Deteksi Dini Keracunan Aluminium Tanaman Bridelia monoica Merr. pada Tanah Pasca Tambang Batu Bara PT. Jorong Barutama Greston Kalimantan Selatan

DETEKSI DINI KERACUNAN ALUMINIUM TANAMAN
Bridelia monoica Merr. PADA TANAH PASCA TAMBANG
BATU BARA PT. JORONG BARUTAMA GRESTON
KALIMANTAN SELATAN

FIONA CITRA ANIRA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Deteksi Dini
Keracunan Aluminium Tanaman Bridelia monoica Merr. pada Tanah Pasca
Tambang Batu Bara PT. Jorong Barutama Greston Kalimantan Selatan adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Fiona Citra Anira
NIM E44090024

ABSTRAK
FIONA CITRA ANIRA. Deteksi Dini Keracunan Aluminium Tanaman Bridelia
monoica Merr. pada Tanah Pasca Tambang Batu Bara PT. Jorong Barutama
Greston Kalimantan Selatan. Dibawah bimbingan YADI SETIADI.
Salah satu permasalahan pada lahan pasca tambang adalah adanya kelarutan
Aluminium (Al) yang tinggi dan toxic, yang berakibat pada rendahnya tingkat
keberhasilan pertumbuhan tanaman. Kegiatan analisis tanah biasanya dilakukan
untuk memastikan keberadaan toxic tersebut agar dapat diberikan treatment yang
tepat sebelum kegiatan penanaman, sehingga akan menekan resiko terjadinya
kegagalan pertumbuhan tanaman. Namun, serangkaian kegiatan analisis tanah
tersebut membutuhkan biaya tinggi dan waktu yang relatif lama. Diperlukan suatu
cara sederhana untuk mendeteksi keberadaan toxic Al pada tanah dengan cepat.

Bridelia monoica merupakan salah satu jenis tanaman pionir yang dominan
disekitar lokasi tambang. Tanaman ini mampu hidup pada lahan kering dan
dengan tingkat kesuburan yang rendah. Tanaman ini memiliki banyak manfaat
dan mudah ditemukan disekitar lokasi pengamatan (PT. Jorong Barutama
Greston). Dengan demikian tanaman ini diharapkan dapat menjadi indikator
biologis keberadaan Al pada tanah pasca tambang batu bara. Tujuan penelitian ini
adalah mengetahui dan mempelajari respon tanaman B. monoica terhadap
kandungan toxic Al pada tanah pasca tambang PT. Jorong Barutama Greston.
Penelitian ini menggunakan empat perlakuan yakni tiga warna tanah pasca
tambang PT. Jorong Barutama Greston (merah, kuning, dan abu-abu) dan satu
tanah original (warna coklat) sebagai kontrol dan dengan tiga ulangan. Variabel
yang diamati adalah panjang akar, bentuk akar, jumlah daun, warna daun, dan
biomassa tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat penurunan
panjang akar, jumlah daun, dan biomassa serta perubahan bentuk akar akibat toxic
Al pada tanaman B. monoica yang ditanam pada ketiga warna tanah pasca
tambang dibandingkan kontrol, sehingga tanaman B. monoica dapat digunakan
sebagai indikator keberadaan Al.
Kata kunci: Aluminium, Bridelia monoica, tanah pasca tambang

ABSTRACT

FIONA CITRA ANIRA. Early Detection of Aluminum Toxicity on Bridelia
monoica Merr. to Post Coal Mined Land in PT. Jorong Barutama Greston, South
Kalimantan. Supervised by YADI SETIADI.
High solubility of Aluminium (Al) and toxic on post coal mined land can
cause low level of growth plant. Soil analysis activity is usually done to ensure
toxic existence in order to give the exact treatment before the planting activity, so
it can reduce the growth plant failure. However soil analysis activity takes time
and costly. It is needed a simple and effective method to detect the existence of Al
in the soil. Bridelia monoica is a dominant pioneer tree which grow around mine
location. This plant can survive on the dry land with low fertility. This plant has
many utility and can easily be found around observed location. It is expected that

B. monoica can be used as biologic indicator to know the existence of Al. The aim
of this research was to know and determine the B. monoica response to toxic Al
existence on the post coal mined land in PT. Jorong Barutama Greston. This
research has four treatments, they are four colours of post coal mined soil by using
the original soil as control with three repetitions. The observed variables are root
length, shape of root, amount of leaf, leaf colour, and dry weight. This research
resulted that Al can decrease root length, amount of leaf, and dry weight, along
with change of root shape on B. monoica. It can be concluded that B. monoica can

be used as biologic indicator of Al toxicity.
Key words: Aluminium, Bridelia monoica, post coal mined soil

DETEKSI DINI KERACUNAN ALUMINIUM TANAMAN
Bridelia monoica Merr. PADA TANAH PASCA TAMBANG
BATU BARA PT. JORONG BARUTAMA GRESTON
KALIMANTAN SELATAN

FIONA CITRA ANIRA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi : Deteksi Dini Keracunan Aluminium Tanaman Bridelia monoica
Merr. pada Tanah Pasca Tambang Batu Bara PT. Jorong Barutama
Greston Kalimantan Selatan
Nama
: Fiona Citra Anira
NIM
: E44090024

Disetujui oleh

Dr. Ir. Yadi Setiadi, M. Sc
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof.Dr.Ir.Nurheni Wijayanto,MS
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala
Rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tulisan yang berjudul
“Deteksi Dini Keracunan Aluminium Tanaman Bridelia monoica Merr. pada
Tanah Pasca Tambang Batu Bara PT. Jorong Barutama Greston Kalimantan
Selatan”. Serta shalawat dan salam tak lupa tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW. Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan
September sampai November 2013 yang akan memberikan informasi mengenai
pengaruh tanah pasca tambang batubara terhadap performa pertumbuhan tanaman
B. monoica.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Dr Ir Yadi Setiadi, MSc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan dan bimbingan serta nilai-nilai moral dan budi pekerti
yang tak ternilai harganya.
2. Seluruh staff PT. Jorong Barutama Greston atas bantuan dan kerjasamanya.
3. Seluruh staff PAU dan Laboratorium Bioteknologi Kehutanan Pusat
Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB.
4. Ayahanda Anil Yunar, Ibunda Ira Yuliarti, Uni Fitrah Anira, dan adik

Qisthina Anira serta keluarga besar atas cinta, kasih sayang, doa, motivasi,
semangat, dan dukungannya kepada penulis.
5. Serta semua pihak yang telah membantu demi kelancaran penelitian dan
penulisan karya ilmiah ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas
jasanya yang tak ternilai.
Saya sangat menghargai kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
karya ilmiah ini. Akhir kata semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu kehutanan dan para pembaca pada umumnya.

Bogor, Februari 2014
Fiona Citra Anira

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii


DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


TINJAUAN PUSTAKA

2

Bridelia monoica

2

Toksisitas Aluminium

3

Cara Mengatasi Keracunan Al pada Tanah

4

METODE

5


Bahan

5

Alat

6

Rancangan Percobaan

7

Pengamatan dan Pengumpulan Data
HASIL DAN PEMBAHASAN

10
12

Hasil


12

Pembahasan

18

SIMPULAN DAN SARAN

21

Simpulan

21

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

27

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Kombinasi tumbuhan dan tanah sebagai perlakuan percobaan
Jumlah bak kecambah
Durasi waktu pengamatan sampel
Rata-rata pertumbuhan tanaman pada akhir penelitian
Hasil analisis tanah

7
10
11
12
17

DAFTAR GAMBAR
1 Skema tahapan pelaksanaan penelitian
2 Sampel tanah pengamatan a) tanah merah; b) tanah abu-abu; c) tanah
kontrol; d) tanah kuning; e) perbandingan warna tanah
3 a) buah B. monoica b) biji B. monoica
4 Lay out penebaran benih pada bak kecambah
5 Benih B. monoica setelah diekstraksi
6 Diagram performa pertumbuhan akar lateral
7 Diagram pertumbuhan akar apikal
8 Diagram perbandingan panjang akar lateral dan apikal
9 Diagram jumlah daun
10 Diagram biomassa tanaman
11 Diagram biomassa bagian tanaman
12 Performa tanaman B. monoica

5
6
6
10
9
13
14
15
15
16
17
20

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis tanah
2 Peta lokasi pengambilan sampel tanah
3 Kriteria penilaian sifat kimia tanah

24
25
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan penambangan mengakibatkan adanya perubahan struktur fisik, dan
kimia serta biologi tanah sehingga tanah menjadi tidak kondusif bagi
pertumbuhan tanaman dan kemungkinan bersifat toxic. Hal ini disebabkan adanya
penurunan pH tanah pada level < 4, yang menyebabkan terjadinya peningkatan
kelarutan kandungan unsur Al, Mn, dan Fe sehinggga berada pada level toxic bagi
tanaman. Menurut Setiadi (2012) kandungan pH < 4 merupakan tanah dengan
kondisi bermasalah karena terjadi peningkatan unsur Al, Fe, serta penurunan
unsur P. Kondisi pH yang rendah hingga mencapai < 4, akan meningkatkan
solubilitas dari unsur Al, Fe, dan Mn hingga mencapai batas toxic pada tanaman.
Aluminium merupakan salah satu unsur yang bersifat toxic dan sangat
berbahaya bagi pertumbuhan tanaman. Keberadaan Al dapat menyebabkan
kerusakan akar, sehingga dapat menghambat penyerapan air dan mineral yang
dibutuhkan tanaman. Setiadi (2012) menambahkan bahwa kandungan Al > 3 me
/100 gr akan menyebabkan kerusakan akar yang ditandai dengan adanya root
curling, yang berdampak pada kematian tanaman.
PERMEN ESDM nomor 18 tahun 2008 tentang reklamasi dan penutupan
tambang mewajibkan setiap pemegang IUP dan IUPK melakukan pengelolaan dan
pemantauan terhadap lingkungan pertambangan termasuk kegiatan reklamasi dan
pasca tambang. Salah satu kendala dalam kegiatan reklamasi ini adalah
terhambatnya pertumbuhan tanaman, yang disebabkan oleh kandungan Al pada
tanah. Untuk mengetahui penyebab terhambatnya pertumbuhan tanaman dan
keberadaan unsur Al tersebut, biasanya dilakukan serangkaian kegiatan untuk
menganalisis tanah yang memerlukan biaya tinggi dan waktu yang relatif lama,
sehingga perlu dicari suatu cara yang sederhana untuk mendeteksi kandungan Al
dalam waktu yang relatif singkat. Dalam hal ini dibutuhkan indikator biologis
yang dapat mendeteksi status keberadaan Al dalam waktu singkat sehingga dapat
diperoleh informasi yang cepat dan melakukan penanganan serta treatment yang
tepat sebelum kegiatan penanaman.
Tanaman Bridelia monoica merupakan tanaman pionir yang cukup dominan
di lahan PT. Jorong Barutama Greston. Berdasarkan hasil pengamatan di lapang
tanaman ini mampu hidup pada lahan yang kering dan gersang. Menurut beberapa
ahli Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tanaman ini mampu tumbuh
pada perbukitan kapur, tanah berpasir atau berbatu. Berdasarkan hal tersebut maka
tanaman B. monoica dapat digunakan sebagai indikator biologis yang mampu
mendeteksi keberadaan toxic Al pada tanah masam. Oleh karena itu penulis
mempunyai gagasan melakukan penelitian untuk mengetahui indikasi dini
keberadaan toxic Al pada tanah pasca tambang PT. Jorong Barutama Greston
terhadap tanaman B. monoica. Diharapkan tanaman B. monoica dapat digunakan
sebagai bioindikator keberadaan toxic Al pada tanah pasca tambang PT. Jorong
Barutama Greston.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Mengetahui respon pertumbuhan tanaman Bridelia monoica terhadap
kandungan Al pada tanah pasca tambang PT. Jorong Barutama Greston.
2. Mempelajari gejala toksisitas tanaman Bridelia monoica akibat kandungan
toxic Al pada tanah pasca tambang batubara PT. Jorong Barutama Greston.
Manfaat Penelitian
Informasi dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat digunakan oleh
perusahaan sebagai cara yang cepat untuk memperoleh informasi mengenai
keberadaan toxic Al pada tanah pasca tambang dalam waktu yang relatif singkat,
sehingga dengan cepat dapat diberikan penanganan yang tepat pada tanah pasca
tambang sebelum dilakukannya kegiatan penanaman dalam rangka upaya
reklamasi di masa yang akan datang.

TINJAUAN PUSTAKA
Bridelia monoica
Kanyere atau yang dikenal dengan nama latin Bridelia monoica tumbuh di
hutan primer atau sekunder pada perbukitan kapur, tanah berpasir, atau berbatu
hingga ketinggian 1000 mdpl. Jenis ini tersebar mulai dari India, Nepal, dan Asia
Tenggara
Bridelia monoica merupakan tanaman semak pemanjat dengan morfologi
sebagai berikut: panjang batang mencapai 13 m, kulit batang kasar. Kayu bagian
dalam berwarna merah muda. Daun berbentuk elips hingga bulat telur. Bagian
permukaan daun berwarna hijau gelap, sedangkan bawahnya berwarna hijau pucat
dan agak putih. Bunga berbau harum, dengan kelopak sudut tiga berwarna kuning
kehijauan. Mahkota bunga berwarna kuning dan agak putih. Buah berbentuk bulat
terkadang pipih berlekuk dengan diameter 5-6 mm. Kulit buah berwarna biru
kehijauan dan berwarna hitam bila kering. Biji berwarna coklat dan berbentuk
bulat.
Tanaman ini memiliki manfaat yang berlimpah mulai dari batang (kayu dan
kulit kayu), daun, buah hingga biji. Kayu dari tanaman sebagai habitat burung
kutilang ini digunakan untuk bahan keranjang, gerobak dorong, atau peralatan
tangan. Kulit kayu dapat dimanfaatkan sebagai pewarna hitam alami karena
memiliki sifat pengelat. Daun tanaman ini dapat digunakan sebagai obat batuk.
Buah dapat dikonsumsi sebagai makanan maupun pakan burung. Sedangkan
bijinya sering digunakan oleh anak-anak di pedesaan sebagai peluru senjata
mainan.
Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi
: Spermatophyta
SubDivisi
: Angiospermae

