2. TINJAUAN PUSTAKA
Teori Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan
kemakmuran masyarakat meningkat Sukirno, 2000. Jadi pertumbuhan ekonomi digunakan untuk mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian serta meningkatkan
kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan oleh pertambahan faktor-faktor produksi baik dalam jumlah dan kualitasnya.
Investasi juga semakin berkembang dan akan menambah barang modal dan teknologi yang digunakan. Di samping itu, tenaga kerja bertambah sebagai akibat perkembangan penduduk
seiring dengan meningkatnya pendidikan dan keterampilan mereka. Menurut Arsyad 1999 pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto PDBPendapatan
Nasional Bruto PNB tanpa memandang apakah kenaikan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi
atau tidak. Sasaran pembangunan ekonomi daerah adalah meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan pertumbuhan Pendapatan
Domestik Regional Bruto PDRB menurut harga konstan. Laju pertumbuhan PDRB akan memperlihatkan proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Penekanan pada
”proses”, karena mengandung unsur dinamis, perubahan atau perkembangan. Oleh karena itu, pemahaman indikator pertumbuhan ekonomi biasanya akan dilihat dalam kurun waktu
tertentu, misalnya tahunan. Aspek tersebut relevan untuk dianalisis sehingga kebijakan- kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah untuk mendorong aktivitas
perekonomian domestik dapat dinilai efektifitasnya Rustiono, 2008.
Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik
Menurut ekonom Klasik, Smith, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk Arsyad,1999. Unsur
pokok dari sistem produksi suatu negara ada tiga, yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan stok modal. Menurut Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik, pertumbuhan
ekonomi bergantung pada faktor-faktor produksi Sukirno, 1994. Persamaannya adalah :
Δ Y = f ΔK, ΔL Δ Y = tingkat pertumbuhan ekonomi
Δ K = tingkat pertambahan barang modal Δ L = tingkat pertambahan tenaga kerja
Model Pertumbuhan Harrod-Domar
Model pertumbuhan yang paling terkenal dalam teori neo-keynesian adalah model pertumbuhan Harrod-Domar. Model pertumbuhan ini menjelaskan mekanisme perekonomian
yang mengandalkan peningkatan investasi demi mempercepat pertumbuhan ekonomi. Model pertumbuhan Harrod-Domar adalah sebagai berikut:
Δ Y �
= s
�
Δ Y �
= tingkat perubahan atau tingkat pertumbuhan PNB yaitu, angka
persentase perubahan PNB s = rasio tabungan nasional
k = rasio modal-output nasional
Agar dapat tumbuh dengan pesat, maka setiap perekonomian haruslah menabung dan menginvestasikan sebanyak mungkin bagian dari PNB-nya. Semakin banyak yang ditabung
kemudian diinvestasikan, maka laju pertumbuhan perekonomian itu akan semakin cepat Todaro, 2003.
Model Pertumbuhan Solow
Dalam model pertumbuhan ekonomi Neo Klasik Solow Solow Neo Classical Growth Model ini merupakan pengembangan dari formulasi Harrod-Domar dengan menambahkan
faktor kedua yaitu tenaga kerja serta memperkenalkan variabel independen ketiga yakni teknologi ke dalam persamaan pertumbuhan.
Y = K
α
. AL
1- α
Y = Produk Domestik Bruto K = stok modal fisik dan modal manusia
L = tenaga kerja non terampil A = konstanta yang merefleksikan tingkat teknologi dasar
α = melambangkan elastisitas output terhadap model, yakni persentase kenaikan PDB yang bersumber dari 1 penambahan modal fisik dan modal manusia. Menurut teori pertumbuhan
Neo Klasik Tradisional, pertumbuhan output selalu bersumber dari satu atau lebih dari 3 tiga faktor yakni kenaikan kualitas dan kuantitas tenaga kerja, penambahan modal
tabungan dan investasi dan penyempurnaan teknologi Todaro, 2003.
Investasi
Investasi sering disebut juga sebagai penanaman modal atau Pembentukan Modal Tetap Bruto PMTB. Investasi menghubungkan pasar uang dengan pasar barang, masa kini dan
masa datang. Selain itu, fluktuasi investasi berpengaruh besar pada proses bisnis. Poin yang menonjol adalah investasi dalam jangka panjang, menentukan jumlah stok modal dan
berperan dalam pertumbuhan ekonomi jangka panjang Blanchard, 2006. Sukirno 2000 mendefinisikan investasi sebagai pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang
produksi dengan tujuan untuk mengganti dan menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan.
Tujuan investasi ini adalah untuk meningkatkan kapasitas memproduksi suatu perekonomian.
Ada 3 jenis investasi menurut Dornbusch and Fischer 1997, Mankiw 2003, Sukirno 2000 yaitu: 1 Investasi tetap bisnis Business Fixed Investment yaitu pengeluaran
perusahaan untuk pembelian pabrik dan peralatan baru, 2 Investasi residensi residential investment, yaitu pembelian perumahan baru oleh rumah tangga dan tuan tanah, 3 Investasi
dalam persediaan inventory investment yaitu bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi yang disimpan oleh perusahaan untuk kemudian dijual. Menurut Dornbusch and Fischer
1992 ada dua sudut pandang investasi yaitu: 1. Investasi dalam arti sempit yaitu penambahan persediaan fisik modal, atau disebut juga
investasi riil, 2. Investasi dalam arti luas, yang mencakup investasi finansial dan sumber daya manusia.
Investasi dan pertumbuhan mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan, besarnya investasi di daerah akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan daerah tersebut.
Untuk itu perlu di uraikan lebih lanjut hubungan antara investasi dan pertumbuhan.
Investasi dan Pertumbuhan
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, penanaman modal investasi adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun
penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Secara garis besar, penanaman modal dalam rangka investasi ditinjau dari sumbernya dibagi 2 dua,
yaitu investasi pemerintah seta investasi swasta. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2008, Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana danatau barang oleh
pemerintah dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan Investasi Langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, danatau manfaat lainnya.
Investasi swasta dikelompokan menjadi dua yaitu penanaman modal dengan modal berasal dari dalam negeri dan penanaman modal dengan modal dari pihak asing luar negeri.
Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri
dengan menggunakan modal dalam negeri. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang
dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2007.
Di negara berkembang seperti Indonesia, investasi sangat dibutuhkan untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan yang ada. Hal ini dikarenakan investasi dapat
meningkatkan pendapatan nasional suatu negara. Sesuai dengan teori yang dicetuskan oleh Mankiw 2000 yaitu setiap kenaikan jumlah pendapatan sebagai akibat dari pertambahan
investasi akan menaikkan pendapatan dengan jumlah yang berlipat ganda multiplied effect. Peningkatan pendapatan khususnya dalam bentuk uang akan meningkatkan permintaan
barang secara keseluruhan Aggregate Demand. Dengan demikian, terdapat sebuah tuntutan untuk memenuhi permintaan sehingga mempengaruhi kebutuhan peralatan maupun uang
dalam bentuk modal sebagai akibat kenaikan produksi, sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan investasi. Kenaikan tabungan masyarakat karena peningkatan pendapatan
merupakan investasi secara langsung melalui lembaga keuangan dan secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :
Y = C + S Di mana :
Y = Pendapatan masyarakat C = Konsumsi
I = Investasi
dengan asumsi keseimbangan yaitu S=I, maka akan didapatkan : Y = C + I
Secara keseluruhan gambaran mengenai peningkatan pendapatan masyarakat yang disebabkan oleh kenaikan investasi dan tingkat konsumsi dapat dilihat pada Gambar 1 berikut
:
Harga P
AD
2
AD
1
Pendapatan Nasional Y Y
1
Y
2
Gambar 1. Hubungan Pendapatan, Investasi dan Konsumsi
Sumber: Mankiw 2000
Gambar 1 dapat menjelaskan bahwa adanya investasi mampu mendorong peningkatan Aggregate Demand AD. Dengan demikian, peningkatan investasi menggeser kurva AD ke
kanan atas, dari AD
1
ke AD
2
. Dengan meningkatnya AD, maka pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan perkapita di suatu wilayah pun akan meningkat Y
1
ke Y
2
. Menurut Mankiw 2000 faktor yang mempengaruhi peningkatan investasi adalah
tingkat suku bunga. Persamaan yang mengaitkan investasi dan suku bunga riil adalah sebagai berikut:
I = I r Investasi bergantung pada suku bunga riil r karena suku bunga merupakan biaya
peminjaman. Ketika biaya peminjaman r meningkat, maka keuntungan yang didapat investor dapat menurun dengan asumsi ceteris paribus sehingga hal tersebut dapat
menurunkan investasi yang ditanamkan. Sebaliknya, jika biaya peminjaman turun, maka investor akan meningkatkan jumlah investasinya mengingat keuntungan yang didapat juga
akan meningkat. Hal ini dapat dijelaskan melalui Gambar 2.
b Perpotongan Keynessian Pengeluaran E
a Fungsi Investasi
c Kurva IS
Gambar 2. Investasi Perpotongan Keynesian dan Kurva IS
Sumber: Mankiw 2000
Gambar 2 merupakan kombinasi antara fungsi investasi dengan diagram perpotongan
Keynessian dan grafik kurva IS. Bagian a menjelaskan hubungan terbalik antar investasi dan tingkat bunga. Penurunan tingkat bunga dari r
1
ke r
2
akan mengakibatkan jumlah investasi yang ditanamkan meningkat dari I r
1
ke I r
2
. Peningkatan investasi yang direncanakan akan menggeser fungsi pengeluaran yang direncanakan ke atas dari AE
1
ke AE
2,
sebagaimana yang terlihat dalam bagian b. Peningkatan pengeluaran yang Y
Y AE
2
AE
Pendapatan, Output, Y
Tingkat bunga, r
Ivestasi, I Tingkat
bunga,r
Pendapatan, Output, Y
r
1
r
2
I
1
I
2
direncanakan ini akan mengakibatkan tingkat pendapatan nasional meningkat dari Y
1
ke Y
2
. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa satu dari berbagai upaya meningkatan
pendapatan wilayah dengan meningkatkan jumlah investasi pada wilayah tersebut sehingga akan terjadi pertumbuhan ekonomi. Secara ringkas, grafik hubungan investasi dan
pendapatan nasional dapat dijelaskan oleh gambar 3
Gambar 3. Grafik hubungan Output Y dengan Investasi I
Sumber: Mankiw 2000
Dalam konteks pembangunan nasional dewasa ini, kepentingan peningkatan investasi sesungguhnya memiliki tujuan yang lebih luas daripada hanya sekedar penciptaan
pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. Menurut Mankiw 2000 berkaitan dengan isu dan permasalahan yang dihadapi, misi peningkatan investasi pada dasarnya mencakup tiga
tujuan yang saling berkaitan, yaitu: 1 penciptaan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan lapangan kerja; 2 berkurangnya jumlah penduduk miskin, dan pada gilirannya 3
terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan. Berkenaan dengan tujuan tersebut, upaya peningkatan investasi sangat terkait erat dengan upaya peningkatan kualitas
pelayanan terhadap masyarakat. Dalam kaitan inilah, diperlukan kepemimpinan yang visioner untuk mengintegrasikan berbagai kepentingan dan upaya memobilisasi para pelaku,
organisasi dan sumberdaya.
Dengan adanya desentralisasi diharapkan pertumbuhan ekonomi di daerah lebih baik, untuk itu akan dibahsa lebih lanjut keterkaitan desentralisasi dan pertumbuhan ekonomi
Hubungan Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan- perubahan dalam corak dan struktur aktivitas ekonomi yang bertujuan untuk mengurangi atau
menghapuskan kemiskinan, ketimpangan dalam distribusi pendapatan, dan ketimpangan dalam penggangguran di suatu daerah. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 dijelaskan bahwa
pembangunan ekonomi adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara dalam rangka mewujudkan tujuan
negara. Dalam berbagai teori dinyatakan bahwa nilai inti pembangunan adalah :
Terciptanya keperluan hidup yang berkelanjutan Terciptanya harga diri masyarakat suatu negara
Terciptanya kemerdekaan Pembangunan ekonomi itu sendiri bertujuan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang
tangguh. Pertumbuhan ekonomi juga adalah mengukur prestasi dari perkembangan perekonomian suatu negara perkembangan jumlah produksi barang, pertambahan jumlah
perkantoran, sekolah, pusat-pusat pariwisata dll. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur melalui persentase tambahan dari pendapatan nasional riil, yakni pendapatan nasional riil dapat
dihitung baik dengan cara pengeluaran, produk bruto maupun dengan cara pendapatan.
Pendapatan, Output, Y Ivestasi
Dalam mengkaji hubungan antara desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi beberapa pengujian telah dilakukan seperti Chema dan Rondinelli, 1983, Mankiw, Romer,
and Weil, 1992. Hasilnya diperoleh sebagai berikut: Untuk negara-negara dengan tiga perangkatlevel pemerintahan, hubungan antara
desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi cukup kuat. Untuk negara-negara industri, desentralisasi fiskal mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi apabila peran pemerintah pusat yang lebih kecil muncul akibat peran pemerintah pusat lebih luas dibandingkan dengan peranan propinsi.
Untuk negara-negara sedang berkembang desentralisasi fiskal akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi apabila peranan pemerintah pusat yang lebih kecil muncul
akibat peranan pemerintah propinsi yang lebih besar dibanding pemerintah di bawahnya.
Otonomi daerah merupakan saat yang tepat bagi pemerintah daerah untuk berbenah diri, dengan adanya otonomi daerah semua kewenangan dan urusan anggaran menjadi
tanggungjawab daerah otonom. Pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan yang merupakan indikator dari perekonomian daerah juga ditentukan bagaimana tata kelola
ekonomi daerah tersebut. tata kelola ekonomi daerah yang baik diharapkan akan meningkatkan Perekonomian Daerah.
Otonomi daerah membawa konsekwensi pada pelimpahan wewenang dan urusan pusat ke daerah, Tata Kelola sebagai satu dari berbagai hal yang menjadi urusan pusat yang
kemudian dalam era otonomi daerah menjadi urusan daerah.
Pengertian Tata Kelola
Dixit 2001 mendefinisikan tata kelola secara luas menyangkut interaksi interaksi antara para pelaku pasar dengan kelembagaan-kelembagaan yang dilakukan oleh pemerintah.
Sedangkan beberapa peneliti lain memisahkan tata kelola menjadi konsep yang berbeda dan lebih sederhana, seperti korupsi Wei 2000, transparansi Kaufmann et al. 2003, dan
peraturan Djankov et al. 2002. Busse et al 2007 menggunakan tata kelola pemerintahan governance sebagai proxy kualitas institusi. North 1990 memasukkan birokrasi sebagai
salah satu unsur dari institusi, sehingga tata kelola pemerintahan merupakan gambaran kualitas desentralisasi birokrasi.
Menurut Asian Development Bank 2009, terdapat empat prinsip pokok tata kelola pemerintahan yang baik, antara lain:
1. Accountability, yaitu pejabat dapat mempertanggung-jawabkan kebijakannya, kebijakan dilakukan berdasarkan hukum dan aturan yang berlaku, dan setiap pekerjaan dilaporkan
secara benar dan akurat. 2. Participation, yaitu pegawai diberikan peran dalam pembuatan keputusan, adanya
pemberdayaan masyarakat, khususnya penduduk miskin, melalui pemenuhan hak akan akses untuk memperoleh kehidupan yang layak.
3. Predictability, yaitu adanya kepastian hukum melalui penegakan hukum, aturan, dan kebijakan secara adil dan konsisten.
4. Transparency, yaitu ketersediaan informasi yang murah dan mudah dipahami masyarakat guna mendukung akuntabilitas yang efektif, dan adanya kejelasan hukum, aturan, dan
kebijakan.
World Bank Institute 2008 mengukur tata kelola pemerintahan menggunakan enam indikator. Keenam indikator tersebut antara lain: 1 keterbukaan dan akuntabilitas, 2
stabilitas politik dan ketiadaan kekerasanterorisme, 3 efektifitas pemerintahan, kualitas peraturan, 5 penegakan hukum, dan 6 kontrol terhadap korupsi.
Menurut dokumen United Nations Development Program UNDP, tata kelola pemerintahan adalah penggunaan wewenang ekonomi politik dan administrasi guna
mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga di mana warga dan kelompok-kelompok
masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban
dan menjembatani
perbedaan-perbedaan di
antara mereka.
Good Governance menurut Bank Dunia adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan
yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara
politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha. Masyarakat Transparansi
mendefinisikan Good Governance sebagai pengelolaan
pemerintahan yang baik. Kata „baik‟ disini dimaksudkan sebagai mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip
dasar Good Governance. Tata kepemerintahan yang baik good governance menurut Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah 2007 merupakan suatu
konsepsi tentang penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, demokratis dan efektif, serta di dalamnya mengatur pola hubungan yang sinergis dan konstruktif antara pemerintah, dunia
usaha swasta dan masyarakat. Tata kepemerintahan yang baik meliputi tata kepemerintahan untuk sektor publik good public governance yang merujuk pada lembaga penyelenggara
negara eksekutif, legislatif dan yudikatif dan tata kepemerintahan untuk dunia usaha swasta good corporate governance, serta adanya partisipasi aktif dari masyarakat civil society.
Para pihak inilah yang sering disebut sebagai 3 tiga pilar penyangga penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Gambar 4. Pola Interaksi Tiga Pilar Good Governance
Sumber: KPPOD 2007
good governance adalah masalah perimbangan antara negara, pasar dan masyarakat. Memang sampai saat ini, sejumlah karakteristik kebaikan dari suatu governance lebih banyak
berkaitan dengan kinerja pemerintah. Pemerintah berkewajiban melakukan investasi untuk mempromosikan tujuan ekonomi jangka panjang seperti pendidikan kesehatan dan
infrastuktur. Tetapi untuk mengimbangi negara, suatu masyarakat warga yang kompeten dibutuhkan melalui diterapkannya sistem demokrasi, rule of law, hak asasi manusia, dan
dihargainya pluralisme. Good governance sangat terkait dengan dua hal yaitu 1 good governance tidak dapat dibatasi hanya pada tujuan ekonomi dan 2 tujuan ekonomi pun tidak
dapat dicapai tanpa prasyarat politik tertentu.
Prinsip Good Governance
UNDP merekomendasikan beberapa karakteristik governance, yaitu legitimasi politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan berpartisipasi,
akuntabilitas birokratis dan keuangan financial, manajemen sektor publik yang efisien, kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat dipercaya. Sedangkan
World Bank mengungkapkan sejumlah karakteristik good governance adalah masyarakat sipil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi,
eksekutif yang bertanggung jawab, birokrasi yang profesional dan aturan hukum. Masyarakat Transparansi Indonesia menyebutkan sejumlah indikator seperti : transparansi, akuntabilitas,
kewajaran dan kesetaraan, kesinambungan, partisipasi masyarakat, tegaknya supremasi hukum serta efektivitas dan efisiensi. Jelas bahwa terdapat berbagai prinsip yang melandasi
tata pemerintahan yang baik dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun ada tiga prinsip utama yang melandasi good governance, yaitu Akuntabilitas,
Transparansi, dan Partisipasi Masyarakat.
Tata Kelola Ekonomi yang baik merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sehingga perlu di uraikan hubungan antara keduanya.
Hubungan Tata Kelola dan Pertumbuhan Ekonomi
Hubungan tata kelola pemerintahan dengan pertumbuhan ekonomi hingga kini masih menjadi dilema. Namun, beberapa penelitian membuktikan bahwa ada hubungan kuat antara
tata kelola pemerintahan dengan pertumbuhan ekonomi. Rodrik et all 2004 meneliti hubungan institusi, integrasi ekonomi perdagangan internasional dan geografi terhadap
pembangunan ekonomi di beberapa negara dengan menggunakan data cross section. Kualitas institusi ditemukan memiliki dampak yang lebih besar terhadap tingkat akumulasi modal fisik
dibandingkan modal manusia. Semakin pentingnya peranan institusi mampu memberikan insentif yang lebih kuat bagi para pelaku ekonomi untuk berinvestasi sehingga akumulasi
modal fisik meningkat yang akhirnya akan meningkatkan perekonomian. Studi empiris lainnya dilakukan oleh Abdellatif 2003 menyimpulkan bahwa tata kelola pemerintahan
berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi. Fakta menunjukkan ada hubungan yang signifikan secara statistik antara kebebasan politik tata kelola pemerintahan yang
demokratis terhadap petumbuhan. Dalam model yang digunakan, tata kelola pemerintahan yang demokratis mempengaruhi pertumbuhan dengan menghambat tindakan korupsi dan
meghendaki keterbukaan keuangan pemerintah kepada publik sehingga keuangan publik dapat dipertanggungjawabkan. Tetapi, tata kelola pemerintahan yang demokratis berkorelasi
dengan pertumbuhan ekonomi hanya jika kualitas institusi meningkat. Jika tidak, tata kelola pemerintahan yang demokratis hanya memberikan dampak yang kecil terhadap pertumbuhan.
Kaufmann dan Kraay 2002 memperkuat pemikiran bahwa hubungan antara tata kelola pemerintahan dan pertumbuhan ekonomi dapat bersifat dua arah. Hasil penelitian tesebut
ditemukan hubungan sebab akibat yang positif yang kuat dari tata kelola pemerintahan terhadap pertumbuhan.
Tata Kelola Ekonomi Daerah
Ada dua pihak yang secara garis besar berinteraksi dalam menentukan kinerja perekonomian daerah yaitu pemerintah daerah dan pelaku usaha. Pemerintah daerah sebagai
pembuat kebijakan publik yang terkait dunia usaha memiliki peran yang besar dalam penentuan bentuk kompetisi pasar di daerah. Sedangkan pelaku usaha sebagai pencipta nilai
tambah ekonomi turut menentukan kinerja perekonomian daerah melalui peranan investasi yang berasal dari pemodalan swasta. Faktor Penggerak Produktivitas Daerah terbentuk pada
suatu daerah merupakan sebuah mekanisme dinamika yang terjadi pada sektor swasta. Hal ini terlihat pada Gambar 5 di bawah. Kompetisi dan inovasi dari adanya kehadiran perusahaan
dan tenaga kerja yang berkualitas baik diharapkan dapat menciptakan tingkat investasi tertentu. Peranan sektor swasta di daerah dapat menjadi faktor penggerak produktivitas
daerah yang mencerminkan keadaan berusaha yang baik. Berdasarkan hipotesis ini, keberadaan perusahaan di kabupatenkota tertentu menjadi sangat penting KPPOD, 2007.
Gambar 5 Faktor Penggerak Produktivitas Perekonomian Daerah
Sumber: KPPOD 2007
Kebijakan Pemerintah Daerah terutama tercermin pada berbagai Peraturan Daerah PERDA, di antaranya perda tentang APBD. Melalui APBD yang merupakan alat kebijakan
utama, Pemda membuat kebijakan pengeluaran untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik. Di samping itu, melalui kebijakan pendapatannya, Pemda diharapkan mampu
mendorong kegiatan berusaha ekonomi sehingga diharapkan tercipta sejumlah pemasukan yang berasal dari pajak dan retribusi daerah yang cukup memadai. Setelah fungsi pelayanan
publik mendapatkan perbaikan kualitas, maka tahapan berikutnya pada proses pembangunan berkelanjutan adalah penciptaan keadaan berusaha yang mendukung pergerakan ekonomi
daerah. Pengembangan usaha swasta harus menjadi motor penggerak ekonomi lokal karena APBD memiliki banyak keterbatasan dalam hal jumlah dan cakupan program pembangunan
yang dapat dibiayainya. Dengan berbagai bentuk kewenangan yang telah didesentralisasikan, Pemda berperan besar dalam hal meningkatkan kompetisi antar perusahaan di daerah
bersangkutan dan mendorong berbagai inovasi yang berasal dari perkembangan praktek berusaha yang mendorong kepada penggunaan teknologi.
Dalam penelitian ini selain melihat pengaruh TKED terhadap kinerja perekonomian daerah, juga melihat bagaimana pengaruh proses perencanaan dan penganggaran APBD
sehingga perlu dibahas lebih lanjut perencanaan pembangunan daerah.
peningkatkan kompetisi
mendorong insentif positif bagi
keadaan berusaha investasi
dimodal fisik meningkat
kan tingkat inovasi
perusahaan
PEMDA Inovasi
Kompetisi
Investasi
Keahlian manajemen meningkatkan kinerja
kewirausahaan
perusahaan baru meningkatkan
kompetisi pasar
perusahaan baru meningkat permintaan terhadap tenaga kerja ahli
tingkat keahlian mendorong
perusahaan menggunakan dan
mengembangkan teknologi baru
Keahlian Perusahaan
PEMDA
meningkatkan kompetisi pasar mendorong tingkat inovasi
Perencanaan Pembangunan Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasiona
l SPPN, “Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber
daya yang tersedia”. Sedangkan “Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam
rangka mencapai tujuan bernegara”. Perencanaan secara umum dapat diartikan sebagai usaha menentukan cara terbaik guna mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. SPPN 2004 menetapkan ada lima dokumen perencanaan pembangunan yang perlu disusun oleh badan perencana, baik pada tingkat nasional maupun tingkat daerah, yaitu
:
a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang NasionalDaerah adalah dokumen perencanaan jangka panjang untuk periode selama 20 tahun. Bersifat umum dan
menyeluruh seperti visi dan misi daerah serta arah pembangunan jangka panjang. RPJP ini selanjutnya dijadikan dasar dalam penyusunan RPJM dan dokumen
perencanaan lainnya yang terkait.
b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah NasionalDaerah adalah dokumen perencanaan jangka menengah untuk periode 5 tahun ke depan yang berisikan jabaran
lebih kongkrit dari visi dan misi presiden pada tingkat nasional atau visi dan misi kepala daerah untuk tingkat propinsi, kabupaten, dan kota.
c. Rencana Strategis, lazim disebut sebagai Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berisikan jabaran dari visi dan misi kepala SKPD yang diturunkan dari
visi dan misi Kepala Daerah. Renstra SKPD lebih rinci sampai ke kegiatan karena ruang lingkupnya lebih kecil, yaitu sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi
TUPOKSI dari institusi bersangkutan. Renstra SKPD merupakan dokumen perencanaan SKPD untuk periode 5 tahun.
d. Rencana Kerja PemerintaRencana Kerja Pemerintah Daerah merupakan rencana jabaran dari RPJM yang berisikan kebijakan, program, dan kegiatan untuk 1 tahun
annual planning sesuai dengan sumber daya yang tersedia pada tahun bersangkutan, khususnya dana. RKPD selanjutnya dijadikan dasar untuk penyusunan Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah RAPBD.
e. Rencana Kerja Institusi Renja atau Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah Renja SKPD juga merupakan rencana tahunan bersifat operasional yang isinya
merupakan jabaran dari Renstra yang dibuat oleh masing-masing SKPD sesuai dengan tupoksinya.
Musrenbang dan Forum SKPD
Untuk menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD yang berfungsi sebagai dokumen perencanaan tahunan, Pemerintah Daerah menyelenggarakan forum Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Musrenbang secara berjenjang, mulai dari tingkat desakelurahan, kecamatan, hingga kabupatenkota, termasuk penyelenggaraan Forum Satuan
Kerja Perangkat Daerah Forum SKPD di tingkat kabupaten.
Musrenbang adalah forum multi-pihak terbuka yang secara bersama mengindentifikasi dan menentukan prioritas kebijakan pembangunan masyarakat. Kegiatan ini berfungsi
sebagai proses negosiasi, rekonsiliasi, dan harmonisasi perbedaan antara pemerintah dan pemangku kepentingan non pemerintah, sekaligus mencapai konsensus bersama mengenai
prioritas kegiatan pembangunan berikut anggarannya. Selain itu, pada tingkat kecamatan dan kabupatenkota terdapat pula kegiatan serupa yang disebut Forum SKPD, yang membahas
sektor-sektor spesifik seperti kesehatan, dan pendidikan. Kegiatan ini memungkinkan setiap SKPD memadukan program-program mereka dengan perspektif dan prioritas masyarakat.
Hasil dari Musrenbang kecamatan menjadi bahan diskusi pada Forum SKPD, dan hasilnya kemudian dibawa ke Musrenbang kabupatenkota untuk dibahas lebih lanjut.
Keterkaitan Antar Dokumen Perencanaan Pembangunan
Keterkaitan antara perencanaan pembangunan nasional dan daerah terdapat pada setiap tingkatan perencanaan. Adanya otonomi dengan memberi kewenangan luas kepada Kepala
Daerah memerlukan koordinasi dan pengaturan untuk lebih mengharmoniskan dan menyelaraskan pembangunan, baik pembangunan nasional, pembangunan daerah maupun
pembangunan antar daerah.
Konsep Keuangan Daerah
Menurut Mardiasmo 2002, anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran
finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Sistem anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan
penyusunan program dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Penetapan sistem anggaran kinerja dalam penyusunan anggaran dimulai
dengan perumusan program dan penyusunan struktur organisasi pemerintah yang sesuai dengan program tersebut. Kegiatan tersebut mencakup pula penentuan unit kerja yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan program, serta penentuan indikator kinerja yang digunakan sebagai tolok ukur dalam mencapai tujuan program yang telah ditetapkan.
Anggaran menurut Freeman 2003 adalah sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya ke dalam
kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas. Pengertian tersebut mengungkap peran strategis anggaran selain pengelolaan kekayaan dalam organisasi sektor publik, organisasi sektor
publik tentunya berkeinginan memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat, tetapi sering kali keinginan tersebut terkendala oleh terbatasnya sumber daya yang dimiliki
Nordiawan, 2006.
Perencanaan dan penganggaran merupakan proses yang terintegrasi, oleh karenanya output dari perencanaan adalah penganggaran. Perumusan program di dalam perencanaan
pada akhirnya berimplikasi pada besarnya kebutuhan anggaran yang harus disediakan, sehingga keberhasilan penggunaan anggaran dimulai dari perencanaannya.
