Pembahasan & Rekomendasi Kebijakan

5.2 Pembahasan & Rekomendasi Kebijakan

Indonesia memiliki ribuan pulau yang tersebar dalam 33 provinsi (dan baru-baru ini disahkan DPR untuk 34 Provinsi) yang masing-masingnya memiliki kondisi geografi yang unik. Kondisi ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi masing-masing desa untuk bisa meningkatkan kapasitas perekonomiannya. Peluang untuk mengembangkan potensi lokal – dikarenakan keragaman yang dimilikinya. Dan tantangan untuk menyesuaikan moda

3 Lihat Lampiran 13 3 Lihat Lampiran 13

Pada 2010, secara umum jumlah bandara di Indonesia mencapai 514 buah. Hal ini menyesuaikan dengan kondisi dari kontur geografis wilayah

provinsi tersebut. dan Sulawesi Barat

hanya memiliki 1 bandara. Sementara Papua yang kondisi geografisnya berbukit memiliki jumlah bandara terbanyak.

Tabel 5.3: Data Jumlah Bandara per Provinsi Tahun 2010 Provinsi

Jumlah Bandara

Provinsi

Jumlah Bandara

NAD

2 Sumatera Utara

14 Bali

5 Sumatera Barat

10 Nusa Tenggara Barat

15 Riau

5 Nusa Tenggara Timur

52 Jambi

Kalimantan Barat

14 Sumatera Selatan

3 Kalimantan Tengah

46 Bengkulu

5 Kalimantan Timur

5 Lampung

2 Sulawesi Utara

8 Kep Bangka Belitung

5 Sulawesi Tengah

8 Kep Riau

2 Sulawesi Selatan

5 DKI Jakarta

Sulawesi Tenggara

1 Jawa Barat

1 Jawa Tengah

13 Sulawesi Barat

12 DI Yogyakarta

5 Maluku

11 Jawa Timur

2 Maluku Utara

36 Banten

Papua Barat

202 Sumber: Angkasa Pura dalam

3 Papua

Dalam skup wilayah desa, kondisi geografis yang sangat beragam menuntut masyarakat di dalamnya untuk menyesuaikan diri dalam menggunakan moda transportasi sesuai dengan kondisi dimana mereka tinggal. Namun demikian modal transportasi darat mendominasi desa di seluruh Indonesia. Data PODES menunjukkan bahwa, Persentase Jumlah Desa dengan moda transportasi darat di desa lebih rendah dibandingkan kota. Meski demikian jumlahnya – baik di desa maupun

pada 2010 ini lebih meningkat dibandingkan 2008. Tercatat ada sekitar 89,24% unit desa dari total keseluruhan pada 2010 ini, meningkat dibandingkan 2008 pada 2010 ini lebih meningkat dibandingkan 2008. Tercatat ada sekitar 89,24% unit desa dari total keseluruhan pada 2010 ini, meningkat dibandingkan 2008

Dari data Desa/Kota pengguna moda darat diatas, dapat pula dilihat angka desa/kelurahan berdasarkan kemampuan jalannya untuk dilalui kendaran roda 4. Pada 2010 tercatat jumlah desa pemilik moda jalan darat yang mampu dilalui kendaran roda 4 mencapai angka 87,23%. relatif sama dibandingkan 2008. Sementara itu di kota pada 2010 jumlahnya mencapai 98,49%. Juga relativ sama dibandingkan 2008.Akses Jalan Di desa masih terkendala kualitasnya. Data Podes menunjukkan tahun 2010 jalan tanah masih menutupi 13.6% total jalan desa

Untuk melihat perkembangannya, Berdasarkan jenis lapisannya -secara proporsi, Jumlah Kota yang jalannya sudah beraspal masih lebih tinggi dibandingkan desa. Desa yang jalannya sudah beraspal/beton pada 2010 mencapai 61,44%, meningkat dibandingkan tahun 2008 yang hanya sebesar 55,8% dari total desa. Sementara itu jumlah kota yang masyoritas jalannya beraspal mencapai 94,14%. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2008 sebesar 92,75% dari jumlah total kota.Sedangkan menurut jalan yang telah dikeraskan/ hanya diberi kerikil jumlah proporsi desa lebih unggul dari kota. tercatat jumlah desa pada 2010 menurut kategori ini mencapai 24,38%, sedikit turun dibandingkan 2008 sebesar 26,38%. Sedangkan jumlah kota menurut kategori ini pada 2010 hanya mencapai 4,3% dari total kota yang ada. Angka ini sedikit turun dibandingkan tahun 2008 yang sebesar 5,15%.

