ha)

RED

y = -803.0x2+ 781.4x -180.4

R² = 0.427

0 5 10 15

0.00 0.20 0.40 0.60

Biomassa (ton/Ha)

NDVI

y = -568.7x2+ 916.6x -358.7

R² = 0.592

-5 0 5 10 15

0.00 0.50 1.00

Biomasa (ton/ha)


(34)

biomasa kelapa sawit dengan cukup baik (R2= 70.8%, 67.9%, dan 76.8%). Model dengan R2 tertinggi dihasilkan dengan model regresi berganda (lihat Tabel 6). Tabel 6 Hasil analisis hubungan antara biomasa kelapa sawit terhadap

peubah-peubah citra PALSAR Ukuran

Sampel

No.

Model Persamaan Regresi R 2

P-value

3x3 pixel 1 Y = 220 + 35.44*HH + 1.422*HH2 0.708 0.000 3x3 pixel 2 Y = 255 - 677*(HH/HV) + 451.4*(HH/HV)2 0.679 0.036 3x3 pixel 3 Y = 77.76 + 14.427*HH - 4.213*HV 0.768 0.000 4x4 pixel 1 Y = 191.8 + 28.06*HH + 0.976*HH2 0.606 0.007 4x4 pixel 2 Y = 80.98 + 47.7*(HH/HV) - 286.3*(HH/HV)2 0.668 0.544 4x4 pixel 3 Y = 66.12 + 15.23*HH - 5.492*HV 0.714 0.000 5x5 pixel 1 Y = 83.4 + 0.349*HH - 0.793*HH2 0.548 0.608 5x5 pixel 2 Y = 113.2 - 73.12*(HH/HV) - 175.4*(HH/HV)2 0.706 0.368 5x5 pixel 3 Y = 47.49 + 15.93*HH - 6.99*HV 0.711 0.042

Tabel 7 Hasil analisis hubungan antara biomasa kelapa sawit terhadap peubah-peubah citra Landsat

Ukuran Sampel

No.

Model Persamaan Regresi R

2 P-value 3x3 pixel 1 Y = 40.69 + 23.14*NDVI - 192.5*NDVI2 0.592 0.007 3x3 pixel 2 Y = -95.84 + 206*(MIR/NIR) - 69.11*(MIR/NIR)2 0.519 0.479 3x3 pixel 3 Y = -168.7 + 4.037*MIR - 0.02*MIR2 0.422 0.101 4x4 pixel 1 Y = 41.03 + 21.2*NDVI - 189.6*NDVI2 0.587 0.007 4x4 pixel 2 Y = -59.57 + 108*(MIR/NIR) - 3.759*(MIR/NIR)2 0.532 0.663 4x4 pixel 3 Y = -194.3 + 4.655*MIR - 0.023*MIR2 0.430 0.065 5x5 pixel 1 Y = 40.81 + 25.2*NDVI - 198.1*NDVI2 0.606 0.007 5x5 pixel 2 Y = -57.9 + 100.7*(MIR/NIR) + 3.081*(MIR/NIR)2 0.561 0.647 5x5 pixel 3 Y = -214.4 + 5.13*MIR - 0.026*MIR2 0.444 0.045

Berdasarkan Tabel 7, pola hubungan antara biomasa kelapa sawit dengan peubah pada citra Landsat memiliki nilai R2 yang cukup tinggi, yaitu mencapai 60.6%. Hal ini menunjukkan bahwa nilai spektral citra Landsat seperti MIR, MIR/NIR atau NDVI mampu menduga biomasa kelapa sawit dengan cukup baik (R2= 44.4%, 56.1%, dan 60.6%). Model dengan R2 tertinggi dihasilkan dengan model regresi berganda (lihat Tabel 7).

Menurut Nurhayati (2010), model-model yang dibangun menggunakan citra Landsat memiliki nilai R2 yang lebih baik jika dibandingkan dengan citra


(35)

PALSAR, namun berdasarkan hasil perhitungan keseluruhan dapat dilihat bahwa model dengan citra PALSAR memiliki nilai R2 yang relatif lebih baik, pada tanaman karet maupun kelapa sawit. Hal ini dapat terjadi karena plot contoh yang diambil tidak disesuaikan terlebih dahulu pada citra Landsat yang digunakan, sehingga beberapa plot contoh berada pada kawasan yang tertutup awan.

Berdasarkan hasil analisis korelasi seperti disajikan pada Tabel 8, model-model citra PALSAR memiliki nilai r yang cukup tinggi, yaitu mencapai 0.876 (pada kelapa sawit dengan ukuran sampel 3x3 pixel). Demikian pula model-model citra Landsat, mampu memberikan nilai r yang relatif tinggi yaitu berkisar antara 0.558 sampai 0.778. Berdasarkan analisis uji-Z, diketahui bahwa peubah bebas pada keseluruhan model yang terbangun memiliki hubungan yang cukup erat terhadap biomasa (lihat Tabel 8).

Sebagaimana hasil analisis koefisien regresi yang disajikan pada Tabel 8, keseluruhan model terbangun memiliki nilai P-value yang relatif baik yaitu berkisar antara 0.083 sampai 2.67669*10-18. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik peubah pada model-model terbangun adalah signifikan dapat menjelaskan biomasa.

Sebagaimana disajikan pada Tabel 8, model pendugaan biomasa karet pada citra PALSAR terbaik dengan ukuran sampel 1x1 pixel adalah Y = 193.1*e0.277*HV dengan R2 sebesar 71.74%, dan P-value sebesar 2.67669*10-18. Model pendugaan biomasa karet pada citra Landsat terbaik dengan ukuran sampel 1x1 pixel adalah Y = -358.7 + 916.6*MIR/NIR -568.7*MIR/NIR2 dengan nilai R2 sebesar 59.2%, dan nilai P-value sebesar 0.00024.

Berdasarkan Tabel 8, model pendugaan biomasa terbaik untuk kelapa sawit pada citra PALSAR dengan ukuran sampel 3x3 pixel adalah Y = 77.76+14.427*HH-4.213*HV dengan nilai R2 sebesar 76.8%, dan nilai P-value sebesar 4.525*10-6. Model pendugaan biomasa terbaik untuk kelapa sawit pada citra Landsat dengan ukuran sampel 5x5 pixel adalah Y = 40.81 + 25.2*NDVI - 198.1*NDVI2 yang memiliki nilai R2 sebesar 60.6%, dan nilai P-value sebesar 1.358*10-10.


(36)

Tabel 8 Tabel hasil analisis regresi pemilihan model terbaik pada tanaman karet dan kelapa sawit Tipe Vegetasi Jenis

Citra

Ukuran Sampel

No.

Model Persamaan Regresi R

2

R Z-hitung P-value

Karet PALSAR 1x1 pixel 1 Y = 193.1*e0.277*HV 0.71743 0.84701 -2.24227 0.00000

2x2 pixel 2 Y = 211.5*e0.284*HV 0.71168 0.84361 -2.16571 0.00000

3x3 pixel 3 Y = 222*e0.288*HV 0.71155 0.84353 -2.16393

0.00000 4x4 pixel 4 Y = 252.2*e0.298*HV 0.71136 0.84342 -2.16142

0.00000 5x5 pixel 5 Y = 279.6*e0.307*HV 0.71099 0.84320 -2.15651

0.00000 Landsat 1x1 pixel 1 Y = -358.7 + 916.6*MIR/NIR - 568.7*MIR/NIR2 0.59225 0.76958 -0.47231 0.00023

2x2 pixel 2 Y = -355.7 + 904.7*MIR/NIR - 559.1*MIR/NIR2 0.40068 0.63299 1.00319 0.00498

3x3 pixel 3 Y = -203.8 + 3.736*NIR - 0.016*NIR2 0.31145 0.55807 1.65336 0.00436 4x4 pixel 4 Y = -155.7 + 2.839*NIR - 0.012*NIR2 0.33500 0.57899 1.47865 0.00439 5x5 pixel 5 Y = -176.1 + 3.231*NIR - 0.014*NIR2 0.34083 0.58380 1.43777 0.00371 Kelapa Sawit PALSAR 1x1 pixel 1 Y = 47.06 + 12.44*HH - 5.22*HV 0.57620 0.75907 -0.46009 0.03668

2x2 pixel 2 Y = 72.89 + 13.378*HH - 4.099*HV 0.59663 0.77242 -0.65755 0.00631 3x3 pixel 3 Y = 77.76 + 14.427*HH - 4.213*HV 0.76814 0.87643 -2.68696 0.00000 4x4 pixel 4 Y = 66.12 + 15.23*HH - 5.49*HV 0.71432 0.84518 -1.95291 0.00090 5x5 pixel 5 Y = 47.49 + 15.93*HH - 6.99*HV 0.71092 0.84316 -1.91031 0.04195

Landsat 1x1 pixel 1 Y = 40.11 + 31.79*NDVI - 200.62*NDVI2 0.51928 0.72061 0.11182 0.01375 2x2 pixel 2 Y = 41.02 + 14.33*NDVI - 169.21*NDVI2 0.52957 0.72771 0.03013 0.08350 3x3 pixel 3 Y = 40.69 + 23.14*NDVI - 192.5*NDVI2 0.59204 0.76944 -0.47050 0.00738 4x4 pixel 4 Y = 41.03 + 21.21*NDVI - 189.67*NDVI2 0.58748 0.76647 -0.43187 0.00748 5x5 pixel 5 Y = 40.81 + 25.2*NDVI - 198.1*NDVI2 0.60600 0.77846 -0.59046 0.00670 36 


(37)

Tabel 9 Hasil verifikasi model terbaik pada tanaman karet dan kelapa sawit menggunakan Uji-χ2 Tipe

Vegetasi

Jenis Citra

Ukuran Sampel

No.

Model Persamaan Regresi χ

2-hitung χ2-tabel Kesimpulan Karet PALSAR 1x1 pixel 1  Y = 193.1*e0.277*HV 53.9635 59.3035 Tidak Berbeda Nyata

2x2 pixel 2  Y = 211.5*e0.284*HV 56.1279 59.3035 Tidak Berbeda Nyata

3x3 pixel 3 Y = 222*e0.288*HV 52.6711 59.3035 Tidak Berbeda Nyata 4x4 pixel 4 Y = 252.2*e0.298*HV 56.1641 59.3035 Tidak Berbeda Nyata 5x5 pixel 5 Y = 279.6*e0.307*HV 55.1376 59.3035 Tidak Berbeda Nyata Landsat 1x1 pixel 1 Y = -358.7 + 916.6*MIR/NIR - 568.7*MIR/NIR2 28.2371 42.5570 Tidak Berbeda Nyata 2x2 pixel 2 Y = -355.7 + 904.7*MIR/NIR - 559.1*MIR/NIR2 51.9301 42.5570 Berbeda Nyata

3x3 pixel 3 Y = -203.8 + 3.736*NIR - 0.016*NIR2 64.3307 42.5570 Berbeda Nyata 4x4 pixel 4 Y = -155.7 + 2.839*NIR - 0.012*NIR2 78.4749 42.5570 Berbeda Nyata 5x5 pixel 5 Y = -176.1 + 3.231*NIR - 0.014*NIR2 52.7068 42.5570 Berbeda Nyata Kelapa Sawit PALSAR 1x1 pixel 1 Y = 47.06 + 12.44*HH - 5.22*HV 89.2812 53.3835 Berbeda Nyata

2x2 pixel 2 Y = 72.89 + 13.378*HH - 4.099*HV 88.1343 53.3835 Berbeda Nyata 3x3 pixel 3 Y = 77.76 + 14.427*HH - 4.213*HV 49.1963 53.3835 Tidak Berbeda Nyata 4x4 pixel 4 Y = 66.12 + 15.23*HH - 5.49*HV 67.4615 53.3835 Berbeda Nyata 5x5 pixel 5 Y = 47.49 + 15.93*HH - 6.99*HV 62.3221 53.3835 Berbeda Nyata

Landsat 1x1 pixel 1 Y = 40.11 + 31.79*NDVI - 200.62*NDVI2 147.1438 42.5570 Berbeda Nyata 2x2 pixel 2 Y = 41.02 + 14.33*NDVI - 169.21*NDVI2 132.5447 42.5570 Berbeda Nyata 3x3 pixel 3 Y = 40.69 + 23.14*NDVI - 192.5*NDVI2 115.9617 42.5570 Berbeda Nyata 4x4 pixel 4 Y = 41.03 + 21.21*NDVI - 189.67*NDVI2 120.0989 42.5570 Berbeda Nyata 5x5 pixel 5 Y = 40.81 + 25.2*NDVI - 198.1*NDVI2 115.9617 42.5570 Berbeda Nyata 37


(38)

Tabel 10 Hasil verifikasi model terbaik pada tanaman karet dan kelapa sawit menggunakan SA, SR, e, dan RMSE Tipe Vegetasi Jenis Citra Ukuran Sampel (pixel) No.

