Hasil Penelitian
d. Pelaksanaan Sanksi Adat “Epkeret” Peristiwa Pembunuhan :
1. Pembunuhan Philipus Liligoli (Kasus Pembunuhan tahun 1982)
Wawancara dengan 38 bapak Simon Lesnussa selaku pelaku yang melakukan fah rahat (pembunuhan) terhadap saudara
Philipus Liligoli, peristiwa fah rahat (pembunuhan) ini sendiri terjadi pada sabtu 18 oktober, pukul 4 sore, tahun 1982, di desa Leksula, Kabupaten Buru Selatan, akar permasalahannya adalah tentang jual-beli ayam yang berujung pada pemukulan yang dilakukan oleh philipus Liligoli terhadap orang tua dari Simon Lesnussa, akibat dari pemukulan itu pelaku dan korban terlibat adu mulut, pelaku sempat berkata: daripada se pukul beta punya mama lebe bae se pukul beta kasi mati (daripada kamu memukul ibu
38 Wawancara Bapak Simon Lesnussa, pelaku pembunuhan tahun 1982, tanggal 26 desember, 2016, di desa Leksula, Kecamatan Leksula, pukul 21:00 WIT.
saya, lebih baik kamu pukul saya sampai mati). Adu mulut yang terjadi kemudian berlanjut dengan perkelelahian antara Philipus Liligoli dengan Simon Lesnussa yang mengakibatkan meninggalnya Philipus Liligoli.
Terkait dengan kasus fah rahat atau pembunuhan ini pihak keluarga, menurut bapak Simon sempat ada pembicaraan antara keluarga pelaku dan keluarga korban untuk menggantikan ke keluarga korban dengan tanah dalam musyarawah dengan Matgugul (Raja Tanah), MatleaGebha atau Kepala Soa (kepala marga) dari kedua belah pihak, tua-tua adat, disaksikan oleh camat, kapolsek dan koramil, akan tetapi dari pihak keluarga korban menolak pergantian dengan tanah, keluarga korban ingin pergantian jiwa atau orang, dikarenakan sanksi adat Epkeret mengharuskan jika korbannya laki-laki harus digantikan dengan laki-laki, apabila dari keluarga tidak mempunyai pengganti seorang laki-laki barulah pergantian bisa menggunakan tanah. Setelah musyawarah tersebut diputuskan oleh Matgugul (raja tanah) kepada keluarga pelaku untuk melakukan sanksi adat Epkeret.
Keluarga pelaku langsung melakukan rapat keluarga untuk menyelesaikan permasalahan ini, berunding untuk menentukan orang yang akan didirikan menjadi pengganti korban dan masuk ke keluarga korban, hal ini dilakukan dengan cepat agar mencegah balas dendam yang akan dilakukan oleh pihak keluarga korban, dalam rapat keluarga dipustukan secara bersama untuk melakukan
Epkeret yaitu dengan mendirikan seorang pengganti bernama Semuel Lesnussa (saudara pelaku) untuk masuk ke keluarga Korban yang bermarga Liligoli yang dilakukan dalam persidangan adat, pihak dari keluarga pelaku yang berdiri untuk mendirikan Samuel Lesnussa sebagai orang yang menggantikan korban fah rahat atau pembunuhan ke keluarga Korban adalah Matlea atau Gebha atau Kepala Soa Gebhain (Pemimpin dari marga Lesnussa), Hein Lesnussa dan Yeremias Lesnussa (saudara pelaku), diterima oleh Matlea atau Gebha atau Kepala Soa Nalbesi (Pemimpin dari marga Liligoli) yang disaksikan oleh Pemerintah (camat), tua-tua adat, Kapolsek, Danramil, tokoh agama dan warga masyarakat.
Sanksi adat Epkeret ini dilakukan oleh pihak keluarga pelaku dengan sukarela dan tidak ada paksaan karena pihak keluarga menyadari kesalahan yang dilakukan oleh anggota keluarganya yang melakukan fah rahat atau pembunuhan jika tidak secepatnya diselesaikan dengan cara seperti ini, pasti akan sangat mengganggu kehidupan bermasyarakat dikarenakan akan adanya tindakan pembalasan dendam yang pasti akan dilakukan oleh pihak keluarga korban cepat ataupun lambat dengan cara melakukan fah rahat atau pembunuhan juga. Pelaku Simon Lesnussa dihukum 2 (dua) tahun penjara dengan potongan masa tahanan menjadi 1 (satu) tahun 2 (dua) bulan sesuai dengan Keputusan Hakim Pengadilan Negeri Namlea.
Dampak yang dirasakan pelaku setelah dilakukan sanksi adat Epkeret dilakukan dan selesai menjalani masa tahanan, pada saat kembali ke dalam masyarakat sudah tidak ada ketakutan yang dirasakan lagi akan terjadinya pembalasan dendam, ketika beraktivitas dan bertemu dengan keluarga korban sama-sama menyapa satu sama lain, seperti tidak pernah terjadi suatu pembunuhan, hubungan dalam masyarakat juga kembali membaik, tidak ada yang mendendam, semuanya kembali berjalan dengan baik.
2. Pembunuhan yang dilakukan oleh saudara Remi Solissa alias Kabit (Kasus Pembunuhan tahun 2015).
Peristiwa pembuhunan dan penganiayaan dengan tersangka Remi Solisa alias Kabit, terjadi pada hari selasa tanggal 17 februari 2015 sekitar Pukul 20.00 WIT bertempat di Desa Siwatlahin. Tersangka (Remi Solisa alias Kabit) melakukan permbunuhan dan penganiayaan dengan menggunakan 2 (dua) buah Tombak dan 2 (dua) buah Parang. Penyebab tersangka melakukan pembunuhan dan penganiayaan ini dari hasil pemeriksaan di kantor polisi sektor Leksula, Kecamatan Leksula, adalah karena tersangka merasa kalau istri tersangka selingkuh dan telah menghina tersangka dengan perkataan pada saat tersangka meminta berhubungan badan dengan perkataan alat kelamin tersangka tidak bisa ereksi, Peristiwa pembuhunan dan penganiayaan dengan tersangka Remi Solisa alias Kabit, terjadi pada hari selasa tanggal 17 februari 2015 sekitar Pukul 20.00 WIT bertempat di Desa Siwatlahin. Tersangka (Remi Solisa alias Kabit) melakukan permbunuhan dan penganiayaan dengan menggunakan 2 (dua) buah Tombak dan 2 (dua) buah Parang. Penyebab tersangka melakukan pembunuhan dan penganiayaan ini dari hasil pemeriksaan di kantor polisi sektor Leksula, Kecamatan Leksula, adalah karena tersangka merasa kalau istri tersangka selingkuh dan telah menghina tersangka dengan perkataan pada saat tersangka meminta berhubungan badan dengan perkataan alat kelamin tersangka tidak bisa ereksi,
Korban dari persitiwa pembunuhan serta penganiayaan ini semuanya berjumlah 9 (Sembilan) orang, korban meninggal berjumlah 4 (empat) orang, 3 (tiga) diantarnya adalah anak-anak dan korban luka-luka berjumlah 5 (lima) orang.
Korban meninggal, yaitu :
1. Saudari Yoneng Nurlatu (27 Tahun) istri dari Tersangka
2. Saudara Herman Solissa (16 Tahun)
3. Saudari Yati Natcikit (14 Tahun)
4. Yoknan Solissa (15 Tahun) Korban luka-luka, yaitu :
1. Saudara Wellem Solisa (30 Tahun)
2. Saudara Agus Natcikit (35 Tahun)
3. Saudara Onyong Solissa (29 Tahun)
4. Saudari Minggas Solissa (60 Tahun)
5. Saudara Elifas Solissa (32 Tahun)
Setelah melakukan pembunuhan dan penganiayaan tersangka sempat melarikan diri ke dalam hutan, sampai pada tanggal 22 februari 2015 tersangka berhasil ditangkap oleh petugas kepolisian, petugas sempat menembak kaki kanan tersangka, karena pada saat mau ditangkap pelaku sempat melakukan perlawanan. Setelah itu
39 Hasil Wawancara dengan Kapolsek Leksula, tanggal 30 desember 2016, pukul 19.39 WIT, di Desa Leksula, Kecamatan Leksula 39 Hasil Wawancara dengan Kapolsek Leksula, tanggal 30 desember 2016, pukul 19.39 WIT, di Desa Leksula, Kecamatan Leksula
Kabit. 40
Kasus pembunuhan atau fah rahat yang dilakukan oleh Kabit Solissa yang pada tahun 2015 lalu, sudah diselesaikan dengan menggunakan hukum adat orang Buru, Khususnya Buru Selatan dengan yaitu pengenaan sanksi adat Epkeret, menurut hasil wawancara dengan narasumber, ada empat orang korban yang meninggal dan semuanya sudah diselesaikan menggunakan adat
Epkeret, yaitu : 41
1. Pergantian korban Yoneng Nurlatu (istri Kabit) diganti dengan Martenci Solisa umur 16 tahun dilakukan di Desa Leksula Kecamatan Leksula tanggal 17 Maret tahun 2015 di hadapan sidang adat atau Saniri yang dipimpin oleh matgugul (Raja Tanah) dihadiri oleh para kepala soa (pemimpin dalam marga atau kepala marga) dan disaksikan oleh danramil, kapolsek, camat, kepala desa, tokoh agama dan masyarakat.
40 Ibid.
41 Hasil wawancara dengan Bapak Anthon Solissa pemegang jabatan Matgugul, tanggal 29 desember 2016, di desa Leksula, Kecamatan Leksula, pukul 05:07 WIT.
2. Pergantian korban atas nama Yati Nacikit umur 14 tahun diganti dengan Ribka Solisa umur 9 tahun dilakukan di Desa Siwat Lahin, Kecamatan Fenafan tanggal 25 Maret 2015 di hadapan sidang adat atau Saniri yang dipimpin oleh matgugul (Raja Tanah) di hadiri para Kepala Soa, Kawasan, di saksikan oleh komandan pos kepolisian, camat, kepala desa dan tokoh agama serta warga masyarakat.
3. Pergantian Korban atas nama Yoknan Solisa umur 15 tahun diganti dengan Makis Solisa umur 6 tahun dilakukan di Desa Waelo, kecamatan Fena Fafan, di hadapan sidang adat atau Saniri yang dipimpin oleh Matgugul (Raja Tanah) dihadiri oleh Kepala Soa, Kawasan disaksikan oleh komandan pos kepolisian, camat, kepala desa dan tokoh agama.
4. Pergantian Korban atas nama Herman Solisa umur 16 tahun di ganti dengan Amus Solisa umur 9 tahun di lakukan di Desa Waekatin kecamatan Fena Fafan tanggal 12 April dihadapan sidang adat atau saniri yang dipimpin oleh Matgugul, dihadiri oleh tua-tua adat, Kepala Soa, Kawasan, dan disaksikan oleh kapolsek, camat, kepala desa, tokoh agama, dan masyarakat.
e. Prosedur Pengenaan Sanksi Adat “Epkeret” 42
Proses penyelesainnya berdasarkan kesepakatan bersama antara keluarga pelaku dan keluarga korban, atas keputusan adat yang diputuskan oleh Matgugul (Raja Tanah), terkait dengan adanya
42 Hasil wawancara dengan Bapak Wellem Nurlatu, Pemegang Jabatan Kepala Soa dari Marga Nurlatu, Keluarga dari saudari Yoneng Nurlatu, tanggal 30 desember 2016, pukul
07:20 WIT.
pembunuhan atau fah rahat. Proses yang dilakukan oleh keluarga pelaku pembunuhan atau fah rahat untuk mendirkan pengganti korban dilakukan di hadapan sidang adat yang dipimpin oleh Matgugul (raja tanah) dihadiri oleh tua-tua adat, Matlea atau Gebha atau Kepala Soa (pemimpin dalam marga) dari kedua belah pihak, Kawasan (pemimpin pemukiman marga) keluarga pelaku dan keluarga korban dan disaksikan oleh koramil, kapolsek, camat, kepala desa, tokoh agama dan masyarakat.
Proses ini diawali dengan pengucapan sumpah atau janji yang dalam bahasa daerah setempat disebut dengan Esmake, ini diucapkan untuk 24 marga yang berada di Pulau Buru dengan para Leluhurnya kemudian khusus untuk kasus Pembunuhan yang terjadi.
Rumusan Esmake (Sumpah Adat) : 43
Opo geba ka sula djunae, fidi ka fahan lalen ka tuke prenta la moyang tu geba mtuan to la du jagak fuka na, du jagak kai wait e la du newe tu gosan tu muan modan. Slake na do kamba epkamak ka ngan tu Moyang ro, kami emhane la fena porua geran pa, kam puna oto gebana daba puna Epkeret ngei ana fina tu anam hana na lat hai tu huma lolin na lat puna ganti nak roko hadi daba mate tu fah-rahat. Opo tu moyang ro kami fena po rua geran pa kamhane na bam sane potai smake na do da puta mhewak nake newen tu enmate ha odok ke.
43 Hasil wawancara dengan Bapak Anthon Solissa pemegang jabatan Matgugul, tanggal 29 desember 2016, di desa Leksula, Kecamatan Leksula, pukul 05:07 WIT.
Artinya :
Tuhan pencipta dunia ini, dari tanganMu, engkau memberi perintah untuk Leluhur dan orang tua untuk menjaga pulau ini dan menjaga persaudaraan kakak dan adik, supaya hidup baik dan tidak merusak satu sama lain. Saat ini kami panggil nama Tuhan dan leluhur menyaksikan kami bersumpah untuk 24 marga, untuk membuat ikatan untuk orang yang menerima adat epkeret bagi (untuk perempuan dengan namanya dan bagi laki-laki dengan namanya) untuk ikut kedalam mata rumah pengganti korban yang meninggal akibat pembunuhan. Tuhan dan moyang, kami 24 marga bersumpah bahwa barangsiapa merombak dan melawan sumpah ini Tombak ini akan mensuk jantungnya, penyakit akan menyusahkan hidupnya dan kematian akan terus mengikutinya.
ditandai dengan 2 (dua) ekor ayam dan 1 (satu) buah tombak, salah satu ayam kepalanya diarahkan ke desa Kayeli yakni wilayah terbitnya matahari, ayam yang satunya diarahkan kepalanya ke desa Waeturen yakni wilayah matahari terbenam, tombak yang digunakan pada pengucapan sumpah ini mempunyai makna apabila dikemudian hari setelah pengucapan janji atau sumpah yang dalam bahasa daerah setempat disebut dengan Esmake ada pihak yang melanggar sumpah ini maka tombak ini yang akan membunuh dirinya. Setelah itu ada juga proses balik marga atau disebut dalam bahasa setempat Kali-leit yang juga dilakukan dengan Esmake atau sumpah adat.
Rumusan Esmake (sumpah adat) pergantian marga atau Kali-leit pada saat mendiririkan pengganti dalam upacara adat pengenaan
sanksi Epkeret : 44
Opo Geda Snulat Langina Dawa Lale Na, aleli ngat Nuru Dawa Na Soa da sisa la soa tu ba umur salamat
Artinya :
Tuhan sang pencipta memberkati saya, saya balik nama soa anak ini untuk masuk ke dalam soa yang baru Tuhan berkati dan berikan umur panjang.
Setelah proses mendirikan orang yang menjadi pengganti untuk menggantikan korban dan masuk dalam keluarga korban serta proses balik marga (kali-leit) apabila fah rahat atau pembunuhan yang dilakukan antar marga dalam masyarakat adat Buru Selatan untuk masuk kedalam marga keluarga korban dilakukan serta dilandasi dengan sumpah adat atau Esmake selesai dilakukan, ada penyematan ikat pinggang atau ika poro, lambang pemerintahan adat dari marga yang bertikai akibat adanya fah rahat atau pembunuhan, diikat atau dalam bahasa setempat disebut dibabah pada Kepala Soa atau pemimpin dari marga yang bertikai sebagai tanda mereka kembali menyatu dan tidak ada lagi dendam.
44 Ibid.
Setelah itu seluruh peserta persidangan adat dilingkari dengan kain putih, melambangkan semua warga dalam masyarakat yang pada saat terjadinya pembunuhan takut untuk beraktifitas karena akan adanya pembalasan dendam kembali menyatu dan itu berarti tidak ada ketakutan lagi akan adanya pembalasan dendam yang menimbulakn ketakutan dalam masyarakat.
f. Persepsi tentang “Epkeret”
1. Pemerintah Setempat
Hasil wawancara dengan Kepala Kantor Kecamatan Fena Fafan, menurutnya sanksi adat Epkeret itu sudah ada sejak orang tua kami. sebagai pihak Pemerintah di sini kami mengenal dan mengetahui prosesnya dan bahkan kami selalu hadir untuk menyaksikan pelaksanaannya. Ia mengakui bahwa sebagai anak asli Pulau Buru, sanksi adat Epkeret sangat bermanfaat dan dipandang adil karena tidak akan ada dendam atau epsefet serta dapat menciptakan perdamaian diantara keluarga pelaku dan korban serta masyarakat langsung mendapatkan dampak yang positif akibat dari pembunuhan yang terjadi dikarenakan tidak terjadi proses balas dendam setelah adannya penyelesaian dengan adat Epkeret. Sanksi adat Epkeret dipandang sangat adil sebab keputusan adat di terima dan ditaati sehingga para pihak yang
bermasalah dapat berdamai dan hidup rukun kembali. 45
45 Wawancara dengan Bapak Robinson Biloro S.sos, Kepala Kantor Kecamatan Fena Fafan, tanggal 20 Desember 2016, jam 10.23 WIT, di Kantor Kecamatan Fena
Fafan, Desa Waekatin.
Tindakan-tindakan yang dilakukan terhadap adanya pengenaan sanksi adat ini, menurutnya, hanya dilakukan pendekatan-pendekatan dengan keluarga, keluarga korban maupun keluarga pelaku, serta masyarakat, selaku anak adat yang mengerti dan mengetahui akan adanya sanksi ini karena proses ini sudah berlangsung sejak lama, kalaupun kami selaku pemerintah ikut campur tangan ke dalam proses pengenaan sanksi ini akan berdampak sekali terhadap kebebasan masyarakat adat.
Dikarenakan kita tahu sendiri masyarakat di Maluku khsusnya di Buru Selatan semuanya memiliki adat-istiadat masing-masing, hal itu menunjukan identitas kita, darimana kita berasal, oleh sebab itu tindakan-tindakan yang kita lakukan hanyalah sebatas pendekatan-pendekatan dengan keluarga dan masyarakat serta membangun komunikasi dengan Lembaga Pemerintahan Adat.
Akan tetapi untuk masuk mencapuri sampai kepada keputusan pengenaan sanksinya, kita tidak melakukannya, alasannya jikalau hal itu sampai dilakukan akan adanya pergeseran arti hukum adat yang asli, yang sudah berlangsung secara turun- temurun dari nenek moyang kita akan menjadi tidak asli lagi, itu sama saja dengan kita menghilangkan identitas kita sebagai Orang Buru.
2. Keluarga yang mendirikan Pengganti untuk Keluarga Korban
Hasil wawancara dengan orang tua dari Rika Solisa umur 9 tahun yang anaknya menjadi orang yang didirikan untuk menggantikan Korban Yati Nacikit, menurutnya :
katong seng merasa susah karena anak ini seng mati, dia pasti jadi tanda yang biking katong hubungan menjadi baik sebagai orang basudara. Katong tau dong yang tarima anak ini akan piara dia sama dengan katong yang melahirkan dia, jadi dong pasti jaga dia, sayang dia sampe basar. Katong kasi badiri dia untuk menggantikan orang yang meninggal kepada mereka sama saja seperti dia hidup dalam katong pung tangan, jadi seng apa-apa, karena dia su maso keluarga yang susah karna dong kehilangan dong pung anak juga, deng bagini jua katong samua aman karna seng mungkin ada baku bunuh lai. Artinya :
kami keluarga tidak merasa susah karena anak ini tidak meninggal, anak ini pasti menjadi tanda yang membuat hubungan keluarga antara pelaku dan keluarga korban menjadi baik, sebagai orang bersaudara. Kita tahu keluarga yang baru ini akan menerima dan akan memelihara dan menjaga anak ini sampai dia besar nanti, sama seperti saya yang sudah melahirkannya, mereka pasti menjaga dia, menyayangi dia sampai besar. Kita mendirikan anak ini untuk menggantikan orang yang meninggal kepada keluarga korban sama saja dia hidup dalam tangan kita, jadi tidak ada kami keluarga tidak merasa susah karena anak ini tidak meninggal, anak ini pasti menjadi tanda yang membuat hubungan keluarga antara pelaku dan keluarga korban menjadi baik, sebagai orang bersaudara. Kita tahu keluarga yang baru ini akan menerima dan akan memelihara dan menjaga anak ini sampai dia besar nanti, sama seperti saya yang sudah melahirkannya, mereka pasti menjaga dia, menyayangi dia sampai besar. Kita mendirikan anak ini untuk menggantikan orang yang meninggal kepada keluarga korban sama saja dia hidup dalam tangan kita, jadi tidak ada
juga merasa aman karena tidak akan ada pembunuhan lagi. 46
3. Keluarga Korban (keluarga yang menerima orang yang didirikan sebagai Pengganti untuk menggantikan Korban)
Kasus Pembunuhan yang terjadi di Pulau Buru khusunya Buru Selatan atau bahasa setempat disebut dengan fah rahat sepanjang belum diselesaikan dengan menggunakan sanksi adat “Epkeret” sampai kapanpun akan terjadi balas dendam, untuk itu sanksi adat Epkeret harus dilaksanakan untuk mencegah terjadinya pembunuhan.
Pelaku pembunuhan atau (fah rahat) Remi Solissa alias Kabit untuk mendirkan pengganti korban atas nama Yoneng Nurlatu umur 27 tahun yang merupakan istri dari pelaku dengan orang pengganti yaitu Martenci Solisa umur 16 tahun dilakukan di Desa Leksula, Kecamatan Leksula pada tanggal 17 Maret 2015 dilakukan di hadapan sidang adat yang dipimpin oleh Matgugul (raja tanah) dihadiri oleh tua-tua adat, Matlea atau Gebha atau Kepala Soa (peminpin dalam marga) dari kedua belah pihak, Kawasan (pemimpin pemukiman marga) keluarga pelaku dan keluarga korban dan disaksikan oleh danramil, kapolsek, camat, kepala desa, tokoh Agama dan masyarakat.
46 Wawancara dengan Ibu Koce Solisa, ibu dari Ribka Solisa,anak yang didirikan sebagai pengganti untuk menggantikan korban , tanggal 2 januari 2017, pukul 12.07, di desa
Siwatlahin, Kecamatan Fena Fafan.
Setelah proses mendirikan pengganti telah dilakukan dan orang yang manggantikan telah masuk dalam keluarga korban dengan Esmake Kali-leit atau sumpah adat untuk pergantian marga semuanya selesai, katong samua dari keluarga korban deng keluarga baku polo deng manangis sama-sama (kita semua baik dari keluarga korban dan keluarga pelaku saling berpelukan dan menangis sama-sama) dengan ini menandakan bahwa tidak akan
ada dendam lagi. 47
4. Orang yang didirikan sebagai Pengganti untuk Menggantikan Korban
1. Wawancara dengan Bapak Samuel Liligoli, menurutnya dulunya dia bermarga Lesnussa, dia sekarang bermarga Liligoli karena dulunya beta punya kaka laki-laki bunuh orang (kakak laki-laki saya dulunya membunuh orang) kasus pembunuhan ini diselesaikan dengan menggunakan adat orang Buru, akang pung nama itu (namanya adalah) Epkeret. Keluarga besar dari marga Lesnussa berunding dalam rapat keluarga lalu dong tunjuk beta par dapa kasi badiri untuk ganti orang yang meninggal (keluarga menunjuk saya untuk didirikan sebagai orang yang menggantikan korban). Menurutnya pada waktu ia didirikan dalam sidang adat dan diserahkan kepada keluarga korban (Marga Liligoli) ia berusia 12 (dua belas) tahun dan
47 Hasil wawancara dengan Bapak Wellem Nurlatu, Pemegang Jabatan Kepala Soa dari Marga Nurlatu, Keluarga dari saudari Yoneng Nurlatu, tanggal 30 desember 2016, pukul
07:20 WIT.