3
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Bridelia
Spesies
: Bridelia monoica Merr
Tanaman ini merupakan salah satu jenis tanaman pionir yang berkhasiat untuk
pengobatan. Tanaman ini mampu hidup pada lahan kering dan dengan tingkat
kesuburan yang rendah.
Toksisitas Aluminium
Kemasaman tanah (pH) merupakan faktor pembatas pertumbuhan tanaman
karena pada lahan masam permasalahan yang cukup serius dihadapi adalah
keracunan Al dan rendahnya fosfor. Aluminium merupakan salah satu logam berat
yang berbahaya bagi pertumbuhan tanaman, yang menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan akar, penyerapan hara dan air. Hambatan pertumbuhan ini
merupakan akibat kelarutan dari Al+3 terutama pada kondisi pH < 5 (Degenhardt
et al. 1998; Ma 2000 dalam Utama et al. 2004) yang bersifat racun bagi tanaman
dan rendahnya kelarutan hara esensial sehingga terjadi kekahatan (Takita et al.
1999 dalam Utama et al. 2004). Tingkat kemasaman tanah sangat berpengaruh
nyata pada persentase kejenuhan Al, artinya bila pH meningkat maka persentase
kejenuhan Al menurun, sedangkan bila pH menurun atau kemasaman meningkat
maka persentase kejenuhan Al akan meningkat.
Toksisitas Al cukup jelas mempengaruhi dalam perlambatan pertumbuhan
akar dan menghambat pertumbuhan tanaman, tanpa didahului perkembangan
gejala sebelumnya (Gupta 1997 dalam Firmansyah 2010). Tingginya kandungan
Al dapat menghambat tanaman dalam menyerap unsur hara lainnya seperti Ca,
Mg, dan P, sehingga mengakibatkan terjadinya kekahatan unsur-unsur tersebut
pada tanaman yang dapat menghalangi pertumbuhan tanaman. Percobaan oleh
Watanabe et al. (2001) terhadap tanaman melastoma, diketahui bahwa terdapat
korelasi negatif antara Al dan Ca, kandungan Ca dan Mg menurun pada material
dengan kandungan Al yang tinggi. Hal ini menyebabkan terjadinya kekahatan
unsur Ca yang berfungsi sebagai penyusun dinding sel tanaman, serta berperan
dalam pembelahan sel dan pertumbuhan tanaman. Tanaman yang kekurangan
unsur Ca akan mengalami perkembangan yang tidak baik karena pembelahan
selnya terhambat. Menurut penelitian yang dilakukan Hanum et al. (2007) pada
tanaman kedelai bahwa kandungan Al akan menggantikan posisi Ca di akar
sehingga akan menyebabkan penghambatan pembelahan sel dan fungsi akar.
Keracunan Al pada tanah masam merupakan faktor utama yang membatasi
produksi tanaman pertanian (Samac & Tesfaye 2003). Tanah masam memiliki ion
dominan berupa Al+3, ion ini berada pada tanah masam dengan pH < 5 dan
merupakan fitotoksik utama, karena ion Al+3 dapat mengkelat unsur hara. Unsur
hara yang terkelat tidak dapat diserap oleh tanaman, yang mengakibatkan
defisiensi unsur hara yang berdampak pada terhambatnya pertumbuhan tanaman.
Bagian tanaman yang pertama kali kontak dengan Al adalah bagian akar.
Tanaman yang peka terhadap Al akan mengalami kerusakan sistem perakaran
sehingga menyebabkan tanaman rentan terhadap kekeringan dan mengalami
defisiensi nutrien mineral (Kochian 1995; Samac & Tesyafe 2003, Kochian et al.

4
2004 dalam Muhaemin 2008). Keracunan Al menyebabkan terhambatnya
pembelahan sel pada akar sehingga menyebabkan akar pendek dan menebal
sebagai akibat dari penghambatan perpanjangan sel. Selain itu pengaruh buruk
yang lain yaitu terjadi gangguan penyerapan hara mineral, dan penggabungan Al
dengan dinding sel (Matsumoto 1991).
Adapun mekanisme keracunan Al pada tanaman yaitu (Muhaemin 2008) :
ketika Al berinteraksi dengan komponen di dalam dinding sel akar, maka proses
mitosis dan pembelahan sel terhenti (Matsumoto 2000), sehingga merusak
membran plasma dan memblok sistem transpor ion tertentu yang melintasi
membran plasma, merusak dinamika sitoskeletal, berinteraksi dengan mikrotubul
dan filamen aktin (Sivaguru et al. 2003), berinteraksi dengan jalur transduksi
sinyal, meningkatkan konsentrasi ion Ca2+ sitoplasma (Kochian et al. 2004),
menginduksi pembentukkan ROS, disfungsi mitokondria, dan juga merusak
membran sel dengan peroksidasi lipid membran, dan akhirnya menghambat
pertumbuhan akar tanaman (Yamamoto et al. 2002 dalam Muhaemin 2008).
Aluminium yang masuk ke simplas juga dapat mengganggu metabolisme tanaman
karena Al mengkelat dan menggantikan unsur hara esensial dari tempat
berfungsinya (Delhaize E & Ryan P R 1995). Selain itu Al dapat mengganggu
proses metabolisme yang membutuhkan Ca2+, seperti regulasi pembelahan dan
pemanjangan sel, yang akhirnya akan menghambat pemanjangan akar (Ma et al.
2004).
Cara Mengatasi Keracunan Al pada Tanah
Adanya kandungan Al yang tinggi pada tanah menjadi faktor pembatas pada
pertumbuhan tanaman. Peningkatan kandungan Al pada tanah akan menjadi racun
dan berdampak kematian pada tanaman. Pada tanah ultisol dengan pH tanah
kurang dari 5, kelarutan Al akan didominasi oleh Al3+ dan bersifat racun bagi
tanaman. (Marschner 1995; Ma et al. 2001 dalam Purnomo et al. 2007).
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat kemasaman
tanah adalah sebagai berikut (Munawar 2011):
1. Pengapuran
Pengapuran merupakan upaya pemberian kapur ke media tanah. Kegiatan ini
bertujuan untuk menaikkan pH tanah, meningkatkan Kapasitas Tukar Kation
(KTK), dan menetralisir Al yang meracuni tanaman.
2. Pemupukan
Pemupukan merupakan kegiatan penambahan unsur hara ke dalam tanah.
Kegiatan ini dilakukan dengan memperhatikan beberapa aspek penting agar
pupuk dapat bekerja dengan baik dan diperoleh hasil yang maksimal. Aspek
tersebut antara lain waktu pemberian pupuk, penempatan, dan dosis pupuk
yang digunakan.
3. Penanaman tanaman fitoremedian (tanaman yang dapat menyerap unsurunsur yang bersifat toxic) pada lahan pasca tambang. Kegiatan penanaman ini
merupakan langkah yang paling efisien dalam mereduksi unsur Al yang
terdapat pada tanah, karena disamping tanaman dapat berfungsi sebagai
kontrol erosi, tanaman tersebut juga berfungsi sebagai penyerap unsur-unsur
toxic yang justru dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tersebut, contoh:

5
tembesu (Fragraea fragrans) dan harendong (Melastoma malabathricum)
(Setiadi 2012).

METODE
Penelitian ini dilakukan di green house (rumah kaca), University Farm,
Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan
selama satu bulan yaitu pada bulan Oktober sampai dengan November 2013.
Tahapan penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Skema tahapan pelaksanaan penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain benih tanaman
Bridelia monoica, sampel tanah pasca tambang PT. Jorong Barutama Greston
dengan tiga warna yakni merah, kuning, dan abu-abu serta sampel tanah original
PT. Jorong Barutama Greston (kontrol) (hasil analisa tanah dapat dilihat pada
Lampiran 1), aquades, dan zeolit. Sampel tanah dan buah yang digunakan dalam
penelitian disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3.

6

a

b

c

d

e
Gambar 2 Sampel tanah pengamatan a) tanah merah; b) tanah abu-abu; c) tanah
kontrol; d) tanah kuning; e) perbandingan warna tanah

a
b
Gambar 3 a) buah B. monoica b) biji B. monoica
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain GPS (Geographyc
Positioning System), plastik sampel tanah, cangkul, terpal, penyaring tanah,
indikator pH, bak kecambah berukuran 20.5 cm x 16 cm, bak penyiraman
berukuran 32 cm x 24 cm kamera, bagan warna daun (BWD), timbangan analitik,
oven, hand sprayer, dan alat tulis.

7
Rancangan Percobaan
Penelitian ini terdiri dari empat macam perlakuan dan tiga ulangan yang
disusun dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Tanaman yang ditanam adalah
tanaman B. monoica. Tanaman ini ditanam pada empat warna tanah pasca
tambang, masing-masing perlakuan dibuat tiga ulangan sehingga terdapat 12
satuan percobaan. Tanah yang digunakan dibedakan berdasarkan warna, yakni
merah, abu-abu, dan kuning, serta coklat. Kombinasi tumbuhan dan tanah yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kombinasi tumbuhan dan tanah sebagai perlakuan percobaan
Jenis tumbuhan
B. monoica

Warna tanah
Merah
Kuning
Abu-abu
Coklat (Control)

1

2

3

MMr 1
KMr 1
AMr 1
CMr 1

MMr 2
KMr 2
AMr 2
CMr 2

MMr 3
KMr 3
AMr 3
CMr 3

Keterangan: MMr 1: Huruf pertama menunjukkan warna tanah
Huruf kedua dan ketiga menunjukkan jenis tanaman
Angka menunjukkan ulangan

Pengambilan Sampel Tanah
Sampel tanah diambil di beberapa lokasi pasca tambang PT. Jorong
Barutama Greston dengan warna tanah yang berbeda yang dilihat secara visual,
perbedaan warna tanah ini diduga disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan
mineral tanah tertentu yang terdapat di dalamnya.
Lokasi-lokasi yang digunakan untuk pengambilan sampel tanah antara lain:
1. Lokasi UE, pada koordinat GPS x 0284631 dan UTM 9568661. Lokasi ini
digunakan sebagai lokasi pengambilan sampel tanah abu-abu.
2. Lokasi M45C, dengan koordinat x 0281222 dan UTM 9569525. Pada lokasi
ini dilakukan pengambilan sampel tanah merah.
3. Lokasi M45C, dengan koordinat x 0279929 dan UTM 9569778. Pada lokasi
ini dilakukan pengambilan sampel tanah kuning.
4. Lokasi Gunung Surabaya, dengan koordinat x 277434 dan UTM 9568279
untuk pengambilan sampel tanah kontrol.
Peta pengambilan sampel tanah disajikan pada Lampiran 2.
Pengambilan sampel tanah dilakukan berdasarkan Standar Operasional
Prosedur (SOP) pengambilan sampel tanah PT. Jorong Barutama Greston.
Pengukuran pH Tanah dan Analisis Tanah
Pengukuran pH tanah bertujuan untuk mengetahui nilai pH sehingga dapat
menduga kandungan mineral yang berpotensi toxic yang terdapat pada tanah
tersebut. Alat yang digunakan pada kegiatan ini adalah kertas indikator pH.
Langkah-langkah pengukuran pH adalah sebagai berikut:
a. Sampel tanah diambil secukupnya, dan dimasukkan ke dalam plastik.

8
b. Selanjutnya sampel tanah tersebut dilarutkan menggunakan aquades dengan
perbandingan tanah dan aquades 1 : 5.
c. Setelah tanah dilarutkan dan dikocok, tunggu beberapa saat sehingga tanah
mengendap.
d. Setelah tanahnya mengendap, pH air dicek menggunakan indikator pH.
Warna yang terdapat pada kertas pH yang telah digunakan dibandingkan
dengan kertas indikator warna pH. Warna yang paling cocok dengan warna
pada kertas indikator warna pH merupakan nilai pH tanah yang diuji.
e. Pengecekan pH masing-masing tanah dilakukan sebanyak tiga kali.
Setelah pengecekan pH pada sampel tanah dilakukan, selanjutnya masingmasing sampel tanah diambil ± 1 kg dan dipacking serta diberi label (warna tanah,
tanggal pengambilan sampel, dan lokasi pengambilan sampel) untuk dianalisis di
Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Perlakuan Sampel Tanah (Persiapan Media)
Setelah pengecekan dan pengepakan sampel tanah yang akan dianalisis,
selanjutnya tanah disiapkan sebagai media percobaan, langkah-langkah persiapan
media percobaan dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Sampel tanah yang telah diambil dikeringanginkan di tempat yang ada
naungan selama 1–2 hari dan dihaluskan hingga berdiameter ± 1 cm.
b. Masing-masing sampel tanah yang ada dimasukkan ke dalam bak kecambah
berukuran 20.5 cm x 16 cm yang telah dilubangi dibagian bawahnya, jumlah
bak kecambah yang digunakan adalah 24 bak kecambah, dengan rincian enam
bak kecambah berisi tanah merah, enam bak berisi tanah kuning, enam bak
berisi tanah abu-abu, dan enam bak berisi tanah kontrol. Bak kecambah diisi
dengan tanah setinggi ± 3 cm.
c. Untuk perkecambahan benih, pada media tanah ditebar zeolit dengan
ketebalan 1 – 1.5 cm. Zeolit digunakan sebagai media pertumbuhan tanaman
agar dapat dipelajari gejala keracunan Al secara perlahan.
d. Bak kecambah diletakkan diatas bak berukuran 32 cm x 24 cm yang berisi air
sebagai bak untuk penyiraman tanamannya.
Persiapan Benih Tanaman
Benih tanaman yang digunakan pada penelitian ini diperoleh melalui
ekstraksi buah yang sebelumnya telah dipanen di sekitar kampus Darmaga IPB
Bogor. Buah yang dipanen adalah buah yang telah matang, dengan ciri-ciri fisik
kematangan buahnya terlihat dari warna kulit buahnya yang berubah menjadi
ungu kebiruan. Benih B. monoica diperoleh melalui ekstraksi basah. Ekstraksi
basah dilakukan dengan cara merendam buah yang telah diperoleh hingga daging
buah dapat dipisahkan dari bijinya, kemudian bijinya dicuci hingga bersih dan
dijemur, seperti yang terlihat pada Gambar 4.

9

Gambar 4 Benih B. monoica setelah diekstraksi
Uji Viabilitas Benih
Uji viabilitas benih bertujuan untuk mengetahui kualitas benih. Langkah ini
dilakukan juga untuk mengetahui benih-benih yang mampu berkecambah agar
dapat dihitung kebutuhan benih yang akan digunakan dalam kegiatan penelitian.
Tahap-tahap pengujian viabilitas dan pengecambahan benih adalah sebagai
berikut:
a. Benih yang akan ditanam dan media berupa zeolit disiapkan di dalam bak
perkecambahan
b. Media perkecambahan disiram hingga mencapai titik jenuh air.
c. Benih B. monoica ditebarkan pada media yang telah disediakan.
d. Media dijaga agar tetap dalam kondisi lembab dan cukup air.
Pengujian viabilitas benih dilakukan melalui perhitungan persentase
perkecambahan benih, dengan cara membandingkan jumlah benih yang
bekecambah dengan jumlah seluruh benih yang ditebar.

Viabilitas benih =

Jumlah benih yang berkecambah
Jumlah benih yang ditebar

x 100%

Penebaran Benih
Setelah media percobaan telah disiapkan dan benih siap untuk digunakan,
kegiatan selanjutnya adalah penanaman benih B. monoica. Penanaman dilakukan
menggunakan sistem jalur, dengan parameter pengamatan yang berbeda pada
masing-masing jalurnya. Lay out penanaman benih disajikan pada Gambar 5.

10

I

II

Gambar 5 Lay out penebaran benih pada bak kecambah
Keterangan: I. Parameter pengamatan warna daun, jumlah daun, panjang, serta bentuk akar ; II:
Parameter pengamatan persentase daya hidup serta berat basah dan berat kering
tanaman

Benih B. monoica ditebar pada empat jenis tanah dengan tiga ulangan,
jumlah bak kecambah yang digunakan disajikan pada Tabel 2.

Jenis tanaman
B. monoica

Tabel 2 Jumlah bak kecambah
Warna tanah
Merah
Abu-abu
Kuning
1 2 3 1
2
3
1 2 3
1 1 1 1
1
1
1 1 1

Control
1 2 3
1 1 1

Setelah benih tanaman ditabur, bak kecambah diberi label untuk
membedakan antar bak percobaan dan mempermudah melihat pengaruh perlakuan.
Selanjutnya tanaman disusun secara acak sesuai dengan kaedah statistik dengan
rancangan percobaan acak lengkap (RAL).
Pemeliharaan dan Penyiraman Tanaman
Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan mencabut dan menyiangi gulmagulma yang tumbuh pada media. Pemeliharaan tanaman dilakukan setiap hari
dengan cara mengisikan air pada bak penyiraman tanaman hingga seluruh media
tanah dan zeolit pada bak pengamatan berada dalam kondisi cukup air.

Pengamatan dan Pengumpulan Data
Pengamatan dilakukan terhadap performa tanaman B. monoica dengan
beberapa parameter pengamatan yakni, jumlah daun, warna daun, dan panjang
akar. Pengamatan dimulai setelah satu minggu akar tanaman menyentuh tanah
pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan terlebih dahulu memastikan bahwa
akar tanaman telah mencapai tanah pengamatan, dengan cara menghilangkan
zeolit yang terdapat disekitar tanaman, sehingga dapat dipastikan bahwa akar
tanaman sudah mencapai tanah. Pengamatan dilakukan setiap 3 hari selama enam
kali pengamatan. Sedangkan pengamatan terhadap biomassa dilakukan setelah
enam kali pengamatan (pada saat pemanenan). Waktu pengamatan masing-masing
parameter disajikan pada Tabel 3.

11

No
1
2
3
4
5

Tabel 3 Durasi waktu pengamatan sampel
Materi pengamatan
Durasi intensitas pengamatan
Persentase daya hidup
Awal dan akhir penelitian
Jumlah daun
Tiap 3 hari setelah satu minggu MSTA,
sebanyak 6 kali pengamatan
Warna daun
Tiap 3 hari setelah satu minggu MSTA,
sebanyak 6 kali pengamatan
Panjang dan bentuk akar
Tiap 3 hari setelah satu minggu MSTA,
sebanyak 6 kali pengamatan
Berat basah dan kering tanaman Akhir penelitian

* MSTA : masa setelah akar tanaman menyentuh tanah pengamatan

Prosedur pengamatan masing-masing parameter adalah sebagai berikut:
1. Persentase Daya Hidup (%)
Persentase daya hidup diperoleh melalui perhitungan jumlah seluruh tanaman
yang hidup (H) dibagi dengan seluruh jumlah tanaman (T) dikalikan dengan
100%.


� 100%


2. Jumlah Daun
Perhitungan jumlah daun dilakukan dengan cara melakukan pengamatan dan
perhitungan pertambahan jumlah daun yang tumbuh pada tanaman.
3. Warna Daun
Pengukuran warna daun dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan
warna daun sebagai bentuk respon adanya toxic pada tanah. Warna daun
diamati dengan menggunakan Bagan Warna Daun (BWD), warna daun pada
tanaman dibandingkan dengan warna yang ada pada BWD, kemudian lihat
skala yang tercantum pada BWD tersebut.
4. Panjang Akar
Parameter panjang akar biasanya digunakan untuk menilai ketenggangan
tanaman terhadap keracunan Al karena bagian akar merupakan bagian
tanaman yang terkontak langsung dengan Al, sehingga memiliki dampak
langsung terhadap toxic Al (Delhaiz & P. R. Ryan 1995).
Pengukuran panjang akar dilakukan dengan cara, tanaman dipisahkan dari
media tanah dengan hati-hati agar akar tidak terputus, kemudian akar ditaruh
di alas yang datar. Panjang akar diukur mulai dari pangkal batang dimana
tonjolan akar utama muncul sampai ujung akar terpanjang.
5. Berat Basah dan Berat Kering Tanaman
Biomassa tanaman diukur pada akhir penelitian. Pengukuran biomassa
dilakukan pada seluruh bagian tanaman secara terpisah (akar, batang, daun).
Pengukuran biomassa ini terdiri dari pengukuran berat basah dan berat kering.
Pengukuran berat basah tanaman dilakukan dengan cara menimbang langsung
masing-masing bagian tanaman (akar, batang, daun) menggunakan timbangan
analitik, sedangkan berat kering tanaman ditimbang setelah melakukan
pengeringan (dioven pada suhu 1050 C sampai berat kering konstan).

12
6. Struktur Akar
Pengamatan struktur akar dilakukan untuk mendesripsikan ada tidaknya
perubahan struktur akar tanaman sebagai bentuk respon terhadap toxic yang
terdapat pada tanah. Pengamatan ini dilakukan dengan menggunakan
mikroskop.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil pengolahan data pengamatan terhadap performa tanaman dengan
parameter panjang akar, jumlah daun, warna daun, berat basah, dan berat kering
tanaman disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Rata-rata pertumbuhan tanaman pada akhir penelitian
Parameter pengamatan
Panjang akar lateral (cm)
Panjang akar apikal (cm)
Jumlah daun (helai)
Biomassa tanaman
Batang
(mg)
Daun
Akar

Merah
3.29
1.35
4.00

Kuning
3.31
1.98
3.85

Warna tanah
Abu-abu
3.34
1.84
3.97

Coklat (kontrol)
4.44
4.51
4.50

4

3

5

8

8
6

4
4

10
9

18
8

Pengambilan data panjang akar dilakukan melalui dua parameter, yakni
panjang akar lateral dan panjang akar apikal. Akar lateral merupakan akar
sekunder yang berfungsi untuk menyerap air dan mineral nutrisi pada tanah guna
mendukung pertumbuhan tanaman. Sedangkan akar apikal merupakan akar utama
yang berperan sebagai penguat berdirinya tanaman. Pertumbuhan akar apikal
selalu menghujam ke bawah mengikuti arah gravitasi bumi. Akar apikal
merupakan bagian/akar yang pertama kali kontak dengan media tanah, sehingga
pada bagian ini dampak keracunan pada tanaman sangat terlihat nyata.
Hasil perhitungan rata-rata pertumbuhan akar lateral yang disajikan pada
Tabel 4 menunjukkan adanya penurunan panjang akar lateral pada tanaman B.
monoica yang ditanam pada media tanah yang terkontaminasi unsur-unsur toxic
(tanah merah, kuning, dan abu-abu) dibandingkan dengan kontrol. Tanaman B.
monoica dengan media tanah merah memiliki penurunan panjang akar terbesar
dengan nilai mencapai 25.9%. Hal yang sama juga terjadi pada tanaman pada
media tanah kuning dan abu-abu dengan masing-masing penurunan sebesar 25.4%
dan 24.8%. Hal ini menunjukkan telah terjadi respon tanaman B. monoica
terhadap kandungan toxic Al yang berdampak terhadap penurunan panjang akar.

13
Diagram hasil perhitungan rata-rata pertumbuhan akar lateral pada masing-masing
perlakuan ditunjukkan pada Gambar 6.
5,00
Panjang akar lateral (cm)

4,50
4,00
3,50
3,00
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50

0,00
merah

kuning

abu-abu

kontrol

Warna tanah
Gambar 6 Diagram performa pertumbuhan akar lateral
Adanya penurunan panjang akar pada tanaman B. monoica yang ditanam
pada tanah bermasalah akibat pengaruh toxic Al juga ditunjukkan oleh adanya
penurunan akar apikal pada tanaman B. monoica dengan media tanah merah,
kuning, dan abu-abu.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap panjang akar apikal, terlihat adanya
perbedaan yang sangat signifikan antara panjang akar apikal pada tanaman B.
monoica dengan media tanah bermasalah dibandingkan tanaman dengan media
kontrol. Pertumbuhan panjang akar B. monoica dengan media tanah merah,
kuning, dan abu-abu mengalami penurunan hingga lebih dari 50% dibandingkan
dengan tanaman dengan media kontrol. Penurunan panjang akar apikal terbesar
terjadi pada tanaman B. monoica dengan media tanah merah dengan penurunan
sebesar 70% dibandingkan kontrol. Hal yang sama juga terjadi pada perlakuan
dengan tanah abu-abu dan kuning, dengan masing-masing penurunan sebesar 59%
dan 56%. Diagram rata-rata pertumbuhan panjang akar apikal tanaman B.
monoica dengan masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 7.

14
5,00
Panjang akar fisikal (cm)

4,50
4,00
3,50
3,00
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
merah

kuning

abu-abu

coklat (kontrol)

Warna tanah

Gambar 7 Diagram pertumbuhan akar apikal
Pertumbuhan akar lateral pada tanaman B. monoica yang ditanam pada
tanah pasca tambang (tanah merah, kuning, dan abu-abu) lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan akar apikalnya. Hal ini menunjukkan telah terjadi
penurunan panjang akar apikal pada tanaman dengan media tanah pasca tambang
terhadap panjang akar lateralnya. Penurunan terbesar panjang akar apikal terhadap
akar lateralnya terjadi pada tanaman dengan media tanah merah yakni sebesar
59%. Hal yang sama juga terjadi pada tanaman dengan media tanah abu-abu dan
tanah kuning dengan penurunan panjang akar apikal sebesar berturut-turut 45%
dan 40% terhadap panjang akar lateralnya. Sedangkan tanaman yang ditanam
pada tanah kontrol justru memiliki pertumbuhan panjang akar lateral yang lebih
rendah dibanding akar apikalnya. Pertumbuhan akar apikal yang lebih rendah
dibandingkan akar lateralnya pada tanah pasca tambang diduga karena
pertumbuhan akar apikal yang selalu ke arah pusat bumi (geotrop) menyebabkan
akar tersebut lebih dahulu menyentuh tanah pengamatan dan mendapat respon
dari toxic Al, sehingga pertumbuhannya terhambat dan mengalami curling.
Sedangkan akar lateral pada pengamatan ini hanya berkembang pada media zeolit,
pertumbuhan akar lateral berkembang mengikuti arah air (hidrotrop)
(Tjitrosoepomo 1985). Diagram perbandingan panjang akar apikal dan lateral
disajikan pada Gambar 8.

15
5
4
3
2
1
0
merah

kuning

panjang akar lateral (cm)

abu-abu

coklat
(kontrol)

panjang akar apikal (cm)

Gambar 8 Diagram perbandingan panjang akar lateral dan apikal

Jumlah daun (helai)

Disamping pengamatan terhadap akar, parameter yang dapat dijadikan
sebagai indikator keberadaan toxic adalah jumlah daun. Berdasarkan perhitungan
rata-rata jumlah daun yang disajikan pada Tabel 4, dapat dilihat bahwa rata-rata
jumlah daun pada tanaman B. monoica dengan media tanah bermasalah
mengalami penurunan dibandingkan dengan kontrol. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa rata-rata jumlah daun pada tanaman B. monoica dengan
media tanah kuning mengalami penurunan terbesar dibandingkan kontrol dengan
nilai rata-rata 14%. Hal yang sama juga terjadi pada tanaman dengan media tanah
abu-abu dan merah dengan penurunan masing-masing sebesar 12% dan 11%.
Diagram jumlah daun pada masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 9.

5,00
4,50
4,00
3,50
3,00
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
merah

kuning

abu-abu

Warna tanah

Gambar 9 Diagram jumlah daun

coklat (kontrol)

16
Pengamatan terhadap biomassa tanaman dilakukan untuk mengetahui
pengaruh tanah bermasalah pada pertumbuhan tanaman. Menurut Sitompul dan
Guritno (1995) taksiran biomassa merupakan integrasi dari hampir semua
peristiwa yang dialami tanaman. Sehingga parameter ini diduga merupakan
indikator pertumbuhan yang paling representatif untuk mengukur keseluruhan
pertumbuhan tanaman. Hasil pengamatan terhadap berat kering tanaman B.
monoica yang disajikan pada Tabel 4, menunjukkan bahwa tanaman B. monoica
yang ditanam dengan media tanah bermasalah memiliki penurunan biomassa jika
dibandingkan dengan tanaman B. monoica yang ditanam pada tanah kontrol.
Penurunan biomassa terbesar terjadi pada tanaman yang ditanam dengan media
tanah kuning. Media tanah kuning hanya memiliki biomassa sebesar 11
mg/tanaman, artinya bahwa telah terjadi penurunan biomassa pada tanaman B.
monoica dengan media tanah kuning sebesar 68% jika dibandingkan kontrol. Hal
yang sama juga terjadi pada tanaman dengan media tanah merah dan abu-abu,
dengan masing-masing penurunan biomassa sebesar 47% dan 29%. Penurunan
biomassa terbesar terjadi pada bagian daun dari tanaman. Diagram biomassa
tanaman B. monoica pada masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 10.

Biomassa tanaman(gram)

0,040
0,035
0,030
0,025
0,020
0,015
0,010
0,005
0,000
merah

kuning

abu-abu

coklat (kontrol)

Warna tanah

Gambar 10 Diagram biomassa tanaman

Biomassa bagian tanaman (gr)

17
0,02
0,018
0,016
0,014
0,012
0,01
0,008
0,006
0,004
0,002
0

batang
daun
akar

merah

kuning

abu-abu

coklat
(kontrol)

Warna tanah

Gambar 11 Diagram biomassa bagian tanaman
Tanah (media tanam) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tanah
bekas kegiatan penambangan batubara PT. Jorong Barutama Greston dengan
empat warna yakni warna merah, kuning, abu-abu, dan coklat (kontrol). Selain
pengamatan terhadap parameter pertumbuhan tanaman diatas, juga dilakukan
analisis sampel tanah pada keempat warna tanah (merah, kuning, abu-abu, dan
coklat (kontrol)) yang digunakan sebagai media dalam penelitian ini.
Hasil analisis pH tanah menunjukkan bahwa ketiga sampel tanah
bermasalah yaitu sampel tanah merah, kuning, dan abu-abu berada pada kondisi
sangat masam yaitu dengan nilai pH dibawah 4.0. Menurut Nur (2012) kriteria
tanah yang digolongkan sangat masam yaitu tanah dengan nilai pH di bawah 4.0.
Tabel 5 Hasil analisis tanah
Hasil analisis
Sifat tanah
pH
Al
(me/100gr)
Fe
(ppm)
Cu
(ppm)
Zn
(ppm)
Mn
(ppm)
Pirit
(%)
Pospor
(%)

Tanah abu-abu

Tanah merah

Tanah kuning

2.7
14.31

2.9

3.0

Tanah coklat
(kontrol)
5.1

9.28

3.48

0.39

471.12

271.25

182.39

62.84

1.29

1.35

1.11

0.48

5.14

7.20

6.07

1.87

20.84

69.50

115.34

11.73

0.2

0.1

0.2

0.02

3.2

4.3

5.2

5.2

18
Tabel 5 di atas menunjukkan konsentrasi Al yang sangat tinggi pada tanah
kuning, merah, dan abu-abu yakni diatas 3 me/100gr. Tingginya kandungan Al
pada tanah dengan jumlah diatas 3 me/100gr menunjukkan bahwa tanah tersebut
berada pada kondisi toxic Al.
Kandungan pospor (P) pada tanah juga tergolong sangat rendah dengan
kisaran kurang dari 10 ppm. Kondisi di atas menunjukkan telah terjadi kekahatan
unsur P pada tanaman. Tabel di atas juga menunjukkan adanya kelimpahan unsur
Al, Fe, Cu, Zn, Mn, dan pirit yang merupakan unsur mikro tanah.

Pembahasan
Pertumbuhan merupakan suatu proses pertambahan ukuran tubuh tanaman
secara keseluruhan yang merupakan hasil dari pertambahan ukuran bagian-bagian
tanaman akibat dari pertambahan jaringan sel yang dihasilkan oleh pertambahan
ukuran sel (Sitompul dan Guritno 1995). Pertumbuhan sel didukung oleh bahan
anorganik dan unsur lain yang diambil tanaman dari lingkungannya seperti karbon
dioksida, unsur hara, air, dan radiasi matahari. Unsur hara termasuk unsur penting
yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Unsur hara ini terbagi dua
yakni unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro merupakan unsur yang
dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak, sedangkan unsur hara mikro
merupakan unsur yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit.
Tanah memiliki kandungan unsur hara yang berbeda, salah satu penyebab
perbedaan kandungan tanah adalah adanya kegiatan yang menyebabkan
perubahan struktur tanah pada suatu lahan. Adanya perubahan struktur tanah
mengakibatkan perubahan warna tanah pada spot-spot tertentu. Berdasarkan
kondisi ini diduga warna tanah dapat dijadikan sebagai salah satu indikator untuk
mengetahui keberadaan toxic pada tanah.
Berdasarkan hasil analisis tanah diketahui bahwa ketiga tanah bermasalah
(tanah merah, kuning, dan abu-abu) memiliki kandungan Al yang sangat tinggi,
menurut Setiadi (2012), tanah dengan kandungan Al > 3me/100gr merupakan
tanah yang berada dalam kondisi bermasalah, sehingga akan menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan tanaman. Tingginya kandungan Al tanah disebabkan
oleh rendahnya pH tanah. Nilai pH tanah memiliki korelasi negatif terhadap
kandungan Al tanah, artinya semakin kecil nilai pH tanah maka akan semakin
meningkatkan kandungan Al pada tanah tersebut. Hal ini terlihat pada hasil
analisis tanah, yang menunjukkan bahwa tanah dengan pH tertinggi (tanah coklat)
memiliki kandungan Al terendah dibandingkan yang lainnya. Sebaliknya tanah
abu-abu yaitu tanah dengan pH terendah dibandingkan tanah merah, kuning, dan
tanah coklat, memiliki kandungan Al tertinggi dibandingkan lainnya. Hal ini
diperkuat oleh pernyataan Setiadi (2012) yang mengatakan bahwa tanah dengan
pH < 2.70 merupakan tanah dengan kondisi bermasalah yang menyebabkan
kemasaman pada tanah, peningkatan unsur Al, Fe, serta penurunan unsur P.
Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap
beberapa parameter, yakni panjang akar, jumlah daun, warna daun, dan biomassa
tanaman. Hasil pengamatan terhadap parameter panjang akar menunjukkan bahwa
keberadaan unsur Al sangat berpengaruh terhadap panjang akar tanaman B.
monoica, hal ini terlihat dengan adanya penurunan panjang akar B. monoica pada

19
tanah bermasalah (tanah merah, kuning, dan abu-abu) dibandingkan kontrol (tanah
coklat). Diduga penurunan panjang akar pada tanaman B. monoica dengan media
tanah merah, kuning, dan abu-abu terjadi akibat kandungan Al yang tinggi diatas
3 me/100 gr. Setiadi 2012 menyatakan bahwa kandungan Al yang melebihi 3
me/100 gr akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman yang ditandai
dengan keritingnya akar tanaman (curly root). Akar merupakan bagian tanaman
yang pertama kali kontak dengan Al. Tanaman yang peka terhadap Al akan
mengalami kerusakan sistem perakaran sehingga menyebabkan tanaman rentan
terhadap kekeringan dan mengalami defisiensi nutrisi mineral (Kochian 1995;
Samac & Tesyafe 2003, Kochian et al. 2004 dalam Muhaemin 2008). Pada
penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap panjang akar lateral dan akar apikal,
akar lateral merupakan akar tanaman yang berfungsi menyerap air dan unsurunsur hara yang terdapat pada media tanam (hidrotrop), sedangkan akar apikal
merupakan akar utama yang berfungsi sebagai penopang dan penguat berdirinya
tanaman, akar ini tumbuh menghujam ke bawah mengikuti arah gaya gavitasi
bumi (geotrop), sehingga akar ini merupakan akar yang pertama kali memiliki
respon terhadap kandungan toxic Al yang ada pada tanah.
Hasil penelitian menunjukkan penurunan panjang akar terbesar terjadi pada
tanaman B. monoica dengan media tanah merah dibandingkan kontrol. Hal ini
menunjukkan terhambatnya pertumbuhan akar tanaman apikal dan lateral pada
tanaman B. monoica dengan media tanah merah. Terhambatnya pertumbuhan akar
tanaman B. monoica pada tanah merah diduga merupakan akibat dari kelarutan Al
yang tinggi. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Takita et al. (1999) yang
menyatakan bahwa hambatan pertumbuhan pada tanaman merupakan akibat
kelarutan dari Al+3 terutama pada kondisi pH < 5 yang bersifat racun bagi tanaman.
Hasil penelitian juga menunjukkan gejala adanya unsur Al, yang ditunjukkan oleh
gejala curly root (keriting pada akar). Kandungan Al yang tinggi di atas 3 me/100
gr mengakibatkan terganggunya proses pembelahan dan pemanjangan sel
sehingga pertumbuhan dan pemanjangan akar terhambat, dan dalam jangka
panjang menimbulkan kemampuan akar menyerap unsur hara berkurang, yang
menyebabkan terjadinya defisiensi unsur hara pada tanaman dan terhambatnya
pertumbuhan tanaman.
Penurunan panjang akar pada tanah merah juga terjadi karena kandungan
unsur makro berupa unsur P yang tergolong sangat rendah. Unsur P merupakan
salah satu unsur hara esensial yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman.
Soepardi (1983) mengemukakan peranan P antara lain penting untuk pertumbuhan
sel, pembentukan akar halus dan rambut akar, memperbaiki kualitas tanaman,
pembentukan bunga, buah dan biji serta memperkuat daya tahan terhadap
penyakit. Kekurangan unsur P dapat mengakibatkan terganggunya perkembangan
sel dan akar tanaman dan terhambatnya pertumbuhan tunas atau akar (Novriani
2010). Kandungan P yang sangat rendah menyebabkan defisiensi unsur P pada
tanaman yang mengakibatkan terhambatnya pembelahan sel dan pertumbuhan
akar pada tanaman B. monoica dengan media tanah merah, sehingga memiliki
panjang akar terkecil dibandingkan tanaman pada media tanah kontrol dan kedua
tanah pasca tambang lainnya.

20

a

b

c

d

e
Gambar 12 Performa akar tanaman B. monoica
Keterangan : a) tanah merah b) respon akar terhadap keberadaan Al pada tanah merah c) tanah
abu-abu d) respon akar terhadap keberadaan Al pada tanah abu-abu e) ujung akar
tanaman B. monoica yang terkena Al

Pengamatan juga dilakukan terhadap parameter jumlah daun dan biomassa
daun. Daun merupakan organ tumbuhan yang berfungsi sebagai alat untuk
pengambilan zat-zat makanan, pengolahan zat makanan, penguapan air
(transpirasi), dan pernapasan (respirasi) (Tjitrosoepomo 1985). Pertumbuhan daun

21
didukung oleh unsur-unsur hara yang terkandung didalam media tempat
tumbuhnya, sehingga semakin baik kondisi tempat tumbuhnya maka akan
berpengaruh positif terhadap pertumbuhannya. Hasil pengamatan menunjukkan
adanya penurunan jumlah daun dan biomassa daun terbesar pada tanaman B.
monoica yang ditanam dengan media tanah kuning. Adanya penurunan jumlah
daun pada tanaman ini diduga karena kandungan Al yang sangat tinggi sehingga
menyebabkan defisiensi unsur mineral pada tanaman serta adanya kandungan Mn
yang sangat melimpah pada tanah kuning yang mencapai 115.34 ppm. Mangan
(Mn) merupakan salah satu unsur mikro yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit
pada tanaman. Unsur ini berperan penting dalam mempertahankan kondisi hijau
daun pada daun yang tua. Disamping itu unsur ini juga berfungsi dalam
pembelahan sel, digunakan dalam proses pernapasan (respirasi) dan fotosintesis.
Kelebihan unsur ini juga akan bersifat toxic bagi tanaman yang mengakibatkan
terhambatnya pertumbuhan tanaman. Munawar 2011 menyatakan konsentrasi 1
ppm - 4 ppm Mn di dalam tanah telah mencukupi kebutuhan tanaman, tetapi lebih
dari itu dapat bersifat racun bagi tanaman. Terjadinya akumulasi Mn di daun
menimbulkan gejala terjadinya perubahan warna dan penurunan bobot daun.
Menurut Marschner (1986) dalam Munawar (2011), gejala toksisitas Mn pada
tanaman ditunjukkan oleh noda-noda berwarna coklat pada daun-daun yang
dikelilingi oleh jaringan klorosis. Namun dalam penelitian ini, belum terlihat
perubahan yang signifikan pada warna daun akibat adanya unsur Mn.
Gejala keracunan unsur Al pada tanaman B. monoica juga terlihat pada
bobot biomassa tanaman yang mengalami penurunan. Terjadi penurunan biomassa
terbesar pada tanaman B. monoica yang ditanam pada tanah kuning. Hal ini
disebabkan karena kandungan Al yang tinggi pada tanah kuning hingga mencapai
9.28 me/100 gr. Setiadi (2014) menerangkan bahwa kandungan tanah dengan Al >
9 berada dalam kondisi berbahaya (hazardous soil). Keracunan Al menyebabkan
terhambatnya pembelahan sel pada akar sehingga menyebabkan akar pendek dan
menebal akibat penghambatan perpanjangan sel. Akar merupakan salah satu organ
yang berperan penting dalam penyerapan air dan unsur hara yang dibutuhkan oleh
tanaman (Tjitrosoepomo 1985). Terjadinya kerusakan akar menyebabkan
terganggunya fungsi akar dalam menyerap air dan unsur hara sehingga terjadi
defisiensi unsur hara yang berdampak pada terhambatnya pertumbuhan tanaman.
Terhambatnya pertumbuhan tanaman terlihat pada penurunan biomassa seluruh
bagian tanaman baik daun, batang, maupun akar tanaman.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kandungan Al pada tanah pasca tambang terbukti telah menurunkan
panjang akar, jumlah daun, serta biomassa pada tanaman B. monoica. Gejala
praktis akibat toksisitas Al pada tanaman B. monoica terlihat pada ujung akarnya
yang curling. Gejala yang ditimbulkan pada tanaman B. monoica menunjukkan
bahwa tanaman ini merupakan tanaman yang sensitif terhadap keberadaan toxic
Al pada tanah pasca tambang, sehingga kemungkinan dapat digunakan sebagai

22
biologis indikator untuk mendeteksi keberadaan toxic Al pada tanah pasca
tambang batu bara.

S