Hubungan Frekuensi Menyirih dengan Kejadian Kanker Rongga Mulut di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011-2015

Curriculum Vitae

Nama

: Haizil Fuadi

NIM

: 120100133

Tempat, Tanggal Lahir : Rantauprapat, 20 Oktober 1994
Agama

: Islam

Alamat

: Jl. Dr. Hamzah No. 3 Medan

Jenis Kelamin


: Laki-laki

Email

: Haizilf@gmail.com

Riwayat Pendidikan

:

1. TK MDA MINA Rantauprapat

1999-2000

2. SDN 112143 Rantauprapat

2000-2006

3. SMPN 1 Rantau Selatan


2006-2009

4. SMAN 3 Medan

2009-2012

Riwayat Organisasi

:

1. Anggota Departement Kewirausahaan PEMA FK USU 2014
2. Anggota Divisi Humas PHBI FK USU 2013-2014
3. Anggota Divisi Dana dan Usaha SCOPH PEMA FK USU 2013-2014
4. Staf Ahli PEMA FK USU 2015
5. Anggota Divisi Dana dan Usaha PHBI FK USU 2015-2016

LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Penjelasan Tentang Penelitian Kepada Responden

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN


Saya bernama Haizil Fuadi, mahasiswa S-1 Pendidikan Dokter, Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan. Saya ingin melakukan penelitian
mengenai hubungan frekuensi menyirih dengan kejadian kanker rongga mulut.
Penelitian ini adalah salah satu kegiatan untuk menyelesaikan tugas karya tulis
ilmiah di Program Studi S-1 Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas
Sumatera Utara. Peneliti menjamin bahwa penelitian yang dilakukan tidak akan
menimbulkan dampak negatif kepada Bapak/Ibu sebagai responden. Penelitian ini
akan memberikan manfaat bagi pengembangan pelayanan dan ilmu kedokteran.
Peneliti juga menghargai dan menghormati hak responden dengan cara
menjaga kerahasiaan identitas diri dan data yang diberikan responden selama
pengumpulan data hingga penyajian data. Peneliti sangat mengharapkan
partisipasi Bapak/Ibu sebagai responden dalam penelitian ini, namun jika
Bapak/Ibu tidak bersedia maka Bapak/Ibu berhak untuk menolak karena tidak ada
unsur paksaan dalam pengisian kuesioner penelitian. Demikianlah informasi ini
saya sampaikan, atas kesediaan dan partisipasi Bapak/Ibu saya ucapkan
terimakasih.

Medan, Juni 2015


Penulis

Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Subjek (Informed Consent)
LEMBAR PERSETUJUAN SUBJEK (INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bersedia untuk
menjadi responden penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang bernama Haizil Fuadi, NIM
120100133 dengan judul penelitian “Hubungan Frekuensi Menyirih dengan
Kejadian Kanker Rongga Mulut di RSUP H. Adam Malik Medan”.
Saya mengerti bahwa penelitian tidak akan berakibat buruk terhadap saya
dan keluarga saya. Kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga oleh
peneliti dan hanya akan digunakan untuk penelitian.

Medan, Juni 2015
Responden

(

)


Lampiran 3 : Lembar Pertanyaan Wawancara
A. Identitas Responden
Nama

:

Umur

:

Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan

:

Jenis Kelamin

: Laki-laki / Perempuan

Penyakit yang diderita Kanker Rongga Mulut / Bukan Kanker Rongga

Mulut
B. Pertanyaan
Pertanyaan berikut ini berkaitan dengan kebiasaan menyirih Bapak/Ibu
selama ini. Pilihlah jawaban yang paling sesuai menurut Bapak/Ibu.
1. Apa bahan-bahan yang bapak/ibu gunakan untuk menyirih?
o

Daun sirih, kapur, pinang, gambir, tembakau

o

Daun sirih, kapur, pinang, gambir

o

Lain-lain (sebutkan) .....

2. Berapa kali dalam satu hari bapak/ibu menyirih?
o >10 kali sehari
o 7-10 kali sehari

o 4-6 kali sehari
o 1-3 kali sehari

3. Berapa lama bapak/ibu sudah menyirih?
o >15 tahun
o 11-15 tahun
o 6-10 tahun
o 0-5 tahun

4. Siapa yang mendorong bapak/ibu menyirih?

o Orangtua/keluarga
o Teman
o Kemauan sendiri
o Lain-lain (sebutkan) .....

5. Apa tujuan bapak/ibu makan sirih?
o Untuk menenangkan pikiran
o Agar gigi menjadi kuat dan sehat
o Hanya kebiasaan saja (tanpa tujuan)

o Adat-istiadat
o Lain-lain (sebutkan) .....

6. Setelah menyirih, apakah gigi dan mulut dibersihkan?
o Tidak
o Ya

Lampiran 4 : Hasil Validitas Kuisioner
Pertanyaan

Status

Alpha

Status

1

Valid


0,724

Reliabel

2

Valid

Reliabel

3

Valid

Reliabel

4

Valid


Reliabel

5

Valid

Reliabel

6

Valid

Reliabel

HASIL UJI STATISTIK
SPSS

umur kelompok
Cumulative
Frequency

Valid

59

27

30.0

30.0

100.0

Total

90

100.0

100.0

Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Laki-laki

41

45.6

45.6

45.6

Perempuan

49

54.4

54.4

100.0

Total

90

100.0

100.0

Motivasi Menyirih
Cumulative
Frequency

Percent

Valid

Kemauan Sendiri

34

37.8

Missing

System

56

62.2

90

100.0

Total

Valid Percent
100.0

Percent
100.0

Tujuan Memakan Sirih
Cumulative
Frequency

Percent

Valid

Menenangkan Pikiran

34

37.8

Missing

System

56

62.2

90

100.0

Total

Valid Percent

Percent

100.0

100.0

Diagnosis * Menyirih Crosstabulation
Count
Menyirih
Tidak Menyirih
Diagnosis

Menyirih

Total

Bukan Kaker Rongga Mulut

34

11

45

Kanker Rongga Mulut

22

23

45

56

34

90

Total

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction

df

Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

a

1

.009

5.720

1

.017

6.919

1

.009

6.807
b

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear Association
b

N of Valid Cases

.016
6.731

1

.009

90

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.00.
b. Computed only for a 2x2 table

.008

Mantel-Haenszel Common Odds Ratio Estimate
Estimate

3.231

ln(Estimate)

1.173

Std. Error of ln(Estimate)

.457

Asymp. Sig. (2-sided)

.010

Asymp. 95% Confidence

Common Odds Ratio

Interval
ln(Common Odds Ratio)

Lower Bound

1.318

Upper Bound

7.921

Lower Bound

.276

Upper Bound

2.069

The Mantel-Haenszel common odds ratio estimate is asymptotically normally distributed under the
common odds ratio of 1.000 assumption. So is the natural log of the estimate.

Diagnosis * menyirih 10
Tidak Menyirih
Diagnosis

> 10

Total

Bukan Kaker Rongga Mulut

34

4

38

Kanker Rongga Mulut

22

15

37

56

19

75

Total

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction

df

Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

a

1

.003

7.412

1

.006

9.361

1

.002

8.928
b

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear Association
b

N of Valid Cases

.004
8.809

1

.003

75

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.37.
b. Computed only for a 2x2 table

.003

Mantel-Haenszel Common Odds Ratio Estimate
Estimate

5.795

ln(Estimate)

1.757

Std. Error of ln(Estimate)

.626

Asymp. Sig. (2-sided)

.005

Asymp. 95% Confidence

Common Odds Ratio

Interval
ln(Common Odds Ratio)

Lower Bound

1.700

Upper Bound

19.756

Lower Bound

.531

Upper Bound

2.983

The Mantel-Haenszel common odds ratio estimate is asymptotically normally distributed under the
common odds ratio of 1.000 assumption. So is the natural log of the estimate.

34

DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society, 2014. Oral Cavity and Oropharyngeal Cancer.
American Cancer Society.
American Cancer Society, 2015. Cancer Facts and Figure 2015. Atlanta :
American Cancer Society.
Amtha, Rahmi dkk., 2014. Tobacco (Kretek) Smoking, Betel Quid Chewing
and Risk of Oral Cancer in a Selected Jakarta Population.

Asian Pacific

Journal of Cancer Prevention, vol. 15, pp. 8673-8678.

Balaram, P. dkk., 2002. Oral Cancer in Southern India: The Influence of Smoking,
Drinking, Paan Chewing and Oral Hygiene. Int. J. Cancer, vol. 98, pp. 440–
445.
Centers for Disease Control and Prevention. Improving Diagnoses of Oral
Cancer. Centers for Disease Control and Prevention
Chang, Mei-Chi dkk., 2014. Areca Nut Components Affect COX-2, Cyclin
B1/cdc25C and Keratin Expression, PGE2 Production in Keratinocyte Is
Related to Reactive Oxygen Species, CYP1A1, Src, EGFR and Ras
Signaling. PLoS ONE, vol. 9(7), pp. 1-14.
Chen, Ping-Ho dkk., 2014. Expression of a Splice Variant of CYP26B1 in Betel
Quid-Related Oral Cancer. The Scientific World Journal, vol. 2014, pp. 1-8.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007. Riset Kesehatan Dasar
Indonesia Tahun 2007. Kementrian Kesehatan Indonesia.
Dikshit, R.P. dan Kanhere, S., 2000. Tobacco Habits and Risk of Lung,
Oropharyngeal and Oral Cavity Cancer: A population-based Case–control
Study in Bhopal, India. Int. J. Epidemiol., vol. 29, pp. 609–614.
Fahrunnisa, Mutia Fri, 2015. Faktor Risiko Kanker Rongga Mulut di RSUP H.
Adam Malik Tahun 2014. Fakultas Kedokteran USU.
Feller, Liviu dan Lemmer, Johan, 2012. Oral Squamous Cell Carcinoma:
Epidemiology, Clinical Presentation and Treatment. Journal of Cancer
Therapy, vol. 3, pp. 263-268.

35

Globocan, 2012. Cancer Incidence and Mortality Worlwide. International Agency
for Research on Cancer.
Gupta, Bhawna, Johnson, Newell W., 2014. Systematic Review and MetaAnalysis of Association of Smokeless Tobacco and of Betel Quid without
Tobacco with Incidence of Oral Cancer in South Asia and the Pacific. PLoS
ONE, vol. 9, pp. 1-14.
International Agency for Research on Cancer, 2004. Betel-quid and Areca-nut
Chewing and Some Areca-nut-derived Nitrosamines. Lyon : World Health
Organization.
Little, Melissa A., Pokhrel, Pallav, Murphy, Kelle L., Kawamoto, Crissy T.,
Suguitan, Gil S., dan Herzog, Thaddeus A., 2014. The Reasons for Betelquid Chewing Scale: Assessment of Factor Structure, Reliability, and
Validity. BMC Oral Health, vol. 14(62), pp. 1-8.
Lombu, Elvis Sofyan, 2014. Kebiasaan Menyirih dan Kesehatan Rongga Mulut
Lansia di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias. Fakultas Kedokteran USU.
Loyha, Kulchaya, Vatanasapt, Patravoot, Promthet, Supannee, Parkin, dan Donald Maxwell, 2012. Risk
Factors for Oral Cancer in Northeast Thailand. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, vol. 13,
pp. 5087-5090.

Lyman, Gary H., Cassidy, Jim, Bissect, Donald, Spence, Roy A.J., Payne,
Miranda, 2009. Oxford American Handbook of Onclogy. USA : Oxford
University Press.
Nair, Urmila, Bartsch, Helmut, dan Nair, Jagadeesan, 2004. Alert for an Epidemic
of Oral Cancer due to Use of The Betel Quid substitutes gutkha and pan
masala : a Review of Agents and Causative Mechanisms. Mutagenesis, vol.
9, pp. 251-262.
Rasjidi, Imam, 2013. Buku Ajar Onkologi Klinik. Jakarta : EGC.
Sastroasmoro, Sudigdo dan Ismael, Sofyan, 2013. Dasar-dasar Metodologi
Penelitian Klinis. Jakarta : Sagung Seto.
Sirait, Anna Maria, 2013. Faktor Risiko Tumor/Kanker Rongga Mulut dan
Tenggorokan di Indonesia (Analisis Riskesdas 2007). Media Litbangkes,
vol. 23, pp. 122-129.

36

Sukardja, I Dewa Gede, 2000. Onkologi Klinik. Surabaya : Airlangga University
Press.
Teni, Tanuja, Pawar, Sagar, Sanghvi, Vikram, Saranath, Dhananjaya, 2002.
Expression of Bcl-2 and Bax In Chewing Tobacco-Induced Oral Cancers
and Oral Lesions from India. Pathology Oncology Research, vol. 8, pp. 109114.
Wowor, Vonny N.S., Supit, Aurelia, Marbun, Dame R., 2013. Gambaran
Kebiasaan Menyirih dan Lesi Mukosa Mulut pada Mahasiswa Papua di
Manado. E-Journal Universitas Sam Ratulangi.
Wu, Shyh-Jong dkk., 2014. Association Study between Novel CYP26
Polymorphisms and the Risk of Betel Quid-Related Malignant Oral
Disorders. The Scientific World Journal, vol. 2015, pp. 1-9.
Znaor, A. dkk., 2003. Independent and Combined Effects of Tobacco Smoking,
Chewing and Alcohol Drinking on The Risk of Oral, Pharyngeal and
Esophageal Cancers in Indian Men. Int. J. Cancer, vol. 105, pp. 681–686.

18

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1.

Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Variabel Independent

Variabel dependent

Frekuensi Menyirih

Kanker Rongga Mulut

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2.

Definisi Operasional
Defenisi operasional dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Defenisi Operasional

No
1.

Variabel

Definisi

Cara

Alat

Operasional

Ukur

Ukur

Hasil Ukur

Frekuensi

Jumlah

Wawan

Kui-



Tidak menyirih

Menyirih

menyirih

-cara

sioner



> 10 kali sehari

dalam satu



7-10 kali sehari

hari



4-6 kali sehari



1-3 kali sehari

Skala
Ukur
Nominal

19

Tabel 3.1. Defenisi Operasional (Lanjutan)
No Variabel
2.

Definisi

Cara

Alat

Operasional

Ukur

Ukur

Hasil Ukur


Kanker

Pasien yang

Gambaran Data

Rongga

telah

histo-

rekam

Rongga

Mulut

terdiagnosis

patologi

medis

Mulut

oleh dokter

yang

menderita

didapat

Kanker

kanker

dari data

Rongga

rongga

rekam

Mulut

mulut

medis



Kanker

Skala
Ukur
Nominal

Tidak

melalui
pemeriksaan
histopatologi
dan tercatat
dalam rekam
medik

3.3.

Hipotesis
Ada hubungan antara frekuensi menyirih dengan kejadian kanker rongga

mulut.

20

BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN

4.1.

Jenis Penelitian
Rancangan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian analitik dengan desain case control. Pada penelitian ini dipilih desain
case control karena desain ini baik digunakan untuk menilai hubungan sebabakibat antar variabel, dan waktu yang diperlukan untuk penelitian relatif singkat,
serta biaya yang diperlukan relatif murah. Pada penelitian ini akan digunakan
pendekatan retrospektif, yaitu mengidentifikasi risiko pasien di masa lampau.
Pada penelitian ini akan dilakukan analisis data yang diperoleh untuk melihat
hubungan antara variabel yang satu dengan variabel lainnya (Sastroasmoro dan
Ismael, 2013). Penelitian analitik dengan desain case control ini akan dilakukan
dalam jangka waktu tertentu untuk menilai hubungan antara frekuensi menyirih
dengan kejadian kanker rongga mulut di RSUP H. Adam Malik.

4.2.

Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1. Lokasi Penelitian
Pengambilan data pada penelitian ini adalah di Poli Bedah Onkologi,
Ruang Rawat Inap Rindu B dan Rindu A Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan karena merupakan rumah sakit tipe A dan menjadi rumah sakit
rujukan utama untuk wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya sehingga cukup
representatif untuk dijadikan tempat penelitian.

4.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada Agustus 2015 sampai November 2015.

21

4.3.

Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi Target
Populasi target adalah seluruh data pasien kanker yang berobat di RSUP
H. Adam Malik Medan.

4.3.2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau adalah seluruh data pasien kanker leher dan kepala
yang berobat di Subdivisi Bedah Onkologi RSUP. H. Adam Malik Medan.

4.3.3. Sampel
Sampel dari penelitian ini terbagi atas menjadi 2 bagian yaitu:
1. Kasus
Pasien kanker leher dan kepala yang terdiagnosis kanker rongga mulut yang
berobat di Subdivisi Bedah Onkologi RSUP H. Adam Malik
2. Kontrol
Pasien kanker leher dan kepala yang bukan terdiagnosis kanker rongga mulut
yang berobat di Subdivisi Bedah Onkologi RSUP H. Adam Malik
Besar sampel pada penelitian ini adalah :

dengan:
n

: Besar sampel



: tingkat kemaknaan



: power

P1

: proporsi efek pada kasus

P2

: proporsi efek pada kontrol

P

: ½ (P1+P2)

Q

: 1-P

22

Berdasarkan rumus tersebut, maka nilai n dapat dihitung dengan
menggunakan nilai, Zα = 1.96 dan nilai Zβ = 0,84 yang ditetapkan oleh peneliti.
Dengan menggunakan nilai – nilai diatas maka :

Jadi, besar sampel minimum yang diperlukan adalah 41 orang. Oleh
peneliti, jumlah sampel ini digenapkan menjadi 45 orang (rasio kasus : kontrol =
1:1) maka total sampel minimal untuk penelitian ini adalah 90. Sampel diambil
berdasarkan teknik pengambilan sampel non random ( non probability ) sampling
yang berupa purposive sampling. Pemilihan sample secara purposive sampling
didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri,
berdasarkan ciri atau sifat – sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
Sampel diambil sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi.

