Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Sokletasi Terhadap Kadar Piperin Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus)

(1)

PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI MASERASI

DAN SOKLETASI TERHADAP KADAR PIPERIN

BUAH CABE JAWA (

Piperis retrofracti fructus

)

SKRIPSI

ISTIQOMAH

109102000017

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

DESEMBER 2013


(2)

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI MASERASI

DAN SOKLETASI TERHADAP KADAR PIPERIN

BUAH CABE JAWA (

Piperis retrofracti fructus

)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

ISTIQOMAH

109102000017

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

DESEMBER 2013


(3)

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, Dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan benar.

Nama : Istiqomah

NIM : 109102000017

Tanda tangan :


(4)

(5)

(6)

vi

Nama : Istiqomah

Program Studi : Farmasi

Judul : Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Sokletasi Terhadap Kadar Piperin Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus)

Piperin merupakan senyawa utama dan zat berkhasiat yang terkandung dalam buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) dan berfungsi sebagai penurun demam, mengurangi rasa sakit, antioksidan, mengurangi peradangan, mempunyai aktivitas pada penyakit tukak lambung, antitumor, dan sebagai imunomodulator. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan metoda ekstraksi maserasi dan sokletasi terhadap kadar piperin yang dihasilkan ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus). Ekstrak yang dihasilkan dikarakterisasi meliputi parameter spesifik dan nonspesifik, kemudian dianalisis kadar piperin dalam ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) dengan metode KLT-Densitometri. Hasil menunjukkan kadar piperin dari ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) dengan metode maserasi yaitu 70,6255 ng (8,8281%) dan ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) dengan metode sokletasi yaitu 126,0098 ng (15,7512%). Kadar piperin tertinggi diperoleh dari hasil ekstraksi sokletasi.

Kata Kunci : Piperin, kadar piperin, metode ekstraksi maserasi, metode ekstraksi sokletasi, ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus), KLT-Densitometri.


(7)

Name : Istiqomah Program Study : Farmasi

Title : The Comparison of Maceration and Soxhlet Methods on Piperine Levels of Long Pepper Fruit (Piperis retrofracti fructus)

Piperine is a main compound and potent substance contained in long pepper fruit (Piperis retrofracti fructus) and serves to reduce fever and inflammation, relieve pain, as antioxidant, and has activity in gastric ulcer disease, antitumor, and as immunomodulatory. The aim of this study was to compare two extraction methods, maceration and soxhlet, on piperine level yielded from long pepper fruit (Piperis retrofracti fructus) ethanol 95% extract. The yield was characterized with specific and nonspecific parameters, and then the piperine level on the ethanol 95% extract long pepper fruit (Piperis retrofracti fructus) was analyzed using TLC-Densitometry method. The obtained piperine level of ethanol 95% extract of long pepper fruit (Piperis retrofracti fructus) from maceration was 70.6255 ng (8.8281%) and soxhlet 126.0098 ng (15.7512%). The highest piperine level was obtained from the product of soxhlet extraction.

Keyword : Piperine, contained piperine, soxhlet extraction method, maceration extraction method, ethanol 95% extract of long pepper fruit (Piperis retrofracti fructus), TLC-Densitometry method.


(8)

viii

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Dengan mengucap Alhamdulillahirabbil’alamin serta puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan nikmat, karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semogga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan pengikut-Nya yang telah membawa umat-Nya dari zaman kegelapan hingga zaman yang kaya akan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi seperti sekarang ini.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian akhir guna mendapatkan gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun judul skripsi ini adalah “Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi

dan Sokletasi Terhadap Kadar Piperin Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus)”.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, maka dalam kesempatan kali ini penulis mengucapan terimakasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Atiek Soemiati, M.Si., Apt selaku pembimbing pertama dan Ibu Sabrina, M. Farm., Apt selaku pembimbing kedua, yang selalu membimbing, mendampingi dan memberi dukungan hingga selesainya skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. (hc). Dr. M.K Tadjuddin Sp. And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. Umar Mansur, M. Sc., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Yuni Anggraeni, M. Farm., Apt selaku pembimbing akademik yang telah memberikan masukan dan kemudahan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

5. Bapak Adnan (Almarum) dan Ibu Dzurriyatina (Almarhummah) selaku kedua orang tua penulis.

6. Bapak H. Arsyad beserta keluarga besar penulis yang telah memberikan motivasi dan dukungan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.


(9)

membantu selama proses penelitian.

8. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang memberikan dukungan, sehingga penulis bisa meyelesaikan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat yang selalu ada (Widiya, Bela, Gian, Vivi, Agung, Arif, Ulfa, Nisa, Fitri, Caca, Nida, Migi, Ota, Nadya) yang tak henti-hentinya memberikan doa, semagat, serta masukan kepada penulis untuk kelancaran skripsi.

10. Teman-teman Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya angkatan 2009 terima kasih untuk kebersamaannya, dukungan, motivasi, semangat, serta doanya selama ini.

11. Serta semua pihak yang yeng telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan, dan masih jauh dari kesempurnaan karena terbatasnya ilmu dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan ke masa mendatang.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan semoga segala bantuan yang telah diberikan penulis akan mendapat balasan , rahmat dan ridho dari Allah SWT, serta dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya, dan para pembaca umumnya, Amin

Wassalamu’alaikum Waromatullahi Wabarokatuh

Jakarta, Desember 2013


(10)

x

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Istiqomah

NIM : 109102000017

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/ karya ilmiah saya, dengan judul:

PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI MASERASI DAN SOKLETASI TERHADAP KADAR PIPERIN BUAH CABE JAWA (Piperis retrofracti

fructus)

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada Tanggal : Desember 2013

Yang menyatakan,


(11)

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan... 4

1.4. Manfaat Penelitian... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Tanaman Cabe Jawa ... 5

2.1.1 Klasifikasi Tanaman ... 5

2.1.2. Deskripsi... 6

2.1.3. Habitat ... 7

2.1.4. Keamanan ... 7

2.2. Kandungan Kimia Buah Cabe Jawa ... 7

2.3. Khasiat dari Buah Cabe Jawa ... 7

2.4. Toksisitas dari Buah Cabe Jawa ... 7

2.5. Simplisia ... 8

2.5.1. Definisi Simplisia ... 8

2.5.2. Pengelolaan Simplisia ... 8

2.5.3. Identitas Simplisia ... 11

2.6. Ekstrak dan Ekstraksi ... 11

2.6.1. Metode Ekstraksi ... 11

2.6.2. Proses Pembuatan Ekstrak ... 15

2.6.3. Ekstrak ... 16

2.7. Senyawa Piperin ... 17


(12)

xii

3.1.Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

3.2.Alat dan Bahan Penelitian ... 20

3.2.1. Alat ... 20

3.2.2. Bahan ... 20

3.3.Prosedur Penelitian ... 20

3.3.1.Pengumpulan bahan ... 20

3.3.2.Determinasi Tanaman ... 20

3.3.3.Pembuatan Serbuk Simplisia ... 21

3.3.4.Pembuatan Ekstrak ... 21

3.3.5.Skrining Fitokimia Golongan Alkaloid ... 22

3.3.6.Pengujian Parameter Ekstrak ... 22

3.3.7.Pengukuran Kadar Piperin ... 23

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1. Hasil Determinasi Tanaman ... 26

4.2. Hasil Parameter Tanaman. ... 26

4.3. Hasil Ekstraksi ... 26

4.3.1. Metode Ekstraksi Maserasi ... 26

4.3.2. Metode Ekstraksi Sokletasi ... 27

4.4. Hasil Pengujian Parameter Spesifik ... 28

4.4.1. Hasil Identitas Ekstrak ... 28

4.4.2. Hasil Organoleptik Ekstrak ... 28

4.5. Hasil Rendemen ... 29

4.5.1. Metode Maserasi ... 29

4.5.2. Metode Sokletasi ... 30

4.6. Hasil Skrining Fitokimia Golongan Alkaloid ... 30

4.7. Hasil Kadar Air ... 31

4.8. Hasil Kadar Abu Total ... 32

4.9. Hasil Abu Tidak Larut Asam ... 33

4.10. Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Densitometri ... 34

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1. Kesimpulan ... 39

5.2. Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40


(13)

Tabel 4.2. Organoleptik Ekstrak ... 29

Tabel 4.3. Hasil Rendemen Ekstrak Hasil Maserasi ... 29

Tabel 4.4. Hasil Rendemen Ekstrak Hasil Sokletasi ... 30

Tabel 4.5. Hasil Skrining Fitokimia Golongan Alkaloid ... 31

Tabel 4.6. Hasil Kadar Air ... 31

Tabel 4.7. Hasil Kadar Abu Total ... 32

Tabel 4.8. Hasil Kadar Abu Tidak Larut Asam ... 33

Tabel 4.9. Hasil KLT Densitometri... 35

Tabel 4.10. Luas Area Piperin... 36


(14)

xiv

Gambar 2.1. Tanaman Cabe Jawa ... 5 Gambar 2.2. Strukur Piperin ... 17 Gambar 4.1. Kurva Kalibrasi Piperin ... 36


(15)

Lampiran 2. Certificate of Analysis (COA) Piperin ... 44

Lampiran 3. Spesifikasi Standar Piperin ... 45

Lampiran 4. Alat dan Bahan yang Digunakan Dalam Penelitian ... 46

Lampiran 5. Alur Penelitian ... 47

Lampiran 6. Cara Kerja Metode Ekstraksi Secara Maserasi... 48

Lampiran 7. Cara Kerja Metode Ekstraksi Secara Sokletasi ... 49

Lampiran 8. Cara Kerja Metode KLT Densitometri ... 50

Lampiran 9. Organoleptik Ekstrak Etanol 95% Buah Cabe Jawa ... 52

Lampiran 10. Hasil Skrining Fitokimia Golongan Alkaloid ... 53

Lampiran 11. Perhitungan Nilai Rendemen ... 54

Lampiran 12. Parameter Non Spesifik ... 55

Lampiran 13. Perhitungan Pengenceran Larutan Baku Standar Piperin ... 57

Lampiran 14. Perhitngan Konfersi Standar Piperin Dari ppm ke ng ... 59

Lampiran 15. Luas Area Standar Piperin ... 61

Lampiran 16. Luas Area Ekstrak ... 64


(16)

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman cabe jawa (Piper retrofractum Valh) merupakan tumbuhan menahun, percabangan tidak teratur, tumbuh memanjat, melilit, atau melata dengan akar lekatnya, panjangnya dapat mencapai 10m (BPOM, 2010). Buah dari tanaman cabe jawa (Piper retrofractum Valh) merupakan salah satu unggulan Indonesia saat ini yang telah masuk sebagai salah satu komponen dalam suatu formula fitofarmaka, yaitu obat bahan alam yang telah terbukti melalui uji praklinik dan klinik dan telah disetujui oleh Badan POM (Irhamanhayati et al., 2012).

Secara tradisional buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) digunakan masyarakat secara turun temurun untuk mengobati sakit kembung, mulas, muntah, merangsang nafsu makan, mengobati encok, demam, sakit kepala, sakit gigi, batuk, saluran pernafasan, bronchitis, asma, peluruh keringat (diaforetik), mengeluarkan angin (karminatif) dan sering kali dicampur dalam ramuan untuk meningkatkan stamina pria (Irhamahayati et al., 2012; Joy et al., 2010).

Buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) mengandung piperin, kavisin (isomer piperin), piperidin, piperitin, piperanin, piperilin, asarinin, pellitorin, isobutildeka-trans-2-trans-4-dienamida; saponin, polifenol, minyak atsiri (piperonal, eugenol, kariofelen, bisabolen, pentadekana), asam palmitat, asam tetrahidropiperat, 1-undesilenil-3, 4-metilendioksibenzena, dan sesamin (BPOM

RI, 2010; Mun’im, 2011). Senyawa identitas yang terkandung dalam buah cabe

jawa (Piperis retrofracti fructus) adalah senyawa piperin (Farmakope Herbal, 2009).

Senyawa piperin adalah senyawa golongan alkaloid sering digunakan dalam pengobatan. Senyawa piperin (C17H19NO3) merupakan basa tidak optis

aktif, terbentuk kristal berwarna kuning, sedikit larut dalam air, larut dalam alkohol, benzen, eter. Piperin bila dikecap mula-mula tidak berasa, lama-lama terasa tajam mengigit, apabila piperin terhidrolisis akan terurai menjadi piperidin


(17)

dan asam piperat. Mempunyai berat molekul 285,3377, titik lebur 128-1320C, titik didih 498,5240C, kelarutan air 40 mg/L (180C) (cas.ChemNet.com).

Dari beberapa hasil penelitian telah dilaporkan bahwa piperin mempunyai aktivitas sebagai penurunkan demam dengan daya antipiretiknya, mengurangi rasa sakit, antioksidan dan mengurangi peradangan. Senyawa ini mempunyai aktivitas farmakologi yang telah teruji secara invivo (pada tikus) yaitu mempunyai aktivitas terhadap penyakit tukak lambung, antitumor, dan berfungsi sebagai imunomodulator (Joy et al., 2010; Manoj et al., 2004).

Mengingat besarnya potensi piperin, maka perlu dilakukan penelitian tentang metode ekstraksi yang paling tepat untuk mendapatkan kadar piperin yang tertinggi. Penelitian ini membandingkan metode ekstraksi maserasi dengan metode ekstraksi sokletasi terhadap kandungan piperin dalam ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus). Metode ekstraksi yang terbaik yaitu metode yang mampu menghasilkan ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) dengan kadar piperin yang tetinggi. Buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) yang digunakan pada penelitian ini adalah buah yang telah matang (berwarna merah). Bedasarkan literatur Farmakope Herbal (2009) pelarut yang digunakan untuk ekstraksi buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) yaitu etanol 95%. Etanol 95% memiliki kemampuan menyari dengan polaritas yang lebar mulai dari senyawa nonpolar sampai dengan polar (Saifudin et al., 2011).

Metode ekstraksi maserasi ialah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan kamar. Sedangkan metode ekstraksi sokletasi ialah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).

Alasan pemilihan metode ekstrasi maserasi dan sokletasi karena mempunyai banyak keuntungan dibandingkan dengan metode ekstraksi lainnya. Keuntungan utama metode ekstraksi maserasi yaitu, prosedur dan peralatan yang digunakan sederhana, metode eskraksi maserasi tidak dipanaskan sehingga bahan alam tidak menjadi terurai. Ekstraksi dingin memungkinkan banyak senyawa terekstraksi, meskipun beberapa senyawa memiliki kelarutan terbatas dalam


(18)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pelarut esktraksi pada suhu kamar. Sedangkan metode ekstraksi cara panas (sokletasi) merupakan metode esktraksi terbaik untuk memperoleh hasil esktrak yang banyak dan juga pelarut yang digunakan lebih sedikit (efisiensi bahan) waktu yang digunakan lebih cepat, sampel yang diekstraksi secara sempurna karena dilakukan berulang-ulang. Selain itu karena aktivitas biologis tidak hilang saat dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam pencarian induk obat (Heinrich, 2004).

Penentuan kadar piperin menggunakan alat TLC-Scanner dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) Densitometri. Pemilihan metode ini karena memiliki kepekaan dan ketelitian yang tinggi sehingga dimanfaatkan untuk tujuan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam campuran dengan waktu yang singkat, relatif sederhana, dan murah serta mudah dilaksanakan dan dapat dilaksanakan pada kadar kecil. Kromatografi lapis tipis (KLT) Densitometer yaitu alat untuk pengukur kuantitatif secara langsung pada lempeng kromatografi lapis tipis (KLT). Densitometri merupakan metode analisis instrumental yang didasarkan pada interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan bercak kromatografi lapis tipis (KLT) (Farmakope Herbal, 2009).

Metode densitometri dimaksudkan untuk analisis kuantitatif analit dengan kadar kecil, yang sebelumnya dilakukan pemisahan dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Densitometer terdiri dari alat mekanik yang menggerakan lempeng atau suatu alat pengukur sepanjang sumbu x dan sumbu y, perekam integrator atau komputer yang sesuai, dan untuk zat yang memberikan respon pada UV-Vis, fotometer dengan sumber cahaya, alat optik yang mampu menghasilkan cahaya monokromatis dan foto sel dengan sensitifitas yang sesuai, digunakan untuk mengukur pantulan (Farmakope Herbal, 2009).

Bedasarkan literatur Farmakope Herbal (2009) fase gerak yang digunakan pada penelitian ini yaitu pelarut diklorometan, Sedangkan fase diam yaitu lempeng kromatografi lapis tipis (KLT) silika gel 60 GF254. Diklorometan

merupakan pelarut yang bersifat non polar sehingga dapat memisahkan alkaloid, yang bersifat semipolar dengan senyawa lain, di dalam ekstrak buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus).


(19)

1.2. Rumusan Masalah

Apakah metode ekstraksi maserasi dan sokletasi akan menghasilkan ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) dengan kadar piperin yang berbeda?.

1.3. Tujuan

Untuk membandingkan metode ekstraksi maserasi dan sokletasi terhadap kadar piperin tertinggi dari hasil ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus).

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangsih dalam pengembangan obat berbasis herbal dengan bahan baku ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) sebagai pengobatan.


(20)

5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Tanaman Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl)

Gambar 2.1. Tanaman Cabe Jawa Koleksi Foto, Bogor (04-05-2013, 12.18)

2.1.1. Klasifikasi Tanaman

Berdasarkan ilmu taksonomi, klasifikasi tanaman cabe jawa (Piper retrofractum Vahl) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Magnoliopsida/ Dicotyledonae

Ordo : Piperales

Famili/ Suku : Piperaceae Genus/ Marga : Piper

Species : Piper retrofractum Vahl Nama Umum : Cabe Jawa (Hutapea, 1994).

Sinonim : P. officinarum (Miq.) DC., P.chaba Hunter., Chavica officinarum Miq., C. maritima Miq., C. retrofracta (Vahl.) Miq.


(21)

Nama Daerah : Sumatera: Lada panjang, cabai jawa, cabai panjang; Jawa: Cabean, cabe alas, cabe areuy, cabe jawa, cabe sula;

Madura: Cabhi jhamo, cabe ongghu, cabe solah; Sulawesi: Cabia (Makassar).

Nama Asing : Inggris: Javanese long pepper, Perancis: Poivre long de java (BPOM RI, 2010).

2.1.2. Deskripsi (BPOM RI, 2010) 1. Tanaman

Tanaman cabe jawa (Piper retrofractum Vahl) merupakan tumbuhan menahun, percabangan tidak teratur, tumbuh memanjat, melilit, atau melata dengan akar lekatnya, panjangnya dapat mencapai 10m. Percabangan dimulai dari pangkalnya yang keras dan menyerupai kayu. Daun tunggal, bertangkai, bentuk bulat telur sampai lonjong, pangkal seperti jantung atau membulat, ujung agak runcing atau meruncing, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan atas licin, permukaan bawah berbintik-bintik, helaian daun seperti daging, warna hijau, panjang 8,5-30cm, lebar 3-13cm, tangkai daun 0,5-3cm.

Bunga berkelamin tunggal, tersusun dalam bulir yang tumbuh tegak atau sedikit merunduk; ibu tangkai bunga 0,5-2cm; daun pelindung bentuk bulat telur sampai elips, 1-2mm, berwarna kuning selama perkembangan bunga; bulir betina 1,5-3cm; kepala putik 2-3cm, pendek, tumpul. Buah majemuk, termasuk tipe buah batu, keras, berlekatan atau bergerombol teratur dan menempel pada ibu tangkai buah, bentuk bulat panjang sampai silindris dengan bagian ujung menyempit, warna buah merah cerah; biji diameter 2-3 mm2.

2. Simplisia

Buah majemuk berupa bulir, bentuk bulat panjang sampai silindris, bagian ujung agak mengecil, permukaan tidak rata, bertonjolan teratur, panjang 2-7cm, garis tengah 4-8mm, bertangkai panjang, berwarna hijau coklat kehitaman atau hitam, keras. Biji bulat pipih, keras, coklat kehitaman. Bau khas, aromatis, rasa pedas.


(22)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.3. Habitat (BPOM RI, 2010)

Cabe jawa merupakan tumbuhan asli Indonesia, ditanam di pekarangan, ladang, atau tumbuh liar ditempat-tempat yang tanahnya tidak lembab dan berpasir seperti didekat pantai atau di hutan sampai ketinggian 600m. Tempat tumbuh tanaman merambat pada tembok, pagar, pohon lain, atau rambatan yang yang dibuat khusus. Cocok ditanam di tanah yang tidak lembab dan porus (banyak mengandung pasir). Perbanyakan tanaman dilakukan dengan stek batang yang sudah cukup tua atau melalui biji.

2.1.4. Keamanan(Mun’im, 2011)

Penggunaan simplisia relatif cukup aman, tetapi sebaiknya tidak digunakan selama masa kehamilan dan menyusui.

2.2. Kandungan Kimia Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus) (BPOM RI, 2010; Mun’im, 2011)

Piperin, kavisin (isomer piperin), piperidin, piperitin, piperanin, piperilin, asarinin, pellitorin, isobutildeka-trans-2-trans-4-dienamida, saponin, polifenol, minyak atsiri (piperonal, eugenol, kariofelen, bisabolen, pentadekana), asam palmitat, asam tetrahidropiperat, 1-undesilenil-3, 4-metilendioksibenzena, dan sesamin.

2.3. Khasiat dari Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus) (Depkes RI,

1985; Mun’im, 2011)

Buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) berkhasiat sebagai penurun panas, peluruh air seni, peluruh keringat, pereda kejang, dan mengatasi gangguan pencernaan. Efek farmakologi yaitu mempunyai banyak aktivitas antara lain kardiovaskuler, antiamuba (Entamoeba histolytica), antimikroba (beberapa bakteri patogen seperti S.thypi, E.coli, P.aeruginosa), antiulser, antidiabetes, analgesik (induksi asam asetat), antiinflamasi (induksi Karagenan), efek terhadap saluran pernafasan dan preventif terhadap hati.

2.4. Toksisitas dari Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus) (BPOM, 2010)

Termasuk kataori toksisitas sedang. Uji toksisitas akut ekstrak etanol cabe jawa yang diberikan secara oral pada mencit menunjukan LD50 sebesar 3,32


(23)

mg/10g mencit. Sedangkan hasil uji subkronik yang dilakukan selama 90 hari dengan dosis ekstrak etanol cabe jawa 1,25; 3,75 dan 12,5 mg/200 gBB tikus, menunjukan tidak menimbulkan kerusakan pada organ penting.

2.5. Simplisia

2.5.1. Definisi Simplisia (Gunawan, 2004; Depkes RI, 2000)

Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku proses pembuatan ekstrak, baik sebagai bahan obat atau produk. Berdasarkan hal tersebut maka simplisia dibagi menjadi tiga golongan yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan/ mineral.

1. Simplisia Nabati

Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman dan eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel dikeluarkan dari selnya dengan cara tertentu atau zat yang dipisahkan dari tanaman dengan cara tertentu yang masih belum berupa zat kimia murni.

2. Simplisia Hewani

Simplisia hewani adalah simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum berupa zat kimia murni.

3. Simplisia Mineral

Simplisia mineral adalah simplisia berasal dari bumi, baik telah diolah atau belum, tidak berupa zat kimia murni.

2.5.2. Pengelolaan Simplisia (Depkes RI, 1985; Depkes RI, 2000)

Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk simplisia kering (penyerbukan). Dari simplisia dibuat serbuk simplisia dengan perakatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Proses ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak dengan dasar beberapa hal yaitu makin halus serbuk simplisia proses ekstraksi makin efektif, efisien namun makin halus serbuk maka makin rumit secara teknologi peralatan untuk tahap filtrasi. Selama penggunaan peralatan penyerbukan dimana ada gerakan dan interaksi dengan benda keras (logam, dll) maka akan timbul panas (kalori) yang dapat berpengaruh pada


(24)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta senyawa kandungan. Namun hal ini dapat dikompensasi dengan penggunaan nitrogen cair

Untuk menghasilkan simplisia yang bermutu dan terhindar dari cemaran industri obat tradisional dalam menggelola simplisia sebagai bahan baku pada umumnya melakukan tahapan kegiatan berikut ini:

a. Sortasi Basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan-bahan simplisia. Misalnya simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah yang menggandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang tinggi. Oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal.

b. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air sumur dari PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah larut dalam air yang mengalir, pencucian hendaknya dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin.

c. Perajangan

Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami perajangan bahan simplisia dilakukan untuk memperoleh proses pengeringan, pengepakan, dan penggilingan. Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan maka semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya/ hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau, dan rasa yang diinginkan.

d. Pengeringan

Tujuannya yaitu untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunanan mutu atau perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar


(25)

tertentu dapat merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya. Proses pengeringan sudah dapat menghentikan proses enzimatik dalam sel bila kadar airnya dapat mencapai kurang dari 10%. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan, dan luas permukaan bahan.

Suhu yang terbaik pada pengeringan adalah tidak melebihi 600C, tetapi bahan aktif yang tidak tahan pemanasan atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 300C sampai 450C. Terdapat dua cara pengeringan yaitu pengeringan alamiah (dengan sinar matahari langsung atau dengan diangin-anginkan) dan pengeringan buatan (menggunakan instrumen).

e. Sortasi Kering

Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi adalah untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lainnya yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Pada simplisia bentuk rimpang, sering jumlah akar yang melekat pada rimpang terlalu besar dan harus dibuang. Demikian pula adanya partikel-partikel pasir, besi, dan benda-benda tanah lain yang tertinggal harus dibuang sebelum simplisia di bungkus.

f. Penyimpanan

Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur antara simplisia satu dengan yang lainnya. Selanjutnya, wadah-wadah yang berisi simplisia disimpan dalam rak pada gudang penyimpanan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengepakan dan penyimpanan simplisia adalah cahaya, oksigen, atau sirkulasi udara, reaksi kimia yang terjadi antara kandungan aktif tanaman dengan wadah, penyerapan air, kemungkinan terjadinya proses dehidrasi, pengotoraan atau pencemaran, baik yang diakibatkan oleh serangga, kapang atau lainnya.

Untuk persyaratan wadah yang akan digunakan sebagai pembungkus simplisia adalah harus inert, artinya tidak mudah bereaksi dengan bahan lain,


(26)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak beracun, mampu melindungi bahan simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, serangga, penguapan kandungan aktif serta dari pengaruh cahaya, oksigen, dan uap air.

2.5.3. Identitas Simplisia Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus)

(Farmakope Herbal, 2009).

Pemerian yaitu berupa bulir, warna kelabu sampai coklat kelabu atau berwarna hitam kelabu sampai hitam, bau khas, rasa pedas. Bentuk bulat sampai

slindris bagian ujung agak mengecil panjang 2-7cm, garis tengah 4-8mm, bergagang panjang atau tanpa gagang, permukaan luar tidak rata, bertonjolan

teratur.

2.6. Ekstrak dan Ekstraksi 2.6.1. Metode Ekstraksi

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut: A. Cara dingin

Ekstraksi cara dingin memiliki keuntungan dalam proses ekstraksi total, yaitu memperkecil kemungkinan terjadinya kerusakan pada senyawa termolabil yang terdapat pada sampel. Sebagian besar senyawa dapat terekstraksi dengan ekstraksi cara dingin, walaupun ada beberapa senyawa yang memiliki keterbatasan kelarutan terhadap pelarut pada suhu ruangan.

Terdapat sejumlah metode ekstraksi, yang paling sederhana adalah ekstraksi dingin (dalam labu besar berisi biomasa yang diagitasi menggunakan stirer), dengan cara ini bahan kering hasil gilingan diekstraksi pada suhu kamar secara berturut-turut dengan pelarut yang kepolarannya makin tinggi. Keuntungan cara ini merupakan metode ekstraksi yang mudah karena ekstrak tidak dipanaskan sehingga kemungkinan kecil bahan alam menjadi terurai.

Penggunaan pelarut dengan peningkatan kepolaran bahan alam secara berurutan memungkinkan pemisahan bahan-bahan alam bedasarkan kelarutannya (dan polaritasnya) dalam pelarut ekstraksi. Hal ini sangat mempermudah proses isolasi. Ekstraksi dingin memungkinkan banyak senyawa terekstraksi, meskipun beberapa senyawa memiliki pelarut ekstraksi pada suhu kamar (Heinrich et al., 2004)


(27)

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan. Secara teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi dilakukan dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan atau kamar (Depkes RI, 2000).

Maserasi berasal dari bahasa latin Macerace berarti mengairi dan melunakan. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel yang rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari sel yang masih utuh. Setelah selesai waktu maserasi, artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan masuk kedalam cairan, telah tercapai maka proses difusi segera berakhir. Selama maserasi atau proses perendaman dilakukan pengocokan berulang-ulang. Upaya ini menjamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi yang lebih cepat didalam cairan. Sedangkan keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunannya perpindahan bahan aktif. Secara teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Voigh, 1994).

Kerugiannya adalah pengerjaanya lama dan penyarian kurang sempurna. Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Depkes RI, 2000; Depkes RI, 1995).


(28)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Perkolasi (Depkes RI, 2000)

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru dan sempurna (Exhaustiva extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Prinsip perkolasi adalah dengan menempatkan serbuk simplisia pada suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Proses terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/ penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

B. Cara panas (Depkes RI, 2000) 1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan penggulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

2. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Biomasa ditempatkan dalam dalam wadah soklet yang dibuat dengan kertas saring, melalui alat ini pelarut akan terus direfluks. Alat soklet akan mengkosongkan isinya kedalam labu dasar bulat setelah pelarut mencapai kadar tertentu. Setelah pelarut segar melawati alat ini melalui pendingin refluks, ekstraksi berlangsung sangat efisien dan senyawa dari biomasa secara efektif ditarik kedalam pelarut karena konsentrasi awalnya rendah dalam pelarut.

3. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-500C.


(29)

4. Infus

Adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C selama waktu tertentu (15-20 menit).

5. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (suhu lebih dari 300C) dan temperatur sampai titik didih air.

Destilasi Uap (Depkes RI, 2000)

Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air bedasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai sempurna diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut tersdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian.

Destilasi uap, bahan simplisia benar-benar tidak tercelup ke air yang mendidih, namun dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi. Destilasi uap dan air, bahan (simplisia) bercampur sempurna atau sebagian dengan air mendidih, senyawa kandungan menguap tetap kontinu ikut terdestilasi.

Cara Ekstraksi Lainnya (Depkes RI, 2000) a. Ekstraksi Berkesinambungan

Proses ekstraksi yang dilakukan berulangkali dengan pelarut yang berbeda atau resirkulasi cairan pelarut dan prosesnya tersusun berturutan beberapa kali. Proses ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi (jumlah pelarut) dan dirancang untuk bahan dalam jumlah besar yang terbagi dalam beberapa bejana ekstraksi.

b. Superkritikal Karbondioksida

Penggunaan prinsip superkritik untuk ekstraksi serbuk simplisia dan umumnya digunakan gas karbondioksida. Dengan variabel tekanan dan temperatur akan diperoleh spesifikasi kondisi polaritas tertentu yang sesuai untuk melarutkan golongan senyawa kandungan tertentu. Penghilangan cairan


(30)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pelarut dengan mudah dilakukan karena karbondioksida menguap dengan mudah, sehingga hampir langsung diperoleh ekstrak.

c. Ekstraksi Ultrasonik

Getaran ultrasonik (>20.000 Hz) memberikan efek pada proses ekstrak dengan prinsip meningkatkan permiabilitas dinding sel, menimbulkan gelebung spontan (Cavitation) sebagai stres dinamis serta menimbulkan fraksi interfase. Hasil ekstraksi tergantung pada frekuensi getaran, kapasitas alat dan lama proses ultrasonikasi.

d. Ekstraksi Energi Listrik

Energi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan magnet

serta “Electric-discharges” yang dapat mempercepat proses dan meningkatkan

hasil dengan prinsip menimbulkan gelembung spontan dan menyebarkan gelombang tekanan berkecepatan ultrasonik.

2.6.2. Proses Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak melalui tahap-tahap sebagai berikut : a. Pembasahan (Depkes RI, 1986; Depkes RI, 2000).

Pembasahan serbuk dilakukan pada penyarian, dimaksudkan memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada cairan penyari memasuki pori-pori dalam simplisia sehingga mempermudah penyarian selanjutnya. b. Penyari/ Pelarut (Depkes RI, 1986; Depkes RI, 2000)

Cairan penyari yang digunakan dalam proses pembuatan ekstrak adalah penyari yang baik untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau aktif. Penyari tersebut dapat dipisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan lainnya. Faktor utama yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan cairan penyari adalah selektifitas, ekonomis, kemudahan bekerja, ramah lingkunguan dan aman.

Dalam hal keamanan untuk manusia atau hewan coba, cairan pelarut harus memenuhi syarat kefarmasian atau dalam perdagangan dikenal dengan

kelompok spesifikasi “Pharmaceutical grade”. Sampai saat ini berlaku aturan bahwa pelarut yang diperbolehkan adalah air, alkohol (etanol) atau campuran (air dan alkohol).


(31)

c. Pemisahan dan Pemurnian (Depkes RI, 2000)

Tujuannya adalah untuk menghilangkan (memisahkan) senyawa yang tidak dikehendaki semaksimal mungkin tanpa pengaruh pada senyawa kandungan yang dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni. Proses-proses pada tahap ini adalah pengendapan, pemisahan dua cairan tak bercampur, sentrifugasi, dekantasi, filtrasi, serta proses absorpsi dan penukar ion.

d. Pemekatan/ Penguapan (Depkes RI, 2000)

Pemekatan berarti peningkatan jumlah partikel solut (senyawa terlarut) dengan cara penguapan pelarut tanpa sampai menjadi kering tetapi ekstrak hanya menjadi kental/ pekat.

2.6.3. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang terisi diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995).

Ekstrak dikelompokan atas dasar sifatnya, yaitu (Voight, 1995):

a. Ekstrak encer adalah sediaan yang memiliki konsistensi semacam madu dan dapat dituang.

b. Ekstrak kental adalah sediaan yang dilihat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang. Kandungan airnya berjumlah sampai 30%. Tingginya kandungan air menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat karena cemaran bakteri.

c. Ekstrak kering adalah sediaan yang memiliki konsistensi kering dan mudah dituang, sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5%.

d. Ekstrak cair, ekstrak yang dibuat sedemikiannya sehingga 1 bagian simplisia sesuai dengan 2 bagian ekstrak cair.

Proses ekstraksi dapat melalui tahap menjadi: pembuatan serbuk, pembasahan, penyarian, dan pemekatan. Sistem pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dipilih bedasarkan kemampuannya dalam melarutkan jumlah yang


(32)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta maksimum dari zat aktif dan yang seminimum mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan (Depkes RI, 2000).

2.7. Senyawa Piperin

Gambar 2.2. Stuktur Piperin [Kumoro, 2009]

Senyawa piperin adalah senyawa kimia golongan alkaloid, sedikit larut dalam air. Bila dikecap mula-mula tidak berasa, lama-lama terasa tajam mengigit, apabila piperin terhidrolisis akan terurai menjadi piperidin dan asam piperat. Mempunyai berat molekul 285,3377, titik lebur 1280C-1320C, titik didih 498,5240C, kelarutan air 40 mg/L (180C) (cas.ChemNet.com). Kelarutan piperin yaitu larut dalam pelarut organik pada pelarut etanol, petroleum eter, kloroform, metanol. Piperin tidak larut dalam air (Kolhe et al., 2011).

Piperin mempunyai aktivitas dapat menurunkan demam dengan daya antipiretiknya, mengurangi rasa sakit, antioksidan dan mengurangi peradangan. Senyawa ini mempunyai aktivitas farmakologi yang telah teruji secara invivo (pada tikus) yaitu mempunyai aktivitas penyakit tukak lambung, antitumor, dan berfungsi sebagai imunomodulator (Joy et al., 2010; Manoj et al., 2004).

2.8. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Densitometri

Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dengan arah tertentu dan didalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam absorbsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik (Farmakope Herbal, 2009).

Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi diantara dua fase, satu diantaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase gerak). Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat


(33)

terlarut lainnya, yang tereluasi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk cairan atau gas yang disebut eluen (Farmakope Herbal, 2009).

Pada hakikatnya kromatografi lapis tipis (KLT) melibatkan sifat fase diam dan sifat fase gerak. Fase diam dapat berupa serbuk halus dan dapat bertindak sebagai sel penjerap, seperti halnya alumina yang diaktifkan, silika gel, dan resin penukar ion, atau bertindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak. Dalam proses terakhir ini suatu lapisan cairan pada suatu penyangga yang inert berfungsi sebagai fase diam (Farmakope Herbal, 2009).

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu metode yang paling banyak digunakan dan paling mudah untuk memurnikan sejumlah kecil komponen. Metode ini menggunakan lempeng kaca atau aluminium yang telah dilapisi dengan penyerap (misalnya silika gel) dengan ketebalan tertentu tergantung pada jumlah bahan yang akan dimuat ke dalam lempeng analisis biasanya memiliki ketebalan 0,2 mm; lempeng preparatif dapat memiliki ketebalan hingga 1-2 cm (Heinrich et al., 2004).

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu tipe kromatografi partisi dengan menggunakan sebuah lapis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam. Silika gel merupakan fase diam untuk kromatografi lapis tipis (KLT) seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendar dalam sinar ultraviolet. Pada kromatografi lapis tipis (KLT), zat penjerap merupakan lapisan tipis serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik, atau logam secara merata, umumnya digunakan lempeng kaca. Lempeng yang dilapisi dapat dianggap sebagai kolom kromatogarafi terbuka dan pemisahan yang tercapai dapat didasarkan pada absorpsi, partisi, atau kombinasi kedua efek, yang tergantung dari jenis lempeng, cara pembuatan, dan jenis pelarut yang digunakan (Farmakope Herbal, 2009).

Lempeng lapis-penjerap sering menggunakan indikator flouresensi (F254),

sehingga bahan alam yang mengabsorpsi sinar UV pendek (254nm) akan tampak sebagai bercak hitam pada latar hijau,pada sinar UV gelombang panjang, senyawa tertentu dapat menampakkan flouresensi biru atau kuning terang. Baik sifat


(34)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta absorbansi UV maupun flouresensi dapat digunakan untuk memantau pemisahan senyawa pada lempeng kromatografi lapis tipis (KLT) (Heinrich et al., 2004).

Kromatografi lapis tipis (KLT) dengan penjerap penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Harga Rf yang diperoleh pada kromatografi lapis tipis (KLT), tidak tetap jika dibandingkan dengan yang diperoleh pada kromatografi kertas. Karena itu lempeng yang sama disamping kromatogram dari zat yang diperiksa perlu dibuat kromatogram dari zat pembanding kimia, lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan 2 bercak dengan harga Rf dan ukuran yang lebih kurang sama. Ukuran dan intensitas bercak dapat digunakan untuk memperkirakan kadar. Penetapan kadar yang lebih teliti dapat dilakukan dengan cara densitometri atau dengan mengambil bercak dengan hati-hati dari lempeng, kemudian disari dengan pelarut yang cocok dan ditetapkan dengan cara spektrofotometri (Prawirosujanto, 1977).

Kromatografi lapis tipis (KLT) densitometri yaitu alat untuk pengukur kuantitatif secara langsung pada lempeng kromatografi lapis tipis (KLT). Keuntungan penggunaan kromatografi lapis tipis (KLT) adalah mampu memisahkan beberapa sampel secara bersamaan. Densitometri metode analisis instrumental yang didasarkan pada interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan bercak kromatografi lapis tipis (KLT). Pada kondisi dimana fluoresensi diukur, diperlukan filter yang sesuai untuk mencegah cahaya yang digunakan untuk eksitasi mencapai foto sel dengan membiarkan emisi yang spesifik dapat lewat (Farmakope Herbal, 2009).

Penetapan kadar Marker yang memenuhi kriteria spesivitas setidaknya digunakan densitometer. Densitometer adalah instrumen kuantitatif standar untuk penetapan kadar Marker. Dengan sistem ini senyawa target akan berupa bercak tunggal yang terpisah dari senyawa-senyawa lain dari dalam ekstrak sehingga aspek spesivitas terpenuhi (Saifudin, 2011).


(35)

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian berlangsung di Laboratorium Penelitian 1, Laboratorium Penelitian 2, Laboratorium Farmakognosi dan Penapisan Fitokimia, Laboratorium Kimia Obat di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada bulan April-November 2013.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain perangkat alat kromatografi lapis tipis (KLT) Densitometer (CAMAG TLC-Scanner 4), perangkat sokletasi, rotary evaporator (Eyela), oven (Memmert), timbangan analitik, penangas air, mikropipet (Eppendorf Research Plus), krus silikat, tang krus, ayakan mesh 60, bejana kromatografi, lempeng kromatografi lapis tipis (KLT) silika gel 60 GF254, kertas saring, kertas saring bebas abu (Whatman No.3),

kapas, kain kassa, erlenmeyer, gelas beker 50 mL, gelas beker 100 mL, gelas ukur 5 mL, gelas ukur 10 mL, gelas ukur 50 mL, gelas ukur 100 mL, labu ukur 5 mL, labu ukur 10 mL, labu ukur 20 mL, labu ukur 50 mL, corong, cawan porselen, tabung reaksi, rak tabung reaksi, batang pengaduk, pinset, spatula, pipet tetes.

3.2.2. Bahan

Simplisia buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus), Standar Piperin (Sigma-Aldrich), pelarut Etanol 95 % P, pelarut Etanol p.a, pelarut Diklorometan P, pereaksi Mayer, pereaksi Dragendorff, H2SO4 0,1N

3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Pengumpulan Bahan

Bahan buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) diperoleh dari BALITRO (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat), Bogor, Jawa Barat.

3.3.2. Determinasi Tanaman

Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus) diidentifikasi di Herbarium Bogoriensis, LIPI Pusat Biologi, Bidang Botani, Cibinong, Bogor.


(36)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.3. Pembuatan Serbuk Simplisia

Serbuk simplisia buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) dibuat dari simplisia utuh yang sudah dikeringkan melalui proses pembuatan serbuk dengan cara diblender tanpa menyebabkan kerusakan atau kehilangan kandungan kimia yang dibutuhkan dan diayak dengan mengunakan ayakan mesh 40.

3.3.4. Pembuatan Ekstrak

Pembutan ekstrak dari buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) dibuat metode ekstraksi yaitu maserasi dan sokletasi.

a. Metode Ekstraksi Maserasi

Masukkan 40 gram serbuk simplisia buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) kedalam botol gelap, tambahkan 400 mL pelarut etanol 95%. Rendam selama 6 jam pertama sambil sekali-sekali diaduk, kemudian diamkan selama 18 jam setelah itu disaring dengan kapas dan kain kasa kemudian kertas saring. Ampas yang didapat kemudian diremaserasi sampai hasil filtrat maserasi mendekati warna pelarut etanol 95% (tersari sempurna). Filtrat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 500C.

b. Metode Ekstraksi Sokletasi

Dipasang alat sokletasi, kemudian sampel sebanyak 40 gram dibungkus dengan kertas saring, ikat dengan benang, dimasukan kedalam alat soklet, masukan pelarut etanol 95 % sebanyak 400 mL kedalam labu soklet. Lakukan sokletasi dengan suhu 700C sampai tetesan siklus tidak bewarna lagi atau kurang lebih selama 5 jam. Ekstrak cair yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan menggunakann rotary evaporator pada suhu 500C.

Hitung hasil rendemen ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) dengan rumus sebagai berikut:

% Rendemen :


(37)

Nilai rendemen ekstrak buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) tidak kurang dari 12,0% (Farmakope Herbal, 2009).

3.3.5. Skrining Fitokimia Golongan Alkaloid (Swapna et al., 2012) a. Tes Meyer

1 mL ekstrak ditambahkan 2 mL reagen Meyer dilihat jika ada endapan putih maka estrak tersebut mengandung alkaloid.

b. Tes Dragendorf

1 mL ekstrak ditambahkan 1 mL reagen Dragendorf kemudian jika ada endapan merah bata, maka ekstrak tersebut mengandung alkaloid.

3.3.6. Pengujian Parameter Ekstrak

Parameter Spesifik Ekstrak (Depkes RI, 2000) 1. Identitas

Tujuannya adalah untuk memberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik dari senyawa identitas. Parameter identitas ekstrak deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak, nama latin tumbuhan (sistematika botani), bagian tumbuhan yang digunakan, nama Indonesia tumbuhan dan ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas artinya senyawa tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu.

2. Organoleptik

Tujuannya pengenalan awal yang sederhana seobyektif mungkin. Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan panca indera men-deskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa.

