Penyakit Kulit yang Tersering pada Masyarakat Pesisir Pantai di Kecamatan Pantai Labu Desa Rugemuk Periode Juli–Agustus 2014

(1)

LANGKAH ANAMNESIS

PENGAMATAN

Ya

Tidak

I. PERKENALAN

1. Menyapa penderita dengan ramah dan sopan dan

memperkenalkan diri.

2. Menanyakan nama, umur, pekerjaan, alamat

status perkawinan

II. MENANYAKAN KELUHAN

1.

Melakukan observasi : perhatikan cara berjalan,

penampilan wajah, kelainan-kelainan yang

mungkin terlihat pada daerah kulit yang tidak

tertutup.

2.

Menanyakan keluhan utama :

-

Apakah ada lesi/ruam yang timbul ?

-

Rasa gatal, nyeri, rasa panas ?

-

Di bagian mana dari tubuh ?

-

Kapan saja rasa tersebut dialami ?

-

Sejak kapan rasa tersebut dialami ?

-

Menyebar ke bagian tubuh mana saja ?

-

Sudah diobati atau belum (bagaimana

hasilnya berkurang atau bertambah) ?

3.

Menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan :

-

Pekerjaan

-

Hobby/Kebiasaan

-

Iklim/Cuaca

-

Makanan

-

Obat-obatan/Alergi obat

4.

Menanyakan :

-

Riwayat penyakit keluarga / keturunan

-

Keluarga sebagai sumber penularan

-

Teman sebagai sumber penularan

5.

Menanyakan :

-

Riwayat penyakit kulit terdahulu yang

mungkin berulang


(2)

-

Penyakit lain yang ada hubungannya

dengan penyakit kulit yang sekarang.

III. DOKUMENTASI

1.

Mencatat hasil komunikasi dalam formulir

history taking.

2.

Menjelaskan dan Memberikan saran pada

penderita.


(3)

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, E.W. 2014. Varicellaa-Zoster Virus, California: Medscape. Avalaible

from:

[Accessed 15 Mei 2014].

Arta, J.G.I. 2011. Laporan Kasus Ektima. Bali: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Czarnobilska, E., et al. 2009. Contact Hypersensitivity and Allergic Contact Dermatitis Among School Children and Teenagers with Eczema. Contact Dermatitis, 60: 264–269.

Daili, S.S., et al. 2005. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia. Edisi keenam. Jakarta: Medical Media Indonesia.

Djuanda, A., et al. 2011. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Habif, T.P. 2010. Clinical Dermatology. British: Elsevier, 509. Harahap, M. 1990. Penyakit Kulit. Penerbit. Jakarta: Gramedia. Hardiwinoto, 2009. Kategori Umur. Jakarta: DEPKES RI

Hay, R., et al. 2006. Disease Control Priorities in Developing Countries. 2nd Edition. Wasinghton: World Bank, 708.

Hayes, M. 2008. The Management of Eczema in the Older Adult. Dermatological Nursing 7(2): S18–23.

Hermanto. 2014. Buku Data Rekapitulasi Jumlah Penduduk Kecamatan Pantai Labu Desa Rugemuk. Departemen Biostatistika.

Hidayati, N.A., dkk. 2005. Mikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya , vol. 21, No.

James, W.D., et al. 2011. Andrews’ Diseases of the Skin. British: Saunders, 295. Kasper, D.L., et al. 2005. Harrison’s Principle of Internal Medicine. New York:


(5)

Kaukiainen, A., et al. 2005. Chemical Exposure and Symptoms of Hand Dermatitis in Construction Painters. Contact Dermatitis, 53: 14– 21

Lafuente, R.C. 2003. Is it Scabies? How to Tell. The Nurse Practitioner. New Orleans: LouIsiana State University Health Science Centre 2014].

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Ratnasari, F.A., 2014. Prevalensi Skabies dan Faktor-faktor yang Berhubungan di

Pesantren X, Jakarta Timur. Vol. 2, No. 1.

Rycroft, R.J., et al. 2010. A Colour Handbook Dermatology. 2nd Edition British: Manson Publishing, 207.

Santos, M.M., et al. 2010. The Prevalence of Common Skin Infection in Four District in Timor-Leste: A Cross Sectional Survey. BMC Infectious Diseases, Vol. 10, No. 61.

Sastroasmoro, S., Sofyan I. 2010. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto

Siregar, R.S. 2003. Saripati Penyakit Kulit. Palembang: EGC.

Soendoro, T. 2008. Riskesdas Kesehatan Dasar. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Wahyudi, S. 2006. Buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan. Banjarmasin: Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan.

Wiederkehr, M. 2013. Tinea Cruris, American: Medscape. Avalaible from:


(6)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Operasional

Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala ukur 1 Anamnesis

dan Inspeksi kulit Menanyakan tentang identitas penderita, keluhan utama dan perjalanan penyakit kemudian melihat ruam bergejala atau tidak bergejala dikulit

penderita. Lembar anamnesis, Kamera, Kaca Pembesar dan Cahaya Wawancara dan Pemeriksaan fisik. Diagnosis penyakit kulit. Nominal Anamnesis dan Inspeksi kulit

Penyakit kulit yang dialami masyarakat pesisir pantai di

Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu


(7)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei yang bersifat deskriptif untuk mendeskripsikan penyakit kulit tersering di Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah cross sectional, dimana observasi (pengumpulan data) dilakukan pada satu saat tertentu.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu mulai bulan Juli sampai Agustus 2014. Alasan pemilihan tempat penelitian karena di daerah tersebut memiliki sanitasi yang buruk sehingga berbanding lurus dengan banyaknya penyakit yang diderita masyarakat sekitar khususnya penyakit kulit.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi

Populasi masyarakat pesisir pantai di Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu yang berjumlah 1019 orang.

4.3.2. Sampel

Tehnik penelitian ini mengunakan Consecutive sampling yaitu semua subjek yang didatangi dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang dibutuhkan terpenuhi. Consecutive sampling ini merupakan jenis nonprobability sampling yang paling baik dan sering merupakan cara termudah (Sastroasmoro dan Ismael, 2010)

Kriteria inklusi

1. Semua Masyarakat pesisir pantai Kecamatan Pantai Labu Desa Rugemuk yang mau berpartisipasi untuk penelitian.


(8)

Kriteria eksklusi

1. Masyarakat pesisir pantai Kecamatan Pantai Labu Desa Rugemuk yang tidak mengalami keluhan atau penyakit kulit.

2. Masyarakat pesisir pantai Kecamatan Pantai Labu Desa Rugemuk yang mengalami gangguan kejiwaan atau tidak bisa bicara.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara kepada responden dan pemeriksaan fisik secara langsung.

Alat dan bahan 1. Alat tulis 2. Kaca pembesar 3. Kamera

4. Lembar anamnesis

Cara kerja

Untuk dapat mendiagnosis penyakit kulit responden maka terlebih dahulu 1. Menyapa responden dengan sopan.

2. Memberi penjelasan kepada responden.. 3. Menanyakan apakah ada keluhan kulitnya. 4. Menggali informasi tentang penyakit kulitnya. 5. Menginspeksi kulit responden

6. Memfoto kulit responden 7. Mendokumentasikan

4.5 Pengolahan dan Analisa Data

Data dari hasil wawancara dan foto dari responden akan didiagnosis peneliti menurut buku Saripati Penyakit Kulit, buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin UI, jurnal Medscape dan buku kulit lainnya. Setelah itu semua data akan dirapikan dalam sebuah logbook yang dibuat peneliti untuk diberikan pada dokter


(9)

pembimbing selanjutnya dokter pembimbing akan memeriksa apakah diagnosis yang dibuat peneliti sudah benar. Data tersebut akan diukur menggunakan SPSS dan data akan ditampilkan dalam tabel distribusi frekuensi.


(10)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. Desa tersebut merupakan daerah pantai yang mayoritas penduduk memiliki pekerjaan sebagai nelayan

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Responden pada penelitian ini adalah masyarakat di Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang yang berjumlah 88 responden dengan karateristik sebagai berikut :

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur

Umur Frekuensi Persentase (%)

0 – 11 30 34

12 – 25 Tahun 10 11,3

26 – 45 Tahun 28 31,8

46 – 65 Tahun 14 15,9

 65 Tahun 6 6,8

Total 88 100

Tabel 5.1 dapat dilihat responden terbanyak dengan kelompok umur 0 - 11 tahun sebanyak 30 orang (34%).