Prosedur Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD
Penyusunan APBD dimulai dari penentuan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal oleh Pemerintah. Dokumen ini disampaikan kepada DPR untuk dibahas
sebagai pembicaraan pendahuluan penyusunan Rancangan APBN. Sedangkan di tingkat daerah, penyusunan APBD diawali oleh Pemerintah Daerah dengan menyusun Kebijakan
Umum APBD KUA sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD. KUA disampaikan kepada DPRD untuk dibahas sebagi pembicaraan pendahuluan Rancangan
APBD. Setelah kesepakatan antara Pemerintah dengan DPR atau Pemerintah Daerah dengan DPRD pada pembicaraan pendahuluan, Pemerintah bersama Wakil Rakyat menyusun
Kebijakan Umum dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara PPAS sebagai dasar bagi tiap unit kerja untuk penyusunan Rencana Kerja Anggaran RKA. Adapun sinkronisasi
penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Gambar 7.
Gambar 6 Alur Perencanaan dan Penganggaran
Sumber: UU No 252004, UU No 172003BAPPENAS
Konsep Konsistensi
Perencanaan dan penyusunan APBD tidak terlepas dari sistem perencanaan pembangunan secara keseluruhan, penjelasan tentang perencanaan pembangunan dimuat
dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sedangkan pengaturan bagaimana penyusunan APBD terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dari kedua peraturan perundangan tersebut yang harus benar-benar dipahami adalah bagaimana menterjemahkan dokumen
perencanaan pembangunan ke dalam dokumen penganggaran, pengalaman empiris selama ini kesulitan terbesar dalam penyusunan APBD adalah menjaga tujuan perencanaan
pembangunan secara konsisten agar dapat diwujudkan melalui penganggaran yang tepat.
Konsistensi adalah terjemahan dari kata consistency yang berasal dari kata consistent yang mengandung pengertian dalam hal ini konsisten adalah terhadap rencana dan anggaran
yang telah disepakati dalam dokumen perencanaan dan penganggaran. Bahkan pengertian konsisten tidak sebatas itu, konsistensi antara aturan main dengan pelaksanaan, janji dengan
implementasi, peraturan yang lebih tinggi dengan peraturan yang lebih rendah, dan tidak ada perlakuan diskriminatif dalam berbagai bidang. Namun dalam hal ini perencanaan yang
konsisten terjadi apabila terdapat kesinambungan program dan kegiatan dan sinkronisasi dan sinergitas setiap program dan kegiatan.
UU No 252004 UU No
Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah
Penilaian Kinerja Solihin 2007 menyampaikan bahwa pengertian indikator kinerja adalah uraian
ringkas dengan menggunakan ukuran kuantitatif atau kualitatif yang mengindikasikan pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah disepakati dan ditetapkan.
Kegunaanmanfaat indikator kinerja adalah sebagai dasar penilaian kinerja, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun setelahnya. Jenis-jenis indikator kinerja dapat
dikelompokkan sesuai proses pengelolaan anggaran Solihin 2007 yang meliputi: Indikator inputs, menggambarkan segala sesuatu yang dibutuhkan, baik berupa sumber dana,
sumber daya alam, sumber daya manusia maupun yang berupa teknologi dan informasi, agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran.
Indikator process, menggambarkan upaya yang dilakukan di dalam mengolah masukan menjadi keluaran. Indikator ini umumnya dikaitkan dengan keterlibatan stakeholders
termasuk penerima manfaat serta dikaitkan dengan mekanisme pelaksanaannya, termasuk koordinasi dan hubungan kerja antar organisasi.
Indikator output, indikator yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan, baik berupa fisik maupun berupa non-fisik.
Indikator outcome, menunjukkan telah dicapainya maksud dan tujuan dari kegiatan- kegiatan yang telah selesai dilaksanakan atau indikator yang mencerminkan berfungsinya
keluaran kegiatan pada jangka menengah Indikator benefit adalah indikator yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan
kegiatan. Indikator impacts, menunjukkan pengaruh baik positif maupun negatif yang
ditimbulkan pada setiap pelaksanaan kebijakanprogramkegiatan dan asumsi yang telah ditetapkan.
Persyaratan Indikator Kinerja disebut baik apabila memenuhi kriteria SMART Spesific, Measureable, Acceptable, Realistic,Timely Solihin 2007:
a. Spesific spesifik dan jelas indikator kinerja yang disusun harus jelas, tepat dan sesuai kebutuhan agar tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi.
b. Measureable dapat diukur secara objektif indikator kinerja yang disusun harus menggambarkan sesuatu yang jelas ukurannya, menunjukkan tempat dan cara untuk
pencapaian indikator sesuai data dasar yang jelas. c. Acceptable dapat diterima, indikator kinerja yang ditetapkan maknanya harus dipahami
dan diterima oleh stakeholder pelaksana karena dinilai bermanfaat untuk kepentingan pengambilan keputusan.
d. Realistic realistis, indikator kinerja harus dapat dilaksanakan sesuai dengan kemampuan dan ruang linkup kewenangan stakeholder pelaksana.
e. Time-dependent rentang waktu, pencapaian indiktor kinerja yang disusun harus didukung oleh ketersediaan waktu, jadwal pentahapan data yang dapat tersedia.
Penganggaran Berbasis Kinerja
Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kekurangan yang terdapat dalam pendekatan tradisional karena tidak adanya tolak ukur yang dapat digunakan untuk mengukur
kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik Nordiawan, 2006. Penggunaan anggaran berbasis kinerja secara teori dapat memberikan kelebihan
dibandingkan dengan pendekatan lain. Hasil pendekatan ini pengalokasian sumber daya yang terbatas dimaksimalkan pada program yang bersifat prioritas dengan ukuran yang jelas untuk
kinerja yang ingin dicapai sehingga dapat dikatakan pendekatan kinerja dapat memberikan pengaruh terhadap efisiensi alokasi anggaran.
Penganggaran berbasis kinerja adalah pendekatan penganggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input.
Mahmudi 2005 mengatakan bahwa proses perencanaan dan pengendalian anggaran didahului dengan tujuan oleh manajemen puncak dan penetapan strategi untuk mencapainya.
Tujuan merupakan hasil yang diinginkan sedangkan strategi adalah cara untuk mencapai tujuan tersebut. Proses pengelolaan keuangan daerah terdiri dari beberapa tahap yaitu:
a. Perumusan strategi b. Perencanaan strategik
c. Pembuatan program d. Penganggaran
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah KPJM menurut Salvatore Schiavo-Campo dalam Managing Government Expenditure 1999 adalah seluruh kebijakan strategik
pemerintah di antara para pengguna anggaran dan tanggung jawab terbesar adalah mengalokasikan sumber daya. Kunci keberhasilan KPJM adalah adanya mekanisme institusi
yang dapat memfasilitasi keseimbangan secara agregat untuk disandingkan prioritas dari pemerintah.
Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah merupakan pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, pengambilan keputusan berdasarkan kebijakan tersebut
dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran dengan mempertimbangkan implikasi biaya keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam
prakiraan maju. Prakiraan maju merupakan perhitungan kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya dari tahun yang direncanakan guna memastikan kesinambungan
program dan kegiatan yang telah disetujui dan menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya Bappenas, 2009.
Studi-studi Terdahulu Istiandari 2009
menganalisis tata kelola ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat di Indonesia dengan mengunakan metode OLS. Data yang digunakan dalam
penelitian tersebut adalah data sekunder. Data sekunder tersebut merupakan data cross section dari 205 kabupaten dan kota di Indonesia. Data mengenai tata kelola ekonomi daerah
tahun 2007 yang diperoleh dari KPPOD, data Pendapatan Asli Daerah tahun 2006 diperoleh dari Departemen Keuangan RI serta Indeks Pembangunan Manusia IPM tahun 2005 dari
Badan Pusat Statistik. Dari pengujian secara ekonometri terlihat bahwa terdapat indikasi suatu daerah harus mencapai tingkat pelaksanaan tata kelola ekonomi daerah tertentu agar
tata kelola ekonomi mampu berdampak positif terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah yang bersangkutan. Selain itu juga, ditemukan indikasi bahwa tata kelola ekonomi
daerah lebih cepat dirasakan dampaknya terhadap laju pertumbuhan pendapatan regional di wilayah kota dibandingkan dengan wilayah kabupaten. Namun demikian, tata kelola ekonomi
daerah kurang lebih memiliki efek yang sama terhadap proporsi penduduk miskin baik di wilayah kota maupun kabupaten. Mengingat masih terdapat kesenjangan dalam pelaksanaan
tata kelola ekonomi daerah yang ditunjukkan oleh masih cukup banyak daerah yang belum mencapai nilai indeks tata kelola ekonomi tertentu, maka khususnya bagi daerah yang masih
memiliki tingkat pelaksanaan tata kelola ekonomi yang kurang, agar perlu ditingkatkan kualitas tata kelola ekonomi di daerah tersebut supaya dampak positif dari tata kelola
ekonomi daerah terhadap kesejahteraan masyarakat dapat dirasakan di daerah-daerah yang bersangkutan.
Januar 2009 yang menganalisis keterkaitan iklim investasi berdasarkan persepsi
pelaku usaha dan realisasi investasi pada kasus provinsi Jawa Barat dengan mengunakan metode OLS. Data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah data sekunder. Data
sekunder tersebut merupakan data cross section dari data sembilan indikator iklim investasi berdasarkan persepsi pelaku usaha di 25 kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat tahun
2007 yang diperoleh dari KPPOD serta data realisasi investasi Provinsi Jawa Barat tahun 2007 yang diperoleh dari Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah
BKPPMD Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa secara keseluruhan pelaku usaha menilai iklim usaha di Provinsi Jawa Barat sudah cukup kondusif
yang terlihat dari nilai indeks TKED yang berada di atas nilai 50 persen. Lima kabupaten dan kota yang memiliki iklim investasi paling kondusif di Provinsi Jawa Barat, yaitu Kabupaten
Ciamis, Kota Banjar, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Sumedang. Namun pada kenyataannya, iklim investasi tersebut kurang mampu mendorong
realisasi investasi di Provinsi Jawa Barat. Hal ini terlihat dari menurunnya jumlah investasi tahun 2007 jika dibandingkan dengan jumlah investasi tahun 2006. Jika dilihat berdasarkan
distribusi penyebaran investasi di Provinsi Jawa Barat, hanya ada 16 kabupaten dan kota yang mendapatkan realisasi investasi tersebut. Ada lima kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang
mendapatkan realisasi investasi terbesar, yaitu Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Purwakarta. Ada lima indikator iklim
investasi berdasarkan pelaku usaha dalam penelitian ini yang berpengaruh signifikan terhadap realisasi investasi di Jawa Barat. Kelima indikator tersebut adalah indikator interaksi pemda
dan pelaku usaha, indikator program pengembangan usaha swasta, dan indikator pajak daerah, retribusi daerah dan biaya transaksi lain berpengaruh negatif terhadap realisasi
investasi di Provinsi Jawa Barat. Sedangkan indikator kapasitas dan integritas kepala daerah dan indikator kualitas peraturan daerah berpengaruh positif terhadap realisasi investasi di
Provinsi Jawa Barat.
McCulloch dan Malesky 2010 berusaha menjawab apakah Tata Kelola
Pemerintahan Daerah yang lebih baik meningkatkan Kinerja Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia? Data yang digunakan dalam penelitian tersebut merupakan data sekunder yang
berasal dari dua sumber utama, yaitu data survei resmi dari Badan Pusat Statistik BPS dan data Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah KPPOD mengenai kualitas tata
kelola ekonomi daerah. Pengukuran utama terhadap kinerja perekonomian adalah Produk Domestik Bruto PDB di tingkat daerah, baik termasuk minyak dan gas maupun tidak
termasuk minyak dan gas. Metode analisis yang digunakan adalah model regresi berganda dan model panel dengan menggunakan Indeks TKED tahun 2007. Hasil analisis
menunjukkan bahwa hubungan antara tata kelola pemerintahan daerah dan pertumbuhan daerah lebih rumit dari pandangan sekilas. Secara mengejutkan penelitian ini mengemukakan
bahwa hanya sedikit atau bahkan tidak ada hubungan statistik yang signifikan antara berbagai pengukuran tipikal tata kelola perekonomian daerah dengan kinerja pertumbuhan daerah.
