LATAR BELAKANG MASALAH PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Turki dan Armenia merupakan dua negara yang memiliki sejarah konflik yang panjang, yang dapat dirunut sejak masa-masa akhir berdirinya Kekaisaran Ottoman. Pada Perang Dunia I, Kekaisaran Turki Ottoman berhadapan dengan Kekaisaran Rusia yang mengganggu keamanan perbatasan Kekaisaran Ottoman, salah satu caranya yakni dengan mengendalikan bagian tepi timur Kekaisaran Ottoman yang merupakan kawasan yang dihuni oleh etnis Armenia www.history.com, diakses pada 29 April 2009. Masyarakat Armenia sejak awal dianggap sebagai warga kelas dua dalam Kekaisaran Ottoman. Adanya sentimen kekaisaran terhadap Armenia ini pada awalnya muncul karena perbedaan bahasa yang digunakan, selain itu mayoritas etnis Armenia adalah merupakan pemeluk Kristen, yang tentu berbeda dengan bentuk Ottoman sebagai kekaisaran yang berlandaskan Islam www.teachgenocide.org, diakses pada 28 April 2010. Sejak awal mula peperangan yang terjadi antara Turki dan Rusia pada 1855- 1856 dan 1877-1878, etnis Armenia dipandang oleh Rusia sebagai komunitas yang potensial untuk dijadikan sebagai sekutu untuk melawan Turki. Karena hal ini, Armenia dan Ottoman terlibat ke dalam konflik terutama pada tahun-tahun awal Perang Dunia I, dalam usaha memperebutkan bagian timur Turki, yang disebut juga 2 dengan Anatolia Timur. Pemerintahan Turki Muda Young Turk kemudian memutuskan untuk mendeportasi secara paksa orang-orang Armenia ke Syiria. Aktivitas ini disebut menyebabkan kematian ratusan ribu orang Armenia antara 1915 dan 1921, dan juga terdiasporanya etnis Armenia. Sumber yang berasal dari Armenia dan sebagian besar sumber dari Barat mengklaim hal ini adalah kebijakan genosida Ottoman yang direncanakan terhadap orang Armenia, dengan sampai 1,5 juta orang Armenia dibantai secara sistematis. Namun sumber-sumber Turki dan minoritas sumber dari Barat menyatakan bahwa jumlah kematian tersebut lebih rendah, yakni sekitar 300.000, dan bahwa pembantaian itu bukanlah merupakan kebijakan pemerintah Ottoman, namun sebagai akibat perang saudara. Dalam sumber ini juga tercatat bahwa juga terdapat sejumlah besar orang Turki dan Kurdi juga meninggal Cornell, 2003. Peristiwa yang diklaim sebagai genosida oleh Armenia ini kemudian diperingati pada setiap 24 April 1915 oleh warga Armenia, baik yang berada di Armenia maupun yang terdiaspora, sebagai memorial day Indonesian.irib.ir, diakses pada 25 Maret 2010. Kekaisaran Ottoman pun berakhir pada 24 Juli 1923 dan digantikan dengan Republik Turki pada 29 Otober 1923 melalui usaha-usaha yang dilakukan Mustafa Kemal Pasha yang didukung oleh mayoritas bangsa Turki Douglas, 2001:1. Sejak tahun 1970-an, Diaspora Armenia, khususnya di Amerika Serikat, telah secara aktif melobi untuk pengakuan resmi atas pembantaian yang dilakukan Kekaisaran Ottoman atas Armenia. Genosida yang dituduhkan pada Turki oleh etnis Armenia merupakan hal yang disorot oleh dunia internasional, dan diakui oleh 3 lembaga-lembaga akademik dan parlemen dari sembilan belas negara, termasuk di dalamnya Kanada, Perancis, Jerman, Yunani, Polandia, dan Rusia. Walaupun mendapatkan perhatian internasional, Turki secara aktif membantah terjadinya genosida yang dialami oleh etnis Armenia pada Perang Dunia I. Pemerintahan Republik Turki selalu mengklaim angka kematian yang dialami etnis Armenia merupakan sesuatu yang diakibatkan oleh terjadinya perang saudara yang diperparah dengan menjangkitnya wabah penyakit dan kelaparan yang menimbulkan jatuhnya banyak korban dari etnis Armenia www.trtdari.com, diakses pada 5 Maret 2010. Armenia sendiri kemudian secara resmi tergabung dalam Uni Soviet pada 1920 dan mendeklarasikan dirinya sebagai Republik Sosialis Armenia. Ketika Perang Dingin berakhir, dengan runtuhnya Uni Soviet, Armenia mendeklarasikan kemerdekaannya secara resmi pada 23 Agustus 1991. Ketika mendapat kemerdekaanya sebagai negara yang berdiri sendiri, Armenia berusaha untuk meminimalisasi ancaman dari luar dengan mengutarakan keinginan untuk menjalin hubungan baik dengan negara-negara sekitarnya. Sesaat sebelum deklarasi kemerdekaan Armenia, Ketua Parlemen Armenia Levon Ter-Petrossian mengutarakan niat baiknya untuk memulai hubungan baru dengan Turki: Armenia is changing, and in this new world we should be neighbour states with new thinking. We want to become friends. We are ready for any type of mutually beneficial cooperation. Armenia has no territorial claims towards Turkey Nezavisimaya Gazeta, 14 Mei 1991. 4 Setelah Armenia mendeklarasikan kemerdekaannya, pada 16 Desember 1991 Turki mengakui Armenia sebagai negara merdeka, namun tidak serta merta membuka hubungan diplomatik dengan negara tersebut. Sikap ini kemudian diikuti oleh surat Perdana Menteri Turki Suleyman Demirel kepada Presiden Armenia Levon Ter Petrossian yang menyatakan bahwa Turki akan mengembangkan hubungan yang bersahabat dengan Armenia yang menekankan pada penerimaan terhadap integritas teritorial dan juga pengakuan terhadap kemutlakan perbatasan Azg Daily, 8 Juni 1991. Namun, ternyata rencana Turki untuk membuka hubungan yang bersahabat dengan Armenia menjadi terhambat ketika pada Februari 1992, perang meletus di Nagorno Karabakh. Nagorno-Karabakh merupakan kawasan yang masuk pada teritorial Azerbaijan, namun dalam kawasan tersebut didiami oleh mayoritas etnis Armenia. Pemerintah Armenia kemudian mendukung populasi di Karabakh untuk menetapkan determinasi nasionalnya dan bergabung dengan Republik Armenia www.cbsnews.com, diakses pada 28 April 2010. Pada April 1993, Armenia berhasil merebut wilayah Nagorno-Karabakh melalui kontak senjata dengan Azerbaijan. Hal ini membuat hubungan Turki dan Armenia yang awalnya ditujukan untuk menjalin persahabatan menjadi memburuk secara drastis. Banyaknya korban sipil yang jatuh di pihak Azerbaijan membuat Turki merasa terancam dan bersiaga menggunakan kekuatan militer untuk mencegah dampak-dampak yang diakibatkan oleh serangan yang dibangun oleh militer Armenia www.cbsnews.com, diakses pada 28 April 2010. 5 Gambar I. 1. Peta Turki, Armenia, dan Azerbaijan http:mastertour.amimagesarmenia_map.jpg, diakses 5 Juni 2010 Pada 23 Agustus 1992 Turki mengirimkan delegasi kementerian luar negerinya ke Armenia untuk membicarakan resolusi damai mengenai konlik Nagorno-Karabakh. Pada kesempatan ini Armenia mengutarakan kesiapannya untuk mengadakan hubungan diplomatik dengan Turki dan menjalin kerjasama dalam berbagai bidang. Namun di sisi lain delegasi Turki menyatakan bahwa Turki juga berniat untuk meningkatkan hubungan bilateral di antara Turki dan Armenia, dengan 6 catatan Armenia haruslah berinisiatif untuk mengambil langkah resolusi yakni dengan mengakui kemutlakan perbatasan yang dimiliki Turki dan Azerbaijan Yerkir, 25 Agustus 1992. Armenia pada saat itu mengalami keterpurukan ekonomi yang disebabkan oleh belum matangnya infrastruktur sebagai negara yang baru merdeka dan juga karena adanya perang perebutan Nagorno-Karabakh dengan Azerbaijan. Keterpurukan ekonomi ini kemudian menggerakkan Armenia untuk meminta bantuan pangan pada beberapa negara. Permintaan ini diwujudkan Turki dengan mengirimkan pinjaman berupa beras sejumlah 100.000 ton. Perdana Menteri Demirel menyatakan bahwa sikap Turki pada saat itu adalah untuk membuat kawasan yang mereka diami terdiri dari negara-negara yang dapat saling bekerjasama, stabil, makmur, dan damai, dan juga menyatakan bahwa upaya konstruktif seperti ini akan terus dilakukan Turki untuk mewujudkan stabilitas kawasan tersebut Yerkir, 22 September 1992. Adanya niat baik Turki ini memunculkan wacana-wacana mengenai pembukaan hubungan diplomatik dengan Armenia, yang salah satunya dinyatakan oleh Gerard Libaridian yang merupakan penasehat Presiden Armenia Ter Petrossian. Libaridian menyebutkan bahwa adanya bantuan yang diberikan oleh Turki pada Armenia menandakan hubungan antara kedua negara sudah sangat dekat untuk menuju pada proses pembukaan hubungan diplomatik Azg Daily, 5 Februari 1993. Namun wacana-wacana pembukaan hubungan diplomatik antara Turki dan Armenia kembali tertunda. Ketegangan antara Turki dengan Armenia kembali meningkat ketika kepemimpinan Presiden Armenia Ter Petrossian dihentikan paksa 7 dan digantikan oleh Robert Kocharian pada 10 Maret 1998. Ketegangan muncul karena adanya kekecewaan dari pihak Turki yang menilai bahwa pemerintahan Ter Petrossian yang lebih moderat dapat mengarahkan hubungan antara Turki dan Armenia menjadi lebih netral daripada pemerintahan yang dipimpin Robert Kocharian yang dinilai Turki lebih agresif Astourian, 2000. Pada 27 Desember 2002, pada sebuah konferensi pers, Menteri Luar Negeri Turki Yasar Yakis mengisyaratkan kemungkinan untuk membuka hubungan diplomatik dengan Armenia, dan juga peningkatan hubungan dengan beberapa negara lain: We will develop our relations with Russia, Iran and Armenia. We will take into consideration the Azerbaijani concerns in establishing relations with Armenia, but if our economic interests require the establishment of relations with Armenia, we will do that. Center of Public Dialogue and Development, 2005: 115 Pernyataan Yasar Yakis mengisyaratkan kebutuhan ekonomi Turki dalam usaha menjalin hubungan diplomatik dengan Armenia. Dengan menjalin hubungan dengan Armenia akan menguntungkan Turki seiring juga meluasnya pasar yang dimiliki Turki. Pada sebuah kunjungan resmi ke Amerika Serikat, Perdana Menteri Erdogan menjelaskan keinginan Turki dalam menjalin hubungan perdagangan dengan Armenia. It is possible that the Turkish government will make a decision to open the border with Armenia if Turkeys friendly initiative has reciprocal repercussions. Turkish citizens living in regions neighboring Armenia wish to see the borders open so that they can 8 trade quietly with Armenia. Center of Public Dialogue and Development, 2005: 116 Hubungan antara Turki dan Armenia mulai meningkat kembali dengan adanya diplomasi sepak bola yang dilakukan Armenia dengan mengundang Presiden Turki Abdullah Gul untuk menghadiri kualifikasi Piala Dunia di Armenia pada 6 September 2008 http:www.hurriyetdailynews.com, diakses pada 21 Mei 2010. Hadirnya Presiden Abdullah Gul memberikan harapan bagi Presiden Armenia Sarkisian yang menginginkan progres diplomatik yang signifikan agar Turki menyetujui untuk membuka perbatasan antara Turki dengan Armenia. Dengan keinginan untuk mempercepat pembukaan hubungan diplomatik ini maka Sarkisian menghendaki Turki agar memberi kepastiannya sebelum ia setuju untuk menghadiri kualifikasi Piala Dunia selanjutnya yang digelar di Istanbul Turki pada 14 Oktober 2009 http:www.eurasianet.org , diakses pada 23 September 2010. Adanya desakan dari diplomasi sepak bola ini kemudian membawa pada ditandatanganinya protokol normalisasi hubungan antara Turki dengan Armenia. Pada 10 Oktober 2009, menteri luar negeri Turki Ahmet Davutoglu dan menteri luar negeri Armenia Edward Nalbandian menandatangani protokol mengenai normalisasi hubungan di antara keduanya yang dilakukan di Zurich, Swiss www.pbs.org, diakses pada 2 Mei 2010. Protokol tersebut berisi kesepakatan untuk membuka batas masing-masing negara, mengakomodasi pertukaran budaya, kerjasama ekonomi, sosial, dan politik, dan membuka tahap baru hubungan antara 9 kedua negara yang lebih bersahabat 1 . Penandatanganan protokol normalisasi hubungan ini mempunyai nilai penting bagi kedua negara. Bagi Armenia, normalisasi hubungan ini dapat membuka blokade baik ekonomi maupun politik dengan Turki, yang sejak 1996 melakukan kerja sama perdagangan produk-produk non-agrikultur dengan Uni Eropa. Dengan adanya keterbukaan hubungan diplomatik ini, Armenia diuntungkan karena dapat menggairahkan kegiatan ekonominya dan dapat menikmati barang-barang impor dengan harga yang lebih murah. Bagi Turki sendiri, pembukaan kembali hubungan diplomatik dengan Armenia dapat menjadi langkah awal untuk menghindari atau bahkan mengakhiri kecaman parlemen negara-negara terkait dengan tuduhan genosida Armenia. Selain itu Turki juga mendapatkan akses yang lebih baik ke dalam wilayah Kaukasus Selatan yang penting dalam hal ekonomi dan politik regionalnya de Waal, 2003. Namun protokol normalisasi hubungan tersebut baru bisa diimplementasikan setelah parlemen kedua negara menyetujuinya www.rferl.org diakses pada 22 Juni 2010. Dukungan terhadap pembukaan perbatasan dan hubungan diplomatik antara Turki dengan Armenia mendapatkan banyak dukungan dari pihak-pihak luar, terutama dari Uni Eropa. Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Javier Solana dalam http:www.telegraph.co.uk diakses pada 12 November 2010 menanggapi baik penandatanganan protokol normalisasi hubungan ini: I commend the courage and vision of both sides to move forward with this historic process, … This is a crucial step towards 1 Protokol normalisasi hubungan Turki-Armenia dapat diakses di http:www.armeniapedia.orgimages221Armenia-turkey_protocol.pdf 10 normalisation of bilateral relations, which would greatly contribute to peace, security and stability throughout an important region of Europe. Komisi perluasan Uni Eropa, Olli Rehn, yang juga mengawasi permohonan keanggotaan Turki ke dalam Uni Eropa, melihat bahwa penandatanganan protokol normalisasi hubungan ini merupakan kemajuan: The European Commission attaches high importance to a rapid and steady implementation of the protocols on the establishment of diplomatic relations, …. This agreement should contribute to peace and stability in the South Caucasus. http:www.telegraph.co.uk, diakses pada 12 November 2010 Pendapat-pendapat yang datang dari Uni Eropa ini pada dasarnya mengisyaratkan bahwa jika Turki setuju untuk membuka perbatasan dan hubungan diplomatik dengan Armenia, maka akan memperkuat posisi Turki dalam pengajuannya untuk masuk ke dalam Uni Eropa. Namun setelah penandatangan protokol normalisasi hubungan tersebut, Turki terkesan masih menghambat dalam pelaksanaan pembukaan hubungan diplomatik tersebut. Bentuk dari hambatan ini dapat dilihat dari pernyataan Perdana Menteri Turki Recep Erdogan pada 11 November 2009 yang mendesak otoritas Armenia untuk mengembalikan wilayah Nagorno-Karabakh pada Azerbaijan sebagai syarat terpenuhinya pembukaan hubungan diplomatik dengan Armenia http:www.armeniadiaspora.com, diakses pada 5 Mei 2010. Dari desakan yang dilakukan oleh Turki terhadap Armenia ini, kembali terlihat keberpihakan Turki pada Azerbaijan dalam konflik Nagorno-Karabakh. 11 Isu mengenai perebutan Nagorno-Karabakh kembali diusik oleh Turki yang tentu saja membawa hasil yang kontraproduktif terhadap realisasi normalisasi hubungan antara Turki dengan Armenia. Bagi Armenia, syarat dari Turki untuk melepas Nagorno-Karabakh merupakan hal yang sulit dilakukan, sehingga syarat tersebut menjadi ganjalan besar terhadap terwujudnya hubungan diplomatik antara Turki dan Armenia. Keberpihakan Turki terhadap Azerbaijan tentu saja memunculkan tentangan dari anggota parlemen Armenia, yang juga mempersulit bagi protokol tersebut untuk ditandatangani pada tingkat parlemen, untuk kemudian diimplementasikan armenianow.com, diakses pada 8 Juli 2010. Dampak dari diangkatnya isu Nagorno-Karabakh oleh Turki ini semakin terlihat pada pernyataan Presiden Armenia David Sarkisian pada 29 Maret 2010 untuk menunda semua proses untuk menyetujui dan mengimplementasikan segala hal yang berkaitan dengan protokol normalisasi hubungan antara Turki dan Armenia sampai Turki siap untuk menyetujui secara penuh pada tingkat parlemen dan tidak terganggu oleh isu-isu lain di luar normalisasi hubungan di antara keduanya eurodialogue.org, diakses pada 25 Juli 2010.

I.2. RUMUSAN MASALAH