(11)

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Masyarakat Responden Menurut Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

Belum Sekolah 23 26,1

SD 11 11,5

Tamat SD 54 61,4

Total 88 100

Tabel 5.2 dapat diketahui tingkat pendidikan terbanyak pada responden yaitu SD sebanyak 54 orang (61,4%).

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pekerjaan.

Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

Ibu Rumah Tangga 9 10,2

Nelayan 15 17

Pedagang 1 1,1

Pedagang Ikan 6 6,8

Pedagang Keliling 1 1,1

Pelajar 10 11,4

Penggali Kubur 1 1,1

Penjual Botot 2 2,3

Petani 11 12,5

Tidak Ada 29 33

Tukang Bangunan 2 2,3

Tukang Cuci 1 1,1

Total 88 100

Tabel 5.3 dapat diketahui pekerjaan terbanyak pada Responden yaitu nelayan sebanyak 15 orang (17%)


(12)

5.1.3. Deskripsi Analisis Penelitian

Tabel 5. 4 Distribusi Frekuensi Penyakit Kulit Responden

Penyakit Kulit Frekuensi Persentase (%)

Dermatitis Kontak 9 9,8

Dermatitis Pomfolik 1 1,1

Dermatitis Seboroik 3 3,3

Ektima 17 18,5

Folikulitis 4 4,3

Furunkel 4 4,3

Skar Hipertrofi 1 1,1

Impetigo Krustosa 1 1,1

Kandidiasis 3 3,3

Keratolisis Plantaris 1 1,1

Keratosis Seboroik 1 1,1

Keratosis Sinilis 4 4,3

Kista sebasea 1 1,1

Liken Simpleks Kronis 7 7,6

Miliaria Kristalina 1 1,1

Miliaria Rubra 1 1,1

Prurigo Hebra 2 2,2

Prurigo nodularis 1 1,1

Skabies 1 1,1

Tinea Kapitis 3 3,3

Tinea Korporis 4 4,3

Tinea Unguium 8 8,7

Tinea Versikolor 7 7,6

Urtikaria Papular 3 3,3

Urtikaria Pigmentosa 3 3,3

Varicella Zoster 1 1,1


(13)

Tabel 5.4 dapat diketahui penyakit kulit tersering Responden yaitu ektima sebanyak 17 orang(18,5%). Total penyakit kulit melebihi jumlah responden karena ada satu responden memiliki 2 penyakit kulit.

Hasil data penyakit kulit akan dikelompokan menjadi yaitu penyakit kulit infeksi, penyakit kulit alergi, penyakit Tumor kulit. Tabel 5.5

Penyakit Kulit Frekuensi Persentase (%)

Infeksi Jamur 25 28,4

Infeksi Bakteri 30 34

Infeksi Virus 1 1,1

Infeksi Parasit 1 1,1

Alergi 29 32,9

Tumor Kulit 6 6,8

Total 92 100

Tabel 5.5. didapat penyakit kulit responden terbanyak disebabkan oleh infeksi bakteri tebanyak 30 orang (34%).

5.2 Pembahasan

Pada penelitian ini didapatkan masyarakat Desa Rugemuk dengan kelompok umur paling banyak 0 – 11 tahun sebanyak 30 orang (34%).

Tingkat pendidikan Responden Desa Rugemuk adalah Tamat SD sebanyak 54 orang (61,4%), ini dikarenakan kehidupan masyarakat disana masih dalam kategori taraf rendah.

Pekerjaan yang terbanyak adalah nelayan sebanyak 15 orang (17%) ini dikarenakan daerah Desa Rugemuk merupakan daerah pesisir.

88 responden mempunyai penyakit kulit dan pada satu responden ada yang mendapat 2 penyakit kulit, kemudian dari 88 orang yang mengalami penyakit kulit Ektima merupakan penyakit terbanyak yaitu 17 orang (17,5%), ini sesuai dengan penelitian Milena dkk, penyakit yang tersering di daerah tropis pada negara berkembang disebabkan oleh ektoparasit dan pioderma.


(14)

Penyakit ektima ini sering dijumpai pada anak – anak dengan hiegenitas yang kurang baik sehingga sangat mudah terinfeksi bakteri (Hunter, 2003). Ini tergambar dengan lingkungan dari Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu yang selalu terendam air pasang laut dan terkontaminasi dengan tinja tinja penduduk karena pengaruh air sungai sehingga banyak mengandung bakteri yang dapat menginfeksi kulit masyrakat disana. Sebagian besar yang terkena ektima pada penelitian ini adalah anak anak dengan jumlah 12 orang dengan rentang umur 3 – 12 tahun ini sesuai dengan Laporan kasus I Gde Julia Arta, bahwa ektima sering terjadi anak-anak dengan rentang umur 6 bulan sampai 18 tahun.

Penelitian ini mendapatkan lebih banyak infeksi jamur dermatofitosis yaitu 15 orang daripada infeksi jamur non dermatofitosis yaitu 10 orang, infeksi jamur dermatofitosis yang didapatkan dalam penelitian ini adalah tinea kapitis, tinea korporis, tinea unguium dan infeksi jamur non dermatofotosis dalam penelitian ini adalah kandidiasis dan tinea versikolor, ini sesuai dengan penelitian Hidayati A.N., dkk yang dilakukan pada RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2003-2005 bahwa penyakit kulit mikosis superfisial paling sering adalah golongan dernatofitosis.

Penelitian di Desa Rugemuk mendapatkan bahwa penderita infeksi jamur sebanyak 25 (28,4%) orang mayoritas adalah orang dewasa ini sesuai dengan penelitian kelompok umur yang terbanyak menderita mikosis superfisialis di Divisi Mikologi URJ Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2003–2005 adalah kelompok umur 25–44 tahun, merupakan kelompok usia produktif yang banyak mempunyai faktor predisposisi, misalnya pekerjaan basah, trauma, dan banyak berkeringat, sehingga risiko untuk menderita mikosis superfisialis lebih besar dibandingkan dengan kelompok umur lainnya. Sedangkan kelompok usia yang paling jarang menderita mikosis superfisialis di Divisi Mikologi URJ Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya adalah kelompok usia 1–4 tahun yang merupakan golongan balita yang sedikit mempunyai faktor risiko.

Penyakit kulit alergi yang didapatkan pada penelitian di Desa Rugemuk adalah 29 orang (32,9%) atau menempati urutan kedua, ini sesuai dengan masih


(15)

tingginya prevalensi penyakit dermatitis atau penyakit kulit alergi di indonesia sebesar 67,8%. Ini mungkin terjadi karena ketidakpedulian masyrakat terhadap faktor eksogen atau endogen yang bisa merusak atau memicu alergi pada kulit mereka.(Riskedas, 2007)

Penyakit kulit karena parasit yang didapatkan pada penelitian ini adalah skabies yang hanya berjumlah satu orang, sebab infeksi skabies sering terjadi pada masyarakat padat penduduk, tidak seperti Desa Rugemuk yang penduduknya masih relative sedikit, skabies sering terdapat pada pensantren ini dikarenakan padatnya kamar hunia yang bisa diisi oleh 30 orang dalam satu kamar dengan luas 35 m2. Ini membuat penularan kontak langsung skabies melalu sprei dan kasur lebih mudah terjadi seperti pada peneltian di di Pesantren X, Jakarta Timur yang mempunyai kepadatan penghuni yang tinggi. Hasilnya menunjukkan prevalensi skabies yang tinggi, yaitu 51,6%. Hasil tersebut sesuai dengan berbagai penelitian yang melaporkan bahwa prevalensi skabies di pesantren tergolong tinggi. Hilmi17 pada tahun 2011 melaporkan prevalensi skabies di suatu pesantren di Jakarta Timur sebesar 51,6%.(Ratnasari, F.A, dkk)


(16)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Penyakit kulit di Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu adalah infeksi bakteri sebanyak 30 orang (34%), alergi sebanyak 29 orang (32,9%), infeksi jamur sebanyak 25 orang (28,4%), tumor kulit sebanyak 6 orang (6,8%), infeksi virus sebanyak 1 orang (1,1%), infeksi parasit sebanyak 1 orang (1,1%).

2. Ektima merupakan penyakit kulit tersering di Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu sebanyak 17 orang (18,5%).

6.2 Saran

1. Agar masyarakat lebih memperhatikan kondisi dan kebersihan kulit khususnya bagi nelayan dan anak anak yang selalu berenang dipantai. 2. Agar masyrakat mencegah terjadinya penyakit kulit dari informasi

peneliti tentang faktor faktor yang bisa memicu penyakit kulit.

3 Untuk instansi kesehatan agar melakukan penyuluhan dan pengobatan gratis khususnya untuk penyakit kulit.

4. Untuk pemerintah, agat dibangunnya sarana air bersih yang lebih baik untuk masyarakat.

5. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan cakupan daerah dan jumlah responden yang lebih besar untuk mengetahui prevalensi penyakit kulit didaerah pesisir pantai yang lebih luas.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira kira 15 % berat badan. Kulit merupakan organ yang essensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis, dan sensitif bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh.

Warna kulit berbeda beda, dari kulit yang bewarna terang (fair skin), pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa.

Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya kulit, kulit elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan orang dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang tebal pada kepala dan yang lembut pada leher dan badan (Adhi Djuanda, dkk, 2011).

Menurut Siregar, 2003, ada 2 jenis ruam kulit. 1. Ruam kulit primer

- Makula adalah perubahan warna kulit tanpa perubahan bentuk seperti pada tinea versikolor.

- Eritema adalah makula yang bewarna merah, seperti pada dermatitis lupus, eritematosus.

- Papula adalah penonjolan padat diatas permukaan kulit, berbatas tegas, berukuran kurang dari ½ cm.

- Nodula sama seperti papula tetapi diameternya lebih besar dari 1 cm, misalnya pada prurigo nodularis.

- Vesikula adalah gelembung gelembung yang berisi cairan serosa dengan diameter kurang dari 1 cm, misalnya pada varisela dan herpes zoster.


(18)

- Bula adalah vesikel dengan diameter lebih besar dari 1 cm, misalnya pemfigus, luka bakar. Jika vesikel berisi darah disebut vesikel hemoragik, jika bula berisi nanah disebut bula purulen.

- Pustula adalah vesikel berisi nanah, seperti pada variola, varisela, psoriasis pustulosa.

- Urtika adalah penonjolan diatas permukaan kulit akibat edema setempat dan dapat hilang perlahan-lahan, misalnya pada dermatitis medikamentosa dan gigitan serangga.

- Tumor adalah penonjolan di atas permukaan kulit berdasarkan pertumbuhan sel maupun jaringan tubuh.

- Kista adalah penonjolan diatas permukaan kulit berupa kantong yang berisi cairan serosa atau padat atau setengah padat, seperti kista epidermoid.

- Plak adalah peningian di atas permukaan kulit, permukaanya rata dan berisi zat padat (biasanya infiltrat), diameternya 2 cm atau lebih.

2. Ruam kulit sekunder

- Skuama adalah pelepasan lapisan tanduk dari permukaan kulit.

- Krustosa adalah onggokan cairan darah, kotoran, nanah, dan obat yang sudah mengering diatas permukaan kulit, misalnya impetigo krustosa, dermatitis kontak.

- Erosi adalah kerusakan kulit sampai stratum spinosum. Kulit tampak menjadi merah dan keluar cairan serosa, misalnya pada dermatitis kontak. - Ekskoriasi adalah kerusakan kulit sampai ujung stratum papilaris sehingga

kulit tampak merah disertai bintik bintik perdarahan. Ditemukan pada dermatitis kontak dan ektima.

- Ulkus adalah kerusakan kulit (epidermis dan dermis) yang memiliki dasar, dinding, tepi, isi misalnya ulkus tropikum, ulkus durum.

- Parut adalah jaringan ikat yang menggantikan epidermis dan dermis yang sudah hilang.


(19)

- Likenifikasi adalah penebalan kulit sehinga garis-garis lipatan/relief kulit tampak lebih jelas, seperti prurigo, neurodermatitis.

`- Hiperpigmentasi adalah penimbunan pigmen berlebihan sehingga kulit tampak lebih hitam dari sekitarnya.

- Hipopigmentasi adalah kelainan yang menyebabkan kulit menjadi lebih putih dari sekitarnya, misalnya pada skleroderma dan vitiligo.

Berdasarkan hasil pengumpulan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Puskesmas Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2005, penyakit kulit alergi menempati peringkat ke-5 dan penyakit kulit infeksi menempati peringkat ke-6, penyakit kulit terinfeksi dapat disebabkan oleh jamur, bakteri, parasit dan virus. Beberapa penyakit kulit tersebut akan diterangkan.

2.2. Penyakit Kulit Infeksi 2.2.1. Jamur

Jamur merupakan organisme saprofit yang pada lingkungan tertentu yang menguntungkannya akan tumbuh menginvasi jaringan kulit, rambut, atau kuku. Kondisi demikian, atau disebut faktor predisposisi, antara lain adalah kelembaban, suhu panas, trauma, respon imunitas yang turun untuk mendapatkan kesembuhan dan mencegah kekambuhan, selain pengobatan yang tepat dan adekuat, sangat penting untuk menghilangkan berbagai faktor predisposisi tersebut.

Di antara penyakit infeksi jamur superfisialis ini yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah (Mansur Amirsyam Nasution, 2005):

1. Dermatofitosis 2. Pitiriasis versikolor

3. Infeksi oleh golongan kandida.

Sedangkan infeksi jamur yang dalam (deep mikosis) yang ditemukan di Sumatera Utara adalah:

1. Sporotrikosis

2. Kromoblastomikosis 3. Aktinomikosis


(20)

1. Tinea Pedis

Terdapat 3 bentuk tinea pedis yaitu subakut, moccasin foot, dan interdigitalis. Tinea pedis interdigitalis ialah dermatofitosis pada sela jari kaki, merupakan salah satu bentuk tinea pedis yang paling sering ditemukan. Secara klinis pada sela jari kaki IV dan V tampak fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis, dan sering terlihat maserasi. Lesi dapat meluas ke subdigital dan sela jari lainnya. Lesi dapat berlangsung bertahun-tahun dengan sedikit keluhan atau tanpa keluhan sama sekali. Dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri dengan komplikasi selulitis dan limfangitis (Emmy, dkk, 2005).

2. Tinea Kapitis

Tinea kapitis adalah infeksi jamur yang menyerang kulit kepala dan paling sering pada anak-anak usia prapubertas antara 3 dan 7 tahun. Infeksi memiliki beberapa presentasi yang berbeda. Spesies dermatofita cenderung menyebabkan tinea kapitis yang bervariasi pada berbagai negara, tetapi spesies antropofilik (ditemukan pada manusia) mendominasi di sebagian besar wilayah. Tinea kapitis yang paling umum terjadi pada negara miskin dan kondisi hidup yang padat (Thomas, 2010).

Jamur ini menyerang stratum korneum dan masuk ke folikel rambut yang selanjutnya akan menyerang bagian luar atau sampai ke bagian dalam rambut, bergantung pada spesiesnya. Tinea kapitis ditandai dengan gejala rambut rontok yang patah di atas permukaan kulit (bentuk gray patch) atau patah tepat di pangkal rambut (bentuk black dot) dan kadang disertai peradangan ringan berupa papul, pustul, sampai berat berupa kerion. Pengobatan memerlukan obat sistemik kecuali jika terdapat kontraindikasi, misalnya kehamilan. Peradangan yang berat dapat menimbulkan alopesia permanen. Perlu dibedakan dengan kemungkinan timbulnya infeksi bakterial sekunder (Emmy, dkk, 2005).

3. Tinea Korporis

Tinea korporis atau tinea sirsinata adalah infeksi jamur golongan dermatofita (berbagai spesies Trichophyton, Microsporum dan Epidermophyton)


(21)

pada badan, tungkai dan lengan dan mempunyai gambaran morfologi yang khas. Pasien merasa gatal dan kelainan umumnya berbentuk makula bulat bersisik, berbatas tegas, terdiri dari berbagai macam efloresensi kulit (polimorf) dengan bagian tepi lesi lebih aktif, daripada bagian tengah. Beberapa lesi dapat bergabung dan membentuk gambaran polisiklik. Lesi dapat meluas dan memberi gambaran yang tidak khas terutama pada pasien imunodefisiensi. Pada kasus dermatofitosis dengan gambaran klinis tidak khas, diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan kerokan kulit dengan larutan KOH (Kalium Hidroksida) 10 – 20% kemudian ditemukanya hifa dan spora (Emmy, dkk, 2005 ).

