BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Jalannya Penelitian
Persiapan dilakukan dengan meminta persetujuan dari ketua Program Studi Kebidanan Akbid Dehasen Bengkulu, yang diteruskan ke Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu KP2T, BPPT, Kesbanglimnas, DINKES, dan dilanjutkan ke Puskesmas Anggut Atas, Sawah Lebar dan Jembatan Kecil Kota Bengkulu tempat
peneliti melakukan penelitian. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 2 Juli 2015 di Puskesmas Jembatan Kecil, tanggal 8-9 Juli 2015 di Puskesmas Anggut Atas dan
tanggal 10-13 Juli 2015 di Puskesmas Sawah Lebar. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data primer yang diperoleh langsung dari responden yaitu bidan
yang bertugas di wilayah kerja Puskesmas Anggut Atas, Sawah Lebar dan Jembatan Kecil di Kota Bengkulu.
Jumlah sampel diambil sebanyak 30 bidan. Penelitian dilakukan pada pukul 09.00 wib sampai pukul 10.30 wib. Penelitian dilakukan dengan cara
menyebarkan kuesioner kepada responden. Setelah kuesioner telah diisi oleh responden, kemudian memasukkannya dalam format pengumpulan data, lalu
dilakukan pengolahan data dengan proses editing data, coding data, scoring,
tabulasi data, entry data, Cleaning dan setelah itu dilakukan analisis data.
27
B. Hasil Penelitian
Gambaran Pengetahuan Bidan tentang Kode Etik Profesi Kebidanan di Wilayah Kerja Kota Bengkulu Tahun 2015 dikelompokkan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi PengetahuanBidan Tentang Kode Etik Profesi
Kebidanan di Kota Bengkulu Tahun 2015
Pengetahuan n=30
f
Baik 21
70 Cukup
7 23
Kurang 2
7
Jumlah 30
100
Berdasarkan tabel 5.1 diatas menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden 70 memiliki pengetahuan yang
Pembahasan
Dari hasil penelitian yang ditunjukkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa dari 30 bidan, lebih dari setengah responden 70 memiliki pengetahuan baik tentang
kode etik profesi kebidanan. Hal ini disebabkan bidan tetap memahami dan menyadari tentang pentingnya kode etik profesi kebidanan meskipun telah
memiliki jam terbang tinggi dalam memberikan pelayanan terhadap klien. Pengetahuan yang telah mencapai tahapan memahami akan terwujud dalam
bentuk tindakan yang sesuai dengan kode etik profesi kebidanan. Menurut Notoatmodjo dalam Diana 2013 Pengetahuan knowledge
merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,rasa dan raba. Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang over behavior. Suatu perbuatan yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih langgeng dari pada perbuatan yang tidak didasari oleh pengetahuan, dan orang yang mengadopsi perbuatan dalam diri seseorang
Dari hasil penelitian yang terdapat pada tabel 5.1 dapat dilihat juga bahwa pengetahuan bidan tentang etika profesi kebidanan diperoleh sebagian kecil
responden memiliki etika yang kurang baik berjumlah 2 responden 7. Dimana etika adalah penerapan dari proses dan teori filsafat moral pada situasi nyata.
Etika berpusat pada prinsip dasar dan konsep bahwa manusia dalam berfikir dan tindakannya didasari nilai-nilai Wahyuningsih,2006. Dalam hal ini etika
tersebut di atas dimaksudkan pada profesi kebidanan. Menurut Sofyan dan kawan-kawan 2006, etika dalam pelayanan
kebidanan merupakan issu utama diberbagai tempat, dimana sering terjadi karena kurang pemahaman para praktisi pelayanan kebidanan terhadap etika. Bidan
sebagai pemberi pelayanan harus menjamin pelayanan yang profesional dan akuntabilitas serta aspek legal dalam pelayanan kebidanan. Bidan sebagai praktisi
pelayanan harus menjaga perkembangan praktek berdasarkan evidence based. Sehingga di sini berbagai dimensi etik dan bagaimana pendekatan tentang etika
merupakan hal yang penting untuk digali dan dipahami.
Dari 18 item pertanyaan yang diajukan kepada responden, pertanyaan yang mendapatkan nilai terkecil adalah pertanyaan nomor 14 dan 18. Pertanyaan soal
14 mempertanyakan tentang ancaman hukuman yang dapat dijatuhi pada bidan yang melakukan tindakan diluar kewenangannya sehingga tidak mengindahkan
kode etik kebidanan lagi. Hal ini mungkin disebabkan oleh bidan kurang begitu memperhatikan ancaman pidana karena kelalaian tersebut. Semestinya jika bidan
mengetahui ancaman hukuman tersebut, tentu bidan akan semakin hati-hati dalam menjalani tugasnya.
Sedangkan pada pertanyaan nomor 18 berisi tentang salah satu bentuk kewajiban bidan terhadap Nusa Bangsa dan Tanah Air yang paling tepat. Bidan
kebanyakan memilih jawaban yang bukan pokok dari tugas bidan yaitu memberikan standar pelayanan KIAKB dan kesehatan keluarga. Hal ini mungkin
disebabkan oleh bidan menganggap jawaban lain yang semuanya berhubungan dengan bidang kesehatan. Akan tetapi karena bidan merupakan profesi yang
menitik beratkan pada kesehatan ibu dan anak sehingga jawaban tersebut belum bisa dibenarkan.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sartika 2009 yang menyatakan bahwa pengetahuan dan sikap bidan terhadap etika dan
standar pelayanan berkategori baik 71,4. Akan tetapi terdapat perbedaan dengan hasil penelitian yang dilakukan oeh Karsi 2008 yang menyimpulkan
bahwa etika bidan masih berkategori kurang baik 45,4.
Tuntutan bahwa etik adalah hal penting dalam kebidanan salah satunya adalah karena bidan merupakan profesi yang bertanggung jawab terhadap
keputusan yang dibuat sehubungan dengan klien serta harus mempunyai tanggung jawab moral terhadap keputusan yang diambil. Untuk dapat menjalankan praktek
kebidanan dengan baik tidak hanya dibutuhkan pengetahuan klinik yang baik, serta pengetahuan yang up to date, tetapi bidan juga harus mempunyai
pemahaman isu etik dalam pelayanan kebidanan. Daryl Koehn dalam The Ground of Professional Ethics 2009 mengemukakan bahwa Bidan dikatakan profesional,
bila menerapkan etika dalam menjalankan praktek kebidanan. Bidan berada pada posisi yang baik, yaitu memfasilitasi pilihan klien dan membutuhkan peningkatan
pengetahuan tentang etika untuk menetapkan dalam strategi praktek kebidanan Wahyuningsih, 2006.
Bidan harus mempertimbangkan dan memasukkan unsur etik pada seluruh kegiatan asuhan yang diberikannya. Jika tidak, kewajibannya dalam memberi
asuhan sama sekali dianggap gagal. Walaupun mungkin hanya kasus kelalaian, bidan harus bertanggung jawab pada seluruh aspek asuhan Soepardan, 2007.
Untuk menghadapi pergeseran konsep“normal” dalam ilmu kebidanan, bidan harus memertimbangkan stuasi yang terjadi berdasarkan fakta ilmiah
evidence-based, karena mungkin saja tindakan yang dahulu dianggap abnormal sekarang sudah dianggap normal atau sebaliknya, dan tetap berpegang pada kode
etik dan standar profesi Soepardan, 2007.
C. Keterbatasan Penelitian