Bagaimana Mengubah Cinta Semu Menjadi Cinta Hakiki

Bagaimana Mengubah Cinta Semu Menjadi Cinta Hakiki

Cinta semu dan cinta hakiki sama-sama halal. Bedanya, cinta semu hanya cinta sebatas
dunia, sedangkan cinta hakiki merupakan cinta yang hasilnya dapat dipetik di akhirat
kelak. Untuk memahami hal ini ada baiknya disajikan sabda Nabi saw. berikut, yang
berkaitan dengan hijrah:

ِ َ‫ات وإِمََا لِ ُك ِل ام ِر ٍئ ما نَوى فَمن َكان‬
ِ ِ ُ ‫إِمََا اْأ َْعم‬
ِ ٍ
ِ
‫اجَر إِلَْي ِه‬
ْ َْ َ َ ْ ّ
َ ‫ت ه ْجَرتُهُ إِ ََ ُدنْيَا يُصيبُ َها أ َْو إِ ََ ْامَرأَة يَْنك ُح َها فَ ِه ْجَرتُهُ إِ ََ َما َه‬
َ ‫ال ِلنّيم‬
َ
Sesungguhnyasemuaamalbergantungpadaniatnyadansesungguhnyasetiap
orang
berhakatasapa yang ianiatkan. Barangsiapa yang hijrahnyamenujudunia yang
iaupayakanatauuntukperempuan yang akanianikahimakahijrahnyamenujupadaapa
yang iahijrahuntuknya. (HR al-Bukhari).


Dalam hadist tersebut Rasulullah saw. Menjelaskan bahwa orang yang berhijrah untuk
mendapatkan harta dan untuk mendapatkan perempuan hasilnya adalah harta dan
perempuan tersebut. Hijrahnya hanya sebatas itu.
Di akhirat ia tidak akan mendapatkan apa-apa. Hijrahnya adalah hijrah semu. Berbeda
halnya apabila hijrahnya itu ditujukan untuk menaati Allah SWT dan Rasul-Nya yang
memerintahkan hijrah; balasan hijrahnya tersebut akan diperoleh di akhirat kelak.
Andai dengan hijrahnya itu ia juga mendapatkan harta dan perempuan, keduanya
ha yalah hasil sa pi ga saja. Tujua ya dan landasannya tetap satu, yaitu menaati
Allah dan Rasul-Nya. Hijrah bentuk kedua ini merupakan hijrah hakiki.
Seseorang yang cinta hijrah tetapi dengan kategori pertama maka cintanya itu cinta
semu. Sebaliknya, orang yang cinta hijrah semata demi menaati Zat Yang
memerintahkan hijrah maka cintanya itu cinta hakiki.
Nabi saw. bersabda:
‫َم ْن َغَزا ِِ َسبِ ِيل هِ َوَْ يَْن ِو إِام عِ َقااً فَلَهُ َما نَ َوى‬
Barangsiapa yang berperang di jalan Allah dalam keadaan tidak berniat kecuali
untuk mendapatkan bele ggu kaki bi ata g ‘iqâl aka ia mendapatkan apa yang
ia niatkan. (HR an-Nasa'i).

Hadist itu memaparkan bahwa berperang untuk mendapatkan harta rampasan

(ghanîmah) tidak berdosa, ghanîmah-nya pun halal. Hanya saja, balasan perangnya
tersebut hanya sebatas materi saja. Berbeda dengan orang yang berperang di jalan Allah
itu karena dorongan, dasar, landasan, paradigma, dan tujuan semata-mata taat karena
Allah SWT; ia akan mendapatkan hasil bukan sekadar di dunia melainkan juga di akhirat.
Balasannya hakiki, bukan sebatas materi.
Demikianlah orang yang mencintai perang/ jihad untuk menegakkan agama Allah SWT;
apabila hal itu semata-mata ditujukan untuk hal-hal yang bersifat material—seperti
harta, popularitas, atau pujian—maka cintanya itu semu. Lain halnya cinta berjihad
yang dibangun di atas hukum Allah dan memenuhi panggilan-Nya; ia merupakan cinta
hakiki.
Begitu pula kecintaan seseorang yang menggunakan apa yang diberikan oleh Allah SWT
yang halal hanya untuk kebahagiaan material, juga merupakan cinta semu. Sedangkan
kecintaan terhadap anugerah Allah SWT semata-mata untuk menggapai keridhaan-Nya
merupakan cinta hakiki. Jelas berbeda antara orang yang menggunakan dunia semata
untuk dunia dan orang yang menggunakan dunia untuk meraih negeri akhirat. Allah
SWT berfirman:

ِ ‫ك ِمن الدُنْيا وأ‬
ِ ‫واب تَ ِغ فِيما ءا ََ َك ه الد‬
ِ ‫آخرَة واَ تَ ْن‬

ِ ‫اد ِِ اْأ َْر‬
‫ب‬
ُ ُُِ َ‫ض إِ من هَ ا‬
َ ‫َح َس َن هُ إِلَْي‬
َ ‫ك َواَ تَ ْب ِغ الْ َف َس‬
ْ ‫َحس ْن َك َما أ‬
ْ َ َ َ َ َ‫س نَصيب‬
َ ُ
َ َ ْ‫مار ا‬
َ َ َْ
َ
ِِ
‫ين‬
َ ‫ال ُْم ْفسد‬
Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi.
Berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.(QS al-Qashash [28]: 77).


Ringkasnya, mencintai istri dengan sekadar memenuhi kebutuhan materialnya saja
hanyalah merupakan cinta semu. Cinta hakiki kepada isri terjadi apabila cinta itu
didasarkan pada hukum Allah dan ditujukan untuk sama-sama mendapatkan keridhanNya serta masuk surga sama-sama. Istri dijadikan ladang ketaatan suami terhadap Allah
SWT, begitu pula sebaliknya.
Cinta yang diberikan kepada anak, apabila sebatas disekolahkan, dikursuskan sempoa,
dan berhasil mencapai gelar sarjana hanyalah cinta semu. Cinta ini akan berubah

menjadi cinta sejati apabila pendidikan anak diarahkan hingga ia menjadi anak shalih
yang taat kepada Allah SWT, mencintai-Nya, peduli kepada umatnya, serta menjadi
bagian dari barisan orang-orang yang senantiasa membela dan menyebarkan kebenaran
Islam. Anak seperti ini akan menjadi hiasan (zînah), bukan malapetaka (fitnah).
Cinta kepada Allah SWT, apabila ditampakkan dengan perilaku sekadar untuk
membebaskan dari kewajiban, masihlah merupakan cinta semu. Agar cinta tersebut
menjadi cinta hakiki haruslah kecintaan itu tulus-ikhlas, sesuai dengan hukum Allah;
dorongan, dasar, landasan, paradigma, dan tujuannya semata taat karena Allah SWT.
Begitulah cara mengubah cinta semu menjadi cinta hakiki. Sekali lagi, ubahlah
dorongan, dasar, landasan, paradigma, dan tujuan semata-mata untuk Allah SWT.
Semua itu dilakukan dalam menjalankan segenap aktivitas sesuai dengan hukum-hukum
Allah SWT.[]