Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji Oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji Dan Umroh (Ditjen Phu) Kementerian Agama Republik Indonesia Tahun 2010-2011

(1)

EVALUASI PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI OLEH

DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI

DAN UMROH (DITJEN PHU)

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

TAHUN 2010-2011

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh : ABDUS SOMAD NIM : 108053000021

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H/ 2013 M


(2)

EVALUASI PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI OLEH

DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI

DAN UMROH (DITJEN PHU)

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

TAHUN 2010 - 2011

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh: Abdus Somad NIM : 108053000021

Dibawah Bimbingan

Drs. Hasanuddin Ibnu Hibban, MA NIP : 19660651994031005

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1434 M/ 2013 H


(3)

PENGESAHAN PANITIAN UJIAN

Skripsi berjudul: Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji oleh Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2010 dan 2011 telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Kamis, 29 November 2012. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada Jurusan Manajemen Dakwah.

Jakarta, 29 November 2012

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota,

Drs. Cecep Castrawijaya, MA Drs. H. Mulkanasir, BA S.Pd, MM

NIP. 196708181998031002 NIP. 195501011983021001

Anggota,

Penguji I Penguji II

Prof. Dr. Murodi, MA Drs. Sugiharto, MA

NIP. 196407051992031003 NIP. 196608061996031001

Pembimbing,

Drs. Hasanuddin Ibnu Hibban, MA NIP. 19660651994031005


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam skripsi ini telah dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ilmiah ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 07 Januari 2013


(5)

“This minithesis is

dedicated to my beloved

family,The Big Family of (dcsd)

KH. Sabilar Rosyad. May Allah

will always by our side and will

always show us the rigth way to


(6)

ABSTRAK ABDUS SOMAD, NIM 108053000021

Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji oleh Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia Tahun 2010 dan 2011

Di bawah bimbingan : Drs. Hasanuddin Ibnu Hibban, MA

Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang merupakan sebuah fenomena religius akbar yang terjadi setiap tahunnya. Sejak tahun 1949, pemerintah Indonesia mulai melakukan pemberangkatan perdana jamaah haji Indonesia ke tanah suci. Namun dari tahun ke tahun masih mengalami berbagai macam hambatan teknis yang sampai tahun 2010 dan 2011 pun masih banyak tercatat kekurangan selama penyelenggaraan ibadah haji (PIH).

Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Ditjen PHU) selaku satu-satunya pemegang tampuk kuasa pelaksana ibadah haji reguler, tentunya tidak hanya berpangku tangan dalam menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Ada beberapa ketetapan atau standar pelaksanaan ibadah haji yang maksimal, hanya saja penerapan untuk tahun 2010 dan 2011 yang masih belum sepenuhnya baik.

Untuk itu penulis mengangkat penelitian tentang evaluasi penyelenggaraan ibadah haji dan difokuskan di tahun 2010 dan 2011, dengan maksud membuat perbandingan antara kedua tahun tersebut dan menjadikannya sebagai salah satu sumber informasi yang bermanfaat untuk publik tentang alur evaluasi selama proses (PIH). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif yang menggunakan teknik wawancara dan pengambilan dokumentasi berupa data atau laporan tertulis.

Dari hasil penelitian penulis mendapatkan beberapa temuan, diantaranya mengetahui beberapa tahapan dalam pengelolaan PIH yang dilakukan oleh Ditjen PHU Kemenag RI dan juga gambaran semua aspek PIH serta langkah penanganannya oleh pemerintah pada tahun 2010 dan 2011 yang masih tak lepas dari beberapa hal klasik, serta mengetahui apa saja aspek yang dilakukan evaluasi secara spesifik oleh Ditjen PHU yang sudah diaplikasikan pada PIH tahun 2011 dan 2012 serta tahun-tahun berikutnya.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang masih tetap setia memberikan segala petunjuk menuju dunia yang diridhoi-Nya. Sholawat dan salam selalu dijunjungkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW

yang telah dan akan selalu memberikan syafa’at kepada kaum Muslim dunia.

Alhamdulillah, empat tahun penulis berjuang melawan banyak godaan untuk menuntut ilmu dijalan Allah. Canda, tawa, suka dan duka selalu menjadi penyemangat jalannya hidup. Kini semua akan meninggalkan penulis namun akan menjadi sebuah goresan tinta kehidupan yang tak akan pernah penulis lupakan. Segala usaha dalam penyelesaian skripsi ini yang pada awalnya berjudul

“Evaluasi Aspek Kesehatan Penyelenggaraan Haji oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI tahun 2011” namun

karena keterbatasan data secara spesifik,maka penulis berinisiatif dan juga atas

saran dari pihak terkait untuk membahasa secara luas tentang “Evaluasi

Penyelenggaraan Ibadah Haji oleh Direkotrat Penyelenggaraan Haji dan Umroh

Kementerian Agama RI tahun 2010 dan 2011”. Terima kasih penulis hanturkan

kepada segenap pihak atas terselesaikannya skripsi ini,antara lain:

1. Dr. Arief Subhan, MA selaku dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan para jajarannya, kepada Drs. Cecep Castrawijaya, MM selaku ketua jurusan Manajemen Dakwah dan kepada H. Mulkannasir, BA, S.Pd, MM, selak u sekretaris jurusan Manajemen Dakwah.


(8)

2. Prof. Dr. Murodi,MA selaku penguji I dan Drs. Sugiharto, MA selaku penguji II yang telah memberikan banyak masukan untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Drs. Hasanuddin Ibnu Hibban, MA selaku dosen pembimbing. Terima kasih juga atas semua ilmu yang telah bapak berikan.

4. Segenap Bapak dan Ibu dosen Manajemen Dakwah 2008-2012, terima kasih atas segala ilmu yang telah diajarkan selama ini. Semoga masih akan terus bermanfaat untuk penulis dalam menghadapi dunia yang nyata. 5. Kedua orang tua penulis, (alm) KH. Sabilar Rosyad dan Hj. Muhani. Kasih sayangmu tak dapat penulis ungkapkan melalui kata-kata dalam skripsi ini, tak terhitung berapa jumlah kalori yang kau bakar hanya untuk memberikan yang terbaik untuk penulis.

6. Kakak, adik dan abang ipar penulis: Ummu Afifah, Halimatussa’diyah, Rosmaliah, Siti Anshoriyah, Rosianah dan Damanhuri yang selalu memberikan warna dalam kehidupan penulis. Tak lupa kepada kedua keponakan tersayang, Muhammad Afif Hadzami dan Ahmad Fathir Sabili, semoga Allah menjaga kalian semua dalam ridho-Nya.

7. Staf Perpustakaan FIDKOM dan Perpustakaan Utama yang telah memberikan kemudahan dalam bertransaksi buku yang selama ini penulis butuhkan dan tentunya atas koneksi WiFi-nya yang selalu penulis gunakan.

8. Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh selaku narasumber untuk penelitian ini, khususnya kepada Bapak Abdul Muhyi selaku


(9)

Kasubbag Tata Usaha Pelayanan Haji dan jajarannya, kepada Bapak Abdurrazak Al Fakhir selaku Kasubbag Tata Usaha Direktorat Pengelola Dana Haji, dan kepada segenap staf dari Bagian Perencanaan dan Keuangan.

9. Kawan-kawan senasib dan tersayang dari Manajemen Dakwah 2008 ; Dian, Sidiq, Tika, Anis, Dito, Reza, Andre, Ipin, Hilman, Ibnu, Abid, Husin, Niam, Fini serta teman-teman MD A dan B yang lainnya. Juga kepada teman-teman Manajemen Dakwah UIN Suska Riau yang terus memberikan semangat kepada penulis, khususnya kepada Pipir Romadi dan Andrika Saputra. Serta tak lupa kepada teman-teman seperjuangan; Marisa, Nazhofah, Riri dan Fathur.

10.Adik-adik kelas di FIDKOM UIN Jakarta,khususnya kepada adik-adik kelas di Manajemen Dakwah dan Manajemen Haji Umroh; Ajeng, Yudho, Yudi, Wahyu dan lainnya. Terima kasih selama ini kita telah berbagi segala apa yang kita ketahui. Semoga kalian segera lulus memuaskan.

11.Segenap kawan-kawan dari : Himpunan Mahasiswa Islam, BEM Manajemen Dakwah, Forum Komunikasi Mahasiswa Betawi, Forum Komunikasi Mahasiswa Manajemen Dakwah se-Indonesia, Sekolah Politik Kerakyatan Komunitas Indonesia Baru (SPK KIBAR) dan rekan-rekan Britzone English Club.

Jakarta, 07 Januari 2013


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……….. i

KATA PENGANTAR ……… ii

DAFTAR ISI ……….. v

BAB I. PENDAHULUAN ……….. 1

A. Latar Belakang Masalah ………. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……… 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….. 8

D. Metodologi Penelitian ……… 9

E. Tinjauan Pustaka ……… 13

F. Sistematika Penulisan ……… 15

BAB II. LANDASAN TEORITIS ……….. 17

A. Teori Evaluasi ……… 17

1. Pengertian Evaluasi ………. 17

2. Proses Evaluasi ……… 19

3. Desain Evaluasi ………... 20

B. Penyelenggaraan / Pelaksanaan (Actuating) ……….. 21

1. Pengertian dan Dasar Hukum Pelaksanaan ………. 21

2. Elemen Pelaksanaan ……… 22

3. Langkah-Langkah Pelaksanaan ………... 24

C. Ruang Lingkup Ibadah Haji ……….. 24

1. Pengertian, Macam, Syarat, Rukun, Wajib dan Sunnah Haji ………..… 24


(11)

2. Larangan Selama Ibadah Haji dan Denda (Dam) ….….. 29

3. Unsur-Unsur Penyelenggaran Ibadah Haji ………. 31

BAB III. TINJAUAN UMUM DIREKTORAT PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMROH KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA ……….…….. 34

A. Sejarah Singkat Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Ditjen PHU) ……..……… 34

1. Penyelenggaraan Haji Pasca-Kemerdekaan ………. 34

2. Penyelenggaraan Haji Masa Orde Baru ………... 35

3. Penyelenggaraan Haji Pasca-Orde Baru ……….. 37

B. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Ditjen PHU) ………...………. 38

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 45

A. Deskripsi Penyelenggaraan Ibadah Haji (PIH) Indonesa Tahun 2010 ……… 45

B. Deskripsi Penyelenggaraan Ibadah Haji (PIH) Indonesia Tahun 2011 ……….. 48

1. Kuota Haji 2011 ………. 48

2. Pemberangkatan (Embarkasi) dan Transportasi Udara .. 50

3. Pemondokan ……….... 51

4. Katering Haji ……….. 52

5. Transportasi Darat (Armada Bis) ………... 53


(12)

7. Keamanan dan Perlindungan Jamaah Haji ………. 54

8. Pemulangan (Debarkasi) ………. 54

C. Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji oleh Direktorat Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia Tahun 2010 dan 2011 ……… 55

1. Sosialisasi Pendaftaran ………... 60

2. Pemberangkatan (Embarkasi) dan Transportasi Darat ... 62

3. Keamanan dan Perlindungan Jamaah Haji ………. 63

4. Katering Haji ……….. 64

5. Pemulangan (Debarkasi) ………. 65

6. Dana Abadi Umat (DAU) ……… 65

D. Analisis ……….. 67

BAB V. PENUTUP ……….. 71

A. Kesimpulan ……… 71

B. Saran-Saran ………... 73

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ibadah haji adalah sebuah fenomena keagamaan yang luar biasa, peristiwa akbar yang dipertunjukkan oleh Sang Pencipta kepada seluruh hamba-Nya.1 Dalam ibadah haji tidak ada perbedaan kasta dan suku bangsa, tidak ada diskriminasi jenis kelamin, bahkan perbedaan warna kulit. Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima yang dilaksanakan dengan syarat dan rukun tertentu dan dilaksanakan disebuah tanah yang suci dimana Allah SWT memberikan sebuah tempat bagi orang-orang Muslim untuk melaksanakan tawaf dan beribadah lainnya, seperti yang tertera dalam firman Allah SWT yang berbunyi:













Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada

Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): "Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku' dan sujud.

Ibadah haji juga termasuk salah satu kewajiban umat Muslim dunia bagi yang mampu menjalankannya.

1

M. Basyuni, Muhammad, Pidato Penerimaan Gelar Doktor Honoris Causa (HC) dalam Bidang Manajemen Dakwah berjudul Reformasi Manajemen Haji: Formula Pelayanan Prima Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji (Jakarta, 2008) hal. 16


(14)

Sesuai dengan firman Allah SWT:























Artinya: “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke

Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka

Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta

alam”. (Q.S. Ali Imron : 97)

Kata (ﻉﺎﻄﺘﺴﭐ) di atas yang berarti “mampu” adalah mampu dalam 3 hal yang biaya, memiliki jiwa dan raga yang sehat, menguasai segala ilmu tentang haji dan mampu menjaga diri dari perbuatan yang dilarang Allah selama proses pelaksanaan ibadah haji. Selain itu, jamaah haji juga harus mampu dalam hal perjalanan yang memadai dan aman serta mampu meninggalkan bekal untuk keluarga yang ditinggalkan di Indonesia.2

Ibadah haji biasa dilakukan setiap bulan Dzulhijjah dengan kegiatan intinya pada tanggal 8-10 Dzulhijjah. Dimulai dengan bermalam di Mina, wukuf di Padang Arafah dan diakhiri dengan melempar jumrah, yakni melempar batu ke sebuah benda yang disimbolkan sebagai setan.3

Penyelenggaraan ibadah haji telah dimulai sejak zaman Nabi Ibrahim AS, saat istri Nabi Ibrahim AS yang bernama Siti Hajar

2

Drs. H. M. Shalahuddin Hamid, MA, Agenda Haji & Umrah, (Jakarta : Intimedia Cipta Nusantara, 2006) h. 11-12

3

Prof. Dr. Zakiah Darajat, Haji Ibadah Yang Unik, (Jakarta : Ruhama, 2000) Cet. VIII, h. 80


(15)

melahirkan putra pertamanya, Nabi Ismail AS. Nabi Ibrahim AS diperintahkan oleh Allah untuk membawa mereka ke sebuah padang pasir yang tandus dan kemudian Nabi Ibrahim AS meninggalkan mereka dengan penuh keyakinan dari Allah SWT. Saat Siti Hajar dan Ismail kecil mengalami kehausan, Siti Hajar berinisiatif untuk mencari sumber air dan makanan dengan berlari kecil dari satu bukit ke bukit lainnya secara terus-menerus, hingga kemudian Ismail kecil mengehentakan kaki kecilnya dan keluarlah mata air yang kemudian hingga sekarang diberi nama air zam-zam4.

Praktek ibadah haji di Indonesia sendiri sudah mulai sejak awal akhir abad ke-12 pada saat para pedagang Muslim dari Arab, Persia dan Anak Benua India datang ke nusantara untuk kepentingan perdagangan sekaligus penyebaran agama Islam di nusantara. Kemudia pada abad selanjutnya, yakni pada abad ke-14 dan ke-15 jumlah jamaah haji Indonesia mengalami peningkatan ketika pada saat itu hubungan ekonomi, politik dan sosial keagamaan antar-negara Muslim Timur Tengah dengan nusantara semakin meningkat.5 Namun manajemen penyelenggaraan ibadah haji yang terorganisir di Indonesia baru mulai dilaksanakan mulai dari selang 4 tahun setelah Indonesia merdeka, yakni pada tahun 1949 setelah pemerintah Indonesia pada tahun 1948 mengirimkan misi haji ke Arab Saudi untuk menjelaskan situasi politik pada saat itu sekaligus meminta dukungan terhadap kaum Muslim untuk menentang penjajahan. Ibadah

4

http://id.wikipedia.org/wiki/Isma'il 5

M. Basyuni, Muhammad, Reformasi Manajemen Haji (Jakarta, FDK Press, 2008) hal. 18-19


(16)

haji pada saat itu adalah sebuah upaya yang sangat sulit untuk dilakukan karena bangsa Indonesia masih harus berusaha mengusir para penjajah dari bumi pertiwi. Meskipun demikian, pemerintah tetap melakukan pemberangkatan pertama pada tahun 1949 setelah pemerintah- Indonesia berhasil mengirimkan misi haji pada tahun sebelumnya untuk bertemu dengan raja Arab Saudi.6

Namun seiring perjalanannya, masih sering ditemukan berbagai masalah yang menyelimuti pelaksanaan ibadah haji Indonesia. Pada tahun 2010 dan 2011 saja masih sering terjadi hambatan klasik penyelenggaraan haji di Indonesia, mulai dari pendaftaran, pemberangkatan, transportasi dan akomodasi, katering, kesehatan, keamanan, hingga pemulangan (debarkasi) jamaah kembali ke Indonesia. Menurut Taufiq Erwin Haryadi, Kasubbag Pengelolaan Sistem Jaringan di Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umroh (Ditjen PHU) Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), ada tiga hal prior dalam sebuah penyelenggaraan ibadah haji, yakni pada saat pemberangkatan, pada saat wukuf di Arafah dan pada saat pemulangan kembali jamaah ke Indonesia.7

Sebagai contoh pada saat pemberangkatan, tidak adanya pesawat yang delay sehingga jamaah mendapatkan kepuasan tersendiri selama perjalanan menuju Jeddah. Kemudian pada saat wukuf di Arafah, semua pelayanan dari mulai akomodasi, katering dan lainnya harus sesuai dengan keinginan dan pemahaman jamaah. Kemudian pada saat

6

M. Basyuni, Muhammad, Reformasi Manajemen Haji (Jakarta, FDK Press, 2008) hal. 51-52

7


(17)

pemulangan, tidak ada jamaah yang tertinggal. Banyaknya masalah yang timbul adalah pada saat pelaksanaan wukuf di Arafah, antara lain seperti katering nasi mentah, kasus kriminalitas yang dialami jamaah haji saat di Jeddah, Mekkah dan Madinah, kemudian ada juga kasus jamaah haji yang tersesat di Madinah. Padahal hakikatnya para jamaah haji harus mendapatkan segala pelayanan yang ideal, yang sudah diatur dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Pasal 7, yakni yang berisi tentang para jamaah haji berhak mendapatkan segala pelayanan yang memadai, mulai dari bimbingan manasik, akomodasi, konsumsi, transportasi, pelayanan kesehatan, perlindungan sebagai Warga Negara Indonesia (WNI), hingga kenyamanan fasilitas selama jamaah haji ada di tanah air, Arab Saudi dan saat kepulangan kembali ke Indonesia.8

Setiap penyelenggaraan sebuah kegiatan, dibutuhkan sebuah sistem evaluasi. Evaluasi adalah sebuah proses penilaian9,dimana terjadinya sebuah pengukuran terhadap efektifitas rencana dalam sebuah program yang pada hasil akhirnya akan dijadikan tolak ukur keberhasilan dan dijadikan rancangan atau standarisasi untuk melakukan sebuah kegiatan yang selanjutnya.

Begitu juga dengan penyelenggaraan ibadah haji, sangat membutuhkan sebuah sistem evaluasi untuk mencari penyebab dari berbagai masalah yang timbul dan mengatasi semua masalah yang timbul

8

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Bab III, pasal 7. 9

Dan B Curtis; James J. Floyd; Jerry L. Winsor, Komunikasi Bisnis dan Profesional. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996) h. 414


(18)

serta merancang sebuah gagasan atau solusi cemerlang agar pada saat penyelenggaraan ibadah haji selanjutnya bisa berlangsung dengan keadaan yang lebih baik dan ideal, sesuai dengan yang tertera dalam undang-undang penyelenggaraan ibadah haji yang dijadikan sebagai standarisasi penyelenggaraan ibadah haji yang semestinya.

Sebagai acuan, pada tahun 2008 mantan Menteri Agama RI telah membuat buku berjudul Reformasi Manajemen Haji yang didalamnya terdapat kajian tentang evaluasi penyelenggaraan haji dari awal dilaksanakan hingga tahun 2007. Di antara evaluasi yang dilakukan pada saat itu adalah memberikan layanan katering di Madinah agar sejak tiba di Madinah jamaah haji tidak perlu memikirkan penyiapan makan dan minum.10

Evaluasi pada penyelenggaraan ibadah haji ini mencakup berbagai aspek,antara lain dalam proses pendaftaran, pemberangkatan yang mencakup pelayanan transportasi, pelayanan akomodasi, pelayanan konsumsi, serta juga mencakup aspek pelayanan kesehatan, pelayanan jaminan keamanan sebagai WNI, jaminan keamanan sebagai warga negara Indonesia (WNI) dan juga termasuk evaluasi pada proses pemulangan jamaah haji kembali ke Indonesia.

Kejadian yang cukup mencengangkan pada musim haji tahun 2010 dan 2011 adalah banyaknya jamaah haji Indonesia yang meninggal dunia, yakni mencapai angka lebih dari 400 jamaah dari jumlah keseluruhan total

10

Muhammad M. Basyuni, Reformasi Manajemen Haji (Jakarta: FDK Press, 2008) h. 165


(19)

lebih kurang 200.000 jamaah haji Indonesia tiap tahunnya. Kasus meninggalnya jamaah haji tersebut diakibatkan oleh berbagai penyebab,seperti kesehatan jamaah yang tidak terprediksi pada saat pelaksanaan ibadah di tanah suci dan juga disebabkan faktor usia.

Berdasarkan berbagai uraian yang tertulis diatas, maka penulis telah

membuat dan mengkaji sebuah penelitian berjudul “EVALUASI

PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI OLEH DIREKTORAT

JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMROH

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

2010-2011”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Penelitian ini difokuskan kepada proses penyelenggaraan haji oleh Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) yang masih tidak luput oleh berbagai masalah seperti yang telah tertulis pada latar belakang masalah dan fokus di tahun 2010 dan 2011 agar data bersifat terkini dan adanya perbadingan antara PIH di tahun 2010 dan di tahun 2011 untuk mengetahui apakah ada peningkatan atau penurunan didalamnya. Penelitian ini difoukskan kepada sistem evaluasi untuk semua aspek yang ada dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010 dan 2011 untuk menemukan solusi bersama untuk dapat dijadikan acuan PIH ideal di tahun-tahun berikutnya.


(20)

Adapun informan untuk penelitian ini dikhususkan kepada Direktorat Pelayanan Haji, Direktorat Pengelolaan Dana Haji dan Direktorat Perencanaan dan Keuangan Direktorart Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia.

2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah-masalah pokok yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah gambaran umum penyelenggaraan ibadah haji Indonesia pada tahun 2010 dan 2011?

b. Bagaimana evaluasi penyelenggaraan ibadah haji pada tahun 2010 dan 2011 yang dilakukan oleh Ditjen PHU Kemenag RI?

c. Bagaimana perbandingan pelaksanaan PIH antara tahun 2010 dan 2011?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok masalah yang penulis paparkan diatas,maka ada beberapa tujuan yang penulis ingin capai,antara lain:

a. Untuk mengetahui bagaimana penyelenggaraan ibadah haji oleh Kemenag RI pada tahun 2010 dan 2011.

b. Untuk mengetahui bentuk monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Kemenag RI pada tahun 2010 dan 2011.


(21)

c. Untuk mengetahui perbandingan deskripsi penyelenggaraan dan hasil evaluasi dari PIHI tahun 2010 dan 2011.

2. Manfaat Penelitian

a. Teoritis, yaitu penelitian ini diharapkan bisa menjadi khazanah keilmuan manajemen dakwah dalam lingkup manajemen haji oleh Kemenag RI dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam berbagai penulisan karya ilmiah.

b. Akademis, yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi teoritis dan dapat berguna bagi pengembangan pengetahuan mengenai penyelenggaraan ibadah haji yang ideal. c. Praktisi/Masyarakat, yaitu memberikan gambaran dan informasi

kepada masyarakat umum khususnya pada mahasiswa Manajemen Dakwah bagaimana bentuk monitoring dan evaluasi yang digunakan oleh Kemenag RI untuk semua aspek dalam PIH.

d. Sebagai prasyarat akhir untuk mendapatkan gelar sarjana strata satu (S1) dalam bidang Manajemen Dakwah

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah suatu teknik pengumpulan data yang menggunakan metode observasi partisipasi,peneliti terlibat sepenuhnya dalam kegiatan informan


(22)

kunci yang menjadi subjek penelitian dan sumber informasi penelitian11.

Penulis menggunakan pendekatan kualitatif karena penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan suatu utaian mendalam tentang ucapan, tulisan dan tingkah laku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, organisasi tertentu dalam suatu konteks setting tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif dan holistic12. Dan dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode studi kasus sebagai sub dari penelitian kualitatif,dimana studi kasus merupaka tipe pendekatan dalam penelitian yang menelaah satu kasus secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif.

Oleh karena itu, pendekatan kualitatif ini dipilih oleh penulis berdasarkan tujuan penelitian yang ingin mendapatkan gambaran proses dari penyelenggaraan ibadah haji Indonesia dan mencari hasil dari evaluasi yang dilakukan Ditjen PHU Kemenag RI terhadap PIH tahun 2010 dan 2011.

Dimana untuk mendapatkan hasil dari penelitian ini, penulis melakukan pengumpulan data yang diperlukan secara intensif dan kemudian menguraikan fakta-fakta yang terjadi secara alamiah disertai pengujian kembali atas semua yang telah dikumpulkan.

11

Elvinaro Ardianto, Metodolgi Penelitian Untuk Public Relations, Kualitatif dan Kuantitatif (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2010) h.58

12

Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2003) h. 213


(23)

2. Jenis Penelitian

Ditinjau dari jenis penelitian, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata,gambar dan bukan angka-angka. Data tersebut berasal dari penelitian langsung kepada objek dengan teknik wawancara langsung, catatan ilmiah dan dokumen resmi lainnya.

3. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dimulai sejak 30 Agustus tahun 2012 dan selesai pada 4 Oktober 2012, seiring dengan akan berjalannya proses PIH tahun 2012.

4. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini bertempat di Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), khususnya di bagian Kantor Tata Usaha Direktorat Pelayanan Haji dan di Kantor Tata Usaha Direktorat Pengelolaan Dana Haji Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Ditjen PHU).

5. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah narasumber dari Tata Usaha Pelayanan Haji Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umroh (Ditjen PHU) Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI). Sedangkan objek yang diteliti adalah mengenai laporan hasil monitoring dan evaluasi PIH tahun 2010 dan 2011 yang dilakukan oleh lembaga terkait.


(24)

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan adalah menggunakan teknik pengumpulan data kualitatif, yaitu berupa pengumpulan data dalam bentuk kata-kata dan pernyataan.

Dimana dalam pelaksanaannya, penulis melakukan teknik pengumpulan data melalui:

a. Wawancara

Wawancara atau interview adalah percakapan atau tanya jawab antara dua orang atau lebih untuk mendapatkan sebuah informasi. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan wawancara tidak terstruktur, yakni wawancara yang tidak tertuju pada satu pedoman wawancara atau wawancara yang dilakukan bebas dimana penulis hanya menggunakan garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan13.

