Sistem Pelatihan Petugas Haji (PPIH Arab Saudi) pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia

SISTEM PELATIHAN PETUGAS HAJI (PPIH ARAB SAUDI)
PADA DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN
HAJI DAN UMRAH KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK
INDONESIA

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.kom.I)

Oleh:
Sifah Khairiyah Jamil
NIM: 1110053100007

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
KONSENTRASI MANAJEMEN HAJI DAN UMRAH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014 M/1435 H

ABSTRAK


Sifah Khairiyah Jamil
Sistem Pelatihan Petugas Haji (PPIH Arab Saudi) Pada Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama RI.
Petugas Haji (PPIH Arab Saudi) adalah petugas yang diangkat oleh Menteri
Agama yang diberi tanggungjawab untuk menjalankan tugas dan fungsi Panitia
Penyelenggara Ibadah Haji Arab Saudi (non kloter). Petugas haji (PPIH Arab Saudi)
berasal dari berbagai daerah, beragam latar belakang pendidikan, budaya dan bahasa
yang akan bekerjasama selama masa operasional haji di Arab Saudi. Untuk
memberikan pelayanan yang prima/baik adalah menyiapkan SDM yang professional
dengan cara melakukan penyiapan petugas, yaitu melalui pelatihan yang maksimal
sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam Undang-undang tentang penyelenggaraan
Haji. Pelatihan Petugas merupakan bagian dari upaya menentukan keberhasilan
pelaksanaan pelayanan terhadap Jemaah Haji Indonesia. Pelatihan dapat menjadikan
seluruh peserta latih mampu bekerjasama dalam satu tim kerja yang kompak dan
berprestasi. Melihat pentingnya pelatihan petugas haji, kini pemerintah menggunakan
sistem pelatihan petugas haji yang memiliki komponen-komponen.
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana sistem pelatihan petugas
haji PPIH Arab Saudi yang diselenggarakan oleh Subdirektorat Pembinaan Petugas
Haji Seksi Pelatihan Petugas haji pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan

Umrah Kemenag RI yang bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji secara seksama
mengenai sistem pelatihan petugas haji, sehingga secara praktis dan akademis dapat
menjadi pengetahuan dan sebagai bahan masukan dalam perbaikan sistem pelatihan
petugas haji ke depannya.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif, yang
menghasilkan data deskriptif dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa
observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.
Dari hasil penelitian, ternyata Subdirektorat Pembinaan Petugas Haji Seksi
Pelatihan Petugas haji menggunakan sistem pelatihan petugas haji yang memiliki
komponen sistem pelatihan. Komponen sistem pelatihan petugas haji meliputi input
pelatihan (peserta, pelatih, program pelatihan, kurikulum pelatihan, metode pelatihan,
pemantauan pelatihan, dan kepemimpinan pelatihan), proses pelatihan (pelatihan di
lapangan dan pasca pelatihan), dan output pelatihan (tujuan pelatihan dan penilaian
pelatihan).
Kata Kunci: Sistem, Pelatihan, Petugas Haji.

i

KATA PENGANTAR


Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi Rabbil’alamin, itulah ungkapan kata yang penulis ucapkan
kepada Allah SWT atas Rahmat dan Nikmat-Nya yang senantiasa mengiringi setiap
langkah penulis. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita
Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-Nya, semoga kita selaku umatnya
mendapat syafa’at di hari akhir kelak. Dengan niat dan tekad karena Allah penulis
mampu melewati perjalanan panjang yang dihadapkan penuh halangan dan cobaan.
Dengan rasa syukur penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dengan
judul “Sistem Pelatihan Petugas Haji (PPIH Arab Saudi) Pada Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Republik Indonesia.”
Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat
terbatas, maka dengan adanya bimbingan, pengarahan, dukungan, dan doa dari
berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu
penulis ingin mengucapkan terima kasih terutama kepada Abi H. Jamaludin dan Umi
HJ. Fatimah, yang telah mendidik dan membesarkan dengan penuh kasih sayang dan
kesabaran demi masa depan seorang anak yang dicintainya baik secara materil
maupun moril. Selanjutnya dengan penuh hormat dan ketulusan, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Arief Subhan MA, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu

Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

ii

2. Suparto, M.Ed Ph, D, selaku Wakil Dekan 1 (satu) Fakultas Ilmu Dakwah Dan
Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Jumroni, M.Si, selaku Wakil Dekan 2 (dua) Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Sunandar, MA, selaku Wakil Dekan 3(tiga) Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Drs. Cecep Castrawijaya, MA, selaku Ketua Jurusan Manajemen Dakwah (MD).
6. H. Mulkanasir, BA., S.Pd., MM., selaku Sekretaris Jurusan Mnajemen Dakwah
(MD).
7. Drs. Study Rizal LK, MA, selaku Pembimbing Skripsi yang telah banyak
membantu dan memberikan informasi dikala penulis berkonsultasi, serta
membimbing dan mengarahkan penulis agar menghasilkan skripsi yang baik dan
benar.
8. Seluruh Tim Penguji Sidang Munaqosah baik Ketua Sidang, Penguji I/II,
Sekretaris, dan Pembimbing.
9. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang selama ini

memberikan ilmunya dengan tulus, semoga segala ilmu yang bermanfaatnya
dapat terbalaskan baik di dunia dan akhirat kelak nanti.
10. Seluruh Staf petugas Perpustakaan baik Perpustakaan Umum maupun
Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
11. H. Beny Darmawan, S.Si., M.Si, selaku Ditbina Haji dan Umrah Kasi Pelatihan
Petugas Haji yang telah banyak membantu penulis untuk mendapatkan informasi
guna penulisan skripsi ini.
iii

12. H. Khoirul Azhar, SH, H. Teguh Amin Pujiono, SH, dan Lutfi (bang maky) yang
telah memberikan penulis banyak informasi dan pemahaman mengenai penelitian
guna penulisan skripsi.
13. Dr. HC. Ary Ginanjar Agustian (Founder ESQ 165) dan Tim Trainer yang telah
memberikan bekal ilmu 165 yang sangat bermanfaat bagi penulis, sehingga dapat
merasakan nikmatnya Iman, Islam, dan Ihsan.
14. Kepada saudara-saudaraku Nurfauziah, Cahaya Kamila dan Azka Jamil yang
selalu menyemangatiku dalam belajar.
15. Serta tidak lupa pula teman-teman belajarku di Manajemen Haji dan Umrah 2010,
Khususnya Gulali (Nisa, Rahma, Acil, Lisa, May, Ani, Tika, Fera, Idzur, Nury
dan Nunut), teman-teman ATS ESQ 165, teman-teman Kosan khususnya ka echa,

dan teman-teman Al-Wasatiyah khususnya iis solihah yang senantiasa memberi
motivasi dan waktu kebersamaannya.
Penulis berharap dan brdo’a, semoga seluruh pengorbanan yang diberikan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini akan dibalas segala kebaikannya oleh
Allah SWT.
Jakarta, 25 Agustus 2014

