remaja bila faktor lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat kurang mau memahami dan mengerti keadaan seksual yang dihadapi remaja, ia akan menjadi
manusia yang bersikap tertutup terhadap masalah seksual dan kemungkinan akan melakukan tindakan penyimpangan seksual.
Perubahan fisik dan psikologis remaja disebabkan oleh adanya perubahan hormonal. Hormon dihasilkan oleh kelenjar endokrin yang dikontrol oleh susunan
saraf pusat, khususnya di hipotalamus. Beberapa jenis hormon pertumbuhan growth hormone, hormon gonadotropik, estrogen, progesteron, serta testosterone. Oleh
karena itu dalam hubungan seks bukan hanya alat kelamin dan daerah erogen mudah terangsang, yang ikut berperan tetapi juga psikologis dan emosi. Hubungan seksual
yang dianggap normal adalah hubungan hetereksual dikaitkan dengan norma, agama, kebudayaan, dan pengetahuan manusia yang harmonis dibarengi dengan rasa cinta.
2.6 Cara-cara yang Biasa Dilakukan Remaja dalam Menyalurkan Dorongan
Seksual Pranikah
Cara-cara yang biasa dilakukan remaja dalam menyalurkan dorongan seksual
pranikah yaitu : bergaul dengan lawan jenis, berdandan agar menarik perhatian lawan jenis, berkhayal atau berfantasi tentang seksual, mengobrol tentang seks, menonton
film pornografi, melakukan hubungan seks non penitrasi berpegangan tangan, berpelukan, berciuman pipibibir, cara-cara tersebut ada yang sehat dan ada juga
yang menimbulkan berbagai resiko secara fisik, psikologis dan sosial Astuti, 2009.
2.7 Pacaran
Pacaran atau dating adalah interaksi heteroseksual yang didasari rasa cinta, kasih dan sayang serta saling memberi dan melengkapi pasangannya. Budaya pacaran
sudah menjadi kecenderungan pergaulan remaja yang juga mendominasi perilaku seksual remaja saat ini. Pacaran dianggap sebagai jati diri pergaulan dan identitas
kedewasaan, meskipun pada kenyataannya banyak aktivitas yang menjurus pada perilaku seks tidak aman. Pacaran biasanya terjadi di awal pubertas. Perubahan
hormon dan fisik membuat seseorang mulai tertarik pada lawan jenis. Proses sayang –sayangan dua manusia lawan jenis tersebut merupakan proses mengenal dan
memahami lawan jenisnya dan belajar membina hubungan dengan lawan jenis sebagai persiapan sebelum menikah untuk menghindari ketidakcocokan dan
permasalahan pada saat sudah menikah. Masing–masing pasangan berusaha mengenal kebiasaan, karakter atau sifat, serta reaksi–reaksi terhadap berbagai
masalah maupun peristiwa Narendra, 2008. Pacaran merupakan kenangan yang sangat mengesankan bagi remaja pada
kehidupannya yang mendatang. Dalam masyarakat kita, pacaran memberikan kesempatan bagi remaja untuk meningkatkan kemampuan sosial dan interpersonal
mereka. Pacaran juga mempersiapkan remaja untuk memilih pasangan hidup. Pada beberapa remaja pacaran juga dimanfaatkan untuk melakukan percobaan aktivitas
seksual. Pacaran merupakan kelanjutan dari perkenalan dan diteruskan dengan hubungan individu terhadap lawan jenis. Jadi di dalam pacaran ini laki-laki dan
wanita saling menjajaki seberapa cocok atau tidaknya mereka berdua, termasuk latar
belakang watak, sifat, pendidikan, dan lain-lainnya. Pacaran ini melebihi hubungan sekadar teman, atau teman dekat, namun ini adalah teman paling dekat
Saumiman, 2005. Pacaran juga seringkali dianggap sebagai pintu masuk hubungan yang lebih
dalam lagi, yaitu melakukan berbagai aktivitas perilaku seksual seperti touching, kissing, necking, petting hingga sexual intercourse sebagai wujud kedekatan antara
dua orang yang sedang jatuh cinta. Susan Sprecher dan Kathlen McKiney dalam buku Sexuality 2010 menjelaskan tahap-tahap dalam pacaran :
1. First Seeing Pandangan Pertama
Sebelum terjadinya suatu hubungan di antara dua orang, pada awalnya masing-masing saling menyadari keberadaannya. Kesadaran ini mungkin terjadi
beberapa detik, hari, minggu maupun bulan sebelum interaksi secara tatap muka pada pertama kali. Dua orang mungkin saling menyadari dalam waktu yang bersamaan,
tetapi dapat juga hanya satu pihak yang menyadari. Murstein 2010, menyatakan situasi dimana kesadaran pertama kali terjadi
mungkin dapat mempengaruhi bagaimana keberlanjutan suatu hubungan ke tahap first meeting dengan cepat dan mudah, membedakan antara tempat terbuka dan
tertutup sebagai kondisi dimana suatu hubungan dimulai. Tempat yang tertutup ditandai dengan kehadiran sedikit orang dimana semuanya memiliki kemungkinan
untuk berinteraksi. Pada tempat yang tertutup, kesadaran dan interaksi di antara anggota terjamin,
dan terjadi secara spontan. Sebaliknya, tempat terbuka berisi banyak orang. Sebagai
contoh adalah tempat umum seperti mall, bar. Kesadaran pertama bisa saja terjadi pada tempat terbuka, tetapi pertemuan dengan bertatap muka mungkin tidak terjadi
sampai beberapa waktu kemudian. Hal tersebut dikarenakan tempat yang terbuka tidak memiliki interaksi yang terstruktur di antara semua anggota, dimana orang perlu
untuk merencanakan bagaimana mereka akan bertemu seseorang yang mereka perhatikan.
1. First Meeting Pertemuan Pertama
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian Berger tentang awal suatu hubungan, orang menggunakan tiga cara untuk bertemu orang lain dalam tempat yang
terbuka. Cara pertama adalah memperkenalkan diri mereka, yang diawali dengan observasi, saling berpandangan atau memperhatikan apa adanya. Cara kedua adalah
dengan memberikan isyarat non verbal, dan menunggu orang lain untuk memperkenalkan diri.
2. First Dating Kencan Pertama
Banyak hal yang dapat menghalangi kencan pertama, seperti malu, cemas akan penolakan, dan norma peran seks tradisional yang menyatakan bahwa perempuan
tidak layak untuk memulai suatu hubungan. Tetapi untuk sebagian orang, keinginan yang kuat untuk memulai suatu hubungan dapat mengatasi penghalang yang mereka
hadapi. Baik laki-laki maupun perempuan berperan dalam terjadinya kencan pertama, walaupun dalam cara yang berbeda. Namun laki-laki tetap mendominasi sampai pada
kencan pertama.
Di bawah ini merupakan salah satu hasil penelitian kualitatif di salah satu Youth Center Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
“Pacaran tidak harus selalu berakhir dengan pernikahan, karena sekedar mencari kecocokan atau ketidakcocokan. Tetapi pacaran itu
seharusnya lepas dari yang namanya hubungan seksual., jadi sebatas membicarakan masalah, tukar pikiran, jalan bareng, lalu pegangan tangan,
membelai rambut. Kalau untuk cium bibir di Indonesia saat ini masih dianggap belum layak, entah besok–besok. Tetapi untuk hubungan seksual
aku tetap tidak setuju. Jika sudah yakin menikah maka hubungan seksual justru tidak perlu dilakukan”.
Informan dalam penelitian tersebut ialah sebanyak 30 orang, dimana semua informan mendefinisikan arti pacaran sebagai dua orang berbeda jenis kelamin saling
menyukai, atau berkomitmen, kedekatan dua orang yang dilandasi cinta, dan masa penjajakan mencari pasangan hidup. Menurut informan, hal yang boleh dilakukan
pada saat pacaran yaitu mengirim surat, mengobrol, berpegangan tangan, berciuman, dan untuk informan yang aktif seksual ditambah hubungan seksual. Namun tidak
semua informan yang sudah aktif seksual menganggap hubungan seksual harus dilakukan pada setiap proses pacaran. Terdapat perbedaan pandangan mengenai
konsep pacaran di antara laki–laki dan perempuan. Kutipan di atas merupakan pendapat seorang informan laki–laki yang sudah aktif seksual, namun tetap
menganggap bahwa pacaran seharusnya lepas dari hubungan seksual, apalagi jika sudah pasti menikah. Pacaran tidak selalu berakhir dengan pernikahan karena sekedar
mencari kecocokan atau ketidakcocokan. Penelitian yang dilakukan oleh Triratnawati 2009, menunjukkan bahwa
remaja laki–laki memang cenderung mempunyai perilaku seksual yang agresif, terbuka, gigih, terang–terangan, serta lebih sulit menahan diri dibandingkan remaja
perempuan. Akibatnya, banyak remaja perempuan mendapatkan pengalaman pertama hubungan seksual pranikah dari pacarnya.
Sabirin 2009 menggambarkan mengenai tahapan pacaran yang meliputi : a
Tahap Ketertarikan b
Tahap Ketidakpastian c
Tahap Komitmen dan Keterikatan d
Tahap Keintiman Jenis perilaku seksual yang sering dilakukan remaja dalam berpacaran
biasanya bertahap mulai dari timbulnya perasaan saling tertarik, lalu diikuti kencan, bercumbu dan akhirnya melakukan hubungan seksual. Pada umumnya perilaku
seksual, sebagaimana didefinisikan para pakar, mencakup berciuman baik cium pipi atau cium bibir, berpegangan tangan dengan lawan jenis; onani atau masturbasi;
memegang dan meraba payudara; meraba alat kelamin; oral seks dan anal seks bercumbu dengan mulut dan anus sebagai media, necking bercumbu dengan cara
menggigit leher pasangan atau lazim dikenal dengan cupang; petting menggesek– gesek alat kelamin dan coitus senggama penuh. Boyke 2010, menyimpulkan
bahwa dalam berpacaran tak mungkin dihindarkan terjadinya ciuman kissing, dengan bagaimanapun caranya kissing merupakan perilaku seksual yang muncul
spontan dan merupakan puncak ekspresi rasa sayang secara seksual.
Perilaku seksual yang banyak dilakukan oleh remaja dapat menimbulkan berbagai dampak, seperti yang dijelaskan dalam tabel berikut ini:
PERILAKU ASIKNYA
NGGAK ASIKNYA
Nggak disalurkan
• Nggak merasa berdosa
• Nggak bakal hamil
• Diterima masyarakat
• Nggak ‘greng’
Pegangan tangan
• Aman
• nggak bakalan hamil
• diterima masyarakat
• Bosan
• Nggak seru
Ciuman •
Nggak hamil •
Romantis •
bisa dinikmati •
Malu kalo ketauan •
Merasa berdosa • bisa nularin penyakit
Masturbasi •
Aman dari kehamilan •
Bisa puas juga •
Aman dari PMSAIDS •
Merasa bersalah •
Merasa berdosa Petting
• Bisa puas juga
• Kemungkinan hamil kecil
bukan berarti nggak bisa •
Lebih ‘greng’ dibanding ciuman
• Bisa menularkan PMS
• Bisa menimbulkan
• Lecet di alat kelamin
Hubungan seks •
Paling “heboh” •
Variasi banyak •
Sensasi paling “greng” •
Resiko hamil besar •
Resiko tertular PMS •
Resiko dicela •
masyarakat Sumber : Buklet Perilaku Seksual dan Pacaran Sehat Abimanyu, 2009.
2.8
Faktor faktor yang Memengaruhi Remaja Pacaran Melakukan Hubungan Seksual Pranikah
Menurut seksolog Ronosulistyo dalam Hadi 2008, remaja merupakan kelompok rentan terhadap rangsangan seksual. Pada fase ini, kelompok ini sedang
berada dalam suatu masa pancaroba hormon yang berbuntut pada tinggi-tingginya gairah seksual. Faktor-faktor yang menyebabkan remaja melakukan hubungan
seksual pranikah yaitu :
2.8.1 Umur
Remaja merupakan masa krisis, dimana pada masa itu remaja sedang mencari identitas diri. Dalam hal ini remaja tidak lagi dianggap sebagai anak-anak, tetapi
belum juga dianggap sebagai orang dewasa. Pertimbangan baik buruk pada usia remaja sangat tergantung bagaimana peranan orang tua, kelompok sepermainan dan
lingkungan sekitarnya. Usia remaja merupakan saat yang menentukan kehidupan mendatang. Gairah dan ketertarikan pada lawan jenis, ketidaktahuan akan sebab
akibat. Ditambah informasi yang berkembang pesat, seringkali membuat remaja terjebak pada masalah-masalah yang sebenarnya dapat dihindari.
Dalam hal ini, awal masa remaja pada wanita tidaklah sama. Pada wanita umur 10-15 tahun di tandai dengan munculnya tanda-tanda seksual sekunder, seperti
pembesaran payudara, tumbuhnya bulu, dan bulu ketiak, penimbunan jaringan lemak pada pinggul dan paha, sehingga tampak feminim dan menarik, kemudian datangnya
haid. Sebaliknya, pada pria antara 12-16 tahun, dengan di tandai bertambah besarnya penis dan testis, bulu dan bulu ketiak serta suara mulai berat dan mengalami mimpi
basah. Remaja menengah dan remaja remaja akhir, cenderung lebih memiliki sifat
permisif dibandingkan dengan remaja awal, dimana pengaruh orang tua masih cukup besar mempengaruhi sikap mereka, tetapi perilaku seksual pranikah akan mulai
terjadi jika seseorang sudah berusia 16 tahun atau seseorang yang mengalami masa pubertas lebih cepat. Selain itu seksolog tersebut juga mengungkapkan adanya suatu
kecenderungan bahwa semakin meningkatnya usia seseorang maka tingkat perilaku seks pranikah semakin meningkat.
2.8.2 Agama
Sekuat-kuatnya mental seseorang remaja agar tidak tergoda dengan pola hidup seks bebas jika remaja terus mengalami godaan dalam kondisi yang bebas dan tidak
terkontrol, tentu saja suatu saat akan tergoda pula untuk melakukannya. Godaan semacam ini akan lebih berat lagi bagi remaja yang memang benteng mental
agamanya atau sistem religius yang tidak kuat dalam diri individu. Clayton dan Bokermier 2009, menemukan bahwa sikap tidak permisif terhadap hubungan
seksual pranikah dapat dilihat dari aktifitas keagaaman dan religiusitas.
2.8.3 Pengalaman Pacaran Hubungan Afeksi
Individu yang pernah menjalin hubungan afeksi atau berpacaran dari umur yang lebih dini, cenderung permisif terhadap perilaku seks pranikah. Begitu juga
dengan halnya dengan individu yang telah banyak berpacaran dengan individu yang berusia sebaya dengannya.
Staples dan Faturochman 2010, menyebutkan bahwa pengalaman berpacaran dapat menyebabkan seseorang permisif terhadap perilaku seks pranikah.
Selanjutnya dalam penelitiannya, mereka menemukan bahwa pengalaman pacaran sangat besar pengaruhnya dalam berperilaku hubungan seks pranikah.
2.8.4 Pengetahuan Seks
Notoadmodjo 2007, menyatakan pengetahuan merupakan hasil dan tahu, setelah orang melakukan penginderaan terhadap satu objek tertentu. Sebagian besar
pengetahuan manusia didapatkan melalui pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan. Pengetahuan merupakan hal yang
dominan yang sangat efektif untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan psikis dalam menemukan masa percaya diri mapun
dorongan sikap dan perilaku setiap hari. Berbicara mengenai pengetahuan tentang seks, sampai saat ini remaja
cenderung tidak mendapatkan pengetahuan yang cukup mengenai seksualitas. Ronosulistyo dalam Hadi 2010, menyatakan bahwa :
Dorongan seksual, sebagai akibat salah informasi dan kurangnya pengetahuan mental, moral dan etika dapat menyebabkan remaja untuk
eksperimen seksual aktif sebelum mereka benar-benar matang. Peer group dan informasi media memainkan peran penting dalam memberikan informasi,
yang dapat menyebabkan remaja mengalami
hubungan seksual. Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa perilaku seksual, timbul sebagai
hasil dari kurangnya informasi serta tidak adanya kesiapan mental, moral dan etika. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa pengetahuan mengenai seksual yang salah
mampu mendorong remaja untuk aktif bereksperimen seksual sebelum mereka benar –benar mencapai kematangan. Teman sebaya dan media informasi berperan penting
untuk memberikan informasi mengenai seksual yang belum tentu benar, hal ini dapat menjadikan remaja melakukan hubungan seksual sebelum menikah.
Dalam hal ini, perlu sekali bagi remaja untuk memperoleh informasi serta pengetahuan mengenai kesehatan seksual. Isu–isu kesehatan seksual remaja,
termasuk kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi yang tidak aman sebagaimana didefinisikan WHO, penyakit menular melalui hubungan seksual dan HIVAIDS,
dalam hal ini sebaiknya dilakukan pendekatan melalui promosi perilaku seksual yang bertanggung jawab serta reproduksi yang sehat, termasuk disiplin pribadi yang
mandiri serta dukungan pelayanan yang layak dan konseling yang sesuai secara spesifik untuk umur mereka. Penekanan kehamilan remaja secara umum juga
diharapkan. Pernyataan tersebut merupakan isi dari dokumen kairo mengenai masalah kesehatan seksual dan reproduksi remaja yang tertulis sebagai berikut :
Isu-isu kesehatan seksual dan reproduksi remaja, termasuk kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi yang tidak aman seperti yang didefinisikan oleh
Organisasi Kesehatan Dunia, dan PMS dan HIV AIDS, semua ditangani melalui promosi perilaku reproduksi dan seksual yang bertanggung jawab
dan sehat, termasuk pantang sukarela, dan penyediaan layanan yang sesuai dan konseling secara khusus cocok untuk kelompok usia tersebut. Penurunan
substancia di seluruh kehamilan remaja juga mendesau
. 2.8.5
Jenis Kelamin
Perkembangan seksualitas pada masa remaja di tandai dengan matangnya organ reproduksi. Setelah seorang gadis mengalami menstruasi yang pertama dan
mimpi basah pada laki–laki, maka sejak saat itu fungsi reproduksinya bekerja dengan segala konsekuensinya. Peristiwa yang merupakan pengalaman baru bagi remaja
laki–laki adalah terjadinya nocturnal ejaculation yaitu keluarnya sperma ketika tidur, yang biasanya didahului oleh mimpi erotic mimpi basah. Nocturnal ejaculation
biasanya terjadi bersama–sama dengan nocturnal orgasm orgasme : puncak reaksi seksual yang menimbulkan sensasi erotik yang menyenangkan. Sedangkan pada
remaja perempuan, frekuensi nocturnal orgasm orgasme : puncak reaksi seksual yang menimbulkan sensasi erotik yang menyenangkan lebih jarang. Tetapi frekuensi
menjadi lebih sering pada remaja perempuan yang sebelumnya pernah mengalami orgasme, misalnya melalui masturbasi atau hubungan seksual.
Secara psikis, perubahan yang terjadi pada remaja ialah munculnya dorongan seksual, perasaan cinta dan tertarik kepada lawan jenisnya. Perasaan–perasaan ini
juga tidak dapat dilepaskan dari pengaruh hormon testosteron yang berpengaruh besar pada seksualitas manusia. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan
dengan remaja wanita, remaja pria lebih cenderung lebih banyak memberikan respons terhadap stimulus seksual. Selain itu, perilaku seksual remaja dan pengetahuan
remaja tentang seksual tampak berbeda antara remaja pria dan wanita. Tak bisa dipungkiri perbedaan itu berasal dari adanya norma seksual berlaku standar ganda
dalam masyarakat. Standar ganda dalam masyarakat menyebabkan remaja pria lebih bebas dalam mengekspresikan diri dan bebas mengkomunikasikan masalah seksual
kepada lingkungan sekitar. Remaja pria biasanya lebih mudah tertarik terhadap masalah seksual, lebih mudah terangsang, dan lebih besar kebutuhan seksualnya
dibandingkan dengan remaja wanita sehingga remaja pria dianggap lebih mempunyai pengetahuan dalam masalah seksual, dibandingkan dengan remaja wanita. Hadi,
2010. Roche 2010, dalam penelitiannya menemukan bahwa pria cenderung lebih
permisif terhadap perilaku seksual pranikah dibandingkan wanita, selain itu pria lebih mementingkan keintiman fisik tanpa memperhatikan keterlibatan emosional dalam
hubungan heteroseksual. Sedangkan wanita lebih mementingkan kualitas hubungan
sehingga pada wanita keterlibatan emosional mempengaruhi tingkat penerimaan keintiman fisik yang dilakukan pasangannya.
2.8.6 Pengaruh Teman Sebaya Peer Group
Pengaruh lingkungan pada tahap yang pertama diawali oleh pergaulan dengan teman. Pada usia 9-15 tahun hubungan pertemanan merupakan hubungan yang akrab
yang diikat oleh minat yang sama, kepentingan yang sama dan saling membagi perasaan, saling tolong menolong untuk memecahkan masalah bersama. Pada usia ini
mereka juga bisa mendengar pendapat pihak ketiga. Pada usia yang agak lebih tinggi, dua belas tahun keatas, ikatan emosi bertambah kuat dan mereka akan saling
membutuhkan. Akan tetapi, mereka juga saling memberi kesempatan untuk mengembangkan kepribadiannya masing–masing hal tersebut merupakan pendapat
Selman yang dikutip oleh Sarwono 2007. Hadi 2010, menyatakan bahwa bagi remaja, teman sebaya mendapat
perhatian dan prioritas utama lebih dari perhatian dan prioritas bagi keluarga. Hal tersebut dapat terjadi karena, remaja menganggap teman–teman mereka lebih
memberikan pengertian, dukungan dan penampungan. Dengan teman, remaja dapat lebih mudah untuk membagi perasaan ataupun kesulitan–kesulitannya. Teman selalu
siap menampung masalah karena merasa senasib. Dalam hal ini remaja juga sering mendapat persetujuan approval dan penerimaan acceptance dari teman sebayanya.
Itulah sebabnya banyak remaja yang lebih terbuka pada teman sebaya. Dalam hal ini teman sebaya berfungsi sebagai suatu sumber informasi yang
paling disukai oleh para remaja. Dengan hubungan yang erat seperti ini, dalam
berperilaku remaja cenderung mengamati perilaku kelompok, mencari bantuan yang potensial kemudian juga saling menukar informasi untuk memperkecil persepsi.
Teman sebaya merupakan bagian terkecil dalam kehidupan remaja yang sangat penting peranannya bagi mereka. Informasi mengenai hubungan seksual banyak
diminati atau dibicarakan oleh remaja yaitu diantaranya ialah mengenai cara berhubungan seks, akibat berhubungan seksual, perkembangan alat reproduksi serta
perilaku seks pranikah. Mengenai pengaruh kelompok sebaya terhadap masa remaja, Hurlock 2003,
mengutip pernyataan Horrocks Benimof mengenai pengaruh kelompok sebaya pada masa remaja yaitu sebagai berikut :
“Kelompok sebaya merupakan dunia nyata kawula muda, yang menyiapkan panggung dimana ia dapat menguji diri sendiri dan orang lain. Di dalam
kelompok sebaya ia merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya; disinilah ia dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya dan tidak dapat
memaksakan sanksi – sanksi dunia dewasa yang justru ingin di hindari. Kelompok sebaya memberikan sebuah dunia tempat kawula muda dapat
melakukan sosialisasi dalam suasana di mana nilai – nilai yang berlaku.” Keterikatan pada teman sebaya seringkali menjerumuskan para remaja ke hal
negatif. Demi alasan solidaritas, sebuah “geng” sering kali memberikan tantangan atau tekanan–tekanan kepada anggota kelompoknya peer pressure yang terkadang
berlawanan dengan hukum atau tatanan sosial yang ada. Tekanan itu bisa saja berupa paksaan untuk menggunakan narkoba, mencium pacar, melakukan hubungan seks dan
sebagainya. Saifuddin 2008, berpendapat bahwa konsep pacaran, ciuman bibir secara intens, disertaitidak merabamenempelkan alat vital merupakan standar peer
group, yang kemudian bervariasi secara individual.
2.8.7 Tempat Tinggal
Menyinggung tentang lokasi favorit untuk melakukan perbuatan terlarang tersebut bersama pacar paling sering dilakukan di rumah atau di rumah. Bahkan ada
yang nekat melakukannya di mobil atau tempat-tempat sunyi lainnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh PKBI 2005, di Palembang, Tasik Malaya, Cirebon,
Singkawang, menyatakan dari 85 dari responden melakukan hubungan seks pranikah pada usia 13–15 tahun di rumah mereka dengan pacar.
2.8.8 Media Pornografi
Hadi 2010, menyatakan bahwa media adalah alat atau sarana yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak.
Sedangkan media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak penerima dengan menggunakan alat–alat komunikasi
mekanis seperti surat kabar, film, radio dan televisi. Melalui berbagai macam media massa, remaja dapat berkenalan dengan berbagai macam peristiwa yang terjadi dalam
masyarakat , peristiwa yang terjadi di dalam negeri maupun luar negeri. Media massa tulis surat kabar, majalah, buku–buku, media massa audio visual TV, Video
Cassette, Film, media massa auditif radio, cassette recorder, walkman mempunyai pengaruh terhadap perkembangan kepribadian remaja.
Karakteristik media massa adalah : 1.
Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan, pengelolaan sampai dengan
penyajian informasi
2. Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang
memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dengan penerima. Kalaupun terjadi reaksi atau umpan balik, biasanya memerlukan waktu
dan tertunda. 3.
Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, dimana
informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang pada saat yang sama.
4. Memakai peralatan teknis atau mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar
dan semacamnya. 5.
Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin dan suku bangsa.
Triratnawati dan Cadwell 2010, menyatakan bahwa informasi mengenai seks umumnya diperoleh dari video porno dan majalah porno. Film dan video porno
telah membantu perkembangan remaja wanita dalam ide berpacaran dan pada remaja pria dalam ide melakukan hubungan seksual.
2.8.9 Lingkungan Keluarga
Soetjiningsih 2009, menyatakan bahwa keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat tetapi sangat penting perannya dalam menumbuhkan anak menjadi
remaja yang sehat secara biologis, psikologis dan sosial termasuk seksualitas yang sehat. Peran orang tua dalam mendidik anak sangat menentukan pembentukan
karakter dan perkembangan kepribadian kepribadian anak. Selanjutnya saluran
komunikasi yang baik antar orang tua dan anak akan menciptakan saling memahami terhadap masalah–masalah umum khususnya mengenai problematika remaja sehingga
akan berpengaruh terhadap sikap maupun perilaku yang akan diberi anak sesuai dengan nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua mereka.
Sianipar 2008, mengatakan bahwa orang tua memegang peranan penting untuk meningkatkan pengetahuan remaja secara umum dan khususnya kesehatan
reproduksi. Semakin tinggi tingkat pemantauan orang tua terhadap anak remajanya semakin rendah perilaku penyimpangan menimpa remaja. Lebih jauh Andayani
2009, menyatakan bahwa orang tua harus dapat menyediakan waktu yang cukup untuk berinteraksi dengan anak mereka di rumah dan saling berbicara apa saja
mengenai kehidupan yang berhubungan dengan remaja, tidak hanya mengatur dan menyalahkan atau tidak dapat menjadi teman yang baik. Oleh karena itu, disamping
komunikasi yang baik dengan anak, orang tua juga perlu mengembangkan kepercayaan anak pada orang tua.
Di zaman sekarang banyak kita temukan masalah sosial yang berhubungan dengan individu dimana kasusnya individu zaman sekarang sulit untuk dikontrol,
biasanya individu sekarang sifatnya sangat bebas mereka lebih sering melakukan tindakan yang lebih memprioritaskan kepentingan pribadi yang penting
menguntungkan dirinya sendiri. Hal ini dikarenakan kurangnya peranan keluarga dalam membangun individu, padahal keluarga memiliki beberapa fungsi tertentu
untuk membangun sifat individu yang baik. Untuk menyelesaikan masalah sosial tersebut keluarga harus memiliki beberapa fungsi antara lain :
1. Fungsi Pendidikan
Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak bila kelak dewasa.
2. Fungsi Sosialisasi Anak
Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.
