Hubungan Frekuensi Menyirih dengan Kejadian Kanker Rongga Mulut di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011-2015

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Kanker Rongga Mulut

2.1.1.

Definisi Kanker Rongga Mulut
Kanker rongga mulut adalah keganasan yang melibatkan daerah bibir,

ginggiva, anterior lidah, dasar mulut, palatum durum, dan mukosa bukal. Kanker
rongga mulut dapat melibatkan lebih dari satu regio dalam rongga mulut (Lyman
et al., 2009).

2.1.2.

Epidemiologi Kanker Rongga Mulut

Kanker rongga mulut paling sering terjadi pada laki-laki dibanding

dengan perempuan dengan perbandingan 1,5 : 1. Hal ini dikarenakan laki-laki
lebih sering terpapar perilaku risiko tinggi kanker rongga mulut. Kemungkinan
perkembangan kanker rongga mulut berhubungan dengan periode paparan faktor
risiko dan peningkatan usia, ditambah lagi dengan hubungan usia dengan
perubahan mutagenic dan epigenetic. Beberapa kondisi juga dapat mempengaruhi
kejadian kanker rongga mulut, yaitu Li Fraumei sindrom, Plummer-Vinson
sindrom, anemia Fanconi, kemoterapi, kongenital diskeratosis, xeroderma,
pigmentosum, dan diskoid lupus eritematosus (Lemmer dan Feller, 2012).
Five year survival rate pada pasien kanker rongga mulut dilaporkan

sekitar 50%, pada laki-laki maupun perempuan. Stadium pasien kanker rongga
mulut pada saat pertama kali didiagnosis berperan penting sebagai faktor
prognosis. Kanker rongga mulut sering sekali terlambat didiagnosis akibat pasien
terlambat mencari pengobatan, pasien tidak mengerti dan peduli terhadap tanda
dan gejala yang muncul, atau pasien menyangkal adanya penyakit tersebut
(Lemmer dan Feller, 2012).

2.1.3.


Patogenesis Kanker Rongga Mulut
Sel tumor adalah sel tubuh yang mengalami perubahan (transformasi)

sehingga bentuk, sifat dan kinetikanya berubah, sehingga tumbuhnya menjadi

6

autonom, liar, tidak terkendali, dan terlepas dari koordinasi pertumbuhan normal.
Transformasi sel itu terjadi karena mutasi gen yang mengatur pertumbuhan dan
diferensiasi sel, yaitu proto-onkogen dan atau suppressor gene (Sukardja, 2000).

1.

Proto-onkogen
Proto-onkogen adalah gen normal yang banyak berperan dalam regulasi
proliferasi sel. Mutasi membuatnya menjadi onkogen. Aktivasi protoonkogen menjadi onkogen biasanya disebabkan oleh mutasi gain of
function. Setidaknya terdapat 3 mekanisme perubahan proto-onkogen

menjadi onkogen, yakni :

a. Mutasi noktah, menghasilkan protein yang hiperaktif tanpa adanya
peningkatan jumlah,
b. Amplifikasi gen, menghasilkan ekspresi berlebih proto-onkogen dan
menghasilkan

peningkatan

jumlah

protein

tanpa

meningkatkan

fungsinya, dan
c. Pengaturan ulang kromosom, dua mekanisme pengaturan ulang
kromosom yang mengaktifkan proto-onkogen adalah translokasi dan
inversi (Rasjidi, 2013).
2.


Suppressor gene

Bila

proto-onkogen

bertugas

menyandi

protein

yang

merangsang

pertumbuhan tumor, gen supresor tumor bertugas sebagai “rem” proliferasi
sel. Sebenarnya istilah ini kurang tepat, mengingat gen ini sebenarnya bukan
berfungsi mencegah tumor melainkan mengatur proliferasi sel normal.

Namun, oleh karena malfungsi gen ini terkait erat dengan kejadian tumor
dan diidentifikasi pertama kali melalui penelitian terhadap tumor, gen ini
kemudian dinamakan gen supresor tumor (Rasjidi, 2013).
Salah satu penyebab dari kanker rongga mulut adalah aktivitas dari
karsinogen kimiawi yang dihasilkan dari kebiasaan menyirih dan mengunyah
tembakau. Karsinogen kimiawi tersebut memiliki 4 tahapan sampai terjadi kanker.

