4
Nasional, Standar Pelayanan Minimal SPM Bidang Kesehatan dan Millenium Development Goals MDGs.
B A B II GAMBARAN PELAYANAN SKPD
KONDISI UMUM
a. Sumber Daya Kesehatan
Sumber daya tenaga yang dimiliki oleh Dinas Kesehatan kabupaten Pesisir Selatan dan 18 Delapan belas Puskesmas tahun 2010 dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi adalah
sebagai berikut :
JUMLAH TENAGA DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN PESISIR SELATAN DAN PUSKESMAS TAHUN 2010
No Tenaga
2010 PNS
PTT 1 S2
6 2 Dokter Umum
18 10
3 Dokter Gigi 7
2 4 Apoteker
4 5 Sarjana Kesehatan Masyarakat
33 6 Sarjana Keperawatan
8 7 AAK
10 8 AKL
24 9 Tenaga Gizi
21 10 Akper
36 11 Bidan D3
77 143
12 Gigi D3 11
13 Asisten Apoteker 21
14 Bidan D1 177
15 Perawat D1 116
16 Perawat Gigi 17
5
17 Sanitarian 6
18 Asisten Apoteker 16
19 Rekam Medik 4
20 Tenaga labor 20
21 Pekarya 38
22 Tenaga Non Teknis lainnya 58
JUMLAH 728
155
Dari jumlah tenaga Kesehatan yang ada ditempatkan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan sebanyak 79 orang tersebar pada masing-masing Sekretariat dan Bidang,
penyebaran sesuai dengan kebutuhan.
JUMLAH TENAGA DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN PESISIR SELATAN MASING-MASING SEKRETARIATBIDANG TAHUN 2010
NO SEKRETARIATBIDANG JUMLAH PEGAWAI
1. KEPALA DINAS +SEKRETARIS +KEPALA BIDANG 5
2. SEKRETARIAT 21
3. BIDANG PROMOSI KESEHATAN 10
4. BIDANG PELAYANAN KESEHATAN 17
5. BIDANG PEMBERANTASAN PENYAKIT BENCANA 15
6. BIDANG SUMBER DAYA KESEHATAN 11
JUMLAH 79
b. Sarana dan Prasarana
Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan terus diupayakan untuk meningkatkan akses, pemerataan, keterjangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan bagi
seluruh masyarakat Pesisir Selatan.
Sarana kesehatan Kondisi sampai dengan tahun 2010 beroperasional sebanyak 18 unit Puskesmas 8 unit Puskesmas rawatan, 10 unit Puskesmas non rawatan, Puskesmas
Pembantu sebanyak 87 unit, Puskesmas Keliling 18 unit, Polindes 181 unit dan Posyandu 644 buah.
6
c. Kondisi Pelayanan Kesehatan
Gambaran kondisi umum pembangunan kesehatan didapatkan dari hasil evaluasi Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2006 – 2010.
Keberhasilan dan kegagalan pembangunan kesehatan di Pesisir Selatan dapat diukur dari perkiraan peningkatan derajat kesehatan antara lain seperti Umur Harapan Hidup UHH
pada tahun 2009 adalah 68,4 tahun meningkat menjadi 68,8 tahun pada Tahun 2010, Angka
Kematian Bayi AKB dari 13 permil pada tahun 2009 menjadi 9 permil pada tahun 2010, dan Angka Kematian Ibu dari 151 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2009 menjadi
108 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010
Prevalensi gizi kurang pada balita menurun dari 17,46 pada tahun 2009, menjadi 15,2 pada tahun 2010.
Upaya kesehatan masyarakat mengalami peningkatan pencapaian, seperti cakupan kunjungan masyarakat ke
Puskesmas 621.549 pada tahun 2009 dan sudah mencapai 832.645 pada tahun 2010.
Cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan 89,29 pada tahun 2009 menurun menjadi 80.86 pada tahun 2010. Begitu juga cakupan pelayanan antenatal K4 68,45
pada tahun 2009, Menjadi 68,40 pada tahun 2010.
