Rencana Strategi Tahun 2013-2018 Dinas Sosial Kabupaten Probolinggo
31
BAB III ISU STRATEGIS
Visi Pembangunan kesejahteraan sosial Dinas Sosial Kabupaten Probolinggo selaras dengan pencapaian visi
Terwujudnya Kabupaten Probolinggo yang Sejahtera, Berkeadilan, Mandiri, Berwawasan Lingkungan, dan Berakhlak Mulia
. Penyelenggaraan
kesejahteraan sosial
berkaitan dengan
kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan
prilaku, korban bencana, serta korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
Disadari bahwa tantangan ke depan semakin berat, seiring dengan kompleksitas dan kuantitas Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial PMKS
juga turut meningkat sejalan perkembangan dan perubahan kondisi sosial masyarakat, yang disebabkan oleh krisis keuangan global, berbagai bencana yang
ada banjir, tanah longsor, gunung meletus dan gempa tentu telah diantisipasi oleh Pemerintah Kabupaten Probolinggo dengan berbagai kebijakan fiskal dan
non fiskal. Selain itu penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial PMKS,
jika tidak dilakukan secara tepat akan berakibat pada kesenjangan sosial yang makin meluas, dan berdampak pada melemahnya ketahanan sosial masyarakat,
serta dapat mendorong terjadinya konflik sosial di masyarakat, yang disebabkan oleh :
1.
Masih terbatasnya akses bagi PMKS untuk mendapatkan pelayanan sosial dasar.
Jumlah PMKS tahun 2011 sebanyak 112.705 jiwa. Dari jumlah tersebut yang mendapat pelayanan dasar di Dinas Sosial Kabupaten
Probolinggo sebanyak 661 jiwa. Total PMKS yang bisa terlayani dalam tahun 2011 sebanyak 0,38 . Angka ini menunjukkan bahwa kemampuan
penanganan PMKS di Kabupaten Probolinggo masih sangat terbatas, untuk itu pemerintah mengupayakan pelayanan sosial berbasis masyarakat.
Rencana Strategi Tahun 2013-2018 Dinas Sosial Kabupaten Probolinggo
32
2.
Masih tingginya angka kemiskinan keluarga fakir miskin sebagai akar timbulnya PMKS
Dampak kemajuan teknologi dan pergeseran sosial budaya serta perilaku hedonisme
mengakibatkan meningkatnya
penyalahgunaan NAPZA.
Penyalahgunaan NAPZA dapat membawa konsekuensi yang sangat buruk tidak hanya pada penggunanya tetapi juga pada keluarga dan masyarakat. Jumlah
pengguna NAPZA pada tahun 2011 sebanyak 73 orang, yang sudah mendapatkan pelayanan rehabilitasi sosial 20 orang atau 30,08 .
Selain itu juga semakin sulitnya mendeteksi wanita tuna susila WTS dan eks WTS yang positif menderita HIVAIDS. Angka tersebut hanyalah
puncak gunung es masalah HIVAIDS. Serta berbagai permasalahan kesejahteraan sosial yang memiliki mobilitas tinggi seperti Anak Jalanan,
Gelandangan, Pengemis dan Gelandangan Psikotik. Penanganan difokuskan pada 5 lima Kecamatan yang masuk wilayah perkotaan yaitu Kraksaan,
Paiton, Pajarakan, Gending, Dringu, Krejengan dan Maron.
3.
Belum adanya pekerja sosial fungsional
Jumlah tenaga pekerja sosial yaitu TKSK Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan sebanyak 24 orang dan PSM Pekerja Sosial Masyarakat
sebanyak 100 orang pada tahun 2011 yang berada dibawah binaan Dinas Sosial Kabupaten Probolinggo yang tersebar di wilayah kecamatan, desa dan
kelurahan. Dengan demikian jumlah pekerja sosial di Kabupaten Probolinggo sebanyak 124 orang. Sedangkan jumlah PMKS pada tahun 2011 berjumlah
112.705 orang. Ini berarti seorang pekerja sosial melayani 908 – 909 klien,
padahal ratio ideal standar pelayanan sosial 1 satu orang pekerja sosial menangani 10 orang klien. Dengan jumlah pekerja sosial yang sangat
terbatas dalam proses pelayanan dan rehabilitasi sosial saat ini masih kurang ideal.
Kondisi semacam ini diperparah oleh kurang memadainya pengelolaan pelayanan kesejahteraan sosial yang diselenggarakan organisasi sosial.
Padahal keberadaan pelayanan ini telah banyak membantu Dinas Sosial dalam menangani masalah sosial di tingkat lokal. Organisasi sosial biasanya tumbuh
dan berkembang dari semangat filantropicaritas, seringkali pengelolaannya dilakukan secara tradisional dan masih ada persepsi yang penting bisa
memberi makansandang, yang lainnya bisa diabaikan; bekal akhirat lebih penting daripada bekal duniawi; pengasuh pembimbing bisa dilakukan siapa
saja, tidak perlu yang profesional. Persepsi semacam ini tanpa disadari
Rencana Strategi Tahun 2013-2018 Dinas Sosial Kabupaten Probolinggo
33
menjadi hambatan dalam meningkatan profesionalisme penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Persoalan lainnya berkaitan dengan organisasi sosial fiktif „papan
nama‟ yang mencari untung melalui bantuan sosial serta keterbatasan sarana dan prasarana organisasi sosial.
4.
