Dalil Posita dan Petitum Penggugat Saling Bertentangan dan Tidak Saling Mendukung.
2. Dalil Posita dan Petitum Penggugat Saling Bertentangan dan Tidak Saling Mendukung.
Mahkamah Agung Republik Indonesia
a) Bahwa dalam posita Penggugat pada butir 16 Penggugat
menyatakan :
“Bahwa sebenarnya Penggugat bersedia membayar uang pemasukan untuk perpanjangan SHGB tersebut asalkan besarnya uang pemasukan dimaksud sesuai dengan harga dasar yang ditentukan dalam perjanjian No.43/Bukti P-1 atau berdasarkan
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.4 tahun 1998 tentang Pedoman Penetapan Uang Pemasukan Dalamm Pemberian Hak atas Tanah yang dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (4) untuk perpanjangan SHGB dikenakan uang pemasukan dengan harga dasar yang berlaku pada perjanjian No.43 tanggal
14 Juli 1998 yang dihitung dengan rumus sebagai berikut : 20/30 x 3% x luas tanah/9.580 m2 x harga dasar Rp.37.000,- per meter persegi”;
b) Bahwa namun demikian dalam Petitum Penggugat DALAM POKOK PERKARA pada butir 7 menyebutkan :
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 24
Mahkamah Agung Republik Indonesia
“Menyatakan Tergugat I tidak berwenang dan tidak berhak memungut biaya PPTI kepada Penggugat atas tanah SHGB No.66/Cilincing atas nama Penggugat”.
Mahkamah Agung Republik Indonesia
c) Bahwa berdasarkan uraian posita Penggugat tersebut pada
prinsipnya sudah jelas Penggugat bersedia membayar uang pemasukan untuk perpanjangan SHGB kepada Penggugat sesuai dengan harga dasar yang ditentukan dalam perjanjian No.43 tanggal 14 Juli 1998, artinya secara sadar Penggugat mengakui bahwa Tergugat I mempunyai kewenangan dan berhak untuk memungut biaya PPTI kepada Penggugat untuk proses perpanjangan SHGB No.66/Cilincing, namun demikian disisi lain Penggugat mengatakan bahwa Tergugat I tidak berwenang dan tidak berhak memungut biaya PPTI kepada Penggugat atas tanah SHGB No.66/Cilincing atas nama Penggugat (vide Petitum Penggugat DALAM POKOK PERKARA butir 7).
d) Bahwa terhadap dalil/posita dan Petitum Penggugat yang tidak saling mendukung dan saling bertentangan tersebut, Tergugat I mengemukakan beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung sebagai berikut :
Mahkamah Agung Republik Indonesia
• Yurisprudensi Mahkamah Agung No.582 K/Sip/1973, tanggal 18 Desember 1975, dalam pertimbangannya berbunyi sebagai berikut : “Karena Petitum gugatan perlawanan tidak jelas dan kurang sempurna dan antara petitum dengan posita bertentangan, maka gugatan pelawan ini harus dinyatakan tidak dapat
diterima”; • Yurisprudensi Mahkamah Agung No.492 K/Sip/1970, tanggal 21 Nopember 1970, dalam pertimbangannya berbunyi sebagai berikut : “Gugatan yang tidak sempurna di dalam posita tidak sama dengan yang dimohonkan dalam petitum, harus dinyatakan tidak dapat diterima”;
• Yurisprudensi Mahkamah Agung No.1075 K/Sip/1982, tanggal 8 Desember 1982, dalam pertimbangannya sebagai berikut :
Mahkamah Agung Republik Indonesia
“Bahwa petitum surat gugatan Pelawan bertentangan dengan dalil-dalil posita gugatan, oleh karena itu cukup alasan bagi
Hal 25 dari 34 hal. - Putusan No.08/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Ut .
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 25
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Pengadilan Negeri untuk tidak menerima gugatan Pelawan tanpa memeriksa pokok perkara”;
Mahkamah Agung Republik Indonesia
e) Bahwa Tergugat I juga menyampaikan pendapat M. Yahya
Harahap, SH dalam buku yang berjudul Hukum Acara Perdata,
Penerbit Sinar Grafika Jakarta, Tahun 2005, Halaman 66 menyatakan “petitum gugatan harus sejalan dengan dalil gugatan. Dengan demikian, petitum mesti bersesuaian atau konsisten dengan dasar hukum akan fakta-fakta yang dikemukakan dalam posita. Tidak boleh terjadi saling bertentangan atau kontroversi diantaranya.
mengakibatkan gugatan mengandung cacat formil, sehingga gugatan dianggap kabur (obscuur libel);
Halaman 452 menyatakan “posita dan petitum harus saling mendukung, tidak boleh saling bertentangan. Apabila hal itu tidak dipenuhi, mengakibatkan gugatan menjadi kabur, sehubungan dengan itu, hal-hal yang dapat dituntut dalam petitum, haruslah mengenai penyelesaian sengketa yang didalilkan. Mestinya terbina sinkronisasi dan konsistensi antara posita dengan petitum. Hanya yang dijelaskan dalam posita yang dapat diminta dalam petitum.
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Sesuatu yang tidak dikemukakan dalam dalil gugatan, tidak dapat diminta dalam petitum, oleh karena itu petitum tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima”;
f) Bahwa berdasarkan apa yang telah Tergugat I uraikan diatas sudah cukup alasan untuk menyatakan bahwa antara dalil/posita dan Petitum Penggugat tidak saling mendukung dan saling bertentangan satu sama lain, sehingga sudah cukup alasan pula untuk menyatakan gugatan Penggugat adalah kabur (Obscuur Libelli) dan oleh karenanya cukup beralasan bagi Majelis Hakim untuk menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard).