BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tahapan Penelitian
Gambar 4.1 Tahapan Penelitian Dari 185 anak yang masuk dalam skrining infeksi cacing T.trichiura pada anak
sekolah SDN 102052 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai didapatkan Prevalensi kecacingan sebesar 76,76 142 anak , sedangkan prevalensi infeksi
cacing T.trichiura didapati sebesar 81,69 116 anak. Angka infeksi cacing campuran dijumpai lebih dominan dalam penelitian ini. Prevalensi anak yang
menderita infeksi campuran cacing T.trichiura dan A.lumbricoides sebesar 185 anak yang masuk dalam skrining
infeksi cacing T.trichiura 142 anak yang menderita kecacingan STH infeksi
T.trichiura, A.lumbricoides dan infeksi campuran T.trichiura + A.lumbricoides
116 anak trichuriasis diperiksa dengan metode Kato-Katz 77 anak
penderita trichuriasis sedang-berat
66 anak dengan infeksi cacing T.trichiura sedang- berat yang memenuhi kriteria penelitian
61 anak dengan infeksi cacing T.trichiura sedang-berat yang bersedia mengikuti seluruh rangkaian penelitian
Randomisasi Kelompok II : n = 31 dengan
intensitas infeksi sedang = 25 anak dan infeksi berat = 6 anak
diberi dosis tunggal albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-
turut Kelompok I : n = 30 dengan
intensitas infeksi sedang = 26 anak dan infeksi berat = 4 anak diberi
dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut- turut + 1
hari sacharum lactis
Universitas Sumatera Utara
71,83 102 anak, infeksi tunggal cacing T.trichiura hanya didapati pada 11,81 15 anak dan infeksi tunggal cacing A.lumbricoides didapati sebesar
22,41 26 anak. Anak penderita trichuriasis dengan intensitas infeksi sedang merupakan kelompok yang terbesar pada responden penelitian ini yaitu 86,67
pada kelompok pemberian dosis tunggal albendazole 400 mg selama 2 hari berturut-turut dan 80,65 pada kelompok pemberian dosis tunggal albendazole
400 mg selama 3 hari berturut-turut Gambar 4.1 . Masyarakat Bagan Kuala kebanyakan tidak memiliki jamban keluarga, sehingga
untuk buang air besar mereka lakukan di MCK umum dan jamban cemplung yang banyak di sekitar sungai, sedangkan anak-anak buang air besar di pekarangan
sekitar rumah, selokan, atau tinjanya dibungkus dan dibuang di sembarang tempat. Hal ini menyebabkan terjadi pencemaran tanah oleh telur cacing STH.
Ketika terjadi banjir, luapan air akan membawa tinja yang mengandung telur cacing STH, sehingga terjadi penyebaran ke seluruh pemukiman penduduk. Telur
tersebut akan berkembang menjadi telur yang infektif di tanah, yang sangat mudah menginfeksi manusia. Kondisi sanitasi lingkungan yang buruk, perilaku
higiene masyarakat yang jelek, akses jalan yang rusak dan kurangnya penyuluhan kesehatan mengakibatkan tingginya prevalensi kecacingan anak di daerah
tersebut. Chaudhry et al.2004 melaporkan bahwa tingginya prevalensi infeksi
cacing usus mempunyai hubungan dengan kemiskinan, higiene pribadi dan lingkungan yang buruk, kurangnya pelayanan kesehatan, fasilitas sanitasi atau
jamban dan sumber air bersih yang tidak memadai. Dewayani 2004 mendapatkan angka prevalensi T.trichiura di Sumatera Utara mencapai
78,6. Dinas Kesehatan tingkat 1 Sumatera Utara 2008 melaporkan hasil survey
kecacingan pada anak sekolah dasar di 14 kabupatenkota didapatkan prevalensi kecacingan di kabupaten Serdang Bedagai mencapai 50.
Universitas Sumatera Utara
4.2 Karakteristik Penelitian 4.2.1 Karakteristik Responden