6.3.3. Pengganda Tenaga Kerja
Pengganda tenaga kerja terbesar di Jawa Timur pada periode 2000 dan 2004 adalah sektor pertambangan migas sebesar 57.90 dan menurun menjadi 52.98. sektor
terbesar kedua adalah sektor industrio kertas dan barang dari cetakan menjadi 20.73 menjadi 6.58. Dan pada peringkat ketiga adalah industri semen dan barang galian non
logam dengan nilai yang menurun pada tahun 2000 sebesar 20.25 menjadi 14.15 pada tahun 2004.
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
30.00
IM M
T IT
E X
IBK H
IK BC
IP K
K IS
G N
L IL
D B
IA M
P IM
L
Sektor
Th. 2000 Th. 2004
Dilihat dari sektor industri manufaktur sendiri, sektor dengan pengganda tenaga kerja terbesar pada tahun 2000 adalah industri kertas, dan barang dan cetakan,
sedangkan pengganda tenaga kerja terbesar pada tahun 2004 adalah industri alat angkutan, mesin, dan peralataannya sebesar 25.52, yang dapat diartikan bahwa sektor
industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya dapat menciptakan kesempatan kerja yang tersedia disemua sektor sebesar 25.52 tenaga kerja sebagai akibat meningkatnya
output di sektor tersebut. Semakin besar nilai pengganda tenaga kerja maka semakin besar kesempatan kerja di sektor tersebut. Hal ini yang menyebabkan nilai pengganda
tenaga kerja di sektor pertambangan migas menjadi sangat besar, karena tenaga kerja yang diserap pada sektor tersebut relatif kecil sedangkan output yang dihasilkan cukup
besar sehingga menghasilkan nilai yang relatif besar. Gambar 16. Pengganda Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur
Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur 87
Tabel 36. Nilai, dan Rasio Pengganda Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur
Pengganda Tenaga Kerja
Sektor 1
Th. 2000 2
Th. 2004 3
Rasio 32
Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau IMMT 3.54
2.83 0.80
Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki ITEX
8.79 12.92 1.47 Industri Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
IBKH 10.04 12.40
1.24 Industri Kertas dan Barang dari Cetakan IKBC
20.73 6.58
0.32 Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet IPKK
13.41 8.67
0.65 Industri Semen dan Barang Galian Non Logam
ISGNL 20.25 14.15
0.70 Industri Logam Dasar Besi dan Baja ILDB
11.89 6.89
0.58 Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya
IAMP 19.38 25.52
1.32 Industri Manufaktur Lainnya IML
12.08 13.32
1.10 Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Sektor industri manufaktur yang mengalami peningkatan rasio pengganda tenaga kerja terbesar adalah industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki dengan rasio 1.47,
hal ini berarti terjadi peningkatan kesempatan kerja yang diciptakan sektor ini. Sedangkan penurunan nilai pengganda tenaga kerja dengan rasio paling kecil adalah
industri kertas dan barang dari cetakan dengan rasio 0.32, hal ini menunjukkan terjadi penurunan kesempatan kerja yang diciptakan sektor ini.
6.4.Dinamika Perubahan Struktur Ekonomi Identifikasi Gejala Deindustrialisasi
6.4.1. Identifikasi Perubahan Nilai Tambah PDRB Dilihat dari Gambar 20 dapat diketahui bahwa beradasarkan nilai PDRB, pada
periode 2000-2005 sektor industri maufaktur mengalami peningkatan, akan tetapi pada tahun 2004 sektor perdagangan, hotel, dan restoran memiliki sumbangsih terhadap
PDRB melampaui sektor industri, sektor pertanian, dan sektor jasa juga semakin meningkat nilainya
.
10000000 20000000
30000000 40000000
50000000 60000000
70000000 80000000
2000 2001
2002 2003
2004 2005
Tahun Ni
la i
Ju ta
R p
Pertanian Industri Manufaktur
Perdagangan, Hotel, dan Restoran Jasa
Dilihat dari pangsanya, seperti pada Tabel 37, sektor pertanian, dan jasa menurun, begitu pula sektor industri manufaktur, tahun 2000 ke 2001 meningkat setelah
itu mulai menurun perlahan, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran terus meningkat.
Tabel 37. Distribusi PDRB Sektoral Jawa Timur Tahun 2000- 2005 Persen Sektor
2000 2001 2002 2003 2004 2005 Pertanian 21.36
19.29 18.93
18.49 17.89
17.44 Industri Manufaktur
26.63 29.43
28.11 28.13
27.87 27.55
Perdagangan, Hotel, Restoran 23.08
25.45 26.52
27.42 28.19
29.08 Jasa-jasa 12.48
8.60 8.60
8.52 8.30
8.17 Total PDRB
100.00 100.00
100.00 100.00
100.00 100.00
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur Th.2006
Dilihat dari sektor industri manufaktur itu sendiri, pangsa subsektor industri manufaktur hampir seluruhnya mengalami penurunan mulai tahun 2003. Dilihat dari
nilai PDRB nya sektor industri manufaktur yang mengalami penurunan adalah industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, barang dari kayu dan hasil hutan lainnya, industri
semen dan barang galian non logam serta industri alat angkutan, mesin, dan Gambar 17. Empat Sektor Dengan Nilai PDRB Terbesar di Jawa Timur
Tahun 2000-2005 Juta Rupiah 89
peralatannya. Dibandingkan dua periode, periode 2001-2004 dan 2000-2005, semakin panjang periodenya pertumbuhan industri mengalami kenaikan nilai PDRB, meskipun
kenaikannya visa dibilang relatif stabil.
Tabel 38. Pangsa PDRB Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000- 2005 di Jawa Timur Persen
Pangsa Sektor Industri Manufaktur
2000 2001 2002 2003 2004
2005 Makanan, minuman, tembakau
55.76 56.13
54.81 54.35
53.57 53.9
Textil, barang dari kulit, alas kaki 10.03
4.37 4.34
4.11 3.95
3.87 Barang dari kayu dan hasil hutan lainnya
6.36 3.41
3.62 3.61
3.31 3.21
Kertas, barang dari cetakan 6.90
11.79 12.15
12.78 14.4 14.27
Pupuk, kimia, barang dari karet 2.52
7.96 8.25
8.16 7.91
8.12 Semenbarang galian bukan logam
5.44 3.3
3.43 3.46
3.49 3.45
Logam dasar besi dan baja 5.75
7.58 7.74
7.82 7.73
7.4 Alat angkutan, mesin, dan peralatannya
6.24 1.78
1.81 1.81
1.77 1.91
Barang industri manufaktur lainnya 1.00
3.7 3.85
3.9 3.86
3.88 Total Sektor Industri Manufaktur
100.00 100
100 100
100 100
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur Th.2006
Dari penjelasan tersebut disimpulkan bahwa industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya, industri semen dan
barang galian non logam, dan industri alat angkutan mesin, dan peralatannya teridentifikasi deindustrialisasi pada periode 2000-2004.
Telah dibahas sebelumnya teridentifikasinya industri industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya, industri semen
dan barang galian non logam, dan industri alat angkutan mesin, dan peralatannya ini diindikasikan karena daya beli masyarakat yang menurun, karena kondisi perekonomian
yang tidak stabil, adanya kenaikan harga BBM, tarif dasar listrik, tarif telepon. Selain itu juga dikarenakan kondisi politik yang tidak stabil karena adanya pesta Pemilu tahun
2004. 90
Tabel 39. Nilai dan Rasio PDRB Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2005 di Jawa Timur
Nilai Juta Rp Rasio
Sektor Industri Manufaktur
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2000-
2004 2000-
2005 Makanan, minuman,
tembakau 25196444 34715484 33649117 34854711 36172779 38069477 1.44 1.51
Textil, barang dari kulit,
alas kaki
4531675 2703151 2663683 2636642 2668228 2735132 0.59 0.60 Barang dari kayu dan
hasil hutan lainnya 2872222 2106316 2222656 2315050 2236280 2265193 0.78 0.79
Kertas, barang dari cetakan
3117528 72929056 7461235 8198652 9723670 10083087 3.12 3.23 Pupuk, kimia, barang
dari karet 1139261 4922040 5062333 5236184 5343653 5734257 4.69 5.03
Semenbarang galian
bukan logam
2457753 2039532 2104196 2215957 2353744 2435594 0.96 0.99 Logam dasar besi dan
baja 2599867 4685646 4754938 5013691 5221121 5224072 2.01 2.01
Alat angkutan, mesin, dan peralatannya
2818795 1099762 1112246 1160088 1194420 1347001 0.42 0.48 Barang industri
manufaktur lainnya
454064 2285595 2366497 2502651 2606541 2742053 5.74 6.04 Total Sektor Industri
Manufaktur 45187609 61850432 61396902 64133627 67520435 70635867 1.49 1.56
6.4.2. Identifikasi Perubahan Output Dilihat dari pangsa outputnya, sektor industri manufaktur ada yang mengalami
peningkatan, maupun penurunan seperti pada Tabel 5. seperti telah dibahas sebelumnya sektor-sektor yang teridentifikasi deindustrialisasi dengan pangsa output menurun
adalah sektor tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya, industri semen dan barang galian non logam, serta industri alat angkutan,
mesin, dan peralatannya. Akan tetapi dilihat nilai outputnya, subsektor industri manufaktur yang mengalami penurunan adalah industri tekstil, barang dari kulit, dan
alas kaki, dan industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya, dengan rasio output industri alat angkutan, mesin dan peralatannya lebih kecil dari industri tekstil, barang
dari kulit, dan alas kaki, yaitu berturut-turut 0.50 dan 0.90 Hal ini berarti industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya mengalami penurunan yang paling drastis output
paling drastis. Dapat dikatakan juga industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya, dan industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki mengalami deindustrialisasi yang kuat.
Hal ini dimungkinkan karena kedua industri ini menghasilkan barang yang bernilai konsumtif, apalagi dengan kelangkaan BBM sehingga harganya semakin
mahal, kenaikan TDL, dan tarif telepon pada tahun 2004, sehingga daya beli masyarakat menurun, maka pengusaha di sektor ini menurunkan nilai outputnya. Penyebab lainnya
adalah dimungkinkan karena maraknya barang tekstil, dan kendaraan bermotor impor dari Cina yang masuk, dengan harga yang lebih murah sehingga output di kedua sektor
ini menurun, dan barang impor di kedua sektor ini yang masuk tercatat sebagai aktivitas perdagangan, hal ini dibuktikan dengan tingginya output di sektor perdagangan, hotel,
dan restoran di Jawa Timur.
6.4.3. Identifikasi Perubahan Nilai Ekspor Dari identifikasi ekspor periode 2000-2004 pada Tabel 17, sektor industri
manufaktur yang mengalami penurunan pangsa atau diidentifikasikan terjadi deindustrialisasi lemah adalah industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, industri
barang dari kayu dan hasil hutan lainnya, industri semen dan barang galian bukan logam, industri logam dasar besi dan baja, dan industri alat angkutan, mesin, dan
peralatannya. Dilihat dari nilai absolutnya, industri yang mengalami penurunan atau
teridentifikasi deindustrialisasi kuat adalah industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya, dan penurunan dengan rasio
terkecil adalah industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya. Telah dibahas sebelumnya bahwa menurunnya ekspor tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, dan
industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya dimungkinkan karena penurunan permintaan karena menurunnya daya beli masayarakat akibat naiknya kebutuhan pokok,
harga BBM, dan tarif dasar listrik, selain itu juga penurunan output, dan nilai tambah serta pajak yang cukup besar harus ditanggung.
6.4.4. Identifikasi Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Dilihat dari Tabel diketahui bahwa periode 2000-2004 jumlah tenaga kerja
sektor industri manufaktur mengalami peningkatan dari 5.91 persen menjadi 11.74 persen, dengan laju pertumbuhan tenaga kerja 1.60, akan tetapi pada sektor tekstil,
barang dari kulit dan alas kaki nilai tenaga kerjanya menurun dengan laju pertumbuhan - 92
0.15, hal ini menunjukkan pada sektor ini teridentifikasi deindustrialisasi kuat. Sektor industri manufaktur lainnya yang laju pertumbuhannya kecil adalah industri alat
angkutan, mesin, dan peralatannya dengan laju pertumbuhan hanya 0.31, yang berarti peringkat kedua laju pertumbuhan terkecil sektor industri manufaktur. Sektor lainnya
yang laju pertumbuhannya dibawah dari satu adalah industri barang dari kayu, dan hasil hutan lainnya, serta barang industri manufaktur lainnya.
Dalam pembahasan sebelumnya mengenai pengganda tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja diketahui bahwa industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki memiliki
rasio peningkatan jumlah tenaga kerja paling kecil diantara sektor industri manufaktur lainnya, akan tetapi jumlah tenaga kerjanya cukup besar. Jumlah tenaga kerja industri
manufaktur paling kecil pada tahun 2000 adalah industri semen, dan barang galian non logam, dan pada tahun 2004 adalah industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya.
Tabel 39. Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur Tahun 2000- 2004
Nilai Jiwa Pangsa Persen
Laju Pertumbuhan Sektor Industri Manufaktur
2000 2004 2000 2004 2000-2004
Makanan, minuman, tembakau 340578
999759 2.31
5.18 1.94
Textil, barang dari kulit, alas kaki 143512
122057 0.97
0.63 -0.15
Barang dari kayu dan hasil hutan lainnya 52688
93269 0.36
0.48 0.77
Kertas, barang dari cetakan 49679
346506 0.34
1.80 5.97
Pupuk, kimia, barang dari karet 93624
284384 0.63
1.47 2.04
Semen dan barang galian bukan logam 36181
89633 0.25
0.46 1.48
Logam dasar besi dan baja 45519
156585 0.31
0.81 2.44
Alat angkutan, mesin, dan peralatannya 41748
54786 0.28
0.28 0.31
Barang industri manufaktur lainnya 68523
118202 0.46
0.61 0.72
Total Sektor Industri Manufajtur 872052
2265181 5.91
11.74 1.60
Sumber : Diolah
Industri manufaktur yang teridentifikasi deindustrialisasi dilihat dari sisi tenaga kerja adalah industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, karena memiliki jumlah
tenaga kerja paling menurun pada tahun 2000-2004. Industri lainnya adalah alat angkutan, mesin dan peralatannya, selain karena industri ini juga memiliki nilai rasio
peningkatan terkecil kedua setelah industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, juga dikarenakan pangsa tenaga kerjanya terkecil kedua pada tahun 2000, dan pada tahun
2004 pangsanya paling kecil. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan deindustrialisasi kuat terjadi pada industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki,
sedangkan alat angkutan, mesin dan peralatannya mengalami deindustrialisasi lemah. 93
6.4.5. Identifikasi Perubahan Keterkaitan Antar Sektor Dilihat dari tabel dapat diketahui bahwa pada sektor-sektor industri manufaktur
sebagian besar mengalami penurunan nilai keterkaitan antar sektor ke depan dan kebelakang. Sektor dengan nilai keterkaitan kedepan dan kebelakang yang menurun
adalah industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, industri pupuk, kimia, barang dari karet, industri logam dasar besi dan baja, industri alat angkutan, mesin, dan
peralatannya, dan barang industri manufaktur lainnya. Sektor-sektor tersebut teridentifikasi deindustrialisasi, akan tetapi industri yang memiliki potensi paling besar
teridentifikasi deindustrialisasi adalah industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya, hal ini dikarenakan penurunan nilai keterkaitan kedepan dan kebelakang paling drastis,
seperti yang telah dibahas sebelumnya dalam analisis keterkaitan antar sektor.
Tabel 41. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Kedepan dan Kebelakang Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004
Tahun 2000 Tahun 2004
Tahun 2000 Tahun 2004
Sektor DIBL DIBL DIFL DIFL
Makanan, Minuman,
Tembakau 1.77 1.91 0.36 0.49
Textil, Barang Dari Kulit, Alas Kaki 2.28
1.95 0.20
0.12 Barang Dari Kayu Dan Hasil Hutan Lainnya
1.89 1.75
0.17 0.18
Kertas, Barang Dari Cetakan 2.44
2.14 0.43
0.46 Pupuk,
Kimia, Barang
Dari Karet
2.56 2.20 1.03 0.75 SemenBarang
Galian Bukan
Logam 2.20 1.99 0.30 0.42
Logam Dasar Besi Dan Baja 1.92
1.61 0.85
0.67 Alat Angkutan, Mesin, Dan Peralatannya
2.44 1.81
0.33 0.07
Barang Industri
Manufaktur Lainnya
2.37 1.98 0.83 0.24 Sumber : Tabel Input-Output Jawa Timur Th.2004 – Diolah
Dari identifikasi kelima kriteria deindustrialisasi tersebut maka didapatkan bahwa sektor industri manufaktur terindikasi deindustrialisasi, hal ini seperti yang
dijelaskan pada Tabel 38, bahwa pada tahun 2000-2003 sektor industri manufaktur memiliki pangsa PDRB paling besar dari seluruh sektor, akan tetapi mulai tahun 2004
pangsanya mulai menurun. Subsektor industri manufaktur yang teridentifikasi deindustrialisasi paling kuat dengn rasio paling kecil adalah industri alat angkutan,
mesin, dan peralatannya, dan industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki. Hal ini sangat disayangkan karena kedua industri tersebut adalah sektor yang cukup besar
menyerap tenaga kerja. 94
Tabel 42. Subsektor Industri Manufaktur yang Memiliki Potensi Deindustrialisasi Paling Kuat Berdasarkan Nilai Output, PDRB, Ekspor, Tenaga Kerja, dan Keterkaitan
Antar Sektor Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur Kriteria Sektor
Output 1. Industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya 2. Industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki
3. Industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya PDRB 1. Industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya
2. Industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki 3. Industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya
Ekspor 1. Industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya 2. Industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya
3. Industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki Tenaga kerja
1. Industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki 2. Industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya
3. Industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya
Keterkaitan Langsung dan Tak Langsung Kebelakang
1. Industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya 2. Industri logam dasar besi dan baja
3. Industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki
Keterkaitan Langsung dan Tak Langsung Kedepan
1. Industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya 2. Industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki
3. Industri pupuk, kimia, dan barang dari karet
Sumber: Diolah
Gejala deindustrialisasi pada industri alat angkutan mesin dan peralatannya, dan industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, diindikasikan karena adanya persaingan
yang ketat, baik persaingan dari dalam negeri maupun luar negeri. Kuncoro 2007 menjelaskan bahwa industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya memiliki sifat padat
modal dan teknologi, dan dari analisis sebelumnya pembentukan modal tetap industri ini mengalami penurunan yang berarti investasi menurun, ditambah adopsi teknologi yang
kurang, hal ini dikarenakan pada tahun 2004 pemerintah lebih memusatkan perhatian pada pesta rakyat atau Pemilu, selain itu persaingan yang ketat dengan produk-produk
impor dengan teknologi yang ditawarkan lebih baik, khususnya produk Cina. Penyebab lainnya adalah kondisi politik dan hukum yang tidak stabil, dimana pada tahun 2000-
2004, keadaan politik dan hokum di Indonesia masih belum stabil akibat masa orde baru dan reformasi. Selain itu naiknya harga BBM, tarif dasar listrik, menyebabkan investasi
di sektor industri manufaktur menurun. 95
Penyebab terindikasinya deindustrialisasi pada industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki menurut penelitian Kuncoro 2007 dikarenakan Jawa Timur bukan