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK …………………………………………………………………………... i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………... ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………...... v
DAFTAR TABEL …………………………………………………….................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. ix
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………...…. 1

B. Pembatasan dan perumusan Masalah ………………………...…. 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………………….. 4
D. Metodologi Penelitian …………………………………………… 5
E. Tinjauan Pustaka ……………………………………………….... 7
F. Sistematika Penulisan ………………………………………...…. 9

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Sistem .......................................................................................... 11
1. Pengertian Sistem ................................................................... 11
2. Unsur Sistem .......................................................................... 12
B. Pelatihan ...................................................................................... 13
1. Pengertian Pelatihan .............................................................. 13
2. Peningkatan Pelatihan ............................................................ 15
C. Sistem Pelatihan ........................................................................... 16
1. Pengertian Sistem Pelatihan .................................................. 16
2. Komponen Sistem Pelatihan .................................................. 17

v


D. Petugas Haji ................................................................................. 22
1. Pengertian Petugas Haji ......................................................... 22
2. Macam-macam Petugas Haji ................................................. 22
3. Uraian Tugas PPIH Arab Saudi ............................................. 24
BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG DIREKTORAT JENDERAL
PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH KEMENAG RI
A. Sejarah DPHU ............................................................................. 26
B. Terbentuknya DPHU ................................................................... 30
C. Visi Dan Misi DPHU ................................................................... 32
D. Struktur Organisasi DPHU .......................................................... 35
E. Tugas Dan Fungsi DPHU ............................................................ 39

BAB IV

SISTEM PELATIHAN PETUGAS HAJI (PPIH ARAB SAUDI)
PADA DPHU KEMENTERIAN AGAMA RI
A. Input Pelatihan Petugas Haji ….................................................... 41

1. Peserta pelatihan ..................................................................... 42
2. Pelatih (trainer) ...................................................................... 45
3. Program Pelatihan .................................................................. 47
4. Kurikulum Pelatihan .............................................................. 49
5. Metode Pelatihan .................................................................... 51
6. Pemantauan Pelatihan ............................................................ 53
7. Kepemimpinan Pelatihan ....................................................... 55
B. Proses Pelatihan Petugas Haji ...................................................... 56
1. Pelatihan di Lapangan ............................................................ 56
2. Pasca Pelatihan ....................................................................... 57
vi

C. Output Pelatihan Petugas Haji ..................................................... 58
1. Tujuan Pelatihan ..................................................................... 58
2. Penilaian Pelatihan ................................................................. 60

BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 62

B. Saran ............................................................................................ 64

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 65
LAMPIRAN ............................................................................................................. 67

vii

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Direktur Haji dari tahun ke tahun .......................................................... 31
2. Tabel 2 Peserta Pelatihan Petugas Haji berdasarkan Instansi ............................. 42
3. Tabel 3 Peserta Pelatihan Petugas Haji berdasarkan Jenis Kelamin .................. 43
4. Tabel 4 Pelatih (trainer) Pelatihan Petugas Haji berasal dari Pejabat Kementerian
Agama dan Tenaga Ahli (Dosen dan Pakar Manasik) ........................................ 45
5. Tabel 5 Pelatih (trainer) Pelatihan Petugas Haji berdasarkan Pendidikan ......... 46

viii

DAFTAR LAMPIRAN


1. Surat Izin Penelitian
2. Surat Bimbingan Skripsi
3. Surat Keterangan
4. Hasil Penelitian Wawancara
5. Struktur Organisasi Direktorat Pembinaan Haji dan Umrah
6. Persyaratan Umum dan Khusus untuk Calon Petugas haji PPIH Arab Saudi
7. Jadwal Pembekalan Pelatihan Petugas Haji PPIH Arab Saudi

ix

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional dan menjadi
tanggungjawab pemerintah dibawah kordinasi Menteri Agama, dalam teknis
pelaksanaannya diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji
dan Umrah. Amanat yang diberikan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008
menyebutkan

Pemerintah

memiliki

kewajiban

memberikan

pembinaan,

pelayanan dan perlindungan.1
Penyelenggaraan ibadah haji merupakan rangkaian kegiatan yang beragam,
melibatkan banyak pihak dan orang, mengelola banyak dana masyarakat,
dilaksanakan dalam rentang waktu yang panjang di dalam negeri dan di Arab
Saudi, sehingga memerlukan kerjasama yang erat dan kordinasi yang dekat,
manajemen yang baik dan penanganan yang cermat serta dukungan sumber daya
manusia yang handal dan amanah.2

1

Kementerian Agama RI, Direktoral Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Desain
Program, (Jakarta, 2010), h. 13
2
Kementerian Agama RI, Direktoral Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah 2011,
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Ibadah Haji, h. 1

1

2

Sesuai dengan tanggungjawab yang diembannya, pemerintah secara terus
menerus berupaya melakukan perbaikan penyelenggaraan haji, utamanya melalui
pembenahan sistem dalam berbagai aspek, termasuk aspek pembinaan petugas.3
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji
mengamanatkan

perlunya

penyempurnaan

sistem

dan

manajemen

penyelenggaraan ibadah haji secara terus-menerus agar dapat berjalan aman,
tertib, dan lancar dengan menjunjung tinggi asas keadilan, profesionalitas dan
akuntabilitas.4 Dalam hal ini pelatihan petugas dalam penyelenggaraan ibadah
hajipun harus sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan
negara.
Secara umum pelatihan petugas merupakan bagian dari upaya menentukan
keberhasilan pelaksanaan pelayanan terhadap Jamaah Haji Indonesia. Upaya
melalui pelatihan petugas diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam
menentukan pola dan strategi pelayanan terhadap Jamaah Haji Indonesia.5
Berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan mengenai sistem pelatihan
petugas haji yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan
Haji dan Umrah yaitu kurangnya alat bantu dalam pelatihan petugas sehingga hal