Untuk kategori Jalan yang masih berbentuk tanah, Desa juga lebih tinggi proporsi jumlahnya dibandingkan kota. Jumlah desa berjalan tanah hingga 2010 mencapai 13,59% dari jumlah desa total, atau lebih rendah dibandingkan 2008 sebesar 17,34%. Sementara itu jumlah

Kota berjalan tanah hingga 2010 mencapai dari jumlah kota total, turun dibandingkan 2008 sebesar 1,97%. Arah kebijakan pembangunan perdesaan dalam RPJMN Tahun 2015-2019 juga tertuang terbagi menjadi 7 (tujuh) poin. Pertama, Pemenuhan Standar Pelayanan Minimum Desa sesuai dengan kondisi geografisnya. Hal ini ditempuh dengan strategi menyusun dan memastikan terlaksananya NSPK SPM Desa (antara lain perumahan, permukiman, pendidikan, kesehatan, perhubungan antar permukiman ke pusat pelayanan pendidikan, pusat pelayanan kesehatan, dan pusat kegiatan ekonomi, pengairan, listrik dan telekomunikasi).

Kedua, Penanggulangan kemiskinan dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat Desa penataan dan penguatan BUMDesa untuk mendukung ketersediaan sarana prasarana produksi khususnya benih, pupuk, pengolahan produk pertanian dan perikanan skala rumah tangga desa; fasilitasi, pembinaan, pendampingan dalam pengembangan usaha, bantuan permodalan/kredit, kesempatan berusaha, pemasaran dan kewirausahaan; dan meningkatkan kapasitas masyarakat desa dalam pemanfaatan dan pengembangan Teknologi Tepat Guna Perdesaan

Ketiga, Pembangunan sumber daya manusia, peningkatan keberdayaan, dan pembentukan modal sosial budaya masyarakat Desa; Mengembangkan pendidikan berbasis ketrampilan dan kewirausahaan; mendorong peran aktif masyarakat dalam pendidikan dan kesehatan; mengembangkan kapasitas dan pendampingan lembaga kemasyarakatan desa dan lembaga adat secara berkelanjutan; menguatkan partisipasi masyarakat dengan pengarusutamaan gender termasuk anak, pemuda, lansia dan penyandang disabilitas dalam pembangunan desa; menguatkan kapasitas masyarakat desa dan masyarakat adat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam lahan dan perairan, serta lingkungan hidup desa termasuk desa pesisir secara berkelanjutan; meningkatkan kapasitas masyarakat dan kelembagaan masyarakat desa dalam meningkatkan ketahanan ekonomi, sosial, lingkungan keamanan dan politik; meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring, pembangunan desa; dan Meningkatkan partisipasi dan kapasitas tenaga kerja (TKI/TKW) di desa.

Keempat, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup berkelanjutan, serta penataan ruang kawasan perdesaan; Menjamin pelaksanaan distribusi lahan kepada desa-desa dan distribusi hak atas tanah bagi petani, buruh lahan, dan nelayan; Menata ruang kawasan perdesaan untuk melindungi lahan pertanian dan menekan alih fungsi lahan produktif dan lahan

Menyiapkan dan melaksanakan kebijakan untuk membebaskan desa dari kantong hutan dan perkebunan

Menyiapkan dan melaksanakan kebijakan tentang akses dan hak desa untuk mengelola sumber daya alam berskala lokal termasuk pengelolaan hutan negara oleh desa berorientasi keseimbangan lingkungan hidup dan berwawasan mitigasi bencana untuk meningkatkan produksi pangan dan mewujudkan ketahanan pangan (Nawacita) Menyiapkan dan melaksanakan

baru tentang shareholding antara pemerintah, investor, dan desa dalam pengelolaan sumber daya alam

Menjalankan investasi pembangunan perdesaan dengan pola shareholding melibatkan desa dan warga desa sebagai pemegang saham

Merehabilitasi kawasan perdesaan yang tercemar dan terkena dampak bencana khususnya di daerah pesisir dan daerah aliran sungai.

Kelima, Pengembangan ekonomi kawasan perdesaan untuk mendorong keterkaitan kota. Hal ini dengan mewujudkan dan mengembangkan sentra produksi, sentra industri pengolahan hasil pertanian dan perikanan, serta destinasi

meningkatkan akses transportasi desa dengan

Mengembangkan kerjasama antardesa, antardaerah, dan antarpemerintah swasta termasuk kerjasama pengelolaan BUMDesa, khususnya di luar

pertumbuhan ekonomi

dan membangun agribisnis kerakyatan melalui pembangunan bank khusus untuk pertanian, UMKM, dan

membangun sarana bisnis/pusat bisnis di

mengembangkan komunitas teknologi informasi dan komunikasi bagi petani untuk berinteraksi dengan pelaku ekonomi lainnya dalam kegiatan

Keenam, Pengembangan kapasitas dan pendampingan aparatur pemerintah desa dan kelembagaan pemerintahan desa secara berkelanjutan. Hal ini dengan (1) meningkatkan kapasitas pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa melalui fasilitasi, pelatihan, dan pendampingan dalam: (a) perencanaan, pelaksanaan dan monitoring pembangunan

(b) pengelolaan aset dan keuangan

dan (c) penyiapan peta desa dan penetapan batas desa secara

(2) reformasi pelayanan publik termasuk pelayanan di luar jam kantor oleh desa, kelurahan, dan kecamatan

meningkatkan ketersediaan sarana prasarana pemerintahan (4) mengembangkan kerjasama antar

(5) melaksanakan penataan dan (6)

Dan terakhir Pengawalan implementasi UU Desa secara sistematis, konsisten, dan berkelanjutan melalui koordinasi, fasilitasi, supervisi, dan pendampingan. Hal ini ditempuh dengan (1) Konsolidasi satuan kerja lintas kementerian/

(2) Memastikan berbagai perangkat peraturan pelaksanaan UU desa sejalan dengan substansi, jiwa, dan semangat UU desa, termasuk penyusunan PP sistem keuangan

(3) Memastikan distribusi dana desa dan alokasi dana desa berjalan secara efektif, berjenjang, dan

(4) Mempersiapkan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam mengoperasionalisasi pengakuan masyarakat adat untuk dapat ditetapkan menjadi desa adat

Untuk mewujudkannya perlu diketahui dahulu batas kewenangan dari stakeholder, baik pemerintah, maupun swasta, maupun dari tingkat pusat maupun daerah. Salah satu acuan mengenai kewenangan pemerintah dalam mengintervensi desa adalah merujuk pada

mengenai pembedaan desa dan kawasan perdesaan (UU 6/2014 BAB mengenai Pembangunan Desa Dan Pembangunan Kawasan Perdesaan). Sehingga tidak terbentur dengan masalah pembiayaan desa yang juga telah diatur dalam PP 60/2014 dan Permenkeu 43/2015 tentang Alokasi Dana Desa (ADD)

Dari sini pemerintah (khususnya pemerintah pusat) bisa merumuskan strategi implementasi diatas dengan menentukan lokasi prioritas pengembangan infrastruktur desa dalam rangka mengurangi ketimpangan, dengan bekerja sama dengan pemerintah provinsi dan Kabupaten/ Kota. Adapun mekanisme pembagiannya adalah dengan menggunakan matriks Klassen yang membagi kombinasi kategoti nilai indeks dan nilai deflator yang telah kita buat diatas kedalam 4 (empat) kwandaran/kelas. Dimana dalam penyusunannya nilai Indeks Infrastruktur pada

kabupaten/ kota dibagi menjadi dua golongan yankni teratas (kode

Hal yang sama juga dilakukan dengan nilai deflator. Dimana nilai deflator di level kabupaten/ kota dibagi menjadi dua golongan yankni

dan

terbawah (kode

dan

Maka dengan matriks sederhana dibagi menjadi 4 kwadran, sebagai berikut:

Indeks & Deflator

KW1 merupakan lokasi yang akan diintervensi mulai tahun 2016-2019; KW2 Mulai dari tahun 2017-2019; KW3 mulai dari tahun 2018-2019 dan KW4 hanya pada tahun 2019. Lihat lampiran

13. Secara umum sebaran dari lokasi prioritas tersebut adalah sebagai berikut: