Peran ekstrak tempe pada tikus jantan usia prapubertas terhadap perkembangan reproduksi

PERAN EKSTRAK TEMPE PADA TIKUS JANTAN USIA
PRAPUBERTAS TERHADAP PERKEMBANGAN
REPRODUKSI

NOVIA PUSPITASARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Ekstrak Tempe
pada Tikus Jantan Usia Prapubertas terhadap Perkembangan Reproduksi adalah
benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Novia Puspitasari
NIM B04090102

ABSTRAK

NOVIA PUSPITASARI. Peran Ekstrak Tempe pada Tikus Jantan Usia
Prapubertas terhadap Perkembangan Reproduksi. Dibimbing oleh NASTITI
KUSUMORINI dan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.
Fitoestrogen merupakan zat yang terdapat dalam tumbuhan dan memiliki
struktur mirip dengan hormon estrogen. Tempe merupakan hasil olahan kedelai
yang menjadi sumber fitoestrogen. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
peran ekstrak tempe pada tikus jantan prapubertas (lepas sapih) terhadap
perkembangan reproduksi. Sebanyak 18 ekor tikus jantan lepas sapih umur 21 hari
dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol dan perlakuan yang diberi
ekstrak tempe 6.25 g/KgBB pada umur 21 hari sampai 48 hari. Parameter yang
diamati meliputi bobot testis, hormon reproduksi, kehadiran spermatozoa, dan
bobot badan. Pengambilan data dilakukan pada saat tikus jantan berumur 28, 42,
dan 56 hari. Data yang dihasilkan dianalisis dengan menggunakan t-test dengan

selang kepercayaan 95% (α=0.05). Hasil penelitian pemberian ekstrak tempe pada
tikus jantan prapubertas memberikan pengaruh berupa peningkatan bobot badan
tikus jantan umur 42 dan 56 hari, peningkatan pertambahan bobot badan umur
28–24 hari, peningkatan kadar hormon estrogen umur 42 hari dan peningkatkan
rasio hormon testosteron terhadap estrogen pada saat umur 56 hari. Akan tetapi,
terdapat penundaan pembentukan sperma pada umur 56 hari.
Kata kunci: ekstrak tempe, fitoestrogen, prapubertas, reproduksi jantan, tikus
jantan.

ABSTRACT

NOVIA PUSPITASARI. The Role of Phytoestrogen of Tempe Extract through
Prepuberty Male Rats on Reproduction Development. Supervised by NASTITI
KUSUMORINI and ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.
Phytoestrogens are substances in plants and have similar structure to
estrogen. Tempe is a processed soy beans that are source of phytoestrogens. This
study was conducted to determine the role of tempe extract in prepubertal male
rats (weaning) to the growth of the reproductive system. A total of 18 male rats
weaning age of 21 days were divided into 2 groups, control and treatment groups
that were given a soybean extract 6.25g/KgBW at age 21 to 48 days. Parameters

observed were testicular weight, reproductive hormones, sperm presence, and
body weight. Data were collected at the time of male rats aged 28, 42, and 56
days. Data was analyzed using t-test with 95% confidence interval (α=0.05). The
results showed that tempe extract in prepubertal male rats influenced in increased
body weight of male rats aged 42 and 56 days, body weight gain of male rats at

the age of 28–24 days, estrogen level at the age of 42 days and the ratio of
testosterone to estrogen at the age of 56 days. However, there was a delay in the
formation of sperm at the age of 56 days.
Keywords: male rats, phytoestrogen, prepuberty, reproduction development,
tempe extract.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERAN EKSTRAK TEMPE PADA TIKUS JANTAN USIA
PRAPUBERTAS TERHADAP PERKEMBANGAN
REPRODUKSI

NOVIA PUSPITASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Peran Ekstrak Tempe pada Tikus Jantan Usia Prapubertas terhadap

Perkembangan Reproduksi
Nama
: Novia Puspitasari
NIM
: B04090102

Disetujui oleh

Dr dra Nastiti Kusumorini
Pembimbing I

Dr drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian
dilaksanakan sejak bulan Januari – Juni 2013 dengan judul Peran Ekstrak Tempe
pada Tikus Jantan Usia Prapubertas terhadap Perkembangan Reproduksi.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Nastiti Kusumorini
dan Ibu Dr drh Aryani Sismin S, MSc selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah membimbing, mengarahkan dan memberi saran positif kepada penulis
selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Prof Dr drh Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, PhD, APVet
selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan
arahannya. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Ida, Ibu
Sri, dan Pak Edi yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.
Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada
ayahanda Sumaji, ibunda Nurhidayati, adinda Mustika Purnamasari, seluruh
keluarga tercinta dan teman-teman Geochelone, atas segala doa dan kasih
sayangnya. Penghargaan penulis sampaikan kepada teman satu penelitian
Norsyakila, Resya Soffiana, dan ST. Nurul Muslinah, yang telah membantu
selama pengumpulan data, serta sahabat terbaik penulis Ilmi Radi, Danagata, Feni

Gulo, Anggi, Kevin, Alfian, Irfan, Neta, Kak Ari, Bu Nindy, Ridha, Pucan dan
Irwan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
kekurangan, namun penulis tetap mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2013
Novia Puspitasari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3


Reproduksi Jantan

3

Fitoestrogen pada Tempe

4

METODE

4

Tempat dan Waktu

4

Bahan dan Alat

4


Materi Penelitian

4

Prosedur Penelitian

5

Parameter yang Diamati dan Teknik Pengukuran

6

Analisis Statistik

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Peran Ekstrak Tempe terhadap Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan


6
6

Peran Ekstrak Tempe terhadap Bobot Testis dan Rasio Bobot Testis terhadap
Bobot Badan
8
Peran Ekstrak Tempe terhadap Hormon Reproduksi dan Kehadiran
Spermatozoa
SIMPULAN DAN SARAN

9
12

Simpulan

12

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

12

LAMPIRAN

15

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL
1 Rataan bobot badan umur 28, 42, dan 56 hari dan pertambahan bobot
badan tikus jantan pada umur 28-42 hari serta 42-56 hari
2 Rataan bobot testis dan persentase bobot testis terhadap bobot badan
tikus jantan pada umur 28, 42, dan 56 hari
3 Rataan kadar estrogen, testosteron, dan rasio testosteron terhadap
estrogen umur 28, 42, dan 56 hari serta persentase kehadiran
spermatozoa tikus jantan umur 42 dan 56 hari

7
8

9

DAFTAR GAMBAR
1 Bagan pelaksanaan penelitian

5

DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagan pembuatan ekstrak tempe
2 Hasil analisis rataan bobot badan dan pertambahan bobot badan
3 Hasil analisis rataan bobot testis dan persentase bobot testis terhadap
bobot badan
4 Hasil analisis rataan kadar estrogen, testosteron dan rasio testosteron
terhadap estrogen

