Peranan Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Dan Pantai

(1)

PERANAN KELOMPOK MASYARAKAT PENGAWAS (POKMASWAS) DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PESISIR DAN PANTAI DI KECAMATAN PANTAI LABU

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Oleh :

DEVI NURINDAH SARI

NIM. 110903104

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis sangat bersyukur untuk setiap kebaikan dalam hidup penulis yang kembali Allah nyatakan lewat pengerjaan skripsi yang berjudul “Peranan Kelompok Masyarakat Pengawas Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Dan Pantai.” Untuk itu, skripsi ini pun penulis persembahkan untuk kebesaran Allah SWT yang menjadi sumber kekuatan dan perisai kita semua.

Selama proses pengerjaan skripsi ini, penulis menyadari sangat banyak pihak yang telah membantu penulis. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga teristimewa kepada orang tua penulis Kasimin dan Sugiharti. Terima kasih untuk didikan bapak dan mamak, untuk kasih sayang dan doa – doanya. Terima kasih untuk nasihat dan dukungan dari bapak dan mamak yang tak pernah putus-putusnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada saudara – saudara penulis: Dedi Handoko Dan Yudha Setia Dharma. Terima kasih untuk dukungan dan perhatian kalian. Semoga tetap menjadi anak yang taat kepada Allah dan berbakti kepada bapak mamak dan kelak kita bisa menjadi kebanggaan bagi keluarga, bangsa dan negara.

Pada kesempatan ini, tak lupa penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih yang teramat dalam bagi pihak – pihak lainnya yang telah turut serta berpartisipasi membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, yakni :


(3)

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Rasudin Ginting, M.Si, selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakulatas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP, selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakulatas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu Dra. Asima Yanti Siahaan, MA., PhD, selaku dosen pembimbing yang

telah bersedia membimbing penulis, memberikan waktu, tenaga, sumbangan pemikiran, dan mengarahkan penulis dari awal hingga selesainya skripsi ini. Biarlah Tuhan yang membalas kebaikan Ibu kepada kami mahasiswa/i bimbingan Ibu.

5. Bapak Dadang Darmawan, S.Sos., M.Si, selaku dosen penguji dari penulis dari proposal penelitian sampai meja hijau. Terima kasih untuk masukan dari bapak yang membantu pengembangan isi skripsi ini.

6. Bapak/Ibu Staf Pengajar serta Pegawai FISIP USU yang telah berjasa mendidik penulis selama masa perkuliahan, khususnya untuk Kak Mega dan Kak Dian yang telah membantu segala urusan dan prosedur administrasi perkuliahan.

7. Bapak-Bapak di Pantai Labu yang telah membantu penulis selama penelitian di lapangan, terkhusus untuk Pak muhsan, pak abdul, pak nawir, pak suip, . Terima kasih untuk waktu, tenaga, dan tempat yang bapak-bapak telah berikan.


(4)

8. Terimah kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Azwir, S.Sos selaku mantan Camat Pantai Labu yang telah membantu banyak penulis dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini. Semoga kebaikan bapak akan dibalas oleh Allah SWT dengan kebaikan yang berkali lipatnya.

9. Buat sahabat – sahabat terbaikku dan wanita-wanita terbaikku yang sudah kuanggap keluarga: Putri Triana Lailatul Barqah (a.s Lela), Christianti Sirait (a.s Atik), Dea Julia Ningsih Siregar (a.s Nining) semoga kebersamaan ini tidak berlalu begitu saja namun sampai kita tua nanti, kalian akan tetap menjadi sahabat – sahabat terbaikku. Terima kasih untuk setiap suka dan duka yang kita hadapi bersama – sama. Terima kasih sudah di temenin penelitian ke pantai labu satu harian. Kelak aku pasti akan sangat merindukan saat – saat bersama kalian sahabat – sahabatku yang terkasih. I love you guys.

10.Buat teman – teman kampus yang telah memberikan banyak masukan, dukungan, dan motivasi : Kristina, Febi, Faris, Reza, Lia, Siska, Obed, Saiful, Grace, Candra, Dan Giovani. Akan selalu ku rindukan saat-saat bersama kita, saat-saat susah kita, saat-saat pertemuan pertama kita, dan saat-saat hidup dua minggu bersama kita.

11.Buat teman – teman Administrasi Negara 2011, abang/kakak senior dan adik – adik junior di Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP USU. Terima kasih ketika kita boleh saling berbagi ilmu dan pengetahuan di jurusan ini. Tetap semangat para administrator muda!


(5)

12.Untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih untuk doa – doa dan kebaikan kalian bahkan untuk inspirasi yang telah kalian berikan sehingga penulis tetap semangat dalam pengerjaan skripsi ini.

Penulis juga menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, besar harapan penulis ada kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk perbaikan skripsi ini kedepannya.Akhir kata, semoga penelitian ini bermanfaat.

Medan, Juni 2015 Penulis,

Devi Nurindah Sari 110903104


(6)

ABSTRAK

Peranan Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Terhadap Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Dan Pantai Di Kecamatan Pantai Labu

Nama : Devi Nurindah Sari

NIM : 110903104

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dosen Pembimbing : Prof.Dr. Marlon Sihombing, MA

Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang memiliki peranan dalam pembangunan ekonomi nasional. Kondisi seperti ini menggambarkan bahwa potensi sumberdaya kelautan dan perikanan di Indonesia sebenarnya melimpah tetapi hingga kini belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal dan belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan bangsa secara keseluruhan. Beberapa sumberdaya alam di wilayah pesisir dan lautan dimanfaatkan secara berlebihan. Sumberdaya perikanan laut baru dimanfaatkan sekitar 63,49% dari total potensi lestarinya, namun di beberapa kawasan perairan beberapa stok sumberdaya ikan telah mengalami kondisi tangkap lebih. Sehingga perlu adanya pengawasan dalam penangkapan ikan, dalam hal ini terbentuknya POKMASWAS di Indonesia.

Penelitian ini mencoba untuk menganalisis peranan kelompok masyarakat pengawas dalam memberdayakan masyarakat pesisir dan pantai. Dimana akan dilihat seberapa jauh peranan kelompok masyarakat pengawas dalam mengawasi dan membina masyarakat pesisir dan pantai dalam penangkapan ikan dan pelestarian lingkungan biota laut di Kecamatan Pantai Labu.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peranan kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) cukup besar di masyarakat pesisir dan pantai, dan mereka juga sudah memeberikan kontribusi yang cukup baik pada nelayan. Akan tetapi, kaena kurangnya dana maka pelaksanaan tugas dan kewajiban dari POKMASWAS terganggu. Dan perlu adanya sosialisai kembali ke masyarakat tentang tugasdan fungsi POKMASWAS.

Kata Kunci: partisipasi masyarakat, penangkapan ikan secara ilegal, Pelayanan Publik, POKMASWAS Pantai Labu.


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAKSI ...ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Fokus Masalah ... 6

1.3 Rumusan Masalah ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Kebijakan Publik ... 9

2.1.1 Tahapan Kebijakan Publik ... 11

2.2 Implementasi Kebijakan... 12

2.3 Partisipasi Masyarakat ... 14

2.4 Pemberdayaan Masyarakat ... 20

2.4.1 Pengertian Pemberdayaan Masyarakat ... 20

2.4.2 Tahapan Pemberdayaan Masyarakat ... 22

2.5 Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) ... 24


(8)

2.5.2 Pemberdayaan Dan Peningkatan Kemampuan POKMASWAS ... 25

2.5.3 Jaringan dan Mekanisme Operasional ... 25

2.6 Definisi Konsep ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

3.1 Bentuk Penelitian ... 29

3.2 Lokasi Penelitian ... 30

3.3 Informan Penelitian ... 31

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 32

3.5 Teknik Analisis Data ... 33

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 35

4.1 Kabupaten Deli Serdang ... 35

4.1.1 Geografi Dan Topografi ... 36

4.1.2 Iklim ... 38

4.1.3 Penduduk dan tenaga kerja... 39

4.1.4 Visi, Misi, Dan Prioritas Pembangunan Daerah Kabupaten Deli Serdang ... 40

4.2Dinas Prikanan Dan Kelauta...41

4.2.1 Sejarah Singkat...41

4.2.2 Visi Dan Misi Dinas Perikanan dan Kelautan...42

4.2.3 Struktur Organisasi Dinas Petikanan dan Kelautan...44

4.2.4 Deskripsi jabatan...45

4.3Kecamatan Pantai Labu...52

4.3.2 Sejarah Singkat...52


(9)

4.3.4 Kondisi

demografis...54

4.3.5 Visi Dan Misi Kecamatan Pantai Labu...64

4.3.6 Struktur Organisasi Kecamatan Pantai Labu...66

4.3.7 Kelompok Masyarakat Pengawas Pantai Labu...67

4.3.8 Susunan Kepengurusan Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) Kecamatan Pantai Labu...67

4.3.9 Petugas Kapal-Kapal Kelompok Masyarakat Pengawas Pantai Labu ...68

BAB V ANALISIS DATA...69

5.1 POKMASWAS dan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Dan Pantai...69

5.1.1 Sejarah Singkat Terbentuknya POKMASWAS Pantai Labu...69

5.1.2 Pemberdayaan Nelayan Pantai Labu...75

5.2 Pelaksanaan POKMASWAS Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Dan Pantai...79

5.3 Hambatan Dalam Kinerja Pokmaswas...89

BAB VI PENUTUP...94

6.1 Kesimpulan ...94

6.2 Saran...95

DAFTAR PUSTAKA...96 LAMPIRAN


(10)

ABSTRAK

Peranan Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Terhadap Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Dan Pantai Di Kecamatan Pantai Labu

Nama : Devi Nurindah Sari

NIM : 110903104

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dosen Pembimbing : Prof.Dr. Marlon Sihombing, MA

Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang memiliki peranan dalam pembangunan ekonomi nasional. Kondisi seperti ini menggambarkan bahwa potensi sumberdaya kelautan dan perikanan di Indonesia sebenarnya melimpah tetapi hingga kini belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal dan belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan bangsa secara keseluruhan. Beberapa sumberdaya alam di wilayah pesisir dan lautan dimanfaatkan secara berlebihan. Sumberdaya perikanan laut baru dimanfaatkan sekitar 63,49% dari total potensi lestarinya, namun di beberapa kawasan perairan beberapa stok sumberdaya ikan telah mengalami kondisi tangkap lebih. Sehingga perlu adanya pengawasan dalam penangkapan ikan, dalam hal ini terbentuknya POKMASWAS di Indonesia.

Penelitian ini mencoba untuk menganalisis peranan kelompok masyarakat pengawas dalam memberdayakan masyarakat pesisir dan pantai. Dimana akan dilihat seberapa jauh peranan kelompok masyarakat pengawas dalam mengawasi dan membina masyarakat pesisir dan pantai dalam penangkapan ikan dan pelestarian lingkungan biota laut di Kecamatan Pantai Labu.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peranan kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) cukup besar di masyarakat pesisir dan pantai, dan mereka juga sudah memeberikan kontribusi yang cukup baik pada nelayan. Akan tetapi, kaena kurangnya dana maka pelaksanaan tugas dan kewajiban dari POKMASWAS terganggu. Dan perlu adanya sosialisai kembali ke masyarakat tentang tugasdan fungsi POKMASWAS.

Kata Kunci: partisipasi masyarakat, penangkapan ikan secara ilegal, Pelayanan Publik, POKMASWAS Pantai Labu.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar di dunia. luas wilayah lautnya mencapai 5,8 juta , sedangkan panjang garis pantainya 81.000 km merupakan ke dua terpanjang di dunia setelah kanada. Jumlah pulau, baik besar dan kecil sebanyak 17.504 buah. Secara geografi letak kepulauan Indonesia sangat strategis yang diapit oleh dua samudera besar (samudra Hindia dan samudra pasifik) berada di daerah khatulistiwa telah menjadikan Indonesia sebagai Negara yang sangat kaya sumberdaya alam dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa sehingga dimasukan kedalam kelompok Negara mega-biodiversity yang merupakan dasar dari industri bioteknologi, yakni untuk industry farmasi, komestika, dan bioenergi (Basri, 2007:5).

Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang memiliki peranan dalam pembangunan ekonomi nasional, khususnya dalam penyediaan bahan pangan protein, perolehan devisa, dan penyediaan lapangan kerja. Bila sektor perikanan dikelola secara serius, maka akan memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pembangunan ekonomi nasional serta dapat mengentaskan kemiskinan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat nelayan dan petani ikan. (Mulyadi, 2005:150)


(12)

Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan di Indonesia yang sebenarnya menjanjikan kesejahteraan bagi rakyat ini pada kenyataannya kontradiktif dengan kondisi nelayan Indonesia yang belum beranjak dari perangkap kemiskinan (sumber : www.jurnalmaritim.com, diakses pada tanggal 25 Juni 2015). Kondisi seperti ini menggambarkan bahwa potensi sumberdaya kelautan dan perikanan di Indonesia sebenarnya melimpah tetapi hingga kini belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal dan belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan bangsa secara keseluruhan. Untuk itu perlu dilakukan upaya pengembangan pengelolaan kemitraan antara pemerintah dan nelayan lokal, yaitu masyarakat pesisir pantai sebagai ujung tombak industri kelautan dan perikanan.

Dengan potensi sumberdaya kelautan yang demikian besar, kesejahteraan nelayan justru sangat minim dan identik dengan kemiskinan. Sebagian besar 70 persen (sumber: Net.tv tanggal 4 april 2015) penduduk miskin di Indonesia berada di daerah pesisir dan pedesaan. Dari survey di lapangan ditunjukkan bahwa upah rata-rata yang diterima seorang buruh nelayan hanya sebesar Rp.2.000.000 ,- per bulannya (interview dengan Bapak Thamsari pada tanggal 3 Mei 2015) . Jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan upah nominal seorang buruh bangunan biasa sampai Rp. 3.000.000,- per bulan (interview dengan Bapak Junaidi pada tanggal 3 Mei 2015). Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat ada keterkaitan erat antara kemiskinan dan pengelolaan wilayah pesisir.

Produksi perikanan di Sumatera Utara tahun 2012 meningkat 13% dibandingkan tahun 2011 atau mencapai 707.381 ton dibandingkan tahun sebelumnya


(13)

sebesar 628.431 ton (sumber : Analisis dan data pokok Kelautan dan perikanan provinsi 2012). Begitu juga dengan kabupaten Deli Serdang, dimana berdasarkan BPS Deli Serdang tahun 2012 menunjukan bahwa tingkat produksi perikanan dan penangkapan juga meningkat mencapai 20721,48 ton dibandingkan dengan tahun 2011 mencapai 20561,42 ton. Namun hal ini bertolak belakang dengan data yang di dapatkan peneliti di lapangan, bahwa sekitar 70% masyarakat Kecamatan Pantai Labu berprofesi sebagai nelayan akan tetapi sekitar 60% nya masih dibawah garis sejahtera (interview dengan Bapak Camat Pantai Labu pada tanggal 10 Juni 2015). Hal ini sangat terbanding terbalik dengan tingkat produksi Sumatera Utara dan Kabupaten Deli Serdang yang mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2011, jumlah nelayan miskin di Indonesia sekarang mencapai 7,87 juta orang atau 25,14 persen dari total penduduk miskin nasional yang mencapai 31,02 juta orang. Potret nelayan tradisional Indonesia, sebagian besar masih menggunakan teknologi kapal kecil dan sederhana, aktivitasnya di pantai-pantai laut dangkal, bermodal kecil, pengolahan pasca tangkap yang sederhana, serta manajemen pengolahan yang tradisional. Akibatnya, rata rata produktivitas dan pendapatan nelayan tradisional relatif rendah, di samping penangkapan di laut dangkal sudah berlebihan (sumber: www.jawapos.com diakses pada 5 April 2015).

Beberapa sumberdaya alam di wilayah pesisir dan lautan dimanfaatkan secara berlebihan. Sumberdaya perikanan laut baru dimanfaatkan sekitar 63,49% dari total potensi lestarinya, namun di beberapa kawasan perairan beberapa stok sumberdaya


(14)

ikan telah mengalami kondisi tangkap lebih (sumber : jurnal potensi, produksi sumberdaya ikan di perairan laut Indonesia dan permasalahannya, 2014 : 8) . Selain itu, penangkapan ikan secara ilegal juga banyak terjadi di perairan Indonesia khususnya Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang. Penangkapan ikan secara illegal ini sangat merugikan nelayan tradisional, gimana tidak merugikan jika para oknum penangkapan ikan secara ilegal selalu menggunakan pukat-pukat atau jaring-jaring yang dapat merusak lingkungan laut. Biasanya para penangkapan ikan secara ilegal ini akan mengambil ikan di daerah laut yang tidak terjangkau oleh nelayan tradisional. Sehingga membuat pendapatan nelayan tradisional menjadi berkurang karena ikan yang berada pada kawasan mereka sudah semakin sedikit akibat kelakukan para oknum penangkapan ikan secara ilegal.

Dengan demikian, pengawasan di bidang perikanan mutlak diperlukan agar sumber daya perikanan yang kita miliki tidak terus dijarah oleh anasir asing dan dapat terjaga kelestariannya. Hal ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 58 Tahun 2001 tentang tata cara pelaksanaan sistem pengawasan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan, memberikan rambu-rambu teknis dalam pembentukan POKMASWAS sebagai bagian dari system pengawasan. Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2011 tentang perlindungan nelayan.

Kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) yang merupakan sebuah usaha konkrit kementrian kelautan dan perikanan melalui direktorat jeneral


(15)

pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan yang menyadari bahwa dengan wilayah maritim yang sedemikian luas dan pulau-pulau yang sedemikian banyak, diperlukan peran serta masyarakat untuk melindungi perairan nusantara sebagai aset bangsa. Kelompok masyarakat pengawas ini tidak hanya mengawasi penangkapan ikan, akan tetapi juga ikut dalam pelestarian lingkungan. Sejak dilembagakan sebagai bagian dari system pengawasan sampai saat ini terdapat 2.195 POKMASWAS di seluruh wilayah Indonesia. Dimana kementrian kelautan dan perikanan (KKP) akan terus meningkatkan peran POKMASWAS di beberapa wilayah yang terjadinya penangkapan ikan secara illegal dan kegiatan yang merusak lingkungan (sumber : www.djpsdkp.kkp.go.id, diakses pda tanggal 27 Juni 2015)

Peneliti juga sempat berbincang-bincang oleh Bapak Thamsari (interview tanggal 18 Maret 2015) yang sekarang menjabat sebagai koordinator lapangan nelayan di Kabupaten Deli Serdang. Beliau mengatakan bahwa “POKMASWAS dibentuk karena adanya permasalahan di darat dan di laut tentang pengelolaan dan penangkapan ikan. Kelompok POKMASWAS ini sebenarnya sudah dibentuk dari 10 tahun yang lalu dan baru terlaksana sekitar 6-7 tahun di Kecamatan Pantai Labu. Kegiatan yang dilakukan di laut hanya sebatas memantau dan melaporkan hasil temuan yang salah guna, misalnya penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti: katrol dan pukat gandeng. Untuk kegiatan di daratnya POKMASWAS mengawasi pabrik-pabrik yang membuang limbah sembarangan yang mengakibatkan polusi di air dan dapat menyebabkan ikan-ikan mati, selain itu POMASWAS juga ikut dalam pelestarian tumbuhan bakau”.


(16)

Dari latar belakang di atas, penulis tertarik meneliti bagaimana kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) menjalani tugas dan kewajibannya dalam mengawasi penangkapan ikan dan ikut dalam pelestarian lingkungan di wilayah pesisir dan pantai dalam rangka pemberdayaan masyarakat pesisir dan pantai.

1.2 Fokus Masalah

Berangkat dari kasus di atas, untuk menjamin kelancaran penelitian dan mendapatkan hasil penelitian yang mendalam, maka penelitian ini dibatasi pada peranan kelompok masyarakat pengawas dalam memberdayakan masyarakat pesisir dan pantai. Kasus yang diangkat oleh peneliti adalah peranan kelompok masyarakat pengawas dalam mengawasi dan membina masyarakat pesisir dan pantai dalam penangkapan ikan dan pelestarian lingkungan biota laut di Kecamatan Pantai Labu.

1.3Rumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang dan fokus masalah, maka penelitian ini menjadi menarik dan tergolong baru. Secara logika, dapat dirumuskan pertanyaan permasalahan penelitan sebagai berikut :

1. Bagaimana peranan kelompok masyarakat pengawas dalam pemberdayaan masyarakat pesisir dan pantai di Kecamatan Pantai Labu?

2. Bagaimana terbentuknya kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS)? 3. Bagaimana pemeberdayaan masayarakat pesisir dan pantai di Kecamatan


(17)

4. Apa hubungan pokmaswas dengan pemberdayaan masyarakat pesisir dan pantai di Kecamatan Pantai Labu?

5. Sejauh mana keikutsertaan kelompok masyarakat pengawas dalam pemberdayaan masyarakat pesisir dan pantai?

1.4Tujuan

Setiap penelitian dalam bidang dan format apapun tentu memiliki capaian yang hendak dihasilkan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan diawal. Demikian pula penelitian ini, adapun yang menjadi tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya yaitu:

1. Untuk mengetahui peranan kelompok masyarakat pengawas dalam pemberdayaan masyarakat pesisir dan pantai di Kecamatan Pantai Labu. 2. Untuk mengetahui terbentuknya kelompok masyarakat pengawas

(POKMASWAS).

3. Untuk mengetahui pemeberdayaan masayarakat pesisir dan pantai di Kecamatan Pantai Labu.

4. Untuk mengetahui hubungan antara POKMASWAS dengan pemberdayaan masyarakat pesisir dan pantai di Kecamatan Pantai Labu.

5. Untuk melihat seberapa jauh keterlibatan atau keikutsertaan pokmaswas dalam memberdayakan masyarakat pesisir dan pantai.


(18)

1.5Manfaat

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan member manfaat :

1. Secara subyektif. Sebagai suatu sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis dan metodologis penulis dalam menyusun berbagai kajian literature untuk menjadikan suatu wacana baru dalam memperkaya khazanah kepustakaan pendidikan.

2. Secara praktis. Sebagai Dalam hal ini memberikan data dan informasi yang berguna bagi semua kalangan terutama bagi mereka yang secara serius mengamati implementasi program pemberdayaan masyarakat pesisir dan pantai.

3. Secara akademis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak bagi kepustakaan departemen Ilmu Administrasi Negara dan bagi kalangan penulis lainnya yang tertarik untuk mengeksplorasi kembali kajian tentang pelaksanaan kebijakan pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat masyarakat pesisir dan pantai.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kajian pustaka digunakan oleh penulis sebagai landasan dan kerangka berfikir yang berguna sebagai pendukung pemecahan masalah atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian itu disoroti.

2.1 Kebiajakan Publik

Secara etimologis, istilah kebijakan atau policy berasal dari bahasa yunani “polis” yang berarti Negara. Istilah kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjukkan perilaku seorang actor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah actor dalam suatu bidang kegiatan tertentu (William, 2000:22-25). Pengertian kebijakan seperti ini dapat kita digunakan dan relative memadai untuk pembicaraan-pembicaraan yang lebih bersifat ilmiah dan sistematis menyangkut analisis kebijakan publik. Sedangkan kata public sendiri sebagin orang mengartikan sebagai Negara.

Namun demikian, kebijakan public merupakan konsep tersendiri yang mempunyai arti dan definisi khusus secara akademik. Defenisi kebijakan public menurut para ahli sangat beragam. Menurut Easton ( 1969) dalam Hessel N. Tangkilisan (2003: 2) kebijakan public adalah pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaanya mengikat sehingga cukup pemerintah


(20)

yang dapat melakukan sesuatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.

Sedangkan menurut Chandler dan Plano dalam Tangkilisan (2003: 1), kebijakan public adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah public atau pemerintah. Kebijakan public merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Pengertian kebijakan publik menurut Chandler dan Plano dapat diklasifikasikan kebijakan sebagai intervensi pemerintah. Dalam hal ini pemerintah mendayagunakan berbagai instrumen yang dimiliki untuk mengatasi persoalan publik.

Dengan demikian, kebijakan publik adalah suatu perumusan nilai-nilai kekuasaan secara strategis yang hanya dilakukan pemerintah untuk kepentingan masyarakat. Dari penjelasan diatas jika dikaitkan dengan peranan kelompok masyarakat pengawas dalam pemberdayaan masyarakat pesisir dan pantai maka, hanya pemerintahlah yang dapat mengintervensi kelopmpok masayarakat pengawas ini dengan membuat kebijakan yang mengatur system pengawasan yanga akan dilakukan oleh POKMASWAS it sendiri, dan kelompok masyarakat pengawas ini nantinya diperuntukan untuk pemberdayaan masyarakat pesisir dan pantai.


(21)

2.1.1 Tahapan Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakn publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu beberapa ahli politik menaruh minat untuk mengkaji kebijakan public membagi proses-proses penyusunan kebijakan public ke dalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan dalam mengkaji kebijakan publik. Berikut tahapan kebijakan publik (Winarno, 2002: 28).

Tahapan pertama, penyusunan agenda. Para pejabat yang dipilih dan diangkat menenpatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama.

Tahapan kedua, formulasi kebijakan. Pada tahap ini masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefenisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan, dalam tahapan perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.

Tahapan ketiga, adopsi kebijakan. Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumusan kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, consensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

Tahapan keempat, implementasi kebijakan. Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecah masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.


(22)

Tahapan terakhir, evaluasi kebijakan. Pada tahap ini kebjakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan public telah meraih dampak yang diinginkan.

2.2 Implementasi Kebijakan

Penggunaan istilah implementasi pertama sekali digunakan oleh Harold Lawswell (Purwanto, 2012: 17). Sebagai ilmuan yang pertama sekali mengembangkan studi tentang kebijakan publik, laswell menggagas suatu pendekatan yang ia sebut sebagai pendekatan proses (policy process approach). Menurutnya, agar ilmuan memperoleh pemahaman yang baik tentang apa sesungguhnya kebijakan publik, maka kebijakan publik harus diurai menjadi beberapa bagian sebagai tahapan-tahapan, yaitu agenda-setting, formulasi, legitimasi, implementasi, evaluasi, reformulasi dan terminasi. Dari siklus tersebut terlihat secara jelas bahwa implementasi hanyalah bagian atau salah satu tahap dari proses besar bagaimana suatu kebijakan publik dirumuskan.

Pengkajian mengenai implementasi kebijakan adalah krusial bagi pengkajian administrasi publik dan kebijakan public. Implementasi kebijakan adalah tahap pembuatan keputusan diantara pembentukan sebuah kebiajakan seperti halnya pasal-pasal sebuah undang-undang legislatif, pengeluaran sebuah peraturan eksekutif, pelolosan keputusan pengadilan, atau keluarnya standar peraturan dan konsekuensi dari kebijakan bagi masyarakat yang memepengaruhi beberapa aspek kehidupan. Jika


(23)

kebijakan diambil secara tepat, maka kemungkinan kegagalan pun masih bisa terjadi, jika proses implementasi tidak tepat. Namun bahkan sebuah kebijakan yang brilliant sekalipun jika diimplementasikan buruk bisa gagal untuk mencapai tujuan para perancangnya (Tangkilisan, 2003 : 14).

Implementasi dapat didefenisikan sebagai proses administrasi dari hukum yang di dalamnya tercakup keterlibatan berbagai macam aktor, organisasi, prosedur, dam teknik yang dilakukan agar kebijakan yang telah ditetapkan mempunyai akibat yaitu tercapainya tujuan kebijakan. Selain itu, implementasi juga diartikan sebagai outpers yang melihat apakah aktivitas dalam rangka mencapai tujuan program telah sesuai dengan arahan implementasi sebelumnya atau bahkan mengalami penyimpangan-penyimpangan. Implementasi juga dikonseptualisasikan sebagai

outcomes, dimana terfokus pada akibat yang ditimbulkan dari adanya implementasi kebijakan, yaitu apakah implementasi suatu kebijakan mengurangi masalah atau bahkan menambah masalah baru dalam masyarakat (Kusumanegara, 2010 : 99). Implementasi kebijakan memerlukan perangkat yang digunakan untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan suatu program dengan kebijakan publik yang menjadi acuannya (Kusumanegara, 2010 : 108).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan adalah pelaksanaan kebijakan public yang telah ditetapkan dengan melibatkan aktor, organisasi, prosedur, serta teknik yang dilakukan agar kebijakan public yang telah ditetapkan dapat memiliki dampak di masyarakat sebagai terwujud atau tidaknya tujuan kebijakan tersebut. Dalam hal ini, dapat di lihat bagaimana pelaksanaan Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 58 Tahun 2001 tentang tata cara


(24)

pelaksanaan sistem pengawasan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan. Apakah POKMASWAS tersebut memiliki peranan yang cukup besar dalam pemebrdayaan masyarakat atau sebaliknya.

2.3 Partisipasi Masyarakat

Pengembangan masyarakat harus selalu berupaya untuk memaksimalkan partisipasi, dengan tujuan membuat setiap orang dalam masyarakat terlibat secara aktif dalam proses-proses dan kegiatan masyarakat, serta untuk menciptakan kembali masa depan masyarakat dan individu. Dengan demikian, partisipasi merupakan suatu bagian penting dari pemberdayaan dan penumbuhan kesadaran. Semakin lengkap partisipasinya, semakin ideal kepemilikan dan proses masyarakat serta proses-proses inklusif yang akan diwujudkan (Ife, 2008:285)..

Partisipasi, sebagai suatu konsep dalam pengembangan masyarakat, digunakan secara umum dan luas. Partisipasi adalah sebuah konsep sentral, dan prinsip dasar dari pengembangan masyarakat karena, diantara banyak hal partisipasi terkait erat dengan gagasan HAM, kesejahteraan, dan kepemimpinan partisipatif. Partisipasi adalah suatu tujuan dalam dirinya sendri, artinya partisipasi mengaktifkan ide HAM, hak untuk berpartisipasi dalam demokrasi dan untuk memperkuat demokrasi deliberative. Sebagai suatu proses dalam pengembangan masyarakat, partisipasi berkaitan dengan HAM dengan cara lain. Jika HAM lebih sekedar pernyataan dalam deklarasi yaitu jika partisipasi berakibat membangun secara aktif


(25)

kultur HAM sehingga menjamin berjalanya proses-proses dalam pengembangan masyarakat secara partisipatif adalah suatu kontribusi signifikan bagi pembangunan kultur HAM, suatu kebudayaan yang partisipasi warganegaranya meruapakan proses yang diharapkan dan normal dalam suatu upaya pembuatan keputusan. Dalam artian ini, partisipasi adalah alat dan juga tujuan, karena membentuk bagian dari dasar kultur yang membuka jalan bagi tercapainya HAM (Ife, 2008:295)..

Paul (1987, disitir dalam kannan 2002) berpendapat bahwa dalam partisipasi harus mencakup kemampuan rakyat untuk mempengaruhi kegiatan-kegiatan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kesejahteraanya. Gahi (1990, disitir dari kannan 2002) mengambil posisi keadilan social dan HAM yang tidak memaafkan dengan menampilkan partisipasi sebagai sebuah proses pemberdayaan yang dilakukan oleh kaum tersingkir karena adanya perbedaan kekuasaan diantara kelompok-kelompok dalam masyaraka (Ife, 2008:297).

Partisipasi juga mengarahkan pada kepemimpinan yang partisipatif. Menurut R.Tannenbaum, dkk (1992 : 13-14) menjelaskan partisipasi dilihat dari kepemimpinan partisipatif yaitu dimana pengakuan yang diberikan berdasarkan fakta bahwa wewenang sesungguhnya mengalir dari bawah ke atas dan tidak eksklusif dari atas ke bawah. Orang-orangnya memiliki keterampilan dan kemampuan selain dari apa yang dapat mereka kerjakan dengan tangan. Mereka harus mengakui bahwa bawahannya mempunyai kemampuan untuk berfikir, menciptakan ide baru, memprakarsai prosedur baru serta cara-cara bekerja yang mutakhir. Selain itu tanggapan bersama dari pihak atasan maupun pengikutnya. Mereka harus membagi


(26)

kepentingan dengan mengakui bahwa kepentingan mereka merupakan suatu usaha bersama.

Dalam konteks yang sama, Miftah Thoha (1987 : 180-182) menganggap kepemimpinan partisipatif sebgai pemimpin seharusnya tidak melupakan bahwa di sekitarnya terdapat potensi-potensi yang hebat yang bisa dimanfaatkan untuk keberhasilan kepemimpinanya. Pemimpin yang baik akan mampu memanfaatkan potensi tersebut untuk kesejahteraan bersama. Usaha partisipasi yang dilakukan ialah meningkatkan kedewasaan atau kematangan staf ke taraf kedewasaan yang tinggi. Sehingga ketidakdewasaan staf bukannya selalu dijadikan alasan tidak adanya partisipasi dalam kepemimpinanya. Para staf, bawahan, atau pengikutnya diberi kebebasan oleh pimpinannya di dalam bekerja. Staf bisa mengembangkan policy yang garis-garis besarnya telah ditetapkan oleh atasanya, sehingga kreativitasnya berkembang semaksimal mungkin.

Kondisi-kondisi yang mendorong partisipasi adalah sebagai berikut (Ife, 2008:310): pertama, orang akan berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa isu atau aktivitas tersebut penting. Cara ini dapat secara efektif dicapai jika rakyat sendiri telah mampu menentukan isu atau aksi, dan telah menominasi kepentingannya, bukan berasal dari orang luar yang memberitahu mereka apa yang harus dilakukan. Salah satu kunci keberhasilan mengorganisasi masyarakat adlah pemilihan isu untuk diurus, dan hal yang sama juga berlaku dalam domain yang lebih luas dari pengembangan masyarakat. Hal ini menekankan pentingnya bagi seorang pekerja masyarakat untuk membuat definisi akan kebutuhan dan prioritas muncul dari masyarakat itu sendiri, bukan terperangkap dalam mencarinya sendiri serta memaksakanya kepada masyarakat.

Kondisi kedua bagi partisipasi adalah bahwa orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membuat perubahan. Masyarakat mungkin telah menentukan pekerjaan sebagai prioritas utama, tetapi jika orang tidak percaya bahwa aksi masyarakat akan membuat perubahan terhadap prospek peluang kerja loka, akan keil insentif untuk berpartisipasi. Perlu buktikan bahwa masyarakat dapat memperoleh sesuatu yang


(27)

akan membuat perbedaan dan bahwa hal tersebut akan menghasilkan perubahan yang berarti. Orang juga harus merasa bahwa aksi mereka akan membuat perbedaan pada tingkat individu. Seseorang mungkin percaya bahwa suatu isu penting, dan bahwa aksi masyarakat dapat menghasilkan sesuatu, tetapi mungkin ia percaya bahwa anggota masyarakat yang lain akan mampu mengerjakannya, dan ia tidak mempunyai sesuatu untuk dikontribusikan.

Kondisi ketiga bagi partisipasi, yaitu bahwa berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai.Terlalu sering partisipasi masyarakat dipandang sebagai keterlibatan dalam kepengurusan, pertemuan resmi, dan prosedur-prosedur tradisional lainnya (yaitu kulit putih, laki-laki, kelas mengah). Meskipun proses semacam itu bisa saja penting, banyak macam partisipasi masyarakat lain yang sama berharganya. Ada banyak peran yang seorang anggota masyarakat dapat dan sebenarnya harus berperan. Hal ini perlu dikenali dan dihargai, supaya berbagai variasi aktivitas mulai dari menjaga anak, pembukuan, melukis, menyediakan pelayanan kesehatan dasar, mencatat rapat-rapat, menciptakan music, berkebun dan bermain sepak bola semuanya dipandang sebagai bentuk penting dari partisipasi dan dihargai. Partisipasi masyarakat haruslah sesuatu buat semua orang, dan variasi keterampilan, bakat dan minat orang harus diperhitungkan.

Kondisi keempat bagi partisipa adalah orang harus bisa berpartisipasi, dan didukung dalam partisipasinya.hal ini berarti bahwa isu-isu seperti transportasi, penyediaan penitipan anak, keamanan, waktu dan lokasi kegiatan serta lingkungan tempat kegiatan akan dilaksanakan sangatlah penting dan perlu diperhitungkan dalam perencanaan proses-proses berbasiskan masyarakat. Kegagalan melakukan hal tersebut akan berakibat beberapa bagian dari masyarakat (biasanya perempuan dan etnis atau ras minoritas) tidak dapat berpartisipasi, meskipun mereka sangat ingin.

Kondisi terakhir bagi partisipasi adalah bahwa struktur dan proses tidak boleh mengucilkan. Prosedur-prosedur pertemuan tradisional, dan teknik pembuatan keputusan sering bersifat mengucilkan bagi banyak orang, khususnya bagi mereka yang tidak bisa „berfikir cepat‟, tidak ingin meginterupsi, kurang percaya diri atau tidak memiliki kemahiran berbicara. Prinsip yang paling penting dalam kaitannya dengan isu struktur dan proses adalah bahwa masyarakat itu sendiri yang harus mengontrol struktur dan proses, dan harus menentukan bentuk mana yang akan diadopsi. Gaya yang berbeda akan cocok untuk masyarakat yang berbeda, dan tidak ada satupun cara benar yang berlaku bagi semua. Gaya yang dipaksakan dari luar akan hampir pasti tidak berhasil, dan meskipun bermanfaat dan boleh-boleh saja bagi seorang pekerja masyarakat untuk membuat orang peduli akan kemungkinan cara alternatif dalam melakukan sesuatu, keputusan harus dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.

Salah satu bagian penting dalam mendorong dan mendukung partisipasi adalah menjamin bahwa keputusan-keputusan untuk berpartisipasi adalah, sejauh


(28)

mungkin, merupakan keputusan yang mudah dan nyaman. Hal ini memerlukan pengajuan pertanyaan kepada diri sendiri mengenai seberapa mudah bagi orang untuk melakukan pertemuan, apakah waktunya berbenturan dengan komitmen lan seperti menjeput anak dari sekolah, apakah ada penitipan anak, apakah orang memilki sarana transportasi untuk mencapai tempat pertemuan dan sebagainya. Bagi sebagian orang, partisipasi mungkn merupakan hal yang baru dan aneh, sehingga kekhawatiran atau perasaan gelisah menjadi gangguan.Menemani orang ke pertemuan pertama dapat membantu mengurangi ketegangan dan meningkatkan perasaan aman, karena perasaan keterasingan dilawan dengan kehadiran orang yang dikenal (Ife, 2008:315).

Sedangkan suksesnya partisipasi langsung berhubungan dengan syarat-syarat tertentu. Kondisi semacam itu terjadi pada partisipasi yang ada dalam lingkungannya. Dengan begitu menurut R.Tannenbaum, dkk (1992 : 56-57) syarat-syarat partisipasi yaitu syarat pertama adalah diperlukan banyak waktu untuk berpartisipasi sebelum bertindak. Partisipasi tidak bakalan terjadi dalam keadaan mendaddak. Kedua, biaya partisipasi tidak boleh melebihi nilai-nilai ekonomi dan sebagainya. Ketiga, subjek partisipasi harus relevan dengan organisasi partisipasi sesuatu yang akan menarik perhatian partisipan atau akan dianggapnya sebagai pekerjaan yang sibuk. Keempat, partisipasi harus mempunyai kemampuan, kecerdasan dan pengetahuan untuk berpartisipasi secara efektif. Kelima, partisipasi harus mampu berkomunikasi untuk saling menukar gagasan. Keenam, tidak seorangpun (baik karyawan atau manajer) akan merasakan bahwa posisinya diancam dengan partisipasi. Ketujuh, partisipasi untuk memutuskan arah tindakan pada sebuah oeganisasi hanya dapat menempati


(29)

lingkungan kebebasan kerja kelompok. Tingkat pembatasan sub unit diperlukan pada berbagai organisasi untuk mempertahankan stabilitas intern, sub unit tak dapat membuat keputusan yang melanggar kebijaksanaan perusahaan, agreemen penawaran kolektif atau rintangan serupa.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa partisipasi adalah suatu proses dan konsep dasar dalam pengembangan masyarakat atau pengembangan perusahaan dengan melibatkan masyarakat atau bawahan yang mendapat dukungan baik dari pemimpinya.

2.4Pemberdayaan Masyarakat

2.4.1 Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

Dunham (Adi, 2003:217-218 dalam basri, 2007:84) mendefinisikan pemberdayaan masyarakat sebagai berbagai upaya yang teroganisir yang dilakukan guna meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat, terutama melalui usaha yang kooperatif dan mengembangkan kemandirian masyarakat pedesaan, tetapi hal tersebut dilakukan dengan bantuan teknis dari pemerintah ataupun lembaga-lembaga sukarela. Midgley (1995:15 dalam basri, 2007 : 84) menempatkan pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu strategi dalam pembangunan sosial oleh masyarakat. Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat merupakan strategi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Midgley juga mendefenisikan pembangunan social sebagai suatu proses perubahan social terencana yang dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai suatu keutuhan, dimana


(30)

pembangunan ini dilakukan untuk saling melengkapi dengan dinamika pembangunan ekonomi.

Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik beberapa konsep pemberdayaan yaitu : Pertama, pemberdayaan masyarakat merupakan kegiatan terencana yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tertentu. Secara konseptual pengertian kesejahteraan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat.Tetapi dalam konteks praktis, program pemberdayaan masyarakat umumnya menyentuh aspek tertentu dari kesejahteraan masyarakat. Kedua, upaya peningkatan kesejahteraan tersebut dilakukan melalui partisipasi dan inisiatif masyarakat sendiri.

Ketiga, pemberdayaan masyarakat menekankan peningkatan kapasitas masyarakat agar mereka mampu mendefinisikan persoalan yang mereka hadapi dan mengatasinya, baik dengan menggunakan potensi yang dimiliki maupun bantuan dari luar. Dalam hal ini agen perubahan berperan memfasilitasi peningkatan kapasitas tersebut.Dan yang keempat, masyarakat yang menjadi sasaran bisa ditentukan berdasarkan geografis, yaitu masyarakat di lokasi tertentu, bisa juga berdasarkan profensinya atau gabungan keduanya (Basri, 2007 : 84-85).

Semua pengembangan masyarakat seharusnya bertujuan membangun masyarakat. Pengembangan masyarakat melibatkan pengembangan modal social, memperkuat interaksi social dalam masyarakat, menyatukan mereka, dan membantu mereka untuk saling berkomunikasi dengan cara yang dapat mengarah pada dialog yang sejati, pemahaman dan aksi social. Hilangnya komunitas telah mengakibatkan perpecahan, isolasi dan individualisasi, dan penegmbangan masyarakat mencoba


(31)

mebalik efek-efek ini.pengembangan masyarakat sangat diperlukan jika pembentukan struktur dan proses level masyarakat yang baik dan langgeng ingin dicapai (Putnam, 1993 dalam Ife, 2008:363).

Pengembangan masyarakat sejatinya merupakan proses. Dalam mengevaluasi proyek pengembangan masyarakat, siapa pun harus melihat proses, dan dalam merencanakan dan menerapan program pengembangan masyarakat apa pun senantiasa merupakan proses., bukan hasil, yang harus diberikan pertimbangan mendalam. Orang-orang yang menekankan pada pernyataan hasil perlu menyadari bahwa untuk pengembangan masyarakat, proses yang baik merupakan hasil terpenting yang dapat dicapai. Proses yang baik aka mendorong masyarakat untuk menentukan tujuan mereka sendiri, dan tetap menguasai perjalanan selain tujuan akhir. Untuk alasan ini, pengembangan masyarakat tidak selalu duduk dengan mudah dalam dunia manajerialisme yang dikendalikan oleh hasil.Itulah mengapa pengembangan masyarakat sangat penting.Ia menunjukkan tantangan yang signifikan untuk cara berfikir dan bertindak yang sering menghindari perlibatan banyak orang, yang cenderung menerima filosofi tujuan yang menjustifikasi sarana dan yang mengarah pada ketidakberdayaan. Pengembangan masyarkat perlu mengupayakan pembentukan cara berfikir yang menghargai saling interaksi di antara masyarakat, menghargai kualitas pengalaman kolektif, dan memaksimalkan potensi mereka dan mencapai perikemanusiaan mereka secara utuh melalui pengalaman proses masyarakat (Ife, 2008:365).


(32)

Dengan bebrapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi yang teroganisir dengan baik untuk meningkatkan dan mengembangkan taraf kehidupan masyarakat sehingga mencapai suatu kategori sejahtera.

2.4.2 Tahapan Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses dan dalam proses tersebut ada beberapa tahap yang dilalui. Proses pemberdayaan masyarakat ini dilaksanakan dalam bentuk program. Berikut beberapa tahapan dalam program pemberdayaan masyarakat menurut Adi (2003:250-259 dalam Basri, 2007:87-89) yang dirangkum dari beberapa organisasi pelayanan dan merumuskannya dalam tujuh tahap. Menurut peneliti, tahapan tersebut telah mencerminkan keseluruhan proses pemberdayaan masyarakat. Ketujuh tahap tersebut adalah:

Pertama, tahap persiapan merupakan awal dari sebuah intervensi dalam pemberdayaan masyarakat. Ada dua kegiatan yang ilakukan dalam tahap persiapan ini, yaitu persiapan petugas lapangan dan persiapan lapangan. Persiapan petugas lapangan diarahkan untuk menyamarkan persepsi yang berkatan dengan pemberdayaan masyarakat, sedangkan penyiapan lapangan dilakukan melalui studi kelayakan terhadap daerah yang akan dimasuki, baik secara formal maupun informal. Jika hasil studi kelayakan kemungkinan dilakukannya pemberdayaan, maka langkah selanjutnya adalah pengurusan ijin dari pihak-pihak terkait. Kemudian petugas lapangan mulai melakukan kontak dan kontrak awal dengan kelompok sasaran. Di samping itu, petugas lapangan juga mengadakan kontak dengan tokoh-tokoh informal agar hubungan dengan masyarakat terjalin dengan lancar.

Kedua, tahap assessment yang dimana melakukan identifikasi masalah dan kebutuhan serat sumber daya yang dimiliki masyarakat dengan menggunakan teknik studi pustaka, nominal group process, teknik delpi, curah pendapat (brainstorming),

focus group discussion (diskusi kelompok terfokus). Teknik lainnya, analisis SWOT untuk melihat kekuatan (strength), kelemahan ( weakness), peluang (opportunities), dan ancaman (threats). Proses ini dilakukan secara partisipatif, melibatkan masyarakat setempat, sehingga informasi yang diterima merupakan pandangan masyarakat sendiri. Community worker memfailitasi warga untuk menyusun prioritas


(33)

dari permasalahan yang akan ditindaklanjuti pada tahap berikutnya, yaitu tahap perencanaan.

Ketiga, tahap perencanaan alternative program. Pada tahap ini community worker memfasilitasi warga masyarakat untuk menyusun perencanaan dan menetapkan program kerja sebagai agenda yang akan dilaksanakan. Penyusunan rencana program disesuaikan dengan tujuan pemberdayaan yang dilakukan, yaitu perubahan yang mendasar. Karena itu, sedapat mungkin dihindari penyusunan program yang bersifat charity, karena masyarakat hanya ikut untuk mendapatakan bantuan, bukan melakukan perubahan.

Keempat, tahap formulasi rencana aksi. Pada tahap ini, community worker

memfasilitasi warga atau kelompok untuk menyusun proposal kegiatan yang akan diajukan kepada pihak penyandang dana. Perlu diperhatikan perumusan tujuan jangka pendek dan bagaimana mencapai tujuan tersebut.

Kelima, tahap implementasi program. Pada tahap ini, program yang telah direncanakan bersama masyarakat dilaksanakan. Tahap ini dianggap paling penting, karena untuk melaksanakan program dibutuhkan komitmen yang kuat dari semua pihak guna mendukung proses pelaksanaannya. Untuk menjamin terlaksananya program secara efektif dan sesuai rencana mencapa tujuannya diperlukan adanya monitoring dan pengawasan yang teratur dan terus menerus. Dalam kegiatan pengawasan dan monitoring ini, masyarakat harus dilibatkan secara aktif untuk menilai dan mengontrol pelaksanaan program.

Keenam, tahap evaluasi melakukan evaluasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan program. Walaupun demikian evaluasi perlu dilakukan dimulai dari proses input, pelaksanaan, sampai output dan dampak yang ditimbulkan dari program. Hasil evaluasi ini dijadikan masukan untuk tahap selanjutnya. Misalnya, bila terbukti program tidak mencapai tujuannya, maka hasil evaluasi dijadikan masukan untuk merevisi program tersebut.

Ketujuh, tahap terminasi. Tahap ini merupakan saat pemutusan hubungan antara community worker dengan komunitas sasaran program. Waktu terminasi ini tidak sepenuhnya diartikan sebagai pencapaian kemandirian masyarakat. Dalam banyak program, terminasi ini dilakukan karena jangka waktu proyeknya selesai atau karena dananya sudah habis.Terminasi juga tidak berarti kontak dengan community worker berhenti. Dalam program tertentu, kontak ini tetap dijalankan walaupun tidak rutin.

2.5Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) 2.5.1 Pengertian POKMASWAS

Kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) merupakan pelaksana pengawasan di tingkat lapangan yang terdiri dari unsur tokoh masyarakat, tokoh


(34)

agama, tokoh adat, LSM, nelayan, petani ikan serta masyarakat maritim lainnya. POKMASWAS dibentuk atas inisiatif masyarakat yang difasilitasi oleh unsur pemerintah daerah, dan dikoordinir oleh seorang anggota masyarakat dalam POKMASWAS, yang berfungsi sekaligus sebagai mediator antara masyarakat dengan pemerintah/ petugas.

Para nelayan yang menjadi ABK kapal-kapal penangkap ikan dan nelayan-nelayan kecil serta masyarakat maritim lainnya, dapat merupakan anggota kelompok masyarakat pengawas.Dan Kepengurusan POKMASWAS dipilih oleh masyarakat dan terdaftar sebagai anggota.

2.5.2 Pemberdayaan dan Peningkatan Kemampuan POKMASWAS

Tradisi atau budaya setempat yang merupakan perilaku yang ramah lingkungan seperti Sasi, Awig-awig, Panglima Laut, Bajo dan lainnya merupakan budaya masyarakat yang perlu didorong kesertaannya dalam SISWASMAS.Dalam rangka melakukan apresiasi pengawasan maka perlu ditumbuhkembangkan POKMASWAS melalui sosialisasi ( sumber : keputusan menteri kelautan dan perikanan No. 58 Tahun 2001).

Sesuai dengan kemampuan pemerintah POKMASWAS dapat diberikan bantuan sarana dan prasarana pengawasan secara selektif serta disesuaikan dengan kondisi daerah setempat. Pemerintah dan atau Pemerintah daerah wajib memfasilitasi pemberdayaan POKMASWAS melalui pembinaan, bimbingan dan pelatihan bagi peningkatan kemampuan POKMASWAS.


(35)

2.5.3 Jaringan Dan Mekanisme Operasional

Masyarakat atau anggota POKMASWAS melaporkan informasi adanya dugaan pelanggaran dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan kepada aparat pengawas terdekat seperti : Koordinator PPNS, Kepala Pelabuhan Perikanan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Satpol-AIRUD (atau Polisi terdekat), TNI-AL terdekat atau, Petugas Karantina di Pelabuhan, dan PPNS.