Model Persamaan Regresi SA SR e RMSE

Karet PALSAR 1x1 1 Y = 193.1*e0.277*HV -0.10306 38.59985 19.99871 14.98975 2x2 2 Y = 211.5*e0.284*HV

-0.11812 38.88616 21.00861 18.05498

3x3 3 Y = 222*e0.288*HV

-0.10895 38.19983 21.26732 16.16363

4x4 4 Y = 252.2*e0.298*HV

-0.11086 38.70540 21.01555 16.28205

5x5 5 Y = 279.6*e0.307*HV

-0.11439 38.81981 20.55533 15.62884

Landsat 1x1 1 Y = -358.7 + 916.6*MIR/NIR - 568.7*MIR/NIR2 -0.00104 44.36549 104.47458 74.95208 Kelapa

Sawit PALSAR 3x3 1 Y = 77.76 + 14.427*HH - 4.213*HV -0.00007 23.60465 -2.23803 9.59318

Tabel 11 Peringkat hasil verifikasi model terbaik Tipe Vegetasi Jenis Citra Ukuran Sampel (pixel) No.

Model Persamaan Regresi SA SR e RMSE Skor Peringkat

Karet PALSAR 1x1 1 Y = 193.1*e0.277*HV 1.40 4.74 5.00 5.00 16.14 1

2x2 2 Y = 211.5*e0.284*HV 1.13 4.55 4.95 4.80 15.43 5

3x3 3 Y = 222*e0.288*HV 1.19 5.00 4.94 4.92 16.05 2

4x4 4 Y = 252.2*e0.298*HV 1.12 4.67 4.95 4.91 15.66 3

5x5 5 Y = 279.6*e0.307*HV 1.00 4.60 4.97 4.96 15.53 4

Landsat 1x1 1 Y = -358.7 + 916.6*MIR/NIR - 568.7*MIR/NIR2 5.00 1.00 1.00 1.00 8.00 6 Kelapa

Sawit PALSAR 2x2 1 Y = 77.76 + 14.427*HH - 4.213*HV 5.00 5.00 5.00 5.00 20.00 1

38


(39)

4.3Verifikasi Model

Perhitungan verifikasi dalam penelitian ini menggunakan data yang sama dengan data yang digunakan dalam pembuatan model pendugaan biomasa. Hal ini dikarenakan jumlah plot yang tersedia terbatas. Namun demikian, hasil verifikasi diharapkan mampu menunjukkan adanya keeratan hubungan antara hasil perhitungan model (biomasa dugaan) terhadap perhitungan biomasa lapang. Hasil verifikasi disajikan pada Tabel 9 dan 10.

Berdasarkan peringkat hasil skor uji verifikasi dari masing-masing nilai SA, SR, e, RMSE dan Uji-χ2 (Tabel 11), maka dapat diketahui model terbaik untuk menduga biomasa tanaman karet dan kelapa sawit adalah dengan menggunakan citra PALSAR. Backscatter HV memiliki kemampuan untuk menembakkan dan menangkap gelombang sensor dengan posisi horizontal dan vertikal, sehingga sangat baik jika digunakan dalam pendekatan objek bervegetasi pada citra.

Sebagai perbandingan antara model penduga biomasa kelapa sawit dan karet pada citra PALSAR, diketahui bahwa model penduga biomasa kelapa sawit memiliki pendugaan yang lebih baik. Hal ini dapat diketahui berdasarkan nilai uji koefisien regresi, nilai koefisien determinasi serta nilai uji verifikasi seperti pada Tabel 9, 10, dan 11.

4.4Peta Sebaran Biomasa

Berdasarkan model terpilih dapat dibuat peta sebaran biomasa. Peta ini dinyatakan dalam kelas yang nilainya adalah selang data biomasa. Setiap kelas diwakili oleh warna yang berbeda. Banyaknya kelas dalam menggambarkan penyebaran biomasa pada penelitian ini adalah 6 kelas. Sebaran biomasa hasil estimasi menggunakan model terbaik ditampilkan pada Gambar 17 dan 18.


(40)

Gambar 17 Peta sebaran biomasa karet menggunakan model terbaik pada citra PALSAR.

Gambar 18 Peta sebaran biomasa kelapa sawit menggunakan model terbaik pada citra PALSAR.


(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari uraian-uraian terdahulu maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dapat digunakan untuk menduga biomasa tanaman’ karet dengan model penduga: Y = 193.1*e0.277*HV dengan R2 = 71.74%.

2. Biomasa kelapa sawit yang menjadi pohon pembanding dalam penelitian ini juga dapat diduga menggunakan citra ALOS PALSAR, dengan model penduga: Y = 77.76 + 14.427*HH - 4.213*HV dengan R2 = 76.8%.

3. Kedua model penduga biomasa pada pohon karet dan kelapa sawit cukup handal dengan hasil verifikasi cukup baik.

4. Penduga biomasa menggunakan pendekatan citra Landsat ETM memberikan nilai yang berbeda dengan perhitungan biomasa lapang/aktual.

5. Model penduga biomasa dengan citra Landsat memberikan hasil verifikasi yang kurang baik.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian ini, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan data verifikasi yang berbeda dari data yang digunakan dalam perumusan model sehingga memperoleh hasil yang lebih akurat. Perlu dilakukan uji statistik pada model pendugaan biomasa yang telah dirumuskan, dengan studi kasus pada daerah lain yang memiliki kondisi lapangan dan kondisi tanaman yang sama, atau pada daerah lain dengan keadaan yang berbeda, tetapi memiliki jenis tanaman yang sama. Khusus citra Landsat, perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut.


(42)

PENDUGAAN BIOMASA TEGAKAN MENGGUNAKAN

CITRA ALOS PALSAR

(Studi Kasus di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara)

I PUTU INDRA DIVAYANA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. A Primer. USA: FAO Forestry Paper

Foody GM, Boyd DS, and Cutler MEJ. 2003. Predictive Relation of Tropical Forest Biomass from Landsat TM Data and Their Transferability Between Regions. Remote Sensing of Environtment 85: 463-474.

[FORDA] Forest Research and Development Agency dan [JICA] Japan International Cooperation Agency. 2005. How To Increase the Welfare og Local People Through the Sustainable Forest Management. Di dalam: The 2nd Workshop on Demonstration Study on Carbon Fixing Forest Management in Indonesia. Bogor.

Hairiah K, dan Widianto.2007. Adaptasi dan Mitigasi Pemanasan Global Melalui Pengelolaan Diversitas Pohon di Lahan-Lahan Pertanian. Bunga Rampai Konservasi Tanah dan Air: 1-12.

Hardjana AK. 2008. Potensi Biomassa Dan Karbon Pada Hutan Tanaman Acacia mangium Di HTI PT. Surya Hutani Jaya, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan 7: 237-249.

Indraty IS. 2005. Tanaman Karet Menyelamatkan Kehidupan dari Ancaman Karbondioksida. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 27: 10-12.

[IPCC] Intergovernmental On Panel Climate Change. 2001. Climate Change 2001: Impacts, Adaptation, and Vulnerability. Di dalam: Report of the working group II. Cambridge: Cambridge University Press.

Jaya INS. 2010. Analisis Citra Digital: Perspektif Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.

Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.62 /Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pembangunan Hutan Tanaman Berbagai Jenis Pada Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI).

Lillesand TM, and Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Dulbahri, Suharsono P, Hartono, Suharyadi, penerjemah; Sutanto, editor. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Remote Sensing and Image Interpretation.


(44)

Lu D. 2005. Aboveground Biomass Estimation Using Landsat TM Data in the Brazilian Amazon. International Jurnal of Remote Sensing, 26: 2509-2525. Mattjik AA, dan Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan Dengan

Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. Bogor: IPB Press.

Maulana SI, dan Asmoro JPP. 2010. Persamaan Allometrik Genera Intsia sp. untuk Pendugaan Biomassa Atas Tanah pada Hutan Tropis Papua Barat. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan 7: 275-284.

Michalek JL, French NHF, Kasischke ES, Johnson RD, and Colwell JE. 2000. Using Landsat TM Data to Estimate Carbon Release from Burned Biomass in an Alaskan Spurce Forest Complex. International Jurnal Remote Sensing 21: 323-338.

Nawari. 2010. Analisis Regresi dengan MS Excel 2007 dan SPSS 17. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Nurhayati. 2010. Pendugaan Biomasa Pohon di Atas Permukaan Tanah dan Indeks Luas Daun Menggunakan Citra Landsat TM dan ALOS PALSAR. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Purwadhi SH. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta: Grasindo.

Puspitasari R. 2008. Pendugaan Biomassa di Atas Tanah Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi Spasial 50 m di Pulau Jawa dan Bali [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Riska A. 2011. Pendugaan Biomassa Atas Permukaan pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi Spasial 50 m dan 12,5 m (Studi Kasus di KPH Banyumas Barat) [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Shimada M, Isoguchi O, Tadono T, and Isono K. 2009. PALSAR Radiometric and Geometric Calibration. IEEE Transactions on Geoscience and Remote Sensing 47(12): 3915−3932.

Subagyono K. 2007. Konservasi Air Untuk Adaptasi Pertanian Terhadap Perubahan Iklim. Bunga Rampai Konservasi Tanah dan Air: 13-27.

Suliyanto 2005. Analisis Data Dalam Aplikasi Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia.


(45)

Syarif RD. 2011. Pembuatan Model Pendugaan dan Pemetaan Biomassa Permukaan pada Tegakan Jati (Tectona grandis Linn F) Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m dan 12,5 m (Studi Kasus : KPH Kebonharjo Perhutani Unit I Jawa Tengah [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Walpole RE. 1997. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Yaya IU, Sulistyawati E, Hakim DM, dan Harto AB. 2005. Korelasi Stok Karbon Dengan Karakteristik Spektral Citra Landsat : Studi Kasus Gunung Papandayan. Di dalam: Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV; Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 14-15 September 2005. Surabaya. 1-12.

Yulianti N. 2009. Cadangan Karbon Lahan Gambut dari Agroekosistem Kelapa Sawit PTPN IV Ajamu Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Yulyana R. 2005. Potensi Kandungan Karbon pada Pertanaman Karet (Hevea braziliensis) yang Disadap (Studi Kasus di Perkebunan Inti Rakyat Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Utara) [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.


(46)

PENDUGAAN BIOMASA TEGAKAN MENGGUNAKAN

CITRA ALOS PALSAR

(Studi Kasus di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara)

I PUTU INDRA DIVAYANA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(47)

RINGKASAN

I PUTU INDRA DIVAYANA. E14061502. Pendugaan Biomasa Tegakan Menggunakan Citra ALOS PALSAR (Studi Kasus di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara). Skripsi. Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh I NENGAH SURATI JAYA.

Pendugaan biomasa tegakan dapat dilakukan dengan metode inventarisasi terestis maupun pedugaan tidak langsung menggunakan metode penginderaan jauh. Sejalan dengan perkembangan teknologi penginderaan jauh di dunia kehutanan, penggunaannya dalam pendugaan biomasa semakin diperlukan. Pada umumnya, citra satelit yang sering digunakan untuk pendugaan biomasa adalah citra Landsat. Penggunaan citra Landsat dalam pendugaan biomasa telah mampu memberikan hasil yang baik, sebagaimana dijelaskan pada penelitian-penelitian sebelumnya (Yaya et al. 2005; Michalek et al. 2000; Foody et al. 2003; dan Lu 2005). Salah satu kelemahan dari citra Landsat adalah ketidak mampuannya memberikan data objek permukaan bumi yang terhalang awan atau haze. Oleh karena itu penggunaan citra sistem radar yang mampu merekam pada segala cuaca (menembus awan atau haze) perlu diuji cobakan. Salah satu jenis citra radar adalah ALOS PALSAR (Advanced Land Observing Sattelite Phased Array Type L-band Shynthetic Aperture Radar), yang diluncurkan oleh pemerintah Jepang pada tahun 2006. Oleh karena citra PALSAR merupakan citra baru yang masih dalam proses eksperimen, maka perlu dilakukan eksplorasi tentang penggunannya lebih lanjut.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk membangun model penduga biomasa tanaman karet dan kelapa sawit menggunakan citra PALSAR resolusi spasial 50 m, dan citra Landsat. Tahapan pelaksanaan penelitian ini meliputi: a) persiapan dan pengumpulan data, b) pengolahan data citra, c) pengambilan data lapangan, dan d) pembangunan model. Pembangunan model dilakukan mengikuti beberapa tahapan yaitu: pemilihan model-model alternatif, perhitungan uji koefisien korelasi, perhitungan uji koefisien regresi dan verifikasi model terbaik.

