Strongyloides, Protozoa Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis, jamur Candida albicans Kliegman, 2006.
Diare dapat juga disebabkan oleh intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi namun tetap sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi. Di Indonesia, penyebab
utama diare adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter, E. Coli, dan Entamoeba histolytica Depkes RI, 2000.
2.4.2. Patogenesis Diare
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan oleh rotavirus. Virus ini menyebabkan 40-60 dari kasus diare pada bayi dan anak Simatupang, 2004.
Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman. Kemudian virus itu akan sampai ke sel-sel epitel usus
halus dan akan menyebabkan infeksi dan merusakkan sel-sel epitel tersebut. Sel-sel epitel yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit baru yang berbentuk kuboid atau
sel epitel gepeng yang belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vlli usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap
cairan dan makanan dengan baik. Cairan dan makanan tadi akan terkumpul di usus halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini menyebabkan banyak
cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus
dan terjadilah diare Kliegman, 2006.
2.5.Gejala Diare
Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada,
kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir
Universitas Sumatera Utara
ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya
defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala
muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit
Kliegman, 2006. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun- ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering
Hasan dan Alatas, 1985. Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson 2006, dinyatakan bahwa berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh,
diare dapat dibagi menjadi : •
Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
•
Diare dengan dehidrasi ringan 3-5
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang- kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan
menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
•
Diare dengan dehidrasi sedang 5-10
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta
Universitas Sumatera Utara
kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang
≥ 2 detik dengan kulit yang dingin yang dingin d an pucat. •
Diare dengan dehidrasi berat 10-15
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air
mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang
≥ 3 detik dengan kulit yang dingin dan pucat.
2.6.Faktor Resiko Diare pada Balita 2.6.1. Faktor Gizi
Sutoto 1992 menjelaskan bahwa interaksi diare dan gizi kurang merupakan “lingkaran setan”. Diare menyebabkan kekurangan dan akan memperberat diare. Oleh
karena itu, pengobatan dengan makanan yang tepat dan cukup merupakan komponen utama pengelolaan klinis diare dan juga pengelolaan di rumah.
Berat dan lamanya diare sangat dipengaruhi oleh status gizi panderita dan diare yang diderita oleh anak dengan kekurangan gizi lebih berat jika dibandingkan
dengan anak yang status gizinya baik karena anak dengan status gizi kurang keluaran cairan dan tinja lebih banyak sehingga anak akan menderita dehidrasi berat. Menurut
Suharyono 1986, bayi dan balita yang kekurangan gizi, sebagian besarnya meninggal karena diare. Hal ini dapat disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2. Faktor Sosial Ekonomi