Parameter Non Spesifik Ekstrak (Farmakope Herbal, 2009; Depkes RI, 2000) 1. Penetapan Kadar Air (tidak lebih dari 12%)

Tujuannya yaitu memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air didalam bahan. Cara kerja mengunakan metode gravimetri yaitu masukan lebih kurang 10 gram ekstrak dan timbang saksama dalam wadah yang telah ditara. Keringkan pada suhu 1050 C selama 5 jam dan ditimbang. Lanjutkan pengeringan dan timbang setelah1 jam sampai perbedaan (selisih) antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%.


(38)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta % Kadar air =

× 100%

2. Penetapan Kadar Abu Total (tidak lebih dari 1,0% )

Tujuannya yaitu memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuk ekstrak. Ditimbang 2 gram ekstrak dengan seksama kedalam krus yang telah ditara, dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, diinginkan dan timbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, aduk, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan kertas saring beserta sisa penyaringan dalam krus yang sama. Masukan filtrat ke dalam krus,uapkan dan pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan uji.

Kadar Abu Total =

× 100%

3. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam (tidak lebih dari 0,5%)

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 ml asam sulfat encer P selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam,saring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas,pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara.

Kadar Abu Tidak Larut Asam =

× 100%

3.3.7. Pengukuran Kadar Piperin

Pengukuran penetapan kadar piperin ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) dengan cara kromatografi lapis tipis (KLT) Densitometri (TLC-Scanner)

a. Pembuatan Larutan Standar Piperin (Lartan Induk 2000 ppm)

Larutan induk : Ditimbang 20 mg standar piperin, larutkan dalam etanol p.a secukupnya sampai tanda batas 10 mL.


(39)

Deret Standar Piperin

-Larutan Standar Piperin 200 ppm

Diambil dari larutan induk standar piperin (2000 ppm) sebanyak 0,5 mL dengan mengunakan mikropipet kemudian ditambahkan etanol p.a sampai tanda batas 5 mL.

-Larutan Standar Piperin 400 ppm

Diambil dari larutan induk standar piperin (2000 ppm) sebanyak 1 mL dengan mengunakan mikropipet kemudian ditambahkan etanol p.a sampai tanda batas 5 mL.

-Larutan Standar Piperin 600 ppm

Diambil dari larutan induk standar piperin (2000 ppm) sebanyak 1,5 mL dengan mengunakan mikropipet kemudian ditambahkan etanol p.a sampai tanda batas 5 mL.

-Larutan Standar Piperin 800 ppm

Diambil dari larutan induk standar piperin (2000 ppm) sebanyak 2 mL dengan mengunakan mikropipet kemudian ditambahkan etanol p.a sampai tanda batas 5 mL.

-Larutan Standar Piperin 1000 ppm

Diambil dari larutan induk standar piperin (2000 ppm) sebanyak 2,5 mL dengan mengunakan mikropipet kemudian ditambahkan etanol p.a sampai tanda batas 5 mL.

b. Larutan Uji

Timbang saksama lebih kurang 50 mg ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus), larutkan dalam 25 mL etanol p.a didalam tabung reaksi. Saring kedalam labu terukur 50 mL, bilas kertas saring dengan etanol p.a secukupnya sampai tanda sehingga didapat konsentrasi 1000 ppm kemudian diencerkan menjadi 800 ppm.

c. Pengukuran (Farmakope Herbal, 2009)

Totolkan masing-masing 1 μL larutan deret standar dan larutan uji pada lempeng kromatografi lapis tipis (KLT) silika gel 60 F254, kembangkan

dengan fase gerak diklorometan P, ukur dengan kromatografi lapis tipis (KLT) Densitometri (TLC-Scanner), pada panjang gelombang 254 nm.


(40)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta d. Analisis Hasil TLC-Scanner (Murrukmihadi, 2013)

Data luas area yang didapatkan dari baku standar piperin kemudian dibuat persamaan kurva baku. Persamaan kurva baku yaitu y= a+bx dengan y=AUC (Area Under Curve), x= kadar piperin (ng). AUC (Area Under Curve) yang didapat dari hasil scan pada alat TLC-Scanner kemudian dimasukan kedalam persamaan garis kurva baku, maka didapatkan masing-masing % kadar piperin dalam ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) hasil eksraksi maserasi dan sokletasi


(41)

4.1. Hasil Determinasi Tanaman

Pada penelitian ini dilakukan perbandingan metode ekstraksi maserasi dan sokletasi terhadap kadar piperin buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus). Sampel buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) diperoleh dari BALITRO (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat), Bogor, Jawa Barat. Hasil Determinasi tanaman menunjukkan bahwa buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) berasal dari tanaman jenis Piper retrofractum Vahl dari famili Piperaceae, seperti yang tertera pada Lampiran 1.

4.2. Hasil Parameter Tanaman

Tanaman yang digunakan pada penelitian ini yaitu cabe jawa (Piper retrofractum Vahl). Bagian tanaman yang diambil yaitu buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) yang yang telah matang dan berusia 6 bulan. Proses pengeringan buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) yaitu dengan cara dijemur secara langsung sinar matahari dari jam 8 pagi, setelah lewat dari jam 11 siang buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) ditutup dengan kain hitam tipis agar kandungan kimia yang terdapat dalam buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) tidak menguap. Untuk mendapatkan hasil simplisia buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) yang kering dilakukan pengeringan selama 5 hari.

Pada penelitian ini menggunakan simplisia utuh buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) yaitu diperoleh dari BALITRO (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat), Bogor, Jawa Barat. Simplisia utuh buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) yang diperoleh kemudian diserbuk dengan menggunakan blender setelah itu di ayak dengan menggunakan ayakan mesh 40. Serbuk simplisia buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 240 gram.

4.3. Hasil Ekstraksi

4.3.1. Metode Ekstraksi Maserasi

Sebanyak 40 gram serbuk simplisia buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) yang telah diayak dengan ayakan mesh 40 dimaserasi dengan pelarut


(42)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta etanol 95% sebanyak 400mL, kemudian direndam selama 24 jam sambil sesekali diaduk, setelah 24 jam didiamkan kemudian disaring dengan mengunakan corong yang dilapisi kertas saring sehingga didapat filtrat kemudian ampas yang didapat diremaserasi sebanyak empat kali sampai larutan mendekati tidak berwarna (tersari semua). Maserasi sampel dilakukan dengan mengunakan pelarut etanol 95% karena sifatnya yang mampu melarutkan hampir semua zat, baik yang bersifat polar, semi polar, dan non polar (Arifin et al., 2006). Filtrat yang telah dihasilkan kemudian dikentalkan dengan rotary evaporator pada suhu 500C hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus extractum spissum) diperoleh yaitu sebanyak 6,95 gram.

Ekstraksi maserasi dilakukan sebanyak 3 kali maserasi, dikarenakan ekstrak yang didapat dari hasil maserasi yang pertama kurang mencukupi, sehingga ekstraksi maserasi dilakukan tiga kali. Hasil maserasi yang kedua dan ketiga dengan metode maserasi yang sama, maka diperoleh ekstrak kental buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus extractum spissum) maserasi kedua 5,65 gram dan maserasi yang ketiga 5,33 gram.

4.3.2. Metode Ekstraksi Sokletasi

Sebanyak 40 gram serbuk simplisia buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) yang telah diayak dengan menggunakan ayakan mesh 40 dibungkus dengan kertas saring disesuaikan dengan besarnya alat sokletasi kemudian dimasukkan kedalam alat sokletasi. Pelarut etanol 95% sebanyak 400mL dimasukkan kedalam labu sokletasi dan dilakukan sokletasi dengan suhu 700C sampai tetesan siklus mendekati tidak berwarna (tersari sempurna). Pelarut etanol 95% digunakan karena merupakan pelarut serbaguna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan (J.B. Harbone, 1987). Etanol 95% juga memiliki kemampuan menyari dengan polaritas yang lebar mulai dari senyawa nonpolar sampai dengan polar (Saifudin et al., 2011).

Ekstraksi sokletasi untuk mendapatkan tetesan siklus yang tidak berwarna lagi (tersari sempurna) yaitu 7 jam. Hasil sokletasi dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 500C dengan tujuan untuk menghilangkan pelarut sehingga didapat ekstrak kental buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus extractum


(43)

spissum). Ekstrak kental buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus extractum spissum) pada hasil sokletasi yang pertama yaitu didapat sebanyak 4,81 gram.

Ekstraksi sokletasi dilakukan sebanyak 3 kali, dikarenakan ekstrak yang didapat dari hasil sokletasi yang pertama kurang mencukupi, sehingga ekstraksi sokletasi dilakukan tiga kali. Hasil sokletasi yang kedua dan ketiga dengan metode sokletasi yang sama, maka diperoleh ekstrak kental buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus extractum spissum) maserasi kedua 6,88 gram dan maserasi yang ketiga 5,11 gram.