Citra ALOS PALSAR menghasilkan model penduga biomasa yang lebih baik dibanding citra Landsat. Model penduga biomasa karet terbaik menggunakan citra PALSAR adalah Y = 193.1*e0.277*HV dengan nilai R2 sebesar 71.74%, dan P-value = 2.67669*10-18; sedangkan model penduga biomasa karet terbaik menggunakan citra Landsat adalah Y = 358.7 + 916.6*MIR/NIR -568.7*MIR/NIR2 dengan nilai R2 sebesar 59.2%, dan nilai P-value sebesar 0.00024. Model terbaik untuk menduga biomasa kelapa sawit menggunakan citra PALSAR adalah Y = 77.76+14.427*HH-4.213*HV dengan nilai R2 sebesar 76.8%, dan nilai P-value sebesar 4.525*10-6; sedangkan Model penduga biomasa kelapa sawit menggunakan citra Landsat adalah Y = 40.81 + 25.2*NDVI - 198.1*NDVI2 yang memiliki nilai R2 sebesar 60.6%, dan nilai P-value sebesar 1.358*10-10. Dengan model terpilih, selanjutnya dibuat peta sebaran biomasa. Kata Kunci : Biomasa, ALOS PALSAR, Landsat, Karet (Hevea brasiliensis), Kelapa sawit (Elaeis guineensis).


(48)

SUMMARY

I PUTU INDRA DIVAYANA. E14061502. Standing Biomass Estimation using ALOS PALSAR Image (Case Study at Simalungun Regency, North Sumatera). Report. Forest Management, Bogor Agricultural University. Supervised by I NENGAH SURATI JAYA.

Estimating stand biomass can be performed using either terestial inventory method or indirect estimation using remote sensing method. In line with the development of remote sensing technology in forestry sector, the utilization of remote sensing in biomass estimation is increasingly required. Commonly, satellite imagery frequently used for estimating biomass is Landsat image. The use of Landsat image for biomass estimation has been proven to provide good results, as described in several previous studies (Yaya et al. 2005; Michalek et al. 2000; Foody et al. 2003; and Lu 2005). One disadvantage of Landsat data is the inability to record objects under clouds or haze cover. Therefore, the use of all weather image having capability to penetrate clouds or haze could be examinated. One type of radar imagery is ALOS PALSAR (Advanced Land Observing Satellite Phased Array type L-band Shynthetic Aperture Radar), that was launched by the Japanese government in 2006. Since the PALSAR image used relatively new technology where the development of radar image processing is within experimental stage, further examination of its application is required.

The main objective of this study is to establish the biomass estimator models of rubber and palm oil plantation using 50 m spatial resolution of PALSAR and Landsat images. The study steps include the following: a) preparation and data collection, b) data processing, c) field data survey, and d) model development. The model were developed using the following steps: selection of alternative models, the correlation coefficient evaluation, the calculation of regression coefficients and verification of the best model.

The study found that ALOS PALSAR images produce better prediction than those Landsat images. The best model to estimate the biomass of rubber using PALSAR images is Y = 193.1*e0.277*HV with R2 value of 71.74%, and P-value = 2.67669*10-18; while the best model to estimate the biomass of rubber using Landsat is Y = -358.7 + 916.6*MIR/NIR -568.7*MIR/NIR2 with R2 value of 59.2%, and P-value = 0.00024. The best model to estimate the oil palm biomass using PALSAR images is Y = 77.76+14.427*HH-4.213*HV with R2 value of 76.8%, and P-value = 4.525*10-6; while the model of oil palm biomass estimation using Landsat is Y = 40.81 + 25.2*NDVI - 198.1*NDVI2 having R2value of 60.6% and P-value = 1.358*10-10. Using the selected model, map of the biomass distribution could be developed.

   

Keyword : Biomass, ALOS PALSAR, Landsat, Rubber (Hevea brasiliensis), Oil palm (Elaeis guineensis).


(49)

PENDUGAAN BIOMASA TEGAKAN MENGGUNAKAN

CITRA ALOS PALSAR

(Studi Kasus di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara)

 

 

 

 

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

 

 

 

 

 

I PUTU INDRA DIVAYANA

E14061502

 

 

 

 

 

 

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(50)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Biomasa Tegakan Menggunakan Citra ALOS PALSAR (Studi Kasus di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada Perguruan Tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Nopember 2011

   

I Putu Indra Divayana NRP. E14061502 


(51)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pendugaan Biomasa Tegakan Menggunakan Citra ALOS PALSAR (Studi Kasus di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara)

Nama Mahasiswa : I Putu Indra Divayana Nomor Pokok : E14061502

Departemen : Manajemen Hutan

 

Menyetujui : Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr NIP. 19610909 198601 1 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Hutan IPB

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. NIP. 19630401 199403 1 001


(52)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 21 Mei 1988 di Denpasar, Bali. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Drs. I Wayan Sujana dan Ibu Dra. Ni Nyoman Rai Sudiasih. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN No. 4 Padangkerta lulus tahun 2000, pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 2 Amlapura lulus tahun 2003, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Amlapura lulus tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan pada tahun 2007 penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Inventarisasi Sumberdaya Hutan pada tahun ajaran 2008-2009, asisten mata kuliah Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Wilayah pada tahun ajaran 2010-2011, dan asisten mata kuliah Geomatika dan Inderaja Kehutanan pada tahun ajaran 2010-2011. Penulis aktif sebagai panitia dalam kegiatan International Symposium on Forest Monitoring Methodologies for Addresing Climate Change using ALOS PALSAR di Bogor pada tahun 2010, sebagai panitia dalam kegiatan Pelatihan Penggunaan Citra ALOS PALSAR Dalam Pemetaan Penutupan Lahan / Hutan pada tahun 2011, serta berpartisipasi aktif dalam Studium Generale On Forest Inventory pada tahun 2011. Selain itu, penulis juga aktif menjadi volunteer di FORCI Development tahun 2009 sampai sekarang. Penulis juga aktif berpatisipasi dalam berbagai kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor dan aktif mencalonkan diri sebagai ketua himpunan profesi FMSC pada tahun 2008.

Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang dan Kamojang, Jawa Barat pada tahun 2008, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi dan KPH Cianjur Jawa Barat pada tahun 2009 dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Bade Makmur Orissa, Provinsi Papua pada tahun 2010.


(53)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, pengarahan, ilmu, kesabaran, motivasi, dan waktu selama penyusunan skripsi.

2. Dr. Nining Puspaningsih, M.Si dan Ir. Bintang CH Simangunsong, M.S, Ph.D selaku tim penguji atas kebijaksanaan, ilmu, dan motivasi yang diberikan. 3. Dr. Tatang Tiryana, M.S yang telah meluangkan waktu membaca dan

mengoreksi penulisan Skripsi penulis.

4. Dr. Ir. M. Buce Saleh, M.S atas ilmu dan motivasi yang diberikan.

5. Seluruh dosen dan staf Departemen Manajemen Hutan atas segala ilmu dan bantuannya.

6. Orang tua penulis Bapak Drs. I Wayan Sujana dan Ibu Dra. Ni Nyoman Rai Sudiasih, adik penulis Kadek Indri Dwipayanti serta seluruh keluarga besar penulis atas doa, pengorbanan, dan kesetiaan dalam mendampingi penulis. 7. Bpk. Uus Saeful M. dan Aa Edwine Setia P, S.Hut atas segala kesabaran,

ilmu, dan pengarahan yang telah diberikan.

8. Wulan Sastrinni, S.Hut, Putu Ananta Wijaya, S.Hut, Rizka Wulandari, S.Hut, dan Anom Kalbuadi, S.Hut atas dukungan dan kebersamaannya dalam mendampingi penulis.

9. Saudara seperjuangan di basecamp Semeru (Fahutan 43) yaitu Ade Kurnia R, S.Hut, Novriadi Zulfida, S.Hut, Hafid Faris Hakim, S.Hut, Raditya M. Rachman, S.Hut, Rangga Wisanggara, S.Hut, Abdul Aris, S.Hut, Martinus Ardy, S.Hut, Fredinal, S.Hut, Adrian Riyadi Putra, S.Hut, Radityo Hanurjoyo, S.Hut, Adly Rahandi Lubis, S.Hut, Rahmat Muslim, S.Hut, Rakhmat Hidayat, S.Hut, Dicky Kristia Dinata, S.Hut, Bagus Ferry, S.Hut, Amri Muhammad Saadudin, S.Hut, Niechi Valentino, S.Hut, Randhie Kiswantara, S.Hut, Surahman, S.Hut, Redi Satriawan, S.P dan Resang Asmara, S.Hut atas segala dukungan yang diberikan tanpa henti kepada penulis.

10. Keluarga besar Lab. Remote Sensing dan GIS: Kak Fatah, Poche, Icha 42, Baqi, Pipit, Bejo, Choki, Puput, Aya, Teh Dian, Chika, Ina, Dian Nurhadiatin,


(54)

Nurindah R, Ratih, Bang Ipul Daulay, Pak Mukhalil, Pak Ayub, Pak Kunkun, Bu Eva, Bu Tien, Bunda Mul, Made Panda, Puar, Adek, Eri, Fatia, Ucok, Icha 44, Tatan, Adit, Sani, dan Monik atas dukungannya.

11. Rekan-rekan FORCI Development, Om Bagong, Om Yusup, Mba Wita, Mba Restu, Putri Nidya, Hangga, Bang Ian, Rizki Mohfar, Adi Jombang, Rizki Agung, dan Rizki Onta atas semua motivasinya.

12. Keluarga besar MNH khususnya MNH 43 atas segala kebersamaan dan dukungannya.

Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas semua bantuan dan dukungannya.


(55)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul Pendugaan Biomasa Tegakan Menggunakan Citra ALOS PALSAR (Studi Kasus di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara).

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berisi gambaran mengenai analisis hubungan antara nilai backscatter pada citra PALSAR dan nilai digital pada citra Landsat terhadap biomasa tanaman karet dan kelapa sawit di lapangan. Serta pembuatan peta sebaran hasil pendugaan biomasa tanaman karet dan kelapa sawit di lapangan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran, kritik, dan masukan demi perbaikan tulisan ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Nopember 2011 Penulis


(56)

 

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ... ... i DAFTAR TABEL ... ... iii DAFTAR GAMBAR ... ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 4

1.3 Manfaat ... 4 BAB II METODE PENELITIAN

2.1 Waktu dan Tempat... 5 2.2 Data, Software, Hardware, dan Alat... 6 2.3 Tahapan Pelaksanaan ... 6 2.3.1 Persiapan dan Pengumpulan Data... . 9 2.3.2 Pengolahan Citra... 9 2.3.3 Pengambilan Data Lapangan ... 13 2.3.4 Pengolahan Data Lapangan... 14 2.3.5 Pembangunan Model... 15 BAB III KONDISI UMUM LOKASI

3.1 Letak Geografis ... ... 25

3.2 Topografi... 25 3.3 Iklim ... 25 3.4 Penduduk ... ... 26 3.5 Potensi Ekonomi... 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengolahan Data Lapangan ... 27 4.2 Model-model Penduga Biomasa ... 29

4.3 Verifikasi Model... 39 4.4 Peta Sebaran Biomasa... 39


(57)

Halaman BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 41 6.2 Saran ... ... 41 DAFTAR PUSTAKA ... ... 42


(1)

