Etika Murid Analisis Pemikiran al-Zarnuji tentang Guru dan murid
99
Metode dalam Ta‟lim bukan hanya dinamakan dalam aktivitas ceramah, diskusi, resitasi dan semacamnya yang lebih mengedepankan pencapaian
“kecerdasan intelektual” sebagaimana sering dipahami di zaman ini. Metode dimaknakan lebih jauh, yaitu pada cara pencapaian “kecerdasan emosional yang
religius”, sehingga dapat memangun watak perspektif ini, maka akhlak baik yang dimiliki oleh subyek didik termasuk bagian dari wacana metode.
Etika Murid dalam kitab Ta‟lim Muta‟allim Dijelaskan dalam kitab Ta‟lim Muta‟allim bagi setiap pelajar sebaiknya mempunyai kewajiban yang harus
dilakukan yaitu : 1.
Setiap pelajar harus menata niat dalam menuntut ilmu, karena niat adalah pokok dari segala ibadah. Yaitu niat ikhlas mengharap ridha Allah.
2. Tidak mencari ilmu tjuan ntuk dunia
3. Memilih Guru yang lebih wara‟i dan lebih tua
4. Bermusyawarah dengan orang alimketika akan pergi menuntut ilmu atau
dalam segala urusan 5.
Harus sabar dalam setiap ujian 6.
Menghormati ilmu dan guru dengan cara : Tidak berjalan di depannya, tidak duduk ditempatnya, tidak memulai bicara
padanya kecuali dengan ijinnya. Tidak berbicara sesuatu kecuali bila guru sedang capek atau bosan, harus menjaga waktu, jangan megetuk pintunya tapi menunggu
sampai beliau keluar.tidak duduk didekat guru kecuali darurat. etika kepada gurunya dan kewajibanya sebagai murid. Karena begitu tinggi penghargaan itu
sehingga menerapkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan Nabi. Agar
100
siswa bisa memuliakan gurunya. Az Zarnuji: 91. Maka sebaiknya seorang murid diperlukan internalisasi sikap wara‟ dalam beretika terhadap guru, sikap ini akan
menjadikan ilmu yang didapat mempunyai berdaya guna lebih banyak. Adapun sikap murid terhadap guru antara lain adalah penghormatan dan
pengahargaan kepada ilmu dan guru. Az Zarnuji tidak menjadikan keduanya analistik, sebagaimana ia juga tidak memisahkan antara intelektualitas pendidikan
dan spiritualnya. Seorang murid tidak dibenarkan hanya menimba intelektualitas seseorang, tetapi hak yang melekat padanya ditelantarkan. Pendidikan mempunyai
dasar “hak atas karya intelektual” yang pantas dihargai dengan sikap pemuliaan dan penghargaan material. Etika murid terhadap guru dalam perilaku taat pada
perintah dan menjauhi larangan-Nya selama masih dalam koridor kepatuhan kepada Allah, bukan sebaliknya. Tampilan rinci lain lebih mengarah pada “budi
pekerti” yang di masa sekarang perlu ditegakkan, tetapi berangsur luntur. “Barang siapa berkeinginan anaknya menjadi ilmuan, maka sebaiknya ia bersedia untuk
merawat, memuliakan, memberi sesuatu dan mengagungkan ahli”. Az Zarnuji, t.th: 17. Dalam kitab Ta‟lim Muta‟allim menjelaskan bahwa “keberhasilan
seseorang tergantung dari penghormatannya, kegagalannya adalah karena mere
mehkannya”. Sesunguhnya bagi seorang murid yang baik, agar mendapatkan ilmu dari gurunya hendaknya mempunyai etika yang baik di setiap menerima,
mendengarkan, mengerjakan apa yang disampaikan gurunya dan jangan sekali- kali sebaliknya meremehkan guru. 62 Selanjutnya seorang pelajar juga harus
bersikap rendah hati pada ilmu dan guru. Seorang murid juga harus mencari kerelaan guru, harus menjauhi hal-hal yang menyebabkan ia murka, mematuhi
101
perintahnya asal tidak bertentangan dengan agama. Dengan cara demikian ia akan tercapai cita-citanya. Ia juga harus menjaga keridhaan gurunya. Ia jangan
menggunjing gurunya. Dan jika ia tidak sanggup mencegahnya, maka sebaiknya ia harus menjauhi orang tersebut. Selanjutnya seorang murid hendaknya tidak
memasuki ruangan kecuali setelah mendapat izinnya. Seorang pelajar tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan mengambil manfaatnya, tanpa mau menghormati
ilmu dan guru. Karena ada yang mengatakan bahwa orang-orang yang telah berhasil mereka ketika menuntut ilmu sangat menghoramati tiga hal tersebut. Dan
orang-orang yang tidak berhasil dalam mnuntut ilmu, karena mereka tidak mau menghormati atau memuliakan ilmu dan gurunya. Karena ada yang mengatakan
bahwa menghormati itu lebih baik daripada mentaati. Az Zarnuji, t.th: 16. Az- Zarnuji mengatakan bila seorang murid lebih menghormati seorang guru itu
menaikkan tingkat ketakwaan kepada Allah SWT sangat tinggi, ketinggian beretika terhadap guru, pada orang lain yang lebih tua, apalagi kepada Allah SWT
dalam ketakwaannya semakin meningkat maka Allah akan mengangkat harkat dan martabatnya. Hubungan Murid dan Guru Az Zarnuji dalam kitabnya Ta‟lim
Muta‟allim berpendapat tentang persoalan hubungan guru dan murid, menganggap guru sebagai elemen terpenting dalam pembelajaran. Karena guru
harus dihormati dan diikuti tidak boleh dibantah atau disanggah sedikitpun. Menurut Az Zarnuji berpindah ilmu dengan berpindah guru atau tempat dapat
mengakibatkan ketidak berkahan membuat waktu sia-sia dan dapat menyakiti hati seorang guru. Az Zarnuji menyebut hal ini sebagian bentuk dari ketidak pahaman
dan ketidaksabaran serta memperturutkan hawa nafsu. Tentang hubungan guru
102
dan murid adalah bahwa guru memiliki kedudukan uang sedemikian rupa, sehingga murid harus menghormatinya dengan sedemikian rupa pula. Syaikh
Sadiduddin Asy Syairozi, menceritakan nasehat dari gurunya “siapapun yang menghendaki anaknya menjadi seorang alim, maka hendaklah ia memelihara,
menghormati, rendah hati dan memberikan sesuatu kepada ahli agama. Andaikata hukum anaknya yang alim pasti cucunya yang akan menjadi alim. Karena itulah,
siapapun yang menyakiti hati gurunya maka ia tak akan mendapat kemudahan dalam berilmu dan hanya sedikit ilmunya yang berguna. Sesungguhnya guru dan
dokter keduanya tidak akan menasehati kecuali bila dimuliakan. Maka rasakan penyakitmu jika pada dokter, dan terimalah kebodohanmu bila kamu
membangkang pada guru. Az Zarnuji, t.th: 18. 64 Pendidikan Islam mewajibkan kepada setiap guru untuk senantiasa mengingatkan bahwa kita tidaklah sekedar
membutuhkan ilmu, tetapi senantiasa membutuhkan etika yang baik di kalangan pelajar dapat dilakukan dengan latihanlatihan berbuat baik, berkata benar,
menepati janji, ikhlas dan jujur dalam bekerja dan menghargai waktu. Daudy, 1986: 62.