Analisis Kelayakan Finansial dan Dampak Ekonomi Usaha Jati Unggul Nusantara (Studi Kasus Unit Usaha Bagi Hasil - Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

(1)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki luas wilayah 750 juta hektar (ha) dengan luas daratan sekitar 187.91 juta ha. Sebesar 70 persen dari daratan tersebut merupakan kawasan hutan. Berdasarkan data statistik Kementerian Kehutanan tahun 2011 luas kawasan hutan mencapai 130 609 014.98 ha. Hutan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan, yaitu berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung. Manfaat hutan tersebut dapat dirasakan apabila hutan terjamin eksistensinya, sehingga dapat berfungsi secara optimal. Manfaat yang diperoleh masyarakat dengan adanya hutan yaitu hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu. Manfaat tidak langsung dari hutan yaitu sebagai pengatur tata air, menciptakan kualitas udara yang bersih, dan sebagai penyerap emisi karbondioksida (CO2) sehingga dapat meredam pemanasan global (Asdak, 1995).

Hutan memiliki banyak fungsi salah satunya fungsi ekonomi. Fungsi hutan jika ditinjau dari sisi ekonomi, hutan dapat berpengaruh dalam penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat. Selain itu hutan berfungsi sebagai penggerak sektor ekonomi lainnya dan memberikan kontribusi terhadap perekonomian (Awang, 2002). Peran hutan dalam perekonomian dapat dilihat dari peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor kehutanan. Produk Domestik Bruto (PDB) sektor kehutanan pada tahun 2001-2010 mengalami peningkatan. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2006 dengan perubahan sebesar Rp 7 503.9 milyar atau 33.26 persen dari PDB tahun sebelumnya. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.


(2)

Tabel 1. Produk Domestik Bruto Indonesia untuk Sektor Kehutanan atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2001-2010

No Tahun PDB Sektor Kehutanan (Milyar Rupiah)

1 2001 16 962.1

2 2002 17 602.4

3 2003 18 414.6

4 2004 20 290.0

5 2005 22 561.8

6 2006 30 065.7

7 2007 35 734.1

8 2008 40 668.4

9 2009 44 952.1

10 2010 48 085.5

Sumber: Kementerian Kehutanan (2011)

Kontribusi sektor kehutanan terhadap Produk Domestik Bruto berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu. Adapun hasil hutan kayu meliputi kayu bulat, kayu gergajian, kayu lapis, dan kayu olahan. Hasil hutan non kayu meliputi rotan, getah, sirlak, terpentin, minyak kayu putih, damar, sagu, dan kopal.

Pembangunan ekonomi Indonesia tidak terlepas pula dari peran sektor kehutanan dalam menghasilkan devisa. Pengusahaan sektor kehutanan salah satunya dilakukan dengan pengembangan industri hasil hutan berbahan dasar kayu. Pengembangan industri hasil hutan berupa kayu ini didorong oleh upaya pencapaian tujuan pembangunan ekonomi, diantaranya adalah penciptaan lapangan kerja, peningkatan nilai tambah serta peningkatan penerimaan devisa melalui ekspor. Ekspor produksi hasil hutan berupa kayu olahan mencakup kayu gergajian, kayu lapis, wood charcoal, pulp, veneer sheets, particle board, dan

fibreboard. Volume ekspor dan pemasukan devisa dari ekspor produk hasil kayu olahan Indonesia pada tahun 2010 disajikan pada Tabel 2.


(3)

3 Tabel 2. Volume Ekspor Produk Hasil Kayu Olahan Indonesia Tahun 2010

No Produk Kayu yang Diekspor

Volume (Kg)

Nilai US ($)

1 Kayu gergajian 32 201 599 30 893 501

2 Kayu lapis 1 839 689 959 1 638 695 231

3 Bubur kertas/Pulp 2 572 338 903 1 465 940 915

4 Lembaran finir 9 833 994 26 285 962

5 Papan partikel 9 349 469 2 842 147

6 Papan serat 151 593 453 43 719 087

Sumber: Kementerian Kehutanan (2011)

Pengembangan industri kayu olahan terus dilakukan mengingat kontribusinya yang cukup besar dalam perekonomian negara, namun perkembangannya mengalami hambatan karena ketersediaan kayu yang semakin langka khususnya kayu jati. Menurut Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (ASMINDO), permintaan kayu jati di pasar global mencapai 230 juta m3/tahun, sementara perusahaaan mebel dan kerajinan Indonesia membutuhkan kontinuitas pasokan bahan baku kayu jati rata-rata sebesar 2.5 juta m3/tahun. Namun saat ini baru bisa dipenuhi sebesar 700 ribu m3/tahun (Tobing, 2011). Kendala lain yang dihadapi dalam pemenuhan bahan baku kayu jati adalah umur tanam yang relatif lama karena semakin lama tanaman jati ditanam, maka kualitasnya semakin baik.

Sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan pemenuhan permintaan kayu jati, dilakukan pengembangan teknologi berupa rekayasa genetika untuk memperpendek usia tanam jati yang semula 40-50 tahun menjadi 5-15 tahun. Masa panen yang lebih cepat ini diharapkan tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan kayu jati saja, tetapi juga dapat menarik pemilik modal untuk berinvestasi pada sektor kehutanan. Tanaman ini diberi nama Jati Unggul Nusantara (JUN).


(4)

Jati Unggul Nusantara adalah hasil kloning dari Jati Plus Perhutani (JPP) yang telah diseleksi selama 70 tahun oleh Perum Perhutani dan dilaksanakan dengan pola penanaman secara intensif. Jati Unggul Nusantara dibiakkan secara vegetatif dengan stek pucuk dari pohon/klon unggul Perum Perhutani yang bersertifikat. JUN menggunakan metode bioteknologi mutakhir dengan pola usahatani yang ramah lingkungan dalam memanfaatkan pupuk organik.

1.2 Perumusan Masalah

Kegiatan penanaman Jati Unggul Nusantara dalam rangka menunjang pengembangan budidaya jati unggul, maka diperlukan sistem usaha yang dilaksanakan secara terpadu dan berkelanjutan. Sistem usaha ini diharapkan dapat memenuhi permintaan jati yang berkesinambungan sehingga memberikan dampak ekonomi dan dampak lingkungan bagi masyarakat sekitar. Salah satu pelaku usaha budidaya jati unggul yang memiliki sistem usaha yang terpadu dan ramah lingkungan adalah UBH-KPWN (Unit Usaha Bagi Hasil Jati Unggul Nusantara). UBH-KPWN merupakan salah satu unit usaha yang dimiliki oleh Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN). Unit Usaha Bagi Hasil ini dibentuk oleh dan berada di bawah KPWN untuk melaksanakan usaha yang bergerak di bidang budidaya jati unggul dengan pola bagi hasil. UBH-KPWN dalam melakukan usaha kegiatan penanaman JUN tersebar di Pulau Jawa salah satunya di daerah Kabupaten Bogor.

UBH-KPWN Bogor mengelola Jati Unggul Nusantara menggunakan tanah milik negara yang bekerja sama dengan masyarakat sekitar khususnya para petani. Masyarakat ikut berperan serta dalam membangun hutan rakyat, seperti penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Hal ini berpengaruh terhadap


(5)

5 masyarakat sekitar karena akan menciptakan lapangan pekerjaan dan menambah penghasilan masyarakat. Pembangunan kegiatan usaha JUN merupakan salah satu cara untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang berada di sekitar hutan tersebut. Keberadaan kegiatan JUN diharapkan dapat meningkatkan pendapatan tambahan kepada petani JUN karena kebutuhan hidup yang terjadi secara terus-menerus. Oleh karena itu, masyarakat mengikuti kegiatan JUN untuk mendapatkan upah.

Kegiatan penanaman JUN di Kabupaten Bogor secara umum menggunakan lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Lahan tersebut dioptimalkan oleh UBH-KPWN Bogor dengan cara menanam kayu jati. Tanaman jati dapat berfungsi sebagai pengatur tata air dan menjaga kualitas udara bersih. Kegiatan penanaman JUN diharapkan dalam jangka panjang mampu menjaga kondisi iklim mikro yaitu penyerapan emisi karbondioksida (CO2) yang menyebabkan pemanasan global. Hutan (jati) mampu menyerap karbondioksida di udara dalam jumlah besar dan waktu yang relatif pendek dan meningkatkan kondisi lahan ke arah yang lebih produktif (Anwar, 2011). Kegiatan usaha JUN diharapkan berdampak langsung dan positif terhadap masyarakat sekitar khususnya dalam perlindungan ketersediaan air dan kualitas udara.

Para pihak mempunyai persepsi yang berbeda-beda mengenai dampak yang dirasakan dengan adanya kegiatan JUN. Kartono (1987) menyebutkan bahwa persepsi seseorang terhadap hutan mempengaruhi hubungan manusia dengan lingkungan hutan. Seseorang yang menolak lingkungan hutan karena mempunyai pandangan yang tidak sesuai dengan keadaan yang dia inginkan, sehingga dapat memberikan tindakan terhadap hutan sesuai dengan apa yang


(6)

dikehendaki. Sebaliknya bagi seseorang yang mempunyai sikap menerima lingkungan hutan maka mereka dapat memanfaatkan hutan sekaligus menjaga dan menyelamatkan hutan dari kerusakan, sehingga hutan memberikan manfaat yang terus-menerus.

Usaha UBH-KPWN Bogor diharapkan dapat direplikasi di daerah lain untuk memenuhi pasokan kayu jati domestik bahkan untuk kebutuhan eksport yang masih tinggi. Oleh karena itu, perlu diketahui analisis kelayakan finansial dari usaha JUN UBH-KPWN Bogor layak tidaknya usaha tersebut untuk dilanjutkan. Selain itu, guna memberikan gambaran/contoh kepada proyek lain yang ingin mendirikan suatu usaha. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana kelayakan finansial usaha Jati Unggul Nusantara UBH-KPWN Kabupaten Bogor?

2. Bagaimana dampak ekonomi dan lingkungan terhadap masyarakat sekitar? 3. Bagaimana persepsi para pihak terhadap kegiatan unit usaha Jati Unggul

Nusantara?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian yang ingin dicapai adalah:

1. Menganalisis kelayakan finansial usaha Jati Unggul Nusantara UBH-KPWN Kabupaten Bogor.

2. Menganalisis dampak ekonomi dan lingkungan terhadap masyarakat sekitar. 3. Mengidentifikasi persepsi para pihak terhadap kegiatan unit usaha Jati Unggul


(7)

7 1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada pihak pengusaha atau pemilik modal (investor) sebagai masukan pengambilan keputusan dalam memilih investasi usaha. Penelitian ini pun diharapkan dapat memberikan informasi mengenai dampak ekonomi dan lingkungan keberadaan Jati Unggul Nusantara (JUN) terhadap masyarakat sekitar. Selain itu, penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai persepsi para pihak terhadap kegiatan JUN. Bagi civitas akademik, diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dalam pelaksanaan penelitian-penelitian selanjutnya serta menjadi bahan rujukan. Bagi penulis diharapkan penelitian ini dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang dipelajari selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan suatu bentuk evaluasi kelayakan finansial terhadap kegiatan penanaman Jati Unggul Nusantara (JUN) di Desa Cogreg, Kecamatan Parung dan Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang dalam satu siklus yaitu jangka waktu lima tahun. Kajian aspek finansial dilakukan berdasarkan kriteria NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Period. Dampak ekonomi ditekankan kepada manfaat ekonomi yang diperoleh Desa Cogreg & Desa Ciaruteun Ilir dan petani JUN yang mengikuti pengelolaan JUN pada tanaman umur empat dan lima tahun. Dampak lingkungan pada penelitian ini menghitung nilai potensi karbondioksida (CO2), sedangkan untuk ketersediaan sumber air dan kualitas udara bersih dilihat menurut persepsi petani JUN karena adanya keterbatasan waktu, alat, dan dana. Persepsi ditekankan kepada petani JUN, pemilik lahan, dan perangkat desadengan adanya JUN.


(8)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jati Unggul Nusantara

Kayu jati sangat terkenal untuk berbagai penggunaan karena kekuatan dan keawetannya, namun karena pertumbuhannya sangat lambat menyebabkan keseimbangan antara penyediaan kayu jati dengan kebutuhan industri tidak seimbang. Upaya pemenuhan kebutuhan kayu jati yang telah dilakukan untuk mengatasi kontinuitas pasokan kayu jati, yaitu:

1. Melakukan penelitian untuk menghasilkan klon unggul tanaman pohon jati yang lebih cepat.

2. Membudidayakan klon unggulan tersebut untuk dapat dipanen dalam masa daur pendek.

Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Perum Perhutani sejak tahun 1990 telah melakukan penelitian untuk menghasilkan benih jati unggul asli Indonesia. Pengembangan benih unggul berasal dari pohon plus tanaman jati Perum Perhutani di Pulau Jawa. Hasil pengembangan ini disebut klon Jati Plus Perhutani (JPP). Benih pohon Jati Plus Perhutani (JPP) yang dikembangkan Perum Perhutani, kemudian dilanjutkan pengembangannya oleh pihak PT Setyamitra Bhakti Persada bekerjasama dengan Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara di bawah pengawasan Kementerian Kehutanan.

Bibit JUN dihasilkan dari proses pengembangan genetik dari bibit-bibit jati terbaik seluruh Indonesia (PT. Setyamitra Bhaktipersada, 2008). Pengembangan dilakukan dengan melakukan penelitian kualitas bibit jati yang berasal dari stek pucuk. Penelitian dilakukan dengan menginduksi (menstimulasi dengan hormon tumbuh) sistem perakaran calon tanaman. Penelitian tersebut


(9)

9 menghasilkan bibit tanaman jati dengan akar tunggang majemuk pada usia dini. Sesuai hasil penelitian tersebut menunjukkan sifat klon jati baru, yang kemudian disebut klon Jati Unggul Nusantara (JUN).

Tanaman JUN diperhitungkan dapat dipanen pada umur antara 5-15 tahun. Sesuai sifatnya, tanaman JUN memiliki pertumbuhan yang relatif cepat dan kondisi pertumbuhan relatif seragam pada saat usia tahun kedua. Pada umur tanaman antara 3-5 tahun, diameter tanaman dapat mencapai rata-rata 23 cm dan tinggi pohon 10 m. JUN memiliki beberapa keunggulan diantaranya adalah memiliki perakaran tunjang majemuk, cepat besar, kokoh, sehingga tidak mudah roboh, dan memiliki daya serap yang tinggi terhadap nutrisi. Keunggulan lainnya adalah JUN dapat di panen pada tahun ke lima dengan memiliki kualitas kelas awet III-V, kelas kuat III, dan persentase teras 26-27 persen (UBH-KPWN, 2012). Pola pengelolaan intensif tanaman JUN lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Produktivitas potensi rata-rata JUN pada tahun kelima diperhitungkan dapat mencapai 0,235 m3/pohon. Penanaman JUN akan lebih baik ditanam pada daerah ketinggian antara 50-600 m dpl. Iklim yang baik bagi pertumbuhan tanaman JUN pada kisaran curah hujan antara 1500-2000 mm/tahun, dan sebaiknya ditanam pada area yang memiliki sistem drainase yang baik (UBH-KPWN, 2012).

2.2 Evaluasi Proyek

Evaluasi proyek merupakan pengkajian suatu proyek yang sudah berjalan , apakah proyek dapat dilanjutkan (go project) atau dihentikan (no go project), dengan berdasarkan berbagai aspek kajian (Husnan dan Suwarsono, 1994). Dalam mengevaluasi suatu proyek yang efektif harus mempertimbangkan aspek yang


(10)

saling berkaitan dan secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu dan mempertimbangkan seluruh aspek tersebut (Gittinger, 1986).

Dilihat dari kapan evaluasi dilakukan pada proyek, dapat dibedakan 4 jenis evaluasi proyek:

1. Evaluasi terhadap usulan proyek yang akan didirikan (pre project evaluation). 2. Evaluasi terhadap proyek yang sedang dibangun (on construction project

evaluation).

3. Evaluasi terhadap proyek yang telah dioperasionalisasikan (on going project evaluation).

4. Evaluasi terhadap proyek yang telah berakhir (post project evalution study). 2.2.1 Analisis Kelayakan Finansial

Analisis kelayakan finansial merupakan analisis yang melihat suatu proyek dari sudut pandang lembaga/badan yang mempunyai kepentingan langsung dalam proyek dengan menggunakan metode cash flow analysis. Metode tersebut untuk menganalisis komponen penerimaan atau benefit (inflow) dan menganalisis komponen biaya atau pengeluaran (outflow). Selisih keduanya disebut manfaat bersih yang seharusnya dapat diterima para pihak. Analisis kelayakan finansial bertujuan untuk mengevaluasi pendanaan dan aliran kas usaha, sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya rencana usaha yang dimaksud untuk dilanjutkan. Sesuai metode tersebut, analisis kelayakan finansial pada kegiatan pengelolaan JUN UBH-KPWN menggunakan instrumen analisis, yaitu:


(11)

11 a. Perhitungan Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) merupakan manfaat bersih yang diterima selama umur proyek pada tingkat diskonto tertentu. Ukuran ini bertujuan untuk menghasilkan alternatif yang dipilih karena adanya kendala biaya modal, dimana usaha ini memberikan NPV biaya yang sama atau NPV penerimaan yang kurang lebih sama setiap tahun. Jika NPV menghasilkan nilai positif maka investasi tersebut dapat dilanjutkan, sedangkan jika NPV tersebut bernilai negatif maka sebaiknya investasi tersebut dihentikan (Kasmir dan Jakfar, 2003).

b. Perhitungan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) adalah besarnya manfaat tambahan pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Net B/C merupakan perbandingan antara nilai sekarang (present value) dari net benefit yang positif dengan net benefit yang negatif. Proyek layak dilanjutkan bila Net B/C lebih besar dari satu (Gray et al.,1986).

c. Perhitungan Internal Rate of Return (IRR)

Investasi dikatakan layak dilanjutkan jika IRR lebih besar dari tingkat diskonto, sedangkan jika IRR lebih kecil dari tingkat diskonto maka proyek tersebut tidak layak dilanjutkan. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu investasi dinyatakan layak jika IRR lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku (Ibrahim, 2003).

d. Payback Period (PBP)

Payback Period adalah jangka waktu kembalinya keseluruhan jumlah investasi yang ditanamkan, dihitung mulai dari permulaan proyek sampai dengan


(12)

arus nilai netto produksi tambahan mencapai jumlah keseluruhan investasi yang ditanamkan (Gittinger, 1986).

Husnan dan Suwarsono (1994), mengungkapkan bahwa analisis payback period mengukur seberapa cepat investasi kembali, sehingga satuan hasilnya bukan persentase, tetapi satuan waktu (bulan, tahun, dan sebagainya). Jika

payback period ini lebih pendek dari umur proyek, maka proyek dikatakan layak dan baik untuk dilanjutkan, sedangkan jika umur proyek lebih lama maka proyek tidak layak dilanjutkan.

Dasar perhitungan yang digunakan adalah aliran kas bukan laba. Perhitungan tingkat pengembalian dilakukan dengan metode payback period, dimana nilai manfaat bersih yang terdapat pada cash flow didiskontokan dan diakumulatifkan dari tahun ke tahun (Gittinger, 1986).

2.2.2 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas (sensitivity analysis) dilakukan untuk melihat kepekaan /pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah atau ada suatu kesalahan dalam dasar perhitungan biaya manfaat (Kadariah, 2001). Analisis sensitivitas adalah suatu analisis yang menguji secara sistematis apa yang terjadi pada kapasitas penerimaan suatu proyek apabila terjadi kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan. Menurut Gittinger (1986), proyek dapat berubah-ubah sebagai akibat empat permasalahan utama, yaitu: 1. Perubahan harga jual produk.

2. Keterlambatan pelaksanaan proyek. 3. Kenaikan biaya.


(13)

13 2.3 Sistem Bagi Hasil

Pola bagi hasil antara pemilik modal (investor) dan pengusaha (entrepreneur) dalam kegiatan ekonomi banyak diterapkan untuk mengatasi keterbatasan modal individu dalam memenuhi pembiayaan usaha. Sebagian besar masyarakat meyakini pola bagi hasil merupakan merupakan model kerjasama usaha yang dianggap lebih memenuhi nilai agama dengan model pembagian resiko kegagalan usaha atau pembagian keuntungan yang lebih adil dan terbuka (Jusmaliani, 2006). Terdapat dua jenis perhitungan bagi hasil, yaitu: profit/loss sharing dan revenue sharing. Pada profit/loss sharing jumlah pendapatan bagi hasil yang diterima tergantung keuntungan usaha, sedangkan pada revenue sharing penentuan bagi hasil tergantung pendapatan kotor usaha (harga jual dikalikan dengan jumlah barang yang dijual). Pada umumnya di Indonesia menerapkan sistem revenue sharing (Jusmaliani, 2006).

Pengelolaan usaha pola bagi hasil yang dilaksanakan UBH-KPWN, mencakup pengelolaan dana investor yang digunakan untuk biaya operasional kegiatan penyediaan bibit, penanaman, pemeliharaan tanaman dan biaya pemanenan tegakan pohon jati. Saat pemanenan pada tahun kelima yang telah disepakati, manajemen UBH-KPWN akan membayarkan kembali dana hasil penjualan pohon jati kepada para pihak sesuai proporsi bagi hasil yang telah disepakati.

2.4 Manfaat Ekonomi

Gittinger (1986) mendefinisikan manfaat adalah segala sesuatu yang membantu suatu tujuan. Untuk menilai manfaat yang tidak berwujud, metode yang digunakan adalah menentukan atas harga dasar yang paling murah dari


(14)

kombinasi biaya berwujud yang akan timbul dimana keduanya sama penting dengan manfaat yang tidak berwujud. Mengukur manfaat suatu proyek lebih sulit daripada mengukur biayanya. Menurut Gray et al (1986), masalah-masalah yang dihadapi dalam pengukuran manfaat ini dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu:

1. Mengukur jumlah manfaat

Hasil produksi dari sebuah proyek adalah adanya penambahan jumlah barang dalam masyarakat setelah adanya proyek tersebut. Dengan kata lain, hasil produksi suatu proyek adalah perbedaan jumlah persediaan barang yang terdapat dalam masyarakat dengan adanya proyek dan seandainya tidak ada proyek.

2. Penentuan harga hasil produksi

Hasil suatu proyek terdiri dari berbagai barang yang berbeda. Berbagai jenis produk suatu proyek dapat berbeda dengan barang yang berada dalam masyarakat baik dari segi mutu dan kualitasnya yang menyebabkan harganya menjadi berbeda. Suatu harga barang yang sama dapat berbeda pada tempat dan waktu yang berbeda. Suatu proyek yang menciptakan produk dalam jumlah yang besar dapat mempengaruhi tingkat harga. Oleh karena itu, kesalahan dalam perhitungan manfaat suatu proyek dapat terjadi karena terjadinya kesalahan dalam memberikan nilai kepada harga dari produk proyek tersebut.

3. Adanya eksternalitas

Eksternalitas adalah hasil-hasil tidak langsung dan akibat-akibat sampingan dari suatu proyek. Eksternalitas dapat bersifat positif maupun negatif. Keduanya sukar dihitung dan dimasukkan ke dalam biaya dan manfaat proyek,


(15)

15 tetapi perlu dipertimbangkan dalam penentuan pilihan proyek tersebut. Kesulitan dalam mengukur hasil proyek terjadi, antara lain:

1. Hasil tidak langsung atau akibat sampingan proyek itu justru berada di luar proyek itu sendiri, seperti hasil tidak langsung dari peningkatan pangan dapat terjadi kepada peningkatan perbaikan pendidikan.

2. Akibat sampingan dari suatu proyek dapat merupakan biaya masyarakat secara keseluruhan, seperti intensifikasi pertanian dalam suatu wilayah yang menggunakan pestisida dapat menambah produksi padi, tetapi hal tersebut turut berpengaruh kepada terjadinya penuruan produksi ikan pada wilayah tersebut. 3. Hasil yang tidak langsung menyebabkan sukar diukur dan dinilai dengan uang

(intangible), seperti terjadi penurunan keamanan setelah pelaksanaan proyek. 2.5 Manfaat Lingkungan

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan, jasa lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya. Jasa lingkungan dapat dimanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan secara langsung, seperti rekreasi, sedangkan secara tidak langsung, seperti perlindungan tata air, kualitas udara bersih, dan penyerapan karbondioksida (CO2).

Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam, seperti tanah, air, energi, surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia, sepeti keputusan bagaimana


(16)

menggunakan lingkungan tersebut. Lingkungan terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa, seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, dan bunyi. Komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa, seperti tumbuhan, hewan, manusia, dan mikroorganisme (Lingkungan, 2012)1.

Aspek lingkungan dalam kegiatan usaha penanaman JUN adalah eksternalitas positif terhadap kualitas lingkungan. Kegiatan JUN bermanfaat bagi kelestarian lingkungan dengan cara pengelolaan yang ramah lingkungan dan mempertahankan eksistensinya sehingga fungsi hidrogis dan penyerapan karbon akan berfungsi secara optimal.

2.6 Persepsi

Kartono (1987) mengatakan persepsi sebagai proses dimana seseorang menjadi sadar segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera yang dimiliki, pengetahuan lingkungan yang diperoleh melalui intersepsi data indera. Persepsi tentang kesejahteraan hidup manusia terbangun melalui pengalaman dan berbagai macam proses dalam usaha manusia menjalin hubungan dengan lingkungan mereka. Terbangunnya persepsi tersebut mendorong manusia dalam usaha mendekati atau mencapai suatu kondisi kehidupan sesuai dengan gambaran hidup sejahtera yang ada dalam konsep manusia.

Persepsi sebagai proses kognitif yang bisa terjadi pada setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungan yang diperoleh melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, maupun penciuman. Persepsi merupakan penafsiran unik terhadap suatu situasi, bukan merupakan suatu pencaharian yang

1

Dikutip dari http://id.Wikipedia.org/wiki/lingkungan yang diakses pada tanggal 22 Februari 2012.


(17)

17 sebenarnya dari situasi tersebut. Definisi ini secara implisit menyebutkan bahwa informasi dan situasi dapat berfungsi sebagai stimulus bagi terbentuknya suatu persepsi, walaupun informasi tentang lingkungan itu juga bisa berupa situasi tertentu (tidak harus berupa rangkaian kalimat atau isyarat lain) (Sutisna, 2001). Persepsi sangat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap lingkungan. Seseorang yang mempunyai persepsi yang benar terhadap lingkungannya, kemungkinan orang tersebut akan berperilaku positif terhadap upaya-upaya pelestarian lingkungan dan sebaliknya (Harihanto, 2001).

2.7 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan penelitian dan membandingkan hasil penelitian yang penulis lakukan dengan hasil-hasil yang telah dilakukan oleh orang lain yang menunjang atau memperkuat. Banyak penelitian yang menggunakan metode analisis kelayakan finansial terhadap suatu proyek, akan tetapi proyek kegiatan JUN UBH-KPWN Kabupaten Bogor memiliki perbedaan dari segi lokasi penelitian.

Penelitian ini tidak hanya menganalisis dari segi finansial saja, akan tetapi mengidentifikasi dampak ekonomi dan lingkungan terhadap masyarakat sekitar. Hal ini menjadi perbedaan dengan penelitian lain karena penelitian yang lain hanya melihat proyek tersebut memberikan keuntungan yang besar tanpa memperhatikan keadaan masyarakat dan lingkungan sekitar. Beberapa penelitian yang dijadikan referensi yaitu penelitian tentang analisis kelayakan finansial, penelitian manfaat ekonomi, penelitian terhadap dampak lingkungan, dan penelitian persepsi masyarakat terhadap hutan rakyat.


(18)

2.7.1 Penelitian Analisis Kelayakan Finansial

Beberapa penelitian yang dilakukan untuk analisis kelayakan finansial dilakukan oleh Abdurrohman (2005) dan Puspitasari (2009). Hasil dari penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Penelitian Analisis Kelayakan Finansial

No Penulis Judul Penelitian Hasil Penelitian

1 Abdurrohman (2005)

Analisis Kelayakan Finansial Produksi Bibit Jati dengan Metode Kultur Jaringan pada PT. Dafa Teknoagro Mandiri, Bogor.

Berdasarkan kriteria kelayakan finansial yang diamati, usaha ini dapat dikatakan layak, NPV = Rp 301 751 403 IRR = 23.8967 persen, Net B/C = 1,695 dan waktu pengembalian pada periode lima tahun empat bulan. Switching value dikatakan layak ketika biaya produksi variabel naik sebesar 59.80293 persen dan harga output turun sebesar 20.1824 persen.

2 Ratna Puspitasari (2009)

Analisis Kelayakan Usaha Jati Unggul Nusantara dengan Pola Bagi Hasil (Studi Kasus pada Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara).

JUN ini layak untuk dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat dari NPV = Rp 42 714 598 081, IRR sebesar 48 persen dimana lebih besar dari discount rate sebesar sembilan persen. Nilai Net B/C lebih besar dari satu, yaitu enam. Payback Period (PBP) yang diperoleh adalah sebesar 5.555 tahun atau sama dengan lima tahun enam bulan 20 hari dimana masih lebih kecil dari umur proyek, serta nilai break even point (BEP) usaha JUN ini adalah sebanyak 30 510 pohon. Berdasarkan analisis switching value, Batas penurunan jumlah produksi tanaman sebesar 12.739980852730 persen, sedangkan batas peningkatan biaya operasional adalah sebesar 65.5400500494 persen.


(19)

19 2.7.2 Penelitian Manfaat Ekonomi

Penelitian yang melihat manfaat ekonomi dilakukan oleh Dewi (2011) dan Putro (2011). Hasil penelitian tersebut dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Penelitian Manfaat Ekonomi

No Penulis Judul Penelitian Hasil Penelitian

1 Devita Ayu Dewi (2011)

Persepsi Petani Terhadap Pola Pengelolaan Hutan Rakyat dan Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Rumah Tangga (Kasus di Kecamatan Cimalaka dan Conggeang Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat).

Manfaat ekonomi saat ini hutan rakyat masih memberikan manfaat yang kecil tiga persen (Rp 893 333/tahun) untuk hutan rakyat monokultur dan satu persen (Rp 187 200/tahun) untuk hutan rakyat campuran karena belum ada pemanenan dari hasil kayu. 2 Imam Dwi Putro

(2011)

Analisis Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) (Studi Kasus Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Puncak Lestari, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor).

Kegiatan PHBM yang berjalan di Desa Tugu

Utara memberikan

kontribusi rata-rata pendapatan sebesar 39 persen terhadap pendapatan rumah tangga petani, Nilai dari penyerapan tenaga kerja pada kegiatan PHBM di Desa Tugu Utara adalah Rp 173 360 000/tahun dan nilai kontribusi LMDH dalam meningkatkan keamanan kawasan hutan adalah Rp 60 708 700 setiap tahunnya. Net benefit yang muncul dari kegiatan PHBM di Desa Tugu Utara berjumlah Rp 404 547 825 per tahunnya.

2.7.3 Penelitian Dampak Lingkungan

Penelitian yang melihat dampak lingkungan pada hutan rakyat telah dilakukan oleh Supangat (2005) dan Ghofir (2012). Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.


(20)

Tabel 5. Penelitian Dampak Lingkungan

No Penulis Judul Penelitian Hasil Penelitian

1 Agung B. Supangat (2005)

Peran Hutan Tanaman Jati sebagai Pengatur Tata Air: Studi Kasus di SubDAS Kawasan Hutan Jati di KPH Cepu.

Berdasarkan hasil penelitian tata air (hidrologi) selama tujuh tahun, dapat disimpulkan secara umum sub DAS kawasan hutan jati lebih baik dibandingkan sub DAS non kawasan hutan dalam mengendalikan hujan untuk aliran permukaan maupun aliran dasar seperti ditunjukkan oleh nilai rata-rata koefisien limpasan yang lebih kecil dengan fluktuasi yang stabil. Cadangan air tanah yang dikeluarkan pada musim kering sebagai aliran dasar lebih stabil pada sub DAS kawasan hutan.

2 Abdul Ghofir (2012)

Penduga Stok Karbon

(Paraserianthes falcataria) Di Desa Bandarjo, Kabupaten Semarang.

Stok karbon yang dihasilkan tegakan saat ini sebesar 16.207 tonC atau 7.704 tonC/ha yang diduga dengan persamaan terbaik berdasarkan analisis, yakni C = 1445.4 D2,82. Potensi karbon hutan rakyat berdasarkan perhitungan riap diameter tahunan jika umur daur sepuluh tahun sebesar 214.732 ton.

2.7.4 Penelitian Persepsi Masyarakat terhadap Hutan Rakyat

Penelitian persepsi masyarakat terhadap hutan rakyat telah dilakukan oleh Sultika (2010) dan Dewi (2011). Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Penelitian Persepsi Masyarakat terhadap Hutan Rakyat

No Penulis Judul Penelitian Hasil Penelitian

1 Lalis Yuliana Sultika (2010)

Analisis Pendapatan dan Persepsi Masyarakat terhadap Hutan Rakyat di Desa Sidamulih Kecamatan Pamarican dan Desa Bojong Kecamatan Langkaplancar, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.

Persepsi petani terhadap hutan rakyat berdasarkan Skala Likert adalah tinggi dengan nilai sebesar 2,72. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi persepsi adalah kerjaan pokok. Sedangkan faktor eksternal adalah lingkungan, sosial budaya.

2 Devita Ayu Dewi (2011)

Persepsi Petani terhadap Pola Pengelolaan Hutan Rakyat dan Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Rumah Tangga (Kasus di Kecamatan Cimalaka dan Conggeang Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat).

Pada hutan rakyat monokultur persepsi petani hutan rakyat dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu: tingkat pendidikan dan pekerjaan sampingan, sedangkan pada hutan rakyat campuran persepsi petani hutan rakyat dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu luas kepemilikan lahan dan frekuensi bertemu petani.


(21)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Tanaman jati pada mulanya merupakan tanaman hutan yang tidak sengaja ditanam dan tumbuh liar di dalam hutan bersama jenis tanaman lain. Tanaman jati tumbuh sebagai tanaman campuran, serta tumbuh di daerah yang mempunyai perbedaan musim basah dan kering yang jelas. Menurut Sumarna (2008) tanaman jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India. Tanaman ini mempunyai nama ilmiah Tectona grandis Linn. f. Nama tectona berasal dari bahasa Portugis (tekton) yang berarti tumbuhan yang memiliki kualitas tinggi. Tanaman jati merupakan tanaman tropika dan subtropika yang sejak abad ke sembilan dikenal sebagai pohon yang memiliki kualitas tinggi dan bernilai jual tinggi.

Kayu jati merupakan jenis kayu mewah yang memiliki profil garis lingkar tumbuh yang indah, bernilai artistik tinggi, awet, tahan terhadap hama dan penyakit, serta mudah pengerjaannya (Pratiwi, 2010). Oleh karena itu, permintaan terhadap jati tetap tinggi seiring dengan peningkatan jumlah penduduk sehingga memberi tekanan pada hutan. Di sisi lain, jati memiliki kelemahan yaitu umur tanam yang relatif lama, sehingga laju permintaan jati tidak sama dengan laju penawarannya.

Beberapa upaya yang dilakukan agar dapat memenuhi kekurangan pasokan tersebut salah satunya melalui pengembangan penggunaan teknik budidaya bibit unggul hasil rekayasa genetika tanaman jati. Salah satu bibit unggul yang sudah mulai dipasarkan adalah Jati Unggul Nusantara (JUN). Salah satu lembaga yang melakukan usaha budidaya jati unggul secara terpadu adalah Unit Usaha Bagi Hasil Jati Unggul Nusantara KPWN (UBH-KPWN) Kabupaten Bogor.


(22)

Usaha ini telah berdiri selama lima tahun, namun rencana usaha jangka menengah telah dipersiapkan. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan usaha adalah kontinuitas. Usaha ini memerlukan evaluasi proyek yang sedang berjalan terhadap kelayakan finansial. Kelayakan finansial UBH-KPWN Kabupaten Bogor dianalisis dengan indikator NPV, Net B/C, IRR, dan

Payback Period. Apabila usaha tersebut layak, maka usaha tersebut dapat terus dilanjutkan dan dikembangkan, namun apabila tidak layak usaha tersebut membutuhkan pengefisienan biaya. Setelah itu, analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat kepekaan apakah UBH-KPWN Kabupaten Bogor masih layak dilanjutkan jika terjadi perubahan-perubahan.

Jati dengan daur lebih singkat tersebut diharapkan mampu mencukupi permintaan kayu di pasaran dan mampu meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat. JUN merupakan salah satu sarana dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, memberikan peluang kesempatan kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya yang tinggal di sekitar JUN. Besar kecilnya pengaruh kegiatan usaha JUN terhadap pendapatan masyarakat sekitar dianalisis menggunakan analisis pendapatan.

Kegiatan usaha JUN juga memberikan manfaat ekonomi (pengelolaan JUN, pengelolaan tumpang sari, dan bagi hasil atas penjualan kayu setelah lima tahun) bagi desa yang bersangkutan. Selain itu, pendapatan dari kegiatan JUN memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumah tangga. Besar kecilnya manfaat ekonomi dan kontribusi pendapatan terhadap rumah tangga dari kegiatan JUN dipaparkan secara deskriptif.


(23)

23 Keberadaan JUN berpengaruh langsung terhadap kualitas lingkungan karena sesuai dengan fungsi hutan sebagai perlindungan ketersediaan air, menyediakan kualitas udara bersih, dan dapat menyerap (rosot) karbondioksida (CO2) dari udara. Dampak lingkungan dari kegiatan JUN kepada masyarakat sekitar dipaparkan secara deskriptif.

Keberadaan kegiatan JUN menimbulkan dampak ekonomi dan lingkungan di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir. Dampak ekonomi dan lingkungan yang dirasakan para pihak (petani JUN, pemilik lahan, dan aparat desa) memiliki persepsi yang berbeda-beda. Persepsi sangat mempengaruhi perilaku para pihak terhadap sesuatu hal yang mereka pikirkan dan rasakan manfaatnya. Para pihak yang menyetujui adanya kegiatan JUN, memungkinan berperilaku positif serta mendukung kegiatan JUN. Para pihak yang tidak menyetujui adanya kegiatan JUN, kemungkinan berperilaku negatif terhadap kegiatan JUN. Tingkat persepsi masyarakat dapat diukur dengan pemberian nilai (skor) menggunakan Skala Likert.

Seluruh hasil dari analisis akan menghasilkan informasi/rekomendasi terhadap kemajuan UBH-KPWN Kabupaten Bogor dan dampak langsung yang dirasakan oleh masyarakat sekitar kawasan kegiatan usaha Jati Unggul Nusantara. Untuk memperjelas alur dari penelitian yang dilakukan, dapat dilihat pada diagram alir dalam Gambar 1.


(24)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Permintaan

Kayu Jati

Penawaran Kayu Jati Rendah

Persepsi Dampak

Ekonomi

Peluang untuk Memenuhi Permintaan

Kelayakan Finansial UBH-KPWN Kabupaten Bogor

Pendapatan Petani JUN (Sebelum dan

Sesudah)

Dampak Lingkungan

Analisis Kelayakan JUN Secara Finansial *NPV

*Net B/C *IRR *PBP

Analisis Sensitivitas

Pengelolaan JUN dan Tumpang Sari,

Bagi Hasil

Kontribusi Pendapatan JUN terhadap Rumah

Tangga

Penyerapan Karbondioksida

(CO2) Ketersediaan

Air dan Kualitas Udara

Bersih

Analisis Pendapatan

dan Deskriptif Deskriptif Skala Likert

Keberlanjutan Kegiatan Usahatani Jati Unggul Nusantara Kegiatan Usaha JUN

Dampak Ekonomi dan Lingkungan Menurut


(25)

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan di lokasi penanaman JUN Unit Usaha Bagi Hasil-Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN) Kabupaten Bogor (Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir), Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan bahwa Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir memiliki umur tanaman jati empat tahun dan lima tahun sehingga dampak positif yang diberikan kegiatan JUN sudah mulai dirasakan oleh masyarakat. Kegiatan penelitian mencakup penyusunan proposal, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, serta penulisan laporan.

Waktu yang diperlukan untuk pengumpulan referensi, data primer, dan data sekunder hingga kegiatan pengumpulan data lapangan adalah kurang lebih dua bulan. Pelaksanaan kegiatan pengambilan data dimulai dari bulan Maret-Mei tahun 2012.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer yang berupa cross section

dan data sekunder yang berupa time series. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait dengan usaha Jati Unggul Nusantara, dalam hal ini direksi UBH-KPWN yang terkait dengan penelitian. Data primer pun diperoleh melalui kuesioner kepada para petani dimana Desa Cogreg ada 23 petani JUN dan Desa Ciaruteun Ilir ada 78 petani JUN yang dilakukan secara sensus. Kuesioner juga ditanyakan kepada aparat desa dan pemilik lahan terhadap dampak ekonomi dan lingkungan serta persepsi para pihak dengan adanya kegiatan usaha Jati Unggul Nusantara (JUN). Data sekunder diperoleh dari


(26)

instansi-instansi terkait, yaitu: UBH-KPWN, Kementerian Kehutanan, Badan Pusat Statistik, situs-situs internet, serta literatur-literatur atau kepustakaan yang relevan dengan penelitian ini seperti laporan penelitian sebelumnya dan buku mengenai kelayakan finansial, persepsi, serta manfaat ekonomi dan lingkungan. 4.3 Metode dan Analisis Data

Data yang diperoleh dapat berupa jawaban secara kualitatif dan kuantitatif, sehingga analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Matriks Metode Analisis Data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data

1 Menganalisis kelayakan secara finansial usaha Jati Unggul Nusantara UBH-KPWN Kabupaten Bogor.

Data sekunder dari pihak UBH-KPWN Bogor.

Analisis Kelayakan Finansial berdasarkan kriteria NPV, Net B/C, IRR, Payback Period, dan Analisis Sensitivitas.

2 Menganalisis dampak ekonomi dan lingkungan terhadap masyarakat sekitar.

Data primer berupa wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap petani JUN.

Analisis Pendapatan dan Deskriptif

3 Persepsi para pihak terhadap kegiatan JUN

Data primer berupa wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap petani JUN, aparat desa, dan pemilik lahan.

Skala Likert

Pengolahan data secara kuantitatif dengan menggunakan perhitungan kriteria-kriteria investasi, yaitu: Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio

(Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PBP). Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat kepekaan UBH-KPWN Bogor dalam mengantisipasi apabila kenaikan harga pupuk sebesar 32 persen terjadi kembali.

Selain itu, pengolahan data secara kuantitatif dilakukan untuk menganalisis pendapatan masyarakat khususnya petani JUN dengan menggunakan analisis pendapatan. Pengolahan data yang dilakukan secara


(27)

27 kualitatif dijelaskan secara deskriptif mengenai dampak ekonomi dan dampak lingkungan. Dampak ekonomi dan dampak lingkungan menurut para pihak terhadap dari kegiatan JUN dilakukan dengan Skala Likert. Pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan komputer.

4.3.1 Analisis Kriteria Kelayakan Finansial

Analisis kelayakan finansial digunakan untuk melihat dampak dari adanya usaha kegiatan JUN dari sisi pelaku usaha yaitu UBH-KPWN Bogor. Analisis kelayakan finansial juga dilakukan untuk mengevaluasi kegiatan penanaman JUN. Data arus penerimaan dan pengeluaran yang disajikan dalam bentuk cashflow. Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan bantuan komputer.

a. Net Present Value (NPV)

NPV adalah selisih antara total net present value dengan total net present

(Gray et al., 2007). NPV dari proyek JUN diperoleh dari selisih antara total net present value dari manfaat proyek JUN dengan total net present dari biaya proyek JUN. Secara matematis, NPV proyek JUN dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Keterangan:

NPV = Net Present Value dari proyek JUN

Bt = Manfaat proyek JUN pada tahun ke t

Ct = Biaya proyek JUN pada tahun ke t

i = 12%

t = 1,2,3,...,5


(28)

Kriteria penilaian:

Proyek JUN layak dilanjutkan jika NPV ≥ 0. Jika NPV < 0, maka proyek JUN ditolak artinya ada penggunaan lain yang lebih menguntungkan untuk sumber-sumber yang diperlukan proyek JUN.

b. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C merupakan perbandingan sedemikian rupa, sehingga pembilangnya terdiri atas present value (PV) total dari benefit bersih proyek JUN dalam tahun dimana benefit bersih tersebut bersifat positif. Penyebutnya terdiri atas present value (PV) total dari biaya (cost) bersih proyek JUN dalam tahun dimana benefit bersih (Bt-Ct) bersifat negatif, yaitu biaya kotor lebih besar dari

benefit kotor (Gray et al., 2007). Secara matematis, Net B/C dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Net

=

Keterangan:

= untuk Bt– Ct > 0, (PV positif)

= untuk Bt– Ct < 0, (PV negatif) i = 12%

t = 5 tahun Kriteria penilaian:

Proyek JUN layak dilanjutkan apabila Net B/C ≥ 1, apabila Net B/C < 1 proyek JUN akan ditolak.


(29)

29 c. Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah nilai discount rate (i) yang membuat NPV dari suatu proyek sama dengan nol atau dapat membuat B/C sama dengan satu (Gray et al., 2007). IRR yang diperoleh dari proyek JUN dengan cara mendiskonto seluruh net cash flow JUN, sehingga akan menghasilkan jumlah present value yang sama dengan investasi proyek JUN. Secara matematis, IRR dari proyek JUN dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

IRR =

i

1

+

(

i

2

-

i

1

)

Keterangan:

i1 = discount rate yang menghasilkan NPV positif dari kegiatan JUN i2 = discount rate yang menghasilkan NPV negatif dari kegiatan JUN NPV1 = NPV positif dari kegiatan JUN

NPV2 = NPV negatif dari kegiatan JUN i2-i1 = selisih i

Proyek JUN layak untuk dilanjutkan jika IRR ≥ discount rate. Jika IRR =

discount rate, maka NPV proyek JUN tersebut = 0. Jika IRR < discount rate, maka NPV < 0 dan proyek JUN ditolak.

d. Payback Period (PBP)

Payback Period (PBP) merupakan teknik menentukan jangka waktu (masa) pengembalian modal dari suatu investasi kegiatan usaha. Payback period

merupakan rasio antara cash investment dengan cash inflow yang hasilnya merupakan satuan waktu (Gray et al., 2007). Selanjutnya nilai rasio ini akan dibandingkan dengan maximum payback period yang dapat diterima dari kegiatan JUN. Layak tidaknya proyek JUN dilakukan dengan membandingkan periode


(30)

waktu maksimum yang ditetapkan dengan hasil perhitungan proyek JUN. Jika hasil perhitungan menunjukkan waktu yang lebih pendek atau sama dengan waktu maksimum yang ditetapkan, investasi terhadap JUN dinyatakan layak untuk dilanjutkan. Jika hasil perhitungan menunjukkan waktu yang lebih lama dari umur proyek, investasi JUN sebaiknya ditolak.

e. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat bagaimana hasil proyek jika terjadi suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan manfaat atau biaya. Analisis sensitivitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah kenaikan harga pupuk sebesar 32 persen. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata kenaikan harga pupuk pada kegiatan JUN yang telah berlangsung selama lima tahun.

4.3.2 Analisis Pendapatan

Data penerimaan dan biaya yang dikeluarkan digunakan untuk mengetahui besar pendapatan yang diterima oleh petani JUN.

Pendapatan Petani JUN

a) Pendapatan dari pengelolaan JUN selama lima tahun. P = ∑Pi - ∑Ci

Keterangan:

P = Pendapatan dari pengelolaan JUN selama lima tahun (Rp)

Pi = Jumlah penerimaan dari suatu jenis kegiatan ke-i dari usaha pengelolaan JUN selama lima tahun (Rp)

Ci = Jumlah pengeluaran suatu jenis kegiatan ke-i pada usaha pengelolaan JUN selama lima tahun (Rp)


(31)

31 b) Pendapatan Rumah Tangga Petani JUN.

Prt = Pa + Pb + Pc +...+ Pn Keterangan:

Prt = Pendapatan rumah tangga petani JUN (Rp/tahun)

Pa-Pn = Pendapatan dari masing-masing bidang usaha (Rp/tahun) c) Persentase Pendapatan dari Pengelolaan JUN terhadap Pendapatan Total.

Pi % = (Pi/Prt) x 100% Keterangan:

Pi % = Persentase pendapatan dari usaha pengelolaan JUN (%) 4.3.3 Skala Likert

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Riduwan, 2009). Skala Likert dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur persepsi petani JUN dengan adanya kegiatan penanaman JUN. Instrumen penelitian yang menggunakan Skala Likert dapat dibuat dalam bentuk multiple choice atau

checklist. Tanggapan petani JUN dari Skala Likert, yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS) dengan nilai 4, 3, 2, dan 1. Penentuan batas bawah dan batas atas tergantung dari jumlah pernyataan yang ditanyakan kepada petani JUN. Dalam penelitian ini dampak ekonomi terdapat enam pernyataan, sedangkan untuk dampak lingkungan ada lima pernyataan. Batas bawah dan batas atas untuk dampak ekonomi yaitu 6-24, sedangkan untuk dampak lingkungan 5-20.

Editing perlu dilakukan pada data untuk mengecek kelengkapan pengisian kuesioner, setelah itu dilakukan coding di buku kode untuk mempermudah


(32)

pengolahan data. Sistem scoring dibuat konsisten yaitu semakin tinggi skor semakin tinggi kategorinya. Setelah dijumlahkan, selanjutnya dikategorikan dengan menggunakan teknik scoring secara normatif berdasarkan interval kelas sebagai berikut:

Keterangan:

n : Batas selang tingkat persepsi petani JUN

Max : Nilai maksimum yang diperoleh dari jumlah skor petani JUN Min : Nilai minimum yang diperoleh dari skor petani JUN

∑ : Jumlah pernyataan yang ditanyakan kepada petani JUN

Interval nilai tanggapan untuk setiap tingkat persepsi dapat dilihat pada Tabel 8, yaitu:

Tabel 8. Tingkat Persepsi Petani JUN dengan Adanya Kegiatan JUN No Interval Nilai Tanggapan Tingkat Persepsi

Dampak Ekonomi Dampak Lingkungan

1 21-24 17-20 Sangat Setuju

2 16-20 13-16 Setuju

3 11-15 9-12 Tidak Setuju


(33)

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Profil dan Kelembagaan UBH-KPWN

Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) merupakan koperasi yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus memperbaiki kondisi lingkungan hidup, khususnya wilayah pedesaan, KPWN merancang konsep tentang pengembangan usaha budidaya jati unggul dengan pengelolaan secara intensif. Pengelolaan intensif tersebut dikembangkan melalui pola bagi hasil. Pengembangan usaha budidaya jati unggul perlu didukung dengan ketersediaan sumberdaya manusia, kemampuan pendanaan, dan kemampuan pengelolaan sehingga usaha yang dikembangkan dapat menguntungkan baik dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.

KPWN membentuk Unit Usaha Bagi Hasil-Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN). Kantor pusat UBH-KPWN berlokasi di Gedung Manggala Wanabakti Blok IV Lt. 5 R. 504-A Jakarta. UBH-KPWN dibentuk dengan Keputusan Pengurus (KPWN) No. 62/Kpts/KPWN/XII/2006 Tanggal 21 Desember 2006, sebagaimana telah diperbaharui dengan Keputusan Pengurus KPWN No. 45/Kpts/KPWN/V/2007 Tanggal 10 Mei dan disahkan dengan Akta 39 Notaris Sigit Siswanto, SH. No. 12 Tanggal 24 Mei 2007.

Adapun visi dari UBH-KPWN adalah menjadi pengelola profesional terbaik di bidang Usahatani Jati Unggul Pola Bagi Hasil. Misi UBH-KPWN adalah mewujudkan usahatani jati unggul pola bagi hasil menjadi kegiatan yang memberikan keuntungan finansial optimal kepada semua pihak terkait dan mendorong pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat pedesaan serta berperan


(34)

dalam perbaikan lingkungan hidup. Adapun dalam mengembangkan usahanya, UBH-KPWN membuat kantor cabang sebagai sarana berjalannya kegiatan pola bagi hasil di berbagai daerah, salah satunya di Kabupaten Bogor yang berlokasi di Komplek Perumahan Akasia No. 1, Sindang Barang.

Pada pengelolaan semua kegiatan JUN pihak UBH-KPWN memiliki kelembagaan yang terstruktur agar dalam pelaksanaanya terlaksana dengan baik dan sesuai dengan pekerjannya masing-masing. Berikut merupakan bagan kelembagaan UBH-KPWN pada Gambar 2.

Sumber: UBH-KPWN (2012)

Gambar 2. Bagan Struktur Kelembagaan UBH-KPWN.

5.2 Pola Bagi Hasil UBH-KPWN

Pola bagi hasil yang diterapkan UBH-KPWN yaitu pola yang dilaksanakan melalui kerjasama antara investor, pemilik lahan, petani penggarap, perangkat desa, dan UBH-KPWN.

DIREKTUR UTAMA

Direktur Umum dan Pemasaran

Direktur Perencanaan dan Tanaman, Keuangan

Divisi Umum

Divisi Pemasaran

Divisi Keuangan

Pendamping Supervisior

Divisi Perencanaan

Divisi Tanaman

Tata Usaha (TU) KPWN


(35)

35 Tabel 9. Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Usaha JUN

UBH-KPWN

Pihak Hak Kewajiban

UBH-KPWN

1.Memperoleh bagian hasil panen sebanyak 15 persen dari total jumlah pohon yang ditanam.

1. Melakukan inventarisasi dan identifikasi calon lokasi dan pemilik lahan serta petani penggarap peserta budidaya JUN.

2. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan usaha budidaya JUN.

3. Melaksanakan pendampingan kepada petani penggarap.

4. Menarik calon investor usaha JUN.

5. Mengelola dana dari investor untuk kegiatan usaha budidaya JUN.

6. Memasarkan pohon jati siap panen. 7. Melaksanakan pembagian hasil sesuai

dengan perjanjian.

8. Bila terjadi kematian/kehilangan, bagian hasil UBH-KPWN dikurangi sebanyak 0.3 bagian dari jumlah yang mati/hilang. Investor 1.Memperoleh bagian hasil

panen sebanyak 40 persen dari jumlah pohon yang ditanam.

2.Tidak menanggung resiko bila terdapat tanaman yang mati/hilang yang disebabkan karena kelalaian.

1. Berkontribusi dengan menanamkan modal, dimana jumlah minimal investasi adalah 100 pohon.

Pemilik Lahan

1.Memperoleh bagian hasil panen sebanyak sepuluh persen dari jumlah pohon yang ditanam.

2.Tidak menanggung resiko bila terdapat tanaman yang mati/hilang yang disebabkan kelalaian.

1. Memberi ijin lahannya untuk ditanami JUN dalam jangka waktu kerjasama lima tahun.

Petani Penggarap

1.Memperoleh pendamping saat melaksanakan budidaya JUN.

2.Memperoleh bimbingan, pelatihan, dan pembinaan. 3.Memperoleh upah dan

bagian hasil sebesar 25 persen dari jumlah pohon yang ditanam.

1. Melaksanakan pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pengamanan tanaman JUN.

2. Bila terjadi kematian/kehilangan, bagian hasil petani dikurangi sebanyak 0.5 bagian dari jumlah yang mati atau hilang.

Perangkat Desa

1.Memperoleh bagian hasil panen sebanyak sepuluh persen dari jumlah pohon yang ditanam.

1. Membuktikan keabsahan kepemilikan lahan yang akan ditanami JUN.

2. Berperan dalam menggerakkan masyarakat calon peserta JUN.

3. Mengawasi dan mengamankan tanaman JUN dari gangguan, pencurian, dan kebakaran.

4. Bila terjadi kematian/kehilangan, bagian hasil pemerintah desa dikurangi sebanyak 0.2 bagian dari jumlah yang mati/hilang. Sumber: UBH-KPWN (2012)


(36)

Berdasarkan Tabel 9, penetapan bagi hasil pihak-pihak yang terlibat dalam budidaya JUN didasarkan atas hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hak dan kewajiban ini merupakan hal-hal apa saja yang harus mereka lakukan karena dalam usaha kegiatan JUN harus saling melengkapi dan tidak dapat berjalan sendirian sehingga membutuhkan kelima pilar yang terkait. Skema kontribusi dan bagian hasil masing-masing pihak yang terlibat dalam usaha JUN dapat dilihat pada Gambar 3.

Sumber: UBH-KPWN (2012)

Gambar 3. Bagan Kontribusi dan Bagian Hasil Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Usaha JUN.

Berdasarkan bagan tersebut dapat diuraikan bahwa:

1. Unit Usaha Bagi Hasil KPWN berperan melaksanakan pengelolaan usaha JUN dengan memanfaatkan dana dari investor, lahan milik perorangan, lahan desa, maupun lahan badan usaha, serta tenaga kerja petani penggarap yang terlibat dalam usaha JUN. Imbal jasa atas peranannya tersebut, UBH-KPWN akan

Lembaga Fasilitator UBHKPWN (Bagian Hasil 15%)

Pemilik Lahan (Bagian Hasil 10%)

Petani Penggarap (Bagian Hasil 25%)

Pemerintah Desa (Bagian Hasil

10%)

Investor (Bagian Hasil 40%) Usaha Jati Unggul

Nusantara Pola Bagi Hasil

Manajemen, tenaga ahli, pendamping, administrasi, upah, bibit, pupuk, dll

Status lahan, penggerakkan, pengawasan, dan pengamanan

Lahan Tenaga


(37)

37 mendapat bagian hasil panen sebanyak 15 persen dari jumlah pohon yang ditanam, tetapi apabila ada tanaman JUN yang mati atau hilang maka bagian hasil panen tersebut dikurangi 0.3 bagian dari jumlah yang mati atau hilang. 2. Investor berperan sebagai pihak yang menanamkan modal untuk digunakan

dalam pelaksanaan usaha. Dana tersebut digunakan untuk biaya pengadaan bibit, pupuk, obat-obatan, peralatan, upah petani, dan biaya manajemen. Imbal jasa atas peranannya tersebut, investor akan mendapat bagian hasil panen sebanyak 40 persen dari jumlah pohon yang ditanam. Bila terjadi kehilangan atau kematian pohon, investor tidak menanggung resiko.

3. Pemilik lahan berperan untuk menyediakan lahan yang akan ditanami JUN. Hubungan pemilik lahan dan UBH-KPWN bukan sewa menyewa, melainkan kerja sama, sehingga atas peranannya menyediakan lahan, pemilik lahan akan mendapat bagian hasil panen sebanyak sepuluh persen dari jumlah pohon yang ditanam dan tidak menanggung resiko bila ada yang mati atau hilang.

4. Petani penggarap berperan dalam melaksanakan pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pengamanan tanaman JUN. Imbal jasa yang akan diperoleh oleh petani penggarap disamping mendapat upah juga mendapat bagian hasil panen sebesar 25 persen dari jumlah pohon yang ditanam, tetapi apabila ada yang mati atau hilang maka bagian hasil panen tersebut dikurangi sebanyak 0.5 bagian dari jumlah yang mati atau hilang.

5. Perangkat desa berperan memberikan dukungan dan bantuan dalam rangka memastikan keabsahan kepemilikan lahan, melaksanakan sosialisasi dan menggerakkan masyarakat untuk menjadi peserta usaha JUN, membantu melaksanakan pengawasan lapangan dan pengamanan. Imbal jasa atas


(38)

peranannya tersebut, pemerintah desa akan mendapat bagian hasil panen. untuk pembangunan desa sebesar sepuluh persen dari jumlah pohon yang ditanam, tetapi apabila ada yang mati atau hilang maka bagian hasil panen tersebut dikurangi sebanyak 0.2 bagian dari jumlah yang mati atau hilang.

Bagian hasil panen masing-masing pihak dikaitkan dengan tingkat kematian atau kehilangan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Bagian Hasil dan Beban Resiko Para Pihak yang Terlibat dalam Usaha JUN UBH-KPWN

Para Pihak Beban Resiko (Mati/Hilang)

Tanggung Jawab Para Pihak Pada Tingkat Kematian (%) 0 10 20 30 40 50

Investor 0% 40 40 40 40 40 40

Pemilik lahan 0% 10 10 10 10 10 10

Petani

penggarap 0.5 x M% 25 20 15 10 5 0

Desa 0.2 x M% 10 8 6 4 2 0

UBH-KPWN 0.3 x M% 15 12 9 6 3 0

Total 100 90 80 70 60 50

Keterangan: M = Angka proses kematian. Kalau kematian sampai 50%, maka petani penggarap, pihak desa, dan fasilitator tidak mendapatkan bagian.

Sumber: UBH-KPWN (2012)

Semakin besar kematian pada tanaman JUN maka bagi hasil yang diperoleh petani penggarap, aparat desa, dan UBH KPWN akan berkurang, sedangkan bagi investor dan pemilik lahan tidak berpengaruh karena mereka tidak berhubungan langsung dengan tanaman. Apabila kematian mencapai 50 persen maka ketiga pihak tidak akan mendapatkan bagi hasil karena pihak-pihak tersebut menanggung resiko yang telah ditentukan, oleh karena itu harus adanya kerjasama yang baik antar semua pihak untuk meminimalisir kematian tanaman JUN.

5.3 Pemilihan Lokasi Tanam UBH-KPWN

Pemiilihan lokasi sebaiknya mempertimbangkan beberapa hal agar di kemudian hari tidak ada kendala yang menyebabkan gagalnya pelaksanaan usaha. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan lokasi proyek yang


(39)

39 strategis, antara lain: ketersediaan bahan baku utama dan pembantu, ketersediaan tenaga kerja langsung, ketersediaan sarana transportasi, ketersediaan sarana telekomunikasi, dan kedekatan dengan pasar yang dituju. Jika usaha bergerak di bidang budidaya, kesesuaian kondisi lahan dan iklim juga menjadi pertimbangan yang penting. Lokasi yang dinilai layak sebagai lahan tanam JUN harus memiliki persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

a. Bukan lahan persawahan.

b. Tidak tergenang air atau banjir setelah hujan. c. Tidak terkena naungan pohon atau bangunan.

d. Ketinggian lokasi maksimum 400 m dari permukaan laut.

e. Diprioritaskan di daerah dimana terdapat tanaman jati tumbuh dengan baik. Persyaratan lokasi penanaman ini ditetapkan oleh UBH-KPWN berdasarkan literatur penanaman tanaman jati unggul. Selain karakteristik lahan, aksesibilitas lokasi tanaman menjadi pertimbangan pula, selain memudahkan pengadaan input, akses lokasi yang mudah juga mendorong minat investor untuk melihat lokasi tanam, memudahkan pemasaran hasil panen, dan pelaksanaan pengawasan.

Salah satu penetapan lokasi yang dilakukan oleh UBH-KPWN adalah di daerah Kabupaten Bogor karena secara karakteristik Kabupaten Bogor memiliki persyaratan yang ditetapkan UBH-KPWN. Selain itu, Kabupaten Bogor masih banyak memiliki lahan yang tidak digunakan secara maksimal untuk memperoleh pendapatan bagi masyarakat sekitar.

UBH-KPWN telah menanam pohon JUN dalam umur yang berbeda-beda mulai dari umur satu sampai lima tahun yang tersebar di berbagai lokasi di


(40)

Kabupaten Bogor. Penyebaran tanaman JUN di wilayah Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Penyebaran Perkembangan Tanaman JUN UBH-KPWN Bogor

Kecamatan Desa Jumlah Tanaman

Parung Cogrek 8 927

Ciampea Ciampea 10 688

Bojong Rangkas 5 580

Cibadak 31 090

Cijujung 370

Bojong Jengkol 600

Cinangka 2 040

Tegal Waru 2 390

Cicadas 800

Cibungbulang Ciaruteun Ilir 52 231

Leweung Kolot 26 035

Cisauk Suradita 2 302

Rancabungur Rancabungur 1 070

Cimulang 940

Bantarsari 1 750

Bantarjaya 1 020

Cendali 1 000

Kemang Bojong 800

Tegal 700

Jasinga Jasinga 4 180

Pamegarsari 2 000

Setu 950

Total 157 463

Sumber: UBH-KPWN (2012)

Desa Cogreg, Kecamatan Parung dan Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang merupakan lokasi yang ditanami oleh tanaman jati umur empat sampai lima tahun. Desa Cogreg memiliki umur pohon empat dan lima tahun, sedangkan Desa Ciaruteun Ilir berumur empat tahun. Pemilihan lokasi Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir karena berpengaruh terhadap pendapatan petani JUN yang semakin besar. Hal ini disebabkan dalam pengelolaan kegiatan JUN banyak menyerap tenaga kerja sebagai petani penggarap yang akan mendapatkan upah dan pada akhirnya mendapatkan bagi hasil kayu jati selama lima tahun.


