Konstruksi Sosial Kajian Teori

2. Kajian Teori

a. Konstruksi Sosial

Teori konstruksi sosial social construction yang dikemukakan oleh Peter Berger dan Thomas Luckmann merupakan teori sosiologi kontemporer yang berpijak pada sosiologi pengetahuan. Dalam teori ini terkandung pemahaman bahwa kenyataan dibangun secara sosial, serta kenyataan dan pengetahuan merupakan dua istilah kunci untuk memahaminya. Kenyataan adalah suatu kualitas yang terdapat dalam fenomena-fenomena yang diakui memiliki keberadaan being -nya sendiri sehingga tidak tergantung kepada kehendak manusia; sedangkan pengetahuan adalah kepastian bahwa fenomen-fenomen itu nyata real dan memiliki karakteristik yang spesifik Berger dan Luckmann, 2012:1. Dunia kehidupan sehari-hari yang dialami tidak hanya nyata tetapi juga bermakna. Kebermaknaannya adalah subjektif, artinya dianggap benar atau begitulah adanya sebagaimana yang dipersepsi manusia. Misalnya, Bali dalam masyarakat modern campur-aduk, itulah kenyataannya yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat modern berarti masyarakat yang mengalami modernitas. Modernitas merupakan gejala sejarah atau fenomena sosial. Sebagai fenomena sosial, modernitas memang tidak terelakkan. Bagi Berger, modernitas dipengaruhi oleh kapitalisme, yang tumbuh dalam waktu yang lama Berger dan Luckmann, 2012:11-19. Berger menjelaskan bahwa realitas itu bukanlah sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan, tidak juga sesuatu yang dibentuk secara ilmah. Tapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Oleh karena itu, realitas berwajah ganda atau plural. Setiap orang bisa memiliki konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing Berger dan Luckmann dalam Bungin, 2008:14-15. Paradigma konstruktivis melihat bagaimana suatu realitas sosial dikonstruksikan. Fenomena sosial dipahami sebagai suatu realitas yang telah dikonstruksikan. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam hal ini komunikasi dilihat sebagai faktor konstruksi itu sendiri. Ketika manusia coba memahami tentang realitas sosial tadi melalui fase eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi maka pada hakikatnya manusia dalam proses komunikasi. Eksternalisasi, adalah suatu pencurahan kedirian manusia secara terus menerus ke dalam dunia, baik dalam aktivitas fisik maupun mentalnya. Dalam pembangunan dunia, manusia karena aktifitas-aktifitasnya menspesialisasikan dorongan-dorongannya dan memberikan stabilitas pada dirinya sendiri. Karena secara biologis manusia tidak memiliki dunia-manusia maka dia membangun suatu dunia manusia. Manusia menciptakan berbagai jenis alat untuk mengubah lingkungan fisik dan alam dalam kehendaknya. Manusia juga menciptakan bahasa dimana melalui bahasa manusia membangun suatu dunia simbol yang meresapi semua aspek kehidupannya. Sama seperti kehidupan materialnya, masyarakat juga sepenuhnya produk manusia. Pemahaman atas masysrakat sebagai suatu produk aktifitas manusia sebagaimana berakar pada eksternalisasi menjadi penting mengingat kenyataan bahwa masyarakat tampak dalam pengertian sehari-hari sebagai sesuatu yang berbeda dari aktifitas manusia. Transformasi produk-produk manusia kedalam suatu dunia tidak saja berasal dari manusia tetapi juga kemudian mengahadapi manusia sebagai suatu faktisitas diluar dirinya sebagaimana diletakkan dalam konsep objektivasi Berger dalam Bungin, 2008 : 16. Walau eksternalisasi dilaksanakan manusia terus – menerus, tidak berarti bahwa aktivitas manusia mengalami perubahan. Manusia cenderung mengulangi aktivitas yang pernah dilakukannya Samuel, 2012:28. Objektivasi adalah disandangnya produk-produk aktifitas itu baik fisik maupun mental, suatu realitas yang berhadapan dengan para produsennya semula, dalam bentuk suatu kefaktaan faktisitas yang eksternal terhadap dan lain dari produsen itu sendiri. Dunia yang diproduksi oleh manusia kemudian menjadi sesuatu ”yang berada di luar sana”. Dunia ini terdiri dari benda-benda, baik materiil maupun non materiil yang mampu menentang kehendak produsennya. Sekali sudah tercipta maka dunia ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Objektivitas dari masyarakat tersebut terlihat jelas dalam prosedur-prosedur kontrol sosial, yaitu prosedur-prosedur yang khusus dimaksudkan untuk memasyarakatkan kembali individu-individu atau kelompok pembangkang. Lembaga-lembaga politik dan hukum dapat memberi contoh jelas mengenai hal ini. Objektivitas masyarakat mencakup semua unsur pembentuknya. Lembaga-lembaga, peran- peran dan identitas –identitas eksis sebagai fenomena-fenomena nyata secara objektif dalam dunia sosial meskipun semua itu tidak lain adalah produk-produk manusia. Internalisasi adalah peresapan kembali ralitas tersebut oleh manusia, dan mentransformasikannya sekali lagi dari struktur-struktur dunia objektif ke dalam struktur-struktur kesadaran subjektif. Melalui objektivasi maka masyarakat menjadi suatu realitas sui generis , unik. Melalui internalisasi, maka manusia merupakan produk masyarakat Berger dalam Bungin, 2008 : 17. Jadi internalisasi dapat diartikan sebagai proses manusia menyerap dunia yang dihuninya dalam hal ini adalah dunia dalam kelompoknya, namun internalisasi tidak berarti menghilangkan kedudukan objektif kelompok tersebut. Internalisasi berlangsung seumur hidup manusia baik ketika ia mengalami sosialisasi primer maupun sekunder. Berdasarkan gagasan George Herbert Mead, Berger dan Luckmann mengatakan bahwa sosialisasi primer sebagai sosialisasi yang dialami manusia sejak lahir hingga tumbuh menjadi individu yang memiliki sikap – sikap yang lazim dalam masyarakat. Sementara sosialisasi sekunder dapat dikatakan sebagai sosialisasi yang dialami individu yang pernah mengalami sosialisasi primer Samuel, 2012:35-36. Jadi dapat disimpulkan bahwa konstruksi sosial adalah sesuatu hal yang di bentuk atau di konstruksikan dalam masyarakat yang berupa suatu kebiasaan dan berlangsung secara terus menerus dan sudah menjadi sebuah kebudayaan dalam masyarakat tersebut. Dalam hal ini proses konstruksi sosial juga terjadi dalam beberapa tahap, tahap eksternalisasi adalah ketika seseorang tidak tahu apa itu Ultras dan tidak bergabung ke dalam sebuah komunitas Ultras . Tahap objektivikasi adalah tahap dimana seseorang sudah mulai paham apa itu Ultras , namun belum melibatkan dirinya sebagai seorang Ultras . Tahap yang terakhir adalah internalisasi, tahap dimana seseorang telah paham apa itu Ultras dan menganggap bahwa dirinya adalah seorang Ultras .

b. Identitas