wilayah spesifikasi industri ini tetapi lebih terkonsentrasi di Jawa Barat. Selain itu meskipun Jawa Timur merupakan sentra industri alas kaki, akan tetapi persaingan juga
ketat dari luar provinsi dan luar negeri khususnya produk impor yang tak kalah kualitasnya. Selain itu dikarenakan industri yang lebih padat karya ini, banyak
mengalami kelesuan bukan hanya dikarenakan menurunnya jumlah unit usaha sehingga jumlah tenaga kerja menurun, akan tetapi juga dikarenakan naiknya biaya transportasi
akibat naiknya harga BBM, naiknya TDL, sehingga biaya produksi meningkat, dan akhirnya pengusaha harus tetap menyelamatkan perusahaannya dengan menurunkan
output, ditambah daya beli masyarakat yang juga menurun mengakibatkan output menurun dan berimbas pada menurunnya NTB, ekspor, serta keterkaitannya dengan
sektor lain. Terindikasinya
deindustrialisasi sektor industri manufaktur menurut Ramaswamy 1997 bukan merupakan hal yang negatif, hal ini dikarenakan seiring proses
pembangunan suatu negara secara sengaja berupaya untuk mengalihkan sektor utama ke sektor lain karena sektor lain memberikan prospek yang lebih baik terhadap
perekonomian secara keseluruhan. Ruky 2008 juga menjelaskan ketika sektor industri telah mapan dan tumbuh, suatu negara dapat beralih untuk mengembangkan sektor-
sektor lain, sehingga peran sektor industri dalam perekonomian menurun. Dalam kasus Jawa Timur ini, terindikasinya deindustrialisasi dapat dilihat dari
sisi positif, karena meskipun sektor industri manufaktur mengalami penurunan peranan, akan tetapi sektor perdagangan, hotel, dan restoran mengalami peningkatan. Hal ini
diindikasikan aktivitas sektor industri manufaktur beralih ke sektor tersebut. Akan tetapi dilihat dari sisi negatif, sektor industri manufaktur di Jawa Timur khususnya industri
barang dari kulit, dan alas kaki mengalami penurunan, hal ini harus diperhatikan, karena industri ini merupakan industri andalan di Jawa Timur apalagi saat ini terjadi kasus
Lumpur Lapindo Sidoarjo, yang mengganggu aktivitas sektor ini Sidoarjo merupakan pusat industri kerajinan barang dari kulit dan alas kaki.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
1. Struktur Perekonomian Jawa Timur periode 2000-2004 a. Dilihat dari struktur output, permintaan akhir, nilai tambah bruto, dan tenaga
kerja pada tahun 2000 dan 2004 peranan sektor industri manufaktur khususnya makanan, minuman dan tembakau nilainya semakin meningkat meskipun
pangsanya menurun, setalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada peringkat pertama. Sektor industri manufaktur dengan penciptaan output, NTB,
dan permintaan akhir terendah adalah industri alat, angkutan, mesin, dan peralatannya.
b. Sektor industri manufaktur pada tahun 2000 dan 2004 mendominasi angka pengganda output, pendapatan, maupun tenaga kerja terbesar, dan meskipun
hampir seluruh nilai pengganda menurun, akan tetapi pada tahun 2004 sektor industri pupuk, kimia, dan barang dari karet, industri makanan, minuman, dan
tembakau, industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, industri kertas dan barang dari cetakan, industri manufaktur lainnya, serta industri semen, dan
barang galian non logam mampu bertahan dengan angka pengganda yang relatif besar.
c. Analisis keterkaitan kebelakang, kedepan, serta indeks daya penyebaran, dan kepekaan, didapatkan bahwa sektor industri pupuk, kimia, dan barang dari karet
memiliki pengaruh yang cukup besar, dengan adanya sektor tersebut pada peringkat tiga besar pada tahun 2000 dan 2004.
2. Sektor industri manufaktur di Jawa Timur terindikasi gejala deindustrialisasi. Berdasarkan pangsa PDRB nya, gejala deindustrialisasi ini terlihat pada tahun 2003,
dan peranan paling dominan digantikan oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Subsektor industri manufaktur yang memiliki indikasi deindustrialisasi
paling kuat adalah industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya dan industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki. Hal ini dimungkinkan karena kondisi politik
dan hukum yang belum sepenuhnya pulih dari masa krisis moneter dan reformasi, dan kelangkaan BBM sehingga harganya yang semakin mahal, serta naiknya tarif