B. Tanggungjawab Pihak
Pengangkut Sebagai Penyelenggaraan pengangkutan Barang Dengan Container .
Dalam perjanjian pengangkutan laut dengan container, ada kalanya tidak dapat terlaksana dengan baik sebagaimana yang dikehendaki oleh para
pihak, sehingga menimbulkan kerugian. Timbulnya kerugian tersebut dapat terjadi karena suatu keadaan atau
kejadian sehingga menghalangi pengangkut PT. Sumatera Madya Jaya untuk melaksanakan kewajibannya. Kejadian-kejadian tersebut misalnya karena
sesuatu hal yang dapat dipersalahkan kepada pengangkut PT. Sumatera Madya Jaya, keadaan memaksa ataupun force majeure.
Dalam hal ini kewajiban untuk memikul kerugian akibat dari keadaan atau kejadian yang menyimpan barang muatan dinamakan risiko. Di samping
itu kerugian dapat juga terjadi karena cacat pada barang itu sendiri dan juga akibat dari kesalahan atau kealpaan pihak pengirim, sebagaimana diuraikan
sebelumnya.
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa kewajiban pengangkut adalah melaksanakan pengangkutan barang mulai dari tempat pemuatan sampai
ketempat tujuan dengan selamat dan tepat pada waktunya. Jika barang yang diangkut itu tidak selamat, maka akan timbul dua hal
yaitu barangnya sampai ketempat tujuan, tetapi rusak sebagian atau seluruhnya dan mungkin barangnya tidak sampai di tempat musnah, mungkin disebabkan
karena terbakar, dicuri orang dan lain sebagainya.
Menurut uraian di atas dapat kita lihat bahwa kerugian itu dapat timbul karena adanya keadaan memaksa force majeure, karena cacat pada barang
muatan itu sendiri, karena kesalahan atau kealpaan pengirim atau karena tidak sempurnanya pelaksanaan pengangkutan yang dilakukan oleh pihak
pengangkut.
Dalam hal ini siapa yang bertanggung atau yang harus memikul kerugian akibat dari pada keadaan atau kejadian tersebut, inilah yang disebut
dengan risiko dan tanggung-jawab di dalam perjanjian pengangkutan laut dengan container.
Adapun yang dimaksud dengan risiko itu adalah : suatu kewajiban untuk memikul kerugian yang timbul akibat dari suatu keadaan atau kejadian di
luar kesalahan kedua belah pihak pengangkut maupun pengirim . Tanggung-jawab disini adalah ; dalam bentuk perikatan yang
mewajibkan si penanggung jawab untuk mengganti kerugian kepada pihak yang berkepentingan, dalam hal terjadi kerugian yang disebabkan karena hal-hal
yang menjadi tanggung-jawabnya sebagaimana disebutkan oleh undang- undang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Untuk mengetahui siapa yang harus memikul resiko dan yang harus bertanggung-jawab atas kerugian akibat dari tidak terlaksananya perjanjian
pengangkutan dengan baik, telah ditentukan di dalam Pasal 1244 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa, pengangkut diwajibkan untuk mengganti biaya, rugi
dan bunga apabila ia tidak mampu membuktikan bahwa hal tidak atau tidak pada waktunya tepat dilaksanakan hal yang tidak terduga.
Kesemuanya itu tidak dapat dipertanggung-jawabkan kepadanya jika tidak ada itikad buruk padanya.
Kemudian pada Pasal 91 KUH Dagang ditentukan bahwa : Pengangkut harus menanggung segala akibat yang menimbulkan kerugian
yang terjadi pada barang-barang dagangan dan barang-barang lainnya setelah barang itu mereka terima untuk diangkut, kecuali kerugian yang
diakibatkan karena sesuatu cacat pada barang itu sendiri, karena keadaan memaksa atau karena kesalahan atau kealpaan pengirim.
Selanjutnya di dalam Pasal 24 UULLAJR, juga ditentukan bahwa : 1.
Pengangkut bertanggung-jawab terhadap kerugian –kerugian yang diderita orang yang berhak atas barang muatan yang ada di dalam
kendaraan tesrebut. Tanggung-jawab tersebut dapat ditiadakan jika ia dapat membuktikan bahwa, kerugian itu terjadi di luar kesalahannya
atau pegawainya.
2. Ketentuan pada ayat 1, tidak berlaku jika kerugian kerusakan itu
terjadi karena tidak sempurnanya pembungkus barang yang diangkut, dengan ketentuan bahwa hal itu telah diberitahukan kepengirim
sebelum pengangkutan dimulai.
