Peran Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Organ TestisAnak Tikus Usia Prapubertas

PERAN EKSTRAK TEMPE TERHADAP KINERJA ORGAN
TESTIS ANAK TIKUS USIA PRAPUBERTAS

RESYA SOFFIANA BINTI YASSIN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Peran Ekstrak Tempe
terhadap Kinerja Organ TestisAnak Tikus Usia Prapubertas” adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014
Resya Soffiana Yassin
NIM B04088014

ABSTRAK
RESYA SOFFIANA YASSIN. Peran Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Organ
TestisAnak Tikus Usia Prapubertas. Dibimbing oleh NASTITI KUSUMORINI
dan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.
Tempe merupakan produk olahan kedelai hasil fermentasi Rhizopus sp., dan
mengandung fitoestrogen yang berasal dari kelompok isoflavon. Penelitian ini
dilakukan untuk melihat potensi pemberian ekstrak tempe terhadap perkembangan
reproduksi tikus jantan (Rattus norvegicus) usia prapubertas. Tikus dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan dan
kelompok perlakuan yang diberi esktrak tempe sebanyak 0.25g/kgBB/haridari
umur 21 hari sampai 48 hari. Pada saat berumur 28, 42, dan 56 hari diambil
sampel dari testis, dan darah tikus jantan. Parameter yang diamati meliputi bobot
basah, bobot kering organ reproduksi jantan, total kadar DNA dan RNA, serta
konsentrasi testosteron. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan t-test
dengan selang kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan
hormon testosteron pada umur 42 dan 56 hari, total kadar RNA pada umur 28 dan

42 hari, tetapi terjadi penurunan total kadar DNA pada tikus yang diberikan
fitoestrogen.
Kata kunci: fitoestrogen, tempe, testis, testosteron, total DNA dan RNA

ABSTRACT
RESYA SOFFIANA YASSIN. The Role of Tempe Extract Treatment
inPrepuberty RatsTestesPerformance.Supervised by NASTITI KUSUMORINI
and ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.
Tempe is a fermented soy product from Rhizopus sp., and it contain
phytoestrogens derived from the isoflavones group. This research was conducted
to study the potential of tempe extract to the reproduction performance of
prepuberty male rats (Rattus norvegicus). Rats were divided into two groups,
which were control group without given any therapy and treatment group that has
been given 0.25 g/kgBW/day of tempe extract from the age of 21-days old until 48
days-old. At the age of 28, 42, and 56 days, samples of testes, and blood were
collected from male rats. The parameters observed were the wet and dry weight,
the total of DNA and RNA, and testosterone concentration. Data were analysed
using an Independent Samples T-Test method with 95% confidence interval.
Results showed that increasing of the rates of testosterone hormone at the age of
42 and 56 days, increasing in total of RNA at the age 28 and 42 days, but

decreasing in total of DNA rats given phytoestrogen therapy.
Keywords: phytoestrogens, tempe, testes, testosterone, total of DNA and RNA

PERAN EKSTRAK TEMPE TERHADAP KINERJA ORGAN
TESTISANAK TIKUS USIA PRAPUBERTAS

RESYA SOFFIANA BINTI YASSIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi: Peran Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Organ TestisAnak Tikus

Usia Prapubertas
: Resya Soffiana Yassin
Nama
: B04088014
NIM

Oisetujui oleh

Dr Ora Nastiti Kusumorini
Pembimbing I

Dr Drh Aryani Sismin Satyaningtijas. M.Sc
Pembimbing II

APVet

Tanggal Lulus :

29 APR 2014


Judul Skripsi : Peran Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Organ TestisAnak Tikus
Usia Prapubertas
Nama
: Resya Soffiana Yassin
NIM
: B04088014

Disetujui oleh

Dr Dra Nastiti Kusumorini
Pembimbing I

Dr Drh Aryani Sismin Satyaningtijas. M.Sc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian
dilaksanakan sejak bulan Januari – Juni 2013 dengan judul “Peran Ekstrak Tempe
terhadap Kinerja Organ Testis Anak Tikus Usia Prapubertas”.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Dra Nastiti
Kusumorini selaku dosen pembimbing skripsi dan akademik serta Ibu Dr Drh
Aryani Sismin S, MSc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing,
mengarahkan dan memberi saran positif kepada penulis selama penelitian dan
penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada
Ibu Ida, Ibu Sri, dan Pak Edi yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.
Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada
ayahanda Yassin, ibunda Wan Masamah, kakanda Lisa Sabrina, adinda Alfi dan
Nadeem, seluruh keluarga tercinta, teman-teman Geochelone, dan teman-teman
PKPMI atas segala doa dan kasih sayangnya. Penghargaan penulis sampaikan
kepada teman satu penelitian Novia Puspitasari, Noorsyakilah, dan ST. Nurul
Muslinah, yang telah banyak membantu selama pengumpulan data, serta sahabat
terbaik penulis Farhan, Syamimi, Sufi, Ashley, Dela, Farah, Hani, Mimi, Zati, dan

Adib .
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2014
Resya Soffiana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Biologi Umum Tikus


2

Isoflavon pada Tempe

3

Estrogen dalam Reproduksi Jantan

3

METODE

4

Waktu dan Lokasi Penelitian

4

Bahan dan Alat


4

Materi Penelitian

4

Prosedur Analisis Data

4

Parameter yang Diamati dan Teknik Pengukuran

5

Analisis Statistik

6

HASIL DAN PEMBAHASAN


6

Pengaruh Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Organ Testis Anak
Tikus Usia 28 Hari

6

Pengaruh Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Organ Testis Anak
Tikus Usia 42 Hari

7

Pengaruh Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Organ Testis Anak
Tikus Usia 56 Hari
SIMPULAN DAN SARAN

9
11

Simpulan

11

Saran

11

DAFTAR PUSTAKA

11

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL
1 Bobot basah, bobot kering, total DNA dan RNA organ testis serta
konsentrasi testosteron anak tikus usia 28 hari

6

2 Bobot basah, bobot kering, total DNA dan RNA organ testis serta
konsentrasi testosteron anak tikus usia 42 hari

8

3 Bobot basah, bobot kering, total DNA dan RNA organ testis serta
konsentrasi testosteron anak tikus usia 56 hari

10

DAFTAR GAMBAR
1 Bagan Prosedur Penelitian

5

DAFTAR LAMPIRAN
2 Metode penentuan kadar DNA

16

3 Metode penentuan kadar RNA

16

4 Hasil analisis kinerja organ testis anak tikus usia 28 hari

17

5 Hasil analisis kinerja organ testis anak tikus usia 42 hari

19

6 Hasil analisis kinerja organ testis anak tikus usia 56 hari

21

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Reproduction merupakan gabungan kata dari re yaitu kembali, dan
production berarti membuat atau menghasilkan, sehingga reproduksi mempunyai
arti suatu proses kehidupan manusia maupun hewan dalam menghasilkan
keturunan demi kelestarian hidup (Efendi dan Makhfudli 2009). Proses ini
dimulai dengan bersatunya sel telur dari betina dan sel spermatozoa dari jantan
yang membentuk zigot. Anak kemudian akan lahir dari pertumbuhan zigot selama
masa kebuntingan. Saat melakukan fungsinya, sistem reproduksi memerlukan
kehadiran hormon yaituhormon
steroid yang dihasilkan oleh testis dan
ovariumseperti testosteron dan estrogen.
Pada hewan jantan, sel interstitial (sel Leydig) pada testis akan
menghasilkan hormon testosteron yang penting dalam merangsang pertumbuhan
dan perkembangan organ reproduksi serta ciri seks sekunder (Cochran 2004).
Umur pubertas dan perkembangan testis sangat dipengaruhi oleh produksi
testosteron.Fungsi testosteron yaitu menimbulkan kelakuan kelamin (libido),
selain itu juga berpengaruh terhadap kemampuan hewan jantan untuk ereksi dan
ejakulasi (Hastono 2007). Testosteron diproduksi sebagai respon terhadap LH
(Luteinizing Hormone) dari kelenjar pituitari anterior, namun khusus pada hewan
jantan hormon ini disebut sebagai ICSH (interstitial cell stimulating hormone).
Sedangkan FSH (Follicle Stimulating Hormone) pada hewan jantan yang juga
berasal dari kelenjar pituitary anterior berperan dalam spermatogenesis, atau
pembentukan spermatozoa dalam tubulus seminiferi (Neal 2006).
Dewasa ini, penggunaan bahan alami asal tumbuhan yang mengandung
hormon atau fitohormon telah banyak dikembangkan.Fitoestrogen ialah substansi
asal tumbuhan yang menyerupai hormon estrogen yang memiliki struktur mirip
dengan 17-β-estradiol dan dapat berinteraksi dengan reseptor estrogen (RE).
Kedelai merupakan salah satu tanaman yang mengandung fitoestrogen yang
disebut isoflavon (Muchtadi 2010).Kandungan isoflavon pada kedelai berkisar 2 –
4 mg/g kedelai (Winarsi 2005).
Tempe adalah makanan tradisional yang sangat digemari masyarakat
Indonesia dan merupakan produk olahan kedelai hasil fermentasi jamur Rhizopus
sp. (Purwoko dkk 2001). Pada tempe, terdapat fitoestrogen yang berasal dari
kelompok isoflavon. Isoflavon ini terdiri atas tiga komponen yaitu daidzein,
genistein, dan glisitein (Rishi 2002).Namun, hanya genistein dan daidzein yang
merupakan komponen utama isoflavon.Di dalam kedelai atau produk olahannya,
kandungan daidzein berkisar antara 10.5-8.5 mg/100gBKsedangkan genistein
antara 26.8-120.5 mg/100gBK (Widodo 2005).Genistein dapat menjadi inhibitor
kuat untuk protein tirosin kinase (Akiyama et al. 1987) yang berkaitan dengan
reseptor sel untuk faktor-faktor pertumbuhan seperti mempengaruhi pengaturan
proliferasi sel (Kim et al. 1998).
Penelitian tentang genistein sebagai senyawa antifertilitas yang terkait
dengan sistem reproduksi jantan telah dilakukan. Hasil penelitian
menunjukkanbahwa pemberian genistein pada tikus jantan saat masa pubertas
dapat menurunkan jumlah sperma dalam testis dan epididymis(Lee et al. 2004a),

2
serta menyebabkan hiperplasia sel Leydig (Lee et al.2004b).Opalka et al. (2004)
juga menjelaskan bahwa pemberian genistein pada ayam dapat menurunkan
sekresi hormon testosteron.Sedangkan menurut Bajpai et al. (2003) pemberian
genistein mampu menghambat aktivitas protein tirosin kinase pada saat kapasitasi
dan motilitas spermatozoa.Sejalan dengan penelitian terdahulu, Astuti (2009)
menjelaskan bahwa pemberian tepung kedelai kaya isoflavon pada dosis 3
mg/ekor/hari tidak memberikan pengaruh terhadap konsentrasi spermatozoa dan
perkembangan bobot testis, tetapi bila dosis ditingkatkan menjadi 6mg/ekor/hari
dapat mengganggu fungsi dan kualitas spermatozoa.Berdasarkan hal tersebut,
perlu dilakukansuatu penelitian untuk mempelajari peran ekstrak tempe yang
mengandung isoflavon pada anak tikus jantan usia prapubertas terhadap kinerja
organ testis dengan melihat kadar testosteronnya yang dihubungkan dengan kadar
DNA dan RNA testis.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak
tempe pada anak tikus jantan usia prapubertas terhadap kinerja organ testis berupa
kadar DNA dan RNA testis, serta kadar hormon testosteron.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efektivitas
senyawa isoflavon pada tempe yang diberikan pada anak tikus jantan prapubertas
terhadap pertumbuhan reproduksi jantan. Data yang diperoleh diharapkan dapat
mendukung pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang biologi
reproduksi.

TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Umum Tikus
Hewan percobaan adalah hewan model yang dipilih berdasarkan syarat atau
standar dasar yang diperlukan dalam suatu penelitian biologis dan biomedis.Tikus
putih sering digunakan sebagai hewan percobaan (Ridwan 2013).Pada penelitian
ini, digunakan tikusputih (Rattus norvegicus)strain Sprague-Dawley jantan yang
mempunyai daya tahan terhadap penyakit dan cukup agresif dibandingkan strain
lainnya.
Menurut Smith & Mangkoewidjojo (1988) tikus memiliki masa kawin pada
saat berumur delapan sampai sembilan minggu. Tikus merupakan hewan
poliestrus dan berkembang biak sepanjang tahun. Periode estrus lebih sering
terjadi pada malam hari dan biasanya terjadi selama dua belas jam. Kelahiran anak
pada tikus putih dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi iklim dan

3
cuacayang optimal (khususnya suhu), pakan yang melimpah, sarang yang baik,
umur, dan kondisi induk yang optimal.

Isoflavon pada Tempe
Di Indonesia, kedelai merupakan salah satu pangan utama setelah padi dan
jagung. Menurut Muchtadi (2010), tempe dan tahu merupakan produk olahan
kedelai yang paling banyak dikonsumsi oleh penduduk golongan menengah dan
bawah. Kedelai juga mengandung isoflavon, yang merupakan salah satu golongan
flavonoid.Isoflavon berasal dari tumbuhan alami dan merupakan subgrup dari
fitoestrogen yang memiliki struktur mirip dengan 17-β-estradiol dan dapat
berikatan dengan reseptor estrogen (Pilsakova et al. 2010). Namun afinitas
reseptor estrogen (RE) ligan tersebut lebih rendah dibanding estrogen endogen sel
epitel dari jaringan reproduksi seperti kelenjar susu, ovari, dan testis yang
merupakan subyek dari aksi isoflavon (Astuti 2009).
Aktivitas estrogenik ini terjadi karena adanya gugus OH pada fitoestrogen,
estradiol, dan dietilstilbesrol. Isoflavon sebagai estrogen like, mengawali kerjanya
dengan meniru cara kerja estrogen (Winarsi 2005). Isoflavon berasal dari
tanaman bersifat inaktif, dan berada dalam bentuk glikosida yang kemudian
mengalami fermentasi oleh mikroflora usus yang mengubah biochanin A dan
formonetin oleh glucosidase menjadi unsur genistein, dan daidzein yang aktif.
Seterusnya, unsur daidzein akan menjadi equol dan O-desmethylangiolensin (ODMA), sedangkan genestein menjadi heterocyclicphenolic yang strukturnya
mempunyai persamaan dengan hormon estrogen melalui sistem enzim yang
kompleks dalam usus (Biben 2012).Menurut Mitchell et al. (2001), pada pria
berumur 18-46 tahun yang mengonsumsi produk olahan kedelai yang
mengandung isoflavon pada dosis rendah yaitu 40-70 mg/g tidak akan
mempengaruhi kualitas spermatozoa.

Estrogen dalam Sistem Reproduksi Jantan
Dewasa ini, testosteron dan estrogen sangat penting baik pada hewan jantan,
maupun hewan betina.Pada tahun 1970, telah ditemukan reseptor estrogen pada
testis dan epididimis, namun estrogen bukan merupakan hormon steroid yang
utama pada saluran reproduksi jantan (Danzo et al. 1975).Hipotesa ini berubah
pada tahun 90-an yang menyatakan bahwa estrogen tidak hanya penting pada
saluran reproduksi jantan, tetapi estrogen juga penting untuk fertilitas normal.
Cytochrome P450 aromatase pada hewan jantan, memiliki kemampuan untuk
mengubah androgen menjadi estrogen dalam testis sehingga dapat ditemukan
estradiol pada rete testis dalam konsentrasi yang tinggi (Setchell et al.
1983).Estrogen pada hewan jantan dapat dihasilkan dalam jumlah yang besar
melalui testis, akibat adanya stimulasi dari otak (Roselli et al. 1997).Pada awalnya,
dilaporkan bahwa sumber utama hormon estrogen pada hewan prapubertas adalah
melalui sel Sertoli(Van der Molen et al. 1981).Namun, pada testis hewan jantan
dewasa, sel Leydig terbukti menghasilkan aromatase (P450) dan aktif mensintesis
estradiol dalam jumlah lebih tinggi dibandingkan sel Sertoli (Payne et al. 1987).

4
METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Unit Pengelola Hewan Laboratorium (UPHL)
dan Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi,
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Waktu pengambilan data
dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juni 2013.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstraktempe yang
berasal dari tempe hasil ekstraksi menggunakan penambahan larutan ekstraksi
etanol 70% buatan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro),
aquades, formalin, dan eter. Dalam pengujian kadar RNA digunakan TCA 5%,
KOH 1 N, H2O, HCl 1 N, FeCl3 0.1%, orcinol dan standar RNA. Sedangkan
dalam pengujian kadar DNA digunakan Genomic DNA Mini Kit (Tissue) yang
mengandung GT buffer, GBT buffer, wash buffer, elution buffer dan Proteinase K.
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang tikus plastik
ditutup kawat kasa, timbangan analitik, sonde lambung, spoid 1 ml dan 3 ml, alas
bedah tikus, scalpel, pinset, gunting bedah, pot organ, tabung ependorf ,alat
sentrifugasi,mortar dan stamper, tabung reaksi, kit DRG Testosteroneenzyme
linked immunabsorbant assay (ELISA) EIA-1559 produksi DRG Instruments
GmbH, Germany, dan spektrofotometer Hitachi tipe U-2001.
Materi Penelitian
Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah 18 ekortikus
putih (Rattus norvegicus) jantan umur 21 hari yaitu umur lepas sapih. Penelitian
menggunakan kandang plastik berukuran 30x20x12 cm dilengkapi kawat kasa
penutup di bagian atasnya serta diberi alas sekam yang diganti secara
berkala.Selama penelitian,pakan dan minum diberikanad libitum.
Ekstrak tempe yang diberikan mengandung 87.55 mg isoflavon per 100
gram ekstrak tempe yang terdiri atas 83.30 mg daidzein dan 4.25 mg genestin.
Prosedur Analisis Data
Sebanyak 18 ekor tikus putih jantan yang telah disapih pada umur 21 hari
dibagi menjadi 2 kelompok percobaan yaitu, kelompok kontrol (K) yang tidak
diberikan ekstrak tempe sebanyak 9 ekor, dan kelompok perlakuan(P) juga
sebanyak 9 ekor yang diberikanekstrak tempe dengan dosis 0.25 g/KgBB/hari
dalam volume 0.5 ml.Ekstrak tempe diberikan secara force feeding menggunakan
sonde lambung selama 28 hari dimulai pada saat anak tikus berumur 21 hari
sampai 48 hari. Pada saat tikus berumur 28, 42, dan 56 hari, 3 ekor dari setiap
kelompok dinekropsi dan diambil sampel darah dan testis.Bagan prosedur
penelitian disajikan pada Gambar 1.

5
Anak tikus jantan prapubertas disapih umur 21 hari

Kontrol (K):
Tidak diberi
perlakuan
(9 ekor)

Usia28
hari
(3 ekor)

Usia 42
hari
(3 ekor)

Perlakuan (P):
Diberi ekstrak
tempe
(9 ekor)

Usia56
hari
(3 ekor)

Usia28
hari
(3 ekor)

Usia42
hari
(3 ekor)

Usia56
hari
(3 ekor)

Koleksi sampel (testis) dan darah

Diukur bobot basah testis, bobot kering testis,
kadar DNA dan RNA testis dan kadar
testosteron pada darah

Gambar 1 Bagan prosedur penelitian

Parameter yang Diamati dan Teknik Pengukuran
Bobot organ
Bobot basah organ testis ditimbang menggunakan timbangan analitik yang
dinyatakan dalam gram.Testis kemudian dimasukkan ke dalam botol berisi larutan
NBF (Neutral Buffered Formalin).Selanjutnya, organ testis dikeringkan
menggunakan oven dalam suhu 60oC selama 3 hari.Organ yang telah kering
ditimbang menggunakan timbangan analitik untuk mendapatkan data bobot
kering.Kemudian digerus untuk keperluan analisis DNA dan RNA.
Kadar DNA dan RNA Testis
Metode pengujian konsentrasi DNA dilakukan menggunakan Genomic DNA
Mini Kit (Tissue)dengan mengikuti instruksi prosedur perusahaan Geneaid (PT
Genetika Science Indonesia) seperti yang tertera dalam Lampiran 1. Sedangkan
pada penentuan kadar RNA dilakukan berdasarkan metode yang digunakan oleh
Manalu dan Sumaryadi (1998) seperti dalam Lampiran 2. Perhitungan total kadar
DNA dan RNA dapat diperoleh dengan rumus:
-

Total kadar DNA (mg) = Konsentrasi DNA (mg/g) X Bobot kering (g)
Total kadar RNA (mg) = Konsentrasi RNA (mg/g) X Bobot kering (g)

Konsentrasi hormon testosteron
Konsentrasi hormon testosteron didapat dari serum darah. Pengukuran
menggunakan teknik ELISA dengan memakai kit komersial. Pelaksanaan
dilakukan di Laboratorium Hormon, Unit Reproduksi dan Rehabilitasi,

6
Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, FKH-IPB.Hasil yang diperoleh
dinyatakan dalam satuan ng/mL.
Analisis Statistik
Parameter hasil pengukuran hormon reproduksi dan kadar DNA dan RNA
testis akan dinyatakan dengan rataan ± simpangan baku. Perbedaan antar
kelompok akan diuji secara statistika dengan uji independent sample t-test.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Pemberian Ekstrak Tempe Terhadap Kinerja Organ Testis Anak
Tikus Usia 28 Hari
Pengaruh pemberian ekstrak tempe terhadap kinerja organ testis anak tikus
jantan usia 28 hari dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Hasil yang diberikan
merupakan rataan ± SD.
Tabel 1Bobot basah, bobot kering, total kadar DNA dan RNA organ testis serta
konsentrasi testosteron anak tikus usia 28 hari
Kelompok
Parameter
Kontrol
Perlakuan
Bobot Basah (g)
0.129±0.023
0.133±0.023
Bobot Kering (g)
0.020±0.003
0.022±0.004
Total Kadar DNA (mg)
16.822±5.665
13.963±1.375
a
Total Kadar RNA (mg)
72.469±11.929
104.630±14.763b
Kadar Hormon Testosteron (ng/ml)
0.461 ± 0.085
0.391 ± 0.049
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang
samamenunjukkan hasil berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Dari hasil analisis statistik, bobot basah dan bobot kering testis anak tikus
berumur 28 hari menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak tempe belum mempengaruhi bobot testis.
Tidak berpengaruhnya ekstrak tempe terhadap bobot testis diduga karena dosis
isoflavon yang diberikan selama 7 hari masih sedikit.Pada usia 28 hari, jumlah
ekstrak tempe yang masuk kedalam tubuh hewan baru mencapai 1.75
g/kgBB/ekor yang setara dengan 1.53 mg/ekor isoflavon. Berdasarkan penelitian
Astuti (2009), peningkatan bobot testis, motilitas spermatozoa dan konsentrasi
spermatozoa baru dapat terjadi dengan pemberian dosis isoflavon 1.5
mg/ekor/hari selama 2 bulan.
Sejalan dengan bobot testis, kadar DNA tikus jantan usia 28 hari juga tidak
dipengaruhi oleh pemberian ekstrak tempe. Analisis kadar DNA dilakukan untuk
mengetahui terjadinya proliferasi sel. Menurut Ge et al. (2006), pada saat tikus

7
berumur 14-28 hari, terjadi pembelahan progenitor sel Leydig dan berubah
menjadi sel Leydig muda pada usia 35 hari. Progenitor dan sel Leydig yang belum
matang mempunyai kapasitasi untuk mengaktivasi mitotik, sedangkan sel Leydig
yang sudah matang memiliki kapasitasi penuh pada steroidogenik (Payne dan
Hales 2004).
Berbeda dengan DNA, kadar RNA testis tikus jantan usia 28 hari terlihat
memberikan hasil yang berbeda nyata (P0.05). Hal ini diduga karena testis
mulai mengalami proses perkembangan saat tikus jantan berumur 42 hari.
Peningkatan ini juga diduga karena aksi isoflavon yang terjadi pada jaringan
reproduksi yaitu testis.Isoflavon yang diberikan dapat berikatan dengan reseptor
estrogen, dengan sifatnya yang agonis ataupun antagonis (Hess 2003). Reseptor
estrogen dapat dibagi menjadi dua dalam jaringan tubuh dengan tempat distribusi
yang berbeda-beda, yaitu reseptor estrogen α (REα) yang lebih banyak terdistibusi
pada jaringan penyusun organ reproduksi dan reseptor estrogen β (REβ) yang
lebih terdistribusi di luar jaringan reproduksi (Matthews dan Gustafsson 2003).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti (1999),
yang menyatakan adanyaperubahan bobot testis setelah perlakuan genistein
diberikan secara injeksi dengan dosis 4 mg/kgBB/hari selama 40 hari. Namun
demikian, hasil penelitian tidak sejalan dengan Wahyuni (2012) yang melaporkan
bahwa terjadinya penurunan bobot testis tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
pada pemberian isoflavon dosis 3.78 mg/200gBB selama 48 hari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa total kadar DNA anak tikus jantan usia
42 hari masih belum memberikan pengaruh yang nyata (P>0.05).Bylund et al.
(2000) pernah melaporkan bahwa isoflavon pada kedelai dapat menyebabkan anti
proliferasi.Selain itu, fitoestrogen dilaporkan dapat mengurangi meiosis sintesis
DNA pada spermatosit primer (Svechnikov et al. 2005).Fitoestrogen mempunyai
kemampuan untuk berinteraksi dengan enzim dan reseptor, dan dapat menembus
membran sel karena memiliki struktur yang stabil dan berat molekular rendah
(Adlercreutz 1998).Interaksi ini menyebabkan ikatan pada estrogen reseptor,
sehingga dapat mengganggu metabolisme atau aksi hormon steroid, dan
mengubah struktur endoplasmik retikulum dan mempengaruhi transkripsi (Santti
et al. 1998).
Dengan meningkatnya bobot testis, total kadar RNA pada tikus jantan usia
42 hari juga meningkat secara signifikan.Sejalan dengan penelitian Mc Donald
(1980) yang melaporkan bahwa jika plasma testosteron dalam tubuh mencukupi,
maka daya retensi nitrogen sebagai protein tetap berlangsung, hal ini
memungkinkan terjadinya peningkatan bobot organ tubuh. Perkembangan tubuh

9
biasanya tidak terjadi secara seragam dan dengan mekanisme yang kompleks,
yaitu melalui proses proliferasi sel (hiperplasia) dan pembesaran (hipertrofi) sel
(Linder 1992). Selama berlangsungnya proses hipertrofi, sel-sel bertambah besar
ukurannya dan harus diimbangi dengan kadar dan mutu protein yang meningkat
(Winarno 1996). Menurut Shanet al. (1997), reseptor androgen mRNA dan kadar
protein paling tinggi terdapat pada hewan prapubertas sehingga penemuan ini
menyatakan bahwa perubahan sel Leydig menjadi matang dapat menjadi
androgen-sensitive dalam diferensiasi sel Leydig.
Sejalan dengan hasil analisis DNA, konsentrasi hormon testosteron pada
anak tikus jantan usia 42 hari juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
karena proliferasi dan diferensiasi sel belum maksimal sehingga belum dapat
meningkatkan konsentrasi testosteron. Hal ini karena tikus-tikus yang digunakan
masih dalam tahap pertumbuhan dan fungsi sel Leydig dalam menghasilkan
androgen tetap berjalan normal dengan pemberian tempe.Fritz et al. (2003)
menyatakan bahwa pemberian genistein pada dosis 5 mg/kg/hari mengakibatkan
terjadi penurunan aktivitas aromatase testis tikus yang mengubah testosteron
menjadi estradiol. Pada penelitian ini, pemberian ekstrak tempe dengan dosis 0.25
g/kgBB/hari dapat meningkatkan kadar RNA yang diduga menyebabkan
terjadinya peningkatan ABP dan sedikit peningkatan testosteron.Menurut
Watanabeet al. (2006), pemberian isoflavon tidak akan mempengaruhi hormon
reproduksi pria, dan ukuran testis. Pernyataan yang sama juga dinyatakan oleh
Committee on Toxicity of Chemicals in Food, Consumer Products and the
Environment yang telah menyelidiki bahwa pemberian suplemen isoflavon (40
mg/hari) selama 2 bulan terhadap pria non-vegetarian berusia 18-35 tahun tidak
mempengaruhi kadar estradiol, testosteron, LH, FSH, volume semen, jumlah
semen, motilitas, dan morfologi sperma, ataupun besar testis (Hughes dan Woods
2003).

Pengaruh Pemberian Ekstrak Tempe Terhadap Kinerja Organ Testis Anak
Tikus Usia 56 Hari
Pengaruh pemberian ekstrak tempe terhadap kinerja organ testis anak tikus
jantan usia 56 hari dapat dilihat pada Tabel 3. Secara umum, hasil analisis bobot
basah testis, bobot kering testis, kadar DNA dan RNA tikus jantan usia 56 hari
yang diberikan ekstrak tempe menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
(P>0.05). Hal ini kemungkinan karena pengaruh fitoestrogen semakin berkurang
setelah pemberian ekstrak tempe dihentikan pada usia 48 hari sehingga
perkembangan tubuh berjalan secara normal. Jumlah isoflavon yang sudah
memasuki tubuh tikus adalah sebanyak 7 g/kgBB/ekor ekstrak tempe yang setara
dengan 6.13 mg/g isoflavon.Menurut Safrida (2008), isoflavon yang terdapat
dalam tempe memiliki struktur yang serupa dengan estrogen sehingga mampu
berikatan dengan reseptor estrogen dan menggantikan fungsi dari estrogen.Namun,
ikatan antara isoflavon dan reseptor estrogen lebih lemah dibandingkan dengan
estrogen endogenous sehingga dibutuhkan jumlah isoflavon yang relatif banyak
untuk memperoleh efek yang memadai seperti estrogen endogenous (Tanu 2005).
Tabel 3Bobot basah, bobot kering, total kadar DNA dan RNA organ testis serta
konsentrasi testosteron anak tikususia 56 Hari

10
Kelompok
Parameter
Bobot basah (g)
Bobot kering (g)
Total Kadar DNA (mg)
Total kadar RNA (mg)
Kadar Hormon Testosteron (ng/ml)

Kontrol
1.130±0.576
0.146±0.071
12.591±2.650
443.240±196.508
0.610 ± 1.468

Perlakuan
1.389±0.419
0.176±0.045
11.853±0.418
599.790±135.205
1.453 ± 0.630

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan hasil berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Squires (2003) dan Bearden et al. (2004), menjelaskan bahwa testosteron
disintesis di dalam testis oleh sel-sel Leydig yang distimulasi oleh LH dari
kelenjar hipofisis. Setelah masuk ke sel-sel target pada hipotalamus, kelenjar
hipofisis, dan testis, testosteron langsung diikat oleh reseptor androgen (AR).
Selanjutnya kompleks testosteron dan AR mengikat gen pada rantai urutan DNA
tertentu dan mengatur kejadian transkripsi gen. Hal ini dapat memicu dan
mengatur proses spermatogenesis, dan merangsang libido. Secara umum,
spermatogenesis merupakan proses yang dikendalikan oleh sistem saraf melalui
poros hipotalamus-hipofisis-testis (HHT). Spermatogenesis dapat terganggu
apabila ada hormon atau anti hormon yang mengganggu poros HHT (Tadjudin
1986). Fitoestrogen akan bekerja seperti estrogen endogen yaitu akan memacu
proses sintesis DNA. DNA membangun protein secara tidak langsung sehingga
memerlukan RNA sebagai jembatan perantara dan sintesis protein.
Total kadar DNA testis tikus menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
diduga karena tikus usia 56 hari akan mencapai pubertas sehingga isoflavon yang
diberikan dapat bersifat antagonis terhadap reseptor estrogen. Abney & Myers
(1991) menyatakan kemampuan estrogenik yang didapatkan dalam genistein
sehingga dapat berikatan dengan reseptor estrogen dalam sel Leydig
menyebabkan hambatan terhadap enzim P450 17α-hidroksilase sehingga
terhambatnya proses steroidogenesis sehingga testosteron tidak terbentuk.Hardy et
al. (1990), telah melaporkan bahwa adanya diferensiasi progenitor sel Leydig
menjadi dewasa yang tidak matang secara in vitro tergantung pada keberadaan LH
dan dihydrotestosteron.
Total kadar RNA tikus berumur 56 hari, menunjukkan bahwa proses sintesis
protein dalam sel berjalan secara normal karena tikus akan memulai pelepasan
spermatozoa. Setelah spermatogenesis selesai, maka produksi ABP tidak
diperlukan lagi, dan sel sertoli akan menghasilkan hormon inhibin untuk memberi
umpan balik kepada hipofisa agar menekan sekresi FSH dan LH (Lestari 2007).
Kohn dan Clifford (2002) menyatakan bahwa perkembangan reproduksi tikus
mencapai dewasa sekitar 6 minggu, atau pada saat umur 40-60 hari. Berdasarkan
penelitian Sengupta (2011), pubertas pada tikus jantan tercapai saat tikus berumur
42 hari, sedangkan spermatogenesis bermula saat tikus berumur 5 hari dan
berlangsung selama 53 hari, dan terdapat kehadiran sperma pada epididimis pada
saat tikus berumur 55 hari.
Hasil analisis konsentrasi testosteron tidak berbeda nyata, tetapi cenderung
meningkat sebanyak dua kali. Pada penelitian yang dilakukan Astuti et al. (2008),

11
melaporkan bahwa pada konsentrasi isoflavon 22.2 mg/100gBB selama 2 bulan
dapat memberikan peningkatan kadar testosteron pada tikus jantan. Berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Karahalil (2006), salah satu dampak
negatif yang ditimbulkan akibat pemberian fitoestrogen yang tinggi adalah
terjadinya penurunan kadar testosteron yang menyebabkan penurunan kualitas
spermatozoa. Glover dan Assinder (2006) juga menyimpulkan bahwa dengan
pemberian diet kaya fitoestrogen pada tikus jantan dewasa Sprague-Dawley, kadar
testosteron dan androestenidiondalam jangka pendek menurun secara signifikan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian ekstrak tempe dengan dosis 0.25 g/kgBB/hariyangdiberi sejak
usia tikus 21 haricenderungmeningkatkan hormon testosteron pada umur 42 dan
56 hari (P>0.05). Esktrak tempe dengan dosis 0.25 g/kgBB/hari
meningkatkansintesis protein pada testis dengan adanya peningkatantotal kadar
RNA pada tikus usia 28 dan 42 hari.

Saran
Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut pada saat tikus jantan memasuki usia dewasa kelamin
dengan dosis yang bertingkat sehingga dapat diketahui secara pasti pengaruh
pemberian fitoestrogen terhadap perkembangan reproduksi jantan.

DAFTAR PUSTAKA
Abney TO, Myers RB. 1991. 17β estradiol inhibition of leydig cell regeneration in
the ethane dimethyl sulfonate treated mature rat. J Androl. 12:295-304.
Adlercreutz H. 1998. Evolution, nutrition, intestinal microflora,and prevention of
cancer: a hypothesis. Proc Soc Exp Biol Med.217: 241–246.
Akinola OB, Akinlolu AA, Adekeye NA, Oladosu OS, Dosumu OO, Olatunji
LA.2007. Effect of Methanol Extract of Soy on Testicular Morphometry and
Plasma Testosterone Levels. Pak J Pathol 18(1):120-124.
Akiyama T, Ishida J, Nakagawa S, Ogawara H, Watanabe S, Itoh N, Shibuya M,
Fukami Y. 1987. Genistein, a specific inhibitor of tyrosine-specific protein
kinases.J Biol Chem 262(12):5592-5595.
Astuti S. 1999. Pengaruh tepung kedelai dan tempe dalam ransum terhadap
fertilitas tikus percobaan.[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Astuti S, Muchtadi D, Astawan M, Purwantara B dan Wresdiyati T. 2008.
Pengaruh pemberian tepung kedelai kaya isoflavon, seng (Zn) dan vitamin E

12
terhadap kadar hormon testosteron serum dan jumlah sel spermatogenik pada
tubuli seminiferi testis tikus jantan. JIlmu Ternak dan Vet13(4):288-293.
Astuti S. 2009. Kualitas spermatozoa tikus jantan yang diberi tepung kedelai kaya
isoflavon. Majalah Kedokteran Bandung. 41(4):180-186.
Bajpai, M., Asin, S., Doncel, G. 2003.Effect of Tyrosine Kinase Inhibitors on
Tyrosine Phosphorylation and Motility Parameters in Human Sperm.Arch
Androl 49:229-246
Bearden HJ, John WF, Scott TW. 2004. Applied Animal Reproduction. 6thed. New
Jersey (US): Pearson Prentice Hall.
Biben, H. A. 2012. Fitoestrogen: Khasiat Terhadap Sistem Reproduksi, non
Reproduksi dan Keamanan Penggunaannya.Proceeding Seminar. Penelitian
Kesehatan. Bandung (ID). Pp 1-7
Bylund A, Zhang JX, Bergh A, Damber JE, Widmark A, Johansson A,
Adiercreutz H, Aman P, Shepherd MJ, Hallmans G. 2000. Rye bran and soy
protein delay growth and increase apoptosis of human LNCaP prostate
adenocarcinoma in nude mice. Prostate 42(4): 304-14
Cochran PE. 2004. Laboratory Manual for Comparative Veterinary Anatomy and
Physiology. New York (US): Delmar of Thomson Learning Inc.
Danzo BJ, Eller BC, Judy LA, Trautman JR & Orgebin-Crist MC. 1975.Estradiol
binding in cytosol from epididymides of immature rabbits.Mol Cell
Endocrinol2: 91-105.
Dewantoro E. 2001. Rasb RNA/DNA, karaker morfometrik dan komposisi daging
ikan mas (Cyprinus carpio L.) strain sinyonya, karper kaca dan hibridanya.
[Tesis]. Bogor (ID): lnstitut Pertanian Bogor.
Efendi F, Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik
dalam Keperawatan. Jakarta (ID): Penerbit Salemba Medika.
Fritz, W.A., M.S. Cotroneo, J. Wang, I.E. Eltoum dan C.A. Lamartiniere. 2003.
Dietary diethylstilbestrol but not genistein adversely affects rat testicular
development. J Nutr 133: 2287-2293
Ge RS, Dong Q, Sottas CM, Papadopoulos V, Zirkin BR, Hardy MP. 2006. In
search of rat stem Leydig cells: identification, isolation, and lineage-specific
development. Proc Natl Acad Sci (USA) 103:2719-2724
Glover A, Assinder SJ. 2006. Acute exposure of adult male rats to dietary
phytoestrogens reduces fecundity and alters epididymal steroid hormone
receptor expression. J Endocrinol. 189:565-573.
Hardy MP, Kelce WR, Klinefelter GR, Ewing LL. 1990.Differentiation of Leydig
cell precursors in-vitro: a role for androgen. Endocrinol 127:488-490.
Hastono.2007. Kandungan Hormon Testosteron pada Berbagai Aktivitas Seksual
Domba Garut Jantan.Seminar Nasional.Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak.
Hess R. A. 2003. Estrogen in The Adult Male Reproductive Tract : A Review.
Reprod Biol Endocrinol1: 52
Hughes I,Woods HF, 2003. Phytoestrogen and Health: Committe on Toxicity of
Chemicals in Food,Consumer Product and The Environment.London
(USA):Crown Copyright
Karahalil B. 2006. Benefits and Risk of Phytoestrogens.In Phytoestrogens in
functional foods. Edited by Yildiz F, Florida (US): CRC Press Taylor &
Francis Group 33-210

13
Kim H, Peterson TG, Barnes S. 1998. Mechanism of action of the soyisoflavone
genestein: emerging role of its effects through transforming growth factor beta
signaling. Am J Clin Nutr68:1418S-1425S.
Kohn DF, Clifford CB. 2002. Biology and diseases of rats. 2nd ed. Fox JG,
Anderson LC, Loew FM, Quimby FW, editor. New York (US): Academic
Press.
Lee BJ, Kang JK, Jung EY, Yun YW, Baek IJ, Yon JM, Lee YB, Sohn HS, Lee
JY, Kim KS, Nam YS. 2004a. Exposure to genistein does not adversely affect
the reproductive system in adult male mice adapted to a soy baed commercial
diet. J Vet Sci 5(3):227-234.
Lee BJ, Kang JK, Jung EY, Yun YW, Baek IJ, Yon JM, Lee YB, Sohn HS, Lee
JY, Kim KS, Nam YS. 2004b. Effect exposure to genistein during pubertal
developmant on the reproducive system of male mice. J Reprod Develop
50(4):399-409.
Lestari TD. 2007. Peran Inhibin pada Proses Reproduksi Ternak. Bandung (ID) :
Universitas Padjajaran
Linder MC 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta (ID): Penerbit UI
Press
Malole MBM, Pramono CS. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan
Laboratorium. Bogor (ID): Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi.
Institut Pertanian Bogor.
Manalu W, Sumaryadi MY. 1998. Maternal serum progesterone concentration
during gestation and mammary gland growth and development at parturition in
javanese thin-tail ewes with carrying a single or multiple fetuses.Small Rum
Res 27:131-136.
Matthews J, Gustafsson JA. 2003. Estrogen Signaling: a subtle balance between
ER alpha and ER beta. Mol Interv 3:281-292.
Mc Donald, G.W. 1980. Veterinary Endocrynology and Reproduction.
Philadelphia (USA): Lea and Febiger.
Mitchell JH, Elizabeth C, Kinnibeurgh D, Provan A, Collins AR, Irvin DS. 2001.
Effect of phytoestrogen food supplement on reproducting health in normal
males. Clin Sci 100(6):8-618.
Muchtadi D. 2010.Kedelai Komponen Bioaktif untuk Kesehatan. Bandung (ID):
Penerbit Alpabeta.
Neal MJ. 2006. At a Glance Farmakologi Medis. 5th ed. Jakarta (ID): Erlangga.
Opalka M, Kaminska B, Ciereszko R, Dusza L. 2004. Genistein affects
testosterone secretion by Leydic cells in roosters (Gallus gallus domesticus).
Biol Reprod 4(2):185-193.
Payne AH, Perkins LM, Georgiou M and Quinn PG. 1987.Intratesticular site of
aromatase activity and possible function of testicular estradiol.Steroids 50:
435-448.
Payne AH, Hales DB. 2004. Overview of steroidogenic enzymes in the pathway
from cholesterol to active steroid hormones. Endocr Rev 25:947-970
Pilsakova, L., Riecansky, I and Jagla, F. 2010.The Physiological Actions of
Isoflavone Phytoestrogens.Physiol Res 59: 651 – 664
Purwoko T, Suyanto P, Indrawati G. 2001. Biotransformasi isoflavon oleh
Rhizopus oryzae.BioSMART 3(2):524.

14
Ridwan E. 2013. Etika pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitian kesehatan.
Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB). J Indon
Med Assoc. 63(3):112-116.
Rishi KR. 2002. Phytoestrogens in health and illness.IndJ Phar. 34:311-320.
Roselli CE, Abdelgadir SE, & Resko JA. 1997. Regulation of aromatase gene
expression in the adult rat brain. Brain Res Bull44: 351-357.
Safrida. 2008. Perubahan kadar hormon estrogen pada tikus yang diberi tepung
kedelai dan tepung tempe.[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Santti R, Mäkelä S, Strauss L, Korkman J, Kostian M-L. 1998. Phytoestrogens:
potential endocrine disruptors in males. Toxicol Ind Health14: 223–237.
Sengupta P. 2011. A scientific review of age determination for a laboratory rat:
how old is it in comparison with human age? Biomed Int(2):81-89.
Setchell BP, Laurie MS, Flint AP & Heap RB. 1983. Transport of free and
conjugated steroids from the boar testis in lymph, venous blood and rete testis
fluid. J Endocrinol 96: 127-136.
Shan LX, Bardin CW &Hardy MP. 1997. Immunohistochemical analysis of
androgen effects on androgen receptor expression in developing Leydig and
Sertoli cells.Endocrinol 138(3); 1259-1266.
Smith JB, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan
Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press.
Squires EJ. 2003. Applied Animal Endocrinology. Wallingford (UK): Cabi
Publishing.
Svechnikov K, Supornsilchai V, Strand ML, Wahlgren A, Seidlova-Wittke D,
Wuttke W, Soder O. 2005. Influence of long-term dietary administration of
procymidone, a fungicide with anti-androgenic effects, or the phytoestrogen
genistein to rats on the pituitary-gonadal axis and Leydig cell steroidogenesis. J
Endocrinol 187: 117-24.
Tadjudin, MK. 1986. Cara Keluarga Berencana Hormonal pada Pria.Prosiding
kongres Nasional 1. Jakarta (ID): Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
Tanu I. 2005.Farmakologi dan Terapi. 4th ed. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.
Van der Molen HJ, Brinkmann AO, de Jong FH & Rommerts FF.
1981.Testicularoestrogens.J Endocrinol 89: 33P-46P.
Wahyuni RS. 2012. Pengaruh isoflavon kedelai terhadap kadar hormon
testosteron berat testis diameter tubulus seminiferus dan spermatogenesis tikus
putih jantan (Rattus norvegicus).[Tesis]. Padang (ID): Universitas Andalas
Padang.
Watanabe S, Gang ZV, Melby MK, Ishiwata N, Kimira M. 2006. Systematic
review of intervention using isoflavon supplement and proposal for further
studies.Soy in health and disease prevention. Sugono M, editor. Florida (US) :
CRC Press Taylor & Francis Group LLC.
Weber KS, Setchell KD, Stocco DM, Lephart ED.2001. Dietary soyphytoestrogens decrease testosterone levels and prostate weight without
altering LH, prostate 5alpha-reductase or testicular steroidogenic acute
regulatory peptide levels in adult male Sprague-Dawley rats. J Endocrinol
170:591-599
Widodo J. 2005. Isoflavon, makanan ajaib.http://www.pdpersi.co.id [28
Desember 2013]

15
WinarnoFG.1996. Gizi Bayi dan Balita, Kaitannya pada Kecerdasan.Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor
Winarsi. 2005. Isoflavon, Berbagai Sumber, Sifat dan Manfaatnya pada Penyakit
Degeneratif. Yogyakarta (ID): UGM University Press.
Zaneveld LJD, Chatterton RT. 1982. Biochemistery of Mammalian Reproduction.
New York (US): A Wiley-Interscience Publication.

16
Lampiran 1

Metode penentuan kadar DNA (PT Genetika Science Indonesia
2008)

Ekstraksi sampel dalam oven
(50-60oC)
• Digerus dan dihomogenkan
dalam micropastle

Ditambahkan 200 µl larutan
GT buffer
• Dihomogenkan dengan
pengilingan

Ditambahkan 20 µl larutan
proteinase K
• Diaduk kuat dan diinkubasi
selama 30 menit

Ditambahkan 200 µl
GBT buffer
• Dihomogenkan (5 detik)
dan diinkubasi (60oC
selama 20 menit)

Lampiran 2

Column matrix dari GD
column disentrifus kemudian
ditambahkan 100 µl larutan
elution buffer yang telah
dipanaskan dan dibiarkan
selama 5 menit
Ditambahkan 600 µl Wash
buffer + etanol
• Disentrifus pada kecepatan
1500 rpm (30 detik)

Eluen disentrifus
dengan kecepatan 1500
rpm selama 30 detik

Dibaca dengan
spektrofotometer U2001 Merk Hitachi 670
µm pada panjang
gelombang 260 µm

Ditambahkan 400 µl larutan WI
buffer
• Disentrifus pada kecepatan 1500
rpm (30 detik)

Ditambahkan 200 µl larutan
etanol
• Dihomogenkan (10 detik) dan
dipindahkan ke GD column dan
disentrifus dengan kecepatan
1500 rpm selama 2 menit

Metode penentuan kadar RNA (Manalu dan Sumaryadi 1998)

Ekstraksi sampel dalam oven
(50-60oC)
• Digerus dan dihomogenkan
dalam tabung reaksi

Ditambahkan 10 ml KOH 1 N
• Diletakkan pada penangas air
37oC (5 jam)

Diletakkan di wadah berisi es
ditambahkan 100 µl HCl 6 N

Ditambahlan 5 ml TCA 5%
• Disentrifus dengan kecepatan
2500 rpm selama 10 menit

Tabung reaksi diberi label
blank, standar, dan sampel
untuk pewarnaan dan
pengujian kadar RNA

Diisi reagen FeCl3 0.1%
dan 100 µl orcinol
10.75% (kuning)

Supernatan hasil ekstraksi
pertama dan kedua
diencerkan sampai volume
15 ml dengan TCA 5%

Ditutup dengan
aluminium foil dan
diletakkan pada
penangas selama 30
menit (hijau)

Pelet yang diperoleh diekstraksi
ulang dengan 5 ml TCA 5%
• Disentrifus dengan kecepatan 2500
rpm selama 15 menit

Supernatan yang dihasilkan
dituang pada tabung 15 ml
dan disimpan

Dibaca dengan
spektrofotometer U2001 Merk Hitachi 670
µm pada panjang
gelombang 280 µm

Lampiran 3

Hasil analisis kinerja organ testis anak tikus usia 28 hari
Group Statistics
KELOMPOK

N

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

Kontrol

3

.12933

.022979

.013267

Perlakuan

3

.13320

.022814

.013172

Kontrol

3

.01967

.003009

.001737

Perlakuan

3

.02183

.004102

.002368

Kontrol

3

1.68220E1

5.664808

3.270578

Perlakuan

3

1.39637E1

1.374939

.793821

Kontrol

3

7.24690E1

11.928803

6.887098

Perlakuan

3

1.04634E2

14.762602

8.523193

Kontrol

3

.46100

.084870

.049000

Perlakuan

3

.39100

.048497

.028000

Bobot Basah

Bobot Kering

TotalKadar DNA

Total Kadar RNA

Kadar Hormon Testosteron

17

18

Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of

t-test for Equality of Means

Variances
95% Confidence Interval of the
F

Sig.

t

df

Sig. (2-

Mean

Std. Error

tailed)

Difference

Difference

Difference
Lower

Bobot

Equal variances assumed

Basah

Equal variances not assumed

Bobot

Equal variances assumed

Kering

Equal variances not assumed
Equal variances assumed

.011

.598

3.848

.921

.483

.121

Upper

-.207

4

.846

-.003867

.018695

-.055772

.048039

-.207

4.000

.846

-.003867

.018695

-.055773

.048040

-.738

4

.502

-.002167

.002937

-.010321

.005988

-.738

3.669

.505

-.002167

.002937

-.010619

.006286

.849

4

.444

2.858333

3.365536

-6.485894

12.202560

.849

2.235

.477

2.858333

3.365536

-10.257699

15.974365

-2.935

4

.043

-32.165333

10.957962

-62.589512

-1.741154

-2.935

3.831

.045

-32.165333

10.957962

-63.125881

-1.204785

1.240

4

.283

.070000

.056436

-.086691

.226691

1.240

3.180

.298

.070000

.056436

-.103979

.243979

Total Kadar DNA
Equal variances not assumed
Equal variances assumed

.325

.599

Total Kadar RNA
Equal variances not assumed
Kadar Hormon

Equal variances assumed

Testosteron

Equal variances not assumed

1.263

.324

Lampiran 4

Hasil analisis kinerja organ testis anak tikus usia 42 hari
Group Statistics
KELOMPOK

Bobot Basah

Bobot Kering

Total Kada rDNA

Total Kadar RNA

Kadar Hormon Testosteron

N

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

Kontrol

3

.46177

.095245

.054990

Perlakuan

3

.80563

.199057

.114926

Kontrol

3

.06717

.015897

.009178

Perlakuan

3

.10553

.024004

.013859

Kontrol

3

1.38457E1

3.524539

2.034894

Perlakuan

3

1.22167E1

2.127820

1.228497

Kontrol

3

2.37056E2

51.808120

29.911432

Perlakuan

3

3.70832E2

61.746971

35.649630

Kontrol

3

.32933

.046069

.026598

Perlakuan

3

.42633

.116895

.067489

19

20

Independent Samples T