4.4. Hasil Pengujian Parameter Spesifik 4.4.1. Hasil Identitas Ekstrak

Tujuan hasil identitas ekstrak yaitu untuk memberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik dari senyawa identitas (Depkes RI, 2000). Hasil identitas ekstrak hasil maserasi dan sokletasi buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Identitas Ekstrak Etanol 95% Buah Cabe Jawa

No. Identitas Keterangan

Hasil Maserasi Hasil Sokletasi

1. Nama ekstrak Ekstrak Etanol 95% Buah Cabe Jawa

Ekstrak Etanol 95% Buah Cabe Jawa 2. Nama latin Piperis retrofracti

fructus

Piperis retrofracti fructus

3. Bagian tumbuhan Buah Buah

4. Nama Indonesia Buah Cabe Jawa Buah Cabe Jawa

Identitas ekstrak yang diperoleh memiliki nama yaitu ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) yang diambil dari buah tanaman Piper retrofractum Vahl atau nama Indonesia ialah cabe jawa.

4.4.2. Hasil Organoleptik Ekstrak

Organoleptik ekstrak bertujuan sebagai pengenalan awal yang sederhana seobyektif mungkin menggunakan panca indra dengan mendeskripsikan bentuk,


(44)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta warna, bau, dan rasa (Depkes, 2000). Hasil organoleptik ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Organoleptik Ekstrak Etanol 95% Buah Cabe Jawa

No. Organoleptik Keterangan

Hasil Maserasi Hasil Sokletasi

1 Bentuk Kental Kental

2. Warna Coklat tua Coklat tua

3. Bau Khas Khas

Ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) dari hasil ekstraksi maserasi dan sokletasi dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil organoleptik ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) maserasi dan sokletasi telah sesuai dengan Farmakope Herbal (2009) yang menyatakan identitas ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) yaitu ekstrak berkosistensi kental, berwarna coklat tua dan bau khas.

4.5. Hasil Rendemen 4.5.1. Metode Maserasi

Nilai rendemen ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) yang didapat dari hasil ekstraksi maserasi dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Hasil Rendemen Ekstrak Hasil Maserasi

No. Bobot Serbuk Simplisia yang diekstraksi (gram)

Bobot Ekstrak Hasil Maserasi (gram)

Nilai Rendemen (%)

1. 40 gram 6,94 17,35

2. 40 gram 5,65 13,9

3. 40 gram 5,33 13,32

Rata-Rata Nilai Rendemen 14,8566

Rendemen ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) hasil ekstrak maserasi yaitu 14,93%. Besar kecilnya nilai rendemen menunjukkan keefektifan proses ekstraksi. Efektifitas proses ekstraksi dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan sebagai penyari, ukuran partikel simplisia, metode dan


(45)

lamanya ekstraksi. Menurut literatur Farmakope Herbal (2010) nilai rendemen ekstrak kental buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus extractum spissum) tidak kurang dari 12%. Jadi nilai rendemen ekstrak kental buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus extractum spissum) dengan metode ekstraksi maserasi sesuai dengan literatur.

4.5.2. Metode Sokletasi

Rendemen ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) yang didapat dari hasil ekstraksi sokletasi dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Hasil Rendemen Ekstrak Hasil Sokletasi

No. Bobot Serbuk Simplisia yang diekstraksi (gram)

Bobot Ekstrak Hasil Maserasi (gram)

Nilai Rendemen (%)

1. 40 gram 4,81 12,025

2. 40 gram 6,88 17,2

3. 40 gram 5,11 12,775

Rata-Rata Nilai Rendemen 14

Rata-rata nilai rendemen ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) yang diperoleh dengan metode sokletasi yaitu 14%. Menurut literatur Farmakope Herbal (2010) nilai rendemen ekstrak kental buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) tidak kurang dari 12%. Jadi nilai rendemen ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) dengan metode sokletasi sesuai dengan literatur.

4.6. Hasil Skrining Fitokimia Golongan Alkaloid

Skrining fitokimia merupakan metode pendekatan yang dapat digunakan untuk mengungkapkan keberadaan senyawa-senyawa metabolit sekunder dari tumbuh-tumbuhan (Nohong, 2009). Skrining fitokimia yang dilakukan hanya golongan alkaloid karena pada senyawa piperin termasuk golongan alkaloid, sehingga dilihat apakah ekstrak hasil maserasi dan sokletasi yang didapat yaitu mengandung alkaloid atau tidak. Skrining fitokimia golongan alkaloid ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) hasil maserasi dan sokletasi telah dilakukan dan dapat dilihat pada Tabel 4.5.


(46)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.5. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Buah Cabe Jawa

No. Pengujian Hasil Skrining

Ekstrak Hasil Maserasi Ekstrak Hasil Sokletasi

1. Tes Mayer + +

2. Tes Dragendorff + +

Skrining fitokimia golongan alkaloid yang dilakukan terhadap ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) didapat hasil positif untuk golongan alkaloid. Pengujian yang dilakukan yaitu tes Mayer didapat endapan warna putih dan tes Dragendorf didapat endapan warna merah bata. Bedasarkan hasil pemeriksaan skrining fitokimia ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) dari ekstrak hasil maserasi dan hasil sokletasi termasuk golongan alkaloid, seperti tertera pada Lampiran 11.

4.7. Hasil Kadar Air

Tujuannya yaitu untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air didalam bahan (Depkes RI, 2000). Kadar air ditetapkan untuk menjaga kualitas ekstrak ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus). Hasil kadar air ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) didapat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Hasil Kadar Air

Hasil Ekstrak Berat Awal (gram)

Berat Akhir

(gram) (%) Kadar Air

Maserasi 1,0064 0,8479 15,7492

Sokletasi 1,0013 0,8438 15,7295

Menurut Voigt (2005) range kadar air tergantung terhadap jenis ekstrak yaitu ekstrak kering kadar air <10%, ekstrak kental 5-30%, ekstrak cair >30%. Syarat untuk kadar air ekstrak buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) menurut Farmakope Herbal (2009) yaitu tidak lebih dari 12 %, dari hasil ini menunjukkan kadar air dalam ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) yang telah diuapkkan pelarut etanol 95% dengan alat rotari


(47)

evaporator pada suhu 500C yaitu hasil ekstraksi secara maserasi adalah 15,7492% sedangkan ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) hasil ekstraksi sokletasi adalah 15,7295%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar air ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) hasil maserasi maupun hasil sokletasi telah melebihi batas yang disyaratkan pada literatur Farmakope Herbal (2009).

Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang menentukan daya tahan produk pangan dan terkait dengan aktivitas mikroorganisme selama penyimpanan. Produk yang mempunyai kadar air yang tinggi lebih mudah rusak karena produk tersebut dapat menjadi media yang kondusif bagi pertumbuhan mikroorganisme. Produk dengan kadar air rendah relatif lebih stabil dalam penyimpanan jangka panjang dari pada produk yang berkadar air tinggi (Pardede

et al., 2013).

4.8. Hasil Kadar Abu Total

Pada tahap ini ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) dipanaskan pada suhu 6250C hingga senyawa organik serta turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan anorganik saja. Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu total bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (Depkes RI, 2000). Hasil kadar abu ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) total dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Hasil Kadar Abu Total

Hasil Ekstrak Berat Cawan kosong (gram) Berat Sampel (gram) Berat Cawan+Ekstrak Setelah Pemijaran (gram) Berat Abu (gram) %Kadar Abu Total

Maserasi 23,8643 1 23,9155 0,0512 5,12

Sokletasi 23,3649 1,0015 23,4013 0,0364 3,63

Besarnya kadar abu total ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) hasil maserasi dan hasil sokletasi menunjukkan bahwa sisa


(48)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta anorganik yang terdapat dalam ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) hasil maserasi sebesar 5,12% sedangkan pada ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) hasil sokletasi yaitu 3,63%. Hasil tersebut menunjukkan perbedaan kadar abu total ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) dari hasil ekstraksi maserasi dan sokletasi.

Syarat untuk kadar abu total untuk ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) menurut Farmakope Herbal (2009) yaitu tidak lebih dari 1,0%, hasil tersebut menunjukkan kadar abu total dalam ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) hasil ekstraksi secara maserasi dan sokletasi melebih batas yang disyaratkan.

Kadar abu ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) hasil ekstraksi maserasi lebih tinggi dibandingkan hasil sokletasi, hal tersebut dikarenakan pada metode ekstraksi maserasi terjadi perendaman simplisia buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) selama 4 hari sehingga banyak logam-logam yang ikut tersari, sedangkan pada metode ekstraksi sokletasi penyariannya hanya dilakukan satu hari. Kadar abu menunjukkan oksida logam dan mineral yang terdapat pada suatu bahan. Tingginya kadar abu suatu bahan mengidentifikasikan tingginya oksida logam dan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut. Abu yang terbentuk merupakan oksida-oksida logam atau logam yang terbakar (Lesbani et al, 2011).

4.9. Kadar Abu Tidak Larut Asam

Hasil pengujian kadar abu tidak larut asam ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) didapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Hasil Kadar Abu Tidak Larut Asam

Hasil Ekstrak Berat Cawan kosong (gram) Berat Sampel (gram) Berat Cawan+Ekstrak Setelah Pemijaran (gram) Berat Abu (gram) %Kadar Abu Total

Maserasi 41,3934 1 41,3955 0,0021 0,21


(49)

Menurut Farmakope Herbal (2009) syarat untuk kadar abu tidak larut asam ekstrak buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) yaitu tidak lebih dari 0,5%. Hasil kadar abu tidak larut asam menunjukkan bahwa unsur anorganik yang tidak larut dalam asam ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) hasil ekstraksi secara maserasi sebesar 0,21% dan ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) hasil sokletasi sebesar 0,169%. Hasil tersebut menunjukkan kadar abu abu tidak larut asam dalam ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) hasil ekstraksi secara maserasi dan sokletasi tidak melebihi batas yang disyaratkan. Adanya kandungan abu tidak larut asam yang rendah menunjukkan adannya pasir atau kotoran lain dalam kadar rendah.

4.10. Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Densitometri

Kadar piperin ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) diukur menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT) Densitometri dengan alat TLC-Scanner. Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan senyawa kimia secara kimia fisika bedasarkan perbedaan kecepatan migrasi atau rasio distribusi dari komponen campuran fase diam dan fase gerak (Kusumaningtyas et al., 2008). Pelarut yang digunakan untuk melarutkan ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) ialah etanol p.a. Pada penentuan kadar senyawa Marker ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) peneliti menggunakan senyawa identitas yang merupakan senyawa khas yang terdapat dalam buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) yaitu senyawa piperin.

Pada proses kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan fase diam yaitu silika gel 60 GF 254 berukuran 8×10 cm dan fase geraknya menggunakan pelarut

diklorometan. Diklorometan merupakan pelarut yang bersifat non polar karena alkaloid bersifat semipolar sehingga dapat memisahkan alkaloid dengan senyawa lain didalam ekstrak. Penotolan pada plat kromatografi lapis tipis (KLT) yaitu 1 μL menggunakan mikropipet. Setelah dilakukan penotolan kemudian dielusi dengan menggunakan fase gerak diklorometan, yang sebelumnya telah dilakukan proses penjenuhan pada chamber. Proses penjenuhan chamber bertujuan mempercepat proses elusi.


(50)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Proses elusi pada plat kromatografi lapis tipis (KLT) dilakukan selama kurang lebih 15 menit sampai tanda batas rambat yang telah ditandai. Plat yang telah dielusi atau dikembangkan kemudian dikeringkan dengan cara didiamkan. Setelah selesai kemudian plat kromatografi lapis tipis (KLT) dianalisis dengan menggunakan alat TLC-Scanner. Alat TLC-Scanner digunakan untuk menentukan kadar piperin ekstrak buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) Densitometri dan juga dapat dilakukan analisa kualitatif piperin bedasarkan nilai Rf. Pada analisa kuantitatif, bercak fase diam dapat langsung diukur menggunakan teknik Densitometri. Densitometri dapat bekerja secara serapan atau fluoresensi (Gandjar et al., 2008). Pengamatan kadar senyawa piperin dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) Densitometri pada panjang gelombang 254 nm (Farmakope Herbal, 2009). Hasil kromatografi lapis tipis (KLT) Densitometri dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Hasil KLT Densitometri Track Track Type Konsentrasi

(ppm)

Bobot Piperin

(ng) Rf Area

1 Standar Piperin 200 200 0,03 3323,27

2 Standar Piperin 400 400 0,04 5420,19

3 Standar Piperin 600 600 0,03 7451,89

4 Standar Piperin 800 800 0,04 8641,72

5 Standar Piperin 1000 1000 0,03 9840,99

6 Ekstrak Hasil

Maserasi 800

X ekstrak hasil

maserasi 0,04 2632,60 7 Ekstrak Hasil

Sokletasi 800

X ekstrak hasil

sokletasi 0,03 3082,79

Setelah proses scan selesai maka didapat hasil luas area dan peak

kromatogram sampel dan selanjutnya dibuat kurva kalibrasi dengan menggunakan persamaan regresi linear. Kurva kalibrasi piperin, dibuat dengan rentang deret standar seperti terlihat pada Tabel 4.10.


(51)

Tabel 4.10. Luas Area Piperin

Bobot Piperin (ng) Luas Area (AUC)

200 3323,27

400 5420,19

600 7451,89

800 8641,72

1000 9840,99

KURVA KALIBRASI PIPERIN

Gambar 4.1. Kurva Kalibrasi Piperin Koefisien korelasi : 0,990026

Persamaan garis : y = 2058,521+8,128485x x= (y-2058,521)/ 8,128485

Hasil persamaan regresi linear yang didapat kemudian dibuat kurva kalibrasi standar sehingga didapat hubungan antara berat senyawa standar dengan luas area. Setelah didapat hasil dari kurva kalibrasi, luas area sampel dimasukkan kedalam persamaan regresi linear, lalu akan mendapatkan berat senyawa sampel kemudian dilakukan perhitungan kadar senyawa piperin dalam ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus). Linearitas merupakan salah satu parameter untuk menilai kesahihan metode analisis dengan melihat nilai

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

0 200 400 600 800 1000 1200

LU A S A R E A (A UC)

BOBOT PIPERIN (ng)

y = 2058,521+8,128485x r = 0,990026


(52)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hubungan respon dari berbagai konsentrasi zat baku pada suatu kurva baku yang dilihat sebagai nilai koefisien korelasi (Murrukmihadi, 2013).

Pembuatan kurva kalibrasi standar piperin yang terdiri dari lima deret standar yang berbeda, yaitu larutan standar 200; 400; 600; 800; 1000 ng diperoleh persamaan garis y = 2058,521+8,128485x dengan koefisien korelasi 0,990026. Hasil persamaan garis yang didapat kemudian dihitung kadar piperin ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus). Kenaikan konsentrasi atau kadar standar piperin sebanding dengan kenaikan nilai AUC (Area Under Curve) pada pada kromatografi lapis tipis (KLT) Densitometri. Hal ini sesuai dengan apa yang didapat. Semakin tinggi kadar piperin dalam larutan standar maka semakin besar nilai AUC (Area Under Curve) (Murrukmihadi, 2013).

% Kadar Piperin=

Ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) hasil ekstraksi maserasi dan sokletasi dapat dilihat hasil kadar piperin yaitu pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11. Hasil Kadar Piperin dalam Ekstrak

Ekstrak Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus)

Bobot Piperin Dalam Sampel (ng)

Kadar Piperin (% b/b)

Ekstrak Hasil Maserasi 70,6255 8,8281

Ekstrak Hasil Sokletasi 126,0098 15,7512

Hasil yang didapat pada penentuan kadar piperin dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT) Densitometri (TLC-Scanner) terlihat bahwa metode ekstraksi yang mampu menghasilkan kadar piperin tertinggi yaitu pada metode ekstraksi sokletasi yaitu sebesar 126,0098 ng (15,7512%). Pada metode ekstraksi sokletasi menghasilkan kadar piperin yang tertinggi karena senyawa piperin bersifat termostabil untuk dilakukan ekstraksi cara panas, dalam hal ini yaitu metode ekstraksi sokletasi dan metode ini dapat menyari senyawa piperin dalam buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) yang lebih efektif.


(53)

Metode ekstraksi sokletasi merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes, 2000). Selain itu karena aktivitas biologis tidak hilang saat dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam pencarian induk obat (Heinrich, 2004). Proses ekstraksi dipengaruhi oleh suhu, ukuran partikel, jenis pelarut, waktu ekstraksi, dan metode ekstraksi. Metode ekstraksi sokletasi merupakan suatu metode dengan pemanasan, pelarut yang digunakan akan mengalami sirkulasi, dibandingkan dengan cara maserasi, ekstraksi sokletasi memberikan hasil ekstrak yang lebih tinggi (Irianti et al., 2012).


(1)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 16. Luas Area Standar Piperin Standar Piperin 200 ppm


(2)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Standar Piperin 600 ppm


(3)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(4)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 17. Luas Area Ekstrak

1. Ekstrak Etanol 95% Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus) Hasil Ekstraksi Secara Maserasi.

2. Ekstrak Etanol 95% Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus) Hasil Ekstraksi Secara Sokletasi.


(5)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 18. Perhitungan Kadar Piperin

Dari kurva kalibrasi didapat persamaan garis y = a+bx, Dimana y = Luas puncak / area

x = Berat

a = Nilai Intersep b = Nilai Slope

r = Koefisien Korelasi

r = 0,990026 a = 2058.521 b = 8,128485

y = 2058,521+8,128485x x =

1. Ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) hasil ekstraksi maserasi diketahui AUC ekstrak hasil ekstraksi secara maserasi yaitu 2632,60.

x =

x =

x = 70,6455 ng

%KadarPiperin=

=

× 100%

= 8,8281 %

Hasil % kadar piperin ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) hasil ekstraksi secara maserasi pada larutan dengan konsentrasi 800 ppm yaitu 8,8281 %.


(6)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) hasil ekstraksi secara sokletasi diketahui AUC ekstrak hasil sokletasi yaitu 3082,79.

x =

x =

x = 126,0098 ng

%Kadar Piperin=

=

× 100%

= 15,7512 %

Hasil % kadar piperin ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) hasil ekstraksi secara sokletasi pada larutan dengan konsentrasi 800 ppm yaitu 15,7512 %.