Masalah kualitas lingkungan merupakan masalah yang sangat rumit sekali, karena dapat menimbulkan dampak yang sangat besar terutama pada kesehatan manusia. Sampai saat ini
kasus penyakit berbasis lingkungan seperti ISPA, Kulit, dan Diare masih menduduki 10 penyakit terbanyak. Disamping itu penyakit baru juga muncul seperti cikungunya dan flu
burung. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu perencanaan dan terobosan yang sangat tepat serta melibatkan semua stakeholder mulai dari tingkat pusat sampai tingkat kabupaten
kota. Pencapaian program penyehatan lingkungan untuk akses air bersih
72,61 pada tahun 2009 turun menjadi 72,06 pada tahun 2010. Rumah sehat 56,98 pada tahun 2009,
mengalami kenaikan menjadi 64,40 pada tahun 2010.
Pada program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular juga mengalami peningkatan capaian walupun penyakit infeksi menular masih tetap menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang menonjol terutama TB, Malaria, DBD dan Diare. Pencapaian UCI 85 pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 masih tetap 85 . Penanggulangan
Tuberculosis dan malaria sudah mengalami peningkatan, namun masih perlu mendapat perhatian dalam meningkatkan pengendaliannya untuk masa yang akan datang.
7
Pada tahun 2009 CDR TB 58 naik menjadi 59 pada tahun 2010 dengan Sukser rate 59 . Untuk itu perlu perhatian lebih pada upaya deteksi tuberculosis dan juga keberhasilan
pengobatannya. Penemuan kasus baru yang diobati BTA positif 392 pada tahun 2009 meningkat menjadi 397 pada tahun 2010. Ketersediaan reagen, pemberdayaaan masyarakat
dan ketersediaan obat antituberculosis OAT ditingkat pelayanan primer harus diperhatikan.
Angka klinis Malaria atau anual Malaria Incidence AMI menunjukan fluktuasi dari tahun ke tahun, hal ini dapat dilihat dari jumlah sediaan darah yang diperiksa pada tahun 2009
sebanyak 143 jumlah sediaan darah yang diperiksa positif 27, jumlah sediaan darah yang
diperiksa pada tahun 2010 berjumlah 607 darah yang diperiksa ditemukan positif malaria
sebanyak 133 perlu disikapi karena kedepan nantinya indikator program malaria akan
dihitung berdasarkan Annual Parasite Insiden API. Untuk itu perlu peningkatan upaya promotif dan preventif serta kerjasama sektoral terkait.
Angka kesakitan demam berdarah Dengue DBD masih tinggi dilihat dari 2009 adalah 93,7 dan angka kematian relatif
kecil 0,2. Dan pada tahun 2010 Insident Rate adalah 0.05, dan angka kematian Akibat
DBD 0 Untuk itu perlu perhatian pada upaya pemberantasan sarang nyamuk PSN
melalui penyuluhan dan promosi kesehatan. Selain itu juga perlu diperhatikan penyelenggaraan sistem surveilans dan kewaspadaan dini.
Untuk penyakit tidak menular, berdasarkan hasil riset kesehatan dasar Riskesdas tahun 2007 menunjukan peningkatan kasus dan penyebab kematian terutama pada kasus
kardiovaskuler hipertensi, diabetes melitus dan obesitas. Selain berbagai masalah kesehatan dasar, kita juga perlu mewaspadai berbagai ‘trend’ dari berbagai penyakit tidak
menular yang terus meningkat seperti hipertensi dan diabetes melitus. Rata-rata prevalensi hipertensi 0,03 dan hasil riset kesehatan dasar Riskesdas tahun 2010
Program perbaikan gizi masyarakat antara lain cakupan distribusi kapsul vitamin A pada anak bayi 89,9 pada
tahun 2008 dan 95,9 pada tahun 2009 dan 96,8 pada tahun 2010. Cakupan distribusi kapsul Vitamin A pada anak balita mengalami peningkatan yaitu, 82,4 pada tahun 2009,
dan menjadi 90 pada tahun 2010. Cakupan distribusi vitamin A pada ibu nifas pada tahun 2009 adalah 63,5 masih berada dibawah target yang ditetapkan 87,6, dan mengalami
peningkatan 89 pada tahun 2010.
Penanggulangan anemia gizi merupakan salah satu kegiatan pokok pada program UPGK yakni dengan memberikan tablet besi kepada kelompok sasaran ibu hamil. Untuk tahun
2009 target cakupan untuk kabupaten pesisir Selatan adalah sebesar 78,1 sasaran, rata-
8
rata cakupan tablet besi di kabupaten Pesisir Selatan adalah sebesar 60,1 Angka cakupan propinsi tahun 2009 67,0, dan pada tahun 2010 meningkat angka cakupan 97,5
dengan target 100
Prevalensi Gizi Kurang telah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2009 17,55 prevalensi Gizi Kurang telah dapat ditekan menjadi 15,21. pada tahun 2010
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan ini disebabkan semakin tingginya kesadaran masyarakat terutama ibu-ibu yang mempunyai anak balita untuk membawa ke
posyandu untuk penimbangan serta gencarnya penyuluhan gizi ditengah masyarakat serta adanya peran serta PKK yang semakin tinggi. Selain itu setiap anak balita Gakin diberikan
MP-ASI Pabrikan yaitu bubur susu bagi anak berumur 6-11 bulan dan biskuit untuk anak berumur 12-24 bulan selama 90 Hari Anak Makan HAM. Indikator DS digunakan untuk
melihat tingkat partisipasi masyarakat. Pencapaian DS untuk tahun 2009 adalah 66,2.Angka ini lebih tinggi dari target yang ditetapkan yaitu 64. Jika dibandingkan
dengan tahun 2008 pencapaian tahun 2009 lebih tinggi, dimana pencapaian pada tahun 2009 adalah 62,1 Pencapaian DS pada tahun 2010 menjadi 66. Indikator BGMD digunakan
untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap memburuknya keadaan gizi balita. Pada tahun 2010 Prefalensi balita gizi buruk BBTB 2,34 .
Dalam rangka memastikan penguasaan kompetensi minimal sesuai standar maka pada setiap tenaga perlu diatur dalam Permenkes no 1464MenkesSKX2010 tentang registrasi dan
praktek bidan. Dalam pembangunan kesehatan, SDM merupakan salah satu isu utama yang mendapatkan perhatian terutama terkait dengan jumlah, distribusi, selain itu juga terkait
dengan pembagian kewenangan dalam pengaturan SDM kesehatan PP No.38 tahun 2000 dan PP No.41 tahun 2000. Oleh karena itu diperlukan penanganan lebih seksama yang
didukung dengan regulasi yang memadai dan pengaturan insentif, reward-punishment, dan sistem pengembangan karier. Kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka peningkatan mutu
Sumber Daya Kesehatan di bidang kesehatan adalah melalui pelatihan-pelatihan, pendidikan dan peningkatan uji kompetensi. Kompetensi tenaga kesehatan belum
terstandarisasi dengan baik, hal ini disebabkan karena saat ini baru ada satu standar kompetensi untuk dokter umum dan dokter gigi.
Bidan merupakan tenaga kesehatan yang mempunyai tugas utama memberikan pelayanan kebidanan dan kesehatan reproduksi kepada individu, keluarga dan masyarakat. Dalam
memberikan pelayanan tersebut bidan perlu mendapatkan perlindungan hukum. Untuk itu tenaga bidan dalam menjalankan tugas dan fungsinya bidan harus memiliki kompetensi
minimal sesuai dengan standar praktek kebidanan. Pada saat ini kompetensi bidan belum
9
lagi standar karena berkembangnya lembaga pendidikan baik pemerintah maupun swasta yang menghasilkan tenaga bidan yang berkualitas beragam serta belum terlaksananya
sistem akreditasi pendidikan kesehatan sebagaimana mestinya.
Dalam rangka memastikan penguasaan kompetensi minimal sesuai standar maka pada setiap tenaga perlu dilakukan uji kompetensi terhadap tenaga bidan secara berkala, sebagai diatur
dalam keputusan Menteri Kesehatan No.1464MenkesSKX2010 tentang registrasi dan praktek bidan. Uji kompetensi ini dilaksanakan oleh Tim penguji kompetensi yaitu
kologium kebidanan pusat dan daerah, organisasi profesi, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit dan Lembaga Pendidikan.
Program Kebijakan dan Manajemen perlu terus dikembangkan dan lebih difokuskan, utamanya untuk mencapai efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pembangunan
kesehatan melalui penguatan manajerial dan sinkronisasi perencanaan kebijakan, program dan anggaran.
Kebijakan dibidang kesehatan telah banyak disusun, baik tingkatan strategis, manjerial dan teknis. Namun dirasakan antar sekuen perencanaan belumberjalan baik antara RPJMN
dengan Renstra, RKP dengan Renja KL dan RKA-KL, dan juga antara dokumen kebijakan dengan dokumen perencanaan dan penganggaran masih harus disinkronkan dan perlu
peningkatan koordinasi pusat dan daerah. Keberhasilan dalam melaksanakan pembangunan kesehatan juga dapat digambarkan dengan capaian indikator programprogram.
1. Umur Harapan Hidup. Umur harapan hidup adalah salah satu indikator kesehatan yang digunakan akan tinggi
rendahnya Umur Harapan Hidup waktu lahir dan lebih jauhnya indikator ini menggambarkan taraf hidup suatu negara, karena kaitannya dengan Indeks Mutu Hidup
IMH atau Indeks Pembangunan Manusia IPM. Umur Harapan Hidup di Kabupaten Pesisir Selatan pada tahun 2010 adalah 68,8 Tahun.
Angka Kematian Angka kematian bayi AKB atau Infant Mortality Rate IMR adalah jumlah kematian bayi
dibawah usia 1 tahun pada tiap 1000 kelahiran hidup. Angka ini merupakan indikator sensitif terhadap ketersediaan pemanfaatan dan kualitas pelayanan kesehatan terutama
pelayanan perinatal juga berkaitan erat dengan pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, pendidikan ibu dan keadaan gizi keluarga.
Secara umum hasil yang dicapai dari pelaksanaan program dan kegiatan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 terlihat bahwa angka kematian bayi dan angka kematian ibu
10
melahiran cendrung turun. Angka kematian bayi dari 13 kematian pada tahun 2009 menurun menjadi 9 kematian pada Tahun 2010. Sedangkan angka kematian ibu juga
menurun dari 151 pada tahun 2009 menjadi 108 pada tahun 2010.
Angka Kematian Ibu AKI atau Maternal Mortality Rate MMR menunjukkan jumlah kematian ibu karena kehamilan, persalinan dan masa nifas pada setiap 100.000 kelahiran
hidup dalam suatu kurun waktu tertentu di suatu wilayah tertentu. Angka ini mencerminkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, keadaan sosial
ekonomi, kondisi lingkungan serta fasilitas dan tingkat pelayanan kesehatan perinatal dan obstetri. Beberapa faktor langsung yang mempengaruhi AKI secara langsung adalah status
gizi, anemia pada kehamilan. Beberapa faktor mendasar yang mempengaruhinya adalah tingkat pengetahuan dan pendidikan ibu, lingkungan fisik, budaya dan sosial ekonomi.
Distribusi jumlah kematian bayi dan ibu tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 di Kabupaten Pesisir Selatan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.1 Distribusi Jumlah Kematian Ibu dan Bayi di Kabupaten Pesisir Selatan Tahun
2005 sd 2010 No.
Tahun Jumlah
Kelahiran Hidup
Jumlah Bayi Mati
Jumlah Ibu Mati
AKB per 1000
AKI per
100.000
1. 2005
7872 74
15 9
191 2.
2006 8215
112 6
13 73
3. 2007
7776 172
15 22
192 4.
2008 7510
101 17
17 226
5. 2009
7863 106
12 13
151 5.
2010 8334
73 9
9 108
Sumber: Laporan KIA 2010
2. Status gizi masyarakat
11
Masalah gizi utama sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia meliputi :
1. Kekurangan Energi Protein KEP
2. Anemi
3. Kurang Vitamin A
4. Gangguan Kekurangan Yodium GAKY
5. Kecendrungan kelebihan gizi Obesitas terutama dikota-kota besar meningkat
Masalah utama gizi di Kabupaten Pesisir Selatan masih diwarnai dengan masalah gizi buruk khususnya pada kelompok umur Balita dan Ibu hamil , gangguan akibat
kekurangan yodium GAKY, anemia dan kurang vitamin A.
Dari data status gizi balita yang didapatkan dari pemantauan status gizi tabel 2.3 dapat dilihat bahwa Balita dengan status gizi buruk dan gizi kurang pada setiap
tahunnya cenderung berkurang tiap tahunnya
Tabel 2.3. Status gizi balita di Kabupaten Pesisir Selatan 2005-2010
No. Kategori 2005
2006 2007
2008 2009
2010
1. Status gizi buruk 1,9 3,2
2,0 0,02 0,12 2.34
2. Status gizi kurang 14,6 17,46 18,3 17,22 14,46 15.21 3 Status gizi baik
80 75,6 77,46 78,37 79,38 61.9
4. Status gizi lebih 2,9 1,9
1,6 1,2
1,25 0.30
Pada tahun 2010 anak penderita gizi buruk -3 SD BBTB 5 2,34 , BBU 29 orang dan sebanyak 59 orang balita gizi kurang dan rawan gizi untuk gakin dan non gakin.
Kesemuanya telah diberikan PMT, sementara. Peranan Posyandu dalam melakukan identifikasi tumbuh kembang balita adalah sangat penting, anak yang sehat akan bertambah
berat badannya sesuai dengan perkembangan umurnya, akan tetapi kenyataan menunjukan bahwa pemanfaatan posyandu yang sebagai salah satu upaya masyarakat dalam
memberikan pelayanan terpadu termasuk didalamnya pelayanan kesehatan yaitu pemberian kesehatan yaitu pemberian imunisasi, pemeriksaan kehamilan pemberian vitamin dan
pemantauan status gizi belumlah dimanfaatkan secara baik. Dari yang dihimpun dari
12
puskesmas pada tahun 2010 bayi dan balita yang ditimbang berjumlah rata-ratabulan 26.957 orang dari jumlah balita yang ada 44.529 bayi dan balita keseluruhan.
3. Kondisi Kesehatan Lingkungan Lingkungan mempunyai peranan yang sangat besar terhadap peningkatan derajat
kesehatan oleh karena itu upaya pemberantasan penyakit harus dimulai dari lingkungan yang sehat. Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk. Salah satu faktor yang menunjukan tinggi rendahnya angka kesakitan suatu daerah yang disebabkan oleh sanitasi dasar terutama air
bersih, pengelolaan makanan yang tidak sehat, tingkat kesadaran masyarakat yang rendah.
Masalah yang sangat mendasar tidak terpenuhinya kebutuhan air bersih, jamban, limbah rumah tangga, tercemarnya udara serta kondisi fisik yang memungkinkan berkembangnya
faktor pembawa penyakit. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten adalah:
1. Memperlancar aliran sungai agar tidak ada genangan air 2. Kegiatan WSLIC–2 yang dimulai tahun 2001 s.d 2008 dan dilanjutkan dengan
PAMSIMAS dengan pembangunan sarana air bersih sumur gali dan perpipaan sebanyak 81 kampung yang telah diakses air bersih. Pada Tahun 2010 dan sampai
sekarang Kegiatan Pamsimas, yang telah terakses sebanyak 35 kampung.
3. Program CLTS untuk membangun kesadaran masyarakat membangun sarana sanitasi dasar dengan menggambarkan akibat dari ketidak adaan sarana tersebut, memicu malu
buang air besar disembarang tempat.
4. Program Pansimas Penyedian air minum dan sanitasi bagi masyarakat
Kondisi sarana kesehatan lingkungan sampai dengan Tahun 2010 adalah: a.
Cakupan Rumah Sehat
Jumlah Rumah di Kabupaten Pesisir Selatan 82.269 , dari jumlah rumah tersebut diperiksa sebanyak 7.761 dengan persentase 14,67 dan yang memenuhi syarat
sebanyak 7.771, persentase rumah sehat sebesar 64,40 .
b. Akses Air Bersih.