15
16
18
20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fitoestrogen merupakan zat yang terdapat dalam tumbuhan dan memiliki
struktur mirip dengan hormon estrogen. Struktur kimia fitoestrogen yang
menyerupai estrogen menyebabkan fitoestrogen dapat menduduki reseptor dari
estrogen. Golongan fitoestrogen yang utama adalah isoflavon (genestin, daidzein,
glycitein, dan formononetin), flavon (luteolin), koumestan (koumestrol), stilbenes
(resveratrol), dan lignan (secoisolariciresinol, matairesinol, pinoresinol dan
lariciresinol) (Moutsatsou 2007). Fitoestrogen yang banyak terkandung di dalam
kedelai dan produknya adalah golongan isoflavon. Fitoestrogen β-D-glikosida dari
genistein merupakan komponen utama dari produk kedelai dengan kadar 55–56%,
β-D-glikosida dari daidzein sekitar 30–35% dan glycytin, glycitein, biochanin A
dan formonentin sekitar kurang dari 10% (Setchell et al. 1997; Jefferson et al.
2012). Tempe merupakan hasil olahan kedelai yang memiliki kandungan
fitoestrogen jenis isoflavon sekitar 3.1 mg isoflavon/gram proteinnya (Anderson
et al. 1995).
Fitoestrogen dapat memiliki efek seperti estrogen pada dosis rendah
(estrogenik) dan menghambat estrogen pada dosis tinggi (antiestrogenik) (Kariyil
2010). Pada saat kadar estrogen tinggi, fitoestrogen akan tetap berikatan dengan
reseptor estrogen walaupun daya ikatnya lemah dibandingkan dengan estrogen.
Hal ini menyebabkan ikatan antara estrogen dengan reseptornya terhalang (antiestrogenik). Fitoestrogen akan menjadi dominan pada saat estrogen tubuh rendah
dan akan berikatan dengan reseptor estrogen sehingga menimbulkan efek
estrogenik (Bustamam 2008; Barrett 1996). Fitoestrogen dapat memengaruhi
metabolisme hormon steroid dengan menghambat aromatase, hidroksisteroid
dehidrogenase, dan steroid α-reduktase (Barrett 2006).
Sistem reproduksi jantan maupun betina telah terbentuk dan berkembang
sejak fetus dan belum mengalami pematangan pada saat hewan lahir. Pada
reproduksi jantan, setelah lahir sampai pubertas testis akan terus berkembang
(pembesaran testis) bersama dengan organ reproduksi lainnya. Hormon
testosteron dihasilkan dalam jumlah sedikit pada saat setelah lahir. Hal ini karena
sel Leydig dalam kondisi inaktif. Sel Leydig akan diaktifkan oleh Gonadotropin
Releasing Hormone (GnRH) dari hipotalamus untuk terjadinya pubertas (Ganong
1995). Pubertas pada hewan jantan ditandai dengan kemampuan jantan untuk
menghasilkan sejumlah sperma. Pencapaian pubertas sangat penting pada hewan
jantan karena pada saat pubertas mulai dihasilkan sperma untuk membuahi sel
telur betina. Pubertas terjadi pada saat kompleks hipotalamus-pituitari menjadi
tidak sensitif terhadap mekanisme negative feedback dari steroid gonad.
Akibatnya akan terjadi peningkatan GnRH dari hipotalamus. Pituitari akan
merespons GnRH dengan peningkatan Luteinizing Hormone (LH) dan Follicle
Stimulating Hormone (FSH) sehingga terjadi peningkatan hormon reproduksi dan
proses gametogenesis pada saat pubertas. Banyak faktor yang memengaruhi hal
tersebut, akan tetapi faktor utama yang dapat memengaruhi pubertas adalah jenis
hewan, asupan energi, dan musim kelahiran (Cunningham dan Klein 2007).

2
Hipotalamus memegang peran penting dalam terjadinya pubertas, akan
tetapi pada saat sebelum pubertas, kelenjar pituitari, gonad, dan target organ
steroid mampu merespons adanya stimulasi hormon. Hal ini berarti stimulasi
hormon pada saat sebelum pubertas dapat berpengaruh terhadap perkembangan
reproduksi. Estrogen merupakan salah satu hormon reproduksi jantan yang
dihasilkan dari jalur steroidogenesis androgen oleh enzim aromatase. Estrogen
memiliki peran penting dalam mengatur hipotalamus-hipofise-testis axis dan
dengan demikian secara tidak langsung mengatur LH serta testosteron melalui
mekanisme umpan balik negatif. Beberapa penelitian terbaru menyatakan estrogen
memiliki peran langsung dalam regulasi spermatogenesis (Carreau dan Hess
2010). Tidak adanya reseptor estrogen menyebabkan efek buruk pada
spermatogenesis dan steroidogenesis (Akingbemi 2005).
Banyak penelitian telah dilakukan mengenai potensi fitoestrogen kedelai dan
hasil olahannya. Hasil penelitian Tiffarent (2012) menunjukkan pemberian
fitoestrogen ekstrak tempe dapat memengaruhi perkembangan reproduksi anak
betina yaitu, memperpanjang jarak celah anogenital, menunda usia pubertas, dan
meningkatkan bobot ovarium dan bobot uterus-vagina anak usia 42 hari setelah
partus. Menurut hasil penelitian Gunnarsson et al. (2009), pemberian fitoestrogen
dapat menstimulasi sintestis testosteron selama pubertas pada kambing jantan.
Pemberian fitoestrogen prapubertas dimungkinkan dapat memengaruhi kondisi
hormonal saat memasuki pubertas karena fitoestrogen dapat bersifat estrogenik.
Kondisi hormonal pada saat memasuki pubertas memiliki peranan penting
terhadap perkembangan dan optimalisasi kinerja organ reproduksi. Adanya
kandungan fitoestrogen yang dapat bersifat estrogenik pada tempe memungkinkan
terjadinya manipulasi estrogen tubuh sehingga meningkatkan testosteron selama
pubertas yang pada akhirnya menghasilkan perkembangan organ reproduksi yang
optimal. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian mengenai potensi
pemberian ekstrak tempe pada tikus jantan prapubertas terhadap perkembangan
reproduksi.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran ekstrak tempe yang
diberikan pada tikus putih jantan usia prapubertas terhadap perkembangan
reproduksi berupa bobot testis, kadar hormon reproduksi, dan kehadiran
spermatozoa pada saat memasuki pubertas.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai potensi
fitoestrogen ekstra tempe yang diberikan pada usia prapubertas terhadap
perkembangan reproduksi jantan saat pubertas.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Reproduksi Jantan
Organ reproduksi jantan terdiri atas sepasang testis. Testis terdiri atas
banyak tubuli seminiferus yang didalamnya terdapat sel-sel germinativum dan sel
sertoli. Selain itu, di dalam testis diantara tubuli seminiferi terdapat sel interstisial
yang disebut sel Leydig. Sel sertoli mempunyai enzim aromatase yang berfungsi
mengubah androgen menjadi estrogen. Sel sertoli juga mensekresikan androgen
binding protein (ABP) yang berfungsi mempertahankan kadar androgen tinggi
dan stabil dalam cairan tubuh (Cunningham dan Klein 2007).
Testosteron merupakan hormon utama testis yang disintesis dari kolesterol
di sel-sel Leydig. Selain itu, testosteron juga terbentuk dari androstenedion yang
disekresikan dari korteks adrenal. Sekresi testosteron di bawah kontrol LH. LH
merangsang sel Leydig dengan peningkatan pembentukan adenosine
monophospat (AMP) siklik melalui reseptor serpentine LH. AMP siklik
meningkatkan pembentukan kolesterol dari ester-ester kolestril dan perubahan
kolestrol menjadi pregnenolon melalui pengaktifan protein kinase. Sejumlah kecil
testosteron di dalam darah diubah menjadi estrogen. Testosteron bersama
androgen lain memiliki efek umpan balik inhibitorik pada sekresi LH, membentuk
dan mempertahankan karakteristik seks sekunder jantan, memiliki efek
mendorong pertumbuhan serta anabolik protein yang penting. Testosteron
bersama FSH berperan mempertahankan gametogenesis (Ganong 1995). Estrogen
merupakan hormon steroid yang sangat penting dalam perkembangan dan
pemeliharaan struktur reproduksi jantan selain testosteron. Estrogen dibentuk dari
testosteron di dalam sel germinal testis dan sperma epididimis melalui proses
aromatisasi oleh enzim aromatase. Estrogen tersebut berperan penting dalam
menjaga dinamika cairan di dalam saluran reproduksi (Copper dan Olney 2011).
Selain itu, estrogen memiliki peran dalam fertilitas reproduksi jantan. Pemberian
zat kimia yang bersifat estrogenik pada hewan muda tidak akan menyebabkan
terjadinya malformasi dari saluran reproduksi tetapi sedikit menunda
perkembangan pubertas (Delbes et al. 2005; Shin et al. 2009). Estrogen diduga
memiliki peran regulasi dalam testis karena biosintesis estrogen terjadi pada sel
testis (Akingbemi 2005). Hormon yang berpengaruh pada pubertas adalah GnRH
yang disekresikan oleh hipotalamus. Sekresi GnRH menstimulasi peningkatan
sekresi LH dan FSH oleh hipofise anterior dan merangsang peningkatan
testosteron selama pubertas. LH menstimulasi sel Leydig untuk meningkatkan
produksi testosteron (Setchell 1982).
Pubertas merupakan kematangan seksual yang ditandai dengan kemampuan
untuk menghasilkan keturunan. Umur pubertas pada setiap individu sangat
bervariasi bergantung pada strain atau keturunan dan dipengaruhi oleh berbagai
faktor lain. Pubertas pada tikus jantan diiringi dengan penurunan testis ke kantong
skrotum dan dimulainya spermatogenesis. Testis turun ke kantong skrotum antara
umur 30–40 hari. Spermatogenesis dimulai pada anak tikus yang masih sangat
kecil, tetapi spermatogenesis yang terjadi tidak secara lengkap dan tidak teratur
sampai terjadinya pubertas. Spermatozoa pertama kali dihasilkan pada umur 45
hari dan produksinya akan optimal setelah umur 75 hari (Russel 1992).

4

Fitoestrogen pada Tempe
Tempe kedelai banyak dimanfaatkan sebagai sumber pangan dengan rendah
lemak jenuh, dapat menurunkan kadar kolesterol, mudah dicerna, sumber mineral,
dan stimulasi pertumbuhan. Tiga komponen isoflavon yang terdapat pada tempe
yaitu genestin, daidzein dan unsur terkait seperti β-glikosida. Genestin dari
golongan isoflavon telah terbukti bersifat menghambat tirosin kinase (Alrasyid
2007). Sampel tempe sebanyak 200 gram yang sudah diekstrak dengan metanol
mengandung senyawa genestin sekitar 47.9 µg pada tempe segar dan 4635.7 µg
pada tempe busuk (Sartika 2007). Fitoestrogen jenis isoflavon di alam ditemukan
dalam bentuk inactive glycoside conjugates, yang terdiri atas glukosa atau
karbohidrat dan menjadi aktif ketika sisa gula dihilangkan di dalam usus oleh
bakteri. Fitoestrogen akan dimetabolisme dan diabsorbsi secara cepat kemudian
memasuki sistem sirkulasi (Patisaul dan Jefferson 2010).

METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium (UPHL)
dan Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi,
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB) pada bulan
Januari sampai dengan Juni 2013.

Bahan dan Alat
Bahan yang dipergunakan pada penelitian ini adalah ekstrak tempe,
aquades, larutan NaCl fisiologis (0.9%), larutan eter dan kit komersial enzyme
linked immunabsorbant assay (ELISA) (Kit DRG Testosteron ELISA EIA-2693
dan Kit DRG Estradiol ELISA EIA-293 produksi DRG Instruments GmbH,
Germany). Alat yang dipergunakan pada penelitian ini adalah kandang tikus
berbahan plastik dengan penutup kawat kasa, timbangan, spoid 3 ml, syringe 24
G, spoid cekok 1 ml, sonde lambung, tabung reaksi, tabung ependorf, alat
sentrifuse, pipet tetes, freezer, timbangan analitik, botol ekstrak, mortar, gelas
ukur 10 ml, peralatan bedah (papan alas, pinset, gunting), pot organ, gelas piala,
termometer, penangas air, mikroskop, pipet leukosit, kamar hitung Neubauerchamber, tisu dan kertas label.
Materi Penelitian
Hewan Coba
Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah 18 ekor tikus
putih (Rattus norvegicus) jantan umur 21 hari saat lepas sapih. Pemeliharaan
hewan coba dilakukan di Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium (UPHL),

5
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor selama penelitian
berlangsung dengan menggunakan kandang plastik berukuran 30x20x12 cm
dilengkapi kawat kasa penutup di bagian atasnya serta diberi alas sekam yang
diganti secara berkala. Pakan dan minum diberi ad libitum serta pencahayaan
dilakukan kurang lebih selama 12 jam.
Fitoestrogen
Fitoestrogen yang digunakan berasal dari tempe yang diekstrak dengan
etanol 70% di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro) (Lampiran
1). Setiap 100 gram ekstrak tempe mengandung 87.55 mg isoflavon yang terdiri
atas 83.30 mg daidzein dan 4.25 mg genestin

Prosedur Penelitian
Sebanyak 18 ekor tikus putih jantan yang telah disapih pada umur 21 hari
dibagi menjadi 2 kelompok percobaan yaitu: K (kelompok kontrol), kelompok
yang tidak diberi perlakuan dan P (kelompok perlakuan) yang diberi ekstrak
tempe dengan dosis 6.25 g/KgBB dalam volume 0.5 ml. Ekstrak tempe diberikan
secara force feeding menggunakan sonde lambung setiap hari selama 28 hari
dimulai pada saat anak tikus berumur 21 hari sampai 48 hari.
Sebanyak tiga ekor tikus jantan berumur 28, 42, dan 56 hari dari masingmasing kelompok perlakuan dinekropsi dengan cara eutanasi menggunakan eter
dan dibedah untuk diambil data tampilan reproduksi. Data yang diambil dari
setiap sampel meliputi bobot badan, bobot organ reproduksi jantan (testis),
kehadiran spermatozoa, dan hormon reproduksi (estrogen dan testosteron). Bagan
pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Bagan pelaksanaan penelitian

6
Parameter yang Diamati dan Teknik Pengukuran
Bobot Testis
Tikus jantan umur 28, 24, dan 56 hari dieutanasi dan kemudian dipreparir
untuk mendapatkan organ testis dan dikeluarkan dari rongga tubuh. Testis yang
baru saja dikeluarkan langsung ditimbang dengan menggunakan timbangan
analitik dengan alas alumunium foil dan dinyatakan sebagai bobot testis dengan
satuan gram.
Kehadiran Spermatozoa
Kehadiran spermatozoa tikus jantan umur 42 dan 56 hari didapat dengan
melakukan pengenceran spermatozoa yang ada pada cauda epididimis
menggunakan larutan NaCl 0.9% dengan suhu 37 °C. Hasil pengenceran
kemudian diletakkan pada kamar hitung Neubauer-chamber dengan menggunakan
pipet leukosit untuk diamati ada tidaknya sperma dibawah mikroskop dengan
perbesaran 40x10. Kehadiran spermatozoa pada sampel yang diperiksa dinyatakan
dengan nilai 0 yang berarti tidak ada dan 1 berarti ada kemudian ditampilkan
dalam persentase.
Hormon Reproduksi (Estrogen dan Testosteron)
Hormon reproduksi estrogen dan testosteron diukur pada saat tikus jantan
umur 28, 42, dan 56 hari. Pengukuran kadar hormon estrogen dan testosteron
dilakukan dengan cara mengambil sampel darah tikus jantan yang telah dibius
menggunakan eter sebanyak 2-3 ml secara intrakardial. Sampel darah ditempatkan
dalam tabung reaksi dan dibiarkan selama kira-kira 4 jam, kemudian disentrifuse
dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 menit. Serum yang terbentuk dipisahkan
ke dalam tabung ependorf dan diukur kadar hormon estrogen dan testosteron
dengan teknik ELISA di Laboratorium Hormon, Unit Reproduksi dan
Rehabilitasi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, FKH IPB.

Analisis Statistik
Parameter hasil pengukuran bobot testis dan hormon reproduksi akan
dinyatakan dengan rataan ± simpangan baku, sedangkan data kehadiran
spermatozoa dinyatakan dalam presentase. Perbedaan antar kelompok akan diuji
secara statistika dengan uji independent sample t-test.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Peran Ekstrak Tempe terhadap Bobot Badan dan Pertambahan Bobot
badan
Peran ekstrak tempe terhadap bobot badan dan pertambahan bobot badan
dapat dilihat pada Tabel 1. Pertambahan bobot badan yang diamati meliputi
pertambahan bobot badan pada saat umur 28–42 hari dan pertambahan bobot

7
badan umur 42–56 hari. Hasil pengukuran bobot badan tikus jantan kelompok
perlakuan dan kontrol menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05) pada
umur 28 hari dan berbeda nyata (p0.05). Hal ini diduga karena
pemberian fitoestrogen dari ekstrak tempe pada usia prapubertas tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot testis tikus jantan baik pada
umur 28, 42 dan 56 hari.
Banyak studi sebelumnya menyatakan estrogen maupun fitoestrogen
mempunyai efek menurunkan bobot testis. Diethylstilbestrol (DES) merupakan
salah satu nonsteroid estrogen yang dapat berikatan dengan reseptor estrogen
(ERs) dan secara luas digunakan sebagai model untuk pembelajaran efek estrogen
pada saluran reproduksi jantan. DES dapat menyebabkan penurunan jumlah germ
cells sehingga ukuran testis menjadi lebih kecil (Shin et al. 2009). Hasil penelitian
Astuti (2009) menunjukkan bahwa pemberian isoflavon dosis tinggi 6
mg/ekor/hari menyebabkan penurunan berat testis akibat hambatan perkembangan
testis. Hasil penelitian lain menunjukkan paparan fitoestrogen (genestin) jangka
panjang menyebabkan penurunan jarak anogenital pada hewan jantan dan ukuran
testis lebih kecil dibandingkan dengan normal pada saat pubertas (Wisniewski et
al. 2003). Perbedaan hasil penelitian diduga karena perbedaan dosis penggunaan,

9
waktu, cara dan lama pemberian. Menurut Sherril et al. (2010) pemberian
isoflavon kedelai menginduksi proliferasi aktivitas progenitor sel Leydig dan
kemungkinan akan lebih banyak ditemukan sel Leydig selama prepubertas dan
pubertas. Menurut Sherwood (2001) sel Leydig hanya mengisi 20% bagian testis
dan 80% sisanya diisi oleh tubuli seminiferi. Hal ini memungkinkan peningkatan
jumlah sel Leydig tidak selalu memberikan tampilan berupa peningkatan bobot
testis.

Peran Ekstrak Tempe Terhadap Hormon Reproduksi dan Kehadiran
Spermatozoa
Hormon reproduksi yang digunakan sebagai parameter pada penelitian ini
adalah estrogen dan testosteron. Kedua hormon tersebut memiliki peran penting
dalam perkembangan reproduksi jantan. Testosteron dihasilkan oleh sel Leydig di
dalam testis dan estrogen dihasilkan dari aromatisasi testosteron dan
androstenedion menjadi estrogen (Ganong 1995). Peran ekstrak tempe terhadap
kadar hormon reproduksi dan kehadiran sperma dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Rataan kadar estrogen, testosteron, dan rasio testosteron terhadap estrogen
umur 28, 42, dan 56 hari serta persentase kehadiran spermatozoa tikus
jantan umur 42 dan 56 hari
Parameter
Umur 28 hari
Estrogen (pg/ml)
Testosteron (ng/ml)
Rasio testosteron/estrogen
Umur 42 hari
Estrogen (pg/ml)
Testosteron (ng/ml)
Rasio testosteron/estrogen
Persentase kehadiran
spermatozoa (%)
Umur 56
Estrogen (pg/ml)
Testosteron (ng/ml)
Rasio testosteron/estrogen
Persentase kehadiran
spermatozoa (%)

Kelompok
Kontrol (K)

Perlakuan (P)

3.48±5.31
0.46±0.09
140.66±53.08

5.31±1.68
0.39±0.04
80.56±32.92

4.53±0.69a
0.33±0.04
74.84±22.03
0

7.17±1.49b
0.42±0.18
62.21±23.36
0

5.10±0.72
0.61±0.15
118.69±16.46a
67

6.94±1.63
1.45±0.63
203.74±40.58b
0

a,b

Superscript berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata pada taraf
uji 5% (uji independent t test).

Hasil pengukuran kadar hormon menunjukkan kadar estrogen, testosteron
dan rasio terstosteron terhadap estrogen antara kelompok kontrol dan perlakuan
tidak berbeda nyata (p>0.05) pada umur 28 hari. Kadar estrogen tikus jantan umur
42 hari dari kedua kelompok perlakuan berbeda nyata (p