No. Plot_ID Umur Biomasa Aktual (ton/ha)

DN Backscatter (dB) Biomasa Dugaan (ton/ha)

HH HV HH HV

26 20053 8 32.66961 5484.81250 2380.75000 -8.21676 -15.46572 24.37384

27 20062 11 20.01419 4923.06250 2016.56250 -9.15529 -16.90777 16.90901

28 20066 12 17.65057 5103.62500 2018.00000 -8.84242 -16.90158 21.39668

30 20068 20 21.27939 5082.81250 1800.87500 -8.87792 -17.89033 25.05023

31 8.003 14 30.13657 6393.62500 2668.62500 -6.88506 -14.47425 39.40930

32 3.004 14 18.64242 4978.68750 2273.87500 -9.05770 -15.86467 13.92237

33 031 8 15.52328 5366.93750 2372.93750 -8.40547 -15.49427 21.77167

34 032 8 15.62026 5389.68750 2374.50000 -8.36873 -15.48856 22.27765

37 038 5 14.01306 4840.06250 2176.43750 -9.30298 -16.24508 11.98640

38 039 5 14.29627 4977.93750 2428.68750 -9.05901 -15.29257 11.49323

39 040 5 13.78426 5206.25000 2273.87500 -8.66950 -15.86467 19.52298

44 104 13 37.65917 5456.00000 2311.50000 -8.26251 -15.72212 24.79403

45 107 13 42.25859 6138.00000 2444.40000 -7.23946 -15.23655 37.50788

46 123 8 15.58183 5411.31250 2325.50000 -8.33395 -15.66967 23.54247

47 127 2 1.29751 3807.43750 1441.62500 -11.38734 -19.82295 -3.01111

48 128 14 38.72188 6031.87500 2277.25000 -7.39095 -15.85179 37.91429

49 130 5 14.51232 5419.06250 2340.93750 -8.32152 -15.61220 23.47969

51 2 14 29.26451 6073.31250 3242.68750 -7.33149 -12.78190 25.83877


(2)

No. Plot_ID Umur Biomasa Aktual (ton/ha)

DN

NDVI MIR/NIR Biomasa Dugaan (ton/ha) MIR NIR RED

9 20009 19 8.29461 101.88889 122.44444 45.00000 0.46251 0.83212 10.17095

10 20010 11 8.40340 104.16667 137.50000 42.16667 0.53061 0.75758 9.24355

11 20011 21 11.70665 88.66667 99.55556 37.88889 0.44867 0.89063 6.47147

13 20013 14 8.63270 89.44444 106.88889 39.11111 0.46423 0.83680 10.01844

14 20014 1 0.31012 80.77778 90.77778 41.00000 0.37774 0.88984 6.54679

15 20015 1 0.74754 88.75000 95.00000 39.25000 0.41527 0.93421 1.18438

16 20016 8 5.91734 90.50000 101.25000 40.25000 0.43110 0.89383 6.15659

17 20017 5 3.48383 89.00000 95.50000 38.16667 0.42893 0.93194 1.51357

18 20018 12 5.49214 95.50000 135.00000 39.33333 0.54876 0.70741 5.06063

19 20019 19 10.10986 90.88889 105.00000 40.88889 0.43945 0.86561 8.52991

20 20020 20 11.73805 90.11111 103.11111 41.22222 0.42879 0.87392 7.92480

21 20028 5 3.85493 89.00000 96.75000 38.50000 0.43068 0.91990 3.15903

22 20029 1 1.09174 98.50000 106.33333 43.33333 0.42094 0.92633 2.30005

24 20031 5 4.14807 84.66667 92.77778 40.88889 0.38820 0.91257 4.07899

25 20032 15 10.20318 93.00000 112.66667 41.83333 0.45847 0.82544 10.34570

26 20040 14 8.79028 87.22222 101.66667 40.00000 0.43529 0.85792 9.01931

27 20051 17 11.86509 85.00000 95.16667 38.33333 0.42572 0.89317 6.22217


(3)

No. Plot_ID Umur Biomasa Aktual (ton/ha)

DN

NDVI MIR/NIR Biomasa Dugaan (ton/ha)

MIR NIR RED

37 49.015 4 4.74486 91.00000 102.00000 43.66667 0.40046 0.89216 6.32229

38 47.016 14 10.04570 89.00000 105.88889 38.88889 0.46278 0.84050 9.87991

39 43.017 15 11.23394 86.55556 101.77778 38.00000 0.45628 0.85044 9.43148

40 43.018 15 10.58495 86.00000 104.88889 37.77778 0.47040 0.81992 10.45195

41 19 1 0.60854 87.33333 98.00000 38.50000 0.43590 0.89116 6.42001

42 20 1 0.50199 90.44444 97.11111 40.22222 0.41424 0.93135 1.59762

43 21 1 0.61954 87.44444 92.66667 40.77778 0.38884 0.94365 -0.24459

45 47 14 11.92366 89.33333 104.66667 40.00000 0.44700 0.85350 9.27037

46 55 5 3.65162 84.33333 92.16667 41.16667 0.38250 0.91501 3.77991


(4)

No. Plot_ID Umur Biomasa Aktual (ton/ha)

DN

NDVI MIR/NIR Biomasa Dugaan (ton/ha) MIR NIR RED

3 20023 14 25.55320 67.30864 78.98765 55.23457 0.17697 0.85214 37.83099

4 20024 3 15.99109 80.00000 99.53333 40.66667 0.41988 0.80375 20.65500

5 20025 3 14.56912 80.76667 92.83333 43.62222 0.36064 0.87002 27.84859

6 20026 15 43.10908 84.95556 99.63333 68.25556 0.18690 0.85268 37.26879

7 20027 12 26.61620 83.32222 95.84444 44.40000 0.36682 0.86935 27.44452

8 20033 4 18.36668 79.64000 101.60000 40.96000 0.42536 0.78386 19.17506

11 20036 18 26.81219 84.24691 103.93827 69.70370 0.19716 0.81055 34.31501

12 20037 13 49.31367 104.70000 107.68889 89.76667 0.09077 0.97225 49.09912

14 20039 12 44.38763 96.85556 104.64444 55.07778 0.31033 0.92557 33.72326

16 20042 11 30.13252 99.04938 131.76543 50.59259 0.44513 0.75171 16.07878

18 20044 4 12.46318 69.45556 104.51111 39.53333 0.45110 0.66458 10.15069

20 20046 6 17.24829 68.22222 102.22222 39.80247 0.43950 0.66739 11.03086

21 20047 11 35.56605 72.65556 99.95556 54.03333 0.29822 0.72688 23.30246

22 20048 8 32.61460 71.97531 99.86420 53.60494 0.30142 0.72073 22.72566

23 20049 14 27.65221 93.56667 118.33333 54.33333 0.37066 0.79070 22.83479

27 20062 11 20.01419 106.56790 126.09877 49.13580 0.43920 0.84511 21.82120

28 20066 12 17.65057 101.46914 130.00000 47.20988 0.46719 0.78053 16.48758


(5)