3. Fungsi Perlindungan
Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa
aman. 4.
Fungsi Perasaan Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif merasakan
perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu
sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga. 5.
Fungsi Religius Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan mengajak anak
dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada keyakinan lain yang
mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.
6. Fungsi Ekonomis
Tugas kepala keluarga dalam hal ini adalah mencari sumber-sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain, kepala keluarga
bekerja untuk mencari penghasilan, mengatur penghasilan itu, sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi rkebutuhan-kebutuhan keluarga.
7. Fungsi Rekreatif
Tugas keluarga dalam fungsi rekreasi ini tidak harus selalu pergi ke tempat rekreasi, tetapi yang penting bagaimana menciptakan suasana yang
menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat dilakukan di rumah dengan cara nonton TV bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing, dan
sebagainya. 8.
Fungsi Biologis Tugas keluarga yang utama dalam hal ini adalah untuk meneruskan keturunan
sebagai generasi penerus. Memberikan kasih sayang, perhatian dan rasa aman diantara keluarga, serta
membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga. Sedangkan hubungan antara individu dengan masyarakat adalah jika di dalam masyarakat terdapat
sekumpulan individu yang memiliki sifat unggul maka kehidupan di masyarakat tersebut akan aman, damai dan sejahtera.
Jika ada remaja yang sampai melakukan perilaku seks pranikah, itu hanya karena bebasnya pergaulan dan mungkin dari faktor dari bimbingan atau pola asuh
orang tua dirumah yang tidak peduli atau tidak terbuka untuk membicarakan seks
pada anaknya. Padahal di saat ini pergaulan di dunia remaja semakin bebas. Pada keluarga yang tinggal dikota besar, sudah merupakan suatu pola kehidupan yang
dimana ayah dan ibu bekerja. Hal tersebut sering kali mengakibatkan kehidupan anak-anak mereka kurang mendapatkan perhatian yang cukup. Sehingga pada remaja
kurang dapat mendapatkan pengawasan dari orang tua dan memilki kebebasan yang terlalu besar.
2.9 Kesehatan Reproduksi Remaja
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera baik fisik, mental dan sosial yang utuh tidak semata–mata bebas dari penyakit dan kecacatan dalam semua hal
yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya Depkes, 2003. Sedangkan kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut
sistem fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata–mata bebas dari penyakit dan kecacatan namun juga sehat secara fisik,
mental dan sosial kultur BKKBN, 2005. Sehat meliputi tidak tertular penyakit yang menggangu kesehatan reproduksi, tidak menyebabkan kehamilan yang tidak
diinginkan. Sehat mental yaitu percaya diri, mampu berkomunikasi dan mampu mengambil keputusan atas segala resiko, sedangkan sehat sosial meliputi
pertimbangan nilai–nilai yang berlaku, baik nilai–nilai yang berlaku, baik nilai–nilai agama, budaya, maupun nilai–nilai sosial.
Kesehatan reproduksi merupakan unsur yang intrinsik dan penting dalam kesehatan umum baik perempuan maupun laki–laki. Kesehatan reproduksi berarti
manusia mampu melakukan kehidupan seksual yang aman dan memuaskan serta bertanggung jawab dan memiliki kemampuan untuk bereproduksi.
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode atau pendekatan kualitatif dengan rancangan studi kasus. Dilakukan dengan observasi dan wawancara mendalam untuk
memperoleh informasi dan menggali realita tentang perilaku seksual yang dilakukan oleh informan yang berpacaran di Kecamatan Medan Petisah Tahun 2012
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Petisah, yang dikenal sebagai salah satu wilayah, sering dianggap oleh khalayak ramai sebagai wilayah prostitusi
sehingga beresiko terhadap masyarakat di sekitarnya terutama bagi kaum remaja untuk terpapar dan berdampak terhadap perilaku seksual mereka.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai dari Februari sampai Juli 2012.
3.3 Informan Penelitian
Informan dalam penelitian saya ini terdiri dari 4 pasang remaja, 2 dewasa muda dan ibu remaja putri tersebut.
1. Afsaana 14 Tahun vs Van Damme 15 Tahun
2. Anjaana 14 Tahun vs Rambo 16 Tahun