Hasil tersebut didorong oleh beberapa kemungkinan, yakni rendahnya kualitas data, hasil penelitian tersebut ditutupi karena beberapa variabel struktural yang mempengaruhi
pertumbuhan, juga berpengaruh terhadap kualitas tata kelola pemerintahan daerah, tetapi tidak harus ke arah yang sama.
Irawan 2009 meneliti pengaruh penganggaran berbasis kinerja dan efektivitas
pengendalian keuangan terhadap kinerja keuangan pada pemerintah daerah di propinsi Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penganggaran berbasis kinerja dan efektivitas
pengendalian keuangan mempunyai pengaruh cukup kuat terhadap kinerja keuangan di kabupatenkota di Jawa Barat.
Rosmana 2010 meneliti tentang pengaruh implementasi kerangka pengeluaran jangka
menengah, penganggaran terpadu dan penganggaran kinerja terhadap implementasi anggaran dan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik serta implementasinya terhadap
kinerja keuangan pemerintah daerah di propinsi jawa tengah. Penelitian ini dilakukan dengan metode sensus pada 36 kabupatenkota di Jawa Tengah. Data yang digunakan adalah data
primer dan sekunder. Pengumpulan data primer diperoleh melalui quesioner, data sekunder dengan menggunakan hasil laporan audit laporan keuangan pemerintah daerah oleh badan
pemeriksa keuangan BPK. Responden penelitian adalah pejabat pengelola keuangan daerah. Hasil dari penelitian tersebut adalah: terdapat hubungan yang tinggi antara implementasi
pendekatan KPJM, penganggaran terpadu, dan penganggaran berbasis kinerja. implementasi KPJM penganggaran terpadu dan penganggaran berbasis kinerja berpengaruh secara simultan
maupun parsial terhadap implementasi anggaran pemerintah daerah. Implementasi KPJM, penganggaran terpadu, penganggaran berbasis kinerja dan implementasi anggaran
pemerintah daerah secara simultan maupun parsial terhadap prinsip-prinsip tata kelola pemerintah daerah yang baik.
Agus dan Rasida 2011 meneliti masalah pengaruh penganggaran berbasis kinerja
dan kerangka pengeluaran jangka menengah terhadap efisiensi operasional. Hasil yang didapat adalah : implementasi penganggaran berbasis kinerja dan kerangka pengeluaran
jangka menengah pada satuan kerja secara rata-rata kurangrendah, implementasi penganggaran berbasis kinerja berpengaruh terhadap operasional efisiensi. Jadi semakin baik
penganggaran berbasis kinerja, maka akan meningkatkan efisiensi operasional. Implementasi kerangka pengeluaran jangka menengah berpengaruh terhadap efisiensi operasional. Hal ini
mengandung makna bahwa kerangka pengeluaran jangka menengah cukup kuat untuk meningkatkan operasional efisiensi.
Sutarsono 2012 meneliti masalah hubungan tatakelola pemerintahan, infrastruktur
dan pertumbuhan di Indonesia. Hasil yang didapatkan adalah Kualitas institusi daerah dan penyediaan infrastruktur baik jalan, air bersih, maupun listrik di Indonesia belum merata,
baik antar wilayah administrasi maupun geografis. Kualitas institusi dan penyediaan infrastruktur di kota lebih baik dibandingkan kabupaten, dan kabupatenkota di Jawa lebih
baik dibandingkan kabupatenkota di luar Jawa. Tata kelola pemerintahan daerah secara disagregat mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui penyediaan infrastruktur jalan dan listrik. Hal ini menjawab mengapa hubungan secara agregat dan langsung penelitian sebelumnya tidak diketemukan
hubungan yang signifikan.
Santi 2012 meneliti masalah keterkaitan antara tata kelola pemerintahan dengan
realisasi investasi di kabupatenkota Jawa Timur. Hasil yang didapatkan adalah variabel- variabel yang berhubungan positif terhadap PMDN maupun PMA antara lain tingkat
kebijakan non diskriminatif Pemda, interaksi Pemda yang kecil hambatannya terhadap pelaku usaha, pelayanan izin usaha yang bebas pungli, izin usaha yang kecil hambatannya terhadap
kinerja perusahaan, dampak PPUS terhadap kinerja perusahaan, kapasitas integritas bupatiwalikota yang kecil hambatannya terhadap dunia usaha, biaya transaksi yang kecil
hambatannya terhadap dunia usaha, kualitas infrastruktur jalan dan infrastruktur yang kecil hambatannya terhadap dunia usaha. Variabel tata kelola yang berhubungan negatif terhadap
PMA maupun PMDN antara lain: penggusuran lahan oleh Pemda, tingkat pemecahan masalah oleh Pemda, pengaruh kebijakan pemda terhadap pengeluaran usaha, tingkat
kepastian hukum terkait dunia usaha, tingkat dukungan Pemda terhadap pelaku usaha daerah, tingkat kebijakan Pemda yang mendorong iklim investasi, pelayanan izin usaha belum bebas
KKN, ketegasan kepala daerah terhadap korupsi birokratnya, tindakan kepala daerah yang menguntungkan dirinya sendiri, kualitas penanganan masalah kriminal oleh polisi, kualitas
penanganan kasus demonstrasi buruh oleh polisi.
Kebaruan Penelitian Novelty
I. Tidak menggunakan indeks komposit TKED seperti yag dilakukan oleh Mc Culloch
dan Malesky 2010 tetapi menggunakan variabel indikator TKED, sehingga secara metodologi berbeda.
II. Dalam menganalisis kinerja perekonomian daerah memasukkan pengaruh proses
perencanaan dan penganggaran sehingga dimensinya lebih luas.
3. KERANGKA PEMIKIRAN