Ghaffarzedeh dan Maheri 2009 Penelitian Terkait Penggunaan Breising Sebagai Perkuatan Struktur

20 terhubung dengan balok dan kolom BF11 mampu meningkatkan kekakuan rangka, sehingga dapat digunakan untuk bangunan rendah sampai sedang. Koneksi baut hanya pada kolom BF12 tidak cukup kuat dan mengalami kerusakan yang sangat signifikan, meskipun dapat digunakan untuk langkah awal. BF21 tidak direkomendasikan untuk diterapkan akrena detail dengan bentuk jaket baja tanpa perekat epoxy menyebabkan slip pada sistem bresing. Untuk tipe BF22 dan BF23 yang direkatkan dengan perekat epoxy serta BF31 yang diletakkan pada beton memiliki performance yang lebih baik dari rangka batang lainnya. Beban siklik menyebabkan kekuatan dan kekakuan berkurang dan perpindahan meningkat pada perilaku inelastik. Sebagai faktanya, tarik pada bresing X pada beton bertulang dengan bresing mendukung sebagian besar gaya lateral, tetapi keruntuhan rangka disebabkan oleh leleh dari tarik bresing dan terjadi kegagalan tekuk dari tekanan bresing.

2.7.5 Ghaffarzedeh dan Maheri 2009

Penelitian tentang bresing baja internal pada rangka beton bertulang telah dilakukan oleh Ghaffarzedeh dan Maheri 2009. Penelitian dilakukan pada beberapa parameter respon seismik seperti uji pushover, uji siklik dan faktor perilaku seismik, kemudian ditambah koneksi kuat lebih dan alat pelepas tekan. Pada pengujian uji pushover dibuat 4 model yang diskala 1:3,2 yaitu 2 model tanpa bresing dan 2 model dengan bresing dengan semua unit rangka daktail. Hasil dari pengujian pushover menunjukkan bahwa terjadi 3,5 kali peningkatan untuk kapasitas beban lateral. Peningkatan juga terjadi pada kekakuan sampai bresing tersebut mengalami kegagalan atau tekuk. Kekakuan juga ditunjukkan pada kurva perpindahan. Penggunaan bresing mengakibatkan 5 kali peningkatan kekakuan yang mengindikasi penyerapan energi yang besar. Untuk daktilitas, kuat lebih dan faktor kinerja menunjukkan bahwa bresing lebih cocok untuk desain berdasarkan kekuatan daripada desain daktail. Penelitian tentang uji siklik dilakukan dengan memodel rangka momen beton bertulang dengan rangka bresing X beton bertulang yang diskala 25. Rangka momen F1 didesain menurut ACI 318-01 dengan pendetailan khusus untuk desain 21 gempa. Detail penulangan untuk rangka momen yaitu 4M10 untuk balok dan 4M15 untuk kolom dengan sengkang 35 mm. Sedangkan bresing balok dan kolom menggunakan 4M10 dengan sengkang 70 mm. Bresing dihubungkan ketulangan dengan pelat gusset dengan ukuran 150x150x8 mm yang dihubungkan dengan baut. Pada sistem bresing dibuat 2 jenis tipe bresing yaitu FX1 penampang sudut ganda 2L 25x25x32 mm dan FX2 penampang kanal C 3x35 mm. Uji siklik dilakukan dengan memberi beban gravitasi menggunakan hydraulik. Dari hasil tes menunjukkan bahwa rangka bresing FX1 memiliki kekakuan 2 kali lipat dari kekakuan lateral rangka pemikul momen. Tetapi kekakuan akan sama seperti rangka pemikul momen setelah terjadi tekuk. Hal itu juga berlaku pada rangka bresing FX2 walaupun memiliki kekakuan lateral lebih baik dari rangka bresing FX1. Untuk hasil analisis dari ketiga model tersebut, rangka bresing memiliki kinerja yang lebih baik dari rangka momen pada kapasitas kekakuan dan kelenturan. Penambahan bresing menyebabkan penurunan daktilitas dari rangka daktail, tetapi penurunan daktilitas tersebut tidak mempengaruhi kapasitas kehilangan energi dari rangka. Faktor perilaku gempa atau R merupakan faktor reduksi gaya yang digunakan untuk mengurangi respon spektra elastis linier ke respon spektra inelastik. Ini diberikan untuk keperluan daktilitas yang berbeda yang merupakan kisaran yang berlaku umum untuk respon daktilitas. Beberapa parameter yang memengaruhi nilai dari faktor R yaitu tinggi rangka, pembagian sistem bresing, beban yang bekerja dan tipe dari sistem bresing. Efek signifikan terhadap faktor R didapat dari jumlah tingkat pada rangka bresing X beton bertulang, yang berarti batang bresing yang lebih pendek menghasilkan daktilitas yang lebar dari rangka yang tinggi. Koneksi bresing langsung pada interaksi diantara kapasitas kekuatan dari rangka beton bertulang dan sistem bresing merupakan pertimbangan yang penting. Penelitian ini dilakukan dengan membuat 3 model benda uji yang diskala 1:3,5 dengn 1 rangka momen dan 2 rangka bresing yang dites dengan beban siklik. Penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan sistem bresing ke rangka beton bertulang mengakibatkan kapasitas dari rangka beton bertulang meningkat melebihi 22 kapasitas dari sistem bresing. Kemudian untuk mengetahui evaluasi dari kuat lebih dibaut skala penih dari bresing X pada rangka beton bertulang. Model dianalisis dengan The Open SEES Open System for Earthquake Engginering Simulation dengan model validasi yang diambil dari tes siklik rangka momen dan rangka bresing. Hasil analisis menunjukkan bahwa koneksi mengurangi panjang efektif dari balok dan kolom rangka beton bertulang dan kekakuan dari rangka berkurang. Untuk meningkatkan daktilitas dan mempertahankan kekuatan dan kapasitas kekakuan dari rangka bresing, penambahan bresing pada setiap sudut dan alat pelepas tekan direkomendasikan berdasarkan hasil tes. Breisng sudut digunakan pada konstruksi baja untuk meningkatkan daktilitas dan untuk meningkatkan ketahanan gempa pada rangka. Analisis dilakukan dengan membuat 4 model rangka untuk dites pushover yaitu 2 rangka tanpa bresing dan 2 rangka dengan sudut bresing. Dari tes tersebut didapatkan bahwa kapasitas ultimit dari bresing sudut lebih besar 2,5 kali dari rangka tanpa bresing. Bresing sudut memungkinkan rangka untuk memiliki kapasitas dan kekakuan yang cukup dengan kapasitas yang baik untuk menyerap energi. Kurva pushover juga menunjukkan peningkatan daktilitas rangka dengan bresing sudut dibandingkan bresing X. Alat pelepas tekan dipasang pada batang bresing untuk melepas gaya tekan. Batang dibagi 2 bagain dan dilas diujung dengan pelat baja dari alat pelepas tekan. Dibuat 2 benda uji dengan alat tersebut kemudian dibandingkan dengan 2 benda uji tanpa bresing dan 2 benda uji dengan bresing X. Pengujian dilakukan dengan beban yang sama dan berulang-ulang. Parameter gempa dievaluasi dari hasil tes termasuk degradasi kekakuan, kapasitas kehilangan energi dan daktilitas.

2.7.6 Youssef et al. 2007