Dimana dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara dengan garis besar permasalahan yang diteliti, yakni tentang evaluasi untuk semua aspek dalam proses PIH tahun 2010 dan 2011 yang dilakukan oleh Ditjen PHU Kemenag RI.

13

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: ALFABETA, 2008) hal.140


(25)

b. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti14. Teknik observasi pada awalnya dipergunakan dalam penelitian etnografi, yakni merupakan studi tentang kebudayaan suatu bangsa, dan tujuannya adalah untuk memahami suatu cara hidup dari pandangan orang-orang yang terlibat didalamnya.15

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen16, seperti berupa data-data, arsip-arsip dan gambar-gambar ataupun bentuk lainnya. Dimana dalam kaidah metodologi penelitian, sumber data di bagi menjadi dua menurut cara perolehannya, yakni data primer (primary data) yang merupakan data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian perorangan, kelompok atau organisasi. Dan data sekunder (secondary data) yakni data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi atau tersedia melalui publikasi dan informasi yang dikeluarkan di

14

Husaini Usman dan Purnomo Akbar Setiady, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003) h. 53

15

Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003) h. 33

16

Husaini Usman dan Purnomo Akbar Setiady, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003) h. 57


(26)

berbagai organisasi atau perusahaan, termasuk majalah jurnal, khusus pasar modal, perbankan dan keuangan.17

E. Tinjauan Pustaka

Pada penelitian ini, peneliti melakukan tinjauan pustaka dengan tujuan untuk meyankinkan bahwa penulisan skripsi ini bukan merupakan hasil plagiat dari skripsi sebelumnya. Selain itu dalam penelitian ini pun keabsahan teori yang tercantum dapat penulis pertanggung jawabkan, dan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

Berikut ini judul-judul skripsi yang dijadikan tinjauan pustaka : 1. Strategi Pelayanan Prima Kementerian Agama Jakarta Selatan

Pada Calon Jamaah Haji oleh Ahmad Muis mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Manajemen Dakwah dengan NIM 106053001979, skripsi ini membahas tentang strategi pelayanan prima penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama Jakarta Selatan.

2. Sistem Komputerisasi Haji Terpadu pada Kementerian Agama RI karya Mutmainnah dengan NIM 107053002256 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Manajemen Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini membahas mengenai manajemen haji dengan aplikasi SISKOHAT dalam pendaftaran calon jamaah haji.

17

Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h.29-30


(27)

3. Evaluasi Kinerja Karyawan PT. Asuransi Takaful Umum karya Muh. Akmal Am.K dengan NIM 101053022735 Fakultas Dakwah dan Komunikasi Jurusan Manajemen Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini membantu penulis dalam pencarian tentang berbagai teori evaluasi.

Dari semua tinjauan pustaka yang tertulis diatas, telah jelas bahwa penulis belum menemukan judul dan bahasan penelitian serupa yang akan penulis teliti. Untuk itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik

Indonesia Tahun 2010 dan 2011”. Perbedaan dari judul yang penulis akan

teliti dengan judul-judul tinjauan pustaka diatas adalah terletak pada pokok bahasan yang akan diteliti, penulis bermaksud melakukan fokus penelitian kepada bentuk monitoring dan evaluasi untuk semua aspek yang ada dalam proses PIH yang diselenggarakan secara reguler oleh Ditjen PHU Kemenag RI di tahun 2010 dan 2011 serta menganalisis perbandingan hasil PIH di kedua tahun tersebut.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan, penelitian ini terdiri dari lima bab penulisan, yang perinciannya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN, yang berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian yang berisi tentang pendekatan penelitian, subjek


(28)

penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan prosedur penelitian yang terdiri dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan, waktu dan lokasi penelitian dan pola analisa data. Kemudian juga tertulis tinjauan pustaka dan sistematika penulisan penelitian.

BAB II LANDASAN TEORITIS, yang berisi tentang teori yang digunakan sebagai acuan analisa hasil penelitian, yang terdiri dari teori evaluasi, pembahasan mengenai penyelenggaraan (actuating), dan pengertian serta ruang lingkup ibadah haji.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN, yang berisi tentang tinjauan umum yang terdiri dari profil sejarah singkat berdirinya Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), Organisasi, Visi dan Misi Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), serta profil singkat tentang Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Ditjen PHU)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, yang berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari deskripsi tentang penyelenggaraan ibadah haji (PIH) tahun 2011 dan bentuk evaluasi terhadap PIH tahun 2011 yang dilakukan oleh Ditjen PHU Kemenag RI.

BAB V PENUTUP, yang berisi kesimpulan terkait penelitian ini dan saran-saran untuk lembaga terkait.


(29)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Teori Evaluasi

1. Pengertian Evaluasi

Kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris yakni to evaluate yang diberi awalan e- dan akhiran –tion yang berarti sebuah penialaian/memberi nilai (judgment) atau pengukuran18. Ernest J. McCormick (1985:231) mengemukakan bahwa “As Goldstein and

Buxton (1982) print out, the evaluation of training centers around two interacting corners: 1) the estabilishment of measures of success

(criteria); and 2) the experiments designs used in the evaluation”.

Goldstein dan Buxten berpendapat bahwa evaluasi pelatihan dapat didasarkan pada kriteria (pedoman dari ukuran kesuksesan) dan rancangan percobaan.19

Evaluasi sebagai fungsi manajemen adalah aktivitas untuk meneliti dan mengetahui pelaksanaan yang telah dilakukan di dalam proses keseluruhan organisasi mencapai hasil sesuai dengan rencana atau program yang telah ditetapkan dalam rangka pencapaian tujuan

18

Soekidjo Notoatmodjo, Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005) Cet.5, h. 311

19

A.A Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000) Cet.II, h.59


(30)

serta menjadikannya sebagai indikator kesuksesan atau kegagalan sebuah program sehingga dapat dijadikan bahan kajian berikutnya.20

Evaluasi adalah bagian integral dari proses manajemen, evaluasi dilakukan karena ingin mengetahui apa yang telah dilakukan telah berjalan sesuai rencana, apakah semua masukan kegiatan yang dilakukan memberi hasil dan dampak yang seperti yang diharapkan.

Gambar 1. Siklus Manajemen21

Dalam lingkup organisasi dan administrasi, evaluasi atau penilaian dapat diartikan sebagai sebuah proses pengukuran dan pembandingan hasil pekerjaan yang telah dicapai dengan hasil-hasil pekerjaan yang seharusnya dicapai. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hakekat dari penilaian adalah :

a. Penilaian ditujukan kepada satu fase tertentu dalam satu proses setelah fase itu seluruhnya selesai dikerjakan. Berbeda dengan pengawasan yang ditujukan kepada fase yang masih dalam proses pelaksanaan.

20

M. Anton Athoillah, Dasar-Dasar Manajemen, (Bandung: Pustaka Setia, 2010) Cet. I, h.115

21

Soekidjo Notoatmodjo, Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005) Cet.5, h. 311

Perencanaan

Evaluasi


(31)

b. Penilaian bersifat korektif terhadap fase yang telah selesai dikerjakan. Korektifitas yang menjadi sifat penilaian itu sangat berguna bukan untuk fase yang telah selesai, akan tetapi untuk fase berikutnya. Artinya melalui penilaian harus ditemukan kelemahan-kelemahan sistem yang digunakan dalam fase yang baru saja selesai, juga harus ditemukan penyimpangan-penyimpangan dan/atau penyelewengan-penyelewengan yang telah terjadi, tetapi lebih penting lagi harus ditemukan sebab-sebab mengapa kelemahan-kelemahan itu timbul dan mengapa sebab-sebab mengapa penyimpangan-penyimpangan itu terjadi.22

2. Proses Evaluasi

Dalam melakukan kegiatan evaluasi, secara umum meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menentukan apa yang akan di evaluasi

Pimpinan lembaga dan pelaksana mennentukan secara spesifik proses penerapan dan hasil yang akan di monitor dan di evaluasi,proses dan hasil pengukuran harus bersifat objektif. b. Mengembangkan standar kerangka dan batasan;

Standar yang dikembangkan harus bersifat strategis dan objektif,serta mengandung sebuah jarak batasan yang logis yang menerima segala bentuk kekurangan dan kesalahan. Standar tersebut bukan hanya digunakan untuk mengukur hasil

22

Ahmad Fadli HS, Organisasi & Administrasi, (Jakarta: Manhalun Nasyi-in Press, 2008) Cet. IV, h. 32-33


(32)

akhir,tetapi juga untuk saat pelaksanaan monitoring berlangsung.23

c. Merancang desain (metode);

d. Menyusun instrumen dan rencana pelaksanaan; e. Melakukan pengamatan, pengukuran dan analisis; f. Membuat kesimpulan dan pelaporan.

Keenam langkah evaluasi di atas dapat dipadatkan menjadi 2 langkah terpenting, yaitu Menetapkan fokus hal yang akan di evaluasi dan merancang metode pelaksanaannya

3. Desain Evaluasi

Banyak rancangan desain yang dapat dipakai dalam melakukan evaluasi. Michael Ibrahim membuat urutan desain menjadi:

a. Non-riset, termasuk lelucon (anecdote), cerita hikayat

(story), dan pendapat-pendapat ahli maupun orang awam.

b. Riset non-eksperimental, termasuk survei sederhana, studi kasus-kelola (case control study) dan studi kohor (cohort

study).

c. Riset eksperimental, termasuk mulai dari desain eksperimen lapangan sampai dengan laboratorium

Stephen Isaac dan William B. Michael (1981) mengemukakan 9 bentuk desain evaluasi, yaitu:

a. Historikal

23

Hunger and Wheelen, Essesntial of Strategic Management, (Tampa, Florida, Addison Wesley Longman Inc., 1997), h. 161


(33)

b. Deskriptif

c. Studi perkembangan d. Studi kasus lapangan e. Studi korelasional f. Studi sebab akibat g. Eksperimen murni h. Eksperimen semu i. Riset aksi24

B. Penyelenggaraan / Pelaksanaan (Actuating) 1. Pengertian dan Dasar Hukum















Artinya : “Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan

Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa

yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah : 105).

Ayat tersebut diatas menjelaskan tentang salah satu fungsi manajemen yang dikemukakan oleh George R. Terry yakni fungsi pelaksanaan (actuating). Dimana fungsi ini adalah fungsi lanjutan atau tindak lanjut dari dua fungsi sebelumnya, perencanaan dan pengorganisasian.

24

Soekidjo Notoatmodjo, Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005) Cet.5, h. 313-316


(34)

Penyelenggaraan atau biasa disebut dengan pelaksanaan, dalam bahasa Inggris disebut dengan actuating merupakan salah satu dari empat fungsi manajemen yang kita kenal dengan istilah POAC

(planning, organizing, actuating dan controlling). Pelaksanaan

(actuating) merupakan tindak lanjut yang dilakukan oleh organisasi

yang telah memiliki perencanaan dan melakukan pengorganisasian yang terstruktur sesuai kebutuhan satuan kerja25.

2. Elemen Pelaksanaan

Dalam fungsi pelaksanaan,ada 4 (empat) elemen atau sub-fungsi yang perlu diperhatikan dalam proses manajerial,adalah sebagai beikut:

a. Leadership (Kepemimpinan)

Kepemimpinan adalah bagaimana seseorang bisa memberikan pengaruh kuat kepada mereka yang disebut sebagai pengikut. Sedangkan pemimpin adalah seseorang yang mempunyai pengaruh tentang itu. Ada beberapa karakteristik dalam kepemimpinan:

1) Kepemimpinan menunjukan tentang keberadaan pengikut 2) Kepemimpinan melibatkan kepentingan kedua belah

pihak,pemimpin dan pengikutnya.

3) Kepemimpinan melibatkan sebuah otoritas yang tidak sama antara pemimpin dan anggota kelompoknya.

25

Hadari Nawawi, Manajemen Strategik, Organisasi Non-Profit Bidang Pemerintahan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005) Cet. III, h.95


(35)

4) Kepemimpinan menunjukan bahwa seorang pemimpin bisa mempengaruhi para pengikutnya atau bawahannya selain juga bisa memberikan arahan yang sah kepada mereka.

b. Communication (Komunikasi)

Komunikasi adalah proses berjalannya sebuah informasi atau pemahaman dari satu orang selaku pemberi pesan kepada orang lainnya sebagai penerima pesan. Ada dua jenis komunikasi,verbal dan nonverbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang melibatkan kosa kata melalui pembicaraan secara langsung (two way communication),sedangkan nonverbal adalah komunikasi yang tidak melibatkan kosa kata melalui pembicaraan secara langsung,biasanya menggunakan simbol-simbol atau melalui media seperti surat,TV,radio,surat kabar dan lain sebagainya.

c. Motivation (Motivasi)

Motivasi adalah proses membangkitkan semangat kerja kedalam pikiran para anggota kelompok dengan tujuan memberikan yang terbaik bagi perusahaan atau organisasi26.

d. Coordination (Koordinasi)

Serupa dengan komunikasi, subfungsi koordinasi dimaksudkan untuk mendapatkan sebuah hubungan baik antara pemimpin dan anggota kelompok dengan agar tercapainya tujuan bersama.

26

P. C. Tripathi, P. N. Reddy, Principles of Management, (New Delhi : The McGram-Hill Company, 2008), Edisi ke-4, h. 4


(36)

3. Langkah-Langkah Pelaksanaan

Fungsi pelaksanaan mengandung 2 langkah terpenting dalam rangka melaksanakan sebuah kegiatan dalam organisasi, yang pertama adalah penyusunan staf kerja (staffing) yang meliputi sumber daya manusia (SDM) dan tenaga lain dari luar lembaga (relawan). Yang kedua adalah pengarahan kerja (directing) ,yakni mengelompokkan SDM atau anggota kelompok sesuai dengan kemampuan dan bakat, yang tentunya secara tidak langsung akan menghasilkan kinerja yang efektif dan efisien. Tanpa adanya sebuah pengarahan, SDM atau anggota kelompok cenderung bekerja sesuai dengan apa yang mereka lihat tanpa memandang kepentingan utama sebuah lembaga. Pada proses pengarahan, biasanya sebuah perusahaan atau lembaga menggunakan program Total Quality Management (TQM).27

C. Ruang Lingkup Ibadah Haji

1. Pengertian, Macam, Syarat, Rukun, Wajib dan Sunnah Ibadah Haji

Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima yang merupakan salah satu kewajiban umat Islam dunia untuk menjalankannya bagi mereka yang mampu. Secara bahasa, kata haji berasal dari bahasa Arab, hajj yang berarti ziarah. Dalam hal ini adalah ziarah ke tempat-tempat yang diagungkan oleh agama Islam, yakni Baitullah Makkah dan Madinah, tepatnya adalah menziarahi

27

Hunger and Wheelen, Essesntial of Strategic Management, (Tampa, Florida, Addison Wesley Longman Inc., 1997), h. 149


(37)

ka’bah dengan syarat dan rukun tertentu.28

. Sesuai dengan yang disebutkan dalam Al-Quran:









Artinya : “Tiada lain sembahyang mereka di sekitar Baitullah

itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah

azab disebabkan kekafiranmu itu.” (QS. Al-Anfaal : 35).

Secara istilah kata haji bisa diartikan sebagai rukun Islam kelima yang pelaksanaannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu yaitu antara tanggal 8 sampai dengan 13 Dzulhijjah setiap tahun29, dan dilaksanakan dengan syarat dan rukun tertentu serta larangan saat pelaksanaan ibadah haji, seperti yang disebutkan dalam Al-Quran:













Artinya : “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi

Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa dan

bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.” (QS Al

-Baqarah : 197).

28

M. Ardani, Fikih Ibadah Praktis, (Ciputat: Bumbu Dapur Communication – PT. Mitra Cahaya Utama, 2008) h.39

29

Ahmad Nidjam, Alatief Hanan, Manajemen Haji: Studi Kasus dan Telaah Implementasi Knowledge Workers, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2001) Cet.I h.1


(38)

Ayat tersebut diatas menjelaskan tentang kapan waktu dibolehkannya melaksanakan ibadah haji, yakni pada bulan yang dimaklumi antara lain bulan Syawal, Dzulkaidah dan Dzulhijjah. Ayat tersebut juga menyebutkan tentang berbagai larangan saat pelaksanaan ibadah haji, antara lain tidak boleh melaksanakan rafats30, tidak boleh berbuat fasik dan berbantah-bantahan selama proses pelaksanaan ibadah haji. Kemudian Allah menyuruh hamba-Nya untuk menyiapkan segala bekal untuk selama di tanah suci agar tetap istiqomah menjalankan ibadah haji tanpa merasa kekurangan harta dan kebutuhan rohani lainnya.

Menurut cara pelaksanaannya, haji itu terbagi menjadi tiga macam, yaitu haji ifrad, haji tamattu dan haji qiran. Haji Ifrad adalah haji yang dilaksanakan dengan mendahulukan umrah daripada ibadah haji, sedangkan haji tamattu adalah ibadah haji yang dikerjakan dengan mendahulukan ihram untuk umrah lalu kemudian baru melaksanakan ihram haji setelah pekerjaan-pekerjaan umrah lainnya telah selesai dikerjakan, sedangkan haji qiran adalah melakukan ihram untuk ibadah haji sekaligus bersamaan dengan niat untuk umrah.

Dalam pelaksanaan ibadah haji,ada beberapa hal penting terkait syarat, rukun, wajib dan sunnah haji yang perlu diperhatikan agar menghasilkan ibadah haji yang mabrur.

30

Yang dimaksud dengan rafats adalah mengeluarkan perkataan yang kotor sehingga bisa menimbulkan birahi atau syahwat dan bisa menjerumuskan pada perbuatan bersetubuh.


(39)

a. Syarat Haji

Syarat adalah segala hal yang harus dilakukan sebelum melakukan sebuah ibadah,tidak sah ibadahnya jika tidak memenuhi syarat. Dalam pelaksanaan ibadah haji pun juga ada beberapa syarat yang harus dijalani oleh calon jamaah, tidak hanya semata-mata mampu dalam hal pembiayaan, namun juga ada beberapa syarat utama yang harus dimiliki oleh calon jamaah haji, antara lain:

1) Beragama Islam

2) Telah mencapai usia berakal (baligh) 3) Pengetahuan tentang manasik haji

4) Biaya yang ia miliki cukup untuk keperluan di dalam negeri, perjalanan pulang pergi, biaya hidup di Arab Saudi dan keperluan lainnya

5) Kelengkapan dokumen perjalanan (paspor) dan izin masuk ke negara tujuan (visa).

b. Rukun Haji

Rukun adalah segala sesuatu yang mendasar dan harus dikerjakan selama suatu ibadah berlangsung,tidak sah jika meninggalkan satu rukunnya. Adapun yang termasuk dalam rukun-rukun haji adalah enam hal, antara lain:

1) Ihram, yaitu berniat untuk memulai ibadah haji. 2) Wuquf di Arafah


(40)

3) Thawaf di Baitullah

4) Sa’I antara bukit Shafa dan Marwah

5) Tahalul, yaitu mencukur atau memotong sedikit atau seluruh bagia rambut

6) Tertib, yaitu berurutan mengerjakan rukun haji. c. Wajib Haji

Adapun yang termasuk dalam wajib haji adalah antara lain:

1) Melakukan ihram dari miqat 2) Melempar jumrah

3) Bermalam (mabit) di Mina 4) Thawaf al-Wada’

5) Menghindari segala yang diharamkan dalam ihram d. Sunnah Haji

Adapun yang termasuk dalam sunnah haji adalah antara lain:

1) Melakukan haji dengan ifrad

2) Talbiyah, yakni mengucapkan kalimat 3) Thawaf al-Qudum

4) Bermalam di Muzdaliah 5) Shalat thawaf dua rakaat31

31


(41)

2. Larangan Saat Ibadah Haji dan Denda (Dam)

Hal-hal yang terlarang dalam ibadah haji ada enam, antara lain: a. Kaum laki-laki dilarang untuk mengenakan pakaian berjahit seperti

kemeja, celana, sepatu, sarung, surban dan sebagainya. Sedangkan untuk wanita dibolehkan memakai pakaian berjahit tetapi dilarang untuk menutup bagian wajahyna dengan sesuatu yang bersentuhan langsung dengannya.

b. Tidak boleh memakai wangi-wangian, kecuali yang dipakai sebelum berihram dan masih melekat aromanya.

c. Tidak boleh memotong kuku atau mencukur rambut saat berihram, namun dibolehkan untuk memakai celak mata, mandi dan berbekam serta menyisir rambut

d. Tidak boleh melakukan jima’ (bersetubuh)

e. Tidak boleh melakukan sesuatu sentuhan yang bisa membatalkan wudhu

f. Tidak boleh membunuh binatang buruan yang hidup di darat.32 Dan apabila jamaah haji mengerjakan apa yang dilarang selama ibadha haji,maka ia wajib membayar denda (dam) sesuai dengan ketentuan syariat yang berlaku. Ada lima macam dam menurut sebab wajibnya, antara lain:

a. Dam karena meninggalkan salah satu perintah ibadah haji, misalnya tidak melakukan ihram dari miqat. Dalam hal ini, ia

32

Abu Hamid Al-Ghazali, Asrar Al-Hajj, diterjemahkan oleh Muhammad Al-Baqir dengan judul Rahasia Haji dan Umroh (Bandung: Karisma, 2000), h.37-38


(42)

wajib menyembelih binatang kambing yang sepertujuh dari unta atau sepertujuh dari lembu. Jika tidak mampu menyembelih binatang, maka ia wajib melakukan puasa sepuluh hari dengan tiga hari pada saat pelaksanaan dan tujuh hari setelah kepulangan ke tanah air.

b. Dam karena bercukur, berhias atau bersenang-senang

(taraffuh), termasuk memotong kuku, memakai

wangi-wangian, dan lain-lainnya. Dan ia harus memilih untuk melaksanakan menyembelih hewan qurban atau puasa tiga hari atau bersedekah dengan member makanan tiga sha’ kepada enam orang miskin masing-masing setengah sha’. Sesuai dengan firman Allah yang berbunyi:







Artinya : “Dan jangan kamu mencukur kepalamu,

sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah, Yaitu:

berpuasa atau bersedekah atau berkorban.” (QS. Al

-Baqarah : 196

c. Dam ihsar, adalah denda yang dibayar karena seseorang yang terhalang oleh musuh atau mendapatkan sakit saat pelaksanaan tahalul, maka ia wajib membayar dengan menyembelih hewan qurban seperti kambing atau


(43)

semisalnya, jika tidak dapat melakukannya maka ia wajib mengganti dengan mengeluarkan makanan senilai harga hewan tersebut

d. Dam karena membunuh binatang buruan, maka ia wajib memilih dendanya antara menyembelih hewan ternak yang sebanding atau menyedekahkan makanan seharga binatang kepada fakir miskin yang tinggal di tanah haram atau berpuasa satu hari tiap-tiap mud makanan tersebut di atas. e. Dam karena jima’

3. Unsur-Unsur Penyelenggaraan Ibadah Haji

Penyelenggaraan ibadah haji adalah sebuah kegiatan yang memiliki mobilitas tinggi dan pergerakan dinamis tapi dibatasi oleh tempat dan waktu dengan melibatkan lima komponen yang harus dipenuhi dalam operasionalnya, yaitu adanya calon haji, pembiayaan, sarana transportasi, hubungan antar-negara dan organisasi pelaksananya.33

Yang pertama adalah adanya calon jamaah haji, dalam hal ini mereka harus memenuhi syarat untuk melaksanakan ibadah haji, yakni antara lain telah mencapai usia berakal (jika belum usia berakal, hajinya sah namun belum termasuk dalam kewajiban mereka), memiki biaya cukup untuk di dalam dan di Arab Saudi, memiliki pengetahuan

33

Ahmad Nidjam, Alatief Hanan, Manajemen Haji: Studi Kasus dan Telaah Implementasi Knowledge Workers, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2001) Cet.I h.10


(44)

yang cukup tentang prosesi pelaksanaan ibadah haji, serta memiliki dokumen perjalanan yang sah dan lengkap.

Kemudian unsur yang kedua adalah mengenai pembiayaan haji atau bisa disebut sebagai Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) atau dulu disebut dengan Ongkos Naik Haji (ONH). Biaya haji adalah sejumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh calon jamaah kepada pihak penyelenggara dalam hal ini adalah Kementerian Agama melalui sejumlah bank-bank yang telah ditunjuk sebagai bank penerima setoran BPIH

Secara singkat, organisasi pelaksana dalam hal ini adalah tanggung jawab Menteri Agama yang dalam pelaksanaannya dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umroh dengan yang terdiri dari 4 jejaring eselon yakni eselon I (Direktur Jenderal PHU), eselon II (Direktur), eselon III (Bagian dan Sub Direktorat) dan eselon IV (Seksi dan Sub Bagian) serta didukung oleh staff pelaksana yang jumlahnya bervariasi untuk masing-masing unit kerja.

Adapun sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing unit, secara garis besar organisasi pelaksana haji dapat dibagi sebagai berikut:

a. Sekretarian Jenderal PHU b. Direktorat Pembinaan Haji c. Direktorat Pelayanan Haji


(45)

d. Direktorat Pengelolaan BPIH dan Sistem Informasi Haji e. Dan yang terakhir adalah organsiasi terkecil dalam PIH,

yakni kelompok terbang (kloter) yang dalam setiap kloter didampingi oleh Tim Pemandu Ibadah Haji Indonesia (TPIHI), Tim Pembimbing Ibadah Haji (TPIH) dan Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI).34

34

Muhammad M. Basyuni, Reformasi Manajemen Haji, (Jakarta, FDK Press, 2008) h.132-134


(46)

BAB III

GAMBARAN UMUM

DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMROH KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

A.Sejarah Singkat Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Ditjen PHU)

1. Penyelenggaraan Haji Pasca-Kemerdekaan

Pada tanggal 21 Januari 1950, Badan Kongres Muslimin Indonesia (BKMI) mendirikan sebuah yayasan yang secara khusus menangani kegiatan penyelenggaraan haji, yaitu Panitia Perbaikan Perjalanan Haji Indonesia (PPPHI) yang kemudian kedudukannya diperkuat dengan dikeluarkannya Surat Kementerian Agama Republik Indonesia Serikat (RIS) Nomor 3170 tanggal 6 Pebruari 1950, disusul dengan surat edaran Menteri Agama RIS Nomor A.III/I/648 tanggal 9 Pebruari 1950 yang menunjuk PPPHI sebagai satu-satunya wadah yang sah disamping Pemerintah untuk mengurus dan menyelenggarakan haji Indonesia. Sejak saat itulah penyelenggaraan haji ditangani oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, dibantu oleh instansi lain seperti Pamongpraja.35 Tahun itu merupakan tahun pertama rombongan haji Indonesia yang diikuti dan dipimpin oleh Majelis Pimpinan Haji bersama dengan Rombongan Kesehatan Indonesia (RKI).

35

Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, (Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h.5


(47)

Dengan dibentuknya Kementerian Agama sebagai salah satu unsur kabinet Pemerintah setelah masa kemerdekaan, maka seluruh beban PIH ditanggung pemerintah dan segala kebijakan tentang pelaksanaan ibadah haji semakin terkendali Dengan semakin membaiknya tatanan kenegaraan Indonesia, pada tahun 1964 pemerintah mengambil alih kewenangan dalam PIH dengan membubarkan PPPHI yang kemudian diserahkan kepada Dirjen Urusan Haji (DUHA) ibawah koordinasi Menteri Urusan Haji.36

2. Penyelenggaraan Haji Masa Orde Baru

Tugas awal penguasa Orde Baru sebagai pucuk pimpinan negara pada tahun 1966 adalah membenahi sistem kenegaraan. Pembenahan sistem pemerintahan tersebut berpengaruh pula terhadap PIH dengan dibentuknya Departemen Agama yang merubah struktur dan tata kerja organisasi Menteri Urusan Haji dan mengalihkan tugas PIH dibawha wewenang Dirjen Urusan Haji, termasuk penetapan biaya, sistem manajemen dan bentuk organisasi yang kemudian ditetapkan dalam Keputusan Dirjen Urusan Haji Nomor 105 tahun 1966. Pada tahun 1967 melalui keputusan Menteri Agama Nomor 92 tahun 1967, penetapan besarnya biaya haji ditentukan oleh Menteri Agama.37

Pada tahun 1968, keputusan tentang besarnya biaya haji kembali ditetapkan oleh Dirjen Urusan Haji dengan keputusan Nomor 111 tahun 1968. Dalam perjalanan selanjutnya, pemerintah bertanggung jawab secara penuh dalam PIH mulai dari penentuan biaya haji, pelaksanaan ibadah haji

36

Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, (Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h.5

37 Idem.


(48)

serta hubungan antara dua negara yang mulai dilaksanakan pada tahun 1970. Pada tahun tersebut biaya perjalanan haji ditetapkan oleh Presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 1970. Dalam tahun-tahun berikutnya PIH tidak banyak mengalami perubahan-perubahan kebijakan dan keputusan tentang biaya perjalanan haji ditetapkan melalui Keputusan Presiden.38

Pada tahun 1976, ditandai dengan adanya perubahan tata kerja dan struktur organisasi PIH yang dilakukan oleh Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji (BIUH). Sebagai panitia pusat, Dirjen BIUH melaksanakan koordinasi ke tiap-tiap daerah tingkat I dan II di seluruh Indonesia. Dalam hal ini sistem koordinasi dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan oleh Dirjen BIUH. Beberapa panitia penyelenggara didaerah juga menjalin koordinasi dengan Badan Koordinator Urusan Haji (BAKUH) ABRI, hal ini dikarenakan BAKUH ABRI memiliki lembaga tersendiri untuk pelaksaan operasional PIH.39

Setelah tahun 1976, seluruh pelaksanaan operasional perjalanan ibadah haji dilaksanakan oleh Dirjen BIUH. Pada tahun 1985, pemerintah kembali mengikutsertakan pihak swasta dalam PIH, dimana pihak-pihak swasta tersebut mempunyai kewajiban langsung kepada pemerintah. Dalam perkembangan selanjutnya, lingkungan bisnis modern mengubah orientasi pihak-pihak swasta tersebut dengan menyeimbangkan antara orientasi pelayanan dan orientasi keuntungan yang selanjutnya dikenal dengan istilah

38

Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, (Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h.5

39 Idem.


(49)

PIH Plus. Pada tahun 1987 pemerintah mengeluarkan keputusan tentang PIH dan Umroh Nomor 22 tahun 1987 yang selanjutnya disempurnakan dengan mengeluarkan peraturan PIH dan Umroh Nomor 245 tahun 1991 yang lebih mennekankan pad apemberian sanksi yang jelas kepada pihak swasta yang tidak melaksanakan tugas sebagaimana ketentuan yang berlaku.40

Pembatasan jamaah haji yang lebih dikenal dengan pembagian kuota haji diterapkan pada tahun 1996 dengan dukungan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) untuk mencegah terjadinya over quota seperti yang terjadi pada tahun 1995 dan sempat menimbulkan keresahan dan kegelisahan di masyarakat., khususnya calon jamaah haji yang telah terdaftar pada tahun tersebut namun tidak dapat berangkat. Mulai tahun 2005 penetapan porsi provinsi dilakukan sesuai dengan ketentuan Organisasi Konferensi Islam (OKI) yaitu 1 orang per mil dari jumlah penduduk yang beragama Islam dari masing-masing provinsi, kecuali untuk jamaah haji khusus diberikan porsi tersendiri.41

3. Penyelenggaraan Haji Pasca-Orde Baru

Melalui Keputusan Presiden Nomor 119 tahun 1998, pemerintah menghapus monopoli angkutan haji dengan mngizinkan kepada perusahaan penerbangan lain selain PT. Garuda Indonesia untuk melaksanakan angkutan haji. Dibukanya kesempatan tersebut disambut hangat oleh sebuah perusahaan asing, Saudi Arabian Airlines untuk ikut serta dalam

40

Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, (Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h.6

41 Idem.


(50)

angkutan haji dengan mengajukan penawaran kepada pemerintah dan mendapapat respon yang positif. Sejak era reformasi, setiap bentuk kebijakan harus memenuhi aspek keterbukaan dan transaparansi, jika tidak akan menuai kritik dari masyarakat. Pemerintah dituntut untuk terus menyempurnakan sistem penyelenggaraan haji dengan lebih menekankan pada pelayanan, pembinaan dan perlindungan secara opitmal. 42

Penyelenggaraan Haji menjadi tanggung jawab Menteri Agama yang dalam pelaksanaan sehari-hari, secara struktural dan teknis fungsional dilaksanakan oleh Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji (BIPH) yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 165 tahun 2000. Dalam perkembangan terakhir berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 63 tahun 2005, Ditjen BIPH direstrukturasi menjadi dua unit kerja eselon I, yaitu Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) dan Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU). Dengan demikian mulai operasional haji tahun 2007 pelaksana teknisP PIH dan pembinaan umroh berada dibawah Ditjen PHU.43

42

Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, (Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h.6

43 Idem.


(51)

B.Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umroh

Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Ditjen PHU) juga menganut sistem kerja yang teratur dengan beberapa rencana strategis sebagai berikut:

1. Tugas : Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh mempunyai tugas untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang penyelenggaraan haji dan pembinaan umroh berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri.

2. Fungsi :

a. Perumusan dan penetapan visi, misi dan kebijakan teknis di bidang penyelenggaraan haji dan umroh;

b. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang penyelenggaraan haji dan pembinaan umroh;

c. Pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan haji dan pembinaan umroh;

d. Pemberian pembinaan teknis dan evaluasi pelaksana tugas; e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal.44

3. Susunan Organisasi

a. Sekretariat Direktorat Jenderal b. Direktorat Pembinaan Haji c. Direktorat Pelayanan Haji

44


(52)

d. Direktorat pengelolaan BPIH dan Sistem Informasi Haji45 4. Struktur Organisasi

Struktur organisasi Ditjen PHU dibagi menjadi 4 organisasi kerja dengan masing-masing bagiannya sesuai dengan bidangnya. Adapun beberapa bidang tersebut membawahi bagian dan sub-bagian antara lain:

1. Direktur Jenderal PHU selaku pimpinan tertinggi dalam Ditjen PHU.46

2. Bagian pertama adalah Sekretaris PHU membawahi 16 sub-bagian : Kabag Perencanaan dan Keuangan, Kasubbag Perencanaan dan Evaluasi Porgram, Kasubbag Pelaksana Anggaran dan Perbendaharaan, Kasubbag Verifikasi Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, Kabag Ortala dan Kepegawaian, Kasubbag Ortala, Kasubbag Kepegawaian, Kasubbag Hukum dan Peraturan Per-UU-an, Kabag Sistem Informasi Haji Terpadu, Kasubbag Pengelolaan Sistem Jaringan, Kasubbag Pengembangan Database Haji, Kasubbag Informasi Haji, Kabag Umum, Kasubbag Tata Usaha, Kasubbag Rumah Tangga, Kasubbag Perlengkapan dan BMN. 3. Direktur Pembinaan Haji dan Umroh dan Kasubbag Tata Usaha

Pembinaan Haji dan Umroh,membawahi 4 subdir dan 12 seksi: Kasubbag Direktorat Bimbingan Jemaah Haji, Kepala Seksi

45

Bagan Organisasi Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh PMA Nomor 10 Tahun 2010

46

Bagan Organisasi Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh PMA Nomor 10 Tahun 2010


(53)

Pengembangan Materi Bimbingan, Kepala Seksi Pelaksanaan Bimbingan, Kepala Seksi Pembinaan KBIH, Kasubbag Direktorat Pembinaan Petugas Haji, Kepala Seksi Rekrutmen Petugas, Kepala Seksi Pelatihan Petugas, Kepala Seksi Penilaian Kinerja Petugas, Kasubbag Direktorat Pembinaan Haji Khusus, Kepala Seksi Perizinan PIHK, Kepala Seksi Akreditasi PIHK, Kepala Seksi Pengawasan PIHK, Kasubbag Direktorat Pembinaan Umroh, Kepala Seksi Perizinan PPIU, Kepala Seksi Akreditasi PPIU, Kepala Seksi Pengawasan PPIU.

4. Direktur Pelayanan Haji dan Kasubbag Tata Usaha Direktorat Pelayanan Haji,membawahi 4 subdir dan 12 seksi : Kasubdir Pendaftaran Haji, Kepala Seksi Pendaftaran Haji Reguler, Kepala Seksi Pendaftaran Haji Khusus, Kepala Seksi Pembatalan Pendaftaran Haji, Kasubdir Dokumen dan Perlengkapan Haji, Kepala Seksi Dokumen Jamaah Haji, Kepala Seksi Pemvisaan, Kepala Seksi Perlengkapan Jamaah Haji, Kasubdir Akomodasi dan Katering Haji, Kepala Seksi Akomodasi di Arab Saudi, Kepala Seksi Katering Jamaah Haji, Kepala Seksi Asrama Haji, Kasubdir Transportasi dan Perlindungan Jamaah Haji, Kepala Seksi Akomodasi di Arab Saudi, Kepala Seksi Transportasi Udara, Kepala Seksi Transportasi Darat, Kepala Seksi Perlindungan dan Kemanana Jamaah Haji.


(54)

5. Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Kasubbag Direktorat Pengelolaan Dana Haji membawahi 4 subdir dan 12 seksi : Kasubdir BPIH, Kepala Seksi Setoran BPIH, Kepala Seksi Pengendalian BPS BPIH, Kepala Seksi Akuntansi dan Pelaporan Setoran Awal, Kasubdir Pelaksana Anggaran Operasional haji, Kepala Seksi Perbendaharaan Operasional Haji, Kepala Seksi Verifikasi, Kepala Seksi Akuntansi dan Pelaporan, Kasubdir, Pengelolaan dan Pengembangan Dana Haji, Kepala Seksi Perbendaharaan Dana Haji, Kepala Seksi Pengembangan dan Portofolio Dana Haji, Kepala Seksi Akuntansi dan Pelaporan, Kasubdir Fasilitasi BP DAU, Kepala Seksi Perbendaharaan Dana Abadi Umat (DAU), Kepala Seksi Program dan Portofolio, Kepala Seksi Administrasi, Akuntansi dan Pelaporan.47

Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh sejak berdirinya di tahun 1964 sudah mengalami 10 kali pergantian direktur,yaitu sebagai berikut:

No. Nama Jabatan Masa Bakti

1 Prof. KH. Farid Ma’ruf

Menteri Urusan Haji 1964 1965 Dirjen Urusan Haji 1965 1973 2 H. Burhani Tjokrohandoko Dirjen Urusan Haji 1973 - 1979

Dirjen Bimas Islam dan

Urusan Haji 1979 – 1984

47

Bagan Organisasi Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh PMA Nomor 10 Tahun 2010


(55)

3 H. A. Qadir Basalamah

Dirjen Bimas Islam dan

Urusan Haji 1984 – 1989

4 H. Andi Lolo Tonang, SH

Dirjen Bimas Islam dan

Urusan Haji 1989 – 1991

5 Drs. H. Amidhan

Dirjen Bimas Islam dan

Urusan Haji 1991 – 1995

6 Drs. H. A. Ghazali

Dirjen Bimas Islam dan

Urusan Haji 1995 – 1996

7 Drs. H. Mubarok, M.Si

Dirjen Bimas Islam dan

Penyelenggaraan Haji 1996 - 2000

8 Drs. H. Taufiq Kamil

Dirjen Bimas Islam dan

Penyelenggaraan Haji 2000 - 2005

9 Drs. H. Slamet Riyanto, M.Si

Dirjen Bimas Islam dan

Penyelenggaraan Haji 2005 - 2006 Dirjen Penyelenggaraan

Haji dan Umroh 2006 – 2012

10

Dr. H. Anggito Abimanyu, M.Sc

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh

2012-sekarang

Tabel 1.

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh dari masa ke masa.48 Tabel di atas berisi tentang daftar nama-nama Dirjen PHU sejak beberapa tahun dilaksanaknnya PIH pasca-kemerdekaan RI oleh pemerintah Indonesia

48

Haji Dari Masa Ke Masa, (Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2012) Cet. 1, h. 312


(56)

hingga tahun 2012. Orang yang pertama menjabat sebagai Dirjen PHU (pada

awalnya disebut sebagai Menteri Urusan Haji) adalah Prof. KH. Farid Ma’ruf

yang menjabat pada tahun 1964 – 1965 sebagai Menteri Urusan Haji dan tahun 1965 - 1979 sebagai Dirjen Urusan Haji. Kedua adalah H. Burhani Tjokrohandoko yang menjabat sebagai Dirjen Urusan Haji pada 1973 – 1979, yang selanjutnya berubah nama menjadi Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji pada 1979 – 1984. Nama ketiga adalah H. A. Qadir Basalamah yang menjabat sebagai Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji pada 1984 – 1989. Kemudian digantikan oleh H. Andi Lolo Tonang, SH pada 1989 – 1991, Drs. H. Amidhan pada 1991 – 1995 dan oleh Drs. H. A. Ghazali pada 1995 – 1996. Kemudian Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji berganti nama menjadi Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji pada tahun 1996 – 2000 yang di pimpin oleh Drs. H. Mubarok, M.Si yang digantikan oleh Drs. H. Taufiq Kamil pada tahun 2000 – 2005. Kemudian pada tahun 2005 Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji di pimpin oleh Drs. H. Slamet Riyanto, M.Si untuk periode 2005 – 2006 yang dilanjutkan kembali pada periode 2006 – 2012 dengan nama baru yakni Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh. Kemudian untuk tahun 2012 hingga saat ini Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh di pimpin oleh Drs. H. Anggito Abimanyu, M.Sc.49

49

Haji Dari Masa Ke Masa, (Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2012) Cet. 1, h. 312


(57)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia (PIHI) Tahun 2010

Pada tahun 2010, kuota haji Indonesia mencapai 221.000 orang dengan pembagian PIH reguler sebanyak 197.500 orang dan PIH khusus sebanyak 23.500 orang. Adapun jumlah kuota yang terserap sebanyak total 220.041 orang dengan perincian PIH reguler sebanyak 196.606 orang dan PIH khusus sebanyak 23.435 orang,dengan demikian jumlah calon jamaah yang batal berangkat sebanyak 959 orang yang diakibatkan oleh beberapa sebab seperti sakit, meninggal dunia, menunda keberangkatan karena muhrimnya wafat dan lain-lain.50

Pada tahun 2010 pemerintah selaku pelaksana PIH menggunakan jasa armada udara dari Garuda Indonesia dan Saudi Arabia Airlines sebagai transportasi embarkasi. Untuk penyewaan pemondokan di Arab Saudi, Dirjen PHU membentuk Tim Penyewaan Perumahan dan Pengadaan Katering Jemaah Haji Indonesia di Arab Saudi tahun 1430H/2009M melalui SK Dirjen PHU No. D/29 Tahun 2010. Tim berjumlah 11 orang yang terdiri dari unsur Ditjen PHU, Sekretariat Jenderal Kementerian Agama, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, dan KJRI Jeddah. Pembentukan

50

Laporan Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1431 H / 2010 M oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2010.


(58)

tim dilakukan lebih dini untuk mengantisipasi kesulitan memperoleh pemondokan seperti yang dialami tahun sebelumnya.51

Setibanya di tanah suci, seluruh jemaah haji memperoleh akomodasi selama berada di Makkah, dan ditempatkan di pemondokan sebanyak 380 gedung/rumah dengan total kapasitas 202.148 orang, termasuk untuk keperluan ruang pelayanan Kloter, ruang kantor sektor dan BPHI Sektor, selisih distribusi per maktab, dan cadangan sebesar 1% dari total jumlah jemaah haji.

Penempatan jemaah di Makkah mengacu kepada hasil Qur'ah Maktab yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 27 s.d. 29 September 2010. Pengendali dan pelaksana penempatan jemaah di pemondokan dilakukan oleh 11 sektor, pelaksanaannya berkoordinasi dengan 71 Maktab, masing-masing Maktab melayani 2.750 – 3.000 jemaah haji. Sedangkan untuk pelayanan akomodasi jemaah haji di Madinah dilakukan oleh 13 Majmuah untuk 494 Kloter, jumlah jemaah sebanyak 198.192. Penempatan jemaah di wilayah Markaziyah sebanyak 467 Kloter, jumlah jemaah 187.272 (94,49%), dan di wilayah Non Markaziyah sebanyak 27 Kloter, jumlah jemaah 10.920 (5.51%). Sementara untuk penyediaan tempat untuk jamaah transit pada saat kepulangan jemaah haji melalui Bandara King Abdul Aziz International Airport (KAIA) Jeddah ditempatkan di hotel transit, dengan layanan tiga kali makan, pengangkutan bagasi, transportasi ke bandara dan city tour.

51

Laporan Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1431 H / 2010 M oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI , 2010.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)