4.3.4. Kriteria Inklusi dan Ekslusi
Kriteria inklusi dan ekslusi dari penelitian ini adalah :
1. Kriteria inklusi sampel adalah :
a. Pasien kanker leher dan kepala yang berobat di Subdivisi Bedah Onkologi
RSUP H. Adam Malik Medan yang bersedia diwawancarai
b. Sebagai kasus adalah pasien kanker leher dan kepala yang tediagnosis
kanker rongga mulut pada regio lidah, gingival, bibir, bukal, dan palatum

23

c. Sebagai kontrol adalah pasien kanker leher dan kepala yang bukan
terdiagnosis kanker rongga mulut pada regio lidah, gingival, bibir, bukal,
dan palatum
2. Kriteria ekslusi sampel adalah :
a. Pasien kanker leher dan kepala yang tidak memiliki data lengkap didalam
rekam medis

4.4.

Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara mengunakan kuisioner yang
telah divalidasi untuk mengetahui kebiasaan menyirih dari pasien tersebut.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan dua cara, yaitu menghubungi secara
langsung dan tidak langsung atau melalui telepon. Data sekunder diperoleh
melalui data rekam medis untuk mengetahui informasi objektif diagnosis kanker
rongga mulut.

4.5.

Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisa data pada penelitian ini akan dilakukan dengan

menggunakan program komputer dan tahapan sebagai berikut :
1.

Editing
Tahap pertama yaitu, melakukan pengecekan nama dan kelengkapan identitas
maupun data responden dan memastikan bahwa seluruh pertanyaan telah
terjawab dengan baik.

2.

Coding
Tahap kedua yaitu, mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data
angka atau bilangan untuk mempermudah saat melakukan tabulasi data. Pada
bagian frekuensi menyirih diubah menjadi dua kategori, yaitu >5 kali/hari dan
10 tahun dan
59 Tahun
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan

Kasus
n
%

Kontrol
n
%

1
20
24

2.2
44.5
53.3

2
40
3

18
27

40
60

23
22

Jumlah

%

4.5
88.8
6.7

3
60
27

3.3
66.7
30

51.2
46.8

41
49

45.6
54.4

Pada tabel 5.1. dapat dilihat bahwa mayoritas responden adalah berumur
45 – 59 tahun yaitu sebanyak 60 orang (66.7%) dengan rincian 20 orang (44.5%)
dari kelompok kasus dan 40 orang (88.8%) dari kelompok kontrol

diikuti

kelompok umur > 59 tahun sebanyak 27 orang (30%) dengan rincian 24 orang
(53.3%) dari kelompok kasus dan 3 orang (6.7%) dari kelompok kontrol dan

26

kelompok umur < 45 tahun sebanyak 3 orang dengan rincian 1 orang (2.2%) dari
kelompok kasus dan 2 orang (4.4%) dari kelompok kontrol. Umur termuda
responden adalah 17 tahun dan tertua adalah 69 tahun. Pada tabel tersebut dapat
dilihat juga bahwa mayoritas responden berjenis kelamin perempuan yaitu
sebanyak 49 orang (54.4%) dengan rincian 27 orang (60%) dari kelompok kasus
dan 22 orang (46.8%) dari kelompok kontrol dan diikuti dengan jenis kelamin
laki-laki sebanyak 41 orang (45.6%) dengan rincian 18 orang dari kelompok kasus
(40%) dan 23 orang dari kelompok kontrol (51.2%).

5.1.3. Hasil Analisis Data
Setelah dilakukan pengumpulan sampel,

maka data

yang telah

dikumpulkan diolah dan dilakukan analisis. Analisis yang dilakukan adalah
analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat dilakukan untuk melihat
distribusi frekuensi variabel penelitian. Distribusi frekuensi variabel penelitian
dapat dilihat pada table 5.2. berikut ini :
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Variabel Penelitian
No.

Variabel

1.

Menyirih
Ya
Tidak
Bahan Menyirih
Daun sirih, pinang, kapur,
gambir, tembakau
Daun sirih, pinang, kapur,
gambir
Frekuensi Menyirih / hari
< 5 kali / hari
> 5 kali / hari
Lama Menyirih
< 10 Tahun
> 10 Tahun
Motivasi Menyirih
Keluarga
Teman
Kemauan Sendiri
Tujuan Menyirih
Untuk menenangkan pikiran

2.

3.

4.

5.

6.