Belum adanya UPT rehabilitasi sosial yang berfungsi sebagai shelter, tempat pemberdayaan dan pelatihan, rumah singgah PMKS
Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah ternyata sistem pembangunan kesejahteraan sosial belum tertata secara manajerial dan
professional. Hal ini diwujudkan dengan pola penanganan kesejahteraan sosial di Kabupaten Probolinggo sangat beragam kelembagaan pemerintah yang
menanganinya, sehingga fungsi koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan pelayanan sosial di Kabupaten relative sangat kecil. Kondisi ini melahirkan
kesenjangan antara
kapasitas penanganan
dengan jumlah
populasi penyandang masalah kesejahteraan sosial yang ditangani.
Dampak diberlakukannya Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 yang diperbarui dengan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 yang mengatur
Otonomi Daerah
menimbulkan masalah-masalah
berkaitan dengan
pembangunan kesejahteraan sosial di daerah. Kendala tersebut diantaranya, masih adanya nomenklatur yang sama pada program dan kegiatan yang
ditangani oleh beberapa SKPD terkait. Kendala tersebut diperparah oleh tidak adanya pembagian wewenang
yang jelas dalam penanganan masalah kesejahteraan sosial. Dan masih belum adanya UPT rehabilitasi sosial sebagai shelter dalam memberikan pelatihan
dan pemberdayaan kepada PMKS, sehingga pola penanganan PMKS masih terkesan kurang maksimal. Dan hal ini menyebabkan saling lempar tanggung
jawab dan terjadinya duplikasi penangan masalah sosial.
5.
Masih lemahnya penanganan korban bencana alam dan sosial.
Bencana adalah gangguan yang serius dari berfungsinya satu masyarakat, yang menyebabkan kerugian-kerugian besar terhadap jiwa
manusia, harta benda properti dan lingkungannya yang melebihi kemampuan dari masyarakat yang tertimpa bencana untuk menanggulanginya
dengan menggunakan
sumber-sumber daya
masyarakat itu
sendiri UNDMTPUnited
Nations Disaster
Manajement Training
Programs. Berdasarkan pengertian tersebut, sebuah bencana selalu melahirkan kerugian
Rencana Strategi Tahun 2013-2018 Dinas Sosial Kabupaten Probolinggo
34
dan ketidakberdayaan secara massal. Masyarakat yang tertimpa bencana pada umumnya memerlukan bantuan dari luar masyarakat, pemerintah, organisasi
kemanusiaan. Atas dasar tersebut, maka pemerintah pusat, kabupatenkota memiliki tanggung jawab yang besar dalam menangani masyarakat yang
tertimpa bencana. Kabupaten Probolinggo merupakan kawasan yang terletak di daerah
rawan bencana alam seperti gempa bumi, gunung berapi, banjir, kebakaran, kelaparan dan sebagainya. Berbagai langkah antisipasi seperti sosialisasi dan
pelatihan para petugas penanggulangan bencana alam dan berbagai koordinasi dalam pemberian bantuan tanggap darurat maupun rehabilitasi
lanjutan sangat diperhatikan agar tidak menimbulkan permasalahan sosial baru seperti kemiskinan, kecacatan, ketunaan sosial. Ketidakoptimalan dalam
penanggulangan bencana disebabkan karena kemampuan sumber daya dan satuan koordinasi pengelolaan bantuan penanggulangan bencana alam serta
mobilitas TAGANA, dan posko penanggulangan bencana yang berbasis masyarakat Kampung Siaga BencanaKSBbelum optimal. Demikian pula
peran pemerintah kecamatankelurahan dan desa dalam penyediaan dukungan data dan informasi korban bencana belum terkoordinir sehingga
evakuasi korban bencana dan pemulihan kembali kehidupan sosial ekonomi masyarakat korban bencana belum optimal.
Sifat bencana alam yang sulit diprediksi kejadiannya gempa bumi, tanah longsor hanya bisa diatasi dengan membangun kesadaran masyarakat
untuk tanggap bencana. Dinas Sosial Kabupaten Probolinggo secara berkala melakukan kegiatan pelatihan bagi relawan bencana dalam wadah TAGANA
Taruna Siaga bencana. Semakin banyaknya warga masyarakat yang bergabung pada TAGANA diharapkan mampu merespons setiap kejadian
bencana yang terjadi di masyarakat. Serta terbentuknya Kampung Siaga Bencana KSB di Desa Ngadirejo Kecamatan Sukapura, dna diharapkan
terbentuk KSB yang lain di daerah rawan bencana. Keterlibatan warga masyarakat dalam TAGANA diharapkan dapat
menyebarkan pengetahuan, dan keahlian dalam melakukan proses evakuasi, rehabilitasi dan mitigasi. Ketiga proses ini merupakan siklus manajemen
bencana yang perlu dipahami masyarakat. Dalam kondisi aman, TAGANA dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat pencegahan, seperti mitigasi
bencana dan kesiapan menghadapi bencana. Melalui cara ini diharapkan pada saat terjadi bencana, dapat diminimalisir jumlah korban jiwa. Setelah terjadi
bencana, eksistensi TAGANA juga tidak kalah penting, karena harus melakukan proses evakuasi penyelematan dan pemberian bantuan,
Rencana Strategi Tahun 2013-2018 Dinas Sosial Kabupaten Probolinggo
35
melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi. Untuk menangani korban bencana yang mengalami trauma psikis, TAGANA juga diberikan ketrampilan-
ketrampilan yang berhubungan dengan self-healing dan penanggulangan trauma.
Rencana Strategi Tahun 2013-2018 Dinas Sosial Kabupaten Probolinggo
36
BAB IV VISI, MISI, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN