Epidemiologi Klasifikasi Manfaat Penelitian

Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia 2.1.1. Definisi Skizofrenia secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu schizo yang berarti ‘terpotong’ atau ‘terpecah’ dan phren yang berarti pikiran, sehingga skizofrenia berarti pikiran yang terpecah Veague, 2007. Arti dari kata-kata tersebut menjelaskan tentang karakteristik utama dari gangguan skizofrenia, yaitu pemisahan antara pikiran, emosi, dan perilaku dari orang yang mengalaminya. Definisi skizofrenia yang lebih mengacu kepada gejala kelainannya adalah gangguan psikis yang ditandai oleh penyimpangan realitas, penarikan diri dari interaksi sosial, juga disorganisasi persepsi, pikiran, dan kognisi Wiramihardja, 2007. Skizofrenia merupakan sindrom heterogen kronis yang ditandai dengan pola pikir yang tidak teratur, delusi, halusinasi, perubahan perilaku yang tidak tepat serta adanya gangguan fungsi psikososial Crismon dkk., 2008.

2.1.2. Epidemiologi

Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1 penduduk di dunia menderita skizofrenia dalam hidup mereka Amir, 2013. Di Amerika Serikat, prevalensi seumur hidup skizofrenia sekitar 1 persen, yang berarti bahwa kurang lebih 1 dari 100 orang akan mengalami skizofrenia selama masa hidupnya. Studi Epidemologic Catchment Area ECA yang disponsori National Institute of Mental Health NIMH melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 0,6 sampai 1,9 persen. Menurut DSM-IV-TR, insidensi tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5 sampai 5,0 per 10.000 dengan beberapa variasi geografik cth: insidens lebih tinggi pada orang yang lahir di daerah perkotaan di negara maju. Skizofrenia ditemukan pada semua masyarakat dan area geografis dan angka insidens dan prevalensinya secara kasar merata di seluruh dunia. Di A.S., kurang lebih 0,05 persen Universitas Sumatera Utara populasi totalnya menjalani pengobatan untuk skizofrenia setiap tahun dan hanya sekitar setengah dari semua pasien skizofrenia mendapat pengobatan, meskipun penyakit ini termasuk berat. Prevalensi penderita skizofrenik di Indonesia tercatat sebesar 1,7 per 1000 penduduk Riskesdas, 2013.

2.1.3. Etiologi

Penyebab munculnya skizofrenia terbagi menjadi berbagai pendekatan seperti pendekatan biologis, teori psikogenik, dan pendekatan gabungan atau stress- vulnerability model.

1. Pendekatan Biologis

Pada pendekatan biologis menyangkut faktor genetik, struktur otak, dan proses biokimia sebagai penyebab skizofrenia Halgin dkk., 2010. a Teori genetik Teori ini menekankan pada ekspresi gen yang bisa menyebabkan gangguan mental. Hasil dari beberapa penelitian menunjukan bahwa faktor genetik sangat berperan dalam perkembangan skizofrenia, dimana ditemukan hasil bahwa skizofrenia cenderung menurun dalam keluarga. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan National Institute of Mental Health NIMH pada keluarga penderita skizofrenia yang menyatakan bahwa skizofrenia muncul pada 10 populasi yang memiliki keluarga dengan riwayat skizofrenia seperti orang tua dan saudara kandung. Berdasarkan American Journal of Medical Genetics, menyatakan bahwa apabila kedua orang tuanya mengidap skizofrenia, maka kemungkinan anaknya mengalami skizofrenia adalah sebesar 40. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin dekat hubungan biologis dengan individu yang sakit, maka semakin besar juga kemungkinan seseorang menderita skizofrenia Semiun, 2006. b Teori neurostruktural Berdasarkan pemeriksaan MRI dan CT scan otak pada orang-orang dengan skizofrenia menunjukkan ada tiga tipe abnormalitas struktural, yaitu pembesaran pada Universitas Sumatera Utara ventrikel otak, atrofi kortikal, dan asimetri serebral yang terbalik reversed cerebral asimetry Semiun, 2006. 1 Pembesaran pada ventrikel otak Ventrikel adalah rongga atau saluran otak tempat cairan serebrospinal mengalir, diperkirakan pada pasien skizofrenik terjadinya pembesaran pada daerah ini hingga 20 hingga 50. Kerusakan pada ventrikel berhubungan dengan skizofrenia kronis dan simptom negatif Semiun, 2006. Struktur otak yang tidak normal seperti pembesaran ventrikel otak diyakini menyebabkan tiga sampai empat orang yang mengalaminya menderita skizofrenia Nevid dkk., 2005. Pembesaran ventrikel otak ini menyebabkan otak kehilangan sel– sel otak, sehingga otak akan mengecil ukurannya dibandingkan otak yang normal. Gambar 2.1. Pembesaran ventrikel otak pada pasien skizofrenik Stefan dkk., 2002 2 Atrofi kortikal Pendapat lain menyatakan bahwa skizofrenia dapat terjadi pada seseorang yang kehilangan jaringan otak yang bersifat degeneratif atau progresif, kegagalan otak untuk berkembang normal, dan juga karena infeksi virus pada otak ketika masa kandungan Nevid dkk., 2005. Atrofi juga menyebabkan Universitas Sumatera Utara kerusakan sulci yang menutupi selaput otak atau pembesaran celah antara bagian-bagian otak. Sebanyak 20 hingga 35 orang dengan skizofrenia mengalami kelainan ini Semiun, 2006. 3 Asimetri serebral yang terbalik reversed cerebral asimetry Pada orang normal, sisi kiri otak lebih besar daripada sisi kanan, tetapi kondisi yang terbalik terjadi pada orang-orang dengan skizofrenia. Padahal otak kiri bertanggung jawab dalam kemampuan bahasa, sedangkan otak kanan bertanggung jawab dalam kemampuan spasial. Hal ini menyebabkan perbedaan dalam memahami masalah-masalah kognitif pada pasien skizofrenia. Abnormalitas pada struktur otak pada pasien skizofrenik, seperti pengurangan massa otak karena pembesaran ventrikel otak mungkin dapat mempengaruhi dalam produksi neurotransmitter yang terlibat dalam skizofrenia dan menentukan simptom-simptom yang nantinya akan muncul. Selain itu, kemungkinan lain yang diungkapkan adalah pengurangan massa otak ini dapat menyebabkan pegurangan ukuran dari daerah-daerah otak yang penting untuk fungsi normal Semiun, 2006. Namun, masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kepastian teori-teori ini. c Teori biokimia Pada teori biokimia, dikenal hipotesis dopamin dan serotonin-glutamat. Pada teori glutamat disebutkan bahwa, penurunan kadar glutamat akan menyebabkan penurunan regulasi reseptor N-methyl-D-aspartate NMDA dan menyebabkan gejala-gejala psikotik serta defisit kognitif. Aktivitas berlebih reseptor dopamin saraf pada jalur mesolimbik bisa menyebabkan timbulnya gejala positif, sedangkan penurunan aktivitas dopamin neuron pada jalur mesokortek di dalam kortek prefrontalis bisa menyebabkan gejala negatif Dawe, 2009. Ada tiga faktor yang mungkin menjadi penyebab tingginya aktivitas dopamin Semiun, 2006. 1 Konsentrasi dopamin yang tinggi 2 Sensitivitas yang tinggi dari reseptor dopamin Universitas Sumatera Utara 3 Jumlah reseptor dopamin yang terdapat pada sinapsis Pada orang dengan skizofrenia ditemukan memiliki jumlah reseptor dopamin yang lebih banyak daripada orang normal. Penurunan drastis jumlah reseptor dopamin pada laki-laki terjadi pada umur antara 30-50 tahun, sedangkan pada perempuan penurunan jumlah reseptor terjadi perlahan-perlahan Wong dkk., 1986. Teori ini dapat menjadi penjelasan mengenai perbedaan awitan yang terjadi pada laki-laki dan perempuan .

2. Teori Psikogenik

Teori psikogenik, yaitu skizofrenia sebagai suatu gangguan fungsional dan penyebab utama adalah konflik, stress psikologik dan hubungan antar manusia yang mengecewakan.

3. Stress-Vulnerability Model

Pendekatan ini meyakini bahwa orang – orang tertentu yang memiliki kerentanan genetik terhadap skizofrenia akan memunculkan gejala skizofrenia jika mereka hidup dalam lingkungan yang penuh dengan stress Semiun, 2006. Peristiwa dalam hidup dapat memberikan kontribusi pada perkembangan skizofrenia pada mereka yang telah memiliki predisposisi pada penyakit ini.

2.1.4. Klasifikasi

Skizofrenia dapat dibedakan menjadi beberapa tipe menurut PPDGJ III tahun 1993, yaitu : 1 Skizofrenia paranoid a Memenuhi kriteria skizofrenia b Halusinasi dan waham harus menonjol : halusinasi auditori yang memberi perintah atau auditorik yang berbentuk tidak verbal; halusinasi pembauan atau pengecapan rasa atau bersifat seksual; waham dikendalikan, dipengaruhi, pasif atau keyakinan dikejar-kejar. Universitas Sumatera Utara c Gangguan afektif, dorongan kehendak, dan pembicaraan serta gejala katatonik relatif tidak ada. 2 Skizofrenia hebefrenik a Memenuhi kriteria skizofrenia b Pada usia remaja dan dewasa muda 15-25 tahun c Kepribadian premorbid : pemalu dan senang menyendiri d Gejala bertahan 2-3 minggu tanpa maksud. Preokupasi dangkal dan dibuat- buat terhadap agama, filsafat, dan tema abstrak f Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, mannerism, cenderung senang menyendiri, perilaku hampa tujuan, dan hampa perasaan g Afek dangkal shallow dan tidak wajar in appropriate, cekikikan, puas diri, senyum sendiri, atau sikap tinggi hati, tertawa menyeringai, mengibuli secara bersenda gurau, keluhan hipokondriakal, ungkapan kata diulang-ulang h Proses pikir disorganisasi, pembicaraan tak menentu, inkoheren. 3 Skizofrenia katatonik a Memenuhi kriteria diagnosis skizofrenia b Stupor amat berkurang reaktivitas terhadap lingkungan, gerakan, atau aktivitas spontan atau mutisme c Gaduh-gelisah tampak aktivitas motorik tak bertujuan tanpa stimuli eksternal d Menampilkan posisi tubuh tertentu yang aneh dan tidak wajar serta mempertahankan posisi tersebut e Negativisme perlawanan terhadap perintah atau melakukan ke arah yang berlawanan dari perintah f Rigiditas kaku g Fleksibilitas cerea waxy flexibility yaitu mempertahankan posisi tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar Universitas Sumatera Utara h Command automatisme patuh otomatis dari perintah dan pengulangan kata-kata serta kalimat i Diagnosis katatonik dapat tertunda jika diagnosis skizofrenia belum tegak karena pasien yang tidak komunikatif. 4 Skizofrenia tak terinci atau undifferentiated a Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofernia b Tidak paranoid, hebefrenik, katatonik c Tidak memenuhi skizofren residual atau depresi pascaskizofrenia 5 Skizofrenia pasca-skizofrenia a Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofernia selama 12 bulan terakhir ini b Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya c Gejala – gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu. Apabila pasien tidak menunjukkan lagi gejala skizofrenia, diagnosis menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai. 6 Skizofrenia residual a Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktifitas yang menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk sperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk b Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia; Universitas Sumatera Utara c Sedikitnya sudah melewati kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang minimal dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia; d Tidak terdapat demensia atau penyakitgangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut. 7 Skizofrenia simpleks a Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari : 1 Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik 2 Disertai dengan perubahan – perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial. b Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya. 8 Skizofrenia lainnya Termasuk skizofrenia chenesthopathic terdapat suatu perasaan yang tidak nyaman, tidak enak, tidak sehat pada bagian tubuh tertentu, gangguan skizofreniform YTI. 9 Skizofrenia tak spesifik Merupakan tipe skizofrenia yang tidak dapat diklasifikasikan kedalam tipe yang telah disebutkan. Universitas Sumatera Utara 2.1.5. Patogenesis 1 Peran dopamin Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu banyaknya penerimaan dopamin oleh otak. Dalam hipotesis dopamin, dinyatakan bahwa skizofrenia dipengaruhi oleh aktivitas dopamin pada jalur mesolimbik dan mesokortis saraf dopamin. Telalu aktifnya saraf dopamin pada jalur mesolimbik bertanggung jawab menyebabkan gejala positif, sedangkan kurangnya aktivitas dopamin pada jalur mesokortis akan menyebabkan gejala negatif kognitif dan afektif. Pada Jalur saraf dopamin terdiri dari 4 jalur yang mempunyai mekanisme kerja dan fungsi masing-masing, yaitu : a Jalur nigrostiatal : dari substansia nigra ke bangsal ganglia. b Jalur mesolimbik : dari substansia nigra menuju ke sistem limbik c Jalur mesokortikal : dari subtansia nigra menuju ke frontal cortex d Jalur tuberoinfendibular : dari hipotalamus ke kelenjar pituitari. Hipotesis dopamin inilah yang menyebabkan sebelum tahun 1990an, pengembangan obat antipsikotik difokuskan secara eksklusif pada agen dengan aktivitas utama yang berlokasi pada reseptor dopamin D2, yaitu obat-obat antipsikotik tipikal, yang merupakan antagonis reseptor D2. Namun meskipun blokade reseptor D2 dapat mengurangi gejala-gejala positif seperti halusinasi dan delusi, antagonis D2 juga berkaitan dengan efek samping neurologis yang tidak menyenangkan, yaitu gejala ekstrapiramidal. Selain itu agen ini memiliki keterbatasan untuk gejala negatif dan kognitif Crismon dkk., 2008. 2 Peran serotonin Pelepasan dopamin berkaitan dengan fungsi serotonin. Penurunan aktivitas serotonin berkaitan dengan peningkatan aktivitas dopamin. Bukti yang mendukung peran potensial serotonin dalam memperantarai efek antipsikotik obat datang dari interaksi anatomi dan fungsional dopamin dan serotonin. Studi anatomi dan elektrofisiologi menunjukkan bahwa saraf serotonergik dari dorsal dan median raphe nuclei terproyeksikan ke badan-badan sel dopaminergik dalam Ventral Tegmental Universitas Sumatera Utara Area VTA dan Substansia Nigra SN dari otak tengah. Saraf serotonergik dilaporkan berujung langsung pada sel-sel dopaminergik dan memberikan pengaruh penghambatan pada aktivitas dopamin di jalur mesolimbik dan nigrostriatal melalui reseptor 5-HT2A. Secara umum, penurunan aktivitas serotonin terkait dengan peningkatan aktivitas dopamin. Interaksi antara serotonin dan dopamin, khususnya reseptor 5-HT2A, dapat menjelaskan mekanisme obat psikotik atipikal dan rendahnya potensi untuk menyebabkan efek samping ekstrapiramidal. Selain itu, stimulasi 5- HT1A juga meningkatkan fungsi dopaminergik Ereshefsky., 1999. 3 Peranan glutamat Disfungsi sistem glutamatergik di korteks prefrontal diduga juga terlibat dalam patofisiologi skizofrenia. Hipotesis datang dari bukti pemberian antagonis reseptor N-metil-D-Aspartat NMDA, seperti phencyclidine PCP dan ketamin, pada orang sehat menghasilkan efek yang mirip dengan spektrum gejala dan gangguan kognitif yang terkait dengan skizofrenia. Efek dari antagonis NMDA menyerupai baik gejala negatif dan positif serta defisit kognitif skizofrenia Ikawati, 2011.

2.1.6. Diagnosis