Masyarakat pengawas juga dapat melaporkan adanya dugaan tindak pidana perikanan oleh Kapal Ikan Indonesia (KII) atau Kapal Ikan Asing (KIA) serta tindakan ilegal lain dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan. Petugas yang menerima laporan dari POKMASWAS melanjutkan informasi kepada PPNS dan/ atau TNI-AL dan/ atau Satpol-AIRUD dan/ atau Kapal Inspeksi Perikanan.Koordinator Pengawas Perikanan atau Kepala Pelabuhan Perikanan yang menerima data dan informasi dari nelayan atau masyarakat maritim anggota POKMASWAS, melanjutkan informasi ke petugas pengawas seperti TNI-AL dan Satpol-AIRUD atau Kapal Inspeksi Perikanan (sumber : keputusan menteri kelautan dan perikanan No. 58 Tahun 2001).

Berdasarkan laporan tersebut PPNS, TNI-AL, Pol-AIRUD dan instansi terkait lainnya, melaksanakan tindakan (penghentian dan pemeriksaan) pengejaran dan penangkapan pada Kapal Ikan Indonesia (KII) dan Kapal Ikan Asing (KIA) atau para pelanggar lainnya sebagai tersangka pelanggaran tindak pidana perikanan dan sumberdaya kelautan lainnya, selanjutnya dilakukan proses penyelidikan dan penyidikan. Dan pada waktu yang bersamaan PPNS, Pengawas Perikanan dan/ atau


(36)

(Koordinator PPNS dan/ atau Kepala Pelabuhan Perikanan) meneruskan informasi yang sama kepada Dinas Kabupaten/Kota dan instansi terkait Propinsi dengan tembusan Direktur Jenderal Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Dinas Perikanan kabupaten dan/ atau propinsi melakukan koordinasi dengan petugas pengawas (TNI-AL, POLRI, PPNS) termasuk Keamanan Pelabuhan Laut Pangkalan (KPLP) dalam melakukan operasi tindak lanjut atas pelanggaran yang dilakukan Kapal Ikan Indonesia (KII) dan Kapal Ikan Asing (KIA) maupun para pelanggar lainnya.

2.6 Definisi Konsep

Konsep adalah abstraksi menegenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu. Untuk menentukan batasan yang lebih jelas, dalam rangka menyederhanakan pemikiran atas masalah yang diteliti (Singarimbun, 1989 :37), maka penulis mengemukakan konsep-konsep antara lain:

1. Kebijakan publik adalah suatu perumusan nilai-nilai kekuasaan secara strategis yang hanya dilakukan pemerintah untuk kepentingan masyarakat. 2. Implementasi kebijakan adalah pelaksanaan kebijakan public yang telah

ditetapkan dengan melibatkan aktor, organisasi, prosedur, serta teknik yang dilakukan agar kebijakan public yang telah ditetapkan dapat memiliki dampak di masyarakat sebagai terwujud atau tidaknya tujuan kebijakan tersebut.


(37)

3. Partisipasi adalah suatu proses dan konsep dasar dalam pengembangan masyarakat atau pengembangan perusahaan dengan melibatkan masyarakat atau bawahan yang mendapat dukungan baik dari pemimpinya.

4. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi yang teroganisir dengan baik untuk meningkatkan dan mengembangkan taraf kehidupan masyarakat sehingga mencapai suatu kategori sejahtera.


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Karena penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2009:6). Bentuk penelitian ini sangat sesuai untuk meneliti peranan kelompok pengawas masyarakat (POKMASWAS) di Kecamatan Pantai Labu. Hal ini dikarenakan, dengan menggunakan penelitian kualitatif maka peneliti akan dapat memahami fenomena tentang apa yang terjadi dengan POKMASWAS dan sekitarnya. Dengan begitu, peneliti akan dapat menjawab rumusan masalah yang ada dalam penelitiannya.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian kualitatif adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya. Pada penulisan laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk member gambaran penyajian laporan dan peneliti menganalisis data yang sangat kaya tersebut dan peneliti juga menganalisis sejauh mungkin dalam bentuk aslinya. Pertanyaan dengan kata tanya


(39)

mengapa, alasan apa, dan bagaimana terjadinya akan senantiasa dimanfaatkan oleh peneliti agar peneliti tidak akan memandang bahwa sesuatu itu sudah memang demikian keadaannya (Moleong, 2009:9-11).

Dalam hal ini, peniliti menganalisis data melalui wawancara yang mendalam yang dilakukan pada kepala dinas, sekretaris Dinas Perikanan Dan Kelautan Kabupaten Deli Serdang, serta kepala Bidang Pengawasan Dan Pengendalian Dinas Perikanan Dan Kelautan Kabupaten Deli Serdang. Selain itu, wawancara juga dilakukan pada Camat Pantai Labu, ketua dan satu staf kelompok masyarakat pengawas Pantai Labu, serta empat orang nelayan pantai labu. Selain itu peneliti juga mengambil beberapa gambar untuk memperjelas suasana saat peneitian berlangsung, serta dilengkapi juga dengan dokumen-dokumen dari Dinas Perikanan Dan Kelautan serta dokumen-dokumen dari Kecamatan Pantai Labu dan dokumen yang dimiliki kelompok masyarakat pengawas pantai labu sebagai pelengkap data.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Dinas Perikanan Dan Kelautan Kabupaten Deli Serdang Di Jl. Mawar No. 12 Lubuk Pakam dan di Kantor Camat Pantai Labu di Desa Klambir Besar Pantai Labu.


(40)

Adapun penelitian kualitatif menurut Hendarso (Usman, 2009 : 50) tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitian yang dilakukan sehingga subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja. Oleh karena itu juga dalam penelitian kualitatif tidak dikenal adanya populasi dan sampel. Bahkan subjek penelitian seperti yang disebutkan diatas nantinya akan menjadi informan yang akan memberikan informasi yang diperlukan peneliti selama proses penelitian. Menurut Suyanto (2005 : 108), informan peneliti terdiri dari informan kunci, informan utama dan informan tambahan. Informan kunci (key informan) adalah mereka yang mengetahui dan memiliki informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian.Informan utama adalah mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti.Informan tambahan yaitu mereka yang memberikan informasi walaupun tidak terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti menentukan informan dengan menggunakan teknik purposive sampling yakni pengambilan informan secara sengaja dan informan yang digunakan adalah mereka yang benar – benar paham mengenai permasalahan yang diteliti. Untuk itu, yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah :

1. Informan kunci yaitu Kepala camat Pantai Labu dan ketua umum serta beberapa staf kelompok pengawas Kecamatan Pantai Labu.

2. Informan utama yaitu Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Deli Serdang.

3. Informan tambahan yaitu masyarakat nelayan yang berjumlah empat orang di Kecamatan Pantai Labu.


(41)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini berupa data primer dan sekunder.

1. Metode pengumpulan data primer yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung di lokasi penelitian. Pengumpulan data primer ini dilakukan melalui :

a. Metode wawancara secara mendalam yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab secara langsung kepada pihak – pihak yang secara langsung terkait dengan peranan POKMASWAS dalam pemberdayaan masyarakat pesisir dan pantai di Kecamatan Pantai Labu sehingga memperoleh hasil yang terperinci dan akurat. b. Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan kegiatan

pengamatan secara langsung dengan mencatat gejala – gejala yang ditemukan dalam interaksi sosial di lapangan untuk melengkapi data- data yang diperlukan yang berkaitan dengan permasalahan POKMASWAS dan neyalan Pantai Labu.

2. Metode pengumpulan data sekunder yaitu metode/ teknik pngumpulan data yang dilakukan melalui kepustakaan yang dapat mendukung data primer. Teknik pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen sebagai berikut :


(42)

a. Studi dokumentasi yaitu pengumpulan data yang menggunakan catatan – catatan atau foto – foto dan rekaman video yang ada di lokasi penelitian atau sumber – sumber lain yang terkait dengan obyek penelitan.

b. Studi kepustakaan yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku – buku, literatur dan sumber – sumber lain yang berkompetensi dan memiliki keterkaitan dengan masalah penelitian.

3.5Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif (Bogdan & Biklen, 1982 dalam Moleong, 2009:248) adalah upaya yang dilakukan dengan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, mensintensiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain.Menurut Miles dan Huberman (Sugiyono, 2007 : 243) terdapat beberapa langkah yang harus dilalui dalam melakukan analisis data yaitu sebagai berikut :

1. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal – hal yang pokok, memfokuskan pada hal – hal penting, dicari tema dan polanya. Dengan


(43)

demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2. Penyajian Data

Setelah langkah pertama selesai, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data dalam penelitian dengan teks yang bersifat naratif sehingga memudahkan peneliti memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.

3. Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti – bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.


(44)

BAB IV

GAMBARAN UMUM

4.1Kabupaten Deli Serdang

Kabupaten Deli Serdang adalah salah satu daerah dari 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki beraneka ragam sumber daya alam, sehingga merupakan daerah yang memliki peluang investasi cukup menjanjikan. Letaknya yang strategis di pantai timur pulau sumatera dan didukng oleh akses jalan dan pelabuhan membuat Deli Serdang menjadi daerah yang dilirik oleh berbagai investor. Letak geografis daerah yang berbatasan langsung dengan Kota Medan, Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara sekaligus sebagai daerah penyangga pertumbuhan kota, menjadikan Deli Serdang menerima banyak pengaruh, yang membawa perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk di dalamnya penyelenggaraan pendidikan.

Deli serdang memiliki luas wilayah daerah lebih kurang 2.497,72 , yang terdiri dari 22 kecamatan, 380 desa dan 14 kelurahan, yang terdiri dari 78 desa swakarya mula, 6 swakarya madya, 285 desa swasembada mula, dan 25 desa swasembada madya yang seluruhnya sudah definitive. Penduduk Deli Serdang terdiri dari berbagai suku bangsa seperti melayu, karo, simalungun, mandailing, jawa, minang, toba, tiongha, dan berbagai suku bangsa lain, dengan jumlah pemeluk agama yang tersebar adalah islam, Kristen, hindu, dan budha. Hal ini menunjukkan Deli Serdang adalah daerah yang sangat kompleks, yang dapat dinyatakan sebagai


(45)

miniature Indonesia, karena terdiri dari berbagai suku bangsa dan berbagai agama. Kondisi ini menyebabkan mayarakat Deli Serdang hidup dalam kondisi keanekaragaman sesuai dengan moto deli serdang bhinneka perkasa jaya.

4.1.1 Geografi Dan Topografi

Kabupaten Deli Sedang secara geografis, terletak diantara - lintang utara dan antara - bujur timur, dengan ketinggian 0 – 500 m di atas permukaan laut, merupakan bagian dari wilayah pada posisi silang di kawasan palung pasifik barat, dengan batas sebagai berikut :

a. Sebelah utara berbatasan dengan salat sumatera, b. Sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten karo,

c. Sebelah timur berbatasan dengan kabupaten serdang bedagai,

d. Sebelah barat berbatasan dengan kabupaten karo dan kabupaten langkat.

Daerah ini secara geografis terletak pada wilayah pengembangan pantai timur Sumatera Utara serta memiliki topografi, kuntur dan iklim yang bervariasi. Kawasan hulu yang kounturnya mulai bergelombang sampai terjal, berhawa tropis pegunngan, kawasan dataran rendah yang landai sementara kawasan pantai berhawa tropis pegunungan. Sementara itu, dilihat dari kemiringan lahan, kabupaten deli serdang dibedakan atas :


(46)

Daerah pantai di Kabupaten Deli Serdang ± 63.002 Ha (26,30%) terdiri dari 4 kecamatan (Hamparan Perak, Labuhan Deli, Percut Sei Tuan, Da Pantai Labu). Jumlah desa sebanyak 64 desa/kelurahan dengan panjang pantai 65 km. Potensi utama adalah pertanian pangan, perkebunan rakyat, perkebunan besar, perikanan laut, pertambakan, perternakan unggas, dan pariwisata.

2. Dataran rendah :

Dataran rendah di Kabupaten Deli Serdang ± 68,965 Ha (28,80%) terdiri dari 11 kecamatan (Sunggal, Pancur Batu, Namorambe, Deli Tua, Batang Kuis. Tanjung Morawa, Patumbak, Lubuk Pakam, Beringin, Pagar Merbau, dan Galang) dengan jumlah desa sebanyak 197 desa/kelurahan. Potensi utama adalah pertanian pangan, perkebunan besar, perkebunan rakyat, perternakan, industry, perdagangan, dan perikanan darat.

3. Dataran pegunungan :

Dataran pegunungan di Kabupaten Deli Serdang ± 111,970 Ha (44,90%) terdiri dari 7 kecamatan (Kutalimbaru, Sibolangit, Biru-Biru, STM Hilir, STM Hulu, Gunung Meriah, Bangun Purba) dengan jumlah desa sebanyak 133 desa. Potensi utama adalah pertanian rakyat, perkebunan, dan perternaan.

Kabupaten Deli Serdang terdapat 5 (lima) daerah aliran sungai (DAS) yaitu DAS Belawan, DAS Deli, DAS Belumai, DAS Percut, dan DAS luas areal 378,841 Ha, yang keemuanya bermuara ke selat malaka dengan hulunya berada di Kabupaten


(47)

Simalungun, dan Karo. Pada umumnya sub DAS ini dimanfaatkan untuk mengairi areal persawahan sebagai upaya peningkatan produksi pertanian.

4.1.2 Iklim

Di Kabupaten Deli Serdang dikenal hanya dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Pada bulan juni sampai dengan September arus angin bertiup tidak banyak mengandung uap air, sehingga menyebabkan musim kemarau. Tetapi pada bulan desember sampai dengan maret arus angin yang banyak mengandung uap air, sehingga menyebabkan musim kemarau. Tetapi pada bulan desember sampai dengan maret arus angin yang banyak mengandung uap air berhembus sehingga terjadi musim hujan. Keadaan ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan april-mei dan oktober-november. Menurut catatan stasiun klimotologi sampali, pada tahun 2011 diketahui:

a. Rata-rata kelembaban udara 84%. b. Rata-rata curahan hujan 218 mm. c. Rata-rata hari hujan 17 hari.

d. Rata-rata penyinaran matahari 47,5%. e. Rata kecepatan angin 1,75 m/dt. f. Rata-rata penguapan 3,0 mm/hari.

g. Rata-rata temperature udara 27,0. Maksimum 31,5, minimum 22,5.


(48)

Pada tahun 2012, jumlah penduduk Deli Serdang adalah 1.807.173 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduknya (LPP) 2000-2010 sebesar 2,62% dan kepadatan rata-rata 724 jiwa perkilometer persegi. Jumlah rumah tangga sebanyak 426.634 rumah tangga dan setiap rumah tangga rata-rata dihuni oleh 4-5 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada perempuan dengan rasio jenis kelamin sebesar 101,51 yang artinya setiap 100 penduduk perempuan terdapat 102 penduduk laki-laki dengan penduduk terpadat berada di Kecamatan Percut Sei Tuan dengan tingkat persebaran penduduk sebesar 21,49%. Sedangkan sebaran penduduk yang terkecil Di Kecamatan Gunung Meriah, yaitu sebesar 0,14%. Kecamatan yang penduduknya terpadat adalah deli tua dengan kepadatan di atas 2.660 jiwa per , dan yang terjarang adalah kecamatan gunung meriah dengan kepadatan 33 jiwa per . Berdasarkan kelompok umur, persentase penduduk usia 0-14 tahun sebesar 31,21%, 15-64 tahun sebesar 65,57% dan usia 65 tahun ke atas sebesar 3,22%, yang artinya jumlah penduduk usia produktif lebih besar dari penduduk usia non produktif.

4.1.4 Visi, Misi, Dan Prioritas Pembangunan Daerah Kabupaten Deli Serdang

Dengan mengandalkan potensi sumber daya alam dan manusia yang dimiliki, Pemerintah Kabupaten Deli Serdang terus berupaya melakukan pengembangan sector-sektor pembangunan dalam mewujudkan visinya yaitu : “Deli serdang yang maju dengan masyarakatnya yang religius, sejahtera, bersatu dalam kebhinekaan


(49)

melalui pemerataan pembangunan, pemanfaatan sumber daya yang adil dan penegakan hukum yang ditopang oleh tata pemerintahan yang baik.”

Untuk mencapai visi tersebut, disusunlah berbagai misi, salah satu diantaranya adalah (misi pertama) : “Mewujudkan deli serdang yang maju adalah mendorong pembangunan yang menjamin pemerataan yang seluas-seluasnya didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, infrastruktur yang maju, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembangunan yang berwawasan lingkungan, serta didukung oleh kondisi keamanan yang kondusif.”

Dari visi dan misi tersebut, tujuan pertama pembangunan Kabupaten Deli Serdang adalah meningkatkanya kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat yang merata serta diimbangi dengan meningkatnya kualitas pemukiman dan infrastruktur, (RPJMD 2009-2014). Dengan kata lain, pemerintah Kabupaten Deli Serdang telah menjadikan pendidikan dan kesehatan sebagai prioritas pembangunan daerah tanpa mengabaikan sector lainnya seperti di bidang ekonomi dan infrastruktur sebagai bagian terpenting dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Untuk mencapai visi dan misi Kabupaten Deli Serdang, pemerintah menetapkan isu prioritas pembangunan, untuk lebih memfokuskan pencapaian pembangunan daerah. Isu prioritas pembangunan daerah Kabupaten Deli Serdang adalah masih rendahnya kualitas sumber daya manusia yang berdaya saing. Karena itu Pemerintah Kabupaten Deli Serdang menetapkan prioritas pembangunan daerah, yaitu peningkatan akses dan mutu pendidikan dan derajat kesehatan masyarakat. Sasaran


(50)

pembangunan yang di tetapkan adalah terwujudnya peningkatan akses terhadap pendidikan yang berkualitas, relevansi pendidikan, dan SDM yang berdaya saing, serta meningkatnya derajat kesehatan masyarakat.

4.2Dinas Prikanan Dan Kelautan 4.2.1 Sejarah Singkat

Kabupaten Deli serdang memiliki lembaga-lembaga atau dinas-dinas yang salah satunya adalah dinas perikanan dan kelautan yang berdiri pada tanggal 15 juli 1975. Sebagai salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang sebagian wilayahnya berada di peisir, telah memiliki peraturan daerah (perda) kabupaten yang terkait dengan sector kelautan dan perikanan. Perda-perda tersebut yaitu : Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 7 Tahun 1999, Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Deli Serdang Nomor 8 Tahun 1999 tentang retribusi tempat pendaratan kapal, dan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 22 Tahun 2001 tentang retribusi izin usaha perikanan.

4.2.2 Visi Dan Misi Dinas Perikanan dan Kelautan

Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana instansi pemerintah harus dibawah dan berkarya agar konsisten dan dapat ekisis, antisipatif, inovatif serta produktif. Visi tidak lain adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan oleh instansi pemerintah. Dengan mengacu pada batasan tersebut, visi dinas perikanan dan kelautan kabupaten deli serdang dijabarkan sebagai berikut : “terwujudnya agrobisnis


(51)

perikanan dan kelautan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat.”

Agar tidak menimbulkan persepsi yang berbeda bagi semua pihak yang berkepentingan dengan renstra, maka perlu dijelaskan makna dari kalimat visi tersebut di atas, sebagai berikut :

1. Agrobisnis (termasuk di dalamnya agroindustri) adalah semua usaha perorangan atau berbadan hukum untuk menangkap dan membudidayakan ikan termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan, mengawetkan, serta pengolahan industry perikanan untuk tujuan komersial yang dilaksanakan berorientasi kepada alternative usaha yang menguntungkan dalam arti selalu mempertimbangkan input atau output.

2. Berwawasan lingkungan dan berkelanjutan adalah bahwa setiap kegiatan perikanan dan kelautan harus mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan, demikian pula semua pemanfaatan semberdaya perikanan dan kelautan harus melalui pendekatan konsep berkelanjutan.

3. Kesejahteraan masyarakat adalah suatu kondisi dmana para pelaku agrobisnis dan agroindustri perikanan dan kelautan serta masyarakat pada umumnya akan dapat semakin baik taraf hidupnya.

Untuk memnuhi visi tersebut, dinas perikanan dan kelautan kebupaten deli serdang menjabarkannya ke dalam misi dinas perikanan dan kelautan kabupaten deli serdang, sebagai berikut :


(52)

1. Meningkatkan pendapatan pembudidayaan ikan, nelayan, dan masyarakat pesisir.

2. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam secara optimal, efesien, dan berkelanjutan.

3. Mengoptimalkan penyediaan bahan pangan sumber protein dan bahan baku industri perikanan.

4. Mengembangkan dan memantapkan system pendukung yang terdiri dari teknologi, permodalan, sarana dan prasarana perikanan dan kelembagaan serta iklim usaha yang kondusif.

4.2.3 Struktur Organisasi Dinas Petikanan dan Kelautan

Gambar 1. Struktur Organisasi Dinas Perikanan Dan Kelautan Deli Serdang

Kelompok Jabatan

Sekretaris

Subbag Keuangan Subbag

Program Subbag

Umum Kepala Dinas


(53)

Sumber : Dinas Perikanan Dan Kelautan.

4.2.4 Deskripsi jabatan

Tugas kepala dinas perikanan dan kelautan yaitu : mendisposisi surat-surat kepada bawahan sesuai dengan bidang tugasnya, memberi petunjuk dan arahan kepada bawahan untuk kelancaran pelaksanaan tugas, meyusun kebijakan teknis di bidang perikanan dan kelautan, merumuskan sasaran pemerintahan dan pelayanan umum dibidang perikanan dan kelautan, membina dan melaksanakan tugas dibidang perikanan dan kelautan, mengerjakan pengelolaan administrasi umum yang meliputi kesektariatan, program, kepegawaian, keuangan, kelengkapan, dan organisasi dibidang peikanan dan kelautan, melakukan pengelolaan unit pelaksanaan teknis

UPTD Seksi Teknologi Perikanan Tangkap Seksi Konservasi Seksi Pangkalan Bidang Kesehatan Seksi Prasarana Seksi Perbenihan Bidang Perikanan Bidang Pengawasan Bidang Pemberdayaan Seksi Kapal Perikanan Seksi Budidaya Ikan Seksi Penegakan Hukum Seksi Penyuluhan Seksi Pengolahan Seksi Pemasaran


(54)

dibidang perikanan dan kelautan, menyampaikan saran dan pertimbangan kepada atasan tentang langkah-langkah yang perlu diambil dengan ketentuan yang berlaku, menyusun laporan sesuai hasil yang telah dicapai sebagai pertanggung jawaban pelaksanaan tugas, menilai hasil kerja bawahan dengan mengisi buku catatan penilaian sebagai bahan penilaian DP-3 bawahan, dan melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan.

Tugas sekretaris yaitu : menerima petunjuk dan arahan sesuai disposisi atasan, member petunjuk, membagi tugas dan membimbing bawahan agar pelaksanaan tugas berjalan lancer dan tertib, mengkoordinasi penyusunan program dan penyelenggaraan tugas-tugas bidang secara terpadu dan tugas pelayanan administrative, melaksanakan pengelolaan adminstrasi umum, melaksanakan pengelolaan administrasi kepegawaian, melaksanakan pengelolaan administrasi perlengkapan, melaksanakan pengelolaan administrasi program, melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan, merencanakan pengumuman kebutuhan barang dan alat perlengkapan kantor, dan melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan.

Tugas kasubbag umum yaitu : menerima petunjuk dan arahan sesuai dengan disposisi atasan, member petunjuk, membagi tugas dan membimbing bawahan agar pelaksanaan tugas berjalan lancer dan tertib, membantu sekretaris melaksanakan pengelolaan administrasi umum, membantu sekretaris melaksanakan pengelolaan administrasi kepegawaian, dan membantu sekretaris melaksanakan pengelolaan administrasi.


(55)

Tugas subbag program yaitu : menerima petunjuk dan arahan sesuai disposisi atasan, member petunjuk, membagi tugas dan membimbing bawahan agar pelaksanaan tugas berjaan lancer dan tertib, membantu sekretaris melaksanakan pengelolaan administrasi program, mempersiapkan daftar usulan kegiatan pelaksanaan tugas, melaksanakan evaluasi terhadap program kerja sebagai bahan penyusunan laporan, dan pelaksanaan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan.

Tugas kasubbag. Keuangan yaitu : menerima petunjuk dan arahan sesuai dengan disposisi atasan, menyusun, memeriksa dan meneliti rencana anggaran, melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan anggaran, melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan dan perbendaharaan, menyusun laporan sesuai hasil yang telah dicapai sebagai pertanggung jawaban pelaksanaan tugas, dan melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan.

Tugas kabid perikanan tangkap yaitu : memberi petunjuk dan arahan sesuai disposisi atasan, membagi tugas kepada para kepala seksi sesuai dengan tugasnya, melaksanakan tugas-tugas yang berhubungan dengan perikanan tangkap, menyampaikan saran dan pertimbangan kepada atasan tentang langkah-langkah yang perlu diambil dengan ketentuan berlaku, menyusun laporan sesuai hasil yang telah dicapai sesuai pertanggung jawaban pelaksanaan tugas, dan melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan.

Tugas kepala seksi produksi dan teknologi yaitu: menerima peyunjuk arahan sesuai disposisi atasan, menerima petunjuk, membagi tugas dan membimbing


(1)

Akan tetapi tidak hanya dana dan sarana prasarana POKMASWAS aja yang kurang, bahkan dana dan sarana prasarana Dinas Perikanan Dan Kelautan Bidang Pengawasan Dan Pengendalian Deli Serdang juga minim. Bahkan kapal-kapal untuk dinas patroli masih kurang mencukupi. Mesipun begitu, jika ada masalah yang laporkan ke mereka masih tetap diselesaikan dengan anggaran yang ada. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Sada Ukur Br. Karo, SH selaku Ketua Bidang Pengawasan Dan Pengenalian Deli Serdang yang pada tanggal 29 Mei 2015 mengatakan bahwa :

“Anggaranya minim dan kita gak ada kapal untuk patrol dari dinas perikanan dan kelautan. Kalaupun ada masalah di lapangan gak ada gunanya kita yang selesaikan Cuma gak ada anggaranya. Masalah-masalah yang di lapangan itu ya kita selesaikan walaupun tidak ada anggranya.”


(2)

BAB VI PENUTUP

5.1Kesimpulan

Kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) merupakan kelompok yang dibentuk dari masyarakat berdasarkan keputusan kementerian kelautan dan perikanan No. 58 tahun 2001 tentang tata cara peaksanaan system pengawasan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan. POKMASWAS menjadi perpanjangan tangan dari dinas perikanan dan kelautan di lapangan. Kareana nantinya hasil pengawasan POKMASWAS ini akan dilaporkan kepada dinas perikanan dan kelautan. Dimana tugas dari POKMASWAS yaitu untuk mengawasi pengamilan ikan secara illegal dan mengawasi penggunaan jaring-jaring tangkap ikan yang dapat merusak lingkungan ikan. Selain itu, POKMASWAS juga menjadi wadah dan jembatan bagi upaya nelayan yang memiliki keluh kesah atas masalah-masalah yang ada di lapangan.

Pemberdayaan masyarakat pesisir dan pantai merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat peisisr dan pantai. Dimana dalam pemberdayaan masyarakat pesisir dan pantai ini dinas perikanan dan kelautan deli serdang dan camat panatai labu terlibat di dalamnya. Program yang dibuat dinas dan camat tidak jauh berbeda yaitu dengan melakukan pembinaan-pembinaan dalam pengelolaan pemanfaatan hasil tangkap ikan. Program ini lebih di khususkan untuk para ib-ibu nelayan.


(3)

POKMASWAS memiliki peran yang cukup penting dimasyarakat. Dengan hadirnya POKMASWAS ini, nelayan bisa terbantu dalam mengatasi oknum-oknum yang menggunakan jaring-jaring penangkap ikan yang dapat merusak lingkungan. Selain itu dengan hadirnya POKMASWAS, nelayan juga memiliki wadah untuk menampung keluh kesahnya agar dapat disampaikan ke dinas perikanan dan kelautan deli serdang. POKMASWAS ini tidak hanya mengawasi di laut tetapi juga ikut dalam pengawasan dan pelestarian mangrove. Dengan begini, setidaknya nelayan udang dan keeping yang mayoritas ibu-ibu tak perlu khawatir akan abrasi yang dapat mengurangi pendapatan mereka.

5.2Saran

Dengan adanya beberapa masalah di atas, peneliti akan mecoba memberikan saran sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki hal-hal yang berkaitan POKMASWAS yaitu

1) Perlu dibuatkannya kembali sosialisasi kepada nelayan tentang POKMASWAS, agar nelayan menjadi tahu jika ada wadah untuk menampung keluh kesah mereka.

2) Perlu adanya penambahan dana untuk meningkatkan kinerja POKMASWAS. 3) Perlu adanya gerak cepat dalam menanggapi masalah nelayan dari dinas


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Basri, Yuswar Zainul.2007. Bunga Rampai Pembangunan Ekonomi Pesisi. Jakarta: Universitas Trisakti.

Dunn, William N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta. Gajah Mada: Gava Media.

Ife, Jim Dan Frank Tesoriero.2008. Community Development (Alternative Pengembangan Masyarakat Di Era Globalisasi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kusumanegara, Solahuddin.2010. Model Dan Aktor Dalam Proses Kebijakan Publik. Yogyakata: Gava Media

Moleong, Lexi. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya

Purwanto, Agus Erwan Dan Dyah Ratih Sulistyastuti.2012.Implementasi Kebijakan Publik: Konsep Dan Aplikasinya Di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.

Usman, Husaini. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta : Bumi Aksara Singarimbun.1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.

Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Public: Konsep, Teori Dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung : CV. Alfabeta


(5)

Suyanto. 2005. Metode Penelitian Social. Bandung: Kencana Prenada Media Group. Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2003. Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta:

YPAPI dan Offset.

Tannenboum R.,dkk. 1992. Partisipasi Dan Dinamika Kelompok. Semarang : Dahara Prize.

Thoha, Miftah. 1987. Perspektif Perilaku Birokrasi. Jakarta : CV.Rajawali.

Winarno, Budi. 2002. Teori Dan Proses Kebijakan Pubik. Yogyakarta: Media Pressindo.

Perundang-undangan:

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Perlindungan Nelayan Presiden Republik Indonesia.

Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan No.58 Tahun 2001 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Pengawasan Masyarakat Dalam Pengelolaan Dan Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan.

Jurnal-jurnal :

Adisanjaya, Ngurah. Potensi, Produksi Sumberdaya Ikan Di Perairan Laut Indonesia dan Permasalahannya. Tahun 2014.


(6)

Anonim. 2014. Merdeka Sebagai Bangsa Maritim.

http://www.jawapos.com/baca/opinidetail/6075/Merdeka-sebagai-Bangsa-Maritim. diakses pada tanggal 5 April 2015

Ikawati, 2015. Kesejahteraan Nelayan Masih di Angka 6.

http://www.jurnalmaritim.com/2015/04/kesejahteraan-nelayan-masih-di-angka-6/. Diakses pada tanggal 25 Juni 2015

PSDKP, 2013. DITJEN PSDKP alokasikan alat komunikasi bagi POKMASWAS. www.djpsdkp.kkp.go.id Diakses pada tanggal 27 Juni 2015.