Peran Ekstrak Tempe pada Masa Prapubertas terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Betina Rattus norvegicus

PERAN EKSTRAK TEMPE PADA MASA
PRAPUBERTAS TERHADAP KINERJA REPRODUKSI
TIKUS BETINA Rattus norvegicus

ST. NURUL MUSLINAH MUHIDDIN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Ekstrak Tempe
pada Masa Prapubertas terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Betina Rattus
norvegicus adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
ST. Nurul Muslinah Muhiddin
NIM B04090008

ABSTRAK
ST. NURUL MUSLINAH MUHIDDIN. Peran Ekstrak Tempe pada Masa
Prapubertas terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Betina Rattus norvegicus.
Dibimbing oleh NASTITI KUSUMORINI dan ARYANI SISMIN
SATYANINGTIJAS.
Ekstrak tempe merupakan salah satu bentuk olahan kedelai yang
mengandung fitoestrogen. Penelitian dilakukan untuk menganalisa potensi
estrogenik tempe pada masa prapubertas terhadap kinerja reproduksi yang
dilakukan menggunakan tikus (Rattus nonvergicus) betina berusia 21 hari. Tikus
dibagi menjadi kelompok kontrol (tanpa diberi ekstrak tempe) dan kelompok
perlakuan (diberi ekstrak tempe dengan dosis 6.25 g/kgBB). Pemberian ekstrak
tempe dilakukan selama 28 hari. Pada umur 28, 42, dan 56 hari dilakukan
pengambilan sampel ovarium, uterus dan darah. Parameter yang diamati adalah
bobot badan, bobot ovarium, bobot uterus dan kadar hormon reproduksi berupa
estrogen dan testosteron. Analisis data menggunakan metode Independent

Samples T-Test dengan selang kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan
peningkatan bobot badan, bobot ovarium, dan bobot uterus kelompok perlakuan
lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol pada umur 42 hari.
Pemberian fitoestrogen diduga dapat memberikan pengaruh berupa peningkatan
estrogen dan testosteron yang terjadi pada umur 42 hari.
Kata kunci: ekstrak tempe, estrogen, fitoestrogen, ovarium, uterus, prapubertas

ABSTRACT
ST. NURUL MUSLINAH MUHIDDIN. The Role of Tempe Extract in
Prepuberty to The Reproductive Performance of Female Rat Rattus norvegicus.
Supervised by NASTITI KUSUMORINI and ARYANI SISMIN
SATYANINGTIJAS.
Tempe extract is one of soybean processed that has phytoestrogens within
it. Research was conducted to analyse the potency of tempe estrogenic at
prepuberty periode to reproduction system in female rats (Rattus nonvergicus) at
the age of 21 days. Rats were divided into control group (without given tempe
extract) and treatment group (given 6.25 g/kgBW tempe extract). Tempe extract
were given during 28 days. At the age of 28, 42, and 56 days, samples of ovarium,
uterus, and blood were collected from the female rats. Parameters observed were
body weight, ovarium weight, uterus weight, and reproduction hormone content

which were estrogen and testosteron. Data were analysed using Independent
Samples T-Test methode with 95% confidence interval. Results showed that
increasing of ovarium weight of treatment group is higher than control group at
the age of 42 days. Phytoestrogens given is assumed to increase estrogen and
testosteron at female rats at the age of 42 days.
Keywords : estrogen, ovarium,phytoestrogen, prepuberty, tempe extract, uterus

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERAN EKSTRAK TEMPE PADA MASA
PRAPUBERTAS TERHADAP KINERJA REPRODUKSI
TIKUS BETINA Rattus norvegicus


ST. NURUL MUSLINAH MUHIDDIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Peran Ekstrak Tempe pada Masa Prapubertas terhadap Kinerja
Reproduksi Tikus Betina Rattus norvegicus
Nama
: ST. Nurul Muslinah Muhiddin
NIM
: B04090008


Disetujui oleh

Dr Nastiti Kusumorini
Pembimbing I

Dr drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah reproduksi,

dengan judul Peran Ekstrak Tempe pada Masa Prapubertas terhadap Kinerja
Reproduksi Tikus Betina Rattus norvegicus.
Dengan penuh rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Dr Nastiti Kusumorini dan Ibu Dr drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberi saran dan wawasan. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Novia Puspitasari,
Noorsyakilah Binti Mohamud dan Resya Soffiana yang telah bersama-sama
berjuang dalam mengumpulkan data penelitian. Penulis juga berterima kasih
kepada Ibu Ida, Ibu Sri dan Bapak Edi yang telah membantu peneliti di
laboratorium dan kandang. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
seluruh teman-teman Geochelone (Angkatan 46) untuk dukungan dan motivasi
yang diberikan. Karya ini penulis persembahkan untuk Ayah (Muhiddin Pata), Ibu
(Mantasia Surullah), kakak dan adik serta seluruh keluarga atas segala doa dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
ST. Nurul Muslinah Muhiddin

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA
Reproduksi pada Betina

2

Fitoestrogen pada Tempe

3

METODE

3


Waktu dan Tempat

3

Alat dan Bahan

3

Prosedur Penelitian

4

Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

5


Pengaruh Ekstrak Tempe terhadap Pertambahan Bobot Badan

5

Pengaruh Ekstrak Tempe terhadap Bobot Ovarium

5

Pengaruh Ekstrak Tempe terhadap Bobot Uterus

7

Kadar Hormon Estrogen dan Testosteron

7

SIMPULAN DAN SARAN

9


Simpulan

9

Saran

9

DAFTAR PUSTAKA

9

LAMPIRAN

12

RIWAYAT HIDUP

20

DAFTAR TABEL
1 Rataan bobot bobot badan tikus betina pada umur 28, 42 dan 56 hari
2 Rataan bobot ovarium (g) dan persentase rasio bobot ovarium terhadap
bobot badan tikus betina pada umur 28, 42 dan 56 hari
3 Rataan bobot uterus (g) dan persentase rasio bobot uterus terhadap
bobot badan tikus betina pada umur 28, 42 dan 56 hari
4 Rataan kadar hormon estrogen dan testosteron serta rasio kadar
estrogen terhadap testosteron (E/T) tikus betina pada umur 28, 42 hari
dan 56 hari

5
6
7

8

DAFTAR GAMBAR
1 Bagan prosedur penelitian

4

DAFTAR LAMPIRAN
1 Cara pembuatan esktrak tempe
2 Analisis statistik rataan bobot badan pada umur 28, 42 dan 56 hari
3 Analisis statistik rataan bobot ovarium dan rasio persentase ovarium
terhadap bobot badan pada umur 28, 42 dan 56 hari
4 Analisis statistik rataan bobot uterus dan rasio persentase bobot uterus
terhadap bobot badan pada umur 28, 42 dan 56 hari
5 Analisis statistik kadar hormon estrogen dan hormon testosteron serta
rasio estrogen terhadap testosteron pada umur 28, 42 dan 56 hari

12
13
14
16
18

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Reproduksi merupakan keseluruhan suatu proses yang meliputi
perkembangbiakan makhluk hidup dari sel kecambah sampai terbentuk individu
baru. Sistem reproduksi melibatkan suatu substansi yang penting yaitu hormon
(Hafez et al. 2000). Pengaturan hormon reproduksi betina dimulai oleh
hipotalamus yang menghasilkan Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH)
untuk merangsang hipofise anterior melepaskan hormon gonadotropin yaitu
Follicle-Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Selanjutnya,
FSH dan LH akan menginduksi sekresi hormon estrogen dan testosteron melalui
proses pematangan folikel ovarium (Campbell et al. 2004). Menurut Vander et al.
(2001) selama masa prapubertas, konsentrasi hormon gonadotropin dalam plasma
sangat rendah. Hal ini berdampak pada rendahnya kadar estrogen dalam tubuh
sehingga belum mampu menginduksi terjadinya proses reproduksi. Hormon
estrogen juga berpengaruh terhadap perkembangan organ reproduksi yang akan
mulai berfungsi pada saat mencapai pubertas (Ganong 2003). Kekurangan hormon
estrogen dapat menyebabkan gangguan kinerja reproduksi seperti gangguan siklus
estrus, tidak berkembangnya uterus (Ganong 2003) dan penurunan tingkat
fertilitas (Guyton dan Hall 1997).
Kedelai dan produk fermentasinya telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan
pangan khususnya di kawasan Asia. Di Indonesia, salah satu produk fermentasi
kedelai yang paling banyak dikonsumsi adalah tempe (Muchtadi 2010). Menurut
data Badan Pusat Statistik (BPS) (2011), rataan konsumsi tempe di Indonesia pada
tahun 2011 sekitar 7,3 kg/orang/tahun. Selain memiliki nilai gizi yang tinggi,
salah satu kandungan tempe yang banyak diunggulkan adalah fitoestrogen. Barnes
(2010) menyatakan senyawa fitoestrogen pada tempe dapat menjadi sumber
estrogen eksogen. Fitoestrogen merupakan senyawa yang memiliki efek
estrogenik karena memiliki struktur yang mirip dengan 17β-estradiol yang
merupakan salah satu bentuk utama estrogen. Dengan demikian, fitoestrogen
dapat berikatan pada reseptor estrogen (Tsouronis 2004).
Pada tempe,
fitoestrogen golongan isoflavon memiliki tiga komponen dengan kandungan
terbesar yaitu daidzein, genistein, dan glisetein (Anupongsanugool et al. 2005,
Watanabe et al. 2005).
Penelitian fitoestrogen kedelai dan produk olahannya telah banyak dikaji
dengan mengarahkan pada fungsi tubuh terhadap proses yang melibatkan hormon
estrogen. Penelitian mengenai kedelai dan produknya telah dilakukan seperti
penggunaan kedelai oleh Putra (2009) dan Sari (2012) yang menggunakan susu
kedelai fermentasi sebagai sumber fitoestrogen. Suprihatin (2008) melalui
penelitiannya membuktikan dengan pemberian tepung tempe pada tikus betina
usia prapubertas memberikan tampilan adanya peningkatan kinerja reproduksi
yang meliputi jumlah korpus luteum, jumlah embrio, jumlah anak yang dilahirkan
dan jumlah produksi susu. Penelitian ini dilakukan dengan mengkaji pengaruh
paparan fitoestrogen yang berasal dari ekstrak tempe pada masa prapubertas
terhadap kinerja reproduksi tikus. Pemberian fitoestrogen pada prapubertas
dimungkinkan dapat memengaruhi kondisi hormon menjelang pubertas karena

2
fitoestrogen memiliki efek estrogenik. Dengan demikian, adanya paparan
fitoestrogen pada masa prapubertas diharapkan dapat meningkatkan kinerja
reproduksi tikus betina pada masa pubertas.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian fitoestrogen
dari ekstrak tempe pada masa prapubertas terhadap perkembangan kinerja
reproduksi betina tikus Rattus norvegicus meliputi bobot badan, bobot ovarium,
bobot uterus dan kadar estrogen serta testosteron.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang efektivitas
pemberian fitoestrogen pada masa prapubertas terhadap perkembangan kinerja
reproduksi betina saat mencapai pubertas.

TINJAUAN PUSTAKA
Reproduksi pada Betina
Ovarium merupakan organ reproduksi primer pada betina yang
menghasilkan ovum serta mensekresikan hormon reproduksi yaitu estrogen dan
progesteron. Fungsi ovarium secara langsung diatur oleh hormon gonadotropin
pada hipofisis anterior yaitu FSH dan LH. Hormon gonadotropin ini diatur oleh
GnRH yang berasal dari hipotalamus (Hafez et al. 2000). FSH adalah hormon
yang merangsang pertumbuhan dan pematangan folikel ovarium yang akan
berkembang dan menghasilkan estrogen. Estrogen yang terdapat secara alamiah
dalam tubuh adalah 17β-estradiol, estron dan estriol. Hormon estrogen
disekresikan oleh sel teka interna dan sel granulosa folikel ovarium. Sekresi
estrogen dari sel granulosa oleh pengaruh FSH yang bekerja melalui adenosine
monophospat (AMP) siklik untuk meningkatkan aktivitas aromatase. Aromatase
adalah enzim yang mengkatalisis perubahan androstenedion menjadi estron dan
perubahan testosteron menjadi 17β-estradiol. LH bekerja melalui adenosine
monophospat (AMP) siklik untuk meningkatkan perubahan kolesterol menjadi
androstenedion. Sebagian androstenedion diubah menjadi estradiol di teka interna
dan sebagiannya lagi akan masuk ke sel granulosa untuk diubah menjadi estradiol
jika terdapat testosteron (Cunningham dan Klein 2007, Ganong 2003).
Hewan dewasa yang terpapar zat kimia yang bersifat estrogenik dari luar
hanya menunjukkan produksi estrogen endogen yang relatif konstan. Namun,
apabila fetus atau anak baru lahir terpapar estrogen eksogen maka akan berpotensi
menimbulkan efek yang permanen terhadap perkembangan kinerja reproduksi
baik pada saat fetus maupun setelah lahir sampai mencapai pubertas (Britt et al.
2004). Proses reproduksi mulai berlangsung pada saat individu mencapai masa

3
pubertas. Pada awal pubertas, organ reproduksi mengalami pertumbuhan dan
perkembangan akibat pengaruh dari hormon gonadotropin dan hormon yang
dihasilkan oleh gonad itu sendiri. Menurut Campbell et al. (2004), pubertas pada
hewan betina ditandai oleh terjadinya estrus dan ovulasi. Estrus terjadi melalui
siklus ritmik yang khas antara satu periode estrus ke periode estrus berikutnya
disebut siklus reproduksi. Pada tikus betina, masa pubertas terjadi pada umur 4060 hari yang ditandai dengan pembukaan liang vagina (Fox 2002).

Fitoestrogen pada Tempe
Fitoestrogen merupakan senyawa nonsteroid bersumber dari tumbuhan yang
mempunyai aktivitas estrogenik (Tsouronis 2004). Fitoestrogen memiliki tiga
kelompok utama yaitu isoflavon, lignin dan coumestans. Kedelai adalah salah satu
tumbuhan yang memiliki kandungan isoflavon tinggi. Tempe sendiri mempunyai
kandungan isoflavon yang lebih tinggi dibanding kedelai (Ewan et al. 1992).
Isoflavon terdiri dari tiga jenis senyawa yaitu genistein, diadzein, dan glycitin
(Tsouronis 2004). Analisis kandungan isoflavon pada tepung tempe yang
diekstraksi methanol 70% menunjukkan kandungan isoflavon jenis daidzein
sebesar 49.11 mg/100 g berat kering dan kandungan genistein sebesar 4.22
mg/100 g berat kering (Affandy 2007). Menurut Whitten dan Pattisaul (2001),
dosis isoflavon yang digunakan pada manusia berkisar 0.4-10 mg/kgBB/hari
sedangkan pada rodensia berkisar 1-10 mg/100 gBB/hari.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Juni 2013 di Unit
Pengelola Hewan Laboratorium (UPHL) dan laboratorium Fisiologi, Departemen
Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan adalah kandang tikus plastik berpenutup kawat
kasa berukuran 30cm x 20cm x 12cm, timbangan analitik, alat sentrifugasi darah,
kit komersial enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) (Kit DRG Estradiol
ELISA EIA-2693 dan Kit DRG Testosterone ELISA EIA-1559 yang diproduksi
DRG Instruments GmbH, Jerman), mortar dan stamper, syringe 24 G, spoid 3 ml,
spoid cekok 1 ml, sonde lambung, tabung reaksi, tabung ependorf, alas bedah
tikus, skalpel, pinset, gunting bedah, dan pot organ. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah ekstrak tempe yang diekstraksi etanol 70% buatan Balai
Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro) Bogor. Hewan coba yang
digunakan yaitu 18 ekor tikus Rattus norvegicus betina. Selama penelitian, pakan
dan minum diberikan ad libitum.