(41)

41 5.4 Keadaan Umum Desa Cogreg dan Ciaruteun Ilir

Letak Desa Cogreg secara administratif pemerintahan terletak di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data potensi Desa Cogreg mempunyai luas wilayah 511 856 ha, di atas permukaan laut 100 m dan tinggi curah hujan 200 mm/thn, dan memiliki suhu udara kisaran 220-340 C. Desa Cogreg terbagi dalam 5 Dusun, 8 Rukun Warga (RW) dan 39 Rumah Tangga (RT). Jarak Kantor Desa ke Ibukota Kecamatan sejauh 6 km, untuk ke Ibukota Kabupaten Bogor sejauh 30 km, untuk ke Ibukota Provinsi Jawa Barat sejauh 120 km dan untuk ke Ibukota negara sejauh 45 km. Adapun batas-batas geografisnya adalah sebagai berikut:

Utara : Desa Cibinong dan Desa Cibadung - Kecamatan Gn. Sindur Barat : Desa Cihowe dan Desa Kuripan - Kecamatan Ciseeng Timur : Desa Waru Jaya - Kecamatan Parung

Selatan : Desa Bojong Indah dan Desa Cihowe - Kecamatan Parung dan Ciseeng Letak Desa Ciaruteun Ilir secara administratif pemerintahan terletak di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data potensi Desa Ciaruteun Ilir mempunyai luas wilayah 246 ha, di atas permukaan laut 87 m dan tinggi curah hujan 186 mm/thn, dan memiliki suhu udara kisaran 300-320 C. Desa Ciaruteun Ilir terbagi 8 Rukun Warga (RW) dan 32 Rumah Tangga (RT). Jarak Kantor Desa ke Ibukota Kecamatan sejauh 6 km, untuk ke Ibukota Kabupaten Bogor sejauh 27 km, untuk ke Ibukota Provinsi Jawa Barat sejauh 140 km dan untuk ke Ibukota negara sejauh 65 km. Adapun batas-batas geografisnya adalah sebagai berikut:


(42)

Utara : Desa Cidokom - Kecamatan Rumpin Barat : Desa Cijujung - Kecamatan Cibungbulang Timur : Desa Ciampea - Kecamatan Ciampea

Selatan : Desa Leuwi Kolot - Kecamatan Cibungbulang

5.4.1 Kependudukan Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir

Menurut Data Potensi Desa Cogreg tahun 2010, jumlah penduduk yang tercatat yaitu sebanyak 10 461 jiwa yang terdiri dari 2 329 KK. Jumlah penduduk laki-laki terdiri dari 5 312 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 5 149 jiwa. Data Potensi Desa Ciaruteun Ilir tahun 2010, jumlah penduduk yang tercatat yaitu sebanyak 10 259 jiwa yang terdiri dari 2 705 KK. Jumlah penduduk laki-laki terdiri dari 5 232 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 5 027 jiwa. Tabel 12. Mata Pencaharian Penduduk Desa Cogreg Tahun 2010

No Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Petani 616 19.97

2 Pedagang 462 14.98

3 PNS 154 4.99

4 TNI/Polri 113 3.66

5 Pensiunan/Purnawiraman 31 1.00

6 Swasta 985 31.93

7 Buruh pabrik 216 7.00

8 Pengrajin 5 0.16

9 Tukang bangunan 45 1.46

10 Penjahit 320 10.37

11 Tukang ojek 93 3.01

12 Bengkel 9 0.29

13 Supir angkutan 31 1.00

14 Dan lainnya 5 0.16

Total 3 085 100

Sumber: Potensi Desa Cogreg (2010)

Mata pencaharian masyarakat di Desa Cogreg bervariasi mulai dari petani sampai dengan supir. Struktur mata pencaharian masyarakat berdasarkan jumlah angkatan kerja Desa Cogreg dapat dilihat pada Tabel 12. Pada Desa Ciaruteun Ilir sumber mata pencaharian yang dilakukan oleh masyarakat sekitar hampir sama


(43)

43 dengan Desa Cogreg. Struktur mata pencaharian masyarakat berdasarkan jumlah angkatan kerja Desa Ciaruteun Ilir dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Mata Pencaharian Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Tahun 2010 No Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Petani 206 14,58

2 Buruh tani 114 8,07

3 PNS 20 1,42

4 TNI/Polri 3 0,21

5 Pensiunan/Purnawiraman 15 1,06

6 Swasta 12 0,85

7 Pedagang 922 65,25

8 Pengrajin 5 0,35

9 Pembantu rumah tangga 30 2,12

10 Peternak 10 0,71

11 Montir 76 5,38

Total 1 413 100

Sumber: Potensi Desa Ciaruteun Ilir (2010)

Berdasarkan Tabel 12 dan Tabel 13, mata pencaharian penduduk Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir yang bekerja sebagai petani menduduki urutan kedua dengan persentase sekitar 19.97 persen atau sebanyak 616 jiwa dari angkatan kerja untuk Desa Cogreg, sedangkan pada Desa Ciaruteun Ilir sekitar 14.58 persen atau sebanyak 206 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa di kedua desa tersebut masih menggantungkan hidupnya pada bidang pertanian.

5.5 Karakteristik Responden Petani JUN di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir

Karakteristik responden di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir didapatkan berdasarkan survey terhadap 101 Petani JUN yang tersebar di wilayah Kabupaten Bogor yang terdiri dari 23 petani JUN di Desa Cogreg dan 78 petani JUN di Desa Ciaruteun Ilir. Karakteristik umum meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan tanggungan keluarga.


(1)

98

Lampiran 7. Tumpang Sari Desa Ciaruteun Ilir

TUMPANG SARI No Nama Petani Jenis Tanaman Luas Lahan

(m2)

Hasil (Kg)

(1)

Harga (Rp/Kg)

(2)

Penerimaan (Rp) (3) = (1)(2)

Frekuensi (4)

Penerimaan Total (Rp) (5) = (3)(4)

Pengeluaran (Rp)

(6)

Pendapatan (Rp) (7) = (5)-(6)

1 Abdul Latif Jagung 2.000 2.000 900 1.800.000 2 3.600.000 400.000 3.200.000

2 Acang Kucai 650 500 1.200 600.000 12 7.200.000 600.000 6.600.000

3 Acang Wangun Jaya

Jagung 400 300 2.000 600.000 3 1.800.000 600.000 1.200.000

Kacang Tanah 100 100 2.000 200.000 2 400.000 400.000 -

Kucai 500 500 1.200 600.000 12 7.200.000 1.800.000 5.400.000

4 Aceng Kucai 700 300 2.000 600.000 12 7.200.000 2.400.000 4.800.000

5 Agus Jagung 1.800 1.800 700 1.260.000 2 2.520.000 500.000 2.020.000

6 Ahmad Dahlan Jagung 10.000 10.000 900 9.000.000 2 18.000.000 2.000.000 16.000.000 7 Ahmad Rifa'i Jagung 7.000 7.000 900 6.300.000 2 12.600.000 1.400.000 11.200.000

8 Anam Kucai 900 700 1.200 840.000 12 10.080.000 2.400.000 7.680.000

9 Andi Jagung Kacang Tanah 400 200 300 25 2.000 2.000 600.000 50.000 3 3 1.800.000 150.000 100.000 800.000 1.000.000 50.000 10 Andristian Pepaya 3.200 800 2.500 2.000.000 12 24.000.000 7.000.000 17.000.000

11 Anton Kucai 500 100 2.000 200.000 12 2.400.000 1.200.000 1.200.000

12 Anwar Jagung 3.500 3.500 900 3.150.000 2 6.300.000 1.000.000 5.300.000

13 Aop Kucai 1.000 800 1.200 960.000 12 11.520.000 2.400.000 9.120.000

14 Atmonadi Jagung 3.000 3.000 900 2.700.000 2 5.400.000 600.000 4.800.000

15 Budi Suyanto Pepaya 4.600 5.000 2.000 10.000.000 1 10.000.000 5.000.000 5.000.000

16 Daud Jagung 2.200 2.200 900 1.980.000 2 3.960.000 700.000 3.260.000

17 Edih Jagung 1.900 1.900 900 1.710.000 2 3.420.000 400.000 3.020.000

18 Edwar Siregar Jagung 300 300 2.000 600.000 2 1.200.000 300.000 900.000

19 Emus Jagung 800 800 900 720.000 2 1.440.000 250.000 1.190.000

20 Ence Jagung 1.500 1.500 900 1.350.000 2 2.700.000 300.000 2.400.000

21 Encu Sujai Kacang Tanah 3.000 200 2.500 500.000 1 500.000 250.000 250.000

22 Endi Jagung 350 350 900 315.000 2 630.000 100.000 530.000

23 Endil Jagung 900 900 900 810.000 2 1.620.000 150.000 1.470.000

24 Engki Jagung 1.500 1.500 900 1.350.000 2 2.700.000 300.000 2.400.000

25 Enjen Jagung 400 400 900 360.000 2 720.000 100.000 620.000

26 Erman Bayam 80 12 15.000 180.000 12 2.160.000 1.200.000 960.000

27 Gandi Kacang Panjang 500 300 1.000 300.000 2 600.000 100.000 500.000

28 Herman Bayam 650 70 15.000 1.050.000 12 12.600.000 6.000.000 6.600.000

29 Hidayat Jagung 700 700 900 630.000 2 1.260.000 200.000 1.060.000

30 Icah Kucai 500 100 2.000 200.000 12 2.400.000 1.200.000 1.200.000

31 Icung Bayam 3.000 300 10.000 3.000.000 12 36.000.000 24.000.000 12.000.000

Kangkung 3.000 300 10.000 3.000.000 12 36.000.000 24.000.000 12.000.000


(2)

99

No Nama Petani Jenis Tanaman Luas Lahan

(m2)

Hasil (Kg)

(1)

Harga (Rp/Kg)

(2)

Penerimaan (Rp) (3) = (1)(2)

Frekuensi (4)

Penerimaan Total (Rp) (5) = (3)(4)

Pengeluaran (Rp)

(6)

Pendapatan (Rp) (7) = (5)-(6)

32 Idis Jagung 1.800 1.800 900 1.620.000 2 3.240.000 500.000 2.740.000

33 Inang Kucai 1.000 700 1.200 840.000 12 10.080.000 2.400.000 7.680.000

34 Iran Kentang 350 30 3.000 90.000 3 270.000 - 270.000

35 Isak Ibrahim Jagung 1.600 1.600 900 1.440.000 2 2.880.000 400.000 2.480.000

36 Ismad Jagung 1.500 1.500 900 1.350.000 2 2.700.000 300.000 2.400.000

37 Isnen Kucai 1.500 600 2.000 1.200.000 12 14.400.000 4.800.000 9.600.000

38 Jalal Jagung 9.000 9.000 900 8.100.000 2 16.200.000 1.800.000 14.400.000

39 Kasnan Jagung 15.000 15.000 900 13.500.000 2 27.000.000 3.000.000 24.000.000

40 Kirno Kucai 1.300 500 2.000 1.000.000 12 12.000.000 3.600.000 8.400.000

41 Mad Ali Kucai 1.600 600 2.000 1.200.000 12 14.400.000 4.800.000 9.600.000

42 Mad Isa Kacang Tanah 1.800 240 2.500 600.000 1 600.000 300.000 300.000

43 Madrosim Kacang Panjang 400 100 1.000 100.000 2 200.000 100.000 100.000

Jagung 1.000 1.000 900 900.000 3 2.700.000 600.000 2.100.000

44 Maih Jagung 1.000 700 1.100 770.000 3 2.310.000 600.000 1.710.000

Kucai 1.000 700 1.200 840.000 12 10.080.000 4.800.000 5.280.000

45 Mamad bin Yusuf Jagung 6.000 6.000 900 5.400.000 2 10.800.000 2.400.000 8.400.000

46 Maman Jagung 500 300 2.000 600.000 3 1.800.000 350.000 1.450.000

Kucai 300 200 2.000 400.000 12 4.800.000 1.200.000 3.600.000

47 Mulyadi Bayam Kangkung 1.000 700 100 70 10.000 10.000 1.000.000 700.000 12 12 12.000.000 8.400.000 4.800.000 6.000.000 6.000.000 3.600.000

48 Mumuh Jagung 3.700 3.700 900 3.330.000 2 6.660.000 600.000 6.060.000

49 Nenih Jagung 1.600 1.600 900 1.440.000 2 2.880.000 400.000 2.480.000

50 Nurdin Bayam 1.000 100 10.000 1.000.000 12 12.000.000 6.000.000 6.000.000

51 Oma Jagung 5.000 5.000 900 4.500.000 2 9.000.000 3.000.000 6.000.000

52 Oman Pepaya 4.600 1.000 2.500 2.500.000 12 30.000.000 10.000.000 20.000.000

53 Pei Kucai 2.000 700 1.800 1.260.000 12 15.120.000 5.000.000 10.120.000

54 Pepen Cabai Rawit 600 60 10.000 600.000 3 1.800.000 600.000 1.200.000

55 Rumi Jagung 2.600 2.600 900 2.340.000 2 4.680.000 600.000 4.080.000

56 Sadeli Bayam 80 12 15.000 180.000 12 2.160.000 1.200.000 960.000

Kangkung 80 12 15.000 180.000 12 2.160.000 1.800.000 360.000

57 Sahroni Kacang Panjang 1.600 1.600 2.500 4.000.000 2 8.000.000 2.500.000 5.500.000

58 Saleh Kucai 1.000 100 2.000 200.000 12 2.400.000 1.200.000 1.200.000

59 Saleh bin Jahari Jagung 2.600 2.600 900 2.340.000 2 4.680.000 700.000 3.980.000

60 Salim

Kacang Panjang 9.000 7.000 2.000 14.000.000 1 14.000.000 5.000.000 9.000.000 Mentimun 9.000 20.000 1.500 30.000.000 1 30.000.000 18.000.000 12.000.000 Paria 9.000 20.000 3.000 60.000.000 1 60.000.000 12.000.000 48.000.000


(3)

100

No Nama Petani Jenis Tanaman Luas Lahan

(m2)

Hasil (Kg)

(1)

Harga (Rp/Kg)

(2)

Penerimaan (Rp) (3) = (1)(2)

Frekuensi (4)

Penerimaan Total (Rp) (5) = (3)(4)

Pengeluaran (Rp)

(6)

Pendapatan (Rp) (7) = (5)-(6)

61 Samsuri Jagung 4.000 4.000 900 3.600.000 2 7.200.000 800.000 6.400.000

62 Sandi Jagung 6.000 6.000 900 5.400.000 2 10.800.000 1.200.000 9.600.000

63 Sanin Jagung 2.000 2.000 900 1.800.000 2 3.600.000 400.000 3.200.000

64 Sarbini Jagung 5.000 5.000 900 4.500.000 2 9.000.000 1.000.000 8.000.000

65 Sarkup Kucai 700 300 2.000 600.000 12 7.200.000 2.400.000 4.800.000

66 Sarno Suwandi Jagung Kacang Tanah 700 700 300 100 2.000 2.000 200.000 600.000 2 2 1.200.000 400.000 250.000 250.000 950.000 150.000

67 Solihin

Kacang Panjang 7.000 5.000 2.000 10.000.000 1 10.000.000 4.000.000 6.000.000 Mentimun 7.000 15.000 1.500 22.500.000 1 22.500.000 14.000.000 8.500.000 Paria 7.000 15.000 3.000 45.000.000 1 45.000.000 9.000.000 36.000.000

68 Suhanda Jagung 1.200 1.200 900 1.080.000 2 2.160.000 350.000 1.810.000

69 Suhardi Sandung Bayam 250 25 10.000 250.000 12 3.000.000 840.000 2.160.000

Kangkung 200 20 10.000 200.000 12 2.400.000 600.000 1.800.000

70 Suhari Kucai 1.200 900 1.200 1.080.000 12 12.960.000 3.000.000 9.960.000

71 Sumarna Pepaya 1.100 200 2.500 500.000 12 6.000.000 3.000.000 3.000.000

Terong 1.000 200 2.000 400.000 12 4.800.000 1.200.000 3.600.000

72 Surijan Jagung 2.100 2.100 900 1.890.000 2 3.780.000 650.000 3.130.000

73 Suwardi Kucai 1.200 150 1.500 225.000 6 1.350.000 450.000 900.000

74 Tatang Bayam 1.000 100 10.000 1.000.000 12 12.000.000 6.000.000 6.000.000

75 Udin Jagung 3.000 3.000 900 2.700.000 2 5.400.000 600.000 4.800.000

76 Ukad Jagung 400 400 900 360.000 2 720.000 100.000 620.000

77 Utang Jagung 2.500 2.500 900 2.250.000 2 4.500.000 1.000.000 3.500.000

78 Winah Jagung 2.000 2.000 900 1.800.000 2 3.600.000 400.000 3.200.000

Total 534.440.000


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, 2 Januari 1990. Penulis adalah anak kedua

dari dua bersaudara, yang merupakan anak dari pasangan suami istri Nur

Muhammad Heriyanto dan Eni Priyani. Pada tingkat sekolah dasar penulis

bersekolah di SDN Polisi 5 Bogor, kemudian melanjutkan pendidikannya di SMP

Negeri 4 Bogor dan SMA Negeri 5 Bogor.

Penulis memiliki hobi berolah raga dan mendengarkan musik. Pada saat

Sekolah Menengah Pertama penulis aktif dalam ekstrakulikuler Praja Muda

Karana (PRAMUKA), pada saat Sekolah Menengah Atas penulis mengikuti

ekstrakulikuler Ikatan Remaja Mesjid ITHRI.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) di

Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada

tahun 2008. Penulis diterima untuk melanjutkan pendidikan di Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Penulis mengambil minor Pengelolaan Wisata Alam dan Jasa Lingkungan dari

Departemen Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekowisata Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis tercatat sebagai pengurus Forum

Mahasiswa Islam

(FORMASI)

periode 2010-2012 dan penulis pernah mengikuti

acara penerimaan mahasiswa baru Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada tahun

2011, penulis dipercaya bertugas sebagai Komisi Disiplin (KOMDIS).


(5)

RINGKASAN

MIRZA MAULANA

. Analisis Kelayakan Finansial dan Dampak Ekonomi

Usaha Jati Unggul Nusantara (Studi Kasus Unit Usaha Bagi Hasil - Koperasi

Perumahan Wanabakti Nusantara Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Dibimbing oleh

METI EKAYANI

dan

ASTI ISTIQOMAH

Indonesia memiliki luas wilayah 750 juta hektar (ha) dengan luas daratan

sekitar 187.91 juta ha. Sebesar 70 persen dari daratan tersebut merupakan

kawasan hutan. Pembangunan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari peran sektor

kehutanan. Pengusahaan sektor kehutanan salah satunya dilakukan dengan

pengembangan industri hasil hutan berbahan dasar kayu. Pengembangan industri

penanaman kayu hutan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kayu yang relatif

besar, sedangkan ketersediaan kayu khususnya kayu jati semakin langka.

Permintaan kayu jati di pasar global mencapai 230 juta m

3

/tahun

sedangkan perusahaaan mebel dan kerajinan Indonesia membutuhkan kontinuitas

pasokan bahan baku kayu jati rata-rata sebesar 2.5 juta m

3

/tahun. Namun saat

sekarang baru bisa dipenuhi sebesar 700 ribu m

3

/tahun (Tobing, 2011). Upaya

pemenuhan permintaan kayu jati salah satunya dilakukan rekayasa genetika untuk

memperpendek usia tanam jati yang semula 40-50 tahun menjadi 5-15 tahun.

Tanaman ini diberi nama Jati Unggul Nusantara (JUN). Salah satu pelaku usaha

budidaya jati unggul yang memiliki sistem usaha yang terpadu dan ramah

lingkungan dengan skema bagi hasil adalah UBH-KPWN (Usaha Bagi Hasil -

Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan finansial usaha Jati

Unggul Nusantara UBH-KPWN, menganalisis dampak ekonomi dan lingkungan

terhadap masyarakat sekitar, serta mengidentifikasi persepsi para pihak

terhadap

kegiatan unit usaha jati Unggul Nusantara. Penelitian dilaksanakan di lokasi

penanaman JUN Unit Usaha Bagi Hasil-Koperasi Perumahan Wanabakti

Nusantara (UBH-KPWN) di wilayah Kabupaten Bogor (Desa Cogreg dan Desa

Ciaruteun Ilir), Jawa Barat. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

primer dan data sekunder. Data yang diperoleh berupa kuantitatif dan kualitatif.

Pengolahan data secara kuantitatif dengan menggunakan analisis kelayakan

finansial dan analisis sensitivitas. Pendapatan masyarakat khususnya petani JUN

diolah dengan menggunakan analisis pendapatan. Pengolahan data yang dilakukan

secara kualitatif dijelaskan secara deskriptif. Persepsi para pihak terhadap dampak

ekonomi dan dampak lingkungan dari kegiatan JUN dilakukan dengan

menggunakan Skala

Likert

.

Kegiatan JUN UBH-KPWN Bogor perlu dilakukan evaluasi program

dengan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui apakah layak untuk

dilanjutkan dan sebagai model untuk program sejenis bagi perusahaan lain.

Berdasarkan hasil analisis finansial dengan indikator NPV, IRR,

Net

B/C, dan

PBP usaha JUN UBH-KPWN Bogor ini layak untuk dilanjutkan. Hal ini dapat

dilihat NPV sebesar Rp 4 175 535 379, IRR sebesar 57 persen,

net

B/C sama

dengan tiga, dan

Payback Period

(PBP) sebesar 8 tahun 9 bulan. Berdasarkan

analisis sensitivitas, dengan adanya peningkatan harga pupuk sebesar 32 persen

usaha JUN UBH-KPWN Bogor masih layak dilanjutkan.


(6)

iv

Manfaat

ekonomi

berupa

peningkatan

pendapatan

masyarakat

(petani JUN) di Desa Cogreg dengan keberadaan kegiatan usaha JUN adalah

Rp 163 041 600/tahun dan di Desa Ciarteun Ilir sebesar Rp 104 764 300/tahun.

Adapun manfaat ekonomi total berupa pendapatan bagi Desa Cogreg (petani JUN,

pemilik lahan, dan aparat desa) adalah sebesar Rp 1 715 133 000 dan untuk Desa

Ciaruteun Ilir sebesar Rp 5 466 171 500. Sebesar 90 persen petani JUN dan para

pihak yang terkait usaha JUN UBH-KPWN Bogor menyatakan bahwa usaha JUN

memberikan dampak positif baik ekonomi maupun lingkungan. Sebesar 50 persen

responden petani JUN merasakan perubahan sumber air dan kualitas lingkungan

sehingga masyarakat sekitar dapat memperoleh air lebih mudah dan perubahan

udara yang dirasakan semakin lebih bersih dan sejuk.

Usaha JUN oleh UBH-KPWN telah dilaksanakan dengan baik, namun ada

beberapa hal yang sebaiknya menjadi perhatian UBH-KPWN Bogor agar dapat

lebih mengembangkan usahanya. UBH-KPWN Bogor harus dapat menjaga

kepercayaan dan meyakinkan para pihak yang terlibat agar mau melanjutkan

usaha JUN di periode selanjutnya karena para pihak merupakan aset perusahaan

yang menyukseskan usaha JUN. Usaha kegiatan JUN UBH-KPWN Bogor harus

tetap menjaga konsistensi dan keberlanjutannya karena proyek tersebut sangat

menguntungkan bagi semua pihak dan dapat memperbaiki kualitas lingkungan.