Evaluasi manual penafsiran visual citra alos palsar dalam mengidentifikasi penutupan lahan menggunakan citra alos palsar resolusi 50 M

(1)

EVALUASI MANUAL PENAFSIRAN VISUAL CITRA

ALOS PALSAR DALAM MENGIDENTIFIKASI

PENUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN

CITRA ALOS PALSAR

RESOLUSI 50 M

FARIS SALMAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

EVALUASI MANUAL PENAFSIRAN VISUAL CITRA ALOS

PALSAR DALAM MENGIDENTIFIKASI PENUTUPAN

LAHAN MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR

RESOLUSI 50 M

FARIS SALMAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(3)

RINGKASAN

FARIS SALMAN. Evaluasi Manual Penafsiran Visual Citra Alos Palsar dalam Mengidentifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra Alos Palsar Resolusi 50 m. Dibimbing oleh NINING PUSPANINGSIH dan M. BUCE SALEH.

Pemantauan dan penyusunan basis data menggunakan SIG di Indonesia telah lama dilakukan menggunakan citra optik, namun hingga saat ini citra optik masih memiliki keterbatasan, seperti adanya tutupan awan. Sebagai alternatif untuk mengatasi kelemahan citra optik, saat ini telah tersedia sistem penginderaan jauh menggunakan radar.

Satelit ALOS (Advanced Land Observation Sattelite) dengan sensor PALSAR (Phased Array L-band Synthetic Aperture Radar) menggunakan sensor gelombang mikro aktif dengan frekuensi L-band. Sensor PALSAR menghasilkan empat macam polarisasi yaitu HH, HV, VH, dan VV.

Ada tiga faktor yang mempengaruhi hasil penafsiran visual, yaitu ragam jenis tutupan lahan, keberadaan alat bantu, dan penafsir. Keberadaan manual sebagai alat bantu penafsiran visual menjadi penting ketika penafsir yang berbeda dapat menghasilkan hasil yang berbeda. Kualitas hasil penafsiran tutupan lahan kemudian ditentukan oleh kualitas alat bantu penafsiran, dalam hal ini manual penafsiran tutupan lahan.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengukur akurasi hasil penafsiran visual yang dilakukan berdasarkan kunci penafsiran pada Manual Penafsiran Citra ALOS PALSAR; (2) mengetahui konsistensi hasil penafsiran visual yang dilakukan berdasarkan kunci penafsiran. Citra yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari band HH, HV, dan HH/HV. Titik verifikasi lapangan ditentukan menggunakan metode Systematic Sampling with Random Start dengan jarak antar titik 1 km dan menggunakan intesitas sampling 5%. Hasil penafsiran dari penelitian ini juga dibandingkan dengan hasil penafsiran visual tahun 2009 untuk mengetahui konsistensi manual penafsiran visual citra ALOS PALSAR.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat akurasi hasil penafsiran visual citra ALOS PALSAR tahun 2009 memberikan nilai akurasi umum sebesar 62,75% dan akurasi kappa sebesar 57,65%, sementara akurasi untuk hasil interpretasi visual citra ALOS PALSAR tahun 2010 wilayah Bali berupa akurasi umum dan akurasi kappa berturut-turut sebesar 88,98% dan 85,48%. Konsistensi penggunaan manual penafsiran visual citra ALOS PALSAR cukup konsisten untuk menafsirkan tutupan lahan badan air, bandara, hutan mangrove, lahan terbuka, padang rumput, permukiman, pertanian lahan kering, dan sawah. Kekeliruan penafsiran seringkali terjadi pada tutupan lahan hutan lahan kering dan kebun campuran. Sementara tutupan lahan tambak tidak dapat dievaluasi karena tidak diperoleh pembanding dari hasil penafsiran citra ALOS PALSAR tahun 2009.


(4)

SUMMARY

FARIS SALMAN. Evaluation of ALOS PALSAR Visual Interpretation Manual in Identifying Land Covers using ALOS PALSAR Image with 50 m Spatial Resolution. Supervised By NINING PUSPANINGSIH and M. BUCE SALEH.

Database monitoring and preparation using GIS in Indonesia has been done using optical imagery for long time, but optical imagery have weaknesses such as cloud covers. To overcome the optical image weaknesses active remote sensing system (radar) is currently available.

ALOS (Advanced Land Observation Sattelite) with PALSAR sensor (Phased Array L-band Synthetic Aperture Radar) using microwave sensor in L-band frequency. PALSAR is capable in producing four polarization of L-L-band frequency such as, HH, HV, VH, and VV.

There are three factor that affects visual interpretation result, such as land cover variations, interpretation tools, and interpreter. Interpretiation manual as interpretation tools is important when different interpreter can produce different result in interpreting land covers. The quality of interpretation data then should be determined by the quality of interpretation manual as interpretation tool.

The aims of this study are (1) to calculate visual interpretation accuracy; (2) to discover consistency of visual interpretation manual as tools for visual interpretation using ALOS PALSAR. ALOS PALSAR Image that used in this study is consisted by HH, HV, and HH/HV band. Field verification point is determined using systematic sampling with random start with 1 km inter-point range and using 5% sampling intensity. The result of this study then compared with previous study in 2009 to discover the interpretation consistency.

Interpretation accuracy of ALOS PALSAR visual interpretation in 2009 provides overall accuracy equals to 62,75% and kappa accuracy equals to 57,65%. Meanwhile interpretation accuracy of ALOS PALSAR visual interpretation in 2009 provides overall accuracy equals to 88,98% and kappa accuracy equals to 85,48%. Visual interpretation using the manual of ALOS PALSAR visual interpretation manual is consistent for land covers such as waterbody, airport, mangrove forest, bare land, grass field, settlement area, dry land agriculture, and paddy field. Interpretation inconsistency is occurred for land covers such as dry land forest and mixed garden. Fish pond cannot be evaluated because there are no fish pond land cover from visual interpretation using ALOS PALSAR year 2009 data.


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Manual Penafsiran Visual Citra Alos Palsar dalam Mengidentifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra Alos Palsar Resolusi 50 m adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi manapun. Sumber infomasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011

Faris Salman NRP E14050412


(6)

Judul Penelitian : Evaluasi Manual Penafsiran Visual Citra ALOS PALSAR dalam Mengidentifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m

Nama Mahasiswa : Faris Salman Nomor Pokok : E14050412

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Dra. Nining Puspaningsih, M.Si. Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS. NIP. 19630612 199003 2 014 NIP. 19571005 198303 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB

Dr. Ir. Didik Suhardjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Nopember 1988 di Bogor. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak M. Arpah dan Ibu Syamsunahar. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Lawanggintung II tahun 1999, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 9 Bogor (tahun 1999-2002). Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMA KORNITA (tahun 2002-2005). Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan pada tahun 2006 penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif bergabung dalam International

Forestry Students’ Association (IFSA) sebagai Wakil Ketua pada tahun 2008. Penulis juga pernah terlibat aktif dalam kepanitiaan International Forestry

Students’ Symposium sebagai Ketua local committee Bogor. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan pelatihan yang diadakan oleh Laboratorium Remote Sensing dan GIS Fakultas Kehutanan IPB serta terlibat sebagai penafsir

dalam kegiatan “Project for Support on Forest Resources Management Through Leveraging Satellite Image Information” dalam rangka kerjasama Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dengan JICA.


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dra. Nining Puspaningsih, M.Si. selaku dosen pembimbing pertama dan Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS. selaku dosen pembimbing kedua, atas segala bimbingan, pengarahan, motivasi, kesabaran, dan waktu yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. sebagai dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc.F.Trop. sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan, Dr. Ir. Noor Farikha Haneda, MS. sebagai dosen penguji dari Departemen Silvikultur, atas seluruh saran dan kritik dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Kedua orang tua, adik, dan keluarga besar, atas segala doa, nasehat, dan

dukungan yang diberikan selama penyusunan skripsi.

4. Prof. Dr. I Nengah Surati Jaya, M.Agr selaku kepala Lab. Remote Sensing dan GIS atas segala bantuan selama penulis berada di kampus. 5. Bapak Uus Saepul M. selaku staf Bagian Perencanaan Kehutanan dan

M. Fatah Noor atas segala kesabaran dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Edwine Setia Purnama, S.Hut. selaku asisten Bagian Perencanaan Kehutanan atas segala kesabaran dan pengarahan yang telah diberikan selama penulis aktif di Lab. Remote Sensing dan GIS serta segala bantuan dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Teman-teman angkatan 42 IPB, Risa S., Wissa HP., Daryl D., Andrea P., Alfian N., Galih R., Khoeruzaman, Ratih P., Bagus D., Amri R., dan yang tidak dapat disebut satu persatu, atas segala kritik dan motivasi yang disampaikan kepada penulis.

8. Keluarga besar Laboratorium Fisik Remote Sensing dan SIG atas segala dukungan yang diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi. 9. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang turut


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi yang berjudul Evaluasi Manual Penafsiran Visual Citra Alos Palsar Dalam Mengidentifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra Alos Palsar Resolusi 50 m ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini berisi gambaran mengenai evaluasi hasil penafsiran visual menggunakan manual penafsiran citra ALOS PALSAR dan pengukuran akurasi penafsiran visual pada citra ALOS PALSAR resolusi spasial 50 meter.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran, kritik, dan masukan demi perbaikan tulisan ini. Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan, khususnya pendidikan kehutanan.

Bogor, Maret 2011 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 5

2.2 Teknik Penafsiran Visual ... 6

2.3 Radar (Radio Detection and Ranging) ... 7

2.4 Parameter Sistem Radar ... 8

2.4.1 Panjang Gelombang ... 8

2.4.2 Polarisasi ... 8

2.4.3 Interpretasi Citra Synthetic Aperture Radar (SAR) ... 9

2.5 ALOS PALSAR ... 10

2.5.1 Spesifikasi Instrumen Satelit ALOS PALSAR... 11

2.5.2 Produk dan Pengolahan Data ALOS ... 13

2.6 Klasifikasi Penutupan dan Penggunaan Lahan... 13

2.7 Citra ALOS PALSAR untuk Identifikasi Tutupan Lahan ... 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 17

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

3.2 Bahan dan Alat ... 17

3.3 Tahapan Penelitian ... 17

3.3.1 Pra-pengolahan Citra ... 18

3.3.2 Pengambilan Data Lapangan ... 19

3.3.3 Pengolahan Data ... 20

3.3.4 Diagram Alir Penelitian ... 22

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 23

4.1 Letak Geografis ... 23

4.2 Topografi ... 23

4.3 Iklim ... 23

4.4 Tanah ... 24

4.5 Penggunaan Lahan... 25

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

5.1 Hasil Penafsiran Visual Citra ALOS PALSAR... 27

5.2 Hasil Verifikasi Penutupan Lahan di Lapangan ... 30

5.3 Penghitungan Keakuratan Penafsiran dan Klasifikasi Tutupan Lahan ... 32


(11)

5.4.1 Badan Air ... 37

5.4.2 Bandara ... 38

5.4.3 Hutan Lahan Kering ... 40

5.4.4 Hutan Mangrove... 42

5.4.5 Kebun Campuran ... 43

5.4.6 Lahan Terbuka ... 46

5.4.7 Padang Rumput ... 48

5.4.8 Permukiman ... 50

5.4.9 Pertanian Lahan Kering... 52

5.4.10 Sawah ... 53

5.4.11 Semak Belukar ... 55

5.4.12 Tambak ... 55

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

6.1 Kesimpulan ... 59

6.2 Saran ... 59


(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kisaran panjang gelombang (λ) pada saluran/band radar ... 8

2. Keterangan umum ALOS... 11

3. Karakteristik PALSAR ... 12

4. Level produk standar pengolahan citra ALOS ... 13

5. Elemen penafsiran visual citra ALOS PALSAR ... 15

6. Matriks kontingensi... 21

7. Luas penutupan lahan Provinsi Bali di dalam dan luar kawasan hutan .... 25

8. Luasan hasil interpretasi visual tutupan lahan ... 28

9. Perhitungan jumlah titik verifikasi lapangan minimum ... 28

10. Kebutuhan minimum titik verifikasi lapangan per kelas tutupan lahan .... 29

11. Rincian titik verifikasi lapangan ... 30

12. Matriks kesalahan hasil penafsiran visual citra ALOS PALSAR tahun 2010 wilayah Bali ... 33

13. Matriks kesalahan hasil penafsiran visual citra ALOS PALSAR tahun 2009 wilayah Bali ... 34


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Refleksi spekular ... 9

2. Refleksi difusi ... 9

3. Double-bounce ... 10

4. Instrumen PALSAR ... 12

5. Prinsip geometri dari PALSAR... 13

6. Blangko pembuatan sketsa jenis tutupan lahan di lapangan ... 19

7. Diagram alir penelitian ... 22

8. Peta hasil penafsiran awal citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter di Provinsi Bali tahun 2010 ... 27

9. Peta sebaran titik verifikasi hasil interpretasi visual di Provinsi Bali tahun 2010 ... 30

10. Peta hasil penafsiran citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter setelah verifikasi di Provinsi Bali tahun 2010... 31

11. Perbedaan penafsiran tutupan lahan (a) tutupan lahan tambak dapat dibedakan (b) tutupan lahan tambak tidak dapat dibedakan ... 36

12. Tutupan lahan berupa badan air di Danau Batur (a) lokasi pada citra (b) lokasi di lapangan... 37

13. Tutupan lahan berupa badan air di Danau Buyan (a) lokasi pada citra (b) lokasi di lapangan... 37

14. Perbandingan delineasi badan air (danau) tahun 2009 dan tahun 2010 (a) penafsiran pada lokasi Danau Batur (b) penafsiran pada lokasi Danau Buyan ... 38

15. Tutupan lahan berupa Bandara I Gusti Ngurah Rai (a) lokasi pada citra (b) lokasi di lapangan ... 39

16. Perbandingan delineasi bandara (a) penafsiran tahun 2009 (b) penafsiran tahun 2010 ... 39

17. Tutupan lahan berupa hutan lahan kering berupa kawasan hutan lindung di sekitar Kintamani (a) lokasi pada citra (b) lokasi di lapangan ... 40

18. Perbandingan delineasi hutan lahan kering (a) penafsiran tahun 2009 (b) penafsiran tahun 2010 ... 41

19. Titik Verifikasi Kebun Campuran... 41

20. Tutupan lahan berupa hutan mangrove di Mangrove Information Centre, Kuta (a) lokasi pada citra (b) lokasi di lapangan ... 42


(14)

viii

21. Perbandingan delineasi hutan mangrove (a) hasil penafsiran tahun 2009 (b) hasil penafsiran tahun 2010 ... 43 22. Tutupan lahan berupa kebun campuran di sekitar Pupuan (a) lokasi pada

citra (b) lokasi di lapangan ... 44 23. Tutupan lahan berupa kebun campuran di sekitar Dawan (a) lokasi pada

citra (b) lokasi di lapangan ... 44 24. Perbandingan delineasi kebun campuran (a) hasil penafsiran tahun 2009

(b) hasil penafsiran tahun 2010 ... 45 25. Tutupan lahan berupa lahan terbuka di Kaldera Gunung Batur (a) lokasi

pada citra (b) lokasi di lapangan ... 46 26. Perbandingan delineasi lahan terbuka (a) hasil penafsiran tahun 2009 (b)

hasil penafsiran tahun 2010 ... 47 27. Tutupan lahan berupa padang rumput di Kaldera Gunung Batur (a) lokasi

pada citra (b) lokasi di lapangan ... 48 28. Perbandingan delineasi padang rumput (a) hasil penafsiran padang

rumput di lapangan golf di sekitar Denpasar (b) hasil penafsiran padang rumput di sekitar Kaldera Gunung Batur ... 49 29. Tutupan lahan berupa permukiman di sekitar Denpasar, Bali (a) lokasi

pada citra (b) lokasi di lapangan ... 50 30. Tutupan lahan berupa pemukiman di sekitar Klungkung, Bali (a) lokasi

pada citra (b) lokasi di lapangan ... 51 31. Perbandingan delineasi permukiman (a) hasil penafsiran tahun 2009 (b)

hasil penafsiran tahun 2010 ... 51 32. Tutupan lahan berupa pertanian lahan kering di sekitar Kintamani (a)

lokasi pada citra (b) lokasi di lapangan ... 52 33. Perbandingan delineasi pertanian lahan kering (a) hasil penafsiran tahun

2009 (b) hasil penafsiran tahun 2010 ... 53 34. Tutupan lahan berupa sawah di sekitar Gianyar (a) lokasi pada citra (b)

lokasi di lapangan ... 54 35. Perbandingan delineasi tutupan lahan sawah (a) hasil penafsiran tahun

2009 (b) hasil penafsiran tahun 2010 ... 54 36. Tutupan lahan berupa tambak garam di Sawan (a) lokasi pada citra (b)

lokasi di lapangan ... 56 37. Perbandingan kenampakan citra yang digunakan untuk penafsiran

tutupan lahan (a) citra ALOS PALSAR tahun perekaman 2008 digunakan pada penafsiran tutupan lahan tahun 2009 (b) citra ALOS PALSAR tahun perekaman 2009 digunakan pada penafsiran tutupan lahan tahun


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyusunan basis data tentang tutupan lahan di Indonesia perlu dilakukan salah satunya agar dapat digunakan dalam perhitungan tingkat deforestasi dan pemetaan sebaran lokasi areal yang mengalami deforestasi (Kementerian Kehutanan 2010). Pengolahan citra berbasis system informasi geografis (SIG) dalam bidang kehutanan dapat mendukung penyusunan basis data tentang tutupan lahan, karena SIG sangat membantu memecahkan permasalahan yang menyangkut luasan, batas, dan lokasi (Jaya 2002).

Pemantauan dan penyusunan basis data menggunakan SIG di Indonesia telah lama dilakukan menggunakan citra optik, namun citra optik memiliki keterbatasan seperti adanya tutupan awan. Sebagai alternatif untuk mengatasi kelemahan citra optik, saat ini telah tersedia sistem penginderaan jauh menggunakan radar. Radar memiliki kemampuan untuk melakukan perekaman pada segala cuaca dan waktu. Radar dapat melakukan perekaman ketika cuaca berawan, baik berat maupun ringan. Radar juga dapat melakukan perekaman pada siang dan malam hari.

Penggunaan citra radar sebagai media penafsiran tutupan lahan di Indonesia sangat menguntungkan mengingat frekuensi tutupan awan di Indonesia cukup tinggi. Citra Synthetic Aperture Radar (SAR) memiliki karakteristik berbeda dengan citra optik yang bisa digunakan untuk interpretasi tutupan lahan. Untuk mempermudah penafsiran tutupan lahan menggunakan citra SAR maka diperlukan sebuah manual interpretasi citra yang dapat digunakan untuk menafsir jenis-jenis tutupan lahan yang dipetakan menggunakan citra SAR, khususnya Indonesia.

Salah satu contah citra SAR dihasilkan oleh satelit Advanced Land Observation Sattelite (ALOS) dengan sensor Phased Array L-band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) menggunakan sensor gelombang mikro aktif dengan frekuensi L-band sehingga dapat menghasilkan citra radar resolusi sedang yang bebas awan (JAXA 2006).


(16)

2

Klasifikasi penutupan lahan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dijital dan visual. Klasifikasi tutupan lahan menggunakan metode dijital memiliki beberapa keterbatasan seperti adanya bayangan topografi dan topografi yang menghadap arah sensor. Pada objek-objek yang berada pada bayangan topografi dan topografi yang menghadap arah sensor cenderung terjadi kesalahan klasifikasi tutupan lahan. Hal ini disebabkan karena nilai dijital pada daerah bayangan topografi dan topografi arah sensor terkadang tidak sesuai dengan nilai dijital tutupan lahan yang seharusnya.

Penafsiran tutupan lahan secara visual menggunakan elemen interpretasi tertentu seperti warna, tekstur, bentuk, pola, asosiasi, dan situs. Berbeda dengan klasifikasi secara dijital, penafsiran tutupan lahan secara visual bersifat kualitatif, sehingga perlu dilakukan proses kuantifikasi. Proses kuantifikasi ini penting karena perhatian penafsir pada apa yang terdapat pada citra hampir selalu disertai dengan memperhatikan dimana kedudukan obyek yang diamati tersebut di lapangan dan bagaimana bentangan arealnya (Lillesand & Kiefer 1990). Keberadaan alat bantu dapat mempermudah proses kuantifikasi tersebut.

Ada tiga faktor yang mempengaruhi hasil penafsiran visual, yaitu ragam jenis tutupan lahan, keberadaan alat bantu, dan penafsir. Ragam jenis tutupan lahan dapat dikategorikan tetap dikarenakan pada suatu wilayah ragam jenis tutupan lahan cenderung tetap, sementara penafsir pada umumnya memiliki kemampuan yang berbeda pada tiap individu. Keberadaan manual sebagai alat bantu penafsiran visual menjadi penting ketika penafsir yang berbeda dapat menghasilkan hasil yang berbeda. Kualitas hasil penafsiran tutupan lahan kemudian ditentukan oleh kualitas alat bantu penafsiran, dalam hal ini manual penafsiran tutupan lahan.

Pada penelitian yang dilakukan pada tahun 2009 penafsiran visual terhadap jenis tutupan lahan di Pulau Bali menggunakan manual penafsiran visual citra ALOS PALSAR telah dilakukan dan menghasilkan 10 (sepuluh) jenis tutupan lahan, yaitu: hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, mangrove sekunder, hutan tanaman, perkebunan, pertanian lahan kering, kebun campuran, lahan terbuka, sawah, dan semak belukar.


(17)

Perbandingan antara hasil penafsiran tutupan lahan di Pulau Bali pada tahun 2009 dengan hasil penafsiran Pulau Bali pada penelitian ini dengan menggunakan manual penafsiran yang sama dapat mengevaluasi manual penafsiran visual citra ALOS PALSAR dengan cara mengetahui konsistensi hasil penafsiran visual. 1.2 Tujuan Penelitian

1. Mengukur akurasi hasil penafsiran visual yang dilakukan berdasarkan kunci penafsiran pada Manual Penafsiran Citra ALOS PALSAR.

2. Mengetahui konsistensi hasil penafsiran visual yang dilakukan berdasarkan kunci interpretasi pada suatu jenis tutupan lahan.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG)

Aronoff (1989) dalam Prahasta (2002) menjelaskan bahwa Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan untuk menangani data bereferensi geografis, yaitu pemasukan data, pengelolaan atau manajemen data (menyimpan atau pengaktifan kembali), analisis dan manipulasi data serta keluaran data. Pemasukan data kedalam SIG dilakukan dengan cara digitasi dan tabulasi.

Sistem informasi geografis merupakan sekumpulan perangkat keras komputer (hardware), perangkat lunak (software), data-data geografis, dan sumberdaya manusia yang terorganisir, yang secara efisien mengumpulkan, menyimpan, meng-update, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan semua bentuk data yang bereferensi geografis (Rind 1992 dalam Prabowo et al. 2005). Sedangkan menurut Widjojo (1993) SIG dapat didefinisikan sebagai perangkat lunak untuk penyimpanan, pemanggilan kembali, transformasi dan display data keruangan permukaan bumi yang terdiri dari:

1. Spasial, yaitu data yang berkaitan dengan koordinat geografis (lintang, bujur, dan ketinggian)

2. Atribut, yaitu data yang tidak berkaitan dengan posisi geografis 3. Hubungan antara data spasial, atribut, dan waktu

Dalam buku Prahasta (2002), Bern (1992) menyatakan bahwa SIG adalah sistem komputer yang digunakan untuk memanipulasi data geografi. Sistem ini diimplementasikan dengan perangkat keras dan perangkat lunak (program) komputer yang berfungsi, yaitu: (a) akuisi dan verifikasi data, (b) kompilasi data, (c) penyimpanan data, (d) perubahan dan updating data, (e) manajemen dan


(19)

pertukaran data, (f) manipulasi data, (g) pemanggilan dan presentasi, dan (h) analisis data.

Menurut Jaya (2002), pada bidang kehutanan, SIG sangat diperlukan guna mendukung pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah keruangan (spatial) mulai dari tahap perencanaan, pengelolaan sampai dengan pengawasan. SIG sangat membantu memecahkan permasalahan yang menyangkut luasan (polygon), batas (line atau arc) dan lokasi (point). Data spasial (peta) yang umum digunakan di bidang kehutanan, antara lain peta rencana tata ruang, peta rencana tata guna hutan, peta rupa bumi (kontur), peta jaringan jalan, peta jaringan sungai, peta tata batas, peta batas unit pengelolaan hutan, peta batas administrasi kehutanan, peta tanah, peta iklim, peta geologi, peta vegetasi, dan peta potensi sumberdaya hutan.

2.2 Teknik Penafsiran Visual

Lillesand dan Kiefer (1990) menjelaskan bahwa penafsiran visual dilakukan atas sifat fisik yang tampak pada citra. Keberhasilan di dalam penafsiran citra sangat bervariasi bergantung kepada pengalaman penafsir, sifat objek yang diinterpretasi, dan kualitas citra yang digunakan.

Studi secara sistematik pada citra biasanya meliputi beberapa sifat khas dasar kenampakan pada citra. Karakteristik tersebut dapat berguna untuk beberapa keperluan tertentu, tergantung pada bidang terapannya. Meskipun demikian, sebagian besar terapan mempertimbangkan tujuh karakteristik dasar atau variasinya, yakni: bentuk, ukuran, pola, bayangan, tekstur, rona, tekstur, dan lokasi.

Proses penafsiran visual citra dapat dipermudah dengan menggunakan kunci penafsiran. Kunci penafsiran dapat membantu penafsir menilai informasi yang disajikan pada citra dengan terorganisasi dan konsisten. Kunci penafsiran menyajikan petunjuk tentang pengenalan kenampakan atau kondisi objek pada citra. Secara ideal, kunci penafsiran terdiri dari dua bagian dasar, yaitu: (1) sekumpulan ilustrasi tentang kenampakan atau kondisi yang harus diidentifikasi dari suatu kenampakan yang dikenali; (2) grafik atau deskripsi verbal yang dikemukakan secara sistematik tentang karakteristik pengenalan citra bagi kenampakan atau kondisi tersebut.


(20)

7

Beberapa penerapan dalam penafsiran citra melibatkan delineasi pada wilayah tertentu pada citra. Pada pemetaan pada tutupan seperti penutupan lahan, tipe tanah, atau tipe hutan, penafsir perlu memutuskan garis batas antara tutupan yang satu dengan yang lain. Delineasi wilayah tertentu pada citra memiliki dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) definisi setiap klasifikasi yang digunakan dalam membedakan masing-masing kategori yang muncul dalam penafsiran; (2) batasan wilayah terkecil dimana bisa dilakukan proses delineasi atau minimum mapping unit (MMU).

2.3 Radar (Radio Detection and Ranging)

Radar (Radio Detection and Ranging) menurut Lillesand dan Kiefer (1990) merupakan suatu cara yang menggunakan gelombang radio untuk mendeteksi adanya objek dan menentukan letak posisinya, prosesnya meliputi transmisi ledakan pendek atau pulsa tenaga gelombang mikro ke arah yang dikehendaki dan

merekam kekuatannya dari asal gema “echo”, atau pantulan yang diterima dari objek dalam sistem medan pandang.

Radar merupakan metode penginderaan jauh gelombang mikro aktif yang meliputi pencitraan pulsa energi gelombang mikro dari sensor ke target dan kemudian mengukur pulsa balik atau sinyal pantulan (backscatter). Pemanfaatan radar di kalangan militer antara lain untuk menetukan dan mendeteksi objek pada kondisi malam hari, tersamarkan, atau tertutupi kamuflase dalam cuaca yang berawan serta untuk navigasi pesawat udara dan kapal laut, sedangkan radar untuk keperluan sipil dimulai pemakaiannya pada tahun 1960-an.

Sistem penginderaan jauh dengan sistem radar (microwave remote sensing) ini sangat berbeda dengan sistem optik karena permukaan bumi yang diindera tidak menggunakan energi matahari tetapi menggunakan energi yang disuplai dari sensor sendiri (sensor aktif). Sistem optik sangat tergantung pada hamburan dan penyerapan yang disebabkan oleh klorofil, struktur daun, ataupun biomassa; sedangkan sensor dari sistem radar tergantung dari struktur kasar tajuk, kadar air vegetasi, sebaran ukuran bagian-bagian tanaman dan untuk panjang gelombang tinggi tergantung pada kondisi permukaan tanah.


(21)

2.4 Parameter Sistem Radar

2.4.1 Panjang Gelombang

Salah satu faktor utama yang mempengaruhi sifat khas transmisi sinyal sistem radar adalah panjang gelombang. Panjang gelombang sinyal radar menentukan bentangan yang terpencar oleh atmosfer. Daya tembus pulsa radar dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu daya tembus terhadap atmosfer dan daya tembus terhadap permukaan. Makin rendah panjang gelombang maka makin rendah daya tembusnya. Sebaliknya, semakin tinggi panjang gelombang maka akan semakin tinggi daya tembusnya. Kisaran panjang gelombang yang ada untuk radar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kisaran panjang gelombang (λ) pada saluran/band radar Saluran/Band Panjang Gelombang (λ)

(mm)

Frekuensi (f) (MHz)

Ka 7,5 – 11 40.000 – 26.500

K 11 – 16,7 26.500 – 18.000

K4 16,7 – 24 18.000 – 12.500

X 24 – 37,5 12.500 – 8000

C 37,5 – 75 8000 – 4000

S 75 – 150 4000 – 2000

L 150 – 300 2000 – 1000

P 300 – 1000 1000 – 300

Sumber: Lillesand dan Kiefer 1990

2.4.2 Polarisasi

Polarisasi merupakan arah rambat dari gelombang mikro aktif yang dipancarkan dan ditangkap oleh sensor radar. Sinyal radar dapat ditransmisikan dan diterima dalam bentuk polarisasi yang berbeda. Sinyal dapat disaring sedemikian rupa sehingga gelombang elektrik dibatasi hanya pada satu bidang datar yang tegak lurus arah perjalanan gelombang. Satu sinyal radar dapat ditransmisikan pada bidang datar (H) ataupun tegak lurus (V), sinyal tersebut dapat pula diterima pada bidang datar atau tegak lurus. Ada empat kemungkinan kombinasi sinyal transmisi dan penerimaan yang berbeda, yaitu HH, HV, VH, dan VV. Polarisasi paralel atau searah merupakan kombinasi HH dan VV. Bentuk polarisasi sinyal mempengaruhi penampakan objek pada citra yang dihasilkan, karena berbagai objek diubah polarisasi tenaga yang dipantulkannya dalam berbagai tingkatan.


(22)

9

2.4.3 Interpretasi Citra Synthetic Aperture Radar (SAR)

Dalam menginterpretasi citra radar diperlukan beberapa pengetahuan mendasar tentang lokasi asli yang dijadikan acuan dari citra radar yang digunakan. Dalam penampakan citra radar, semakin kasar tampilan suatu permukaan maka intensitas backscatter-nya pun semakin tinggi.

Permukaan datar seperti jalan beraspal, landasan pacu, dan permukaan air akan tampak sebagai wilayah berwarna gelap dikarenakan sebagian besar gelombang radar dipantulkan secara spekular.

Gambar 1 Refleksi spekular.

Permukaan yang rata bersifat seperti cermin yang memantulkan gelombang radar dan sangat sedikit yang dipantulkan kembali ke sensor, sesuai dengan hukum pemantulan cahaya, besar sudut datang terhadap garis normal sama besar dengan besar sudut pantul terhadap garis normal.

Permukaan yang kasar memantulkan gelombang radar ke segala arah. Sebagian gelombang radar dipantulkan kembali ke sensor, jumlah energi yang dipantulkan kembali ke sensor bergantung kepada jenis permukaan yang ditumbuk oleh gelombang radar.


(23)

Permukaan laut yang tenang tampak gelap di citra SAR, namun permukaan laut yang bergelombang bisa tampak terang, terutama ketika sudut datang dari gelombang radar tersebut kecil. Jenis-jenis vegetasi seperti pohon biasanya terlihat kasar dan cerah. Hutan hujan tropis memiliki koefisien backscatter antara -6 hingga -7 dB, angka ini relatif stabil dari masa ke masa.

Objek yang terlihat sangat terang pada citra bisa disebabkan karena terjadinya double-bounce, dimana gelombang radar dipantulkan dari permukaan yang horizontal kemudian vertikal dan kembali ke sensor. Objek-objek yang dapat menyebabkan efek double-bounce ini berupa gedung-gedung tinggi, dan objek logam seperti peti kemas. Daerah pemukiman dan beberapa objek buatan manusia lainnya juga biasanya tampak cerah pada citra dikarenakan adanya efek ini.

Gambar 3 Double-bounce. 2.5 ALOS PALSAR

ALOS (Advanced land Observing Sattelite) merupakan satelit yang diluncurkan oleh Badan Luar Angkasa Jepang pada bulan Januari 2006. Satelit ALOS ini membawa tiga jenis sensor, yaitu PALSAR (Phased Array L-band Synthetic Aperture Radar), PRISM (Panchromatic Remote-sensing Instrument for Stereo Mapping), dan AVNIR-2 (Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2).

Untuk dapat bekerja dengan ketiga jenis sensor diatas, ALOS dilengkapi dengan dua teknologi yang lebih maju. Pertama teknologi yang mampu mengerjakan data dalam kapasitas yang sangat besar dengan kecepatan tinggi, dan selanjutnya kapasitas untuk menentukan posisi satelit dengan ketinggian yang lebih tepat. Keterangan umum tentang ALOS disajikan pada Tabel 2.


(24)

11

Tabel 2 Keterangan umum ALOS

Uraian Keterangan

Alat Peluncuran Roket H-IIA

Tempat Peluncuran Pusat Ruang Angkasa Tanagashima

Berat Satelit 4000 Kg

Power 7000 W

Waktu Operasional 3-5 Tahun

Orbit Sun-Synchronous Sub-Recurr Orbit

Recurrent Period 46 Hari Sub Cycle 2 hari Tinggi Lintasan 692 km diatas Ekuator

Inklinasi 98,2°

Sumber: JAXA 2006

Secara ringkas terdapat lima misi dari satelit ALOS (JAXA 2006), yaitu: 1. Kartografi : untuk menyediakan peta wilayah Jepang dan

wilayah Asia Pasifik

2. Pemantauan regional : melakukan pemantauan regional untuk pengembangan pembangunan yang berkelanjutan dan harmonisasi antara kesediaan sumber daya alam serta pengembangan pembangunan

3. Monitoring bencana : melakukan monitoring bencana alam 4. Survei sumberdaya : untuk survei sumber daya alam

5. Pengembangan teknologi : mengembangkan teknologi penginderaan jauh yang tepat untuk masa sekarang dan akan datang.

2.5.1 Spesifikasi Instrumen Satelit ALOS PALSAR

PALSAR merupakan salah satu instrumen ALOS dengan sensor aktif untuk pengamatan cuaca dan permukaan daratan pada siang dan malam hari dengan sistem yang lebih maju dari JERS-1 SAR. Sensor PALSAR mempunyai sorotan yang dapat disetir dalam elevasi, disamping mode ScanSAR. Bentuk dari instrumen PALSAR dan prinsip pengambilan obyeknya disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Sedangkan karakterisasi teknik sensor PALSAR disajikan pada Tabel 3.


(25)

Tabel 3 Karakteristik PALSAR

Mode Fine mode ScanSAR mode Full Polarimetry

mode

Frekuensi 1270 Mhz (L-Band)

Lebar Kanal 24/14 MHz

Polarisasi HH atau VV/HH+HV atau

VV+VH HH atau VV HH+HV+VH+VV

Resolusi Spasial 10 m (2 look)/ 20 m (4look)

100 m

(multi look) 30 m

Lebar Cakupan 70 km 250 – 350 km 30 km

Incidence Angle 8 – 60 derajat 14 – 43 derajat 8 – 30 derajat

NE Sigma 0 < - 23dB (70 km)

<- 25 dB (60 km) <- 25 dB <- 29 dB Panjang bit 3 bit / 5 bit 5 bit 3 bit / 5 bit Ukuran Antena AZ: 8,9 m × EL: 2,9 m

Sumber: JAXA 2006

PALSAR merupakan sensor gelombang mikro aktif yang bekerja pada frekuensi band L. Sensor PALSAR mempunyai kemampuan untuk menembus awan, sehingga informasi permukaan bumi dapat diperoleh setiap saat, baik malam ataupun siang hari. Data PALSAR ini dapat digunakan untuk pembuatan DEM, interferometri untuk mendapatkan pergeseran tanah, kandungan biomassa, monitoring kehutanan, pertanian, tumpahan minyak (oil spill), kelembaban tanah, mineral, dan lain-lain.

(Sumber: JAXA 2006)


(26)

13

(Sumber: JAXA 2006)

Gambar 5 Prinsip geometri dari PALSAR. 2.5.2 Produk dan Pengolahan Data ALOS

JAXA telah merencanakan produk data ALOS dalam 2 kategori, yaitu: produk standar dan produk riset. Produk standar terdiri dari produk standar untuk sensor PRISM, produk standar untuk sensor AVNIR-2, dan produk standar untuk sensor PALSAR. Produk standar untuk masing-masing sensor terdiri dari beberapa level, khususnya untuk sensor PALSAR seperti pada Tabel 4.

Tabel 4 Level produk standar pengolahan citra ALOS

Level Definisi Catatan

1 Susunan data sinyal yang belum dipadatkan yang dilengkapi dengan koefisien kalibrasi radiometrik dan koreksi geometrik dalam mode polarimetri, data polarimetri dipisahkan

1,1 Data yang sudah dikalibrasi secara radiometrik pada masukan sensor

1,5 Data yang sudah dikoreksi geometrik secara sistematik Proyeksi Peta Resampling Pixel Spacing

Sumber: JAXA 2006

2.6 Klasifikasi Penutupan dan Penggunaan Lahan

BAPLAN (2008a) mengkategorikan tutupan lahan di Indonesia menjadi 23 kelas tutupan lahan, yaitu: hutan primer, hutan sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder, semak/belukar, belukar rawa, rumput, hutan tanaman, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, sawah, tambak, tanah terbuka/kosong, pertambangan, pemukiman, transmigrasi, bandara, rawa, air, dan awan.


(27)

JICA dan Fahutan IPB (2010) menjelaskan kelas tutupan lahan yang dapat dibedakan menggunakan Citra ALOS PALSAR terdiri dari 17 tutupan lahan, yaitu: hutan lahan kering, hutan tanaman, hutan musim, hutan rawa, hutan mangrove, kebun campuran, perkebunan karet, perkebunan sawit, belukar, padang rumput, pertanian lahan kering, sawah, pemukiman, badan air, lahan terbuka, tambak, dan bandara.

2.7 Citra ALOS PALSAR untuk Identifikasi Tutupan Lahan

Data PALSAR dapat digunakan untuk memeriksa penggunaan lahan, mengklasifikasi tutupan lahan, serta mengawasi perubahan tutupan lahan yang terjadi (Wang et al. 2007). Penelitian yang dilakukan Bainnaura (2009) menyimpulkan bahwa penggunaan kombinasi band HH-HV-Ratio (HH/HV) dan penggunaan kombinasi band HH-HV-Normalized Ratio ((HH-HV)/(HH+HV)) tidak memberikan informasi tambahan dalam penafsiran tutupan lahan secara visual.

Beberapa jenis tutupan lahan memiliki tingkat kesulitan penafsiran berbeda-beda. Tutupan lahan berupa hutan lahan kering, hutan rawa, kebun sawit, sawah, pemukiman, dan badan air digolongkan mudah untuk dicirikan melalui penafsiran visual. Sementara tutupan lahan hutan tanaman, hutan musim, hutan mangrove, kebun campuran, kebun karet, belukar, padang rumput, pertanian lahan kering, dan lahan terbuka digolongkan sulit untuk dicirikan melalui penafsiran visual. Elemen interpretasi tutupan lahan menggunakan citra ALOS PALSAR berdasarkan manual penafsiran visual citra ALOS PALSAR dapat dilihat pada Tabel 5 (JICA & Fahutan IPB 2010).


(28)

Objek Tutupan Lahan Tone Bentuk Ukuran Tekstur Pola Site Asosiasi Hutan lahan kering Hijau kuning – hijau

gelap

Poligon tidak beraturan

Sedang-besar Halus-kasar Tidak teratur

Datar-bergelombang

Aksesibilitas sulit, ekosistem hutan alami

Hutan tanaman Hijau kuning-hijau gelap

Kotak/persegi Kecil-besar Halus hingga kasar

Teratur mengelompok

Datar-bergelombang

Akses mudah, ada jaringan jalan

Hutan musim Hijau-hijau gelap Poligon tidak beraturan

Kecil-besar Halus Tidak teratur datar Berkaitan dengan tipe iklim kering

Hutan rawa Hijau gelap Poligon tidak beraturan

Kecil-besar Kasar Tidak teratur mengelompok

Datar Dekat dengan badan air atau dipengaruhi oleh keberadaan air Hutan mangrove Hijau gelap-hijau

biru

Poligon tidak beraturan

Kecil Halus Teratur

mengelompok

Datar Dekat dengan pantai dan muara sungai

Kebun campuran Hijau gelap, hijau biru, hijau pink

Poligon tidak beraturan

Sedang Kasar Tidak teratur mengelompok

Datar Dekat dengan pemukiman atau areal terbangun dan ada akses jalan Kebun karet Hijau gelap, hijau

terang, hijau biru, hijau pink

Kotak persegi Sedang Kasar Teratur mengelompok

Datar-bergelombang

Mempunyai akses jalan untuk perkebunan besar

Kebun sawit Biru-hijau, biru-pink, pink-hijau

Kotak persegi Kecil-besar Halus hingga kasar

Teratur mengelompok

Datar-bergelombang

Dekat dengan jalan dengan akses jalan untuk perkebunan besar, dan umumnya terletak pada ketinggian diatas 500 mdpl dengan curah hujan cukup

Tabel 5 Elemen penafsiran visual citra ALOS PALSAR


(29)

Objek Tutupan Lahan Tone Bentuk Ukuran Tekstur Pola Site Asosiasi Belukar Hijau gelap,

biru-hijau, pink-hijau

Poligon tidak teratur

Kecil - Tidak teratur

Datar-bergelombang

Akses tidak terlalu mudah dan jauh dari pemukiman

Padang rumput Biru-hijau, biru-pink Poligon tidak teratur

Kecil hingga sedang

Halus -

Datar-bergelombang

Dekat dengan lahan terbangun, akses mudah

Pertanian lahan kering Biru, biru-hijau Poligon tidak teratur

Kecil hingga sedang

Kasar Tidak teratur mengelompok

Datar-bergelombang

Dekat dengan pemukiman, ada akses jalan, terletak di daerah yang sulit untuk menyalurkan air, terutama mendekati puncak gunung Sawah Biru, biru-hijau Kotak/persegi Kecil hingga

sedang

Halus hingga kasar

Teratur mengelompok

Datar Dekat dengan pemukiman, dekat dengan sungai, ada akses jalan Pemukiman Hijau muda-kuning,

pink

Kotak/persegi Kecil hingga sedang

Halus hingga kasar

Tidak teratur mengelompok

Datar Aksesibilitas jalan tinggi

Badan air Biru Garis atau

poligon tidak teratur

Kecil-besar Halus - -

Lahan terbuka Pink, biru-pink Poligon tidak teratur

Kecil Halus hingga kasar Tidak teratur mengelompok Datar-bergelombang -

Tambak Biru Kotak/persegi Kecil Kasar Teratur

mengelompok

Datar Berada dekat dengan pantai

Bandar udara Biru Kotak persegi Kecil Halus Teratur Datar Dekat dengan areal terbangun dan memiliki akses jalan utama

Sumber: Manual Penafsiran Citra ALOS PALSAR (JICA & Fahutan IPB 2010)


(30)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Provinsi Bali dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Remote Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dan pengolahan data dilaksanakan mulai bulan Juli 2010 hingga November 2010.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari Citra ALOS PALSAR Provinsi Bali resolusi 50 m tahun perekaman 2009, manual penafsiran visual citra ALOS PALSAR, peta administrasi Provinsi Bali, peta jaringan jalan Provinsi Bali, peta kerja pengamatan lapangan, data hasil penafsiran citra ALOS PALSAR tahun 2009 wilayah Bali. Alat yang digunakan dalam penelitian berupa tally sheet, alat tulis, Global Positioning System (GPS), kompas, kamera dijital, seperangkat komputer dengan aplikasi perkantoran (MS Word dan MS Excel), aplikasi pengolahan citra (Erdas Imagine) dan aplikasi GIS (ArcView, ArcGIS) dengan sistem pendukung ekstensi image analysis, geoprocessing, graticules and measured grid, projection utility wizard, spatial analysis, xtools, dan ekstensi ihmb-jaya versi 6.

3.3 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian dimulai dengan pra-pengolahan citra. Penafsiran awal kemudian dilakukan pada citra yang telah diolah. Setelah dilakukan penafsiran kemudian dilakukan penentuan lokasi verifikasi tutupan lahan. Hasil verifikasi kemudian diperiksa akurasinya. Setelah diperoleh hasil yang akurat, hasil penafsiran kemudian dibandingkan dengan penafsiran tahun 2009 untuk menguji konsistensi manual penafsiran citra. Tahapan penelitian secara lengkap disajikan pada Gambar 7.


(31)

3.3.1 Pra-pengolahan Citra

Pra-pengolahan citra dilakukan dengan membuat band sintetik dan citra komposit. Citra kemudian dipotong seluas wilayah pengamatan untuk kemudian dilakukan penafsiran, penentuan lokasi verifikasi lapangan, dan pembuatan peta kerja.

3.3.1.1 Pembuatan Synthetic Band dan Citra Komposit

Citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dapat diunduh secara cuma-cuma di situs ALOS Research and Application Project milik JAXA. Data ini merupakan produk level 1.5 dari JAXA, sehingga Citra ALOS PALSAR yang diunduh berbentuk raw (format *.raw) perlu dilakukan import dengan bantuan metadata (format *.hdr). Setelah citra di import (format *.img) kemudian dibuat synthetic band dengan kombinasi rasio (HH/HV) menggunakan Erdas Model Builder.

Citra komposit dibuat dengan menggabungkan band HH, HV, dan ratio (HH/HV) sebagai band red, green dan blue.

3.3.1.2 Pemotongan Citra Komposit

Pemotongan citra dilakukan sesuai dengan lokasi pengamatan yang direncanakan, adalah wilayah Provinsi Bali dengan luas daerah pengamatan 80 km × 60 km.

3.3.1.3 Penafsiran Visual dan On-Screen Digitation

Citra ALOS PALSAR ditafsirkan menjadi kelas-kelas tutupan lahan yang mengacu kepada Manual Penafsiran Citra ALOS PALSAR yang kemudian dibuat menjadi poligon kelas-kelas tutupan lahan dengan On-Screen Digitation. Penafsiran dilakukan pada skala 1:75000.

3.3.1.4 Pembuatan Lokasi Titik Pengamatan

Lokasi titik pengamatan lapangan ditentukan melalui metode Systematic Sampling with Random Start menggunakan Ekstensi IHMB-Jaya Versi 6 pada ArcView, yang kemudian di subset dengan hasil buffer peta jaringan jalan selebar 500 m. Titik-titik hasil subset kemudian dipilih secara purposive dengan intensitas sampling sebesar 5%. Jumlah titik pengamatan pada masing-masing tutupan lahan disesuaikan berdasarkan luas tutupan lahan.


(32)

19

3.3.1.5 Pembuatan Peta Kerja

Peta kerja dibuat sebagai alat pembantu pengamatan di lapangan. Peta kerja dibuat dengan menumpangtindihkan (overlay) citra ALOS PALSAR, lokasi titik pengamatan, peta administrasi Provinsi Bali, peta jaringan jalan Provinsi Bali, dan hasil delineasi penafsiran visual citra ALOS PALSAR Provinsi Bali. Peta kerja kemudian dicetak di kertas A3 dengan skala 1:150000.

3.3.2 Pengambilan Data Lapangan

Blanko (tally sheet) yang digunakan untuk mencatat data-data lapangan berbentuk buku yang diisi dengan ID plot, jenis tutupan lahan, nomor foto, jenis vegetasi, kondisi vegetasi, tapak, topografi, fisiografi, dan sketsa lapangan. Sketsa yang dibuat berukuran 300 × 300 meter (Gambar 6). Pemotretan bentang titik pengamatan yang dapat menggambarkan kondisi tutupan lahan juga dilakukan sebagai alat bantu argumen hasil verifikasi.

Gambar 6 Blangko pembuatan sketsa jenis tutupan lahan di lapangan.

50 100


(33)

3.3.3 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menghitung akurasi hasil penafsiran menggunakan akurasi umum dan akurasi kappa dan melakukan perbandingan hasil penafsiran tahun 2009 dengan hasil penafsiran pada penelitian ini.

3.3.3.1 Pengukuran Akurasi Hasil Penafsiran Visual

Jenis tutupan lahan hasil penafsiran visual berdasarkan manual penafsiran citra ALOS PALSAR kemudian dibandingkan dengan hasil pengecekan lapangan dengan menggunakan matriks kesalahan (Confusion Matrix) atau matriks kontingensi, adalah suatu matriks persegi yang dibuat melalui proses klasifikasi tutupan lahan yang diwakili oleh titik verifikasi (Tabel 6). Titik verifikasi ditentukan secara acak kemudian di verifikasi di lapangan. Akurasi diukur menggunakan Overall Accuracy (OA), yaitu persentase jumlah tutupan lahan yang dikelaskan secara benar dibagi dengan jumlah seluruh piksel yang digunakan.

Overall Accuracy memiliki potensi pendugaan akurasi yang cenderung over estimate, sehingga kemudian diperlukan juga pengukuran akurasi kappa (K) yang secara matematis dapat dihitung menggunakan persamaan:

dimana:

Xii = nilai diagonal dari matriks kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i Xi+ = jumlah piksel dalam kolom ke-i

Xi+ = jumlah piksel dalam baris ke-i N = banyaknya titik contoh

Dalam matriks kontingensi dapat pula dihitung besarnya akurasi pembuat (Producer’s Accuracy/PA) dan akurasi pengguna (User’s Accuracy/UA) dari setiap kelas. Secara matematis akurasi tersebut dapat dihitung menggunakan persamaan:


(34)

21

Tabel 6 Matriks kontingensi Interpretasi

Awal

Hasil Verifikasi Lapangan Jumlah Piksel

Akurasi Pengguna

A B C Total

Piksel

A X11 X12 X13 X1+ X11/X1+

B X21 X22 X23 X2+ X22/X2+

C X31 X32 X33 X3+ X33/X3+

Total Piksel

X+1 X+2 X+3 N

Akurasi Pembuat

X11/X+1 X12/X+2 X13/X+3

Sumber: Jaya (2007)

3.3.3.2 Perbandingan Hasil Penafsiran Visual

Penggunaan manual penafsiran citra ALOS PALSAR dalam menduga jenis tutupan lahan di Pulau Bali telah dilakukan pada penelitian di tahun 2009. Penelitian ini menghasilkan 10 jenis tutupan lahan. Untuk memeriksa konsistensi pengkategorian hasil penafsiran tutupan lahan, hasil penafsiran tutupan lahan penelitian tahun 2009 ditumpangtindihkan (overlay) dengan hasil penafsiran tutupan lahan dalam penelitian ini. Kemudian diperiksa hasil penafisran tutupan lahan pada daerah yang sama, apakah ditemukan hasil penafsiran yang konsisten atau tidak.


(35)

3.3.4 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Pemotongan Citra

Penafsiran Visual dan Delineasi

Penentuan Titik

Pengamatan Lapangan Peta Kerja

Verifikasi Hasil Interpretasi dan Pengamatan Lapangan

Hasil

Selesai

Gambar 7 Diagram alir penelitian Uji Akurasi

> 85% Pembuatan Synthetic Band

dan Citra Komposit

Peta Administrasi Peta Jalan

Penafsiran Visual dan Perbaikan Delineasi < 85%

Overlay

Hasil Penafsiran Tutupan Lahan 2009

Konsisten atau Tidak Konsisten Uji Konsistensi Hasil


(36)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak Geografis

Secara geografis Provinsi Bali terletak pada 8°3'40" - 8°50'48" Lintang Selatan dan 114°25'53" - 115°42'40" Bujur Timur. Relief dan topografi Pulau Bali di tengah-tengah terbentang pegunungan yang memanjang dari Barat ke Timur. Provinsi Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok.

Batas fisiknya adalah sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Laut Bali

 Sebelah Timur : Selat Lombok (Provinsi Nusa Tenggara Barat)

 Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

 Sebelah Barat : Selat Bali (Provinsi Jawa Timur)

Secara administratif, Provinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli, Buleleng, dan Kota Denpasar yang juga merupakan ibukota provinsi. Selain Pulau Bali, Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau kecil lainnya, yaitu: Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan di wilayah Kabupaten Klungkung, Pulau Serangan di wilayah Kota Denpasar, dan Pulau Menjangan di Kabupaten Buleleng. Luas total wilayah Provinsi Bali adalah 5.634,40 ha dengan panjang pantai mencapai 529 km (Pemerintah Provinsi Bali 2008).

4.2 Topografi

Morfologi wilayah Provinsi Bali terdiri dari daerah dataran rendah pantai, sungai, rawa, danau, dataran vulkanik, serta dataran sedimen yang berbentuk landai dengan kemiringan 0-5 % dan ketinggian berkisar 0-25 m diatas permukaan laut. Provinsi Bali merupakan daerah pegunungan dan perbukitan yang meliputi sebagian besar wilayahnya.

4.3 Iklim

Wilayah Bali secara umum beriklim tropis yang dipengaruhi oleh angin musim. Terdapat musim kemarau dan musim hujan yang diselingi oleh musim


(37)

pancaroba dengan curah hujan tertinggi mencapai 425,4 mm per tahun. Rata-rata suhu maksimum berkisar antara 29,8-33,4 °C dan rata-rata suhu minimum berkisar antara 21,9-32,5 °C. Kelembaban udara rata-rata di wilayah ini adalah sebesar 77,7 %.

4.4 Tanah

Menurut peta tanah yang dikeluarkan oleh Lembaga Penelitian Tanah terdapat 5 (lima) golongan tanah dan 17 (tujuh belas) jenis (sub group) tanah yang ada di daerah Bali antara lain :

1. Aluvial (2 jenis tanah) 2. Regosol (8 jenis tanah) 3. Andosol (1 jenis tanah) 4. Latosol (4 jenis tanah) 5. Mediteran (2 jenis tanah)

Tanah aluvial penyebarannya kira-kira 4,72 % dari seluruh areal Pulau Bali dan di Indonesia golongan tanah ini dipergunakan untuk sawah, palawija dan perikanan. Di Bali pada tanah aluvial disamping digunakan untuk sawah, sebagian lagi ditumbuhi vegetasi rawa.

Tanah regosol merupakan tanah yang penyebarannya nomor dua setelah latosol, adalah: 40 % dari seluruh areal tanah pulau Bali. Kabupaten Bangli seluruh tanahnya regosol yang umumnya tanah ini baik dipergunakan untuk padi sawah, palawija, tembakau dan sayur-sayuran. Di Bali, tanah regosol merupakan tanah yang paling banyak ditanami.

Tanah andosol luas penyebarannya kira-kira 5,10 % dari luas seluruh areal di Bali. Golongan tanah ini dipergunakan untuk tanaman kopi dan hutan lindung. Tanah latosol mempunyai penyebaran yang terluas yang diperkirakan 43,27 % dari seluruh areal tanah di Bali (tanpa Pulau Nusa Penida). Latosol yang terluas terdapat di Kabupaten Buleleng, Tabanan dan Jembrana, yang keseluruhannya 78,5 % dari seluruh luas tanah latosol di Bali. Golongan tanah ini dipergunakan untuk padi sawah, palawija, kacang-kacangan, ubi-ubian, buah-buahan, cengkeh dan kopi.


(38)

25

4.5 Penggunaan Lahan

Berdasarkan buku rekalkulasi penutupan lahan Indonesia tahun 2008 yang dibuat berdasarkan hasil penafsiran citra Landsat 7 ETM+ tahun perekaman 2006, kelas tutupan lahan di Provinsi Bali terbagi menjadi 16 kelas tutupan lahan (Tabel 7). Luas total tutupan lahan di Provinsi Bali sebesar 567.000 ha, dimana luas wilayah berhutan, termasuk di dalamnya hutan lahan kering primer dan sekunder, hutan mangrove primer dan sekunder, serta hutan tanaman, sebesar 86.100 ha (15,17 %). Luas wilayah non hutan, termasuk di dalamnya semak/belukar, savana, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur semak, sawah, tambak, tanah terbuka, pemukiman, pelabuhan udara/laut, adalah sebesar 454.900 ha (80,14%). Luas wilayah tutupan awan sebesar 26.600 ha (4,69 %). Luas tutupan lahan yang paling besar adalah pertanian lahan kering campur semak sebesar 126.100 ha (22,22 %). Data citra yang digunakan untuk klasifikasi kelas tutupan lahan ialah citra Landsat 7 ETM+ tahun perekaman 2006 (BAPLAN 2008b).

Tabel 7 Luas penutupan lahan Provinsi Bali di dalam dan luar kawasan hutan

Kelas Tutupan Lahan Total

(Ribu ha)

Persentase (%)

Hutan lahan kering primer 47,6 8.39 %

Hutan lahan kering sekunder 32,8 5.78 %

Hutan mangrove primer 0,6 0.11 %

Hutan mangrove sekunder 1,6 0.28 %

Hutan tanaman 3,5 0.62 %

Semak/Belukar 52,1 9.18 %

Savana 3,0 0.53 %

Perkebunan 100,0 17.62 %

Pertanian lahan kering 18,2 3.21 %

Pertanian lahan kering campur semak 126,1 22.22 %

Sawah 119,9 21.12 %

Tambak 0,3 0.05 %

Tanah terbuka 6,1 1.07 %

Pemukiman 29,0 5.11 %

Pelabuhan udara/laut 0,2 0.04 %

Awan 26,6 4.69 %

Total 567.6 100 %


(39)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penafsiran Visual Citra ALOS PALSAR

Penafsiran dilakukan pada citra ALOS PALSAR tahun perekaman 2009 dengan luasan 60 km × 80 km dengan berpedoman kepada manual penafsiran citra ALOS PALSAR untuk mengenali penutupan lahan/hutan di Indonesia (JICA & Fahutan IPB 2010) dan juga dibantu dengan Google Earth. Penafsiran visual awal menghasilkan 12 jenis tutupan lahan, yaitu: badan air, bandara, hutan lahan kering, hutan mangrove, kebun campuran, lahan terbuka, padang rumput, pemukiman, pertanian lahan kering, sawah, semak belukar, dan tambak. Hasil penafsiran awal citra dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Peta hasil penafsiran awal citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter di Provinsi Bali tahun 2010.


(40)

28

Dari hasil penafsiran visual tersebut diperoleh luasan masing-masing tutupan lahan yang disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Luasan hasil interpretasi visual tutupan lahan

Jenis Tutupan Lahan Luas

(Ha)

Persentase (%)

Badan air 2.559,525 0.790%

Bandara 157,722 0.049%

Hutan lahan kering 64.105,391 19.797%

Hutan mangrove 1.311,336 0.405%

Kebun campuran 59.448,424 18.358%

Lahan Terbuka 2.091,548 0.646%

Padang rumput 196,085 0.061%

Pemukiman 31.954,188 9.868%

Pertanian lahan kering 68.502,144 21.154%

Sawah 93.383,011 28.838%

Semak belukar 96,435 0.030%

Tambak 13,908 0.004%

Total 323.819,717

Dari hasil penafsiran tersebut kemudian ditentukan jumlah titik yang dibutuhkan untuk keperluan verifikasi lapangan. Intensitas sampling sebesar 5% menghasilkan jumlah titik verifikasi yang dibutuhkan sebanyak 240 titik dengan rincian yang dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Perhitungan jumlah titik verifikasi lapangan minimum

Jenis Tutupan Lahan Jumlah Titik Verifikasi Minimum

Badan air (danau) 2

Bandara 0

Hutan lahan kering 48

Hutan mangrove 1

Kebun campuran 44

Lahan terbuka 2

Padang rumput 0

Pemukiman 24

Pertanian lahan kering 51

Sawah 69

Semak belukar 0

Tambak 0


(41)

Hasil penafsiran berupa badan air (laut) diabaikan dalam penentuan jumlah plot verifikasi tutupan lahan dikarenakan lokasi keberadaan dan jenis tutupan yang sudah dapat dipastikan. Verifikasi tutupan lahan memiliki batas minimum titik verifikasi sebanyak tiga titik pada satu jenis tutupan lahan. Sehingga titik verifikasi minimum yang diperlukan bertambah terutama pada tutupan lahan yang luasannya kecil, antara lain: badan air (danau), bandara, hutan mangrove, lahan terbuka, padang rumput, semak belukar, dan tambak.

Tabel 10 Kebutuhan minimum titik verifikasi lapangan per kelas tutupan lahan Jenis Tutupan Lahan Titik Verifikasi

Minimum

Rencana Titik Verifikasi

Badan air 3 3

Bandara 3 3

Hutan lahan kering 48 64

Hutan mangrove 3 3

Kebun campuran 44 98

Lahan terbuka 3 3

Padang rumput 3 3

Pemukiman 24 37

Pertanian lahan kering 51 56

Sawah 69 114

Semak belukar 3 3

Tambak 3 3

Total 257 390

Penentuan titik dilakukan menggunakan metode Systematic Sampling with Random Start dengan jarak antar titik 1 km, kemudian dengan pertimbangan aksesibilitas dan keterbatasan waktu, maka ditambahkan kriteria pemilihan titik adalah berjarak maksimal 500 m dari jaringan jalan. Jumlah titik yang direncanakan untuk verifikasi tutupan lahan dilebihkan dari total minimum kebutuhan verifikasi. Hal ini dilakukan sebagai pencegahan tidak dikunjunginya titik verifikasi yang disebabkan karena faktor-faktor eksternal yang ditemukan di lapangan. Total kebutuhan titik verifikasi lapangan dapat dilihat pada Tabel 10, dan sebaran titik verifikasi tutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 9.


(42)

30

Gambar 9 Peta sebaran titik verifikasi hasil interpretasi visual di Provinsi Bali tahun 2010.

5.2 Hasil Verifikasi Penutupan Lahan di Lapangan

Verifikasi penutupan lahan tersebar pada tujuh kabupaten dan satu kotamadya, yaitu: Kabupaten Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli, Buleleng, serta Kotamadya Denpasar. Total titik verifikasi yang dikunjungi di lapangan hanya 236 dari 390 titik yang direncanakan. Hal ini disebabkan oleh rendahnya aksesibilitas menuju titik yang direncanakan. Keberadaan jaringan jalan di lapangan tidak sesuai dengan peta jaringan jalan yang digunakan pada perencanaan penempatan titik verifikasi. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dilakukan penambahan titik secara purposive pada tiap tutupan lahan ketika dibutuhkan.

Tabel 11 Rincian titik verifikasi lapangan

Jenis Tutupan Lahan Jumlah Titik Rencana Verifikasi

Jumlah Titik Verifikasi Lapangan

Badan air 3 7

Bandara 3 3

Hutan lahan kering 64 9

Hutan mangrove 3 3


(43)

Jenis Tutupan Lahan Jumlah Titik Rencana Verifikasi

Jumlah Titik Verifikasi Lapangan

Lahan terbuka 3 2

Padang rumput 3 3

Pemukiman 37 29

Pertanian lahan kering 56 22

Sawah 114 64

Tambak 3 4

Semak belukar 3 -

Total 257 236

Hasil identifikasi tutupan lahan setelah dilakukan verifikasi berkurang menjadi 11 kelas, yaitu: badan air, bandara, hutan lahan kering, hutan mangrove, kebun campuran, lahan terbuka, padang rumput, pemukiman, pertanian lahan kering, sawah, dan tambak. Kelas tutupan lahan semak belukar dihilangkan karena tidak ditemukan tutupan lahan berupa semak belukar pada daerah verifikasi. Rincian titik verifikasi lapangan dapat dilihat pada Tabel 11. Sementara hasil penafsiran visual setelah verifikasi ditampilkan pada Gambar 10

Gambar 10 Peta hasil penafsiran citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter setelah verifikasi di Provinsi Bali tahun 2010.


(44)

32

5.3 Penghitungan Keakuratan Penafsiran dan Klasifikasi Tutupan Lahan Evaluasi keakuratan hasil penafsiran visual tutupan lahan dilakukan untuk melihat besarnya kesalahan klasifikasi area contoh sehingga dapat ditentukan besarnya persentase keakuratan hasil penafsiran. Derajat keakuratan tersebut meliputi jumlah titik verifikasi sebagai perwakilan wilayah penafsiran yang dikelaskan secara benar atau salah, persentase banyaknya titik verifikasi pada mmasing-masing kelas dan persentase kesalahan penafsiran total. Akurasi hasil penafsiran diuji menggunakan matrik kesalahan (confusion matrix) seperti terlihat pada Tabel 12.

Matriks kesalahan dari data training area tersebut memiliki kesalahan omisi (omission error) dan kesalahan komisi (commission error). Pada Tabel 12, besar kesalahan omisi untuk kelas tutupan lahan kebun campuran adalah sebesar 10,11%, kelas tutupan lahan lahan terbuka sebesar 50%, kelas tutupan lahan pemukiman sebesar 6,90%, untuk kelas tutupan lahan pertanian lahan kering sebesar 21,74%, untuk kelas tutupan lahan sawah sebesar 14,06%, sedangkan untuk kelas tutupan lahan bandara, badan air, hutan lahan kering, hutan mangrove, dan padang rumput tidak memiliki kesalahan omisi.

Besarnya kesalahan komisi untuk kelas tutupan lahan hutan lahan kering adalah sebesar 25%, kelas tutupan lahan kebun campuran sebesar 12,09%, kelas tutupan lahan lahan terbuka 50%, kelas tutupan lahan pemukiman sebesar 12,90%, kelas tutupan lahan pertanian lahan kering sebesar 18,18%, kelas tutupan lahan sawah 5,17%, sementara untuk kelas tutupan lahan badan air, bandara, hutan mangrove, padang rumput, dan tambak tidak memiliki kesalahan komisi.

Penghitungan akurasi terhadap hasil penafsiran tutupan lahan menggunakan citra ALOS PALSAR pada tahun 2009 juga dilakukan menggunakan titik verifikasi yang sama, matriks konfusi dan akurasinya dapat dilihat pada Tabel 13. Pada pengukuran akurasi hasil penafsiran visual tersebut ada beberapa kelas yang tidak dapat diverifikasi, yaitu kebun campuran dan sawah. Hal ini dikarenakan tidak terdapat titik verifikasi pada poligon dengan atribut sawah dan kebun campuran.


(45)

Tabel 12 Matriks kesalahan hasil penafsiran visual citra ALOS PALSAR tahun 2010 wilayah Bali Data Acuan Hasil Verifikasi Lapangan

Interpretasi Awal BA BDR HLK HM KC LT PR PKM PLK SWH TBK Total UA %UA %OE

BA 7 7 1 100 0

BDR 3 3 1 100 0

HLK 9 9 1 100 0

HM 3 3 1 100 0

KC 2 80 3 1 3 89 0,898 89,8 10,11

LT 1 1 2 0,5 50 50

PR 3 3 1 100 0

PKM 2 27 29 0,931 93,1 6,9

PLK 5 18 23 0,783 78,3 21,74

SWH 1 3 1 1 3 55 64 0,859 85,9 14,06

TBK 4 4 1 100 0

Total 7 3 12 3 91 2 3 31 22 58 4 236

PA 1 1 0,75 1 0,88 0,5 1 0,87 0,818 0,948 1

%PA 100 100 75 100 88 50 100 87 81,8 94,8 100

%CE 0 0 25 0 12,09 50 0 12,9 18,18 5,17 0

%OA 88,98

%KA 85,48

Keterangan:

BA = Badan air BDR = Bandara

HLK = Hutan lahan kering HM = Hutan mangrove KC = Kebun campuran LT = Lahan terbuka PR = Padang rumput PKM = Pemukiman

PLK = Pertanian lahan kering SWH = Sawah

TBK = Tambak

UA = Users’ accuracy

PA = Producers’ accuracy

OA = Overall accuracy KA = Kappa accuracy OE = Omission Error CE = Comission Error


(46)

Tabel 13 Matriks kesalahan hasil penafsiran visual citra ALOS PALSAR tahun 2009 wilayah Bali Data Acuan Hasil Verifikasi Lapangan

Interpretasi

Awal BA BDR HLK HM KC LT PR PKM PLK SWH TBK Total UA %UA %OE

BA 6 6 1 100 0

BDR 3 3 1 100 0

HLK 7 13 4 1 25 0,28 28 72

HM 1 1 1 100 0

KC 0 0 0 0 0

LT 1 1 1 100 0

PR 3 3 1 100 0

PKM 7 7 1 100 0

PLK 4 4 1 100 0

SWH 1 0 1 0 0 100

TBK 0 0 0 0 0

Total 3 7 1 14 1 3 7 8 1 0 51

PA 1 1 1 1 0 1 1 1 0.5 0 0

%PA 100 100 100 100 0 100 100 100 50 0 0

%CE 0 0 0 0 100 0 0 0 50 100

%OA 62,75

%KA 57,65

Keterangan: BA = Badan air BDR = Bandara

HLK = Hutan lahan kering HM = Hutan mangrove KC = Kebun campuran LT = Lahan terbuka PR = Padang rumput PKM = Pemukiman

PLK = Pertanian lahan kering

SWH = Sawah TBK = Tambak

UA = Users’ accuracy

PA = Producers’ accuracy

OA = Overall accuracy KA = Kappa accuracy OE = Omission Error CE = Comission Error


(47)

Pada Tabel 13 besar kesalahan omisi untuk kelas tutupan lahan hutan lahan kering sebesar 72% dan kelas tutupan lahan sawah sebesar 100%. Sementara kelas tutupan lahan badan air, bandara, hutan mangrove, lahan terbuka, padang rumput, pemukiman, dan pertanian lahan kering tidak memiliki kesalahan omisi.

Besarnya kesalahan komisi untuk kelas tutupan lahan kebun campuran sebesar 100%, kelas tutupan lahan pertanian lahan kering sebanyak sebesar 50%, dan kelas tutupan lahan sawah sebesar 100%. Kelas tutupan lahan badan air, bandara, hutan lahan kering, hutan mangrove, lahan terbuka, padang rumput, dan pemukiman tidak memiliki kesalahan komisi.

Matrik kontingensi tersebut selanjutnya selain dapat digunakan untuk menghitung nilai akurasi pembuat (producers’ accuracy) dan akurasi pengguna (users’ accuracy), dapat juga digunakan untuk menghitung akurasi umum (overall accuracy) dan akurasi kappa (Kappa accuracy).

Nilai akurasi umum (Overall Accuracy) untuk hasil penafsiran visual pada citra ALOS PALSAR tahun 2010 adalah sebesar 88,98% sementara untuk nilai akurasi kappa adalah sebesar 85,48%. Sementara nilai akurasi umum (Overall Accuracy) untuk hasil penafsiran visual pada citra ALOS PALSAR tahun 2009 adalah sebesar 62,75% sementara untuk nilai akurasi kappa adalah sebesar 57,65%. Agar hasil penafsiran visual kelas tutupan lahan tersebut dapat

digunakan, maka diperlukan nilai akurasi ≥ 85%.

Penghitungan akurasi kappa dilakukan karena nilai akurasi umum cenderung over estimate (Liu et al. 2009), sehingga diperlukan penghitungan akurasi yang lebih baik. Oleh karena itu dilakukan penghitungan akurasi kappa. Akurasi kappa dihitung menggunakan semua elemen dalam matriks kesalahan. 5.4 Perbandingan Hasil Interpretasi Visual Citra ALOS PALSAR

Evaluasi penggunaan manual sebagai alat bantu penafsiran visual citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dilakukan dengan melakukan perbandingan antara hasil penafsiran visual tutupan lahan yang di dapat dari penelitian ini, adalah hasil penafsiran visual tahun 2010 menggunakan citra ALOS PALSAR tahun 2009 dengan hasil penafsiran visual tutupan tahun 2009. Perbedaan pada kedua hasil penafsiran tersebut kemudian digunakan untuk menentukan konsistensi penafsiran


(48)

36

menggunakan alat bantu manual penafsiran visual. Perbandingan antar penafsiran dilakukan pada tiap-tiap tutupan lahan pada wilayah yang serupa.

Hasil penafsiran tutupan lahan tahun 2009 menghasilkan 10 jenis tutupan lahan, yaitu: hutan lahan kering, hutan mangrove, kebun campuran, pemukiman, pertanian lahan kering, sawah, padang rumput, badan air, lahan terbuka, dan bandara. Penafsiran yang dilakukan dalam penelitian ini menghasilkan 11 tutupan lahan, yaitu hutan lahan kering, hutan mangrove, kebun campuran, pemukiman, pertanian lahan kering, sawah, padang rumput, badan air, lahan terbuka, tambak, dan bandara. Terdapat perbedaan jumlah tutupan lahan yang dapat di identifikasi dalam dua kali penafsiran menggunakan citra yang berbeda, yaitu tutupan lahan tambak. Hal ini disebabkan karena perbedaan kenampakan warna daerah penafsiran di sekitar wilayah tutupan lahan tambak pada citra yang digunakan untuk penafsiran tahun 2009 dan tahun 2010 (Gambar 11).

(a) (b)

Gambar 11 Perbedaan penafsiran tutupan lahan (a) tutupan lahan tambak dapat dibedakan (b) tutupan lahan tambak tidak dapat dibedakan.

Pada citra yang digunakan untuk penafsiran tutupan lahan tahun 2009, tutupan lahan sawah yang berada di sekitar tambak berwarna ungu kebiruan, sehingga kenampakan tutupan lahan tambak kurang terlihat. Pada citra yang digunakan untuk penafsiran tutupan lahan tahun 2010, tutupan lahan sawah yang berada di sekitar tambak berwarna ungu sehingga dapat dibedakanan antara tutupan lahan sawah dan tambak. Perbedaan warna ini dapat disebabkan karena perbedaan kondisi sawah ketika citra diambil.


(49)

5.4.1 Badan Air

Kelas interpretasi badan air merupakan seluruh kenampakan perairan, termasuk laut, sungai, danau, waduk, terumbu karang, dan padang lamun (lumpur pantai) (BAPLAN 2008a). Menurut JICA dan Fahutan IPB (2010) kelas penafsiran badan air merupakan seluruh kenampakan perairan termasuk sungai, laut, danau, waduk, terumbu karang, padang lamun, dll.

(a) (b)

Gambar 12 Tutupan lahan berupa badan air di Danau Batur (a) lokasi pada citra (b) lokasi di lapangan.

Tutupan lahan berupa badan air terdapat di lapangan berupa danau dan laut. Tutupan lahan berupa danau terdapat di bagian Utara pulau Bali, yaitu: Danau Batur, Danau Tamblingan, Danau Bratan, dan Danau Buyan. Titik verifikasi ditempatkan di sekitar Danau Batur (Gambar 12) dan Danau Buyan (Gambar 13). Kelas tutupan lahan badan air pada umumnya memiliki kenampakan warna biru atau biru gelap mendekati hitam, bentuknya cenderung tidak teratur dengan ukuran bervariasi dari kecil hingga besar.

(a) (b)

Gambar 13 Tutupan lahan berupa badan air di Danau Buyan (a) lokasi pada citra (b) lokasi di lapangan.


(50)

38

Melihat perbandingan delineasi antara hasil penafsiran citra ALOS PALSAR tahun 2009 dan penafsiran citra ALOS PALSAR tahun 2010 (Gambar 14), dapat ditarik kesimpulan bahwa kelas tutupan lahan badan air (danau) dapat ditafsir secara jelas dan konsisten.

(a)

(b)

Gambar 14 Perbandingan delineasi badan air (danau) tahun 2009 dan tahun 2010 (a) penafsiran pada lokasi Danau Batur (b) penafsiran pada lokasi Danau Buyan.

Kedua hasil penafsiran hampir tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap tutupan badan air (danau) pada citra. Pada Gambar 14a dan Gambar 14b menunjukkan perbandingan antar delineasi hasil penafsiran badan air (danau) berada pada daerah yang sama.

5.4.2 Bandara

Kelas interpretasi bandara merupakan kenampakan bandara yang berukuran cukup untuk dapat diidentifikasi dan memungkinkan untuk dibedakan dan delineasi sebagai lapangan udara (BAPLAN 2008a). JICA dan Fahutan IPB


(51)

(2010) menyatakan kelas penafsiran bandara sebagai kenampakan bandara berukuran besar dan memungkinkan untuk didelineasi sendiri.

Tutupan lahan berupa bandara terdapat di lapangan berupa Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Titik verifikasi lapangan diletakkan di sekitar Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali (Gambar 15). Tutupan lahan bandara umumnya memiliki kenampakan warna biru dengan bentuk persegi panjang.

(a) (b)

Gambar 15 Tutupan lahan berupa Bandara I Gusti Ngurah Rai (a) lokasi pada citra (b) lokasi di lapangan.

Gambar 16 dibawah ini menunjukkan kemiripan bentuk delineasi hasil penafsiran tutupan lahan bandara citra ALOS PALSAR tahun 2009 dan hasil penafsiran citra ALOS PALSAR tahun 2010. Kemiripan bentuk pada delineasi bandara dan kesamaan lokasi yang ditafsir sebagai bandara menunjukkan bahwa hasil interpretasi menggunakan manual interpretasi citra ALOS PALSAR terhadap tutupan lahan berupa bandara cukup konsisten.

(a) (b)

Gambar 16 Perbandingan delineasi bandara (a) penafsiran tahun 2009 (b) penafsiran tahun 2010.


(1)

55

Dari hasil penafsiran dapat ditarik kesimpulan bahwa wilayah yang ditafsirkan dan di verifikasi sebagai tutupan lahan sawah adalah kurang lebih sama (Gambar 35), dan elemen penafsiran tutupan lahan sawah yang diberikan pada manual penafsiran visual citra ALOS PALSAR dapat dikatakan konsisten. 5.4.11 Semak Belukar

Kelas interpretasi semak belukar merupakan kawasan bekas hutan lahan kering yang telah tumbuh kembali (mengalami suksesi), atau kawasan dengan pohon jarang (alami), atau kawasan dengan dominasi vegetasi berkayu bercampur dengan vegetasi rendah (alami) lainnya, serta umumnya sudah tidak ada kenampakan bekas alur atau bercak penebangan lagi (BAPLAN 2008a). JICA dan Fahutan IPB (2010) mendefinisikan kelas penafsiran semak belukar sebagai tumbuhan alami berupa rumput, perdu, dan pohon kecil. Titik verifikasi ditempatkan di daerah sekitar kaldera Gunung Batur, namun tidak ditemukan adanya semak belukar di lapangan.

5.4.12 Tambak

Kelas interpretasi tambak merupakan aktivitas perikanan darat (ikan/udang) atau penggaraman yang pada umumnya tampak dengan pola pematang di sekitar atau sepanjang pantai (BAPLAN 2008a). JICA dan Fahutan IPB (2010) mendefinisikan kelas penafsiran tambak sebagai segala kenampakan badan air dengan pola budidaya perikanan. Titik verifikasi ditempatkan di lokasi yang ditafsirkan sebagai tambak di Kecamatan Sawan. Wilayah tambak yang ditemukan dilapangan berupa tambak garam (Gambar 36). Tutupan lahan tambak umumnya memiliki kenampakan warna biru dengan bentuk persegi dan berukuran kecil. Tutupan lahan tambak sering ditemukan di daerah pantai atau dekat dengan laut.


(2)

56

(a) (b)

Gambar 36 Tutupan lahan berupa tambak garam di Sawan (a) lokasi pada citra (b) lokasi di lapangan.

Tidak terdapat hasil penafsiran tutupan lahan tambak pada penafsiran tahun 2009 menggunakan citra ALOS PALSAR, sehingga hasil delineasi penafsiran tutupan lahan tambak tidak dapat dibandingkan. Pada Gambar 37a terlihat bahwa terdapat kemiripan penampakan antara tambak dan sawah, pada kondisi seperti ini tutupan lahan tambak dan sawah tidak dapat dibedakan. Pada Gambar 37b dapat dilihat bahwa penampakan tutupan lahan sawah cenderung berwarna ungu, sementara tutupan lahan tambak berwarna biru, sehingga tutupan lahan tambak dan sawah lebih mudah untuk dibedakan.

(a) (b)

Gambar 37 Perbandingan kenampakan citra yang digunakan untuk penafsiran tutupan lahan (a) citra ALOS PALSAR tahun perekaman 2008 digunakan pada penafsiran tutupan lahan tahun 2009 (b) citra ALOS PALSAR tahun perekaman 2009 digunakan pada penafsiran tutupan lahan tahun 2010.


(3)

57

Tutupan lahan sawah dan tambak pada Gambar 37a kemungkinan memiliki kondisi lapangan yang berbeda ketika perekaman dilakukan jika dibandingkan dengan keadaan tutupan lahan pada Gambar 37b. Keadaan lapangan pada saat perekaman untuk Gambar 37a kemungkinan berupa tutupan lahan sawah yang sedang dalam kondisi tergenang air, sehingga warna pada tutupan lahan sawah menjadi cenderung biru. Keadaan lapangan pada saat perekaman untuk Gambar 37b kemungkinan berupa sawah yang sedang dalam kondisi tidak tergenang air, sehingga warna pada tutupan lahan sawah menjadi cenderung ungu.

Elemen penafsiran yang dimiliki oleh tambak dan sawah hanya memiliki perbedaan pada segi lokasi, dimana tambak dekat atau berada di pantai. Namun lokasi keberadaan tutupan lahan sawah yang berada dekat pantai banyak terdapat terutama di wilayah Pulau Jawa dan Bali. Kemiripan elemen penafsiran tersebut dapat menyebabkan kesalahan penafsiran untuk tutupan lahan tambak dan sawah. Kesalahan penafsiran tersebut dapat dikurangi dengan pengetahuan lokal tentang daerah yang ditafsir.


(4)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penafsiran visual citra ALOS PALSAR tahun 2010 wilayah Bali, diperoleh 11 jenis tutupan lahan, yaitu: badan air, hutan lahan kering, pertanian lahan kering, kebun campuran, bandara, hutan mangrove, lahan terbuka, padang rumput, pemukiman, sawah, dan tambak. Akurasi untuk hasil interpretasi visual citra ALOS PALSAR tahun 2009 berupa akurasi umum, dan akurasi kappa berturut-turut sebesar 62,75% dan 57,65%, sementara akurasi untuk hasil interpretasi visual citra ALOS PALSAR tahun 2010 wilayah Bali berupa akurasi umum, dan akurasi kappa berturut-turut sebesar 88,98% dan 85,48%.

Hasil evaluasi manual penafsiran visual citra ALOS PALSAR ialah cukup konsisten untuk menafsirkan tutupan lahan badan air, bandara, hutan mangrove, lahan terbuka, padang rumput, permukiman, pertanian lahan kering. Kekeliruan penafsiran seringkali terjadi pada tutupan lahan hutan lahan kering, kebun campuran, sawah, dan tambak. Manual penafsiran visual citra ALOS PALSAR dapat digunakan sebagai panduan untuk melakukan penafsiran visual pada Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m. Hal ini dibuktikan dengan diperolehnya nilai akurasi kappa diatas 85% pada penafsiran visual tahun 2010.

Penafsiran visual pada tutupan lahan yang memiliki kemiripan elemen penafsiran seperti tambak, sawah, hutan lahan kering, hutan tanaman, dan kebun campuran dapat dengan mudah tertukar atau terjadi salah penafsiran. Hal ini dapat dikurangi dengan tambahan pengetahuan lokal.

6.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap konsistensi hasil penafsiran visual menggunakan manual penafsiran visual citra ALOS PALSAR pada tutupan lahan lain seperti: semak belukar, hutan tanaman, hutan rawa, kebun karet, kebun sawit, dan tambak, untuk memperoleh hasil evaluasi yang menyeluruh terhadap manual penafsiran visual citra ALOS PALSAR.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bainnaura, A. 2009. Aplikasi Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m dan 12,5 m Untuk Identifikasi Tutupan Lahan (Studi Kasus: Kabupaten Bogor dan Sukabumi). [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB.

[BAPLAN] Badan Planologi Kehutanan, Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan, Badan Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan. 2008a. Pemantauan Sumber Daya Hutan. Jakarta: PIPH BAPLAN DEPHUT. [BAPLAN] Badan Planologi Kehutanan Pusat, Inventarisasi dan Perpetaan Hutan,

Badan Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan. 2008b. Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2008. Jakarta: PIPH BAPLAN DEPHUT.

[DEPHUT] Departemen Kehutanan. 2010 Standar Penafsiran Citra Optik Resolusi Sedang.

http://bpkhjogja.net/isdh/sumber-daya-hutan/penutupan-lahan/94-standar-penafsiran-citra-optik-resolusi-sedang. (01 Oktober 2010).

Hendrayanti, IN. 2008. Kajian Citra Alos Palsar Resolusi Rendah untuk Klasifikasi Tutupan Hutan dan Lahan Skala Regional Pulau Jawa. [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. [JAXA] Japan Aerospace Exploration Agency. 2006. PALSAR (Phased Array

type L-band Synthetic Aperture Radar.

http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS/en/about/palsar.htm. (31 Maret 2010). [JICA dan FAHUTAN IPB] Japan International Cooperation Agency, Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 2010. Manual Penafsiran Citra ALOS-PALSAR untuk Mengenali Penutupan Lahan/Hutan di Indonesia. Jakarta: JICA, FAHUTAN IPB.

Jaya, INS. 2002. Aplikasi SIG untuk Kehutanan. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. ________. 2007. Analisis Citra Dijital: Perspektif Penginderaan Jauh untuk

Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB

Lilliesand, TM. dan RW, Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra; diterjemahkan oleh Dulbahri et al. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Liu, C. M, White. dan G, Newell. 2009. Measuring The Accuracy of Species Distribution Models: A Review. dalam Anderssen, R.S., R.D. Braddock and L.T.H. Newham (eds) 18th World IMACS Congress and MODSIM09 International Congress on Modelling and Simulation. Modelling and Simulation Society of Australia and New Zealand and International


(6)

62

Association for Mathematics and Computers in Simulation, July 2009: 4241-4247. ISBN: 978-0-9758400-7-8.

http://www.mssanz.org.au/modsim09/J1/liu_c_J1b.pdf

[PEMPROV BALI] Pemerintah Provinsi Bali. 2010. Geografis, Batas Administrasi, dan Luas Wilayah.

http://www.baliprov.go.id/menu/2010/10/geographi (23 November 2010). Purwadhi, SH. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta: PT. Gramedia

Widiasarana Indonesia.

Prabowo, D. TA, Nugroho. J, Palapa. H, Ardiansyah. 2005. Modul Pengenalan GIS, GPS, dan Remote Sensing. Dept. GIS. Jakarta: FWI.

Prahasta, E. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: Informatika.

Puminda, A.E. 2010. Identifikasi Tutupan Lahan dengan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m dan 12,5 m (Studi Kasus di Propinsi D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah). [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB.

Qinmin, W. L, Feilong. W, Xiaoqin. C, Yunzhi. C, Henglin. 2007. Land Use/Land Cover Change Monitoring Using ALOS PALSAR Data in Fuzhou, China. http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS/conf/Proc_PIsymp2007/contents/proceeding s/LULC/LUG05.pdf [Oktober 2010].

Radityo, G. 2010. Kajian Pemanfaatan Citra ALOS PALSAR Resolusi Sedang untuk Klasifikasi Penutupan Lahan di Pulau Kalimantan Indonesia. [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Riswanto, E. 2009. Evaluasi Akurasi Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan

Citra Alos Palsar Resolusi Rendah Studi Kasus Di Pulau Kalimantan. [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Sutanto. 1987. Penginderaan Jauh. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Tso, B. PM, Mather. 2000. Classification Method for Remote Sensed Data.

London: Tailor dan Francis

Widjojo, S. 1993. Pengantar Sistem Informasi Geografis. Cibinong: BAKOSURTANAL.


Dokumen yang terkait

Evaluasi Akurasi Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra Alos Palsar Resolusi Rendah Studi Kasus Di Pulau Kalimantan

0 22 94

Evaluasi penafsiran citra alos palsar resolusi 12,5 m slope corrected dan 50 meter dengan menggunakan metode manual dan digital dalam identifikasi penutupan lahan (studi kasus di Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi)

3 16 93

Aplikasi dan evaluasi citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dan 12,5 m untuk identifikasi tutupan lahan: studi kasus di Kabupaten Brebes, Cilacap, Banyumas dan Ciamis

2 15 87

Perbandingan penafsiran visual antara Citra Alos Palsar Resolusi 50 m dengan Citra Landsat Resolusi 30 m dalam mengidentifikasi penutupan lahan (Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur)

0 5 180

Aplikasi dan Evaluasi Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m, Resolusi 12,5 m, dan Resolusi 6 m untuk Identifikasi Tutupan Lahan (studi kasus di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Samosir)

0 3 145

Identifikasi Hutan Lahan Basah Menggunakan Citra ALOS PALSAR di Kalimantan Selatan

1 5 55

Aplikasi Citra ALOS PALSAR Multiwaktu Resolusi 50 m dalam Identifikasi Tutupan Lahan di Provinsi Lampung

0 2 136

Model Spasial Pendugaan dan Pemetaan Biomassa di Atas Permukaan Tanah Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 12.5 M.

4 19 51

Klasifikasi dan Detektsi Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 Meter di Wilayah Barat Provinsi Jambi.

0 9 70

Model Penduga Biomassa Hutan Alam Lahan Kering Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 M di Areal Kerja PT. Trisetia Intiga

0 5 165