masuk ke keluarga Liligoli dengan melalui Proses Epkeret yang dilandasi dengan sumpah adat atau Esmake dan ia meninggalkan marga Lesnusa melalui proses sumpah balik marga atau pergantian marga (Esmake Kali-leit), semuanya dijalankan dengan sukarela dan tanpa ada paksaan, dia merasa diterima dan diperlakukan dengan baik selayak anak mereka sendiri, semua kebutuhannya di penuhi. Beta seng pernah rasa asing, beta seng pernah di perlakukan kasar (saya tidak pernah merasa sendirian, saya tidak pernah diperlakukan kasar) Sampe sekarang beta su kaweng su pung ana dua beta tetap sayang dong seperti beta punya bapa deng mama kandung. (sampai sekarang saya sudah menikah dan mempunyai anak dua saya tetap menyayangi bapak sama ibu, seperti orang tua kandung saya). Tidak pernah ada larangan, untuk bertemu dengan orang tua maupun keluarga kandungnya. Sampai pada waktu orang tua kandungnya meninggal dia dengan orang tua angkatnya bersama-sama datang berkunjung ke rumah duka. Tanpa ada
larangan sedikitpun. 48
2. Wawancara dengan Saudari Martenci Solisa, menurutnya ia menjadi pengganti bagi saudara Yoneng Nurlatu, akibat dari pembuhunan yang dilakukan oleh saudaranya Kabit Solisa, Yoneng merupakan istri dari saudaranya Kabit. Setelah dia
48 Wawancara dengan Bapak Semuel Lesnusa, orang yang didiikan sebagai penggganti untuk menggantikan korban, umur 46 tahun, tanggal 27 Desember 2016, jam 15.24, di desa
Leksula, Kecamatan Leksula.
menjalani sanksi adat epkeret dan balik marga (kalileit) dan kemudian masuk dalam keluarga Nurlatu. Awalnya ia merasa enggan, dan takut, akan tetapi setelah beberapa bulan berada di tengah-tengah keluarga barunya ia merasa seperti rumah sendiri, apalagi dia seorang anak perempuan, keluarga barunya memberikan kasih sayang seperti kepada anak mereka sendiri. Diungkapkannya dengan kata-kata beta seng rasa taku karena bapa,mama deng basudara dong samua tarima beta deng hati barsih (papa, mama dengan semua saudara menerima saya
dengan hati yang bersih). 49
5. Penegak Hukum
Kami selaku pihak Kepolisian (penegak hukum) mengerti dan mengetahui akan adanya penyelesaian perkara pembuhunan ini dengan penyelesaian adat, yaitu pengenaan sanksi orang diganti dengan orang akan tetapi bukan untuk dibunuh, tetapi menjalani kehidupan dengan kelurga korban.
Kami selaku pihak kepolisian juga turut membantu yakni berkordinasi dengan pihak keluarga korban maupun keluarga pelaku, dan juga membangun komunikasi dengan kedua belah pihak (dalam hal ini keluarga pelaku dan korban) kepada keluarga
49 Hasil Wawancara dengan Martenci Solisa, umur 16 tahun, tanggal 2 januari 2017,
pukul 9.39 WIT, di desa Siwatlahin Kecamatan Fena Fafan.
pelaku kami membangun komukasi dengan memberitahukan untuk menyiapakan pengganti (orang) untuk keluarga korban. 50
50 Hasil Wawancara dengan Kapolsek Leksula, tanggal 30 desember 2016, pukul 19.39 WIT, di Desa Leksula, Kecamatan Leksula