No. Plot_ID Umur Biomasa Aktual (ton/ha)

DN

NDVI MIR/NIR Biomasa Dugaan (ton/ha) MIR NIR RED

38 039 5 14.29627 67.95000 103.37000 37.26000 0.47010 0.65735 8.52966

39 040 5 13.78426 71.74000 104.81000 41.12000 0.43644 0.68448 12.34741

41 042 1 0.23147 67.55556 101.08642 37.88889 0.45474 0.66830 10.18330

42 043 1 0.23834 67.75309 103.29630 38.29630 0.45906 0.65591 9.08959

43 044 2 1.24261 67.16049 102.96296 37.98765 0.46098 0.65228 8.72790

46 123 8 15.58183 70.50617 101.29630 41.25926 0.42115 0.69604 14.01347

47 127 2 1.29751 66.18519 101.66667 37.13580 0.46491 0.65100 8.40632

49 130 5 14.51232 67.45556 100.53333 38.61111 0.44502 0.67098 10.94181

50 134 2 1.25387 69.90123 102.96296 42.85185 0.41224 0.67890 13.42152

 


(6)

I NENGAH SURATI JAYA

.

Estimating stand biomass can be performed using either terestial inventory

method or indirect estimation using remote sensing method. In line with the

development of remote sensing technology in forestry sector, the utilization of

remote sensing in biomass estimation is increasingly required. Commonly,

satellite imagery frequently used for estimating biomass is Landsat image. The

use of Landsat image for biomass estimation has been proven to provide good

results, as described in several previous studies (Yaya

et al.

2005; Michalek

et al.

2000; Foody

et al.

2003; and Lu 2005). One disadvantage of Landsat data is the

inability to record objects under clouds or haze cover. Therefore, the use of all

weather image having capability to penetrate clouds or haze could be examinated.

One type of radar imagery is ALOS PALSAR (Advanced Land Observing

Satellite Phased Array type L-band Shynthetic Aperture Radar), that was launched

by the Japanese government in 2006. Since the PALSAR image used relatively

new technology where the development of radar image processing is within

experimental stage, further examination of its application is required.

The main objective of this study is to establish the biomass estimator

models of rubber and palm oil plantation using 50 m spatial resolution of

PALSAR and Landsat images. The study steps include the following: a)

preparation and data collection, b) data processing, c) field data survey, and d)

model development. The model were developed using the following steps:

selection of alternative models, the correlation coefficient evaluation, the

calculation of regression coefficients and verification of the best model.

The study found that ALOS PALSAR images produce better prediction

than those Landsat images. The best model to estimate the biomass of rubber

using PALSAR images is Y = 193.1*e

0.277*HV

with R

2

value of 71.74%, and

P-value

= 2.67669*10

-18

; while the best model to estimate the biomass of rubber

using Landsat is Y = -358.7 + 916.6*MIR/NIR -568.7*MIR/NIR

2

with R

2

value

of 59.2%, and

P-value

= 0.00024. The best model to estimate the oil palm

biomass using PALSAR images is Y = 77.76+14.427*HH-4.213*HV with R

2

value of 76.8%, and

P-value

= 4.525*10

-6

; while the model of oil palm biomass

estimation using Landsat is Y = 40.81 + 25.2*NDVI - 198.1*NDVI

2

having

R

2

value of 60.6% and

P-value

= 1.358*10

-10

. Using the selected model, map of

the biomass distribution could be developed.

 

 

Keyword : Biomass, ALOS PALSAR, Landsat, Rubber (

Hevea brasiliensis

), Oil

palm (

Elaeis guineensis

).


Dokumen yang terkait

Pendugaan biomassa atas permukaan pada tegakan pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) menggunakan citra alos palsar resolusi spasial 50 M dan 12,5 M (studi kasus di KPH Banyumas Barat)

0 3 69

Evaluasi Akurasi Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra Alos Palsar Resolusi Rendah Studi Kasus Di Pulau Kalimantan

0 22 94

Penyusunan model pendugaan dan pemetaan biomassa permukaan pada tegakan jati (Tectona grandis Linn F) menggunakan citra alos palsar resolusi 50 M dan 12,5 M (Studi kasus: KPH Kebonharjo perhutani unit 1 Jawa Tengah)

1 8 165

Evaluasi manual penafsiran visual citra alos palsar dalam mengidentifikasi penutupan lahan menggunakan citra alos palsar resolusi 50 M

3 12 72

Pendugaan Distribusi Spasial Biomassa di Atas Permukaan Tanah Menggunakan Citra Alos Palsar Resolusi 50 M di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Studi Kasus Areal Reklamasi Bekas Tambang)

0 7 115

Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau Wilayah Jakarta Menggunakan Citra Satelit ALOS PALSAR

0 3 47

Identifikasi Hutan Lahan Basah Menggunakan Citra ALOS PALSAR di Kalimantan Selatan

1 5 55

Pendugaan Biomassa Tegakan Pinus Menggunakan Backscatter ALOS Palsar, Umur, dan Tinggi Tegakan: Kasus di KPH Banyumas Barat, Jawa Tengah

0 2 109

Pendugaan biomassa tegakan jati menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 M dan 50 M dengan peubah backscatter, umur, dan tinggi pohon (Kasus KPH Kebonharjo PERUM PERHUTANI UNIT I Jawa Tengah

0 2 128

Model Spasial Pendugaan dan Pemetaan Biomassa di Atas Permukaan Tanah Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 12.5 M.

4 19 51