Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Jabon Pola Bagi Hasil di Unit Usaha Perhutanan Kebun Semeru Bogor

ANALISIS FINANSIAL USAHA HUTAN RAKYAT JABON
POLA BAGI HASIL
DI UNIT USAHA PERHUTANAN KEBUN SEMERU BOGOR

SONYA DYAH KUSUMA DEWI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Finansial
Usaha Hutan Rakyat Jabon Pola Bagi Hasil di Unit Usaha Perhutanan Kebun
Semeru Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014
Sonya Dyah Kusuma Dewi
NIM E14090029

ABSTRAK
SONYA DYAH KUSUMA DEWI. Analisis Finansial Hutan Rakyat Jabon Pola
Bagi Hasil di Unit Usaha Perhutanan Kebun Semeru Bogor. Dibimbing oleh
DODIK RIDHO NURROCHMAT.
Pemanfaatan hasil kayu yang berasal dari hutan rakyat memiliki potensi
untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri di tengah isu penurunan
sumberdaya hutan alam Indonesia saat ini. Salah satu pola pengembangan hutan
rakyat di Indonesia adalah pola kemitraan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis kelayakan finansial usaha hutan rakyat jabon (Anthocephalus
cadamba Miq.) pola kemitraan dengan bentuk mekanisme bagi hasil oleh Unit
Usaha Perhutanan Kebun Semeru, Koperasi Mitra Karsa Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan yang berlokasi di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten

Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan analisis finansial yang dilakukan dengan metode
Discounted Cash Flow dengan hasil yaitu NPV sebesar Rp 202.700.335, IRR
31%, dan Net B/C 1,37 maka usaha hutan rakyat jabon pola bagi hasil layak
dikembangkan. Meskipun keuntungan bersih yang diperoleh lebih kecil
dibandingkan usaha hutan rakyat dengan modal mandiri atau modal pinjaman ke
bank, namun pola bagi hasil merupakan alternatif yang menguntungkan dalam
kondisi keterbatasan modal dan relatif sulit memperoleh pinjaman dari sektor
pembiayaan resmi seperti bank.
Kata kunci: hutan rakyat, pola bagi hasil, analisis finansial
ABSTRACT
SONYA DYAH KUSUMA DEWI. Financial Analysis of Profit Sharing Scheme
in Jabon Private Forest Management at Kebun Semeru Forestry Business Unit
Bogor. Supervised by DODIK RIDHO NURROCHMAT.
Wood utilization of private forest has a potential to fulfill the raw material
demand of industry amid the decreasing of natural forest resources in Indonesia.
One of scheme for development of private forest in Indonesia is partnership
scheme. The purpose of this research is to determine the financial feasibility of
partnership scheme with profit sharing mechanism in jabon (Anthocephalus
cadamba Miq.) private forest management at Kebun Semeru Forestry Business
Unit (UUP Kebun Semeru), Mitra Karsa Cooperative, Forestry Research and

Development Agency that located in Leuwiliang District, Bogor Regency, West
Java Province. Financial analysis using Discounted Cash Flow methods shows
that the NPV is Rp 202.700.335, IRR is 31% and Net B/C is 1,37. It means that
private forest management by UUP Kebun Semeru is financially feasible. Despite
net profit that earned from this partnership scheme is less than net profit earned by
self-capital or bank loan capital for private forest, this profit sharing scheme is one
of profitable option in the situation of capital limitation or complex requirements
to get loan from official financing sector such as bank.
Keywords: private forest, profit sharing scheme, financial analysis

ANALISIS FINANSIAL USAHA HUTAN RAKYAT JABON
POLA BAGI HASIL
DI UNIT USAHA PERHUTANAN KEBUN SEMERU BOGOR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan


DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Jabon Pola Bagi Hasil di
Unit Usaha Perhutanan Kebun Semeru Bogor
Nama
: Sonya Dyah Kusuma Dewi
NIM
: E14090029

Disetujui oleh

Dr Ir Dodik Ridho Nurrochmat, MSc.F.Trop
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc.F.Trop
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur pada Allah atas segala ridho-Nya sehingga karya ilmiah ini
dapat diselesaikan. Judul dari penelitian ini adalah Analisis Finansial Usaha Hutan
Rakyat Jabon Pola Bagi Hasil di Unit Usaha Perhutanan Kebun Semeru Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan, dukungan dan bantuan dari
dosen pembimbing Dr Ir Dodik Ridho Nurrochmat, MSc.F.Trop. Penghargaan
penulis sampaikan kepada Bapak Ir Rachman Effendi, M.Sc dan Bapak Indra
Bandarjaja, SE yang telah memfasilitasi penelitian ini. Terimakasih juga kepada
Mbak Nurhayati, Pak Eyank dan seluruh staff Unit Usaha Perhutanan Kebun
Semeru Bogor yang telah membantu dalam proses pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih terbesar disampaikan kepada keluarga atas segala dukungan, doa dan
kasih sayangnya. Terimakasih kepada M. Nugraha, teman-teman Fahutan IPB
terutama para sahabat dan teman seperjuangan di MNH46, MNH47 dan IFSA LCIPB yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu atas segala bantuan dan
dukungannya.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tulisan ini, namun
penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2014
Sonya Dyah Kusuma Dewi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN

Unit Usaha Perhutanan Kebun Semeru Bogor (UUP Kebun Semeru)
Usaha Hutan Rakyat Jabon Pola Bagi Hasil
Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Jabon UUP Kebun Semeru
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
x
x
1
1
2
2
2
2
2
3

3
6
6
7
12
16
16
16
17
18

DAFTAR TABEL
1 Jenis usaha yang dikembangkan UUP Kebun Semeru (Maret 2013)
2 Data penanaman hutan rakyat jabon UUP Kebun Semeru di Kecamatan
Leuwiliang (November 2013)
3 Data investasi di Hutan Rakyat Jabon UUP Kebun Semeru
4 Biaya-biaya usaha hutan rakyat jabon UUP Kebun Semeru
5 Hasil simulasi analisis finansial dengan berbagai sistem pemodalan
6 Proyeksi nilai kini manfaat bersih bagi investor
7 Hasil analisis sensitivitas usaha hutan rakyat pola bagi hasil UUP Kebun

Semeru

7
8
10
13
14
15
15

DAFTAR GAMBAR
1 Bagan struktur organisasi manajemen UUP Kebun Semeru
6
2 Mekanisme bagi hasil dan kontribusi pihak-pihak dalam usaha hutan 10
rakyat jabon UUP Kebun Semeru

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hak dan kewajiban pihak-pihak dalam usaha hutan rakyat pola bagi hasil
UUP Kebun Semeru
2 Cashflow usaha hutan rakyat jabon pola bagi hasil UUP Kebun Semeru

3 Cashflow simulasi usaha hutan rakyat jabon dengan modal mandiri
4 Cashflow simulasi usaha hutan rakyat jabon dengan modal pinjaman
bank

18
20
22
24

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahan baku berupa kayu bulat untuk industri di Indonesia didominasi dari
hasil pemanenan hutan negara. Berdasarkan data dari Statistik Kehutanan
Indonesia yang dirilis Kementerian Kehutanan Republik Indonesia pada tahun
2012, produksi kayu bulat nasional yang berasal dari hutan negara pada tahun
2011 sebesar 25.642.830 m3. Terdapat gap antara penyediaan bahan baku yang
berasal dari hutan negara dan kapasitas produksi yang ada. Jumlah produksi
kayu bulat ini belum dapat menyeimbangkan kapasitas produksi industri
pengolahan kayu plywood, veneer, kayu gergajian, chip woods, dan pulp yang
pada tahun 2011 mencapai 65.652.302 m3. Selain berasal dari hutan negara,

kayu bulat dapat diperoleh dari sumber lain diantaranya hutan rakyat
(Nurrochmat et al. 2012). Produksi kayu bulat nasional yang berasal dari hutan
rakyat dan sumber lainnya pada tahun 2011 mencapai 21.786.505 m3 dari total
produksi kayu bulat nasional yaitu 47.429.335 m3.
Pemanfaatan kayu yang berasal dari hutan rakyat memiliki potensi untuk
memenuhi kebutuhan bahan baku industri di tengah isu penurunan sumberdaya
hutan alam Indonesia saat ini (Kasmaliasari et al. 2009; Yovi et al. 2009).
Berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di
atas tanah yang dibebani hak atau selain tanah yang dimiliki negara.
Pengembangan hutan rakyat di Indonesia dilaksanakan dengan beberapa pola
yaitu pola swadaya, pola subsidi dan pola kemitraan (Dephut 1990 dalam
Raharjo et al. 2010).
Hutan rakyat pola kemitraan adalah hutan rakyat yang dibangun atas
kerjasama masyarakat dan perusahaan swasta atau koperasi dengan insentif
permodalan bunga ringan (Raharjo et al. 2010). Perkembangan hutan rakyat
dengan pola kemitraan dilakukan dengan berbagai bentuk kerjasama. Salah satu
bentuk pola kemitraan yang telah dikembangkan adalah pola bagi hasil. Pola
bagi hasil yang telah diterapkan diantaranya adalah usaha hutan rakyat jabon
oleh Unit Usaha Perhutanan Kebun Semeru Bogor (UUP Kebun Semeru) yang
berada dibawah Koperasi Mitra Karsa Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan.
Analisis kelayakan usaha dari segi finansial sangat diperlukan pada
usaha bagi hasil hutan rakyat jabon UUP Kebun Semeru karena usaha tersebut
baru mulai dijalankan di tahun 2013. Menurut Kusumedi dan Nawir (2007),
analisis finansial merupakan salah satu cara untuk mengetahui kelayakan suatu
kegiatan investasi yang berhubungan dengan pengusahaan hutan. Fokus dari
analisis finansial adalah menghitung manfaat bersih dengan menghitung semua
biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang diperoleh dari pengelolaan suatu
luasan areal tertentu yang dikelola secara kemitraan dalam jangka waktu tertentu.
Berdasarkan Gittinger (2008), analisis dari aspek finansial bertujuan untuk
mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran kas usaha, sehingga dapat diketahui
layak atau tidaknya rencana usaha yang dimaksud.

2
Perumusan Masalah
Usaha budidaya tanaman hutan termasuk katagori bisnis high risk high
return. Usaha hutan rakyat jabon oleh UUP Kebun Semeru dengan pola
kemitraan bagi hasil melibatkan pihak-pihak lain yaitu investor, pemilik lahan
dan petani penggarap sehingga keberhasilan usaha tidak hanya dipengaruhi oleh
satu pihak saja. Analisis kelayakan usaha dari aspek finansial diperlukan
sebagai bahan pertimbangan bagi pengelola dalam menjalankan usaha hutan
rakyat kemitraan. Pola usaha bagi hasil merupakan alternatif bagi pengusaha
dalam kondisi kendala keterbatasan modal pada bisnis hutan rakyat. Meskipun
keuntungan usaha hutan rakyat kemitraan pola bagi hasil yang diperoleh tidak
sebesar usaha dengan modal mandiri atau pinjaman ke bank, namun pola bagi
hasil dapat menjadi opsi yang menguntungkan untuk usaha hutan rakyat dalam
kondisi keterbatasan modal.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kelayakan usaha melalui analisis finansial usaha hutan rakyat
jabon pola bagi hasil UUP Kebun Semeru
2. Membandingkan gambaran kelayakan finansial usaha pola bagi hasil hutan
rakyat jabon UUP Kebun Semeru dengan sistem pemodalan mandiri dan
pinjaman
3. Menganalisis kepekaan (sensitivitas) kelayakan usaha hutan rakyat jabon pola
bagi hasil UUP Kebun Semeru Bogor terhadap kondisi perubahan yang
mungkin terjadi
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi mengenai
kelayakan finansial usaha hutan rakyat jabon pola bagi hasil UUP Kebun
Semeru sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan bagi pengelola usaha dalam menjalankan dan mengembangkan
usahanya. Selain itu diharapkan penelitian ini juga dapat menjadi rujukan untuk
pelaksanaan penelitian lanjutan atau penelitian lain yang sejenis serta
menyediakan informasi bagi pihak-pihak yang akan mendirikan usaha hutan
rakyat dengan pola bagi hasil.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Unit Usaha Perhutanan Kebun Semeru (UUP
Kebun Semeru), Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja
(purposive) karena usaha hutan rakyat jabon pola bagi hasil UUP Kebun Semeru
baru mulai berjalan bertepatan dengan waktu pelaksanaan penelitian.
Pelaksanaan penelitian yaitu pada bulan November 2013-Januari 2014.

3

Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer berupa data yang terkait dengan pengelolaan usaha dan
aspek finansial usaha yang dikumpulkan melalui wawancara dengan Direktur
Utama UUP Kebun Semeru, staff administrasi UUP Kebun Semeru serta
pendamping petani penggarap. Selain itu data primer juga diperoleh dari hasil
observasi ke lokasi penanaman. Data sekunder merupakan data yang berasal
dari proses studi literatur dan dokumen yang terkait.
Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data
kualitatif yaitu analisis deskriptif mengenai gambaran pengelolaan usaha.
Analisis data kuantitatif diolah menggunakan perangkat komputer dengan
menggunakan software Ms.Excel. Analisis data kuantitatif yang dilakukan
adalah analisis finansial dengan metode Aliran Kas Berdiskonto (Discounted
Cash Flow) berdasarkan kriteria kelayakan Net Present Value (NPV), Internal
Rate of Return (IRR) dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C). Selain itu juga
dilakukan analisis sensitivitas untuk mengetahui kepekaan usaha terhadap
kondisi perubahan tertentu, yang memengaruhi sisi manfaat (benefit) maupun
biaya (cost).
Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) adalah selisih antara nilai kini (present value)
dari investasi dengan penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan
datang (Umar 2007). NPV merupakan salah satu kriteria kelayakan usaha yang
mempertimbangkan nilai waktu terhadap uang (time value of money) yang
merupakan selisih dari nilai kini arus manfaat dengan nilai kini arus biaya dalam
cashflow.
NPV dapat diperoleh melalui persamaan (Gittinger 2008):

Keterangan :
Bt
= manfaat yang diperoleh pada tahun ke-t
Ct
= biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t
i
= tingkat bunga (diskonto) yang berlaku
t
= umur ekonomis usaha
Jika suatu usaha memiliki NPV > 0 maka usaha dinilai layak untuk
dijalankan. Apabila nilai NPV ≤ 0 maka usaha dinilai tidak layak secara
finansial (Gittinger 2008).
Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) digunakan untuk mencari tingkat bunga
yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa datang
atau penerimaan kas dengan pengeluaran atau investasi awal (Umar 2007).

4
Tingkat bunga tersebut adalah tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh
suatu usaha untuk sumberdaya yang digunakan (Gittinger 2008).
IRR dapat diperoleh melalui persamaan (Kasmir dan Jakfar 2003):

Keterangan :
i1
= Tingkat suku bunga yang menyebabkan NPV positif
i2
= Tingkat suku bunga yang menyebabkan NPV negatif
NPV1 = NPV yang bernilai positif
NPV2 = NPV yang bernilai negatif
Jika IRR dari suatu usaha sama dengan tingkat suku bunga, maka NPV
dari usaha tersebut sama dengan nol. Oleh karena itu, jika IRR ≥ tingkat suku
bunga, maka usaha layak dijalankan dan jika IRR < tingkat suku bunga, maka
usaha tidak layak dijalankan (Kasmir dan Jakfar 2003).
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Gittinger (2008), mengemukakan bahwa Benefit Cost Ratio (B/C)
diperoleh dari nilai kini arus manfaat dibagi dengan nilai kini arus biaya.
Sedangkan Net Benefit Cost Ratio adalah pembagian nilai kini manfaat bersih
dengan nilai kini investasi. Manfaat bersih adalah nilai kini manfaat bersih
tahunan dalam cashflow yang nilainya positif sedangkan investasi adalah nilai
kini manfaat bersih tahunan dalam cashflow yang nilainya negatif. Net B/C
dapat diperoleh melalui persamaan:

Keterangan:
Nt
= Manfaat bersih tahunan yang bernilai positif
Kt
= Manfaat bersih tahunan yang bernilai negatif
t
= tahun keJika Net B/C ≥ 1 maka usaha dinilai layak untuk dijalankan. Apabila
nilai Net B/C < 1 maka usaha dinilai tidak layak secara finansial (Gittinger
2008).
Analisis Sensitivitas
Kendala utama dalam analisis kelayakan adalah proyeksi selalu
menghadapi ketidaktentuan yang dapat saja terjadi pada keadaan yang telah
diramalkan atau diperkirakan. Analisis sensitivitas adalah suatu analisis untuk
dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang
berubah-ubah pada suatu usaha (Gittinger 2008).
Kemungkinan yang dapat terjadi seiring dengan berjalannya usaha ini
diantaranya apabila terjadi peningkatan biaya total dalam pengelolaan usaha bagi
hasil penanaman jabon dan apabila terjadi penurunan hasil penerimaan dari
penjualan kayu jabon. Oleh karena itu analisis sensitivitas dilakukan dengan

5

skenario apabila terjadi peningkatan biaya total sebesar 10% dan penurunan
hasil penjualan kayu sebesar 10%. Batas sensitivitas kelayakan usaha hutan
rakyat jabon UUP Kebun Semeru berdasarkan skenario tersebut diduga melalui
metode switching value yaitu mengganti nilai dari elemen cashflow yang
menggambarkan kondisi tertentu untuk mengetahui tingkat minimum suatu
usaha layak dijalankan (Gittinger 2008).
Asumsi-Asumsi
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis finansial usaha hutan
rakyat jabon UUP Kebun Semeru adalah sebagai berikut:
1. Jangka waktu analisis adalah enam tahun sebagaimana umur kontrak usaha
yang didasarkan pada waktu masak tebang jabon
2. Pohon yang ditanam adalah sejumlah pohon yang diinvestasikan oleh investor
yang telah menandatangani surat perjanjian kerjasama di tahun 2013 yaitu
sebanyak 11.735 pohon yang ditanam secara bertahap di tahun 2013 di lahan
seluas 14,85 ha dengan pola monokultur
3. Harga investasi jabon adalah berdasarkan paket yang ditawarkan oleh UUP
Kebun Semeru yaitu Rp 5.000.000 untuk maksimal 100 pohon dalam paket
mini dan Rp 25.000.000 untuk maksimal 625 pohon dalam paket regular
4. Biaya-biaya pengelolaan usaha diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak
UUP Kebun Semeru dan biaya pasar tertinggi yang berlaku pada masa
analisis data. Biaya pengangkutan hasil kayu dan administrasinya ditanggung
oleh pembeli
5. Pemanenan dilakukan di tahun ke-6 secara semi-mekanis dengan menyewa
chainsaw dan mengupah operator dengan biaya pemanenan Rp 80.000/pohon
6. Kayu (log) jabon hasil pemanenan memiliki volume sebesar 0,48 m3/pohon
dengan harga jual Rp 1.000.000/m3
7. Hasil penanaman dianggap berhasil 100% (tidak terjadi kegagalan
penanaman) dan keseluruhan hasil kayu (log) akan ditampung oleh industri
8. Bagi hasil dilakukan sesuai dengan presentase bagi hasil yang diberlakukan
yaitu 50% untuk investor, 10% untuk pemilik lahan, 25% untuk petani
penggarap serta 15% untuk UUP Kebun Semeru. Hasil yang dibagi adalah
laba bersih yaitu hasil penjualan kayu yang telah dikurangi biaya pemanenan
dan pajak
9. Pajak yang berlaku berdasarkan pada Undang Undang No. 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan pasal 17 ayat 2c yang menyebutkan bahwa pajak
penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada wajib pajak orang pribadi
dalam negeri paling tinggi adalah 10% dan bersifat final
10. Tingkat suku bunga yang digunakan dalam analisis adalah suku bunga Bank
Indonesia (BI rate) sesuai dengan yang diberlakukan oleh UUP Kebun
Semeru. BI rate yang digunakan adalah BI rate pada masa analisis data yaitu
pada tanggal 13 Maret 2014 sebesar 7,5%
11. Kondisi perekonomian Indonesia dianggap stabil selama masa analisis
Simulasi Cash Flow dan Analisis Finansial
Simulasi cash flow dan analisis finansial dilakukan dengan asumsi bahwa
usaha hutan rakyat jabon UUP Kebun Semeru akan dilakukan dengan modal
mandiri dan modal pinjaman ke bank. Setelah itu, dilakukan perbandingan

6
gambaran usaha bagi UUP Kebun Semeru dari penerapan pemodalan yang
berbeda-beda.
Asumsi yang digunakan untuk analisis finansial usaha hutan rakyat jabon
dengan pola mandiri dikembangkan dari asumsi-asumsi yang digunakan dalam
analisis finansial pola bagi hasil. Hal yang berbeda diantaranya:
1. Pada skenario pertama modal merupakan dana dari UUP Kebun Semeru,
sedangkan pada skenario kedua modal merupakan dana pinjaman ke bank
2. Modal dipinjam dari bank dengan tingkat suku bunga yang diberlakukan
adalah 16% sesuai dengan suku bunga yang berlaku untuk pinjaman melalui
program Kredit Usaha Rakyat Bank BRI tahun 2014
3. Tidak ada penjualan jasa investasi sehingga komponen biaya berkurang
untuk promosi namun bertambah untuk upah petani penggarap dan sewa
lahan
4. Tidak ada pembagian hasil di akhir masa usaha namun terdapat pembayaran
kembali pinjaman ke bank dengan tingkat bunga yang berlaku

HASIL DAN PEMBAHASAN
Unit Usaha Perhutanan Kebun Semeru Bogor (UUP Kebun Semeru)
Unit Usaha Perhutanan Kebun Semeru Bogor (UUP Kebun Semeru)
adalah unit usaha yang merupakan bagian dari Koperasi Mitra Karsa Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan berdasarkan Akta Pendirian No.27
Tanggal 27 Maret 2013. Pada awalnya, Kebun Semeru adalah sebuah nursery
tanaman hias yang memiliki usaha budidaya dan pembibitan tanaman hias,
tanaman pelindung untuk landscape perumahan dan taman kota yang berlokasi
di Jalan Dokter Sumeru, Bogor. Perluasan usaha berupa penanaman tanaman
hutan dilakukan sejak tahun 2011 yaitu usaha penanaman jabon dengan sistem
bagi hasil bekerja sama dengan Koperasi Mitra Karsa.
Kantor UUP Kebun Semeru berlokasi di Jl. Gunung Batu No.5 Bogor.
UUP Kebun Semeru dipimpin oleh seorang direktur utama yaitu Bapak Indra
Bandjardjaja, SE dengan jumlah karyawan tetap sebanyak 15 orang. Struktur
organisasi UUP Kebun Semeru adalah sebagai berikut (Gambar 1):
Direktur Utama
Koperasi

Direktur Marketing

Staff Marketing

Direktur Keuangan

Direktur Produksi

Staff Keuangan/Administrasi

Staff Produksi

Gambar 1 Bagan struktur organisasi manajemen UUP Kebun Semeru

7

Usaha yang sedang dijalankan UUP Kebun Semeru adalah penanaman
jabon, penanaman jabon dengan sistem bagi hasil dan villa kebun. Secara rinci,
jenis-jenis usaha UUP Kebun Semeru adalah sebagai berikut (Tabel 1):
Tabel 1 Jenis usaha yang dikembangkan UUP Kebun Semeru (Maret 2013)
No Jenis Usaha
Lokasi
Luas (ha)
1
Penanaman jabon
Purwakarta
7,00
2
Penanaman jabon
Sukabumi
63,00
3
Villa kebun
Warung Kiara, Sukabumi
76,50
4
Usaha bagi hasil penanaman
Leuwiliang, Kab. Bogor
14,85
jabon
Usaha Hutan Rakyat Jabon Pola Bagi Hasil
Salah satu jenis usaha yang dijalankan UUP Kebun Semeru adalah hutan
rakyat jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) dengan pola bagi hasil. UUP
Kebun Semeru mengusahakan dana investor dengan melakukan penanaman
jabon di suatu lahan dengan hak milik yang diinvestasikan dan melibatkan
masyarakat sekitar sebagai petani penggarap. Usaha mulai dijalankan sejak
tahun 2013 mulai dari tahap persiapan usaha meliputi kegiatan pemasaran jasa
investasi dan pencarian lahan penanaman hingga pelaksanaan penanaman secara
bertahap di bulan Juni tahun 2013. Usaha akan dijalankan selama satu periode
masak tebang jabon yaitu selama enam tahun, sehinga pemanenan akan
dilakukan pada tahun 2019.
Kondisi Umum Hutan Rakyat Jabon Pola Bagi Hasil UUP Kebun Semeru
Lokasi hutan rakyat jabon pola bagi hasil UUP Kebun Semeru yaitu di
desa Karacak dan Karyasari yang secara administratif adalah bagian dari
Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Desa Karacak dan Karyasari adalah
desa yang berbatasan secara administratif.
Mata pencaharian masyarakat desa umumnya adalah petani di lahan
sendiri atau petani penggarap di lahan milik orang lain. Oleh karena itu, tenaga
kerja untuk petani penggarap mudah diperoleh di sekitar lokasi penanaman
jabon oleh UUP KS. Berdasarkan data BPS (2013), kedua desa ini memiliki
potensi pertanian tinggi berupa perkebunan rakyat dengan komoditi buah dan
sayuran. Selain perkebunan rakyat, potensi usaha hutan rakyat di Desa Karacak
dan Desa Karyasari adalah yang tertinggi dibandingkan desa-desa lainnya di
Kecamatan Leuwiliang. Luas hutan rakyat yang tersebar di Kecamatan
Leuwiliang pada tahun 2012 adalah 1.203 ha dimana seluas 410 ha terdapat di
Desa Karacak dan 629 ha terdapat di desa Karyasari.
Hutan rakyat jabon yang diusahakan UUP Kebun Semeru terdapat pada
satu lokasi di Desa Karyasari dan dua lokasi di Desa Karacak. Berdasarkan hasil
observasi lapang, lokasi lahan penanaman jabon UUP Kebun Semeru memiliki
topografi beragam dari mulai datar sampai ke curam dengan ketinggian rata-rata
600 mdpl. Curah hujan rata-rata di Kecamatan Leuwiliang adalah 3.000-4.000
mm/tahun dan temperatur harian rata-rata 30-35 ºC (BPS 2013). Di sekitar
lokasi hutan rakyat jabon ditemukan hutan rakyat lain dan ladang masyarakat.
Pada saat penelitian dilakukan, jabon baru berumur kurang dari 6 bulan

8
dengan rata-rata diameter masih kurang dari 10 cm. Luas total hutan rakyat
jabon UUP Kebun Semeru yang telah ditanami adalah 14,85 ha dengan rincian
penanaman sebagai berikut (Tabel 2):
Tabel 2 Data penanaman hutan rakyat jabon UUP Kebun Semeru di Kecamatan
Leuwiliang (November 2013)
No
Lokasi
Luas (ha)
Jumlah Pohon
1
Desa Karacak
6,50
6.220
2
Desa Karacak
3,15
1.520
3
Desa Karyasari
5,20
3.500
Total
14,85
11.240a
a

Kegiatan penanaman masih berjalan untuk memenuhi jumlah pohon dalam surat perjanjian
kerja sama dengan investor yaitu 11.735 pohon.

Tahapan Silvikultur Hutan Rakyat Jabon Pola Bagi Hasil UUP Kebun
Semeru
Jenis yang dibudidayakan dalam hutan rakyat pola bagi hasil UUP
Kebun Semeru adalah jabon (Anthocephalus cadamba Miq.). Krisnawati et al.
(2011) mengemukakan bahwa jabon yang termasuk dalam famili Rubiaceae
merupakan salah satu jenis pohon yang memiliki prospek tinggi untuk hutan
tanaman industri dan tanaman reboisasi di Indonesia karena pertumbuhannya
yang sangat cepat, kemampuan beradaptasinya pada berbagai kondisi tempat
tumbuh, perlakuan silvikulturnya yang relatif mudah, serta relatif bebas dari
serangan hama dan penyakit yang serius. Jabon merupkan fast growing species
yang dapat dipanen pada umur 5-6 tahun (Mulyana et al. 2011). Hal-hal tersebut
menjadi pertimbangan bagi UUP Kebun Semeru memilih jenis jabon diantara
jenis-jenis fast growing species lainnya. Selain itu, prospek pasar kayu jabon
menjanjikan karena kayu jabon dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kayu
lapis, pulp dan veneer serta sebagai kayu konstruksi ringan (Krisnawati et al.
2011). UUP Kebun Semeru telah memiliki kontrak dengan dua perusahaan
industri kayu lapis mengenai penjualan kayu jabon hutan rakyat ini.
Berdasarkan Warisno dan Dahana (2011), jabon yang dipanen pada tahun ke-6
paling cocok digunakan sebagai kayu lapis.
Jabon adalah jenis yang tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, terutama
pada tanah yang subur dan beraerasi baik (Soerianegara dan Lemmens 1993
dalam Krisnawati et al. 2011). Cahaya merupakan faktor yang penting dalam
pertumbuhan jabon. Kondisi yang baik untuk pertumbuhan jabon adalah pada
suhu minimum antara 3-15,5 ºC dan suhu maksimum antara 32-42 ºC, curah
hujan tahunan 1.500-5.000 mm dan di ketinggian 0-1.100 mdpl di iklim tropis
(Martawijaya et al. 1989 dalam Krisnawati et al (2011). Meskipun UUP Kebun
Semeru memilih lokasi penanaman berdasarkan ketersediaan lahan, namun
kondisi tempat tumbuh di Leuwiliang secara umum sesuai untuk pertumbuhan
jabon.
Warisno dan Dahana (2011) mengemukakan bahwa produktivitas jabon
termasuk tinggi yaitu mencapai 20-25 m3/ha/tahun selama 6-8 tahun pertama
dengan riap pertumbuhan diameter 7 cm/tahun dan riap tinggi 3 m/tahun. Pada
tahun ke-6 jabon dapat mencapai tinggi 18 m dengan diameter batang diatas 40

9

cm dengan kondisi budidaya yang baik. UUP Kebun Semeru memprediksi
volume panen yang akan dicapai adalah 0,48 m3/pohon.
Tahapan silvikultur yang dilakukan oleh UUP Kebun Semeru pada
hutan rakyat jabon pola bagi hasil yang dikembangkannya yaitu:
1. Pengadaan bibit dan persiapan lahan
Bibit jabon diperoleh oleh UUP Kebun Semeru dari sebuah persemaian
jabon di Jawa Tengah. Sebelum dilakukan penanaman, dilakukan kegiatan
penyiapan lahan yaitu pembersihan lahan, pembuatan lubang tanam dan
pemasangan ajir. Jarak tanam untuk penanaman adalah 3 m x 3 m. Ukuran
lubang tanam adalah 30 cm x 30 cm x 30 cm. Sebelum penanaman,
dilakukan pengolahan tanah dan kompos diberikan di lubang tanam
sebanyak ± 3 kg/lubang tanam
2. Penanaman
Penanaman sebanyak 11.735 pohon pada lahan seluas 14,85 ha dilakukan
secara bertahap oleh lima orang petani penggarap
3. Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan adalah pendangiran secara berkala,
pemupukan dan penyemprotan herbisida. Pemupukan dilakukan setiap
enam bulan sekali hingga tahun kedua. Pupuk yang diberikan adalah
pupuk NPK. Setiap satu hektar lahan membutuhkan ± 100 kg pupuk NPK.
Penyemprotan herbisida dilakukan setiap enam bulan sekali hingga tahun
kelima. Jenis herbisida yang diberikan adalah Round Up. Setiap satu
hektar lahan membutuhkan 1,5 liter Round Up
4. Pemanenan
Penebangan akan dilakukan secara semi-mekanis dengan menggunakan
chainsaw. Penyaradan kayu akan dilakukan dengan tenaga manusia
Mekanisme Bagi Hasil Usaha Hutan Rakyat Jabon UUP Kebun Semeru
Usaha hutan rakyat jabon oleh UUP Kebun Semeru dikembangkan
melalui pola kemitraan antara UUP Kebun Semeru dan masyarakat.
Keterlibatan masyarakat sebagai mitra usaha UUP Kebun Semeru yaitu sebagai
investor dana dan lahan serta sebagai petani penggarap.
Masyarakat dapat melakukan investasi berupa dana untuk pembiayaan
hutan rakyat ini melalui program kerjasama yang terdiri dari:
1. Paket investasi mini, yaitu paket investasi senilai Rp 5.000.000 untuk
pembiayaan 100 pohon
2. Paket investasi regular, yaitu paket investasi senilai Rp 25.000.000 untuk
pembiayaan 625 pohon
Untuk menarik investor, UUP Kebun Semeru memiliki kebijakan buy
back guarantee yang berlaku satu tahun setelah dilakukan perjanjian. Investor
yang telah melakukan perjanjian dan penyerahan dana untuk hutan rakyat
jabon yang berlokasi di Leuwiliang sebanyak 14 orang dengan jumlah empat
paket investasi mini dan 20 paket investasi regular. Dalam implementasinya,
paket investasi sifatnya fleksibel yang artinya jumlah pohon dapat disesuaikan
dengan keinginan investor. Jumlah pohon yang diinvestasikan sebanyak
11.735 pohon.

10
Berikut adalah data investasi yang telah dilakukan oleh masyarakat
dalam usaha hutan rakyat jabon UUP Kebun Semeru (Tabel 3):
Tabel 3 Data investasi di Hutan Rakyat Jabon UUP Kebun Semeru
Paket Investasi
No
Nama Investor
Jumlah Pohon
Mini
Regular
1
Investor-1
625
2
Investor-2
625
3
Investor-3
200
2
4
Investor-4
625
5
Investor-5
625
6
Investor-6
2.500
7
Investor-7
1.000
8
Investor-8
625
9
Investor-9
80
1
10
Investor-10
2.500
11
Investor-11
1.000
12
Investor-12
80
1
13
Investor-13
625
14
Investor-14
625
Jumlah
11.735
4

1
1
1
1
4
2
1
5
2
1
1
20

Selain investasi berupa dana, masyarakat yang terlibat adalah pemilik
lahan yang menginvestasikan lahannya sebagai lokasi usaha hutan rakyat.
Masyarakat sekitar lokasi penanaman dilibatkan sebagai petani penggarap
hutan rakyat jabon. Jangka waktu kemitraan adalah selama enam tahun sesuai
dengan daur ekonomis jabon dan berlaku mulai dari proses persiapan lahan
hingga ke pemanenan. Perjanjian kerjasama terutama dengan investor dan
pemilik lahan dilakukan secara legal melalui pembuatan surat perjanjian
kerjasama di notaris.
Keuntungan usaha investasi akan diperoleh pada tahun keenam.
Distribusi keuntungan usaha ke semua pihak dilakukan melalui mekanisme
bagi hasil sebagai berikut (Gambar 2):
Investor
50%

Pemilik Lahan
10%

dana

lahan

Hutan Rakyat Jabon
tenaga

Petani Penggarap
25%

pendampingan,
tenaga ahli,
administrasi,
manajemen,
alat dan bahan
kegiatan usaha

UUP Kebun Semeru
15%

Gambar 2 Mekanisme bagi hasil dan kontribusi pihak-pihak dalam usaha hutan
rakyat jabon UUP Kebun Semeru

11

UUP Kebun Semeru berperan sebagai fasilitator pihak-pihak dan
pengelola dalam pelaksanaan usaha. UUP Kebun Semeru melakukan kegiatan
promosi jasa investasi dalam rangka mencari investor dan melakukan survei
untuk lokasi penanaman. Setelah dilakukan perjanjian dengan pemilik lahan
dan investor, dana investasi yang diberikan oleh investor akan dikelola untuk
pembiayaan kegiatan-kegiatan dalam usaha hutan rakyat di lahan milik tersebut.
UUP kebun Semeru melakukan pembangunan hutan rakyat dan merekrut
petani penggarap. Kegiatan di lapangan dilakukan oleh petani penggarap di
bawah pendampingan UUP Kebun Semeru. Peralatan, bibit, pupuk, herbisida
dan hal lain yang dibutuhkan dalam kegiatan pengelolaan hutan rakyat di
lapangan disediakan oleh UUP Kebun Semeru. Pembagian keuntungan pada
tahun keenam dilakukan sesuai persentase yang telah disetujui yaitu 50% untuk
investor, 25% untuk petani penggarap, 15% untuk UUP Kebun Semeru dan
10% untuk pemilik lahan. Keuntungan yang dibagi adalah hasil penjualan
yang telah dikurangi biaya pemanenan, pajak, dan biaya-biaya lain yang
setelah pemanenan.
Kesuksesan pola usaha kemitraan secara umum ditentukan oleh prinsip
keadilan, tanggung jawab, transparan, mekanisme institusi serta adanya
keuntungan ekonomi dan finansial bagi semua pihak yang terlibat dalam
kemitraan (Ichwandi dan Saleh 2000 dalam Noorvitrastri dan Wijayanto 2003).
Mekanisme bagi hasil usaha dalam menjalankan usaha hutan rakyat pola
kemitraan akan berjalan lancar apabila para pihak dapat melaksanakan
kewajiban-kewajibannya sehingga hak masing-masing pihak akan dapat
terpenuhi dan memperoleh keuntungan finansial yang adil. Sistem monitoring
dan pelaporan yang transparan dibutuhkan untuk fungsi kontrol dalam
pelaksanaan kegiatan-kegiatan dalam usaha. Hak dan kewajiban pihak-pihak
dalam kemitraan usaha hutan rakyat pola bagi hasil oleh UUP Kebun Semeru
terdapat pada Lampiran 1.
Pola bagi hasil dalam pengembangan usaha tanaman hutan dapat
menghindari terjadinya peningkatan resiko akibat adanya tingkat bunga
pinjaman. Meskipun demikian, dalam mengantisipasi resiko yang terjadi perlu
dibentuk mekanisme penanggungan resiko usaha yang disetujui pihak-pihak
dalam usaha. Mekanisme penanggungan resiko sesuai dengan surat perjanjian
kerjasama usaha hutan rakyat jabon pola bagi hasil rakyat UUP Kebun Semeru
adalah sebagai berikut:
1. Resiko ditanggung seluruh pihak yang besarnya akan dilakukan melalui
musyawarah jika terjadi force majeure seperti bencana alam, serangan
hama penyakit, peperangan, huru hara dan hal lain yang berakibat pada
tidak dapat terlaksananya kegiatan
2. Resiko ditanggung oleh petani penggarap jika terdapat pohon mati atau
hilang sebanyak ≤ 25%
3. Resiko ditanggung oleh UUP Kebun Semeru jika terdapat pohon mati atau
hilang sebanyak 25-40%
4. Jika terdapat kematian atau kehilangan pohon >40% maka akan dilakukan
penggantian melalui buffer zone untuk mencukupi jumlah pohon sesuai
dengan yang diinvestasikan
5. Resiko ditanggung oleh UUP Kebun Semeru jika terjadi kegagalan usaha
akibat kesalahan manajemen

12
Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Jabon UUP Kebun Semeru
Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha hutan
rakyat jabon dengan pola bagi hasil oleh UUP Kebun Semeru. Analisis
finansial menggunakan metode Discounted Cash Flow berdasarkan kriteria
kelayakan NPV (Net Benefit Cost Ratio), IRR (Internal Rate of Return), dan
Net B/C (Net Benefit Cost Ratio).
Analisis Inflow Usaha Hutan Rakyat Jabon UUP Kebun Semeru
Inflow atau arus kas masuk pada dasarnya merupakan proyeksi
pemasukan uang (manfaat) dari berbagai sumber (Nugroho 2004). Inflow
untuk usaha hutan rakyat jabon pola bagi hasil UUP Kebun Semeru berasal
dari hasil penjualan kayu dan penjualan jasa investasi (dana investor).
Hasil penjualan kayu dihitung dengan asumsi rata-rata volume kayu
yang dipanen adalah 0,48 m3 dengan jumlah 11.735 pohon. Harga jual kayu
diasumsikan Rp 1.000.000/m3, sesuai dengan harga jual minimal yang
ditargetkan UUP Kebun Semeru. Harga ini merupakan harga rata-rata karena
harga pasar pohon jabon berdasarkan Mulyana et al. (2011) berkisar pada
harga Rp 900.000/m3-Rp 1.200.000/m3 dan diperkirakan akan terus meningkat.
Total hasil penjualan kayu jabon di tahun keenam dari hutan rakyat UUP
Kebun Semeru diperkirakan sebesar Rp 5.632.800.000.
Total dana investor dihitung berdasarkan jumlah jasa investasi yang
terjual yaitu pada 14 investor yang menginvestasikan dananya melalui paket
mini sebanyak empat paket dan paket regular sebanyak 20 paket. Total
penerimaan dana investor di tahun pertama berjalannya usaha sebesar Rp
520.000.000.
Analisis Outflow Usaha Hutan Rakyat Jabon UUP Kebun Semeru
Outflow atau arus kas keluar pada dasarnya adalah proyeksi biaya-biaya
yang akan dan telah dikeluarkan selama periode usaha yang akan dianalisis
(Nugroho 2004). Biaya yang dikeluarkan untuk usaha hutan rakyat jabon UUP
Kebun Semeru dibagi menjadi biaya investasi dan biaya operasional.
Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada awal tahun pertama
usaha untuk penyediaan aset-aset usaha. Biaya investasi dalam usaha ini
adalah biaya persiapan usaha dan promosi serta biaya pembelian alat-alat.
Sedangkan biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan secara berkala
untuk menjalankan usaha. Biaya operasional terbagi dua menjadi biaya tetap
dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak terpengaruh
dengan jumlah produksi diantaranya adalah biaya sewa lahan, biaya
administrasi dan biaya penggantian tenaga kerja (gaji karyawan). Biaya
variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh jumlah produksi yaitu
biaya-biaya yang berkaitan dengan pengadaan bibit, persiapan lahan,
penanaman, pemeliharaan dan penanaman.

13

Rincian pembiayaan yang digunakan untuk usaha ini adalah sebagai
berikut (Tabel 4):
Tabel 4 Biaya-biaya usaha hutan rakyat jabon UUP Kebun Semeru
Waktu
Jenis biaya
Nominal
Satuan
Pengeluaran
Biaya Investasi
1. Persiapan usaha dan promosi
45.000.000
Rp
t-0
2. Pembelian peralatan
7.825.000
Rp
t-0
Biaya Operasional Tetap
1. Sewa lahana
1.437.724
Rp/ha/tahun
t-0
2. Administrasi pendirian usaha
66.000.000
Rp
t-0
3. Gaji karyawan
60.000.000
Rp/tahun
t-1, t-2, t-3, t-4, t-5, t-6
Biaya Operasional Variabel
1. Penyediaan bibit
2.003.367
Rp/ha
t-0
2. Persiapan lahan dan penanaman
2.145.454
Rp/ha
t-0
3. Pemeliharaan tahun ke-1
2.738.787
Rp/ha/tahun
t-1
4. Pemeliharaan tahun ke-2
2.738.787
Rp/ha/tahun
t-2
5. Pemeliharaan tahun ke-3
2.367.818
Rp/ha/tahun
t-3
6. Pemeliharaan tahun ke-4
2.367.818
Rp/ha/tahun
t-4
7. Pemeliharaan tahun ke-5
2.367.818
Rp/ha/tahun
t-5
8. Pemanenanb
63.218.855
Rp/ha
t-6
a
Dalam usaha hutan rakyat UUP Kebun Semeru dari total 14.85 ha lahan, hanya satu pemilik
lahan yang ikut serta dalam mekanisme bagi hasil sehingga masih terdapat biaya sewa lahan Rp
1.500.000/ha/tahun untuk lahan seluas 3,15 ha dan Rp 1.400.000/ha/tahun untuk lahan seluas
5,20 ha.
b
Biaya pemanenan yang dialokasikan oleh UUP Kebun Semeru sebesar Rp 80.000/pohon
mencakup biaya penyewaan chainsaw, upah operator dan hal-hal lain terkait penebangan pohon.

Berdasarkan biaya-biaya pada Tabel 4, maka biaya total untuk pengelolaan
hutan rakyat jabon UUP Kebun Semeru selama enam tahun diperkirakan sebesar
Rp 1.738.093.300 untuk 11.735 pohon di lahan seluas 14,85 ha. Selain biayabiaya tersebut, terdapat pengeluaran berupa pajak dan pembagian hasil ke mitra
usaha. Besar pajak didasarkan pada Undang Undang No. 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan pasal 17 ayat 2c mengenai pajak penghasilan berupa dividen
yang dibagikan kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri yaitu 10% dari
besar penghasilan bersih. Pembagian hasil ke mitra usaha berdasarkan
presentase dalam mekanisme bagi hasil yang berlaku sehingga penerimaan UUP
Kebun Semeru sebesar 15% dari hasil usaha telah dikurangi pajak dan biaya
pemanenan. Biaya pengangkutan hasil panen beserta administrasinya ditanggung
oleh pembeli kayu.
Kelayakan Usaha Hutan Rakyat Jabon Pola Bagi Hasil UUP Kebun
Semeru
Analisis finansial usaha hutan rakyat jabon pola bagi hasil UUP Kebun
Semeru dengan metode Discounted Cash Flow menggunakan discount rate
7,5% menghasilkan NPV sebesar Rp 202.700.335, IRR 31%, dan Net B/C 1,3.
Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa di tahun keenam usaha akan
menguntungkan yaitu memberikan sejumlah manfaat bersih dan hal ini
ditunjukkan dengan nilai NPV > 0. Nilai IRR 31% lebih besar dari tingkat suku
bunga dalam analisis yaitu 7,5% menunjukkan bahwa pada tingkat suku bunga
yang diberlakukan investasi masih dapat terbayarkan. Nilai Net B/C >1

14
menunjukkan bahwa biaya dapat tertutupi oleh keuntungan yang diperoleh dan
memberikan manfaat bersih. Berdasarkan ketiga kriteria kelayakan maka usaha
hutan rakyat jabon pola bagi hasil layak secara finansial yang artinya akan
memberikan keuntungan bagi UUP Kebun Semeru.
Perbandingan Analisis Finansial Penerapan Pola Bagi Hasil dengan
Simulasi Penerapan Pola Usaha Modal Mandiri dan Pinjaman Bank
Analisis finansial juga dilakukan dengan melakukan simulasi cash flow
apabila usaha hutan rakyat pola bagi hasil UUP Kebun Semeru dilakukan
menggunakan modal mandiri dan dengan modal pinjaman ke bank. Perbedaan
komponen cashflow antara pola bagi hasil, modal mandiri dan pinjaman ke bank
dapat dilihat dalam lampiran. Perbandingan hasil analisis finansial dengan
berbagai sistem pemodalan adalah sebagai berikut (Tabel 5):
Tabel 5 Hasil simulasi analisis finansial dengan berbagai sistem pemodalan
Skenario
Luas Jumlah Periode Discount NPV
IRR Net
lahan pohon usaha
rate
(Rp)
(%) B/C
(ha)
(tahun) (%)
Pola bagi hasil
Modal mandiri
Modal
pinjaman bank

14.85
14.85
14.85

11.735
11.735
11.735

6 tahun
6 tahun
6 tahun

7,50
7,50
16,00

202.700.335
1.791.548.102
1.121.612.370

31
38
64

1,37
3,04
1,89

Hasil simulasi dalam Tabel 5 menunjukkan bahwa dengan modal mandiri,
manfaat bersih yang diperoleh oleh pengusaha lebih besar dibandingkan
keuntungan dari pola bagi hasil. Hal ini ditunjukkan dari nilai NPV dan Net B/C
skenario usaha dengan modal mandiri yang jauh lebih besar dibandingkan pola
bagi hasil. Keuntungan yang diperoleh jauh lebih besar karena apabila usaha
dijalankan dengan modal mandiri maka tidak ada pembagian hasil dengan pihak
lain. Namun dalam kenyataannya, usaha dengan modal mandiri sulit dilakukan
karena kondisi keterbatasan dana untuk modal usaha.
Kondisi keterbatasan dana dapat diatasi dengan melakukan pinjaman ke
bank. Saat ini telah banyak program perkreditan usaha rakyat oleh bank-bank di
Indonesia yang salah satunya adalah program Kredit Usaha Rakyat dengan
tingkat suku bunga efektif 16%. Hasil simulasi dengan skenario pinjaman ke
bank menghasilkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan jika usaha
dijalankan dengan pola bagi hasil. Di tingkat suku bunga yang lebih tinggi,
usaha dengan modal pinjaman bank tetap memberikan nilai Net B/C dan IRR
lebih tinggi dibandingan pola usaha bagi hasil. Namun dalam kenyataannya
jenis usaha hutan rakyat masih sering mengalami kesulitan dalam memperoleh
pinjaman modal dari sektor resmi seperti bank (Nugroho 2010; Usman et al.
2004).
Untuk usaha dengan kondisi keterbatasan modal dan sulitnya perolehan
pinjaman modal dari sektor perbankan, maka penerapan pola bagi hasil
merupakan alternatif yang menguntungkan untuk pengembangan usaha hutan
rakyat dengan kondisi keterbatasan modal. NPV yang dihasilkan usaha hutan
rakyat jabon dengan pola bagi hasil yaitu sebesar Rp 202.700.335 merupakan
proyeksi nilai kini manfaat bersih yang akan diperoleh oleh UUP Kebun Semeru
sebagai pengelola usaha. Pola bagi hasil tidak hanya layak secara finansial dari

15

sisi pengelola usaha namun juga akan menguntungkan bagi investor dana.
Berdasarkan hasil pada Tabel 6 menunjukkan bahwa investor baik dengan paket
investasi mini atau regular akan memperoleh nilai kini manfaat bersih yang lebih
besar dibandingan dengan dana yang diinvestasikan dalam usaha.
Tabel 6 Proyeksi nilai kini manfaat bersih bagi investor
Jumlah pohon
Paket investasi
Nilai investasi
NPV
Mini
100
Rp 5.000.000
RP 11.515.429
625
Regular
Rp 25.000.000
Rp 71.971.430
Analisis Sensitivitas Usaha Hutan Rakyat Jabon UUP Kebun Semeru
Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui kepekaan usaha terhadap
pengaruh dari kondisi-kondisi tertentu. Perubahan keeadaan yang
dipertimbangkan dalam usaha hutan rakyat jabon UUP Kebun Semeru adalah
apabila terjadi peningkatan biaya pengelolaan usaha dan apabila terjadi
penurunan penerimaan hasil usaha. Peningkatan biaya dapat terjadi misalnya
karena pengaruh terjadinya inflasi. Sedangkan penurunan penerimaan hasil
usaha dapat terjadi misalnya karena penurunan harga jual kayu atau jumlah
produksi yang diakibatkan kegagalan penanaman sehingga terdapat pohon yang
mati atau pohon yang kualitasnya kurang dari harapan.
Analisis sensitivitas dilakukan dengan dua skenario yaitu apabila terjadi
kenaikan biaya total sebesar 10% dan apabila terjadi penurunan pendapatan
sebesar 10%. Hasil analisis sensitivas adalah sebagai berikut (Tabel 7):
Tabel 7 Hasil analisis sensitivitas usaha hutan rakyat pola bagi hasil UUP Kebun
Semeru
Kondisi
NPV
IRR
Net B/C
Normal
Rp 202.700.335
31%
1,37
Biaya naik 10%
Rp 130.162.677
21%
1,21
Penerimaan turun 10%
Rp 153.427.527
27%
1,28
% Perubahan
Sensitivitas biaya
(35,79)
(32,26)
(11,03)
Sensitivitas penerimaan
(24,31)
(12,90)
( 5,88)
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas pada Tabel 7, meskipun terdapat
perubahan terhadap nilai NPV, IRR serta BCR namun secara umum kondisi
kelayakan usaha tidak mengalami perubahan pada kenaikan biaya atau
penurunan pendapatan sebesar 10%. Nilai NPV yang dihasilkan masih lebih
besar dari 0, nilai IRR yang dihasilkan masih lebih besar dari 1 dan nilai Net
B/C yang dihasilkan masih lebih besar dari tingkat suku bunga yang
diberlakukan yaitu 7,5%.
Perbandingan persentase perubahan nilai ketiga kriteria yang digunakan
menunjukkan bahwa terjadinya kenaikan biaya menghasilkan perubahan negatif
yang lebih besar dibandingkan ketika penerimaan mengalami penurunan. Hal
ini berarti usaha hutan rakyat pola bagi hasil UUP Kebun Semeru lebih sensitif
terhadap hal-hal yang akan meningkatkan biaya dibandingkan terhadap hal-hal
yang menurunkan penerimaan. Gittinger (2008) mengemukakan bahwa suatu
usaha akan lebih sensitif terhadap perincian-perincian yang dibuat terlebih

16
dahulu sebagai suatu akibat langsung dari nilai waktu terhadap uang. Oleh
karena itu, usaha biasanya cenderung lebih sensitif terhadap biaya yang terjadi
pada awal pelaksanaan daripada perubahan penerimaan yang terjadi kemudian.
Hal ini menunjukkan dalam pelaksanaan usaha, pengeluaran biaya-biaya
lanjutan selama usaha akan dijalankan harus direncakan dengan baik.
Switching value dilakukan terhadap komponen cashflow usaha hutan
rakyat jabon pola bagi hasil UUP Kebun Semeru dengan skenario kenaikan
biaya usaha dan penurunan penerimaan usaha. Tingkat kenaikan harga dan
penurunan penerimaan yang menghasilkan nilai NPV = Rp 0, IRR = 7,50%, dan
Net B/C = 1 adalah tingkat minimum kondisi usaha yang dapat mengembalikan
investasi. Hasil analisis switching value adalah 27,94% untuk kenaikan biaya
dan 41,11% untuk penurunan penerimaan. Hal ini menunjukkan bahwa menjadi
tidak layak untuk dijalankan apabila terjadi kenaikan biaya usaha lebih dari
27,94% atau terjadi penurunan penerimaan lebih dari 41,11%.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Analisis finansial usaha hutan rakyat jabon dengan pola bagi hasil UUP
Kebun Semeru menghasilkan nilai NPV sebesar Rp 202.700.335, IRR 31%, dan
Net B/C 1,37. Hasil ini menunjukkan bahwa usaha hutan tersebut layak untuk
dijalankan. Meskipun keuntungan bersih yang diperoleh lebih kecil
dibandingkan usaha dengan modal mandiri atau modal pinjaman ke bank, namun
pola bagi hasil merupakan alternatif dalam memperoleh keuntungan melalui
usaha hutan rakyat dengan kondisi keterbatasan modal dan relatif sulit
memperoleh pinjaman dari sektor pembiayaan resmi seperti bank. Usaha hutan
rakyat pola bagi hasil UUP Kebun Semeru lebih sensitif terhadap kenaikan biaya
usaha dibandingkan dengan penurunan penerimaan usaha. Usaha akan menjadi
tidak layak untuk dijalankan apabila terjadi kenaikan biaya usaha lebih dari
27,94% atau terjadi penurunan penerimaan lebih dari 41,11%.
Saran
1. Untuk meningkatkan keberhasilan penanaman dan memperoleh hasil panen
yang optimal, maka penerapan teknik-teknik silvikultur untuk jabon perlu
ditingkatkan
2. Mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan monitoring pada tegakan dan
pengembangan teknik-teknik silvikultur yang lebih kolaboratif dengan
petani penggarap seperti agroforestry
3. Penelitian lanjutan mengenai pola hubungan dan efektivitas kemitraan bagi
pihak-pihak yang terlibat dalam usaha bagi hasil

17

DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Kecamatan Leuwiliang dalam Angka 2013.
Bogor (ID): BPS Kabupaten Bogor.
Gittinger JP. 2008. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Mangiri K dan
Sutomo S, penerjemah. Jakarta (ID): UI-Press. Terjemahan dari: Economic
Analysis of Agriculture. Edisi ke-2.
Kasmaliasari, Nurrochmat DR, Bahruni, Yovi EY. 2009. Domestic Market for
Jepara Wooden Furniture. J Man Hut Trop. 15(1):1-9.
Kasmir dan Jakfar. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta (ID): Kencana.
[Kemenhut] Kementrian Kehutanan. 2012. Statistik Kehutanan Indonesia 2011.
Jakarta (ID): Kemenhut.
Krisnawati H, Kallio M, Kanninen M. 2011. Anthocephalus cadamba Miq.:
Ekologi, Silvikultur dan Produktivitas. Bogor (ID): CIFOR
Kusumedi P, Nawir A. 2007. Analisis Pengelolaan dan Finansial Hutan Rakyat
Kemitraan di Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan [publikasi
internet]. [diunduh 2013 Sep 23]. Tersedia pada: http://puslitsosekhut.web.id/
publikasi.php?id=350.
Mulyana D, Asmarahman C, Fahmi I. 2011. Bertanam Jabon. Jakarta (ID): PT
AgroMedia Pustaka.
Noorvitastri H, Wijayanto N. 2003. Format Sistem Bagi Hasil dalam
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dengan Sistem Agroforestry. J Man
Hut Trop. 9(1):37-46.
Nugroho B. 2004. Ekonomi Keteknikan (Engineering Economics): Analisis
Finansial Investasi Kehutanan dan Pertanian. Bogor (ID): Fakultas
Kehutanan IPB.
Nugroho B. 2010. Pembangunan Kelembagaan Pinjaman Dana Bergulir Hutan
Rakyat. J Man Hut Trop. 16(3):118-125.
Nurrochmat DR, Hasan MF, Suharjito D, Hadianto A, Ekayani M, Sudarmalik,
Purwawangsa H, Mustaghfirin, Ryandi ED. 2012. Ekonomi Politik
Kehutanan: Mengurai Mitos dan Fakta Pengelolaan Hutan. Jakarta (ID):
INDEF. Cetakan ke-2. Edisi Revisi.
Raharjo SAR, Prasetyo BD, Yuniati D. 2010. Pengembangan Pola/Model Hutan
Rakyat Sebagai Kayu Energi dan Kayu Pertukangan di Nusa Tenggara Timur