7

Empat tahapan tersebut adalah :
a. Inisiasi, kerusakan genetik yang irreversibel,
b. Promosi, terjadi ekspansi klonal sel yang terinisiasi secara selektif,
menghasilkan lebih banyak sel yang berisiko mengalami perubahan
genetik dan menjadi ganas,
c. Konversi keganasan, perubahan genetik lebih lanjut mencetuskan
transformasi sel pra-neoplastik menjadi sel berfenotip ganas,
d. Progresi tumor, ekspresi fenotip keganasan yang ditandai dengan
ketidakstabilan genom dan pertumbuhan sel yang tidak terkendali
(Rasjidi, 2013).
Pada suatu studi dilaporkan bahwa kebiasaan menguyah tembakau

menyebabkan perubahan gen pada bcl-2, bax, dan p53. Pada studi tersebut
disebutkan bahwa perubahan gen tersebut menjadi dasar terjadinya kanker rongga
mulut (Teni et al., 2002). Selain itu, pembentukan ROS akibat dari kebiasaan
mengunyah sirih juga dilaporkan menyebabkan terjadinya CYP26A1 dan
CYP26B1 polymorphism sehingga mengakibatkan peningkatan risiko terjadinya
kanker rongga mulut (Wu et al., 2014 ; Chen et al., 2014).

2.1.4.

Faktor Risiko Kanker Rongga Mulut

2.1.4.1. Merokok
Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang sangat berkembang
dimasyarakat. Kebiasaan merokok saat ini sudah menyebar diberbagai kelompok
umur. Beberapa studi yang dilakukan di Indonesia melaporkan bahwa merokok
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker rongga mulut. Menurut
penelitiaan yang menggunakan sample dari data individu Riset Kesahatan Dasar
Indonesia 2007, dilaporkan bahwa perokok mempunyai risiko 1,6 kali menderita
kanker rongga mulut dibanding yang tidak merokok. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan di lima rumah sakit besar rujukan di Jakarta

yang melaporkan bahwa perokok lebih berisiko 1,58 kali menderita kanker rongga
mulut dibanding yang tidak merokok. Selain itu, penelitian yang dilakukan di
Thailand juga melaporkan bahwa perokok lebih berisiko 1,82 kali menderita

8

kanker rongga mulut dibanding yang tidak merokok (Loyha et al., 2012 ; Sirait,
2013 ; Amtha et al., 2014)
Perbedaan jenis, jumlah, dan durasi merokok juga ikut berperan dalam
peningkatan risiko terjadinya kanker rongga mulut. Semakin besar dan lama
durasi merokok maka semakin tinggilah risiko terjadinya kanker rongga mulut
(Loyha et al., 2012 ; Amtha et al., 2014)

2.1.4.2. Alkohol
Alkohol merupakan salah satu dari faktor risiko mayor kanker rongga
mulut. Dibeberapa penelitian disebutkan bahwa ada hubungan alkohol dengan
kejadian kanker rongga mulut. Konsumsi alkohol dilaporkan dapat berisiko 2,1
kali menderita kanker rongga mulut dan terdapat hubungan antara frekuensi
mengonsumsi alkohol dengan peningkatan risiko terjadinya kanker rongga mulut
(Loyha et al., 2012).


2.1.4.3. Menyirih
Menyirih merupakan kebiasaan yang berkembang dan diterima
dimasyarakat. Kebiasaan menyirih merupakan salah satu budaya dikalangan
masyarakat Indonesia. Dalam penelitian yang dilakukan di Indonesia dilaporkan
bahwa menyirih berisiko 4,19 kali menderita kanker rongga mulut dibanding yang
tidak menyirih (Amtha et al., 2014).
Frekuensi, lama, dan komposisi menyirih juga berperan dalam
peningkatan kanker rongga mulut. Semakin tinggi frekuensi seseorang menyirih
dalam sehari, maka semakin tinggi risiko terjadinya kanker rongga mulut (Loyha
et al., 2012).

Dalam penelitian meta analisis dengan menggunakan 84 artikel yang
layak dari 3865 artikel yang diterima dilaporkan bahwa menyirih merupakan
faktor risiko terjadinya kanker rongga mulut (Gupta dan Johnson, 2014).

9

2.1.4.4. Infeksi Virus
Salah satu faktor risiko dari kejadian kanker rongga mulut adalah infeksi

virus. Virus yang paling sering ditemukan adalah virus HPV. Infeksi virus HPV
biasanya menyebabkan kanker di daerah genital seperti penis, serviks, vulva,
vagina dan anus. Transmisi dari HPV dapat terjadi melalui kontak kulit-ke-kulit
dan juga melalui aktivitas sexual. Peningkatan angka kejadian kanker rongga
mulut yang disebabkan oleh infeksi HPV dipengaruhi oleh meningkatnya aktivitas
seks oral dimasyarakat. Dilaporkan bahwa laki-laki lebih sering menderita kanker
rongga mulut dengan infeksi HPV dibanding dengan perempuan (American
Cancer Society, 2015).

2.1.4.5. Kebersihan Mulut
Menurut penelitian dilaporkan bahwa terdapat hubungan kebersihan
mulut dengan kejadian kanker rongga mulut. Pada sebuah penelitian disebutkan
bahwa kebersihan mulut yang jelek berisiko 2,3 kali menderita kanker rongga
mulut, dalam penelitian tersebut yang dikategorikan kebersihan mulut jelek adalah
tidak melakukan gosok gigi dan membersihkan mulut setiap hari (Sirait, 2013).

2.1.4.6. Paparan Sinar UV
Iritasi sinar matahari akibat dari paparan sinar UV dapat menyebabkan
kanker bibir pada orang-orang yang bekerja dilapangan dalam waktu yang lama
(American Cancer Society, 2015).


2.1.5.

Tanda-tanda Kanker Rongga Mulut
Menurut CDC, ada beberapa tanda bahaya yang dapat dicurigai sebagai

kanker rongga mulut, yaitu :
1.

Adanya ulkus yang nyeri yang tidak dapat sembuh selama 2 minggu

2.

Plak putih atau plak kemerahan pada ginggiva, lidah, tonsil, atau mukosa
mulut

3.

Benjolan atau penebalan di bibir, ginggiva, atau dalam rongga mulut


4.

Nyeri tenggorokan atau ada perasaan yang tidak nyaman pada tenggorokan

10

5.

Sulit mengunyah dan menelan

6.

Sulit menggerakkan lidah

7.

Mati rasa pada daerah lidah dan mulut

8.

Perubahan suara

9.

Ada bejolan atau massa di leher

10.

Berat badan menurun

2.2.

Frekuensi Menyirih

2.2.1.

Definisi Frekuensi Menyirih
Istilah sirih dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah betel quid atau

dalam bahasa lain dikenal dengan istilah

pan atau paan. Komposisi sirih

umumnya adalah daun sirih, buah pinang, kapur sirih, dan terkadang dicampur
dengan tembakau. Selain itu, ada juga yang menambahkan bahan lain sesuai
dengan daerah masing-masing. Di Indonesia biasa ditambahkan gambir sebagai
bahan tambahan komposisi sirih (IARC, 2004).
Frekuensi menyirih diartikan sebagai intensitas seseorang mengonsumsi
sirih dalam satu hari. Dalam sebuah studi yang dilakukan di Guam dilaporkan
bahwa terdapat beberapa alasan orang untuk menyirih yaitu, menyukai rasa dari
sirih tersebut, menyukai kebiasaan mengunyah sesuatu didalam mulut, faktor
sosial, dan adanya efek relaksasi dan energi yang diberikan saat penggunaan sirih
yang dianggap dapat membantu dalam membuat keputusan. Alasan-alasan
tersebut dapat mempengaruhi tingkat konsumsi sirih dalam sehari (Little et al.,
2014).

2.2.2.

Komposisi

2.2.2.1. Daun Sirih
Nama latin dari daun sirih dalah Piper betle. Daun sirih merupakan
komponen yang paling sering digunakan bersamaan dengan buah pinang. Daun
sirih mengandung minyak sirih, dan cairan yang mudah menguap yang
didalamnya terkandung phenol, yaitu hydroxychavicol, euganol, betel phenol, dan

11

chavicol. Dilaporkan juga terdapat vitamin C (1,9 mg/g) dan karoten (80,5 mg/g)

dalam daun sirih (IARC, 2004).

Gambar 2.1. Daun Sirih

2.2.2.2. Buah Pinang
Nama latin dari buah pinang adalah Areca catechu. Buah pinang dapat
dikonsumsi secara langsung atau dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur
atau dipanggang. Pengolahan yang berbeda menghasilkan perbedaan konsentrasi
dari kandungan buah pinang tersebut. Kandungan dari buah pinang adalah
karbohidrat, lemak, protein, polifenol, alkaloid, dan mineral. Variasi konsentarasi
dari zat yang terkandung bisa terjadi tergantung letak geografis penanaman, dan
tingkat kematangan buah pinang saat dikonsumsi (IARC, 2004).
Konsentrasi polifenol (flavonol, tannin) sangat tergantung dari lokasi
penanaman dan tingkat kematangan buahnya. Kandungan tannin terbanyak
terdapat pada buah pinang yang tidak matang dan menurun seiring kematangan
buah tersebut (IARC, 2004).
Buah pinang setidaknya mengandung enam jenis alkaloid, yang empat
diantaranya adalah arecoline, arecaidine, guvacine, dan guvacoline. Arecoline
merupakan alkaloid utama yang terkandung dalam buah pinang. Konsentrasi
areocoline lebih banyak pada buah pinang yang matang dibanding yang belum

matang (IARC, 2004).

12

Mineral yang terkandung dalam buah pinang adalah natrium,
magnesium, kalsium klorida, vanadium, mangan, tembaga, dan brom. Buah
pinang

juga

mengandung

areca-nut-derived

nitrosamines

yang

bersifat

karsinogenik (IARC, 2004).
Kandungan dari buah pinang dapat merangsang ekspresi COX-2 dan
produksi PGE2 dan PGE2α yang berperan dalam proses terjadinya keganasan pada
rongga mulut (Chang, 2014).

Gambar 2.2. Buah Pinang

2.2.2.3. Kapur Sirih
Kapur sirih atau kalsium hidroksida merupakan salah satu komposisi
dari sirih yang berasal dari pemanasan cangkang kerang laut atau karang, hasil
debu dari cangkang atau karang laut tersebut ditambahkan air dan dioleskan pada
daun sirih (IARC, 2004).

Gambar 2.3. Kapur Sirih

13

2.2.2.4. Tembakau
Tembakau sering ditambahkan sebagai komposisi sirih. Tembakau
mengandung beberapa zat yang bersifat karsinogenik yaitu Tobacco-Spesific
Nitrosamines (TNAs) yang terdiri dari :

N-nitrosonornicotine (NNN), 4-(N-

methyl-N-nitrosamino)-1-(3-pyridyl)-1-butanone (NNK), dan N-nitrosoanabasine
(NAB). Di India tembakau hanya dijemur sebelum dikonsumsi. Jenis tembakau
yang sering digunakan adalah Nicotiana rustica dan Nicotiana tabacum (IARC,
2004).

Gambar 2.4. Tembakau

2.2.3.

Cara Pengolahan
Cara pengolahan sirih berbeda-beda setiap daerah, berikut ini cara

pengolahan sirih yang biasa digunakan :
1. Hanya menguyah buah pinang saja, tidak dicampur dengan daun sirih, kapur
sirih dan tembakau
2. Mengunyah tembakau tanpa buah pinang
3. Mengunyah buah pinang, daun sirih, kapur sirih, dan bahanan tambahan
sesuai daerah masing-masing tanpa tembakau
4. Mengunyah bauh pinang, daun sirih, kapur sirih, dan bahan tambahan sesuai
daerah masing-masing dengan tembakau (IARC,2004).

14

2.2.4.

Dampak Merugikan dari Menyirih Terhadap Kanker Rongga
Mulut
Bahan-bahan yang digunakan dalam menyirih mengandung banyak zat

kimia. Zat kimia tersebut sebagian besar bersifat karsinogenik. Tembakau
mengandung beberapa zat Tobacco-Spesific Nitrosamines (TNAs) yang bersifat
karsinogenik yaitu, N-nitrosonornicotine (NNN), 4-(N-methyl-N-nitrosamino)-1(3-pyridyl)-1-butanone (NNK), dan N-nitrosoanabasine (NAB) sedangkan, buah

pinang mengandung zat karsinogenik Areca-Nut Nitrosamine yaitu, 3-(methyl-Nnitrosamino) propionitrile (MNPN). Zat-zat ini dapat dideteksi melalui saliva

orang yang menyirih. TSNAs mempengaruhi pengaktivan metabolisme sitokrom
P450 dan aktivitas enzim-enzim. Selain itu, Tobacco-Spesific Nitrosamines NNN
dan NNK dapat memicu terjadinya kesalahan kode DNA yang dapat
menyebabkan dimulainya proses tumorgenesis di rongga mulut. Sedangkan
Areca-Nut Nitrosamines MNPN dapat menyebabkan mutasi gen p53 yaitu transisi

G – A (Nair et al., 2004).
Pengaruh polifenol yang dihasilkan oleh buah pinang juga dapat
memicu terbentuknya tumor pada rongga mulut. Polifenol tersebut dapat
mengoksidasi basa DNA, sehingga memicu terjadinya transversi G – T yang dapat
memicu terjadinya pembentukan tumor. Selain itu, yang dapat mempengaruhi
kanker rongga mulut adalah aktivitas dari ROS. Aktivitas ROS dapat merusak
jaringan. ROS tersebut berasal dari kandungan buah pinang dan kapur sirih (Nair
et al., 2004).

Dilaporkan bahwa mengunyah buah pinang dapat menyebabkan trauma
lokal dan kerusakan mukosa disebabkan oleh karena sifat abrasinya. Kerusakan
ini jika terus menerus terjadi dapat menyebabkan terganggunya homeostasis
kolagen sehingga menyebabkan crosslink dan mempercepat terbentuknya Oral
Submucosa Fibrosis (OSF). Iritasi lokal yang terus menerus terjadi ini juga dapat

menyebabkan inflamasi yang kronik, dan terbentuknya oksidatif stres dan sitokinsitokin. Oksidatif stress dan ROS dapat memicu terjadinya proliferasi sel atau
apoptosis jaringan, tergantung dari konsentrasi ROS yang dihasilkan (Nair et al,
2004).

15

Dalam buah pinang terkadung arecoline. Salah satu efek dari arecoline
adalah deplesi dari antioksidan glutation dan penurunan aktivitas glutation Stranferase. Kedua mekanisme ini menyebabkan timbulnya proses karsinogenesis.
Deplesi dari glutation dapat menyebabkan terbentuknya lebih banyak oksidatif
stres yang menyebabkan kerusakan DNA dan memicu sinyal terjadinya proses
karsinogenesis. Glutation S-transferase merupakan enzim yang berfungsi untuk
mendetoksikasi ROS, sehingga penurunan enzim tersebut menyebabkan
terjadinya peningkatan ROS (Nair et al., 2004).
Ekstrak buah pinang juga dapat menginduksi terjadinya kerusakan DNA
dan merangsang terjadinya diferensiasi pada epitel bukal yang diindikasikan
dengan peningkatan ekspresi involucrin. (Chang et al,. 2014).

Gambar 2.5. Patogenesis Terjadinya Kanker Rongga Mulut Akibat
Kandungan Buah Pinang

16

Aktivitas COX-2, PGE2, dan PGE2α juga berperan dalam
patogenesis kanker rongga mulut. PGE2 dan PGE2α berperan dalam proses
karsinogenesis dengan mempertahankan proses hiperplasia, angiogenesis,
penekanan sistem imun, dan

metastasis tumor. Dalam sebuah penelitian

dilaporkan bahwa terdapat keterlibatan Src dan Ras dalam ekspresi dan produksi
dari COX-2 dan PGE2. Src dan Ras berperan dalam mengatur pelekatan sel,
invasi, proliferasi, dan angiogenesis yang dapat mempengaruhi perkembangan
tumor (Chang et al,. 2014).

1. Trauma lokal dan kerusakan yang disebabkan oleh buah pinang/tembakau/kapur sirih
2. Kerusakan DNA oleh ROS/TSNA/ASNA
3. Proliferasi sel
4. Mutasi

Leukoplakia
Faktor Penyebab :

 Inflamasi kronik

 Buah Pinang,gambir dan kapur sirih:
ROS, efek abrasi

 Buah Pinang : Stres oksidatif karena Epitel Normal
deplesi GSH, areocoline, ASNA.

 Tembakau : TSNA

 Kerusakan DNA, proliferasi
sel, mutasi dan
ketidakstabilan gen

Kanker Rongga
Mulut

 Sistem imun yang buruk

Fibrosis
Submukosa

 Pembentukan kolagen yang berlebihan
 Fibrogenesis
 Stres oksidatif

Gambar 2.6. Dampak Merugikan dari Menyirih Terhadap Kanker Rongga
Mulut

2.3.

Hubungan Frekuensi Menyirih dan Kanker Rongga Mulut
Dalam beberapa penelitian dilaporkan bahwa terdapat hubungan

frekuensi menyirih dengan kejadian kanker rongga mulut. Risiko kanker rongga
mulut meningkat pada orang yang memiliki kebiasaan menyirih lebih banyak
dalam sehari. Suatu studi yang dilakukan di Jakarta melaporkan bahwa

orang

menyirih 1-10 kali dalam sehari berisiko 5 kali menderita kanker rongga mulut.

17

Studi lain juga melaporkan terdapat perbedaan tingkat frekuensi menyirih dengan
kejadian kanker rongga mulut. Pada suatu studi dilaporkan bahwa menyirih 1-3
berisiko 2 kali menderita kanker rongga mulut, 4-5 kali berisiko 6 kali mnederita
kanker rongga mulut, dan menyirih >5 kali dalam sehari berisiko 11 kali
menderita kanker rongga mulut. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh
peningkatan dosis pemakaian terhadap kejadian kanker rongga mulut (Dikshit &
Kanhere, 2000 ; Balaram et al., 2002 ; Znoar et al., 2003 ; Amtha et al., 2012).