3

Kementerian Agama RI, Direktoral Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Desain
Program, (Jakarta, 2010), h. 13
4
Kementerian Agama Republik Indonesia Dirjen PHU, Intisari Langkah-Langkah Pembinaan
Haji, (Jakarta: Kemenag RI DPHU, 2010), h. iv
5
Kementerian Agama RI, Direktoral Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Pedoman
Pelatihan, (Jakarta, 2010), h. 1

3

itu menjadi hambatan bagi peserta pelatihan dalam memahami kondisi lapangan
yang sebenarnya.6
Pembenahan dilakukan secara terus menerus meski demikian masih banyak
kritikan bahkan hujatan terhadap penyelenggaraan haji masih saja terdengar dan
ditujukan pada Kementerian Agama Direktorat jenderal Penyelenggaraan Haji
dan Umrah. Salah satu hal yang dirasakan masih lemah dalam penyelenggaraan
haji adalah kemampuan petugas dalam melaksanakan tugas-tugasnya.7
Untuk itu, sebagai instansi pemerintah khususnya Direktorat pembinaan
Haji dan Umrah Seksi Pelatihan Petugas Haji, mempunyai tugas pokok untuk
terus memberikan pelatihan kepada seluruh petugas haji yang disesuaikan dengan
kebutuhan tugas yang akan diemban di Arab Saudi serta meningkatkan sistem
pelatihan petugas haji agar semua rangkaian kegiatan pelatihan dapat
terselenggara dengan baik guna menciptakan petugas haji yang profesional akan
tugasnya. Dengan melihat latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
mengangkat judul skripsi mengenai “Sistem Pelatihan Petugas Haji (PPIH Arab
Saudi) Pada

Direktorat

Jenderal

Penyelenggaraan

Haji

dan

Umrah

Kementerian Agama Republik Indonesia.”

6

Wawancara Pribadi dengan Petugas Haji Daker Madinah Tahun 2008, Jakarta, 19 Agustus

2014
7

Kementerian Agama RI, Direktoral Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Desain
Program, (Jakarta, 2010), h. 24

4

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar dalam pembahasan skripsi ini lebih terarah, maka penulis membatasi
masalah yang dibahas hanya pada sistem pelatihan petugas haji (PPIH Arab
Saudi) pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Kementerian Agama Republik Indonesia Tahun 2014.
2. Perumusan Masalah
Sedangkan masalah pokok yang dibahas penulis adalah :
a. Bagaimana sistem pelatihan petugas haji (PPIH Arab Saudi) pada
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian
Agama Republik Indonesia.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui dan mempelajari secara seksama mengenai sistem
pelatihan petugas haji (PPIH Arab Saudi) pada Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik
Indonesia.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :

5

a. Manfaat secara akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan terhadap
pihak kampus dan mahasiswa khususnya mahasiswa Fakultas Ilmu
Dakwah Konsentrasi Manajemen Haji dan Umrah.
b. Manfaat secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber masukan mengenai sistem
pelatihan petugas haji (PPIH Arab Saudi) pada Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik
Indonesia.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dengan
menggunakan

pendekatan

kualitatif.

Menurut

Sugiyono

(2010),

mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif ialah pengumpulan data yang
dipandu oleh fakta-fakta yang ditemukan pada saat penelitian dilapangan.8
2. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek dalam penelitian ini adalah Kantor Direktoral Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Direktorat Jenderal Penyelenggaraan
Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia Pusat yang
didalamnya terdapat pembinaan untuk para petugas haji yang dapat
dijadikan sumber informasi dalam penelitian ini.

8

Sugiyono, Memahai Penelitian Kualitatif, ( Bandung : Alfabeta, 2010 ), h. 3

6

b. Objek dalam penelitian ini adalah sistem pelatihan petugas haji (PPIH
Arab Saudi) pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Kementerian Agama Republik Indonesia.
3. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang dipakai penulis adalah jenis penelitian deskriptif yang
mengacu pada data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, buku,
dibandingkan angka-angka.9 Selain itu jenis penelitian yang diperlukan untuk
membantu menyelesaikan penelitian ini dapat berupa transkrip wawancara,
dokumen, dan riset lapangan.
4. Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi waktu penelitian pada bulan MaretAgustus 2014.
5. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian di Kantor Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik
Indonesia, Jl. Lapangan Banteng Barat Nomor 3-4 Jakarta Pusat.
6. Teknik Pengumpulan Data
Untuk kepentingan penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan sebagai
berikut:

9

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2012 ), h. 3

7

a. Observasi
Penulis mengadakan pengamatan secara langsung mengenai obyek
penelitian melalui pengamatan dan penelitian dengan sistematika dari
pemilihan data, pencatatan dan sebagainya dengan maksud memperoleh
gambaran yang jelas mengenai kejadian atau peristiwa yang terjadi di
Kantor Kementerian Agama.
b. Wawancara
Metode ini dilakukan dengan cara meminta informasi atau menggali
informasi baik secara langsung maupun tidak langsung kepada responden
(orang yang diwawancara atau yang dimintai informasi) dari pihak
Kementerian Agama.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dimana peneliti meminta data kepada
lembaga yang diteliti yakni Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Kementerian Agama sesuai dengan judul yang dibahas.
E. Tinjauan Pustaka
Untuk menghindari adanya bentuk penjiplakan atau plagiat maka penulis
mengadakan tinjauan pustaka terhadap beberapa skripsi sebagai bahan
perbandingan dalam pembuatan skripsi. Selain itu penulis juga melakukan
tinjauan kepustakaan (literature) yang berkaitan dengan topik pembahasan.
Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah :
1. Penulis Nur Fahmi (104053002028) berjudul Sistem Pelatihan Dakwah Ikatan
Da’I Indonesia (IKADI) Jakarta Tahun 2009, Jurusan Manajemen Dakwah.

8

Judul skripsi tersebut membahas tentang sistem pelatihan dakwah sedangkan
skripsi ini membahas tentang sistem pelatihan petugas haji (PPIH Arab
Saudi).
2. Penulis

Muhammad

Hafidzudin

(104054102118)

berjudul

Pelatihan

Keterampilan Menjahit Bagi Anak Jalanan di Pusat Pengembangan
Pelayanan Sosial, Jurusan Kesejahteraan Sosial. Judul skripsi tersebut
membahas tentang pelatihan keterampilan menjahit untuk anak jalanan
sedangkan skripsi ini membahas tentang pelatihan petugas haji (PPIH Arab
Saudi).
3. Penulis Fitria Handayani (107053003034) berjudul Sistem Pelatihan
Kewirausahaan Kepada Anak Jalanan di Yayasan Bina Insan Mandiri Depok,
Jurusan Manajemen Dakwah. Judul skripsi tersebut memaparkan tentang
sistem pelatihan kewirausahaan untuk anak jalanan sedangkan skripsi ini
memaparkan tentang sistem pelatihan petugas haji (PPIH Arab Saudi).
Demikianlah tinjauan pustaka ini penulis lakukan di mana perbedaan bahasan
atau materi antara apa yang akan penulis teliti dengan skripsi terdahulu.
Perbedaan penelitian ini terlihat pada objek penelitiannya, bahwa pada penelitian
terdahulu hanya menjelaskan sistem pelatihan dakwah, sistem pelatihan
keterampilan dan sistem pelatihan kewirausahaan. Sedangkan yang akan penulis
bahas ialah tentang “Sistem Pelatihan Petugas Haji (PPIH Arab Saudi) Pada
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama
Republik Indonesia.”

9

F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada karya ilmiah “skripsi” ini terdiri dari lima bab
yang memiliki sub-sub bab. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah penulisan.
Penyusunan sub-sub bab sebagai berikut:
BAB I:

PENDAHULUAN
Pada bab ini menguraikan latar belakang masalah, pembatasan
masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

BAB II: PEMBAHASAN
Terdiri dari beberapa hal diantaranya landasan teoritis mengenai
pengertian sistem, pengertian pelatihan, pengertian sistem pelatihan,
dan Petugas Haji (PPIH Arab Saudi) Pada Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik
Indonesia.
BAB III: GAMBARAN UMUM TENTANG DIREKTORAT JENDERAL
PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH KEMENAG RI
Terdiri dari beberapa hal diantaranya sejarah berdirinya DPHU,
terbentuknya DPHU, visi dan misi DPHU, struktur organisasi DPHU,
serta tugas dan fungsi DPHU.

10

BAB IV: SISTEM PELATIHAN PETUGAS HAJI (PPIH ARAB SAUDI)
PADA DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN
HAJI DAN UMRAH KEMENTERIAN AGAMA RI
Merupakan hasil dari sistem pelatihan petugas haji (PPIH Arab Saudi)
yang terdiri dari: Input (masukan) Pelatihan petugas, Proses Pelatihan
Petugas, dan Output (keluaran) Pelatihan Petugas Pada Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama
Republik Indonesia.
BAB V: PENUTUP
Sebagai akhir dari karya ilmiah yang diteliti yaitu berisi tentang
kesimpulan-kesimpulan dan saran-saran serta lampiran-lampiran yang
diperlukan dalam penelitian skripsi ini.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Sistem
1. Pengertian Sistem
Istilah sistem berasal dari istilah Yunani “systema” yang mengandung
arti keseluruhan (a whole) yang tersusun dari sekian banyak bagian, berarti
pula hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen
secara teratur. Jadi sistem adalah sebuah himpunan atau komponen yang
saling berhubungan secara teratur dan merupakan suatu keseluruhan.1
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dijelaskan bahwa “Sistem
sebagai seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga
membentuk suatu sistem.”2
Adapun pengertian sistem menurut beberapa para ahli, yaitu sebagai
berikut:
a. Tatang M. Amirin dalam bukunya Pokok-Pokok Teori Sistem
mendefinisikan “sistem adalah sehimpunan komponen atau sub sistem

1

Tatang M. Amirin, Pokok-Pokok Teori Sistem, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2011), h. 1
2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, Cetakan Pertama, 1988), h. 1076

11

12

yang terorganisasikan dan berkaitan sesuai dengan rencana untuk
mencapai sesuatu tujuan tertentu.”3
b. Bonar S dalam bukunya Sistem Informasi Manajemen mendefinisikan
“sistem adalah suatu totalitas yang terdiri dari komponen-komponen
dan unsur-unsur yang saling berinteraksi menuju suatu tujuan
tertentu.”4
c. Gordon B Davis dalam bukunya Kerangka Dasar Sistem Informasi
Manajemen mendefinisikan “sistem adalah bagian-bagian yang
bergabung untuk satu tujuan.”5
d. Syopiansyah Jaya dan A’ang Subiyakto dalam bukunya Pengantar
Sistem Informasi mendefinisikan “sistem adalah hubungan yang
terorganisir dan saling ketergantungan atau saling berinteraksi suatu
kumpulan aktifitas atau bagian yang membentuk sebuah kesatuan.”6
Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa
pengertian sistem adalah suatu keseluruhan yang terdiri dari komponenkomponen, unsur-unsur, dan bagian-bagian yang saling berhubungan,
saling ketergantungan dan saling berkaitan yang membentuk menjadi satu
kesatuan untuk mencapai suatu tujuan.
2. Unsur Sistem
Dalam sistem terdapat unsur sistem, yang mengelola masukan (input)
menjadi keluaran (output) guna untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
3

Tatang M. Amirin, Pokok-Pokok Teori Sistem, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2011), h. 9
4
Bonar S, Sistem Informasi Manajemen, (Jakarta: PT Panelrindo, 1991), h. 5
5Gordon B. Davis, Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen, (Jakarta: PPM dan PT
Pustaka Binaman Pressindo, 1999), h. 97
6Syopiansyah Jaya Putra, dan A’ang Subiyakto, Pengantar Sistem Informasi, (Jakarta:
UIN Jakarta PRESS, 2006), h. 24

13

Berikut adalah unsur sistem yang terdiri dari tiga bagian utama.7 Lihat
pada gambar 1 berikut ini:
Gambar 1: Unsur Sistem
Unit
Masukan
(Input)

Unit
Pengolahan
(Procces)

Unit
Keluaran
(Output)

Sumber: Buku Sistem Informasi Manajemen, 1999
a. Input adalah proses dimana segala macam data atau bahan yang
dibutuhkan

dikemukakan,

kemudian

data-data

yang

terkumpul

mengalai sebuah proses untuk dapat menghasilkan output sistem yang
dimaksud.
b. Processing adalah dimana segala macam kegiatan dikelola atau
dijalankan sesuai tujuan tertentu.
c. Output adalah hasil dari input dan proses yang telah dilakukan.8
B. Pelatihan
1. Pengertian Pelatihan
Istilah pelatihan berasal dari kata latih yang berarti cara. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen
Pendidikan dan Nasional dijelaskan bahwa “pelatihan adalah proses, cara,
perbuatan melatih:/kegiatan, atau pekerjaan melatih.”9
Pelatihan pada dasarnya merupakan suatu cara/proses yang meliputi
serangkaian kegiatan pelatihan yang dilaksanakan dengan sengaja dalam
7

Gordon B. Davis, Sistem Informasi Manajemen, (Jakarta: PT Pustaka, 1999), h. 68-69
Wahyudi Kumorotomo dan Subondo Agus M, Sistem Informasi Manajemen,
(Yogyakarta: UGM Press, 2001), h. 9
9
Departemen Pendidikan dan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, Cetakan Ketiga, 2005), h. 643
8

14

bentuk pemberian bantuan kepada tenaga kerja guna meningkatkan
kemampuan kinerja para pekerja/petugas.10
Adapun pengertian pelatihan menurut beberapa para ahli, sebagai
berikut:
a.

Alex S. Nitisemito dalam bukunya Manajemen Personalia
mendefinisikan

“pelatihan

adalah

suatu

kegiatan

dari

perusahaan/lembaga yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan
memperkembangkan

sikap,

tingkah

laku,

keterampilan

dan

pengetahuan dari para karyawan/petugas, sesuai dengan keinginan
dari perusahaan/lembaga yang bersangkutan.”11
b.

Veithzal Rivai dan Ella Jauvani dalam bukunya Manajemen Sumber
Daya Manusia untuk Perusahaan mendefinisikan “pelatihan adalah
sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan
kinerja di masa mendatang.”12

c.

R. Wayne Mondy dalam bukunya Manajemen Sumber Daya
Manusia mengartikan “pelatihan adalah melaksanakan kegiatan yang
dirancang untuk memberi para pembelajar pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan untuk pekerjaan mereka saat ini.”13

d.

Hadari Nawawi dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia
mengartikan “pelatihan adalah program-program untuk memperbaiki
kemampuan melaksanakan pekerjaan secara individual, kelompok

10

Oemar Hamalik, Pengembangan Suber Daya Manusia Manajemen Pelatihan
Ketenagakerjaan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), h. 10
11
Alex S. Nitisemito, Manajemen Personalia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981), h. 86
12
Veithzal Rivai, M., Ella Jauvani , Manajemen Sumber Daya Manusia untuk
Perusahaan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 212
13
R. Wayne Mondy, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Erlangga, 2008), h.
210

15

dan/atau berdasarkan jenjang jabatan dalam organisasi, lembaga, dan
perusahaan.”14
e.

B. N. Marbun dalam bukunya Kamus Manajemen mendefinisikan
“pelatihan ialah suatu proses memperdalam dan meningkatkan
keterampilan dan pengetahuan para pekerja lewat bimbingan yang
diberikan instruktur melalui penyelesaian tugas dan latihan.”15
Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan

bahwa pengertian pelatihan adalah suatu kegiatan bimbingan yang
diberikan dari perusahaan/lembaga dalam rangka menciptakan tenaga
kerja/petugas

yang

profesional,

khususnya

untuk

meningkatkan

pengetahuan, sikap, dan keterampilan petugas dalam melaksanakan tugas
di lapangan.
2.

Peningkatan Pelatihan
Dalam

pelaksanaan

pelatihan

menghasilkan

peningkatan

pengetahuan, peningkatan keterampilan, dan sikap/nilai. Penjelasannya
sebagai berikut:
a. Peningkatan Pengetahuan
Pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan bagi peserta, karena
materi yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan pelatihan.16
b. Peningkatan Keterampilan
Suatu proses jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis
dan terorganisir dimana peserta mempelajari pengetahuan dan

14

Hadari Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press), h. 208
15
B. N. Marbun, Kamus Manajemen, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005), h. 206
16
Hamalik, Pengembangan Sumber Daya Manusia, h. 36

16

keterampilan teknis dalam tujuan terbatas.17 Pelatihan dapat
meningkatkan keterampilan peserta dan tujuan pelatihan harus dapat
diukur. Oleh karena itu suatu pelatihan yang akan diselenggarakan
mempunyai tujuan untuk meningkatkan keterampilan peserta agar
mampu mencapai kinerja yang maksimal.18
c. Sikap/Nilai
Pelatihan

adalah

upaya

untuk

mengembangkan

kemampuan

intelektual dari kepribadian manusia, membimbing, memberi contoh,
dan petujuk praktis yang berkaitan dengan gerakan, ucapan, serta
perbuatan. Dengan adanya pelatihan peserta dapat mengetahui sikap
dan nilai yang dapat dicontoh oleh para pelatih.19
C. Sistem Pelatihan
1. Pengertian Sistem Pelatihan
Pengertian sistem pelatihan dalam buku Manajemen Pelatihan
Ketenagakerjaan oleh Oemar Hamalik menyatakan bahwa “Sistem
pelatihan merupakan sub sistem manajemen ketenagakerjaan khususnya
yang berkenaan dengan pembinaan diklat tenaga kerja.”20 Adapun
menurut PP No 11 tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Pelatihan menyatakan bahwa “Sistem pelatihan kerja adalah keterkaitan
dan keterpaduan berbagai komponen pelatihan kerja untuk mencapai
tujuan pelatihan kerja.”21

17

Prabu Mangku Negara, Manajemen Sumber Daya Manusia, h. 44
Prabu Mangku Negara, Manajemen Sumber Daya Manusia, h. 64
19
Soekidjo Notatmojo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, h. 25
20
Oemar Hamalik, Manajemen Ketenagakerjaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 9
21
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Pelatihan Kerja, (Jakarta, 2013), h. 3
18