4. Tinea Kruris

Merupakan infeksi jamur golongan dermatofita terbanyak di Indonesia, etiologi serupa dengan tinea korporis. Pria lebih sering terkena daripada wanita, mengenai daerah lipat paha, perineum dan sekitar anus. Lesi kulit dapat meluas hingga daerah gluteus, perut bagian bawah atau bagian tubuh lainnya. Adanya maserasi dan oklusi kulit pada daerah lipat paha menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban yang akan mempermudah terjadinya infeksi (Emmy, dkk, 2005).

Penderita tinea kruris mungkin baru saja mengujungi daerah beriklim tropis, memakai pakaian yang ketat dipaha dalam jangka waktu yang lama, atau berbagi pakaian dengan orang lain (Michael, 2013).

5. Onikomikosis

Onikomikosis didefinisikan sebagai infeksi lempeng kuku oleh jamur dan mewakili sampai 30% dari didiagnosis infeksi jamur. Trichophyton rubrum penyebab sebagian besar kasus, tetapi banyak jamur yang dapat menjadi penyebab infeksi ini. Agen etiologi lainnya termasuk spesies Microsporum dan Trichophyton dapat juga disebabkan oleh ragi dan jamur nondermatofitosis.


(22)

Ada empat jenis klasik onikomikosis:

1. Onikomikosis subungual distal: Terutama melibatkan nailbed distal dan hyponychium, dengan infeksi sekunder pada bagian bawah lempeng kuku jari tangan dan kuku jari kaki. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh Trichophyon rubrum.

2. Leukonikia trikofita (leukonikia trichophytica): ini merupakan invasi dari lempeng kuku pada permukaan kuku. Hal ini dihasilkan oleh Trichophyton mentagrophytes, spesies Cephalosporium, Aspergillus,

dan Fusarium oxysporum. Pada penderita HIV (Human

immunodeficiency virus) positif, umumnya disebabkan oleh Trichophyton rubrum.

3. onikomikosis subungual Proksimal: melibatkan lempeng kuku terutama dari lipatan kuku proksimal, menunjukkan gambaran klinis yang spesifik. Infeksi ini disebabkan Trichophyton rubrum dan Trichophyton megninii, dan mungkin tanda klinis, dari Infeksi HIV(Human Immunodefeciency virus).

4. Kandida onikomikosis: Menyebabkan kehancuran dan hiperkeratosis lempeng kuku. Disebabkan oleh Candida albicans dan dapat dijumpai pada pasien dengan kandidiasis mukokutaneous kronis (William, 2011).

6. Pitiriasis Versikolor

Pitiriasis versikolor (panu) pada merupakan penyakit jamur superfisial kronik, umumnya tidak memberikan keluhan subjektif kecuali secara kosmetik, dan banyak dijumpai pada usia belasan tahun. Berupa bercak berskuama halus berwarna putih hingga hitam terutama dijumpai pada bagian atas dada, lengan atas, tungkai atas, leher, muka hingga kulit kepala yang berambut. Disebabkan oleh flora normal kulit yaitu Malassezia spp yang berubah menjadi patogen, dipengaruhi oleh beberapa faktor predisposisi misalnya suhu, kelembaban udara, keringat, defisiensi imun dan genetic, sering ditemukan rekurensi terutama jika


(23)

terapi tidak adekuat atau pasien yang sulit menghilangkan faktor predisposisi (Emmy, dkk, 2005)

7. Kandidosis

Merupakan infeksi jamur yang bersifat akut atau subakut, disebabkan oleh Candida spp terutama C. albicans. Terdiri dari kandidosis kutis (kandidosis intertriginosa, generalisata, paronikia, kandidosis popok dan granuloma kandida), kandidosis selaput lendir, paronikia dan onikomikosis, kandidosis sistemik dan reaksi id. Penyakit ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi endogen maupun eksogen, yaitu :

- Perubahan fisiologis: misalnya kehamilan, kegemukan. - Endokrinopati, diabetes mellitus.

- Penyakit kronis, defisiensi imun pada infeksi HIV-AIDS, pemakai steroid atau sitostatika.

- Iklim, suhu dan kelembaban tinggi.

- Kebersihan kulit, kebiasaan merendam kaki dalam air yang akan menimbulkan maserasi dan bentuk anatomi kaki tertentu yang menyebabkan oklusi alamiah.

Kandidosis kutis secara klinis tampak berupa lesi eritematosa merah terang disertai lesi satelit berupa papul dan pustul, mengenai kulit glabrosa juga di lipat payudara, intergluteal dan umbilikus. Pada bayi lesi umumnya terdapat pada daerah popok (perianal, perigenital, lipat paha sampai bokong) (Emmy, dkk, 2005).

2.2.2 Bakteri

1. Impetigo Vesikobulosa (cacar monyet)

Impetigo merupakan bentuk pioderma superfisialis yang sering dijumpai. Penyebab tersering adalah Staphylococcus aureus group II. Tempat predileksi adalah di ketiak, dada, dan punggung. Pada neonatus sering ditemukan di daerah selangkangan dan bokong. Kelainan kulit diawali dengan makula eritematosa yang dengan cepat akan menjadi vesikel, bula dan bula hipopion (bula berdinding tipis). Bula mudah pecah karena letaknya subkorneal, meninggalkan skuama


(24)

anular dengan bagian tengah eritema (koleret) dan cepat mengering. Lesi dapat melebar membentuk gambaran polisiklik. Keadaan umum biasanya tidak dipengaruhi (Emmy, dkk, 2005).

2. Impetigo Krustosa

Impetigo krustosa dapat disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan/ atau

Streptococcus β hemolyticus group A. Tempat predileksi tersering adalah di

daerah wajah, terutama sekitar lubang hidung dan mulut. Kelainan kulit didahului oleh makula eritematosa kecil berukuran 1-2 mm. Kemudian secara cepat terbentuk vesikel atau pustul yang mudah pecah dan meninggalkan erosi. Cairan serosa dan purulen akan membentuk krusta tebal berwarna kekuningan yang memberi gambaran karakteristik seperti madu (honey coloured). Lesi akan melebar dan dapat bergabung membentuk daerah krustasi yang lebar (Emmy, dkk, 2005).

3. Furunkel/Karbunkel

Furunkel adalah radang folikel rambut dan sekitarnya, sedangkan karbunkel adalah kumpulan furunkel yang menjadi satu. Kelainan kulit ini sering disertai faktor predisposisi seperti higiene buruk, kurang gizi, adanya penyakit kulit lain (misalnya miliaria, dermatitis). Kelainan kulit ini sering terjadi pada tempat yang banyak mengalami gesekan, misalnya aksila dan bokong, tetapi dapat juga terjadi di kepala dan leher. Keluhan yang ditimbulkan berupa nodus eritematosa berbentuk kerucut, nyeri, dan ditengahnya terdapat pustul. Kemudian nodus melunak menjadi abses, bila pecah dapat membentuk fistel (Emmy, dkk, 2005).

4. Ektima

Ektima adalah infeksi lebih dalam dari impetigo dan juga disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan golongan Streptococcus. Pada daerah beriklim tropis, infeksi ini dapat mengenai segala usia. Kebersihan yang buruk dan kekurangan gizi merupakan faktor predisposisi. Gejala klinis berupa krusta bewarna gelap dikelilingi jaringan nekrotik lokal, dan halo disekitarnya. Lesi biasanya terjadi


(25)

pada tungkai dan bula dapat terlihat. Penyembuhan membutuhkan waktu 2-3 minggu dan meninggalkan bekas luka (Richard, dkk, 2010)

2.2.3 Parasit 1. Skabies

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap kutu, nama latin penyakit ini adalah sarcoptes scabiei var, hominis dan sering ditandai dengan vesikel berisi air disertai gatal disela sela jari. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit ini antara lain: sosial ekonomi yang rendah, hiegene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis dan perkembangan demografik serta ekologi penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S.(Penyakit akibat Hubungan Seksual). Cara penularan (transmisi)

1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual dengan penderita skabies.

2. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya melalui pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain dari penderita skabies.

Penularan biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var. animalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada individu yang memelihara binatang peliharaan misalnya anjing.

Ada 4 tanda kardinal pada skabies yaitu:

1. Pruritus nokturna artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena, walaupun mengalami infestasi tungau tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa.


(26)

3. Adanya terowongan pada tempat tempat predileksi yang bewarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok- kelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbulnya infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan daerah dengan stratum korneum yang tipis (daerah sedikit rambut dengan kulit tipis), yaitu: sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, pinggang, jempol kaki. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.

4. Menemukan tungau merupakan hal yang paling dalam menegakkan diagnosis. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut (Adhi Djuanda, dkk, 2011).

Skabies juga harus dibedakan dari gigitan serangga. Gigitan serangga ditandai dengan papula dengan dasar eritematosa dan pruritus yang intens (Corazon, 2003).

2. Pedikulosis Kapitis (Kutu Kepala )

Infeksi kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh Pediculus humanus var capitis. Umumnya menyerang anak-anak dan cepat meluas dalam lingkungan hidup yang padat dengan higiene yang tidak baik. Gejala awal yang sering adalah rasa gatal. Akibat garukan dapat ditemukan erosi, ekskoriasi dan infeksi sekunder (Emmy, dkk, 2005).

3. Pedikulosis Pubis

Merupakan infeksi yang disebabkan oleh Phthirus pubis pada rambut di daerah pubis dan sekitarnya. Penyakit ini mengenai orang dewasa dan digolongkan dalam infeksi menular seksual. Infeksi ini dapat mengenai anak-anak, biasanya pada alis atau bulu mata. Gejala terutama adalah gatal di daerah


(27)

pubis dan sekitarnya. Sering ditemukan black dot yaitu bercak hitam yang berasal dari darah pada celana dalam pasien waktu bangun tidur (Emmy, dkk, 2005).

4. Pedikuosis Korporis

Infeksi kulit ini disebabkan oleh Pediculus humanus var.corporis. Penyakit ini biasanya menyerang orang dewasa terutama individu dengan higiene yang buruk, misalnya pengembala, disebabkan mereka jarang mandi atau jarang menganti dan mencuci pakaian. Oleh karena itu penyakit ini sering disebut penyakit vagabond. Pada penyakit ini kutu tidak melekat pada kulit, tetapi melekat pada serat kapas disela-sela lipatan pakaian dan hanya transien ke kulit untuk menghisap darah. Penyebaranya bersifat kosmopolit, lebih sering pada daerah beriklim dingin karena orang memakai baju yang tebal serta jarang dicuci. Pada pemeriksaan bisa didapatkan papul eritema dengan diameter sekitar 2-4 mm tersebar dibadan tetapi seringnya di aksila dan lipat paha. Penyakit ini sangat gatal dan sering menyebabkan ekskoriasi dan infeksi sekunder bisa terjadi disebabkan oleh Streptococus pyogenes (Emmy, dkk, 2005).

2.2.4 Infeksi Virus 1. Veruka Vulgaris (Kutil)

Dua bentuk kutil pada kulit adalah veruka vulgaris dan veruka plana. Veruka vulgaris (VV) secara klinis berupa papul/plak padat dan permukaannya verukosa. Veruka plana secara klinis berupa papul kecil berukuran 1-3 mm, agak meninggi dari permukaan kulit. VV merupakan manifestasi klinis yang paling sering dari infeksi virus Human papulloma virus (HPV). HPV tipe 1,2,3 dan 4 dapat diisolasi dari kutil kulit. Penularan kutil biasanya melalui kontak langsung dengan orang lain atau diri sendiri (Emmy, dkk, 2005).

2. Varisela

Virus varicella zoster (VZV) menyebabkan dua gambaran klinis yang berbeda: varisela (cacar air) dan herpes zoster (shingles). Cacar air, infeksi menular, biasanya penyakit timbul pada masa kanak-kanak ditandai dengan ruam


(28)

vesikular exanthematous. Dengan reaktivasi VZV laten (yang paling umum setelah dekade keenam dari kehidupan), herpes zoster muncul sebagai sebuah ruam vesikuler pada daerah dermatomal, biasanya berhubungan dengan penyakit kronis (Dennis, dkk, 2005).

Varisela adalah penyakit menular akut yang disebabkan infeksi primer virus varisela zoster (VZV). Penyakit ini terutama mengenai anak-anak dan sangat menular, dapat melalui kontak langsung dengan lesi, tetapi terutama melalui udara (droplet infection). Masa inkubasi pada pasien imunokompeten adalah 10-21 hari, sedangkan pada pasien imunokompromais lebih singkat, yaitu kurang dari 14 hari. Pada anak anak imunokompeten jarang dijumpai gejala prodromal, kadang hanya berupa demam dan malaise ringan, yang timbul bersamaan dengan timbulnya lesi kulit. Pada pubertas dan dewasa biasanya terdapat gejala prodromal berupa demam, kedinginan, malaise, nyeri kepala, anoreksia, nyeri punggung,dan atau nyeri tenggorokan 2-3 hari sebelum lesi kulit timbul. Lesi kulit awalnya timbul di wajah dan kulit kepala, kemudian menyebar cepat ke badan dan sedikit ke ekstremitas sehingga memberi gambaran distribusi sentral. Gatal biasanya timbul selama vesikel masih terbentuk. Lesi awal berupa makula eritematosa yang cepat menjadi papul, vesikel, pustul, dan krusta dalam beberapa hari. Gambaran khas adalah terdapatnya semua stadium lesi secara bersamaan pada satu saat. Pada pasien imunokompromais lesi kulit lebih luas dan dalam, sering terdapat bula, serta nekrotik (Emmy, dkk, 2005).

Herpes zoster dipresentasikan dengan ruam veskular yang menyerang daerah dada yang didahului dengan rasa sakit dan paresthesias, makula eritema dan papul berkembang menjadi vesikel dalam 24 jam lalu vesikel pecah menjadi krusta (Wayne, dkk, 2014).

2.3. Penyakit Kulit Alergi 2.3.1. Dermatitis

Istilah eksim dan dermatitis seringkali dipakai untuk menggambarkan kondisi yang sama. Dermatitis adalah peradangan non inflamasi pada kulit yang bersifat akut, subakut, atau kronis, dan dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya


(29)

faktor iritan, alergen, panas, stres, infeksi, dll. Dermatitis akut menunjukkan eritema, edema, papul, vesikel basah dan krusta. Pada stadium subakut kulit masih kemerahan, tetapi sudah lebih kering dan terdapat perubahan pigmentasi. Stadium kronis menunjukkan likenifikasi, ekskoriasi, skuama, dan fisura. Terdapat berbagai macam dermatitis, namun berikut ini akan dibahas tipe yang paling sering dijumpai. Kelainan ini dapat mempunyai stadium-stadium yang lebih dominan. Gatal seringkali menjadi keluhan utama (Emmy, dkk, 2005).

1. Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak (DK) adalah kelainan kulit yang bersifat polimorfi sebagai akibat terjadinya kontak dengan bahan eksogen.

Jenis dan Patogenesis:

- DK iritan, bahan iritan akan merusak kulit, lapisan lemak permukaan kulit hilang, kandungan air berkurang, sehingga kulit menjadi kering, mudah retak dan terjadi dermatitis.

- DK alergik, terjadi berdasarkan mekanisme hipersensitivitas tipe IV.

Terdapat 3 tipe sesuai dengan perjalanan penyakit, yaitu akut (eritem, edema, papul, vesikel, dan bula), subakut (eritem, edema ringan, dan krusta); dan kronik (hiperpigmentasi, likenifikasi, dan skuamasi). Lokasi dermatitis umumnya terjadi pada daerah yang berkontak dengan bahan penyebab dan berbatas relatif tegas, kecuali untuk bahan yang bersifat gas/uap karena dapat juga mengenai daerah yang tertutup pakaian. Pemeriksaan penunjang adalah dengan uji tempel. Terdapat 2 cara pemeriksaan uji temple yaitu terbuka dan tertutup, dengan prinsip menempelkan alergen yang dicurigai sebagai penyebab pada kulit dalam waktu 24-48 jam, bila positif (sebagai allergen penyebab) akan terjadi dermatitis (Emmy, dkk, 2005).

2. Dermatitis Atopik

Merupakan jenis dermatitis yang diturunkan, biasanya dianggap menjadi dermatitis masa kanak-kanak. Namun, dermatitis atopik dapat terus menetap sampai dewasa, dan orang-orang yang berpikir mereka telah sembuh dari dermatitis tetapi dermatitis dapat kembali ketika mereka lebih tua. Beberapa orang


(30)

tua mungkin memiliki dermatitis atopik sepanjang hidup mereka, akhirnya mereka akan menyadari sendiri pemicu dermatitis. Namun, dermatitis atopik dapat berubah tergantung usia (Hayes, 2008).

Dermatitis atopik (DA) kadang-kadang disebut juga eksim susu, adalah penyakit kulit yang kronis residif. Merupakan dermatitis tersering dijumpai pada anak. Walaupun etiopatogenesis belum semuanya jelas, namun sebagian mekanisme imunopatogenesis DA telah dapat dijelaskan, yaitu hasil interaksi faktor genetik (IgE) yang bereaksi spesifik terhadap alergen lingkungan. Alergen makanan yang sering ditemukan adalah susu sapi, telur, ikan laut, kacang tanah, tomat, jeruk, dan coklat. Bahan alergen hirup, misalnya debu rumah, tungaw, serbuk sari bunga/tanaman (polen), dan bulu binatang. Kolonisasi Staphylococcus aureus sekitar 74% ditemukan pada kulit pasien DA dan berkorelasi dengan derajat beratnya DA.

Menurut fasenya DA dikelompokan menjadi 3 fase sebagaimana dicantumkan pada tabel 2.1 dibawah ini (Emmy, dkk, 2005).

Tempat Predileksi Manifestasi Klinis Bayi Simetris di pipi, kulit kepala,

kadang dibadan

Plakat eritema berbatas difus, pa-pulovesikular, eksudatif, kadang dengan skuama halus.

Anak Siku tangan dan kaki, lipatan tangan siku dan kaki, lipatan leher, pergelangan kaki.

Papulofolikular, skuama, hiperk-eratosis, plakat eritema berbatas difus, kadang disertai likenifikasi Dewasa Simetris di leher, badan, dan

tungkai bawah

Likenifikasi, hiperkeratosis, hipe- rpigmentasi, likenifikasi. Batas dapat tegas.


(31)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Desa Rugemuk di Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang memiliki pantai dan sungai yang mengalir menuju pantai tersebut. Pantai tersebut digunakan oleh masyarakat sekitar untuk mencari nafkah sekaligus sebagai tempat tinggal.

Rata-rata masyarakat pesisir pantai di Desa Rugemuk tersebut memiliki rumah yang terbuat dari kayu dan seringkali rumah tersebut terendam oleh air laut pasang. Air yang menggenangi rumah mereka membuat kondisi sanitasi lingkungan menjadi semakin buruk dikarenakan air yang berasal dari campuran muara sungai dan laut tersebut terasa payau, ditambah lagi air payau tersebut bercampur dengan kotoran baik kotoran hewan maupun manusia. Air payau tersebut tidak hanya menggenangi rumah mereka tetapi juga meresap kedalam sumur. Sumur mereka kebanyakan merupakan sumur galian atau bukan sumur bor, air inilah yang mereka pakai untuk kebutuhan sehari-hari. Sanitasi tersebut diperburuk dengan ketidaktersediaan septitank untuk pembuangan tinja, hal ini mungkin dikarenakan kurangnya kepedulian masyarakat di daerah tersebut tentang kesehatan dan juga rendahnya taraf perekonomian penduduk didaerah tersebut. Akhirnya mereka akan membuang hajat di tempat yang mereka sebut kakus yang terletak dipinggir sungai. Adanya kakus dipinggir sungai membuat sungai terkontaminasi oleh kotoran manusia dan sungai tersebut digunakan masyarakat sekitar untuk kebutuhan sehari-hari, seperti mandi, mencuci pakaian, piring dan lain-lain.

Masyarakat pesisir pantai di Desa Rugemuk kebanyakan berprofesi sebagai nelayan. Profesi yang bisa kita kategorikan dalam perekonomian rendah sehingga membuat mereka cenderung tidak memperhatikan masalah kesehatan, khususnya mengenai penyakit kulit.

Masyarakat pada daerah tersebut rata-rata memiliki taraf pendidikan yang rendah sehingga membuat kurangnya pengetahuan mereka tentang kesehatan hal


(32)

ini dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang lebih mempercayai obat tradisional daripada pengobatan dokter.

Kulit merupakan pelindung tubuh terhadap pengaruh dari luar seperti bahan kimia, radiasi, faktor mekanik, dan invasi lingkungan luar. Oleh karena itu, kulit merupakan bagian tubuh manusia yang cukup sensitif terhadap berbagai penyakit (Harahap, 1990). Air payau bisa menimbulkan iritasi dan bakteri yang berasal dari air tersebut akan menggangu kesehatan kulit pada masyarakat pesisir pantai di Desa Rugemuk, sebagai contoh dermatitis yang dapat disebabkan oleh alergi, iritasi kulit, hipersensitifitas kulit (Ewa, dkk, 2009).

Penyakit kulit mungkin pula disebabkan oleh jamur atau binatang laut. Pekerjaan basah merupakan tempat berkembangnya penyakit jamur, misalnya monoliasis (Ari, dkk, 2005).

Indonesia sebagai negara tropis memiliki beragam penyakit kulit. Penyakit kulit seperti pioderma dan ektoparasit, merupakan penyakit kulit tersering pada negara berkembang khusus daerah tropis. Penyakit kulit banyak yang tidak menyebabkan masalah kesehatan yang singnifikan kecuali kusta, sehingga masyarakat sering mengabaikan, misalnya ketika mereka terkena tinea kapitis mereka akan cenderung mengabaikannya karena penyakitnya bersifat asimptomatik atau tak bergejala, berbeda jika terkena skabies yang membuat rasa gatal dengan intensitas yang hebat (Milena, dkk, 2010 ).

The International Foundation of Dermatology menyediakan informasi tentang community patterns of skin disease pada 9 negara di dunia yaitu Australia (Northwest Territory), Ethiopia, Indonesia, Mali, Meksiko, Mozambik, Senegal, Tanzania, Thailand dan daerah miskin lain dalam lingkungan tropis dari Meksiko sampai Madagaskar yang menyebutkan bahwa masalah kulit utama pada masyarakat yaitu skabies, mikosis superfisial, pioderma, pedikulosis, ekzema atau dermatitis, HIV-related skin disease, kelainan pigmen, akne.

Berdasarkan hasil penelitian, Indonesia memiliki prevalensi sebesar 28 % untuk penyakit kulit, seperti yang diteliti di Negara Timor Leste yang dulunya merupakan bagian dari Indonesia. Mereka meneliti infeksi kulit di Timor Leste dikarenakan infeksi kulit sering menyerang penduduk di negara berkembang yang


(33)

memilki sanitasi yang buruk, kesukaran mengakses air bersih dan banyaknya, penduduk dimana kriteria tersebut terdapat di Timor Leste. Dalam penelitian tersebut mereka hanya melihat 5 kondisi penyakit kulit yaitu: pioderma, infeksi jamur, frambusia, lepra, skabies. Hasilnya dari dari 1535 orang 44% infeksi yang tidak teridentifikasi, 39% kasus disebabkan oleh jamur, 17% skabies, 7% pioderma, 2% lepra dan 0,4% frambusia. Mereka menyimpulkan bahwa penyakit kulit paling banyak di daerah Timor Leste disebabkan oleh jamur dan penderita laki-laki lebih banyak dibanding wanita. Data penelitian tersebut menunjukkan bahwa 10% responden memiliki lebih dari satu penyakit kulit yang tersering yaitu campuran pioderma dengan skabies atau infeksi jamur.

Berdasarkan keadaan lingkungan Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang penyakit kulit yang tersering di Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah penyakit kulit yang tersering pada masyarakat pesisir pantai di Kecamatan Pantai Labu Desa Rugemuk ?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran penyakit kulit pada masyarakat di daerah pesisir pantai di Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu.

1.3.2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui penyakit kulit tersering pada masyarakat di daerah pesisir pantai di Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu.


(34)

1.4. Manfaat

1. Instansi kesehatan dapat menggunakan data dari penelitian ini untuk melakukan penyuluhan kesehatan di Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu.

2. Kegiatan bakti sosial bisa menggunakan data dari penelitian ini untuk melakukan pengobatan masal di Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu.

3 Peneliti akan memberikan informasi kepada penderita tentang penyakit kulitnya .

4. Peneliti dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan khususnya dibidang penyakit kulit.

5. Dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya di Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu


(35)

ABSTRAK

Kulit merupakan pelindung tubuh terhadap pengaruh dari luar seperti bahan kimia, radiasi, faktor mekanik, dan invasi lingkungan luar. Oleh karena itu, kulit merupakan bagian tubuh manusia yang cukup sensitif terhadap berbagai penyakit. Air payau bisa menimbulkan iritasi dan bakteri yang berasal dari air tersebut akan menggangu kesehatan kulit pada masyarakat pesisir pantai di Desa Rugemuk, sebagai contoh dermatitis dapat disebabkan oleh alergi, iritasi kulit, hipersensifitasi kulit. Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur atau binatang laut. Penelitian ini merupakan jenis penelitian survey yang bersifat deskriptif dengan desain cross sectional. Tujuan penelitian untuk mengetahui penyakit kulit tersering pada masyarakat di daerah pesisir pantai di Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu. Tehnik penelitian ini mengunakan Consecutive sampling.

Dari hasil penelitian dapat diketahui penyakit kulit Desa Rugemuk yaitu dermatitis kontak sebanyak 9 orang (9,8%), dermatitis seboroik sebanyak 3 orang (3,3%), dermatitis pomfolik sebanyak 1 orang (1,1%), ektima sebanyak 17 orang (18,5%), folikulitis sebanyak 4 orang (4,3%), furunkel sebanyak 4 orang (4,3%), skar hipertrofi sebanyak 1 orang (1,1%), impetigo krustosa sebanyak 1 orang (1,1%), kandidiasis sebanyak 3 orang (3,3%), keratolisis plantaris sebanyak 1 orang (1,1%), keratosis seboroik sebanyak 1 orang (1,1%), keratosis senilis sebanyak 4 orang (4,3%), kista sebasea sebanyak 1 orang (1,1%), liken simpleks kronis sebanyak 7 orang (7,6%), miliaria kristalina sebanyak 1 orang (1,1%), miliaria rubra sebanyak 1 orang (1,1%), prurigo hebra sebanyak 2 orang (2,2%), prurigo nodularis sebanyak 1 orang (1,1%), tinea kapitis sebanyak 3 orang (3,3%), tinea korporis sebanyak 4 orang (4,3% ), tinea unguium sebanyak 8 orang (8,7%), tinea versikolor sebanyak 7 orang (7,6 %), urtikaria papular sebanyak 3 orang (3,3%), urtikaria pigmentosa sebanyak 3 orang (3,3%), varicella zoster sebanyak 1 orang (1,1%).

Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penyebab penyakit kulit di Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu periode Juli-Agustus 2014 adalah infeksi bakteri sebanyak 30 orang (34%). Diharapkan adanya penyuluhan kesehatan kulit di Desa Rugemuk dapat menurunkan kejadian gangguan kelainan kulit pada masyarakat daerah tersebut.


(36)

ABSTRACT

Skin is the body's protection against outside influences such as chemicals, radiation, mechanical factors, and invasion of the outside environment.Therefore, skin is part of human body that is very sensitive from some disease. Brackish water can make irritation and bacteria that came from the water will interrupt skin health at citizen of coastal in Desa Rugemuk, for example dermatitis that can be effect by allergen, irritation, hipersensitivation of the skin. Skin disease can be caused by fungus or other microorganismThis study is by using descriptive with cross-sectional design. The purpose of the study is to know the most of the skin disease at citizen of coastal area Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu. The technique is consecutive sampling.

The result of this study showed skin diseases at Desa Rugemuk is contac dermatitis 9 persons (9.8%), seborrheic dermatitis 3 persons (3.3%), pompholyx dermatitis 1 person (1.1%), echthyma 17 persons (18.5%), folliculitis 4 persons, (4.3%), furuncles persons 4 (4.3%), pitted keratolysis 1 person (1.1%), seborrheic keratosis 1 person (1.1%), actinic keratosis 4 persons (4.3%), cysty epidermal 1 person (1.1%), hypertrofic scar 1 person (1.1%), impetigo crustosa 1 person (1.1%), candidiasis 3 persons (3.3%), lichen simplex chronicus 7 persons (7.6%), miliaria cyistalline 1 person (1.1%), miliaria rubra 1 person (1.1%), prurigo hebra 2 persons (2.2%), prurigo nodularis 1 persons (1.1%), scabies 1 person (1.1%), tinea capitis 3 persons (3.3%), tinea corporis 4 persons (4.3% ), tinea unguium 8 persons (8.7%), tinea versicolor sebanyak 7 persons (7.6 %), urticaria papular 3 persons (3.3%), urticaria pigmentosa 3 persons (3.3%), varicella zoster 1 person (1.1%).

From the study, we concluded that the most skin’s disease at Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu from July-August 2014 is bacterial infections 30 persons (34%). We hope that the skin health promotion in Desa Rugemuk could be decreased the incidence of this skin disorders.


(37)

Penyakit Kulit yang Tersering pada Masyarakat Pesisir Pantai di

Kecamatan Pantai Labu Desa Rugemuk

Periode Juli – Agustus 2014

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan sarjana kedokteran

Oleh :

Mhd. Khairuna Syahputra

110 100 073

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(38)

PENELITIAN

Penyakit Kulit yang Tersering pada Masyarakat Pesisir Pantai di

Kecamatan Pantai Labu Desa Rugemuk

Periode Juli – Agustus 2014

Oleh :

Mhd. Khairuna Syahputra

110 100 073

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(39)

LEMBAR PENGESAHAN

Penyakit Kulit Tersering Pada Masyarakat Pesisir Pantai Di Kecamatan Pantai Labu Desa Rugemuk

Periode Juli – Agustus 2014

NAMA : Mhd. Khairuna Syahputra

NIM : 110100073

Pembimbing Penguji I

dr. Suryadharma Hamidah, Sp.KK dr. Nurehaliza H. Siregar, Sp.M NIP. 19620203 200001 001 NIP. 19700908 200003 2 001

Penguji II

dr. Sufitni M. Kes, Sp.PA NIP. 19720404 200112 2 001 Medan, 17 Desember 2014

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara

Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH NIP. 19540220 198011 1 001


(40)

ABSTRAK

Kulit merupakan pelindung tubuh terhadap pengaruh dari luar seperti bahan kimia, radiasi, faktor mekanik, dan invasi lingkungan luar. Oleh karena itu, kulit merupakan bagian tubuh manusia yang cukup sensitif terhadap berbagai penyakit. Air payau bisa menimbulkan iritasi dan bakteri yang berasal dari air tersebut akan menggangu kesehatan kulit pada masyarakat pesisir pantai di Desa Rugemuk, sebagai contoh dermatitis dapat disebabkan oleh alergi, iritasi kulit, hipersensifitasi kulit. Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur atau binatang laut. Penelitian ini merupakan jenis penelitian survey yang bersifat deskriptif dengan desain cross sectional. Tujuan penelitian untuk mengetahui penyakit kulit tersering pada masyarakat di daerah pesisir pantai di Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu. Tehnik penelitian ini mengunakan Consecutive sampling.

Dari hasil penelitian dapat diketahui penyakit kulit Desa Rugemuk yaitu dermatitis kontak sebanyak 9 orang (9,8%), dermatitis seboroik sebanyak 3 orang (3,3%), dermatitis pomfolik sebanyak 1 orang (1,1%), ektima sebanyak 17 orang (18,5%), folikulitis sebanyak 4 orang (4,3%), furunkel sebanyak 4 orang (4,3%), skar hipertrofi sebanyak 1 orang (1,1%), impetigo krustosa sebanyak 1 orang (1,1%), kandidiasis sebanyak 3 orang (3,3%), keratolisis plantaris sebanyak 1 orang (1,1%), keratosis seboroik sebanyak 1 orang (1,1%), keratosis senilis sebanyak 4 orang (4,3%), kista sebasea sebanyak 1 orang (1,1%), liken simpleks kronis sebanyak 7 orang (7,6%), miliaria kristalina sebanyak 1 orang (1,1%), miliaria rubra sebanyak 1 orang (1,1%), prurigo hebra sebanyak 2 orang (2,2%), prurigo nodularis sebanyak 1 orang (1,1%), tinea kapitis sebanyak 3 orang (3,3%), tinea korporis sebanyak 4 orang (4,3% ), tinea unguium sebanyak 8 orang (8,7%), tinea versikolor sebanyak 7 orang (7,6 %), urtikaria papular sebanyak 3 orang (3,3%), urtikaria pigmentosa sebanyak 3 orang (3,3%), varicella zoster sebanyak 1 orang (1,1%).

Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penyebab penyakit kulit di Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu periode Juli-Agustus 2014 adalah infeksi bakteri sebanyak 30 orang (34%). Diharapkan adanya penyuluhan kesehatan kulit di Desa Rugemuk dapat menurunkan kejadian gangguan kelainan kulit pada masyarakat daerah tersebut.


(41)

ABSTRACT

Skin is the body's protection against outside influences such as chemicals, radiation, mechanical factors, and invasion of the outside environment.Therefore, skin is part of human body that is very sensitive from some disease. Brackish water can make irritation and bacteria that came from the water will interrupt skin health at citizen of coastal in Desa Rugemuk, for example dermatitis that can be effect by allergen, irritation, hipersensitivation of the skin. Skin disease can be caused by fungus or other microorganismThis study is by using descriptive with cross-sectional design. The purpose of the study is to know the most of the skin disease at citizen of coastal area Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu. The technique is consecutive sampling.

The result of this study showed skin diseases at Desa Rugemuk is contac dermatitis 9 persons (9.8%), seborrheic dermatitis 3 persons (3.3%), pompholyx dermatitis 1 person (1.1%), echthyma 17 persons (18.5%), folliculitis 4 persons, (4.3%), furuncles persons 4 (4.3%), pitted keratolysis 1 person (1.1%), seborrheic keratosis 1 person (1.1%), actinic keratosis 4 persons (4.3%), cysty epidermal 1 person (1.1%), hypertrofic scar 1 person (1.1%), impetigo crustosa 1 person (1.1%), candidiasis 3 persons (3.3%), lichen simplex chronicus 7 persons (7.6%), miliaria cyistalline 1 person (1.1%), miliaria rubra 1 person (1.1%), prurigo hebra 2 persons (2.2%), prurigo nodularis 1 persons (1.1%), scabies 1 person (1.1%), tinea capitis 3 persons (3.3%), tinea corporis 4 persons (4.3% ), tinea unguium 8 persons (8.7%), tinea versicolor sebanyak 7 persons (7.6 %), urticaria papular 3 persons (3.3%), urticaria pigmentosa 3 persons (3.3%), varicella zoster 1 person (1.1%).

From the study, we concluded that the most skin’s disease at Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu from July-August 2014 is bacterial infections 30 persons (34%). We hope that the skin health promotion in Desa Rugemuk could be decreased the incidence of this skin disorders.


(42)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya karena berkat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini berjudul “Penyakit Kulit yang Tersering Pada Masyarakat Pesisir Pantai di Kecamatan Pantai Labu Desa Rugemuk“.

Sebelumnya penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada dr.Suryadharma Hamidah, Sp.KK, selaku dosen pembimbing penulis dalam membuat penelitian untuk Karya Tulis Ilmiah ini.

Penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai data awal bagi penyuluhan-penyuluhan kesehatan kulit di berbagai daerah yang memiliki lingkungan yang sama dengan tempat penelitian. Hal ini dikarenakan masih sedikitnya penelitian untuk mengetahui penyakit kulit yang tersering diderita masyarakat pesisir pantai. Penulis berharap penelitian ini bisa membantu dalam pengobatan massal untuk penyakit kulit.

Medan, Mei 2014

Mhd. Khairuna Syahputra 110100073


(43)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN .……….... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI………... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR SINGKATAN... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………... 5

2.1. Anatomi Kulit ... 5

2.2. Penyakit Kulit Infeksi ... 7

2.2.1. Jamur... ... 7

2.2.2. Bakteri ... 11

2.2.3. Parasit ... 13

2.2.4. Virus ... 15

2.3. Penyakit Kulit Alergi……… 16

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL…….. 19

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 19

3.2. Defenisi Operasional... 19

BAB 4 METODE PENELITIAN……… 20

4.1. Jenis Penelitian ... 20

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 20

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 21


(44)

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

5.1. Hasil Penelitian ... 23

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………. 23

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden………. 23

5.1.3. Deskripsi Analisis Penelitian………. 25

5.2 Pembahasan ... 26

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

6.1 Kesimpulan ... 29

6.2 Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA... 30 LAMPIRAN


(45)

DAFTAR TABEL

NOMOR KETERANGAN HALAMAN Tabel 2.1 3 Fase Dermatitis Atopik 18 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Masyarakat Desa 23

Rugemuk Menurut Umur

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Masyarakat Desa 24 Rugemuk Menurut Tingkat Pendidikan

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Masyarakat 24 Desa Rugemuk Menurut Pekerjaan.

Tabel 5. 4 Distribusi Frekuensi Penyakit Kulit 25 Masyarakat Desa Rugemuk

Tabel 5.5. Penyakit kulit infeksi, Penyakit kulit alergi, 26 Penyakit tumor kulit


(46)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Lembar Anamnesis


(47)

DAFTAR SINGKATAN AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome DA : Dermatitis Atopik

DK : Dermatitis Kontak

HIV : Human Immunodefeciency Virus HPV : Human Papiloma Virus

KOH : Kalium Hidroksida

PHS : Penyakit Hubungan Seksual SPP : Species

VV : Veruka Vulgaris VZV : Virus Varicella Zoster


(1)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya karena berkat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini berjudul “Penyakit Kulit yang Tersering Pada Masyarakat Pesisir Pantai di Kecamatan Pantai Labu Desa Rugemuk“.

Sebelumnya penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada dr.Suryadharma Hamidah, Sp.KK, selaku dosen pembimbing penulis dalam membuat penelitian untuk Karya Tulis Ilmiah ini.

Penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai data awal bagi penyuluhan-penyuluhan kesehatan kulit di berbagai daerah yang memiliki lingkungan yang sama dengan tempat penelitian. Hal ini dikarenakan masih sedikitnya penelitian untuk mengetahui penyakit kulit yang tersering diderita masyarakat pesisir pantai. Penulis berharap penelitian ini bisa membantu dalam pengobatan massal untuk penyakit kulit.

Medan, Mei 2014

Mhd. Khairuna Syahputra 110100073


(2)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN .……….... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI………... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR SINGKATAN... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………... 5

2.1. Anatomi Kulit ... 5

2.2. Penyakit Kulit Infeksi ... 7

2.2.1. Jamur... ... 7

2.2.2. Bakteri ... 11

2.2.3. Parasit ... 13

2.2.4. Virus ... 15

2.3. Penyakit Kulit Alergi……… 16

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL…….. 19

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 19

3.2. Defenisi Operasional... 19

BAB 4 METODE PENELITIAN……… 20

4.1. Jenis Penelitian ... 20

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 20

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 21


(3)

viii

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

5.1. Hasil Penelitian ... 23

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………. 23

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden………. 23

5.1.3. Deskripsi Analisis Penelitian………. 25

5.2 Pembahasan ... 26

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

6.1 Kesimpulan ... 29

6.2 Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA... 30 LAMPIRAN


(4)

ix

DAFTAR TABEL

NOMOR KETERANGAN HALAMAN Tabel 2.1 3 Fase Dermatitis Atopik 18

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Masyarakat Desa 23

Rugemuk Menurut Umur

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Masyarakat Desa 24

Rugemuk Menurut Tingkat Pendidikan

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Masyarakat 24

Desa Rugemuk Menurut Pekerjaan.

Tabel 5. 4 Distribusi Frekuensi Penyakit Kulit 25

Masyarakat Desa Rugemuk

Tabel 5.5. Penyakit kulit infeksi, Penyakit kulit alergi, 26 Penyakit tumor kulit


(5)

x

DAFTAR LAMPIRAN


(6)

xi

DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome

DA : Dermatitis Atopik

DK : Dermatitis Kontak

HIV : Human Immunodefeciency Virus HPV : Human Papiloma Virus

KOH : Kalium Hidroksida

PHS : Penyakit Hubungan Seksual SPP : Species

VV : Veruka Vulgaris