Landasan Teori TINJAUAN PUSTAKA

10 kepuasan keluarga dan kepuasan kerja. Disamping itu, hasil penelitian ini juga menunjukan koefisien terstandarisasi untuk pengaruh antara kepuasan kerja terhadap prestasi kerja, komitmen kerja terhadap prestasi kerja dan prestasi kerja terhadap karier dosen, semuanya mempunyai pengaruh positif dan signifikan.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Perkembangan Teori Akuntansi

Teori akuntansi telah berkembang melalui revolusi selama tahun 1960-an dan 1970-an dan berlanjut sampai tahun 1980-an. Teori akuntansi sangat erat hubunganya dengan praktek akuntansi berupa evaluasi praktek dan pengaruhnya, penjelasan praktek atau pengembangan kerangka acuan sebagai pedoman untuk mengadakan perubahan dalam praktek akuntansi dan adaptasinya terhadap lingkungan yang baru. Akuntansi berkembang sejalan dengan bertambahnya kebutuhan, dan perubahan terjadi secara bertahap dalam konsep dan klinik akuntansi. Mustika, 2009: 160 Teori dapat didefinisikan sebagai seperangkat gagasan konsep, definisi serta proposisi dalil yang saling berkaitan yang memberikan suatu pandangan sistimatis tentang fenomena dan menetapkan hubungan antara variabel yang bertujuan menjelaskan dan memprediksi fenomena. Tujuan utama teori akuntansi adalah memberikan seperangkat prinsip yang saling berhubungan, yang diperoleh secara logis, serta yang berguna sebagai suatu kerangka referensi untuk penilaian dan perkembangan praktek akuntansi. Belkaoui, 1986: 5 11 Peran akuntansi adalah bagian dari sistem informasi akuntansi untuk terus bisa dipakai maka harus terus-menerus mengikuti perkembangan sosial jika tidak maka akuntansi bisa kehilangan manfaatnya dan ditinggalkan masyarakat. Akuntansi adalah proses mengidentifikasikan, mengukur, dan menyampaikan informasi ekonomi sebagai bahan informasi dalam hal pertimbangan dalam mengambil kesimpulan oleh para pemakainaya. Harahap, 1991: 1 Sebagaimana tujuan akuntansi menurut APB statement no 4 akuntansi adalah kegiatan jasa. Fungsinya memberikan informasi kuantitatif biasanya dalam bentuk moneter tentang satu unit ekonomi yang dimaksudkan digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Akuntansi tidak dapat dilepaskan dari aspek perilaku manusia serta kebutuhan organisasi akan informasi yang dapat dihasilkan oleh akuntansi. Akuntansi bukanlah sesuatu yang statis, tetapi akan selalu berkembang sepanjang waktu dengan perkembangan lingkungan akuntansi, agar dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh penggunanya. Ikhsan dan Ishak, 2005: 1 Seperangkat pengetahuan akuntansi dapat dipandang dari dua sisi pengertian yaitu sebagai pengertian profesi keahlian yang dipraktikan didunia nyata dan sekaligus sebagai disiplin pengetahuan yang diajarkan diperguruan tinggi. Dari segi profesi, akuntansi sering dipandang semata- mata sebagai serangkaian prosedur, metode dan teknik tanpa memperhatikan teori dibalik praktik tersebut. Akuntansi dipandang sebagai pelaksanaan dan penerapan standar untuk menyusun seperangkat laporan keuangan Suwardjono, 2005: 4. 12 Pada pengetahuan diperguruan tinggi, akademisi memandang akuntansi sebagai dua bidang kajian yaitu bidang praktik dan teori. Bidang praktik berkepentingan dengan masalah bagaimana praktik dijalankan sesuai dengan PABU. Bidang teori berkepentingan dengan penjelasan, deskripsi, dan argumen yang dianggap melandasi praktik akuntansi yang semuanya dicakup dalam teori akuntansi Suwardjono, 2005: 4

2.2.2. Akuntansi Perilaku

Akuntansi perilaku merupakan bagian dari ilmu akuntansi yang semakin berkembang. Awal perkembangan akuntansi perilaku menekankan pada aspek akuntansi manajemen, khususnya pada pembuatan anggaran. Tetapi dalam hal ini terus berkembang dan bergeser kearah akuntansi keuangan, sistem informasi akuntansi, dan audit. Perkembangan akuntansi perilaku lebih disebabkan karena akuntansi secara simultan dihadapkan pada ilmu-ilmu sosial menyeluruh mengenai bagaimana perilaku manusia mempengaruhi data akuntansi dan keputusan bisnis, serta bagaimana akuntansi mempengaruhi keputusan bisnis dan perilaku manusia. Ikhsan dan Ishak, 2005: 16

2.2.2.1. Pengertian Akuntansi Perilaku

Menurut Ikhsan dan Ishak 2005: 23 Akuntansi perilaku berada di balik peran akuntansi tradisional yang berarti mengumpulkan, mengukur, mencatat dan melaprkan informasi keuangan. Dengan demikian dimensi akuntansi berkaitan dengan perilaku manusia dan juga dengan desain, 13 kontruksi, serta penggunaan suatu sistem informasi akuntansi yang efisien. Akuntansi prilaku, dengan mempertimbangkan hubungan antara perilaku manusia dan sistem akuntansi, mencerminkan dimensi sosial dan budaya manusia dalam suatu organisasi.

2.2.2.2. Tujuan Akuntansi Perilaku

Menurut Ikhsan dan Ishak 2005: 4 Akuntansi perilaku diyakini dapat menjadi suatu terobosan yang baik dalam pengukuran bisnis dan informasi. Akuntansi perilaku menggunakan metodologi ilmu pengetahuan perilaku yang bertujuan untuk melengkapi gambaran informasi dengan mengukur dan melaporkan faktor manusia yang mempengaruhi keputusan bisnis dan hasil mereka. Akuntansi perilaku menyediakan suatu kerangka yang disusun berdasarkan teknik berikut ini 1. Untuk memahami dan mengukur dampak proses bisnis terhadap orang-orang dan kinerja perusahaan. 2. Untuk mengukur dan melaporkan perilaku serta pendapat yang relevan terhadap perencanaan strategis. 3. Untuk mempengaruhi pendapat dan perilaku guna memastikan keberhasilan implementasi kebijakan perusahaan. Secara umum lingkup akuntansi perilaku menurut Ikhsan dan Ishak 2005: 24 dapat dibagi menjadi tiga lingkup yaitu : 1. Pengaruh perilaku manusia berdasarkan desain, konstruksi, dan penggunaan dari sistem akuntansi. Bidang dari akuntansi perilaku ini 14 mempunyai kaitanya dengan sikap dan filosofi manajemen yang mempengaruhi sifat dasar pengendalian akuntansi yang berfungsi dalam organisasi. 2. Pengaruh sistem akuntansi terhadap perilaku manusia. Bidang dari akuntansi perilaku ini berkenaan dengan bagaimana sistem akuntansi mempengaruhi motivasi, produktivitas, kepuasan kerja, dan kerja sama. 3. Metode untuk memprediksi dan strategi untuk mengubah perilaku manusia. Bidang ketiga dari akuntansi perilaku ini mempunyai hubungan dengan cara sistem akuntansi digunakan sehingga mempengaruhi perilaku.

2.2.3. Persamaan dan Perbedaan Antara Ilmu Keprilakuan dengan

Akuntansi Keprilakuan Ilmu keprilakuan mempunyai kaitan dengan penjelasan dan prediksi keprilakuan manusia. Akuntansi keprilakuan menghubungkan antara keprilakuan manusia dengan akuntansi. Para akuntan keprilakuan bertanya- tanya mengenai apa pengaruh dari mengerjakan proses akuntansi ketika individu dan perilaku dikumpulkan, dan apa pengaruh perilaku manusia berdasarkan proses akuntansi? Para akuntan keprilakuan juga merasa tertarik untuk melihat bagaimana keprilakuan dapat mempengaruhi perubahan atas cara akuntansi dilaksanakan dan bagaimana prosedur laporan akuntansi dapat digunakan lebih efektif untuk membantu individu dan organisasi dalam mencapai tujuan. Ikhsan dan Ishak, 2005: 27 15 Sementara ilmu keprilakuan merupakan bagian dari ilmu sosial, akuntansi keprilakuan merupakan bagian dari ilmu akuntansi dan pengetahuan keprilakuan. Oleh karena itu ilmuan keprilakuan terlibat dalam riset terhadap aspek-aspek teori motivasi, kepuasan sosial, maupun bentuk sikap. Para akuntan keprilakuan menerapkan unsur-unsur khusus dari riset atau teori tersebut untuk menghubungkan dengan situasi akuntansi yang ada. Ikhsan dan Ishak, 2005:28

2.2.4. Penjelasan Umum Tentang Profil Kebutuhan Prestasi

Menurut Mustika 2009 : 163 Konsep tersebut berdasarkan keinginan manusia untuk menghadapi tantangan dan sifat inovatif serta untuk mempunyai sikap suatu ”perilaku yang berorientasi prestasi” yaitu suatu perilaku yang mengarah memenuhi suatu standart keunggulan standart of excellen . Teori memandang motif untuk berprestasi berbeda dengan ketamakan atau keserakahan untuk uang kecuali sejauh uang dipertimbangkan sebagai simbol untuk berprestasi. David McClelland dengan menggunakan TAT Thematic Appreciation Test untuk mengukur tiga kebutuhan yaitu untuk berprestasi, kebutuhan untuk kekuasaan, dan kebutuhan untuk afiliasi, beliau menemukan bahwa tingkat berprestasi berkolerasi dengan personalitas dan variabel-variabel kultural. Induvidual yang berorientasi prestasi suka mengangsumsikan tanggung jawab untuk prestasi individual, mencari tugas-tugas yang menantang dengan mengambil risiko yang dikalkulasikan calculated risk tergantung pada probabilitas keberhasilan. Sebab itu orang yang berorientasi prestasi akan mengambil risiko yang kecil untuk tugas sebagai batu loncatan untuk ganjaran masa yang akan datang. Mustika, 2009: 163 16 Tokoh motivasi yang lain mengemukakan bahwa manusia pada hakikatnya mempunyai kemampuan untuk berprestasi di atas kemampuan orang lain oleh David McClelland kemampuan seseorang untuk berprestasi ini membuat David McClelland terpesona untuk melakukan serangkaian riset empirisnya bersama asosiasinya di universitas Harvard Amerika Serikat, selama lebih dari 20 tahun bersama dengan timnya David McClelland melakukan penelitian desakan untuk berprestasi ini. Thoha, 2004: 235 Hasil penelitian McClelland membuat dia lebih percaya bahwa kebutuhan untuk berprestasi adalah sesuatu yang berbeda dan dapat dibedakan dari kebutuhan-kebutuhan lainya, menurut David McClelland seseorang dianggap mempunyai motivasi untuk berprestasi jika ia ingin melakukan suatu karya yang berprestasi lebih baik dari karya orang lain. Thoha, 2004: 236 Menurut McClelland Thoha, 2004: 236 ada beberapa karakteristik dari orang berprestasi antara lain : 1. Suka mengambil resiko yang moderat moderate risk pada umumnya nampak pada permukaan usaha, bahwa orang berprestasi tinggi resikonya juga besar tetapi penemuan David McClelland menunjukan lain. Sebagai ilustrasi David McClelland melakukan percobaan laboratorium, beberapa partisipan diminta olehnya untuk melempar lingkaran-lingkaran kawat pada pasak yang telah dipasang. Pada umumnya orang-orang tersebut melempar secara acak kadang-kadang agak jauh. Orang-orang yang mempunyai kebutuhan untuk berprestasi 17 lebih tinggi cara melemparnya akan jauh lebih berbeda dengan cara kebanyakan orang tersebut. Orang ini akan lebih berhati-hati untuk mengukur jarak dia tidak akan terllau dekat supaya semua kawat bisa masuk pasak dengan mudah dan juga tidak terlalu jauh sehingga kemungkinan meleset itu besar sekali. Dia ukur jarak sedemikian rupa sehingga kemungkinan masuknya kawat lebih banyak dibanding dengan melesetnya, orang semacam ini mau berprestasi dengan suatu resiko yang moderat tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil resikonya. 2. Memerlukan umpan balik yang segera ciri ini amat dekat dengan karakteristik di atas. Seseorang yang mempunyai kebutuhan berprestasi tinggi, pada umumnya lebih menyenangi akan semua informasi mengenai semua hasil-hasil yang dikerjaknaya. Informasi yang merupakan umpan balik yang bisa memperbaiki prestasinya di kemudian hari sangat dibutuhkan oleh orang tersebut. Informasi itu akan memberikan kepadanya penjelasan, bagaimana ia berusaha mencapai hasil sehingga ia tahu kekuranganya yang nantinya akan diperbaikinya untuk prestasi berikutnya. 3. Memperhitungkan keberhasilan seseorang berprestasi tinggi pada umumnya hanya memperhitungkan keberhasilan prestasinya saja dan tidak memperdulikan penghargaan-penghargaan yang berupa materi. Ia lebih puas pada nilai intrinsik dari tugas yang dibebankan kepadanya sehingga menimbulkan prestasi dan sama sekali tidak mengharapkan materi atau penghargaan lain atas prestasi tersebut kalau dalam 18 berprestasi kemudian mendapat penghargaan, pujian, dan hadiah yang melimpah hal tersebut adalah bukanlah karena ia mengharapkan tetapi karena orang lain atau lingkungan di sekitarnya yang menghargainya. 4. Menyatu dengan tugas. Sekali orang yang berprestasi tinggi memilih suatu tujuan untuk dicapai maka ia cenderung untuk menyatu dengan tugas pekerjaanya sampai ia benar-benar berhasil secara gemilang. Hal ini berarti ia bertekat akan mencapai tujuan yang telah dipilihnya dengan ketekatan hati yang bulat tidak setengah-setengah. Dia tidak bisa meninggalkan tugas yang selesai baru separo perjalanan dan dia tidak akan puas sebelum tugas pekerjaan tersebut selesai seluruhnya, dengan memberikan hasil maksimal. Tipe komitmen pada dedikasinya ini memancar dari kepribadianya yang teguh, yang kadangkala mempunyai pengaruh yang kurang baik terhadap orang yang berhubungan denganya. Orang lain merasakan bahwa orang yang berprestasi tinggi ini seringkali tidak bersahabat loner. Dia lebih condong berpikir secara realistik mengenai kemampuanya dan tidak menyenangi orang lain bersama-sama dalam satu jalan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian jelaslah bahwa tipe orang yang berprestasi tinggi ini tidaklah selalu ramah dengan orang lain. Adapun Jay Hall bersama kelompoknya yang dapat dikatakan sebagai orang yang lebih baru dibandingkan David McClelland melaporkan hasil studinya yang agak menyeluruh tentang gaya manajer. Dia mengobservasi lebih dari 16.000 manajer dengan membaginya atas manajer-manajer yang mempunyai prestasi tinggi, tengah, dan rendah. Thoha, 2004: 238 19 Berikut ini adalah laporan hasil penemuanya : 1. Manajer yang mempunyai prestasi rendah, dapat diketahui lewat sifat pandanganya yang pesimis, dan mempunyai sifat dasar tidak percaya pada kemampuan bawahanya. Adapun manajer yang berprestasi tinggi menunjukan sifat yang berlawanan dari yang rendah prestasinya. Dia selalu optimis dan memandang bawahanya sebagai potensi yang berguna bagi kelanjutan organisasi. 2. Motivasi pribadi manajer itu dapat diproyeksikan pada bawahanya. Dengan demikian manajer dengan motivasi prestasi yang tinggi selalu memikirkan aspek-aspek pekerjaan yang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk bisa berprestasi. Dia berusaha membicarakan hal ini dengan para bawahanya dan berusaha mempolakan dalam struktur pekerjaan yang menjamin bawahan untum mencapai prestasi. Adapun manajer dengan motivasi prestasi yang moderat selalu memikirkan status simbol. Dan yang bermotivasi prestasi rendah senantiasa memikirkan tentang keamanan. Baik yang moderat maupun yang rendah mempunyai cara-cara yang sama dengan memotivasi bawahan. 3. Manajer yang mempunyai motivasi prestasi tinggi siap mempergunakan metode partisipasi dengan bawahanya, sementara itu yang moderat dan rendah tidak mempunyai kemauan untuk melibatkan bawahan dalam berperan serta pada pembuatan-pembuatan keputusan. 4. Manajer yang bermotivasi prestasi tinggi cenderung bersikap terbuka dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan lainya baik sesama 20 manajer maupun dengan bawahanya. Adapun dengan yang bermotivasi prestasi yang moderat selalu dikuasai oleh perasaan dan ide-idenya sendiri. Sedangkan manajer yan bermotivasi prestasi rendah cenderung untuk menghindari berinteraksi dan berkomunikasi dengan yang lain. 5. Manajer berprestasi tinggi menunjukan sikapnya mau memikirkan baik orang-orang yang ada dalam organisasinya maupun produksinya. Manajer yang berprestasi moderat mempunyai minat yang besar untuk memikirkan produksi dan perhatian yang rendah pada orang-orang. Adapun manajer yang berprestasi rendah selalu memperhatikan perlindungna diri dan tidak memperhatikan orang-orang dan produksi. Berberapa hasil penemuan Hall menunjukan adanya perbedaan dengan penemuan David McClelland tentang berprestasi tinggi dan rendah. Suatu contoh disebutkan bahwa orang yang bermotivasi prestasi tinggi cenderung tidak bersahabat loner dan tidak menyenangi orang lain. Sementara itu penemuan Hall menyatakan bahwa orang yang bermotivasi prestasi tinggi cenderung berorientasi pada orang-orang, mau bersifat terbuka dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan bawahanya, berkehendak melakukan metode partisipasi, dan mau memikirkan atau memandang optimis bawahanya sebagai potensi yang bermanfaat.

2.2.5. Hirarki

Menurut Sudiro 2008: 41 unsur jabatan pada tenaga edukatif atau dosen. Jabatan dosen adalah jabatan fungsional dilingkungan perguruan tinggi meliputi Guru besar, lektor kepala, lektor, dan asisten ahli. 21 Menurut UU RI Tahun 2005 no.14 tentang guru dan dosen adalah pendidik profesional dan ilmuan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan dan penelitian pasal 1 ayat 2 halaman 3. Menurut SK Menpan No.59MENPAN1987 menunjukan bahwa : 1. Guru besar Mengemban tugas dan melaksanakan tugas mandiri untuk semua bidang dan jenjang pendidikan. 2. Lektor kepala Melaksanakan tugas mandiri untuk bidang I pendidikan dan pengajaran mahasiswa, II peneliti dalam pendidikan dan pengajaran mahasiswa pada jenjang pendidikan S-1 dan S2. 3. Lektor Melaksanakan tugas mandiri pada jenjang pendidikan S-1 dan S-2. Jabatan lektor dalam bidang pendidikan dan pengajaran serta peneliti dalam angka pendidikan dan pengajaran ditugaskan atas tanggung jawab tenaga pengajar lebih senior. 4. Asisten ahli Ditugaskan atas tanggung jawab tenaga pengajar lebih senior dan membantu tugas mengajar yang lebih senior pada jenjang pendidikan S-1.

2.2.6. Karakteristik Biografis Personal

Karakteristik bigrafis personal meliputi usia, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah tanggungan, masa kerja dan penghasilan keluarga. 22 Kepribadian adalah perpaduan antara faktor genetik dan pembelajaran serta lingkungan. Masa kerja juga berperan untuk mencapai tahapan kematangan profesi. Penghasilan berperan karena dimungkinkan sebagai umpan balik feedback atas prestasi seorang profesional seperti yang dijelaskan Gordon 1996. Penjelasan umum menurut Robbins 2001: 45 adalah sebagai berikut : 1. Status Kawin Tidak cukup studi untuk menarik kesimpulan mengenai efek status perkawinan pada produktivitas. Namun riset yang konsisten menunjukan bahwa karyawan yang menikah lebih sedikit absensinya, mengalamai pergantian yang lebih rendah, dan lebih puas dengan pekerjaan mereka daripada rekan kerjanya yang masih bujangan. Perkawinan memaksakan tanggung jawab yang meningkat yang dapat membuat suatu pekerjaan yang tetap berharga dan penting. Tetapi pertanyaan sebab-akibatnya tidaklah jelas. Sangat mungkin bahwa karyawan yang tekun dan puas lebih besar kemungkinanya adalah karyawan yang menikah. 2. Banyaknya tanggungan Terdapat bukti yang kuat bahwa banyaknya anak yang dipunyai karyawan mempunyai korelasi yang positif dengan absensi, terutama diantara wanita. Serupa pula tampaknya bukti menunjukan suatu hubungan yang positif antara banyaknya tanggungan dan kepuasan kerja. Beberapa menyatakan bahwa anak-anak meningkatkan pergantian yang lain menunjukan bahwa mereka menunjukan pergantian yang lebih rendah. 23 3. Masa Kerja Karakteristik biografis yang terakhir yang kita periksa adalah masa kerja. Dengan pengecualian beda pria dan wanita, agaknya tidak ada isu yang lebih merupakan subjek mitos dan spekulasi daripada dampak senioritas pada kinerja pekerjaan. Telah dilakukan tinjauan riset berulang-ulang yang meluas terhadap senioritas produktivitas. Sementara kinerja masa lalu sering dikaitkan dengan keluaran dalam posisi baru, senioritas sendiri itu tidaklah merupakan peramal yang lebih dari produktif. Dengan kata lain, jika semua hal lain sama, tidak ada alasan untuk meyakini bahwa orang-orang yang telah lebih lama berada pada suatu pekerjaan akan lebih produktif daripada mereka yang senioritasnya lebih rendah. Secara konsisten ditemukan bahwa masa kerja berhubungan secara negatif dengan pergantian karyawan dan telah disarankan sebagai salah satu peramal tunggal yang baik mengenai pergantian. Bukti menandakan bahwa masa kerja pada suatu pekerjaan sebelumnya dari seorang karyawan merupakan suatu peramal yang ampuh dan keluarnya karyawan itu di masa depan.

2.2.7. Perbedaan Jenis Kelamin Gender

Menurut Kuntari dan Kusuma 2000: 77, pengertian gender yang pertama ditentukan adalah penggolongan gramatikal terhadap kata-kata lain yang berkaitan denganya secara garis besar berhubungan dengan dua jenis kelamin atau kenetralan. 24 Menurut Kuntari dan Kusuma pada bidang ilmu-ilmu sosial istilah gender diperkenalkan untuk memacu pada perbedaan-perbedaan antara pria dan wanita tanpa konotasi-konotasi yang sepenuhnya bersifat biologis yang menyangkut jenis kelamin. Kamus besar bahasa Indonesia 2001, 469 dan 529 Mendefinisikan jenis adalah sesuatu yang mempunyai ciri sifat, keturunan, dan sebagainya yang khusus sedangkan kelamin adalah jodoh laki-laki dan perempuan atau jantan dan betina. Sifat jasmani atau rohani yang membedakan dua makhluk sebagai jantan dan betina atau pria dan wanita, jenis laki-laki atau perempuan genus. Jadi jenis kelamin adalah makhluk hidup yang terbagi dalam dua kelompok yaitu laki-laki pria dan perempuan wanita. Perbedaan jenis kelamin sesungguhnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan. Namun pada sebagian besar organisasi perbedaan jenis kelamin atau yang biasa disebut dengan gender masih mempengaruhi kesempatan opportunity dan kekuasaan power. Pembentukan perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa hal misalnya melalui sosialisasi, budaya yang berlaku serta kebiasaan-kebiasaan yang ada. Adanya diskriminasi dalam pekerjaan dapat menurunkan kinerja serta prospek karir wanita yang disebabkan karena adanya kesempatan yang terbatas dalam peningkatan kemampuan dan pengembangan hubungan kerja yang dapat mendukung karir mereka. Kuntari dan Kusuma, 2001: 76 Perkembangan moral dan cara-cara berpikir wanita berbeda secara fundamental terhadap pria, selaras dengan itu Shaub 1994, Borkowski dan Ugrass 1996 juga mengatakan bahwa perkembangan moral berbeda karena gender dan pengaruh gender cukup kecil terhadap perkembangan moral Thoma, 1986. Pengaruh gender ini muncul ketika perbedaan antara pria dan wanita dalam pengambilan keputusan. Mustika, 2009: 168 25

2.2.8. Pengaruh Hirarki Terhadap Kebutuhan Untuk Berprestasi

Bagi dosen yang telah melakukan pembelajaran, diperlukan evaluasi atas kinerja kedosenanya instructional performance. Evaluasi ini diperlukan untuk menentukan apakah dosen yang bersangkutan perlu dinaikan pangkatnya diberi penghargaan, atau diperbaiki kinerjanya. Seseorang dianggap mempunyai motivasi untuk berprestasi jika ia ingin melakukan suatu karya yang berprestasi lebih baik dari karya orang lain. Thoha, 2004: 236 Seseorang yang mempunyai kebutuhan berprestasi tinggi, pada umumnya lebih menyenangi akan semua informasi mengenai semua hasil- hasil yang dikerjaknaya. Informasi yang merupakan umpan balik yang bisa memperbaiki prestasinya di kemudian hari sangat dibutuhkan oleh orang tersebut. Informasi itu akan memberikan kepadanya penjelasan, bagaimana ia berusaha mencapai hasil sehingga ia tahu kekuranganya yang nantinya akan diperbaikinya untuk prestasi berikutnya, maka dapat disimpulkan bahwa hirarki berpengaruh terhadap kebutuhan untuk berprestasi

2.2.9. Pengaruh Karakteristik Biografis Personal

Terhadap Kebutuhan Untuk Berprestasi Keberhasilan seseorang dalam berprestasi tidak memperdulikan penghargaan-penghargaan yang berupa materi. Ia lebih puas pada nilai intrinsik dari tugas yang dibebankan kepadanya sehingga menimbulkan prestasi dan sama sekali tidak mengharapkan materi atau penghargaan lain atas prestasi tersebut kalau dalam berprestasi kemudian mendapat 26 penghargaan, pujian, dan hadiah yang melimpah hal tersebut adalah bukanlah karena ia mengharapkan tetapi karena orang lain atau lingkungan di sekitarnya yang menghargainya, Menurut Widyastuti dan Sabeni kebutuhan untuk berprestasi seorang dosen akuntansi mungkin dipengaruhi lingkungan budayanya sewaktu masih kanak-kanak, menempuh pendidikan dan lingkungan kerjanya. sehingga dapat disimpulkan bahwa karakteristik biografis personal berpengaruh terhadap kebutuhan untuk berprestasi.

2.2.10. Pengaruh Gender Terhadap Kebutuhan Untuk Berprestasi

Perbedaan jenis kelamin sesungguhnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan. Namun pada sebagian besar organisasi perbedaan jenis kelamin atau yang biasa disebut dengan gender masih mempengaruhi kesempatan opportunity dan kekuasaan power. Adanya diskriminasi dalam pekerjaan dapat menurunkan kinerja serta prospek karir wanita yang disebabkan karena adanya kesempatan yang terbatas dalam peningkatan kemampuan dan pengembangan hubungan kerja yang dapat mendukung karir mereka. Kuntari dan Kusuma, 2001: 76 Perkembangan moral dan cara-cara berpikir wanita berbeda secara fundamental terhadap pria, selaras dengan itu Shaub 1994, Borkowski dan Ugrass 1996 juga mengatakan bahwa perkembangan moral berbeda karena gender. Dan pengaruh gender ini muncul ketika perbedaan antara pria dan wanita dalam pengambilan keputusan. Mustika, 2009: 168, sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan gender dapat berpengaruh terhadap kebutuhan untuk berprestasi. 27

2.3. Kerangka Pikir