17

Dari kedua pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa
pengertian sistem pelatihan merupakan gabungan antara berbagai unsur
yang saling terkait satu dengan yang lainnya dalam rangka meningkatkan
pengetahuan, pemahaman dan keterampilan tenaga kerja menjadi
profesional melalui bimbingan ketenagakerjaan.
2. Komponen Sistem Pelatihan
Dalam sistem pelatihan terdapat komponen sistem pelatihan.
Komponen-komponen ini secara keseluruhannya untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Komponen-komponen sistem pelatihan, yaitu: (1)
Tujuan pelatihan (2) Peserta (3) Program pelatihan (4) Kurikulum
pelatihan (5) Metode pelatihan (6) Pelatihan di lapangan (7) Pelatih
(Trainer), (8) Pemantauan pelatihan (9) Penilaian pelatihan (10)
Kepemimpinan pelatihan (11) Pasca pelatihan. Berdasarkan pendekatan
sistem, komponen-komponen tersebut dapat dikelompokkan menjadi
komponen input yang terdiri dari raw input (2) input instrumental
(7,3,4,5,8,10), komponen proses meliputi (6,11), dan komponen output
meliputi (1,9).22

22

Oemar Hamalik, Manajemen Ketenagakerjaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 17-18

18

Gambar 2: Komponen Sistem Pelatihan
Umpan
balik

9

Instrumental input

7
Raw
input

3,4,5

8,10

Proses 6,11

2

Output

1

Kondisi ting. org.
Eksternal input
Sumber: Buku Manajemen Ketenagakerjaan, 2007
Adapun penjelasannya:
a. Tujuan pelatihan ialah memberikan instruksi khusus dalam rangka
pelaksanaan tugas-tugas sesuai dengan jawatan dan jenis pekerjaannya.
Berarti juga mempersiapkan dan membina tenaga kerja, baik struktural
maupun fungsional, agar memiliki kemampuan dalam melaksanakan
pekerjaan yang akan diberikan.23
b. Peserta pelatihan ialah orang yang ikut serta atau yang mengambil
bagian dari sebuah kegiatan pelatihan. Penetapan calon peserta
pelatihan erat kaitannya dengan keberhasilan proses pelatihan, yang
turut menentukan efektivitas pekerjaan. Karena itu, perlu dilakukan
seleksi yang teliti untuk memperoleh peserta yang baik, berdasarkan
kriteria yang telah ditentukan.24
c. Program pelatihan merupakan suatu pegangan yang penting dalam
rangka pelaksanaan suatu kegiatan pelatihan. Program menjadi
23

Oemar Hamalik, Manajemen Ketenagakerjaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 16
Oemar Hamalik, Manajemen Ketenagakerjaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 35

24

19

patokan untuk mengukur keberhasilan kegiatan pelatihan. Adapun
unsur program pelatihan meliputi: harus adanya peserta pelatih yang
telah mengikuti seleksi, adanya pelatih yang sudah dipilih sesuai
keahliannya, lamanya pelatihan sesuai dengan pelaksanaan kegiatan,
bahan pelatihan yang telah disiapkan, dan bentuk/metode pelatihan
guna mengembangkan kemampuan belajar peserta.25
d. Kurikulum pelatihan ialah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Berarti juga
sebagai keseluruhan bahan dan kegiatan yang tersusun dalam urutan
dan ruang lingkup yang mencangkup bidang pengajaran, mata
pelajaran masalah-masalah dan objek yang perlu dikerjakan.26
e. Metode pelatihan merupakan strategi dan metode yang digunakan dan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan kurikulum pelatihan. Metode
pelatihan harus dilandasi oleh konsep dan prinsip-prinsip belajarmengajar.27 Ada sejumlah alternatif metode pelatihan yang dapat
dipilih dan digunakan sesuai kebutuhan proses pelatihan. Seperti,
metode kuliah, metode demonstrasi, metode simulaisi, metode rotasi
pekerjaan, metode studi kasus dan lainya.28
f. Pelatihan di lapangan ialah suatu kegiatan yang diselenggarakan di
lapangan atau di luar kelas. Pelatihan di lapangan ini sangat penting
dalam mengembangkan wawasan dan keterampilan para peserta.
25

Oemar Hamalik, Manajemen Ketenagakerjaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 36
Oemar Hamalik, Manajemen Ketenagakerjaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 46
27
Oemar Hamalik, Manajemen Ketenagakerjaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 62
28
Anwar Prabu, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009), h. 55
26

20

Karena, dalam kesempatan itu para peserta dapat memadukan antara
teori proses yang telah diperolehnya di kelas dengan pengalaman
praktis, mereka mengalami secara langsung kehidupan lingkungan
pekerjaan.29
g. Pelatih (trainer) ialah orang yang ditugaskan memberikan pelatihan
yang diangkat sebagai tenaga fungsional. Pelatih juga berarti orang
yang telah dipersiapkan sebagai tenaga profesional, sehingga dia ahli
sebagai pelatih dan memiliki dedikasi, loyalitas, dan berdisiplin dalam
melaksanakan pekerjaannya. 30
h. Pemantauan dilaksanakan selama pelatihan berlangsung. Pemantauan
dilakukan oleh penyelenggara pelatihan dan dimaksudkan sebagai
bahan masukan agar hal-hal yang direncanakan dapat berjalan dengan
baik dan sebagaimana mestinya.31 Pemantauan dan penilaian dalam
penyelenggaraan pelatihan merupakan dua komponen yang bertalian
erat antara satu dengan yang lainnya. Kedua kegiatan itu masingmasing memberikan data informasi kepada pengelola pelatihan.
Perbedaan antara kedua kegiatan tersebut terletak pada kegiatan tindak
lanjut setelah tersebut dilaksanakan. Pemantauan umumnya disertai
dengan segera dilaksanakannya kegiatan tindak lanjut, sedangkan
penilaian memerlukan waktu yang lebih lama.32
i. Penilaian pelatihan adalah suatu kegiatan yang dimulai dan diakhiri
dengan penilaian sehingga proses pelatihan dapat dinyatakan lengkap
29

Oemar Hamalik, Manajemen Ketenagakerjaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 91
Oemar Hamalik, Manajemen Ketenagakerjaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 144
31
Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Republik Indonesia, Pedoman
Pelatihan Petugas, h. 34
32
Oemar Hamalik, Manajemen Ketenagakerjaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 100
30

21

dan menyeluruh. Dengan penilaian dapat diketahui efisiensi kegiatan
pelatihan yang telah dilaksanakan dan media pembelajaran yang
digunakan oleh pelatih. Selain itu, penilaian memberikan gambaran
tentang tingkat keberhasilan peserta, hambatan-hambatan yang ada,
serta dapat terlihat kelemahan dan kekuatan yang dirasakan.33
j. Kepemimpinan pelatihan adalah suatu proses pemberian petunjuk dan
pengaruh

kepada

anggota

kelompok

atau

organisasi

dalam

melaksanakan tugas-tugas. Kepemimpinan harus melibatkan orang lain
yaitu bawahan atau anggota organisasi. Kepemimpinan tampak pada
perbedaan pembagian kekuasaan antara pemimpin dengan yang
dipimpin. Kepemimpinan harus dapat mempengaruhi anggotanya, agar
perintah yang diberikan dapat dipahami.34
k. Pasca pelatihan adalah suatu kegiatan pelatihan kembali yang
dilaksanakan melalui diklat melekat, berlangsung secara berkelanjutan
dan terus-menerus. Pasca pelatihan dilaksanakan setelah pelatihan
selesai atau berakhir. Rancangan pasca pelatihan disusun pada awal
kegiatan pelatihan dan pasca pelatihan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari keseluruhan kegiatan yang akan dilaksanakan.35

33

Oemar Hamalik, Manajemen Ketenagakerjaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 116
Oemar Hamalik, Manajemen Ketenagakerjaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 165
35
Oemar Hamalik, Manajemen Ketenagakerjaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 132

34

22

D. Petugas Haji
1. Pengertian Petugas Haji
Istilah petugas berasal dari kata tugas yang berarti yang wajib
dikerjakan atau yang ditentukan untuk dilakukan. Sedangkan pengertian
petugas adalah orang yang bertugas melakukan sesuatu.36 Adapun istilah
haji dalam ensiklopedia Islam berarti menyengaja atau menuju dan
mengunjungi. Ia diambil dari etimologi Bahasa Arab di mana kata haji
mempunyai arti qashd, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja.37
Dari masing-masing istilah ini digabungkan menjadi satu yaitu petugas
haji. Istilah ini digunakan oleh Kementerian Agama untuk menyebutkan
petugas yang melayani jamaah haji. Kementerian Agama RI Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah mengartikan petugas haji ialah
“petugas yang diangkat oleh Menteri Agama yang diberi tanggung jawab
untuk menjalankan tugas dan fungsi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji
(PPIH) Arab Saudi (Non Kloter), petugas yang menyertai jamaah haji
(Kloter), dan tenaga musim.”38
2. Macam-macam Petugas Haji
Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama RI
membagi petugas haji menjadi tiga bagian yaitu Petugas Kloter, Petugas
Non Kloter, dan Tenaga Musim. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a.

36

Petugas haji yang menyertai jamaah haji (Kloter) terdiri dari:

Departemen Pendidikan dan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), h. 1215
37
Kemenag RI, Dinamika dan Perspektif Haji Indonesia, (Jakarta: CV. Duta Peraga,
2010), h. 87
38
Keputusan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Pedoman Rekrutmen
Haji Indonesia, (Jakarta, 2013), h. 2

23

1) Tim Pemandu Haji Indonesia (TPHI) adalah petugas yang
menyertai jamaah dalam bidang administrasi dan manajerial (ketua
kloter).
2) Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI) adalah petugas
yang

menyertai

jamaah

dalam

bidang

bimbingan

ibadah

(pembimbing ibadah).
3) Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) adalah petugas yang
menyertai jamaah dalam bidang pelayanan kesehatan baik dokter,
perawat atau petugas kesehatan lainnya seperti ahli gizi, ahli rekam
medik, tenaga farmasi ataupun sanitarian.
4) Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD) adalah petugas haji yang
ditetapkan oleh Gubernur/Walikota atau Bupati untuk melayani
daerah masing masing dalam bidang pelayanan umum dan ibadah.
5) Tim Kesehatan Haji Daerah (TKHD) adalah petugas haji yang
ditetapkan oleh Gubernur/Walikota atau Bupati untuk melayani
daerah masing masing dalam bidang kesehatan. 39
b.

Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH Non Kloter) terdiri dari:
1) Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) adalah Panitia yang
bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan haji baik di
tingkat Pusat, Arab Saudi, dan Embarkasi.
2) Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH Pusat) adalah Panitia
Penyelenggara Ibadah haji yang bertanggung jawab dalam

39

Keputusan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Pedoman Rekrutmen
Haji Indonesia, (Jakarta, 2013), h. 2-3

24

memberikan pelayanan perhajian yang di tempatkan di kementerian
Agama Republik Indonesia.
3) Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH Arab Saudi) adalah
Petugas Haji yang bertanggung jawab dalam pembinaan, pelayanan
umum, bimbingan ibadah, pelayanan kesehatan serta perlindungan
jamaah haji di Arab Saudi. PPIH Arab Saudi ditugaskan di tiga
daerah kerja, yaitu: Jeddah, Madinah dan Makkah serta Kantor
Misi Haji di Jeddah.
4) Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH Embarkasi) adalah
petugas haji yang bertanggung jawab pada pembinaan, pelayanan
umum,

bimbingan

ibadah

dan

pelayanan

kesehatan

serta

perlindungan setiap calon jamaah haji di setiap Embarkasi.
c.

Tenaga Musim yang disingkat Temus adalah petugas haji yang
direkrut dari mahasiswa Arab Saudi dan sekitarnya serta WNI yang
berdomisili di Arab Saudi ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah.40

3. Uraian Tugas PPIH Arab Saudi
Dalam Keputusan Menteri Agama RI tentang Pembentukan PPIH
Arab Saudi 1435 H/2014 M tertera uraian tugas PPIH Arab Saudi, sebagai
berikut:
a. Menyelenggarakan
transportasi,

pelayanan

akomodasi,

umum

katering,

yang

dokumen,

meliputi

pelayanan

administrasi,

dan

perlindungan.
40

Keputusan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Pedoman Rekrutmen
Haji Indonesia, (Jakarta, 2013), h. 2-3

25

b. Mewakili jamaah haji Indonesia pada pertemuan-pertemuan resmi
dengan Pemerintah Arab Saudi.
c. Menyelenggarakan pengendalian pelayanan bimbingan ibadah.
d. Melakukan pengawasan penyelenggaraan ibadah haji khusus.
e. Melakukan kordinasi dengan pihak-pihak terkait di Arab Saudi.
f. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Menteri Agama cq.
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah.41

41

Keputusan Menteri Agama RI, Pembentukan PPIH Arab Saudi 1435 H/2014 M, h. 3

BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG DIREKTORAT JENDERAL
PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH KEMENAG RI

A. Sejarah Singkat Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
1. Penyelenggaraan Haji Pasca-Kemerdekaan
Pada tanggal 21 Januari 1950, Badan Kongres Muslimin Indonesia
mendirikan sebuah yayasan yang secara khusus menangani kegiatan
penyelenggaraan haji, yaitu Panitia Perbaikan Perjalanan Haji Indonesia
(PPPHI) yang kemudian kedudukannya diperkuat dengan dikeluarkannya
Surat Kementerian Agama Republik Indonesia Serikat Nomor 3170
tanggal 6 Februari 1950, disusul dengan surat edaran Menteri Agama RIS
Nomor A.III/I/648 tanggal 9 Februari 1950 yang menunjuk PPPHI sebagai
satu-satunya wadah yang sah disamping Pemerintah untuk mengurus dan
menyelenggarakan haji Indonesia. Sejak saat itulah penyelenggaraan haji
ditangani oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, dibantu
oleh instansi lain seperti Pamongpraja. Tahun itu merupakan tahun
pertama rombongan haji Indonesia yang diikuti dan dipimpin oleh Majelis
Pimpinan Haji bersama dengan Rombongan Kesehatan Indonesia.1
Dengan dibentuknya Kementerian Agama sebagai salah satu unsur
kabinet Pemerintah setelah masa kemerdekaan, maka seluruh beban PIH
ditanggung pemerintah dan segala kebijakan tentang pelaksanaan ibadah
haji semakin terkendali Dengan semakin membaiknya tatanan kenegaraan
1

Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh,
(Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h. 5

26

27

Indonesia, pada tahun 1964 pemerintah mengambil alih kewenangan
dalam PIH dengan membubarkan PPPHI yang kemudian diserahkan
kepada Dirjen Urusan Haji (DUHA) dibawah koordinasi Menteri Urusan
Haji.2
2. Penyelenggaraan Haji Masa Orde Baru
Tugas awal penguasa Orde Baru sebagai pucuk pimpinan negara pada
tahun 1966 adalah membenahi sistem kenegaraan. Pembenahan sistem
pemerintahan tersebut berpengaruh pula terhadap PIH dengan dibentuknya
Departemen Agama yang merubah struktur dan tata kerja organisasi
Menteri Urusan Haji dan mengalihkan tugas PIH dibawah wewenang
Dirjen Urusan Haji, termasuk penetapan biaya, sistem manajemen dan
bentuk organisasi yang kemudian ditetapkan dalam Keputusan Dirjen
Urusan Haji Nomor 105 tahun 1966. Pada tahun 1967 melalui keputusan
Menteri Agama Nomor 92 tahun 1967, penetapan besarnya biaya haji
ditentukan oleh Menteri Agama.3
Pada tahun 1968, keputusan tentang besarnya biaya haji kembali
ditetapkan oleh Dirjen Urusan Haji dengan keputusan Nomor 111 tahun
1968. Dalam perjalanan selanjutnya, pemerintah bertanggung jawab secara
penuh dalam PIH mulai dari penentuan biaya haji, pelaksanaan ibadah haji
serta hubungan antara dua negara yang mulai dilaksanakan pada tahun
1970. Pada tahun tersebut biaya perjalanan haji ditetapkan oleh Presiden
melalui Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 1970. Dalam tahun-tahun

2

Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh,
(Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h. 5
3
Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh,
(Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h. 5

28

berikutnya PIH tidak banyak mengalami perubahan-perubahan kebijakan
dan keputusan tentang biaya perjalanan haji ditetapkan melalui Keputusan
Presiden.4
Pada tahun 1976, ditandai dengan adanya perubahan tata kerja dan
struktur organisasi PIH yang dilakukan oleh Dirjen Bimas Islam dan
Urusan Haji (BIUH). Sebagai panitia pusat, Dirjen BIUH melaksanakan
koordinasi ke tiap-tiap daerah tingkat I dan II di seluruh Indonesia. Dalam
hal ini sistem koordinasi dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan oleh
Dirjen BIUH. Beberapa panitia penyelenggara didaerah juga menjalin
koordinasi dengan Badan Koordinator Urusan Haji (BAKUH) ABRI, hal
ini dikarenakan BAKUH ABRI memiliki lembaga tersendiri untuk
pelaksaan operasional PIH.5
Setelah tahun 1976, seluruh pelaksanaan operasional perjalanan
ibadah haji dilaksanakan oleh Dirjen BIUH. Pada tahun 1985, pemerintah
kembali mengikutsertakan pihak swasta dalam PIH, dimana pihak-pihak
swasta tersebut mempunyai kewajiban langsung kepada pemerintah.
Dalam perkembangan selanjutnya, lingkungan bisnis modern mengubah
orientasi pihak-pihak swasta tersebut dengan menyeimbangkan antara
orientasi pelayanan dan orientasi keuntungan yang selanjutnya dikenal
dengan istilah PIH Plus. Pada tahun 1987 pemerintah mengeluarkan
keputusan tentang PIH dan Umroh Nomor 22 tahun 1987 yang selanjutnya
disempurnakan dengan mengeluarkan peraturan PIH dan Umroh Nomor
4

Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh,
(Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h. 5
5
Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh,
(Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h. 5

29

245 tahun 1991 yang lebih mennekankan pada pemberian sanksi yang jelas
kepada pihak swasta yang tidak melaksanakan tugas sebagaimana
ketentuan yang berlaku.6
Pembatasan jamaah haji yang lebih dikenal dengan pembagian kuota
haji diterapkan pada tahun 1996 dengan dukungan Sistem Komputerisasi
Haji Terpadu (SISKOHAT) untuk mencegah terjadinya over quota seperti
yang terjadi pada tahun 1995 dan sempat menimbulkan keresahan dan
kegelisahan di masyarakat., khususnya calon jamaah haji yang telah
terdaftar pada tahun tersebut namun tidak dapat berangkat. Mulai tahun
2005 penetapan porsi provinsi dilakukan sesuai dengan ketentuan
Organisasi Konferensi Islam (OKI) yaitu 1 orang per mil dari jumlah
penduduk yang beragama Islam dari masing-masing provinsi, kecuali
untuk jamaah haji khusus diberikan porsi tersendiri.7
3. Penyelenggaraan Haji Pasca-Orde Baru
Melalui Keputusan Presiden Nomor 119 tahun 1998, pemerintah
menghapus monopoli an