Kasus
n
%

Kontrol
n
%

Jumlah

%

23
22

51.1
48.9

11
34

24.4
75.6

34
56

37.8
62.2

23

100

10

90.0
9

33

97.05

0

0

1

1

2.95

0.01
5
18

21.7
78.3

5
6

45.5
54.5

10
24

29.4
70.6

8
15

34.7
65.3

7
4

63.6
36.4

15
19

44.8
55.2

0
0
23

0
0
100

0
0
11

0
0
100

0
0
34

0
0
100

23

100

11

0

34

100

27

Agar gigi sehat dan kuat
Adat istiadat
Tanpa tujuan

0
0
0

0
0
0

0
0
0

0
0
0

0
0
0

0
0
0

Pada tabel 5.2. dapat dilihat bahwa dari 90 responden terdapat 34 orang
(37.8%) menyirih dengan rincian 23 orang (51.1%) dari kelompok kasus dan 11
orang (24.4%) dari kelompok kontrol dan 56 orang (62.2%) tidak menyirih
dengan rincian 22 orang (48.9%) dari kelompok kasus dan 34 orang (75.6%) dari
kelompok kontrol. Dari 34 orang yang menyirih didapat 23 orang (100%) dari
kelompok kasus dan 10 orang (90.09%) dari kelompok kontrol yang menyirih
menggunakan daun sirih, pinang, kapur, gambir, dan tembakau, sedangkan satu
orang (0.01%) dari kelompok kontrol menyirih menggunakan daun sirih, pinang,
kapur, gambir tanpa tembakau. Selain itu, dari table diatas dapat dilihat frekuensi
menyirih dan lama menyirih responden yaitu, responden yang meyirih < 5 kali
terdapat sebanyak 10 orang (29.4%) dengan rincian 5 orang (21.7%) dari
kelompok kasus dan 5 orang (45.5%) dari kelompok kontrol dan > 5 kali terdapat
sebanyak 24 orang (70.6%) dengan rincian 18 orang (78.3%) dari kelompok kasus
dan 6 orang (54.5%) dari kelompok kontrol, didapat 15 orang (44.8%) responden
telah menyirih < 10 tahun dengan rincian 8 orang (34.7%) dari kelompok kasus
dan 7 orang (63.4%) dari kelompok kontrol dan 19 orang (55.2%) responden
telah menyirih > 10 tahun dengan rincian 15 orang (65.3%) dari kelompok kasus
dan 4 orang (36.4%) dari kelompok kontrol. Dari 34 orang responden yang
meyirih didapati seluruh responden menyirih dikarenakan kemauan diri sendiri
dan digunakan untuk menenangkan pikiran.
Setelah dilakukan analisis univariat, maka dilakukan analisis bivariat
dengan menggunakan uji chi square untuk melihat apakah ada hubungan antara
variabel depeden dengan independen. Hasil dari analisis bivariat dapat dilihat
pada tabel 5.3. berikut ini :

28

Tabel 5.3. Distribusi Hubungan Menyirih dengan Kanker Rongga Mulut
No.

Variabel
n

1.

2.

3.

Kasus
%

Kontrol
n
%

OR
(95%CI)

pvalue
0.016

Menyirih
Ya
Tidak

23
22

51.1
48.9

11
34

24.4
75.6

3.2
(1.3-7.9)

Frekuensi Menyirih / hari
Tidak Menyirih
< 5 kali / hari

22
5

48.9
11.1

34
5

75.6
11.1

> 5 kali / hari

18

40

6

13.3

1
1.5
(0.4-5.9)
4.6
(1.5-13.5)

Lama Menyirih
Tidak Menyirih
< 10 Tahun

22
8

48.9
17.8

34
7

75.6
15.6

> 10 Tahun

15

33.3

4

8.8

1
1.7
(0.5-5.5)
5.8
(1.7-19.7)

0.729
0.007

0.385
0.004

Pada tabel diatas didapat nilai p-value dari variabel menyirih adalah
sebesar 0.016 (p-value0.05) dengan
nilai OR 1.5 untuk menyirih 0.05) dengan nilai OR 1.7 untuk menyirih telah 10 tahun. Hal ini mendukung bahwa jumlah dan
lama paparan zat dapat mempengaruhi terjadinya proses kerusakan epitel dan
peradangan yang lama-kelamaan menyebabkan terbentuknya tumor.

32

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.

Kesimpulan
1. Kanker rongga mulut lebih banyak ditemukan pada perempuan dibanding
laki-laki
2. Tujuan orang untuk menyirih yang paling sering adalah untuk
menenangkan pikiran
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara menyirih dengan kejadian
kanker rongga mulut (p-value = 0.016). Menyirih dapat meningkatkan 3
kali risiko kejadian kanker rongga mulut dan

4. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara menyirih sebanyak 5 kali/hari
dengan kejadian kanker rongga mulut (p-value = 0.007). Menyirih
sebanyak >5 kali/hari dapat meningkatkan 5 kali risiko kejadian kanker
rongga mulut
5. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama menyirih < 10 tahun
dengan kejadian kanker rongga mulut (p-value = 0.385) dan terdapat
hubungan yang signifikan antara lama menyirih > 10 tahun dengan
kejadian kanker rongga mulut (p-value = 0.004). Menyirih > 10 tahun
dapat meningkatkan 6 kali risiko kejadian kanker rongga mulut

6.2.

Saran
1. Diharapkan penelitian berikutnya dapat menambahkan beberapa faktor
risiko lain yang dapat menyebabkan kanker rongga mulut dan dilakukan
analisis untuk melihat pengaruh seluruh faktor risiko tersebut dengan
kejadian kanker rongga mulut
2. Tidak menggunakan sirih sebagai salah satu cara menghilangkan stres atau
menenangkan pikiran, karena pemakaian yang sering dan dalam jangka
waktu yang lama dapat menimbulkan kanker rongga mulut

33

3. Tenaga medis dapat melakukan edukasi berupa penyuluhan kesehatan
mengenai salah satu dampak buruk dari konsumsi sirih di daerah ia
bertugas, terutama pada daerah yang tingkat konsumsi sirihnya tinggi

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Kanker Rongga Mulut

2.1.1.

Definisi Kanker Rongga Mulut
Kanker rongga mulut adalah keganasan yang melibatkan daerah bibir,

ginggiva, anterior lidah, dasar mulut, palatum durum, dan mukosa bukal. Kanker
rongga mulut dapat melibatkan lebih dari satu regio dalam rongga mulut (Lyman
et al., 2009).

2.1.2.

Epidemiologi Kanker Rongga Mulut
Kanker rongga mulut paling sering terjadi pada laki-laki dibanding

dengan perempuan dengan perbandingan 1,5 : 1. Hal ini dikarenakan laki-laki
lebih sering terpapar perilaku risiko tinggi kanker rongga mulut. Kemungkinan
perkembangan kanker rongga mulut berhubungan dengan periode paparan faktor
risiko dan peningkatan usia, ditambah lagi dengan hubungan usia dengan
perubahan mutagenic dan epigenetic. Beberapa kondisi juga dapat mempengaruhi
kejadian kanker rongga mulut, yaitu Li Fraumei sindrom, Plummer-Vinson
sindrom, anemia Fanconi, kemoterapi, kongenital diskeratosis, xeroderma,
pigmentosum, dan diskoid lupus eritematosus (Lemmer dan Feller, 2012).
Five year survival rate pada pasien kanker rongga mulut dilaporkan
sekitar 50%, pada laki-laki maupun perempuan. Stadium pasien kanker rongga
mulut pada saat pertama kali didiagnosis berperan penting sebagai faktor
prognosis. Kanker rongga mulut sering sekali terlambat didiagnosis akibat pasien
terlambat mencari pengobatan, pasien tidak mengerti dan peduli terhadap tanda
dan gejala yang muncul, atau pasien menyangkal adanya penyakit tersebut
(Lemmer dan Feller, 2012).

2.1.3.

Patogenesis Kanker Rongga Mulut
Sel tumor adalah sel tubuh yang mengalami perubahan (transformasi)

sehingga bentuk, sifat dan kinetikanya berubah, sehingga tumbuhnya menjadi

6

autonom, liar, tidak terkendali, dan terlepas dari koordinasi pertumbuhan normal.
Transformasi sel itu terjadi karena mutasi gen yang mengatur pertumbuhan dan
diferensiasi sel, yaitu proto-onkogen dan atau suppressor gene (Sukardja, 2000).

1.

Proto-onkogen
Proto-onkogen adalah gen normal yang banyak berperan dalam regulasi
proliferasi sel. Mutasi membuatnya menjadi onkogen. Aktivasi protoonkogen menjadi onkogen biasanya disebabkan oleh mutasi gain of
function. Setidaknya terdapat 3 mekanisme perubahan proto-onkogen
menjadi onkogen, yakni :
a. Mutasi noktah, menghasilkan protein yang hiperaktif tanpa adanya
peningkatan jumlah,
b. Amplifikasi gen, menghasilkan ekspresi berlebih proto-onkogen dan
menghasilkan

peningkatan

jumlah

protein

tanpa

meningkatkan

fungsinya, dan
c. Pengaturan ulang kromosom, dua mekanisme pengaturan ulang
kromosom yang mengaktifkan proto-onkogen adalah translokasi dan
inversi (Rasjidi, 2013).
2.

Suppressor gene
Bila

proto-onkogen

bertugas

menyandi

protein

yang

merangsang

pertumbuhan tumor, gen supresor tumor bertugas sebagai “rem” proliferasi
sel. Sebenarnya istilah ini kurang tepat, mengingat gen ini sebenarnya bukan
berfungsi mencegah tumor melainkan mengatur proliferasi sel normal.
Namun, oleh karena malfungsi gen ini terkait erat dengan kejadian tumor
dan diidentifikasi pertama kali melalui penelitian terhadap tumor, gen ini
kemudian dinamakan gen supresor tumor (Rasjidi, 2013).
Salah satu penyebab dari kanker rongga mulut adalah aktivitas dari
karsinogen kimiawi yang dihasilkan dari kebiasaan menyirih dan mengunyah
tembakau. Karsinogen kimiawi tersebut memiliki 4 tahapan sampai terjadi kanker.

7

Empat tahapan tersebut adalah :
a. Inisiasi, kerusakan genetik yang irreversibel,
b. Promosi, terjadi ekspansi klonal sel yang terinisiasi secara selektif,
menghasilkan lebih banyak sel yang berisiko mengalami perubahan
genetik dan menjadi ganas,
c. Konversi keganasan, perubahan genetik lebih lanjut mencetuskan
transformasi sel pra-neoplastik menjadi sel berfenotip ganas,
d. Progresi tumor, ekspresi fenotip keganasan yang ditandai dengan
ketidakstabilan genom dan pertumbuhan sel yang tidak terkendali
(Rasjidi, 2013).
Pada suatu studi dilaporkan bahwa kebiasaan menguyah tembakau
menyebabkan perubahan gen pada bcl-2, bax, dan p53. Pada studi tersebut
disebutkan bahwa perubahan gen tersebut menjadi dasar terjadinya kanker rongga
mulut (Teni et al., 2002). Selain itu, pembentukan ROS akibat dari kebiasaan
mengunyah sirih juga dilaporkan menyebabkan terjadinya CYP26A1 dan
CYP26B1 polymorphism sehingga mengakibatkan peningkatan risiko terjadinya
kanker rongga mulut (Wu et al., 2014 ; Chen et al., 2014).

2.1.4.

Faktor Risiko Kanker Rongga Mulut

2.1.4.1. Merokok
Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang sangat berkembang
dimasyarakat. Kebiasaan merokok saat ini sudah menyebar diberbagai kelompok
umur. Beberapa studi yang dilakukan di Indonesia melaporkan bahwa merokok
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker rongga mulut. Menurut
penelitiaan yang menggunakan sample dari data individu Riset Kesahatan Dasar
Indonesia 2007, dilaporkan bahwa perokok mempunyai risiko 1,6 kali menderita
kanker rongga mulut dibanding yang tidak merokok. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan di lima rumah sakit besar rujukan di Jakarta
yang melaporkan bahwa perokok lebih berisiko 1,58 kali menderita kanker rongga
mulut dibanding yang tidak merokok. Selain itu, penelitian yang dilakukan di
Thailand juga melaporkan bahwa perokok lebih berisiko 1,82 kali menderita

8

kanker rongga mulut dibanding yang tidak merokok (Loyha et al., 2012 ; Sirait,
2013 ; Amtha et al., 2014)
Perbedaan jenis, jumlah, dan durasi merokok juga ikut berperan dalam
peningkatan risiko terjadinya kanker rongga mulut. Semakin besar dan lama
durasi merokok maka semakin tinggilah risiko terjadinya kanker rongga mulut
(Loyha et al., 2012 ; Amtha et al., 2014)

2.1.4.2. Alkohol
Alkohol merupakan salah satu dari faktor risiko mayor kanker rongga
mulut. Dibeberapa penelitian disebutkan bahwa ada hubungan alkohol dengan
kejadian kanker rongga mulut. Konsumsi alkohol dilaporkan dapat berisiko 2,1
kali menderita kanker rongga mulut dan terdapat hubungan antara frekuensi
mengonsumsi alkohol dengan peningkatan risiko terjadinya kanker rongga mulut
(Loyha et al., 2012).

2.1.4.3. Menyirih
Menyirih merupakan kebiasaan yang berkembang dan diterima
dimasyarakat. Kebiasaan menyirih merupakan salah satu budaya dikalangan
masyarakat Indonesia. Dalam penelitian yang dilakukan di Indonesia dilaporkan
bahwa menyirih berisiko 4,19 kali menderita kanker rongga mulut dibanding yang
tidak menyirih (Amtha et al., 2014).
Frekuensi, lama, dan komposisi menyirih juga berperan dalam
peningkatan kanker rongga mulut. Semakin tinggi frekuensi seseorang menyirih
dalam sehari, maka semakin tinggi risiko terjadinya kanker rongga mulut (Loyha
et al., 2012).
Dalam penelitian meta analisis dengan menggunakan 84 artikel yang
layak dari 3865 artikel yang diterima dilaporkan bahwa menyirih merupakan
faktor risiko terjadinya kanker rongga mulut (Gupta dan Johnson, 2014).

9

2.1.4.4. Infeksi Virus
Salah satu faktor risiko dari kejadian kanker rongga mulut adalah infeksi
virus. Virus yang paling sering ditemukan adalah virus HPV. Infeksi virus HPV
biasanya menyebabkan kanker di daerah genital seperti penis, serviks, vulva,
vagina dan anus. Transmisi dari HPV dapat terjadi melalui kontak kulit-ke-kulit
dan juga melalui aktivitas sexual. Peningkatan angka kejadian kanker rongga
mulut yang disebabkan oleh infeksi HPV dipengaruhi oleh meningkatnya aktivitas
seks oral dimasyarakat. Dilaporkan bahwa laki-laki lebih sering menderita kanker
rongga mulut dengan infeksi HPV dibanding dengan perempuan (American
Cancer Society, 2015).

2.1.4.5. Kebersihan Mulut
Menurut penelitian dilaporkan bahwa terdapat hubungan kebersihan
mulut dengan kejadian kanker rongga mulut. Pada sebuah penelitian disebutkan
bahwa kebersihan mulut yang jelek berisiko 2,3 kali menderita kanker rongga
mulut, dalam penelitian tersebut yang dikategorikan kebersihan mulut jelek adalah
tidak melakukan gosok gigi dan membersihkan mulut setiap hari (Sirait, 2013).

2.1.4.6. Paparan Sinar UV
Iritasi sinar matahari akibat dari paparan sinar UV dapat menyebabkan
kanker bibir pada orang-orang yang bekerja dilapangan dalam waktu yang lama
(American Cancer Society, 2015).

2.1.5.

Tanda-tanda Kanker Rongga Mulut
Menurut CDC, ada beberapa tanda bahaya yang dapat dicurigai sebagai

kanker rongga mulut, yaitu :
1.

Adanya ulkus yang nyeri yang tidak dapat sembuh selama 2 minggu

2.

Plak putih atau plak kemerahan pada ginggiva, lidah, tonsil, atau mukosa
mulut

3.

Benjolan atau penebalan di bibir, ginggiva, atau dalam rongga mulut

4.

Nyeri tenggorokan atau ada perasaan yang tidak nyaman pada tenggorokan

10

5.

Sulit mengunyah dan menelan

6.

Sulit menggerakkan lidah

7.

Mati rasa pada daerah lidah dan mulut

8.

Perubahan suara

9.

Ada bejolan atau massa di leher

10.

Berat badan menurun

2.2.

Frekuensi Menyirih

2.2.1.

Definisi Frekuensi Menyirih
Istilah sirih dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah betel quid atau

dalam bahasa lain dikenal dengan istilah

pan atau paan. Komposisi sirih

umumnya adalah daun sirih, buah pinang, kapur sirih, dan terkadang dicampur
dengan tembakau. Selain itu, ada juga yang menambahkan bahan lain sesuai
dengan daerah masing-masing. Di Indonesia biasa ditambahkan gambir sebagai
bahan tambahan komposisi sirih (IARC, 2004).
Frekuensi menyirih diartikan sebagai intensitas seseorang mengonsumsi
sirih dalam satu hari. Dalam sebuah studi yang dilakukan di Guam dilaporkan
bahwa terdapat beberapa alasan orang untuk menyirih yaitu, menyukai rasa dari
sirih tersebut, menyukai kebiasaan mengunyah sesuatu didalam mulut, faktor
sosial, dan adanya efek relaksasi dan energi yang diberikan saat penggunaan sirih
yang dianggap dapat membantu dalam membuat keputusan. Alasan-alasan
tersebut dapat mempengaruhi tingkat konsumsi sirih dalam sehari (Little et al.,
2014).

2.2.2.

Komposisi

2.2.2.1. Daun Sirih
Nama latin dari daun sirih dalah Piper betle. Daun sirih merupakan
komponen yang paling sering digunakan bersamaan dengan buah pinang. Daun
sirih mengandung minyak sirih, dan cairan yang mudah menguap yang
didalamnya terkandung phenol, yaitu hydroxychavicol, euganol, betel phenol, dan

11

chavicol. Dilaporkan juga terdapat vitamin C (1,9 mg/g) dan karoten (80,5 mg/g)
dalam daun sirih (IARC, 2004).

Gambar 2.1. Daun Sirih

2.2.2.2. Buah Pinang
Nama latin dari buah pinang adalah Areca catechu. Buah pinang dapat
dikonsumsi secara langsung atau dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur
atau dipanggang. Pengolahan yang berbeda menghasilkan perbedaan konsentrasi
dari kandungan buah pinang tersebut. Kandungan dari buah pinang adalah
karbohidrat, lemak, protein, polifenol, alkaloid, dan mineral. Variasi konsentarasi
dari zat yang terkandung bisa terjadi tergantung letak geografis penanaman, dan
tingkat kematangan buah pinang saat dikonsumsi (IARC, 2004).
Konsentrasi polifenol (flavonol, tannin) sangat tergantung dari lokasi
penanaman dan tingkat kematangan buahnya. Kandungan tannin terbanyak
terdapat pada buah pinang yang tidak matang dan menurun seiring kematangan
buah tersebut (IARC, 2004).
Buah pinang setidaknya mengandung enam jenis alkaloid, yang empat
diantaranya adalah arecoline, arecaidine, guvacine, dan guvacoline. Arecoline
merupakan alkaloid utama yang terkandung dalam buah pinang. Konsentrasi
areocoline lebih banyak pada buah pinang yang matang dibanding yang belum
matang (IARC, 2004).

12

Mineral yang terkandung dalam buah pinang adalah natrium,
magnesium, kalsium klorida, vanadium, mangan, tembaga, dan brom. Buah
pinang

juga

mengandung

areca-nut-derived

nitrosamines

yang

bersifat

karsinogenik (IARC, 2004).
Kandungan dari buah pinang dapat merangsang ekspresi COX-2 dan
produksi PGE2 dan PGE2α yang berperan dalam proses terjadinya keganasan pada
rongga mulut (Chang, 2014).

Gambar 2.2. Buah Pinang

2.2.2.3. Kapur Sirih
Kapur sirih atau kalsium hidroksida merupakan salah satu komposisi
dari sirih yang berasal dari pemanasan cangkang kerang laut atau karang, hasil
debu dari cangkang atau karang laut tersebut ditambahkan air dan dioleskan pada
daun sirih (IARC, 2004).

Gambar 2.3. Kapur Sirih

13

2.2.2.4. Tembakau
Tembakau sering ditambahkan sebagai komposisi sirih. Tembakau
mengandung beberapa zat yang bersifat karsinogenik yaitu Tobacco-Spesific
Nitrosamines (TNAs) yang terdiri dari :

N-nitrosonornicotine (NNN), 4-(N-

methyl-N-nitrosamino)-1-(3-pyridyl)-1-butanone (NNK), dan N-nitrosoanabasine
(NAB). Di India tembakau hanya dijemur sebelum dikonsumsi. Jenis tembakau
yang sering digunakan adalah Nicotiana rustica dan Nicotiana tabacum (IARC,
2004).

Gambar 2.4. Tembakau

2.2.3.

Cara Pengolahan
Cara pengolahan sirih berbeda-beda setiap daerah, berikut ini cara

pengolahan sirih yang biasa digunakan :
1. Hanya menguyah buah pinang saja, tidak dicampur dengan daun sirih, kapur
sirih dan tembakau
2. Mengunyah tembakau tanpa buah pinang
3. Mengunyah buah pinang, daun sirih, kapur sirih, dan bahanan tambahan
sesuai daerah masing-masing tanpa tembakau
4. Mengunyah bauh pinang, daun sirih, kapur sirih, dan bahan tambahan sesuai
daerah masing-masing dengan tembakau (IARC,2004).

14

2.2.4.

Dampak Merugikan dari Menyirih Terhadap Kanker Rongga
Mulut
Bahan-bahan yang digunakan dalam menyirih mengandung banyak zat

kimia. Zat kimia tersebut sebagian besar bersifat karsinogenik. Tembakau
mengandung beberapa zat Tobacco-Spesific Nitrosamines (TNAs) yang bersifat
karsinogenik yaitu, N-nitrosonornicotine (NNN), 4-(N-methyl-N-nitrosamino)-1(3-pyridyl)-1-butanone (NNK), dan N-nitrosoanabasine (NAB) sedangkan, buah
pinang mengandung zat karsinogenik Areca-Nut Nitrosamine yaitu, 3-(methyl-Nnitrosamino) propionitrile (MNPN). Zat-zat ini dapat dideteksi melalui saliva
orang yang menyirih. TSNAs mempengaruhi pengaktivan metabolisme sitokrom
P450 dan aktivitas enzim-enzim. Selain itu, Tobacco-Spesific Nitrosamines NNN
dan NNK dapat memicu terjadinya kesalahan kode DNA yang dapat
menyebabkan dimulainya proses tumorgenesis di rongga mulut. Sedangkan
Areca-Nut Nitrosamines MNPN dapat menyebabkan mutasi gen p53 yaitu transisi
G – A (Nair et al., 2004).
Pengaruh polifenol yang dihasilkan oleh buah pinang juga dapat
memicu terbentuknya tumor pada rongga mulut. Polifenol tersebut dapat
mengoksidasi basa DNA, sehingga memicu terjadinya transversi G – T yang dapat
memicu terjadinya pembentukan tumor. Selain itu, yang dapat mempengaruhi
kanker rongga mulut adalah aktivitas dari ROS. Aktivitas ROS dapat merusak
jaringan. ROS tersebut berasal dari kandungan buah pinang dan kapur sirih (Nair
et al., 2004).
Dilaporkan bahwa mengunyah buah pinang dapat menyebabkan trauma
lokal dan kerus