4
Prosedur Penelitian
Tikus betina lepas sapih dibagi menjadi dua kelompok yaitu 9 ekor
kelompok kontrol yang merupakan kelompok yang tidak diberi ekstrak tempe dan
9 ekor kelompok perlakuan yaitu kelompok yang diberi pakan ekstrak tempe.
Pemberian ekstrak tempe dilakukan secara force feeding menggunakan sonde
lambung dengan dosis 6.25 g/kgBB per hari selama 28 hari yang dimulai pada
saat subjek penelitian mencapai umur lepas sapih yaitu 21 hari. Penimbangan
bobot badan dimulai saat masa lepas sapih dan dilanjutkan setiap minggu.
Setelah berumur 28, 42, dan 56 hari, 3 ekor subjek penelitian dari masingmasing kelompok dinekropsi untuk mendapatkan gambaran kinerja reproduksi
dengan mengambil data bobot basah organ reproduksi betina yaitu ovarium dan
uterus serta sampel darah untuk analisis hormon estrogen dan testosteron.
Nekropsi diawali dengan pembiusan dilakukan menggunakan larutan eter
selanjutnya darah diambil secara intracardial sebanyak ± 3 ml menggunakan
jarum suntik. Pembukaan abdominal dilanjutkan untuk pengambilan organ
ovarium dan uterus. Organ tersebut dipreparir dengan baik sampai tidak ada
lemak jaringan yang tersisa. Bobot basah organ ovarium dan uterus ditimbang
menggunakan timbangan analitik untuk memperoleh data bobot organ ovarium
dan uterus. Bobot yang diperoleh dinyatakan dalam gram. Sampel darah yang
diambil selanjutnya didiamkan selama 4 jam kemudian disentrifugasi dengan
kecepatan 2500 rpm selama 15 menit untuk mendapatkan sampel serum.
Pengukuran kadar hormon estrogen dan testosteron menggunakan sampel serum
dilakukan dengan teknik ELISA di Laboratorium Hormon, Unit Reproduksi dan
Rehabilitasi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, FKH IPB. Hasil
pengukuran dinyatakan dalam satuan pg/mL. Bagan prosedur penelitian disajikan
pada Gambar 1.
Pemberian ekstrak tempe dosis 6.25 g/kgBB per hari
21

28

36

42

48

56
hari
i

Pengambilan sampel darah, organ ovarium dan uterus

Analisis
data

Gambar 1 Bagan prosedur penelitian
Analisis Data
Data yang diperoleh pada penelitian ini disajikan sebagai rataan ±
simpangan baku. Perbedaan antar kelompok kontrol dan perlakuan diuji secara

5
statistika dengan metode Independent Samples T-Test pada selang kepercayaan
95% menggunakan software SPSS 16.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Ekstrak Tempe terhadap Pertambahan Bobot Badan
Hasil pengukuran rataan bobot badan pada umur 28, 42 dan 56 hari setelah
pemberian ekstrak tempe dengan dosis 6.25 g/kgBB ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Rataan bobot bobot badan tikus betina pada umur 28, 42 dan 56 hari
Umur
28 hari
42 hari
56 hari

Rataan bobot badan (g)
Kontrol
24.03 ± 7.29
57.90 ± 2.93
78.58 ± 30.77

Perlakuan
23.91 ± 0.65
66.85 ± 19.98
94.72 ± 8.71

Hasil statistik menunjukkan bahwa antara kontrol dan perlakuan tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata. Hasil ini berbeda dengan penelitian Tiffarent
(2012) yang menyatakan dengan pemberian ekstrak tempe 4.72 g/kgBB pada awal
kebuntingan menyebabkan adanya peningkatan bobot badan anak betina tikus
pada umur 28 hari. Penelitian lainnya yang menggunakan tepung tempe dosis 5
g/100gBB pada masa prapubertas memberikan gambaran peningkatan rataan
bobot badan umur 28 hari pada tikus betina (Suprihatin 2008). Perbedaan hasil
dapat disebabkan oleh adanya perbedaan jenis sumber fitoestrogen, dosis
pemberian dan waktu pemberian. Namun, dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa
pada umur 28 hari rataan bobot badan perlakuan lebih rendah dibandingkan
dengan kontrol. Hal ini disebabkan fitoestrogen belum bekerja optimal disebabkan
pemberian masih dalam waktu yang singkat. Sebaliknya pada umur 42 dan 56
hari kelompok tikus perlakuan yang diberi pakan tambahan ekstrak tempe
cenderung memiliki rataan bobot badan lebih tinggi dibanding kelompok kontrol
yang tidak diberi ekstrak tempe. Peningkatan bobot badan yang lebih tinggi pada
kelompok perlakuan ini dapat dikarenakan pengaruh pemberian fitoestrogen yang
memiliki efek estrogenik sehingga dapat bekerja menyerupai estrogen. Estrogen
dapat menyebabkan peningkatan jumlah deposit lemak subkutan (Guyton dan Hall
1997). Estrogen juga memiliki efek anabolik berupa peningkatan sintesis protein
sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tubuh sebagai akibat dari proliferasi
sel yang meningkat (Ganong 2003, Hardjopranoto 1995).

Pengaruh Ekstrak Tempe terhadap Bobot Ovarium
Rataan bobot ovarium dan persentase rasio bobot ovarium terhadap bobot
badan tikus betina disajikan pada Tabel 2. Hasil penelitian menunjukkan beda
nyata (p