Jika diteliti isi dari Pasal 1244 KUH Perdata dan Pasal 24 UULLAJR, dapat kita lihat bahwa pembatasan tanggung-jawab pengangkut lebih sempit
jika dibandingkan dengan isi Pasal 91 KUH Dagang yang telah disebutkan di atas. Oleh karena itu harus diingat adanya adagium “ lex specialis lex generalis“
di dalam hal pembatasan tanggung-jawab pengangkut ini.
Menurut ketentuan yang terdapat pada Pasal 91 KUH dagang tersebut dapatlah diketahui, bahwa yang harus memikul resiko dan yang harus
bertanggung-jawab di dalam perjanjian pengangkutan barang adalah, pengangkut atau pengirim dan mungkin juga oleh penerima barang itu sendiri,
tergantung kepada hal bagaimana kerugian itu terjadi.
Mengenai pengaturan risiko yang terdapat di dalam KUH Perdata, seperti Pasal 1237 Perjanjian sepihak, seperti hibah dan pemberian dipikul
oleh orang yang akan menerima, Pasal 1460 risiko pada jual beli, Pasal 1445 risiko dalam tukar-menukar dan Pasal 1553 risiko dalam sewa-menyewa
tidak dapat diterapkan ke dalam perjanjian pengangkutan laut dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
container, sebab tentang hal itu telah diatur dalam Pasal 91 KUH Dagang, sesuai dengan azas yang terkandung dalam Pasal 1 KUH Dagang.
Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa pihak pengangkut berkewajiban untuk mengangkut atau menyelenggarakan pengangkutan laut
dengan container yang diserahkan kepadanya mulai dari tempat pemuatan sampai ke tempat tujuan dengan selamat dan tepat pada waktunya. Selain itu
pengangkut juga harus menjaga keadaan barang tersebut seperti pada waktu diterimanya dari pihak pengirim.
Apabila dalam hal tersebut di atas terdapat kekurangan jumlah barang, terlambat datangnya, tidak adanya penyerahan musnah, terdapat kerusakan
barang-barang yang terjadi selama dalam pelaksanaan pengangkutan, maka inilah yang merupakan tanggung-jawab pihak pengangkut.
Pengangkut harus bertanggung-jawab atas kerugian yang timbul dari akibat-akibat tersebut dan harus mengganti kerugian yang terjadi atas barang-
barang itu. Dan tanggung-jawab pengangkut ditiadakan apabila ia dapat
membuktikan bahwa kerugian itu timbul sebagai akibat dari cacat pada barang itu sendiri atau kesalahan dan kealpaan si pengirim, karena keadaan memaksa
sebagaimana ditentukan dalam pasal 91 KUH Dagang.
Menurut uraian di atas, maka apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa kerugian itu terjadi di luar kesalahannya, maka risiko dan tanggung-
jawab dipikul oleh pihak pengirim maupun oleh pihak penerima sendiri. Adanya pertanggungan jawab yang sangat besar pada perjanjian
pengangkutan, maka biasanya diusahakan adanya pembatasan tanggung-jawab. Dan pembatasan tanggung-jawab tersebut oleh undang-undang tidaklah
dilarang, karena ketentuan seperti itu tidak bersifat memaksa asal tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Dimana biasanya
ketentuan tanggung-jawab itu dimuat pada surat muatan yang menyertai barang tersebut.
Walaupun ada kemungkinan bagi pengangkut untuk memperjanjikan bahwa ia sama sekali tidak bertanggung-jawab tetapi hal seperti itu jarang
terjadi, sebab para pengirim akan memilih pengangkut yang mau bertanggung- jawab. Dengan demikian, jika ada sama sekali tidak bertanggung-jawab atas
barang yang diangkut, akan mengakibatkan kehilangan langganannya, sehingga akan merugikan PT. Sumatera Madya Jaya itu sendiri.
Selanjutnya di dalam setiap pekerjaan timbal-balik selalu ada 2 dua macam subjek hukum, yang masing-masing subjek hukum tersebut mempunyai
hak dan kewajiban secara bertimbal balik dalam melaksanakan perjanjian yang mereka perbuat.
Perjanjian pengangkutan laut dengan container merupakan suatu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perjanjian bertimbal-balik, kedua subjek hukumnya, yaitu pihak PT. Sumatera Madya Jaya pengangkut dan pihak pengirim tentu mempunyai hak dan
kewajiban secara bertimbal-balik. Di dalam suatu perjanjian, tidak terkecuali perjanjian pengangkutan
laut dengan container, ada kemungkinan salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian atau tidak memenuhi isi perjanjian sebagaimana yang telah mereka
sepakati bersama-sama. Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan,
atau lebih jelas apa yang merupakan kewajiban menurut perjanjian yang mereka perbuat, maka dikatakan bahwa pihak tersebut wanprestasi, yang
artinya tidak memenuhi prestasi yang diperjanjikan dalam perjanjian. Wanprestasi adalah berarti ketiadaan suatu prestasi dalam hukum
perjanjian, berarti suatu hal harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Barangkali dalam Bahasa Indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji
untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaan janji untuk wanprestasi.
38
Wanprestasi kelalaian atau kealpaan seorang debitur dapat berupa 4 Berdasakan uraian tersebut di atas, jelas kita dapat mengerti apa
sebenarnya yang dimaksud dengan wanprestasi itu. Untuk menentukan apakah seorang debitur itu bersalah karena telah melakukan wanprestasi, perlu
ditentukan dalam keadaan bagaimana seseorang itu dikatakan lalai atau alpa tidak memenuhi prestasi.
38
R. Subekti, Op.Cit., hal. 32.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
empat macam :
39
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
2. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana
diperjanjikan 3.
Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi terlambat 4. Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilaksanakannya. Dalam suatu perjanjian pengangkutan laut dengan container di laut
apabila salah satu pihak, baik itu pihak PT. Sumatera Madya Jaya pengangkut maupun pihak pengirim tidak melaksanakan isi perjanjian yang mereka
sepakati, berarti pihak tersebut telah melakukan wanprestasi. Adapun kemungkinan bentuk-bentuk wanprestasi sesuai dengan
bentuk-bentuk wanprestasi sebagaimana yang dikemukakan oleh Subekti, meliputi :
1. Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
Misalnya dalam suatu perjanjian pengangkutan laut dengan container di laut disepakati untuk memakai sistem pembayaran secara bertahap, yaitu
sebelum pengangkutan dilakukan diberikan 20 dua puluh persen dibayar setelah perjanjian pengangkutan laut dengan container di laut disepakati
oleh kedua belah pihak. Tetapi setelah pihak kedua PT. Sumatera Madya Jaya memuat barang ke
kapal untuk diangkut kerja ternyata 20 tersebut belum juga dilunasi oleh
39
Ibid., hal. 39.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pengirim, walaupun pihak PT. Sumatera Madya Jaya telah mengirimkan tagihannya kepada pihak terkait.
2. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang
diperjanjikan. Misalnya dalam suatu perjanjian pengangkutan laut dengan container
disepakati untuk memakai sistem termin dalam pembayaran biaya pengangkutan , Panjar diberikan sebesar 20 setelah perjanjian
pengangkutan disepakati. Kenyataannya kemudian, sisa pembayaran selanjutnya belum dibayar oleh pengirim kepada PT. Sumatera Madya Jaya
sementara pengangkutan yang dilakukan telah selesai dilaksanakan. Dalam kasus ini walaupun pihak pengirim telah membayar panjar untuk
awal pengangkutan PT. Sumatera Madya Jaya tetapi sisanya tidak dibayarnya, pengirim berarti telah wanprestasi untuk sebagian
kewajibannya dalam perjanjian pengangkutan laut dengan container. 3.
Melaksanakan perjanjian yang diperjanjikan, tetapi terlambat. Misalnya dalam suatu perjanjian pengangkutan laut dengan container
disepakati untuk memakai sistem termin dalam pembayaran pengangkutan, yaitu setelah pekerjaan selesai baru dibayarkan sebagian lagi. Tetapi setelah
pekerjaan tersebut berhasil diselesaikan oleh PT. Sumatera Madya Jaya, pihak pengirim tidak segera melaksanakan pembayaran tetapi baru
melaksanakan pembayaran setelah lewat waktu dari yang diperjanjikan. Dalam kasus ini walaupun akhirnya pengirim memenuhi juga kewajibannya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
setelah lewat waktu dari waktu yang diperjanjikan, tetapi karena terlambat sudah dapat dikatakan pihak pengirim melakukan wanprestasi. Sehingga
apabila PT. Sumatera Madya Jaya tidak dapat menerima pembayaran dengan alasan keterlambatan, dia dapat mempermasalahkan pihak pengirim
telah melakukan wanprtestasi karena trerlambat memenuhi kewajibannya. 4.
Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Misalnya dalam kasus ini PT. Sumatera Madya Jaya telah melakukan
pengangkutan laut dengan container di laut tidak sebagaimana yang diperjanjikan yaitu akan memakai kapal khusus sesuai dengan kapasitas
angkut yang diminta. Tetapi pada kenyataannya pihak PT. Sumatera Madya Jaya tidak memenuhi hal tersebut tetapi malah memakai kapal biasa
sehingga pekerjaan pengangkutan tersebut dikuatirkan akan membuat rusak barang yang diangkut.
Maka dalam kasus ini dapat dikatakan PT. Sumatera Madya Jaya telah melakukan wanprestasi dan pihak pengirim dapat mengajukan tuntutan
wanprestasi atas perbuatan PT. Sumatera Madya Jaya tersebut. Selanjutnya dalam mengkaji masalah wanprestasi ini, perlu
dipertanyakan apakah akibat dari wanprestasi salah satu pihak merasa dirugikan ? Apabila akhirnya timbul perselisihan di antara keduanya akibat wanprestasi
tersebut, upaya apa yang dapat ditempuh pihak yang dirugikan agar dia tidak merasa sangat dirugikan ?
Sebagaimana biasanya akibat tidak dilakukannya suatu prestasi oleh salah satu pihak dalam perjanjian, maka pihak lain akan mengalami kerugian.
Tentu saja hal ini sama sekali tidak diinginkan oleh pihak yang menderita kerugian, namun kalau sudah terjadi, para pihak hanya dapat berusaha supaya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kerugian yang terjadi ditekan sekecil mungkin. Dalam hal terjadinya wanprestasi, maka pihak lain sebagai pihak yang
menderita kerugian dapat memilih antar beberapa kemungkinan, yaitu : 1.
Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian 2.
Pihak yang dirugikan menuntut ganti rugi 3.
Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian disertai ganti rugi 4.
Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian 5.
Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian disertai dengan ganti rugi.
Dari beberapa kemungkinan penuntutan dari pihak yang dirugikan tersebut di atas bagi suatu perjanjian timbal-balik oleh ketentuan pasal 1266
KUH Perdata diisyaratkan apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dapat dmintakan pembatalan perjanjian kepada hakim. Dengan
demikian berdasarkan Pasal 1266 KUH Perdata, dalam perjanjian pengangkutan barang dengan truk salah satu pihak wanprestasi maka pihak
yang dirugikan dapat menempuh upaya hukum dengan menuntut pembatalan perjanjian kepada hakim.
Dalam kenyataannya pada bentuk perjanjian pengangkutan laut dengan container di laut ini perihal apabila timbul perselisihan di antara meraka maka
para pihak tersangkut pada isi perjanjian yang telah disetujui mereka yaitu dengan cara :
1. Dilakukan penyelesaian secara musyawarah dan jika belum selesai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Dilakukan lewat pengadilan dimana lokasi pekerjaan dilakukan.
Penentuan jalan atau tata cara penyelesaian perselisihan di atas baik itu akibat wanprestasi atau akibat-akibat lainnya tersebut kebanyakan diselesaikan
dengan cara melakukan musyawarah dan mufakat. Dalam bagian ini perlu juga ditambahkan tentang kerusakan barang yang
diangkut di dalam container oleh PT. Sumatera Madya Jaya maka apabila kerusakan tersebut diakibatkan oleh perbuatan perusahaan dalam hal
memberlakukan barang yang diangkut seperti misalnya bertindak kasar terhadap barang angkutan sehingga container tersebut terjatuh dan
mengakibatkan barang yang di dalamnya mengalami kerusakan, maka dalam kapasitas ini kerusakan tersebut ditanggung oleh perusahaan.
Apabila kerusakan tersebut karena overmach atau keadaan memaksa seperti badai, perang, kecelakaan kapal laut maka dalam hubungan ini kerugian
ditanggung sebagaimana disepakati para pihak dalam perjanjian pengangkutan. Yang dimaksudkan dengan keadaan memaksa atau overmaht dalam hal ini
adalah kerugian yang mengakibatkan kerusakan tersebut datangnya bukan dari kedua belah pihak tetapi faktor keadaan alam atau keadaan yang tidak terduga
lainnya sehingga mengakibatkan kerusakan barang yang diangkut dalam container, maka dalam hubungan ini kerusakan tersebut diatur di dalam surat
perjanjian pengangkutan di laut dengan mengunakan container. Dalam hubungan ini maka sangat perlu diperhatikan bahwa pada
dasarnya perbuatan pengapalan barang dengan menggunakan container adalah dimaksudkan untuk mengantisipasi hal-hal yang mengakibatkan kerusakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
barang angkutan. Atau dengan kata lain meskipun tidak 100 aman tetapi apabila pelaksanaan pengangkutan barang dilakukan dengan container maka
barang yang akan diangkut akan aman dari kerusakan. Penggunaan container ini pada dasarnya meliputi perbuatan pemuatan barang dari tempat
pemberangkatan sampai barang tersebut sampai ketujuan, sehingga dalam hal ini dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan container maka pelaksanaan
pengangkutan barang aman sampai di tempat.
C. Jaminan Asuransi Dalam Pengangkutan Laut Dengan Container