Analisis Perbandingan Excess Return Jakarta Islamic Index dan Indeks Harga Saham Gabungan (Periode: Januari 2005 – Februari 2014).

ANALISIS PERBANDINGAN EXCESS RETURN JAKARTA
ISLAMIC INDEX DAN INDEKS HARGA SAHAM
GABUNGAN
(Periode: Januari 2005 – Februari 2014)

GALISHIA PUTRY

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Perbandingan
Excess Return Jakarta Islamic Index dan Indeks Harga Saham Gabungan (Periode:
Januari 2005 – Februari 2014) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Galishia Putry
NIM H54100001

ABSTRAK
GALISHIA PUTRY. Analisis Perbandingan Excess Return Jakarta Islamic Index
dan Indeks Harga Saham Gabungan (Periode: Januari 2005 – Februari 2014).
Dibimbing oleh IMAN SUGEMA dan DENI LUBIS.
Data statistik Bursa Efek Indonesia menunjukkan bahwa perdagangan
saham syariah mencapai nilai sekitar 59 triliun rupiah. Indeks Jakarta Islamic
Index (JII) yang terus meningkat tidak diikuti oleh peningkatan kapitalisasi pasar
saham-saham yang terdaftar pada JII. Hal ini menjadi pertanyaan bagi para
investor yang ingin mengetahui bagaimana perbandingan kinerja indeks JII dan
IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan). Penelitian ini menganalisis excess return
yang merepresentasikan return yang diharapkan oleh seorang investor setelah
menanamkan modal pada aset tertentu yang dengan analisis deskriptif dan regresi
Ordinary least Square (OLS)pada model Capital Asset Pricing Model (CAPM).

Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa pada tingkat bebas risiko yang sama,
investor yang menanamkan modal pada saham-saham yang terdaftar dalam JII
dapat mengekspetasi return yang lebih tinggi dibandingkan return IHSG,
sementara hasil regresi OLS menunjukkan bahwa investor pada JII tidak
mengharapkan excess return yang berbeda dari IHSG. Hal ini menunjukkan
bahwa kriteria seleksi yang digunakan oleh BAPEPAM LK (sekarang OJK) dan
BEI tidak mempengaruhi performa return JII.
Kata kunci: CAPM, excess return, IHSG, JII, OLS.

ABSTRACT
GALISHIA PUTRY. A Comparative Analysis of Jakarta Islamic Index’s and
Indonesia Composite Index’s Excess Return (Period: January 2005 – February
2014). Supervised by IMAN SUGEMA and DENI LUBIS.
Indonesia Stock Exchange statistics show that Islamic stock trading reached
a value of around 59 trillion rupiahs. The excalation index of Jakarta Islamic
Index (JII) is not followed by an increase in market capitalization of stocks listed
on the JII. This is the question for investors who want to know how it compares to
the performance of Jakarta Composite Index (JCI). This study analyzes the excess
return that represents the return expected by an investor after investing in certain
assets using descriptive analysis and Ordinary least square (OLS) regresion of

Capital Asset Pricing Model (CAPM). The descriptive analysis showed that in the
same risk-free rate, investors who invest in stocks listed in JII can expect a higher
return than the return JCI, while regression analysis shows investors do not expect
the JII’s excess return to be different from JCI’s. This suggests that the selection
criteria used by Bapepam LK (now OJK) and Indonesia Stock exchange does not
affect the performance of return JII.
Keywords: CAPM, excess return, IHSG, JII, Rasio Sharpe.

ANALISIS PERBANDINGAN EXCESS RETURN JAKARTA
ISLAMIC INDEX DAN INDEKS HARGA SAHAM
GABUNGAN
(Periode: Januari 2005 – Februari 2014)

GALISHIA PUTRY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi


DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Perbandingan Excess Return Jakarta Islamic Index dan
Indeks Harga Saham Gabungan (Periode: Januari 2005 – Februari
2014)
Nama
: Galishia Putry
NIM
: H54100001

Disetujui oleh

Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec
Pembimbing I


Deni Lubis, MA
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah
pasar modal syariah, dengan judul Analisis Perbandingan Excess Return Jakarta
Islamic Index dan Indeks Harga Saham Gabungan (Periode: Januari 2005 –
Februari 2014).
Terima kasih penulis ucapkan kepada orang tua dan keluarga yakni Bapak
Sutrisno dan Ibu Yenida, serta adik penulis Gibral Previan Jodin atas kasih saying,
dukungan, semangat, motivasi dan doa yang senantiasa diberikan kepada penulis.

Selain itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Iman Sugema dan Bapak Deni Lubis selaku dosen pembimbing
pertama dan kedua yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
2. Kak Farhana Zahrotunnisa selaku asisten Bapak Iman Sugema yang selalu
memberikan saran dan kritik terhadap hasil penelitian ini.
3. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan pelayanan yang bermanfaat
kepada penulis.
4. Teman-teman satu bimbingan Erma Fatima, Penny Septina, Yohannes Putra
Abadi, Meliana Sirait, Rifky Maulana, dan Yunus Djamaluddin atas
bantuan, saran, dan motivasi kepada penulis.
5. Sahabat penulis Nadilla Ambarfauziyah Rulian, Lieke Khairina Mukti, dan
Putri Monicha yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada
penulis.
6. Seluruh keluarga ekonomi syariah 47 atas doa, kebersamaan dan bantuan
kepada penulis.
7. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, yang telah membantu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, September 2014

Galishia Putry

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA

4


Landasan Teori

4

Penelitian Terdahulu

9

Kerangka Pemikiran

10

METODE

11

Jenis dan Sumber Data

11


Metode Analisis Data

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

13

Deskripsi Data

13

Uji Stasioneritas Data

15

Uji Autokorelasi LM

15


Uji Heteroskedastisitas White

16

Hasil Estimasi Model CAPM dengan Menggunakan Regreso OLS

16

Uji Koefisien Restriksi Wald

16

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1 Kapitalisasi Pasar pada BEI dan JII serta Persentasse Kapitalisasi Pasar
JII terhadap Keseluruhan Saham pada BEI
2 Rata-rata, standar deviasi, dan Rasio Sharpe JII dan IHSG
3 Statistika Deskriptif Data Excess Return JII dan IHSG
4 Hasil Uji Augmented Dickey-Fuller
5 Hasil estimasi model CAPM dengan regresi OLS
6 Hasil regresi OLS terhadap persamaan tunggal CAPM dan Spanning
Test dengan Uji Koefisien Restriksi Wald

2
13
14
15
17
17

DAFTAR GAMBAR
1 Grafik Nilai Indeks IHSG dan JII periode 2000 – Februari 2014
2 Kerangka Pemikiran Penelitian
3 Excess return indeks JII (JII_ER) dan IHSG (IHSG_ER) periode Januari
2005 – Februari 2014

1
10
14

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Data yang digunakan
Statistik Deskriptif Excess Return JII dan IHSG
Hasil Uji Akar Unit Excess Return JII
Hasil Uji Akar Unit Excess Return IHSG
Hasil Uji Autokorelasi
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Hasil Uji Koefisien Restriksi Wald (H0: α=0)
Hasil Uji Koefisien Restriksi Wald (H0: β=1)
Hasil Uji Koefisien Restriksi Wald (H0: α=0 & H0: β=1)
Daftar Saham yang Masuk dalam Perhitungan Jakarta Islamic Index
periode Desember 2013 – Mei 2014

29
22
23
23
25
25
26
26
26

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penerbitan Reksa Dana Syariah oleh PT. Danareksa Investment
Management pada 3 Juli 1997 mengawali sejarah pasar modal syariah di
Indonesia. Achsien (2000) menyebutkan bahwa pengembang pertama indeks
syariah dan equity fund seperti reksa dana adalah Amerika Serikat, setelah The
Amana Fund diluncurkan oleh The North American Islamic Trust sebagai equity
fund pertama di dunia pada tahun 1986.
Keberadaan reksa dana syariah ini muncul sebagai jawaban atas
kekhawatiran para investor beragama Islam mengenai bunga, spekulasi, dan
ketidakjelasan pada investasi di reksa dana (Forte dan Miglietta 2007). Hal ini
tertera pada QS. Al-Baqarah ayat 275 yang mengharamkan riba atau bunga. Tiga
tahun semenjak kemunculan Reksa Dana Syariah pertama di Indonesia, pada
tanggal yang sama, Jakarta Islamic Index (JII) pertama kali diluncurkan oleh
Bursa Efek Indonesia (BEI) bekerjasama dengan PT. Danareksa Investment
Management. Sampai Februari 2014, data statistik BEI menunjukkan bahwa
perdagangan saham syariah yang terdaftar dalam Daftar Efek Syariah mencapai
nilai sekitar 68 milyar rupiah.
Soemitra (2009) menyebutkan bahwa JII menjadi tolak ukur kinerja pasar
modal syariah di Indonesia. Sebagai satu-satunya indeks syariah di Indonesia, JII
mengacu pada satu-satunya indeks saham yang merangkum seluruh aktivitas pasar
modal di Indonesia yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau Jakarta
Composite Index (JCI). Hal ini menjadi solusi bagi para investor yang ingin
menanamkan modalnya pada saham-saham dari perusahaan yang terjamin
kehalalan aktivitasnya.

Gambar 1 Grafik Nilai Indeks IHSG dan JII Periode 2000 – Februari 2014
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, 2014

2
Berdasarkan Gambar 1, baik IHSG maupun JII mengalami kenaikan dari
tahun 2000 hingga tahun 2007. Kemudian penurunan terjadi pada indeks IHSG
dan JII pada tahun 2008. Amerika Serikat mengalami krisis hipotek subprime
mortgage, dimana para pemilik rumah tidak mampu membayar cicilan kredit
perumahan. Hal ini menunjukkan bahwa krisis di Amerika Serikat mempunyai
pengaruh sampai ke Indonesia melalui mekanisme transmisi pada beberapa sektor
seperti perdagangan, investasi, dan perbankan (Sani dan Wahyudi 2013).
Selanjutnya, kedua indeks kembali meningkat pada tahun 2009 pasca krisis.
Berbeda halnya dengan perkembangan kapitalisasi pasar saham-saham yang
terdapat pada JII. Walau secara nominal, jumlah kapitalisasi pasar Jakarta Islamic
Index mengalami perkembangan yang serupa dengan indeks-nya dimana terjadi
peningkatan dari tahun 2000 – Februari 2014, kecuali pada tahun 2008, persentase
kapitalisasi saham-saham yang terdaftar pada JII terhadap keseluruhan saham
yang terdapat pada Bursa Efek Indonesia mengalami pergerakan yang berbeda,
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kapitalisasi Pasar pada BEI dan JII serta Persentase Kapitalisasi Pasar JII
terhadap Keseluruhan Saham pada BEI
Periode
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Jan-14
Feb-14

BEI
259,621.00
239,271.20
268,776.60
460,336.00
679,949.10
801,252.70
1,249,074.50
1,988,326.20
1,076,490.53
2,019,375.13
3,247,096.78
3,537,294.21
4,126,994.93
4,219,020.24
4,382,396.37
4,576,075.51

JII
74,268.92
87,731.59
92,070.49
177,781.89
263,863.34
395,649.84
620,165.31
1,105,897.25
428,525.74
937,919.08
1,134,632.00
1,414,983.81
1,671,004.24
1,672,099.91
1,722,863.16
1,791,423.41

Persentase JII terhadap BEI (%)
28.61
36.67
34.26
38.62
38.81
49.38
49.65
55.62
39.81
46.45
34.94
40.00
40.49
39.63
39.31
39.15

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, 2014

Porsi kapitalisasi pasar saham-saham dalam daftar Jakarta Islamic Index
pada Bursa Efek Indonesia meningkat dari tahun 2000 dan mencapai puncaknya
pada tahun 2007 yakni sebesar 55.62%. Tahun 2008 hingga 2012 terjadi fluktuasi
pada persentase kapitalisasi pasar JII terhadap Bursa Efek Indonesia dan diikuti
oleh penuruan dari tahun 2013 hingga Februari 2014. Indeks harga saham dan
porsi kapitalisasi pasar JII yang perkembangannya bertolak belakang ini menjadi
informasi penting bagi para investor. Beberapa penelitian juga mengkaji performa
pasar modal syariah pada periode tersebut. Salah satunya adalah penelitian Majid
dan Musnadi (2014) yang menjelaskan bahwa pasar modal syariah di Indonesia

3
berperforma lebih baik dari pasar modal konvensional baik sebelum atau di saat
krisis sedang terjadi. Beik dan Wardhana (2011) juga meneliti tentang pengaruh
guncangan yang terjadi pada indeks-indeks konvensional dan syariah di Amerika
Serikat dan Malaysia pada tahun 2006 - 2008 terhadap indeks-indeks di Indonesia
yaitu IHSG dan JII. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan jangka panjang antara pasar modal di Indonesia dengan di Amerika
Serikat dan Malaysia. Selain itu, walau JII pada pendek secara signifikan
terpengaruh oleh guncangan tersebut, hasil penelitian juga menyebutkan bahwa
JII adalah yang yang paling kecil volatilitasnya dan lebih stabil.
Analisis performa suatu indeks direpresentasikan pada elemen risiko dan
return (Hosen, Rahman, dan Dutta 2013). Sharpe (1992) menjelaskan bahwa
informasi mengenai return dapat membantu investor untuk menentukan efektifitas
keseluruhan aset. Ukuran performa dari suatu indeks dapat ditentukan dengan
membandingkan return yang diharapkan oleh seorang investor dengan return
yang sebenarnya. Return ini disebut sebagai excess return atau abnormal return.
Langkah berikutnya dari seorang investor ialah menganalisis perbandingan
antara aset-asetnya dengan melihat bagaimana excess return yang didapat untuk
kelebihan volatilitas yang ditahan oleh seorang investor untuk menanamkan
modal pada aset yang lebih berisiko. Tingkat excess return ini dikalkulasikan
dengan menggunakan Rasio Sharpe. Selain Rasio Sharpe, seorang investor juga
dapat membandingkan risiko investasi dan return yang diharapkan antara JII dan
IHSG dengan Capital Asset Pricing Model.

Perumusan Masalah
Perbandingan antara performa JII dan IHSG dapat dianalisis berdasarkan
excess return dari masing-masing indeks dengan menggunakan Capital Asset
Pricing Model (CAPM) pada persamaan tunggal (Ashraf 2013). Selain itu,
perbandingan excess return juga dapat diukur dengan rasio Sharpe. Rasio Sharpe
dapat menunjukkan tradeoff dari risiko dan return kedua indeks. Rasio Sharpe
pertama kali diperkenalkan oleh Sharpe (1966) sebagai alat pengukuran untuk
perbandingan performa portfolio atau indeks. Rasio Sharpe memberikan
perhitungan yang mudah untuk menunjukkan portfolio atau indeks mana yang
akan memberikan return yang lebih besar tanpa harus menambahkan data selain
return dan risk-free rate atau dalam penelitian ini tingkat kupon Sertifikat Bank
Indonesia (SBI). Selain itu, penelitian ini juga ingin melihat bagaimana keadaan
JII dan IHSG sebelum, selama, dan sesudah krisis subprime mortgage yang terjadi
di Amerika Serikat.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dianalisis ada
penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana performa tradeoff dari risiko dan return Jakarta Islamic Index
(JII) dan Indeks Harga Saham Gabungan selama periode Januari 2005Februari 2014?
2.
Apakah excess return Jakarta Islamic Index (JII) memiliki performa yang
lebih baik daripada excess return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)?

4
Tujuan Penelitian
1.

2.

Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
Menganalisis performa tradeoff dari risiko dan return Jakarta Islamic Index
(JII) dan Indeks Harga Saham Gabungan selama periode Januari 2005Februari 2014
Menganalisis perbandingan performa excess return Jakarta Islamic Index
dan excess return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)?

Manfaat Penelitian
1.

2.

3.

4.

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bagi penulis, penelitian dapat memberikan manfaat dalam bentuk wawasan
baru mengenai performa Jakarta Islamic Index dan Indeks Harga saham
Gabungan.
Bagi investor, penelitian ini dapat menjadi acuan bagi para investor dalam
menganalisis ekspetasi return pada JII dan IHSG. Hasil penelitian ini juga
dapat menjadi jawaban bagi para investor yang masih menjadikan sahamsaham pada JII dan IHSG sebagai pilihan investasi.
Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan
rujukan untuk mengembangkan dukungan pemerintah terhadap investasi
syariah di Indonesia.
Bagi akademisi, penelitian dapat menjadi bahan referensi dan kajian untuk
dikembangkan pada penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menyajikan analisis secara deskriptif dan kuantitatif dengan
menggunakan ekonometrika. Selain itu analisis pada penelitian ini sebatas pada
analisis perbandingan excess return JII dan IHSG pada periode Januari 2005
hingga Februari 2014.

TINJAUAN PUSTAKA
Landasan Teori
Investasi Menurut Pandangan Islam
Investasi sebagai salah satu aktivitas ekonomi memiliki tujuan untuk dapat
menghimpun dana pada suatu aset produktif dan mengoptimalkan return bagi para
investor. Pada dasarnya, investasi menjadi sarana bagi para pemilik modal untuk
dapat memilih dimana dananya akan dikembangkan (Ashraf 2013). Perusahan
atau pihak yang membutuhkan modal harus selalu berusaha agar aset produktif
yang mereka tawarkan dapat mengundang investor untuk menanamkan modalnya.
Hal ini menjadi salah satu pemicu perusahaan untuk meningkatkan kinerja

5
perushaannya dan memberikan berbagai variasi jenis investasi guna menarik
perhatian para investor.
Kriteria yang digunakan oleh para investor untuk memilih jenis investasi
dan jenis aset produktif tidak dengan mudah dapat dikategorikan. Kriteria ini
kembali kepada kepercayaan dan perhitungan investor itu sendiri. Investasi yang
berdasarkan pada kepercayaan atau agama memiliki keunikan dimana para
investor memilih dan mengatur portfolio investasi yang mengikuti dan tidak
bertolak belakang dari prinsip agama dan kepercayaan yang dianut oleh para
investor. Secara global, investasi berdasarkan kepercayaan sudah berkembang
pesat dan menjadi isu yang selalu dibahas pada beragam diskusi bersakala
internasional. Salah satu jenis investasi ini adalah investasi berdasarkan prinsip
Islam yang mengundang populasi besar masyarakat Muslim untuk dapat
berinvestasi sesuai syariat Islam (Ashraf 2013).
Secara prinsip, Agama Islam mengajarkan manusia untuk menjalankan
hidup di dunia berlandaskan tauhid dan sesuai dengan petunjuk Allah SWT (Forte
dan Miglietta 2007). Al-Qur’an sebagai firman Allah SWT dan As-Sunnah yang
merupakann ucapan serta perilaku Nabi Muhammad SAW berisi segala petunjuk
bagi manusia untuk mendapatkan ridha Allah SWT yang merupakann tujuan
manusia hidup di dunia. Segala aspek kehidupan manusia diatur dalam Al-Qur’an,
baik dalam hal beribadah kepada Allah maupun aktivitas muamalah, salah satunya
adalah aktivitas ekonomi yang merupakann aktivitas pengelolaan dan kepemilikan
harta serta pemenuhan kebutuhan seperti yang terdapat dalam QS. Al-Baqarah
ayat 284.
Ayat tersebut menyebutkan bahwa Allah adalah pemilik mutlak harta.
Manusia sebagai hamba Allah tidak dapat menyembunyikan apapun dari Allah.
Oleh karena itu segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia harus
diperhitungkan halal dan haramnya agar kelak manusia tidak mendapat azab dari
Allah SWT. Allah juga berfirman dalam Al-Qur’an beberapa hal terkait ekonomi
yang haram bagi manusia. Hal ini terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 188 dan
173, serta Al-Maidah ayat 90.
Pemeluk Agama Islam mempercayai bahwa dengan menjauhi perbuatanperbuatan di atas maka mereka dapat terhindar dari berbagai mudharat. Begitu
pula dengan aktivitas investasi, investor yang beragama Islam selalu berusaha
untuk menjauhi investasi-investasi yang mengandung unsur-unsur haram (Huda
dan Nasution 2007). Oleh karena itu, pasar modal syariah menjadi jawaban bagi
para investor Muslim yang ingin berinvestasi sesuai dengan syariat Islam. Selain
tidak adanya perbutan-perbuatan dan unsur-unsur di atas, aktivitas investasi juga
harus bersih dari segala unsur riba atau bunga. Hal ini dikemukakan dalam QS.
Al-Baqarah ayat 275.
Sampai tahun 1970, sejumlah besar masyarakat Muslim mengalami
hambatan untuk berinvestasi pada pasar modal karena larangan Islam pada
aktivitas-aktivitas bisnis tertentu yang terdapat pada pasar modal konvensional.
Untuk memenuhi kepentingan pemodal yang ingin mendasarkan kegiatan
investasinya pada prinsip syariah, di beberapa bursa efek dunia telah disusun
indeks yang secara khusus terdiri dari saham-saham yang kegiatannya usahanya
tidak bertentangan dengan prinsip syariah (Huda dan Nasution 2008). Pada
perkembangannya, pasar modal syariah secara global memperlihatkan
peningkatan yang signifikan. Ernst dan Young (2011) menyatakan bahwa assets

6
under management (AUM) pasar modal syariah secara global meningkat dari US$
39.5 triliun pada tahun 2003 menjadi US$ 58 triliun pada tahun 2010. Secara
internasional, Ernst dan Young (2011) juga memprediksi bahwa terdapat lebih
dari 800 mutual funds yang berinvestasi pada sekuritas berbasis syariah. Pasar
modal syariah juga sudah tidak lagi hanya menjadi konsumsi masyarakat muslim,
masyarakat non-muslim dari berbagai penjuru dunia juga sudah ikut andil dalam
industri yang dianggap lebih stabil terutama dalam menghadapi krisis ekonomi.
Pasar Modal dan Pasar Modal Syariah
Pasar modal menurut Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar
Modal Pasal 1 Ayat (12) adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran
Umum dan Perdagangan Efek, Perusahaan publik yang berkaitan dengan efek
yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Sedangkan yang dimaksud dengan efek pada Pasal 1 ayat (5) adalah surat
berharga, yaitu surat pengakuan hutang, unit penyertaan kontrak investasi
kolekstif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivative dari efek. Pasar modal
dikenal juga dengan nama bursa efek. Bursa efek menurut Pasal 1 Ayat (4) No. 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal adalah pihak yang menyelenggaraka dan
meyediakan sistem dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan
beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara
mereka. Sebelum tahun 2007, bursa efek yang terdapat di Indonesia dikenal
dengan Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Pada tanggal
30 Oktober 2007, BEJ dan BES merger dengan nama Bursa Efek Indonesia.
Sedangkan, pasar modal syariah dapat didefinisikan sebagai pasar modal
yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan
terlepas dari hal-hal yang dilarang seperti: riba, perjudian, spekulasi dan lain-lain
(Soemitra, 2009). Di Indonesia, munculnya pasar modal syariah diawali dengan
peluncuran Danareksa Syariah pada 3 Juli 1997 oleh PT. Danareksa Investment
Management. Selanjutnya Bursa Efek Indonesia bekerja sama dengan PT
Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Index sebagai
panduan bagi para investor yang ingin berinvestasi tanpa terlepas dari kaidahkaidah syariah Islam. Setelah kehadiran Obligasi Syariah PT Indosat Tbk pada
September 2002 yang terus berkembang dengan berbagai pilihan akad, tahun
2006, insturmen baru dimunculkan yaitu reksa dana indeks dengan indeks Jakarta
Islamic Index sebagai underlying.
Sesuai yang tertera pada website BEI, selain landasan hukum, baik berupa
peraturan maupun undang-undang, perlu terdapat landasan fatwa yang dapat
dijadikan rujukan untuk ditetapkannya efek syariah. Terdapat 14 fatwa Dewan
Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia yang berhubungan dengan pasar
modal syariah di Indonesia sejak tahun 2001, antara lain:
1. Fatwa No.20/DSN-MUI/IX/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi
Untuk Reksadana Syariah.
2. Fatwa No.31/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah.
3. Fatwa No. 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah.
4. Fatwa No. 40/DSN-MUI/IX/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum
Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.
5. Fatwa No. 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.

7
6.

Fatwa No. 59/DSN-MUI/III/2007 tentang Obligasi Syariah Mudharabah
Konversi.
7.
Fatwa No. 65/DSN-MUI/III/2008 tentang Hak Memesan Efek Terlebih
Dahulu (HMETD) Syariah.
8.
Fatwa No. 66/DSN-MUI/III/2008 tentang Waran Syariah.
9.
Fatwa No. 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN).
10. Fatwa No. 70/DSN-MUI/VI/2008 tentang Metode Penerbitan SBSN.
11. Fatwa No. 71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back.
12. Fatwa No. 72/DSN-MUI/VI/2008 tentang SBSN Ijarah Sale and Lease
Back.
13. Fatwa No. 76/DSN-MUI/VI/2010 tentang SBSN Ijarah Asset To Be Leased.
14. Fatwa No. 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam
Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Bursa Efek.
Pada fatwa No. 80/DSN/MUI/III/2011 terdapat empat belas jenis transaksi
yang tergabung dalam delapan kategori yang dilarang dalam mekanisme
perdagangan Efek karena ketidaksesuaiannya dengan prinsip syariah. Tindakan –
tindakan tersebut dilakukan agar dapat mengubah harga pasar atau harga efek
untuk memperoleh keuntungan atau mengurangi kerugian. Tindakan-tindakan
tersebut antara lain:
1.
Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori
Tadlis (tindakan
menyembunyikan kecacatan obyek akad), yaitu:
a. Front Running yaitu tindakan Anggota Bursa Efek (Perantara Pedagang
Efek) yang melakukan transaksi lebih dahulu atas suatu Efek terntentu,
atas dasar adanya informasi bahwa nasabahnya akan melakukan
transaksi dalam volume besar atas efek tersebut.
b. Misleading Information yaitu membuat pernyataan atau memberikan
keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan.
2.
Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Taghrir (upaya
mempengaruhi orang lain yang mengandung kebohongan agar melakukan
transaksi), yaitu:
c. Wash Sale yaitu transaksi yang terjadi antara pihak pembeli dan pejual
yang tidak menimbulkan perubahan kepemilikan dan/atau manfaatnya
atas transaksi saham tersebut, sehingga memberi kesan bahwa seolaholah efek tersebut aktif diperdagangkan.
d. Pre-arrange Trade yaitu transaksi yang terjadi melalui pemasangan
order beli dan jual pada rentang waktu yang hampir bersamaan yang
terjadi karena adanya perjanjan pembeli dan penjual sebelumnya.
3.
Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Najsy (tindakan menawar
barang dengan harga yang lebih tinggi oleh pihak yang tidak bermaksud
membelinya, untuk menimbulkan kesan banyak pihak yang berminat
membelinya), yaitu:
e. Pump and Dump yaitu aktivitas transaksi suatu efek diawali olleh
pergerakan harga uptrend yang disebabkan oleh serangkaian transaksi
insiator beli yang membentuk harga naik hingga mencapai level harga
tertinggi. Setelah harga mencapai level tertingi, pihak-pihak yang
berkepintgan terhadap kenaikan harga yang telah terjadi melakukan

8

4.

5.

6.

7.

transaki inisiator jual dengan volume yang signifikan dan dapat
mendorong penurunan harga.
f. Hype and Dump yaitu pola transaksi yang hampir serupa dengan Pump
and Down namun transaksi tersebut tidak hanya diawali oleh pergerakan
harga uptrend, tetapi juga disertai dengan adanya informasi positif yang
tidak benar, dilebih-lebihkan, dan/atau misleading.
g. Creating Fake Demand/Supply yaitu adanya satu atau lebih pihak
tertentu melakukan pemasangan order beli/jual pada level harga terbaik,
tetapi jika order yang dipasang sudah best price maka order tersebut didelete atau di-amend
Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori ikhtikar (membeli suatu
barang yang sangat diperlukan masyarakat saat harga mahal dan
menimbunnya dengan tujuan menjualnya kembali pada saat harganya lebih
mahal), yaitu:
h. Pooling Interest yaitu aktivitas transaksi atas suatu Efek yang terkesan
liquid pada suatu periode tertentu dan hanya diramaikan sekelompok
Anggota Bursa Efek tertentu. Volume transaksi setiap harinya dalam
periode tersebut selalu dalam jumlah yang hampir sama dan/atau dalam
kurun waktu tertentu aktivitas transaksinya tiba-tiba melinjak drastis.
i. Cornering yaitu pola transaksi ini terjadi pada saham dengan
kepemilikan publik yang sangat terbatas. Terdapat upaya dari pemegang
saham mayoritas untuk menciptakan supply semu yang menyebabkan
harga menurun pada pagi hari dan menyebabkan investor oublik
melakukan short selling. Kemudian ada upaya pembelian yang dilakukan
memegang saham mayoritas hingga menyebabkan harga meningkat pada
sesi sore hari yang menyebabkan pelaku short sell mengalami gagal
serah atau mengalami kerugian karena harus melakukan pembelian di
harga yang lebih mahal.
Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Ghisysy (salah satu bentuk
tadlis dimana penjual menjelaskan keunggulan barang yang dijual serta
menyembunyikan kecacatannya), yaitu:
j. Marking at the Close yaitu penempatan order jual/beli yang dilakukan di
akhir hari perdagangan yang bertujuan menciptakan harga penutupan
yang sesuai dengan yang diinginkan.
k. Alternate Trade yaitu transaksi dari sekelompok Anggota Bursa tertentu
dengan peran sebagai pembeli dan penjual secara bergantian serta
dilakukan dengan volume yang berkesan wajar untuk memberi kesan
bahwa suatu efek aktif diperdagangkan.
Tindakan yang termasuk dalam kategori Ghabn Fahisy. Ghabn adalah
ketidakseimbangan antara dua obyek yang dipertukarkan dalam suatu akad,
sedangkan Ghabn Fahisy adalah Ghabn tingkat berat. Tindakan ini antara
lain Insider Trading yang adalah kegiatan illegal di lingkungan pasar
finansial untuk mencari keuntungan yang biasanya dilakukan dengan cara
memanfaatkan informasi internal, misalnya keputusan-keputusan perusahaan
yang belum dipublikasikan.
Tindakan yang termasuk dalam kategori Bai’ Al-ma’dum (jual-beli yang
obyek-nya tidak ada pada saat akad atau jual-beli atas efek padahal penjual
tidak memiliki efek yang dijualnya), yaitu Short Selling (Bai’ al-maksyuf)

9

8.

yaitu penjualan saham yang belum dimiliki dengan harga tinggi dengan
harapan akan membeli kembali pada saat harga turun.
Tindakan yang termasuk dalam kategori Riba (tambahan yang diberikan
dalam pertukaran barang-barang ribawi dan tambahan yang diberikan atas
pokok utang dengan imbalan penangguhan pembayaran secara mutlak),
yaitu Margin Trading yaitu melakukan transaksiatas Efek dengan fasilitas
pinjaman berbasis bunga (riba) atas kewajiban penyelesaisn pembelian efek.

Indeks Syariah di Indonesia
Terdapat tujuh jenis indeks di bursa efek Indonesia antara lain Indeks
Individual, Indeks Harga Saham Sektoral, Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG), Indeks LQ45, Indeks Papan Utama dan Papan pengembangan, Indeks
KOMPAS 100, dan Indeks syariah. Indeks syariah terdiri dari ISSI (Indeks Saham
Syariah Indonesia) dan JII (Jakarta Islamic Index). Kedua indeks ini mengacu
pada Daftar Efek Syariah (DES) yang diterbitkan oleh OJK. Menurut website
OJK, DES adalah kumpulan Efek yang tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip
Syariah di Pasar Modal, yang ditetapkan oleh Bapepam-LK atau Pihak yang
disetujui Bapepam-LK. DES merupakan panduan investasi bagi reksadana syariah
dalam menempatkan dana kelolaannya serta juga dapat dipergunakan oleh
investor yang mempunyai keinginan untuk berinvestasi pada profolio syariah.
Salah satu efek syariah dari DES adalah saham syariah. Pada prinsipnya,
berdasarkan praktik yang berlaku di dunia internasional, terdapat dua kriteria
utamuntuk menentukan suatu saham layak disebut sebagai saham syariah atau
tidak, yatu kriteria bisnis dan kriteria keuangan. Yang dimaksud kriteria bisnis
adalah kriteria yang disusun berdasarkan jenis usaha dari setiap emiten. Kategori
jenis usaha yang dijadikan indikator adalah berdasarkan kehalalan dari bisnis
tersebut, baik halal karena zatnya (produknya) maupun prosesnya. Berdasarkan
arahan Dewan Syariah Nasional dan Peraturan Bapepam-LK no. IX.A.13 berikut
adalah kriteria usaha yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah:
1.
Perjudian dan permainan yang tergolong judi
2.
Perdagangan yang dilarang menurut syariah yaitu perdagangan yang tidak
disertai dengan penyerahan barang/jasa atau penawaran/permintaan pasu.
3.
Jasa keuangan ribawi, antara lain: bank berbasis bunga dan perusahaan
pembiayaan berbasis bunga.
4.
Jual bei risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau
judi (maysir).
5. Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan
barang/jasa yang haram zatnya (hara li-dzaitihi), yang haram bukan karena
zatnya (haramli-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI, dan/atau yang
merusak moral dan bersifat mudarat.
6.
Melakukan transaksi yang mengandung unsur suap.
Seleksi berdasarkan kriteria keuangan dilakukan untuk melihat komposisi
dari pendapatan dan pembiayaan emiten yang berasal dari sumber non halal.
Terdapat dua tingkat seleksi terhadap komposisi keuangan emiten. Pertama,
seleksi berdasarkan komposisi sumber pembiayaan yang berasal dari sumber non
halal atau pinjaman berbasis bunga dibandingkan modal perusahaan. Saat ini,
persentase yang berlaku di pasar modal syariah Indonesia untuk komposisi hutang
berbasis bunga terhadap modal perusahaan adalah tidak lebih besar dari 82%.

10
Seleksi kedua adalah berdasarkan komposisi sumber pendapatan yang
berasal dari non halal dibandingkan dengan total pendapatan termasuk pendapatan
lain-lain. Persentase yang berlaku di Indonesia saat ini untuk perbandingan antara
pendapatan non halal terhadap total pendapatan adalah tidak lebih dari 10%
ISSI merupakan indeks saham yang mencerimnkan keseluruhan saham
syariah yang tercatat di BEI dan mulai diluncurkan pada tanggal 12 Mei 2011.
Konstituen ISSI adalah keseluruhan saham syariah tercatat di BEI dan terdaftar
dalam Daftar Efek Syariah (DES). Konstituen ISSI di-review setiap enam bulan
sekali dan dipublikasikan pada awal bulan berikutnya. Metode perhitungan indeks
ISSI menggunakan rata-rata tertimbang dan pitalisasi pasar. Di sisi lain, JII
merupakan indeks yang terdiri dari 30 saham mengakomodasi investasi syariah
dalam Islam atau indeks yang berdasarkan syariah Islam (Soemitra 2009).
Investasi dalam pasar modal memiliki risiko yang berbeda dengan investasi
keuangan lainnya. Karena itu, investor perlu memahami apakah investasinya telah
memberikan hasil yang lebih baik dari rata-rata pasar untuk itu diperlukan adanya
tolak ukur berupa suatu indeks harga.
Soemitra (2009) menyatakan bahwa di samping sebagai tolak ukur, indeks
syariah diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan investor dan untuk
mengembangkan reksa dana syariah. Indeks syariah diharapkan mampu
memberikan transparansi akan laporan keuangan yang disumbangkan oleh para
praktisi, pemenuhan ketentuan syariah sebagai hasil peran serta Dewan Syairah
Nasional serta accountability dari pihak bursa efek yang melakukan monitoring.
Menurut website Bursa Efek Indonesia (BEI), saham syariah yang menjadi
konstituen JII terdiri dari tiga puluh saham yang merupakan saham-saham syariah
paling likuid dan memiliki kapitalisasi pasar yang besar seperti yang terdapat pada
Lampiran 10. BEI melakukan review JII setiap enam bulan yang disesuaikan
dengan periode penerbitan DES oleh Bapepam LK (sekarang OJK). Setelah
dilakukan penyeleksian saham syariah oleh OJK yang dituangkan ke dalam Daftar
Efek Syariah (DES), BEI melakukan proses seleksi lanjutan yang didasarkan
kepada kinerja perdagangannya. Adapaun proses seleksi JII berdasarkan kinerja
perdagangan saham syariah yang dilakukan oleh BEI adalah sebagai berikut:
1. Saham-saham yang dipilih adalah saham-saham syariah yang termasuk ke
dalam DES yang diterbitkan oleh OJK.
2. Saham-saham terpilih kemudian diambil enam puluh saham berdasarkan
urutan kapitalisasi terbesar selama satu tahun terakhir.
3. Dari enam puluh saham tersebut, kemudian dipilih tiga puluh saham
berdasarkan tingkat lukuiditas yang urutan nilai transaksi terbesar di pasar
regular selama satu tahun terakhir.
Indeks Harga Saham Gabungan
Menurut website Bursa Efek Indonesia, indeks harga saham merupakan
indikator dari pergerakan harga saham dan menjadi acuan investor dalam
menentukan investasi di pasar modal, khususnya saham. Ada beberapa indeks
harga saham yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia baik yang dikeluarkan
secara mandiri atau bekerja sama dengan berbagai lembaga terkait, dengan
berbagai kriteria seleksi yang berbeda-beda. Satu-satunya indeks harga saham
yang menggunakan semua Perusahaan Tercatat sebagai komponene perhitungan
indeks. Guna penggambaran keadaan pasar yang wajar, BEI memiliki wewenang

11
untuk mengeluarkan dan atau tidak memasukkan satu atau beberapa perusahaan
tercatat dari perhitungan IHSG. Hal ini dilakukan karena di saat jumlah saham
suatu Perusahaan Tercatat yang dimiliki publik relatif kecil, sedangkan
kapitalisasi pasarnya cukup besar, terdapat potensi dimana perubahan harga
saham tersebut dapat mepengaruhi kewajaran pergerakan IHSG.
Excess Return dan Capital Asset Pricing Model (CAPM)
Excess return atau abnormal return adalah perbedaan antara return yang
diharapkan oleh seorang investor (expected return) dengan return yang
sebenarnya didapatkan (normal return). Excess return juga merupakan return
yang relatif terhadap tingkat return yang didapat ketika seorang investor
menginvestasikan modalnya pada investasi yang bebas risiko (Perold 2004).
Investasi bebas risiko adalah instrumen yang memberikan return tetap, sehingga
tidak termasuk ke dalam risiko yang menjadi trade-off dari return. Investasi bebas
risiko ini direfleksikan oleh Sertifikat Bank Indonesia (SBI) atau Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS). Bank Indonesia telah menjamin tingkat return yang
akan didapat dari SBI dan SBIS, oleh karena itu tidak ada risiko pada SBI dan
SBIS.
Capital Asset Pricing Model dikembangkan pada masa-masa ketika teori
pokok penentuan keputusan dalam menentukan portofolio melalui informasi
empiris tnetang risiko dan return masih belum jelas dan belum berkembang yakni
sekitar tahun 1940-an dan 1950-an (Perold 2004). Seorang investor dalam
memilih jenis dan atau jumlah investasi yang akan ia salurkan dihadapkan pada
dua pilihan yakni risiko dan return. Risiko investasi yang tinggi juga
mendatangkan return yang tinggi, sementara investasi dengan risiko rendah
cenderung mengundang return yang rendah pula. Hal ini yang disebut sebagai
trade-off.
Perold (2004) menyebutkan bahwa tujuan untuk menentukan return yang
dikehendaki, risiko investasi perlu ditinjau dalam konteks perbandingan dengan
risiko lain. CAPM menjadi jawaban pada permasalahan ini. CAPM akan
menjelaskan kepada investor bagaimana cara menentukan return yang diharapkan
yaitu berupa harga aset sebagai fungsi dari risiko. Untuk dapat melakukan
penghitungan pada return yang diharapkan, investor harus mengetahui dua hal,
excess return dari keseluruhan pasar modal dan beta saham terhadap pasar. Pada
penelitian ini excess return masing-masing indeks dihitung dengan:

dengan: Pt
Pt-1
Rf

= harga indeks saham periode t
= harga indeks saham periode t-1
= tingkat return bebas risiko (tingkat kupon SBI)

Rasio Sharpe
Rasio Sharpe merupakan salah satu instrumen dalam menentukan riskadjusted return atau return yang disesuaikan dengan risiko. Perhitungan ini

12
digunakan untuk menentukan berapa return yang didapat dari suatu efek atau
indeks dengan risiko yang terdapat pada efek atau indeks tersebut. Mayoritas
pengukuran kinerja indeks dan pasar modal dikomputasi dengan menggunakan
data masa lalu, tapi disesuaikan pada dasar hubungan-hubungan yang diprediksi
(Sharpe 1992). Rasio Sharpe dapat dirumuskan seperti formula berikut ini:

dimana: X
rx
Rf
StdDev(X)

= indeks/investasi
= rata-rata return X
= tingkat bebas risiko (contoh: tingkat kupon SBI)
= standar deviasi rx

Return dapat dikur dengan berbagai frekuensi baik harian, bulanan, ataupun
tahunan dengan syarat bahwa return tersebut tersebar normal dan dapat dibuat
data tahunan. Tingkat bebas risiko digunakan untuk memperlihatkan apakah
seorang investor sudah terkompensasi dengan baik atas risiko tambahan yang
diambil pada aset yang berisiko (Sharpe 1992). Standar deviasi melambangkan
risiko dari efek atau indeks tersebut. Semakin tinggi nilai S(X), maka semakin
baik pula investasi terlihat dari perspektif risiko dan return (Sharpe 1994). Rasio
Sharpe juga dapat memberikan informasi kinerja dari suatu indeks atau saham
yang dapat dibandingkan dengan kinerja indeks atau saham lain.
Penelitian Terdahulu
Ashraf (2013) menganalisis perbandingan excess return dari dua puluh
sembilan indeks syariah di dunia seperti Dow Jones, S&P, MSCI, dan FTSE
dengan masing-masing indeks acuannya pada periode Desember 2000 sampai Mei
2012. Dengan menggunakan metode regresi linear persamaan tunggal dan jamak
(Ordinary Least Square dan Seemingly Unrelated Regression), Ashraf
menyimpulkan bahwa investor tidak mengharapkan return yang berbeda antara
saham-saham yang terdaftar pada indeks-indeks syariah dan indeks-indeks
konvensionalnya. Selain itu, kriteria penyeleksian pada indeks saham syariah
memberikan pengukuran kinerja dan informasi yang lebih relevan mengenai skill
manajemen dari manajer investasi.
Hussein (2004) menguji hipotesis bahwa kinerja FTSE indeks global Islam
secara signifikan berbeda dari FTSE indeks All-world selama periode 1996-2003
yang dijadikan sebagai sampel dengan menggunakan analisis deskriptif.
Perbandingan kinerja dari data mentah dan risiko yang telah disesuaikan (riskadjusted) menunjukkan bahwa kinerja indeks Islam sama baiknya dengan indeks
FTSE All-world selama keseluruhan periode. Ada bukti yang menunjukkan bahwa
secara statistik indeks Islam menghasilkan return abnormal yang positif selama
periode pasar yang naik, meskipun hal tersebut di bawah kinerja FTSE All-world
pada periode pasar. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan
penyaringan berdasarkan syariah tidak memiliki dampak yang berlawanan
(negatif) pada kinerja indeks Islam Global FTSE.
Penelitian Huda (2004) mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi beta
saham pada kelompok JII dan LQ45 dengan menggunakan analisis deskriptif.
Hasil penelitian antara lain menyatakan bahwa rata-rata beta saham kelompok JII

13
berada pada nilai di bawah satu yang berarti mempunyai risiko di bawah risiko
pasar, sebaliknya terjadi pada saham pada kelompok LQ45. Selain itu dalam
penelitian ini juga terlihat bahwa lebih dari setengah emiten yang termasuk dalam
kelompok JII memberikan return negatif sehingga secara rata-rata return
kelompok JII memberikan nilai negatif.

Kerangka Pemikiran
Sesuai dengan tujuan penelitian, penelitian ini dilakukan untuk memberikan
gambaran kepada investor yang menanamkan modalnya pada saham-saham yang
terdaftar di JII dan IHSG. Listing saham-saham yang terdapat pada JII didasarkan
pada kriteria syariah yang telah dikeluarkan oleh Daftar Efek Syariah dan kriteria
keuangan. Untuk melihat apakah kriteria tersebut dapat memperlihatkan
perbedaan pada performa JII dan IHSG baik sebelum, selama, dan setelah krisis.
Hasil penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa performa indeks syariah
tidak berbeda dari performa indeks konvensionalnya. Pengujian hipotesis ini
dilakukan dengan menganalisis excess return yang menunjukkan performa suatu
indeks secara deskriptif dan dengan menggunakan Capital Asset Pricing Model
(CAPM).

14

Investor yang ingin menanamkan modal

Saham pada indeks syariah

Jakarta Islamic
Index

Saham pada indeks keseluruhan

Indeks Harga Saham
Gabungan

Di Indonesia

Bagaimana perbandingan performa JII dan IHSG?

Trade-off risiko

Excess return

Analisis deskriptif dan Rasio Sharpe

Analisis excess return dengan regresi
linear Ordinary Least Square (OLS)
dengan model Capital Asset Pricing
Model (CAPM)

Rekomendasi
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Penelitian

METODE
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa
data time series bulanan (monthly closing data) dari Januari 2005 hingga Februari
2014. Data-data yang digunakan pada penelitian ini adalah indeks harga saham
Jakarta Islamic Index (JII), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), tingkat kupon
SBI berjangka 3 bulan untuk data bulan Januari 2005 hingga Oktober 2010 dan
tingkat kupon Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berjangka 9 bulan untuk data bulan
November 2010 hingga Februari 2014. Perbedaan jangka waktu SBI ini
dikarenakan pada pengumuman hasil lelang SBI, Bank Indonesia tidak

15
mengumumkan adanya SBI berjangka waktu tiga bulan sejak bulan November
2010. Tingkat kupon SBI pada jangka waktu tersebut sama dengan nisbah bagi
hasil Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sehingga data tersebut dapat
digunakan untuk mencari excess return kedua indeks. Data diolah menggunakan
Ms. Excel 2013 dan E-views 6.

Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan dengan melihat mean, standar deviasi, dan
tradeoff risiko dan return dari masing-masing excess return JII (Jakarta Islamic
Index) dan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan). Trade-off ini disebut sebagai
rasio Sharpe.
Uji Akar Unit (Augmented Dickey Fuller Test)
Data time series pada umumnya bersifat stokastik atau memiliki tren. Tren
melambangkan bahwa data tidak stasioner. Untuk dapat menjalankan regresi pada
model, data harus bersifat stasioner atau tidak memiliki akar unit. Pengujian
stasioneritas dilakukan dengan Uji Akar Unit yang dikemukakan oleh Dickey dan
Fuller yaitu Uji Augrmented Dickey-Fuller. Data yang stasioner memiliki
kecenderungan untuk mendekati nilai rata-rata-nya (Gujarati 2004). Jika terdapat
akar unit pada level data, maka perlu dilakukan pembeda atau differencing sampai
data tersebut tidak memiliki akar unit. Hipotesis nol menyatakan bahwa data
memiliki akar unit dan untuk menolak hipotesis nol, hasil t-ADF harus lebih besar
daripada nilai kritis McKinnon pada taraf nyata 5% atau p-value < 5%.
Uji Normalitas Jarque-Bera
Residual yang terdistribusi normal merupakan salah satu syarat atau asumsi
yang harus dipenuhi pada regresi berganda dengan Ordinary Least Square.
Normal atau tidaknya residual suatu data dapat ditunjukkan dengan Uji JarqueBera pada histogram-normality test. Hipotesis nol menyatakan bahwa residual
data menyebar normal, sehingga untuk tidak dapat menolak hipotesis nol, p-value
dari Jarque-Bera lebih besar dari taraf nyata 5%. Gujarati (2006) menyatakan jika
observasi berjumlah lebih dari 100, maka uji normalitas dapat diabaikan.
Uji Autokorelasi LM
Autokorelasi berakibat pada nilai statistik t yang overestimate, sehingga
tidak dapat disimpulkan apakah hasil regresi bersifat valid (Firdaus, 2011). Jika
pada grafik plot residual terhadap waktu terdapat pola yang teratur maka terdapat
indikasi adanya autokorelasi. Uji autokorelasi juga memperlihatkan Uji DurbinWatson (d). Hasil d yang mendekati 0 menandakan adanya korelasi positif, d yang
mendekati 4 menandakan adanya korelasi negatif, sedangkan d yang mendekati 2
menandakan tidak adanya autokorelasi. Selain dengan uji Durbin-Wason,
autokorelasi juga dapat diidentifikasi keberadaanya dengan Uji Breusch-Godfrey
Serial Corellation LM. Hipotesis nol pada Uji Autokorelasi LM adalah residual

16
tidak memiliki autokorelasi. Untuk tidak dapat menolak hipotesis nol, maka pvalue dari statistik F lebih besar dari taraf nyata 5%.
Uji Heteroskedastisitas White
Heteroskedastisitas adalah ketidaksamaan varian dari residual untuk semua
pengamatan pada model regresi. Terdapatnya heteroskedastisitas pada model
regresi merupakann penyimpangn terhadap asumsi klasik heteroskedastisitas. Ada
beberapa metode yang dapat digunakan untuk uji heteroskedastisitas, salah
satunya adalah Uji White. Uji White meregresi residual kuadrat pada variable
dependen ditambah kuadrat variable independen, kemudian ditambahkan lagi
dengan perkalian dua variable independen. Hipotesisi nol pada Uji white adalah
tidak terdapat heteroskedastisitas pada model. Untuk tidak menolak hipotesis nol,
maka p-value dari residual kuadrat lebih besar dari taraf nyata 5%.
Regresi Ordinary Least Square Model CAPM (Capital Asset Pricing Model)
Metode OLS paling sering digunakan (Gujarati 2006). Selain karena
kemudahan, OLS juga memiliki beberapa sifat teoritis yang kokoh seperti yang
diringkaskan di dalam teorema Gauss-Markov. Teorema Gauss-Markov
menyatakan, “berdasarkan asumsi-asumsi dari model regresi linear klasik,
penaksir OLS memiiki varians yang terendah di antara penaksir-penaksir linear
lainnya; dalam hal ini, penaksir OLS disebut sebagai penaksir tak bias linear
terbaik (best liner unbiased estimators/BLUE).
Penelitian ini menggunakan model CAPM (Capital Asset Pricing Model)
standar yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Rit
Rjt
α
βij

= excess return pada waktu t untuk indeks JII
= excess return pada waktu t untuk indeks IHSG
= konstanta alpha Jensen
= risiko yang tidak bisa didiversifikasi

Rit dan Rjt menggambarkan excess return yang sudah dikurangi oleh return
tingkat bebas risiko yang dalam kasus ini adalah tingkat kupon SBI. Konstanta
alpha Jensen i menggambarkan keadaan excess return indeks JII setelah
disesuaikan dengan excess return indeks acuan IHSG atau intersep ketika excess
return indeks berada pada posisi 0. βij melambangkan bagaimana pergerakan
excess return indeks JII terhadap perubahan pada excess return indeks acuan
IHSG. Ketika βij > 1, maka excess return indeks JII relatif lebih agresif daripada
excess return indeks acuan IHSG. Ketika βij < 1 atau βij = 1 maka risiko pada
excess return indeks JII relatif lebih kecil atau bergerak sejalan dengan excess
return indeks acuan IHSG.
Model CAPM di atas diestimasi dengan regresi Ordinary Least Square
(OLS). Untuk mendapatkan model regresi yang terbaik, ada beberapa karakteristik
yang harus dipenuhi yaitu hasil R2 yang tinggi, residual tidak memiliki
autokorelasi, tidak ada heteroskedastisitas pada residual, dan residual tersebar
secara normal atau residual bersifat acak (random). Dengan menggunakan Tes
Autokorelasi-LM, ada atau tidaknya autokorelasi pada residual dapat diuji. Untuk

17
menunjukkan adanya heteroskedastisitas, Uji Heteroskedastisitas White (1980)
dilakukan terhadap residual. Sementara distribusi residual dilakukan dengan Uji
Normalitas Jarque-Bera. Ashraf (2013) menggunakan Seemingly Unrelated
Regression (SUR) untuk mengestimasi CAPM. Judge et al (1985) dalam Ashraf
(2013) menjelaskan bahwa hal tersebut dikarenakan OLS dianggap tidak efisien
da