Azerbaijan sebagai Penghambat Pembukaan Hubungan Diplomatik Turki – Armenia
Azerbaijan sebagai Penghambat Pembukaan Hubungan Diplomatik Turki-Armenia
SKRIPSI
Disusun oleh: Pradipto Bhagaskoro
070710176
PROGRAM STUDI S-1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL DEPARTEMEN HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
(2)
AZERBAIJAN SEBAGAI PENGHAMBAT PEMBUKAAN HUBUNGAN DIPLOMATIK TURKI-ARMENIA
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Studi S-1 pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Airlangga
Oleh
Pradipto Bhagaskoro 070710176
Pembimbing
Dra. Baiq L.S. Wahyu Wardhani, MA, Ph.D NIP 19640331 198810 2 001
PROGRAM STUDI S-1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL DEPARTEMEN HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
(3)
Halaman Pernyataan
Lembar Pernyataan Tidak Melakukan Plagiat
Bagian atau keseluruhan isi skripsi ini tidak pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademis pada bidang studi dan atau universitas lain dan tidak pernah dipublikasikan atau ditulis oleh individu selain penulis kecuali dituliskan dengan format kutipan dalam isi skripsi.
Surabaya, Juni 2011
(4)
Halaman Persetujuan
Skripsi berjudul
Azerbaijan sebagai Penghambat Pembukaan Hubungan Diplomatik Turki-Armenia
telah disetujui untuk diujikan di hadapan Komisi Penguji
Surabaya, 07-06-2011
Dosen Pembimbing
Dra. Baiq L.S. Wahyu Wardhani, MA, Ph.D NIP 19640331 198810 2 001
Mengetahui,
Ketua Program Studi S-1 Ilmu Hubungan Internasional
Dra. Baiq L.S. Wahyu Wardhani, MA, Ph.D NIP 19640331 198810 2 001
(5)
Halaman Pengesahan
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Komisi Penguji pada hari Selasa, 14 Juni 2011, pukul 12.00 WIB
di Ruang Cakra Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga
Komisi Penguji
Ketua,
Drs. Vinsensio M.A. Dugis, MA, Ph.D NIP 19650113 199101 1 001
Anggota, Anggota,
Drs. Djoko Sulistyo, MS Drs. Ajar Triharso, MS NIP 19530405 198502 1 001 NIP 19521202 198303 1 001
(6)
Halaman Persembahan
(7)
Motto
To give and not to count the cost;
To fight and not to heed the wounds;
To toil and not to seek for rest;
To labor and not ask for any reward
Save that of knowing that we do Thy will.
Saint Ignatius of Loyola (1491 - 1556)
Spanish theologian. "Prayer for Generosity”
(8)
KATA PENGANTAR
Puji syukur pada Yang Maha Tunggal atas segala kesempatan, tuntunan, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Azerbaijan sebagai Penghambat Pembukaan Hubungan Diplomatik Turki-Armenia”.
Penulisan skripsi ini berawal dari ketertarikan penulis terhadap negara Turki, yang merupakan negara dengan keunikan identitas yang dilatarbelakangi oleh masa lalunya. Identitas merupakan hal yang menarik bagi penulis karena selama ini penulis berhubungan dengan pihak-pihak yang bertindak sesuai dengan identitasnya, yang kemudian juga membentuk pribadi penulis hingga saat ini. Skripsi ini sendiri berisi tentang pengaruh Azerbaijan dalam terhambatnya pembukaan hubungan diplomatik antara Turki dan Armenia, yang juga banyak dipengaruhi oleh pembentukan identitas nasional Turki, selain juga kekayaan sumber daya energi yang dimiliki oleh Azerbaijan.
Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak sekali pihak, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu, penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, dengan kelimpahan kasihnya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak (Kusudiono) dan Ibu (Ratna Puspitasari) yang telah bersusah payah membesarkan dan membiayai pendidikan penulis.
3. Ibu Dra. Baiq L.S. Wahyu Wardhani, MA, Ph.D. selaku dosen pembimbing skripsi. Terimakasih banyak atas bimbingan, kesabaran, ilmu dan pengalaman yang telah Ibu berikan, baik selama penulisan skripsi ini, maupun selama penulis menjalani perkuliahan.
4. Dosen dan staf pengajar di tempat kuliah penulis, Ilmu Hubungan Internasional, Bapak Djoko Sulistyo, Bapak Vinsensio Dugis, Bapak Basis Susilo, Ibu Sartika Soesilowati, Bapak Ajar Triharso, Bapak
(9)
Wahyudi Purnomo, Ibu Lilik Salamah, Bapak Muttaqien, Madamme Anne Francois, Mas Joko Susanto, Mas Yunus, Mas Syafril Mubah, Ibu Irma, Mbak Citra, dan Mbak Irfa atas semua ilmu dan pengalaman yang diberikan kepada penulis selama masa kuliah penulis di HI tercinta. Juga Mbak Indah yang bersedia direpoti dalam pengurusan yudisium penulis. 5. Benim sevgi ve benim gelecekteki, Andanina D. P. M., yang menjadi
lecutan motivasi dan semangat bagi penulis sehingga mampu menyelesaikan laporan penelitian ini, terimakasih atas kesabaran dan pengertian dalam menghadapi penulis.
6. Keluarga Bani Hasbullah atas doa dan semangatnya, terutama Alm. Eyang Yut Hasbullah, Eyang Mantri kakung-putri, Eyang Toha, Eyang Kun, Eyang Titik, Eyang Iwan, Budhe, Oom Totok, Oom Sigit, Tante Rika, Oom Tommy, Mbak Anya, Anggi, Pinky, dan masih banyak lagi. 7. Teman-teman seangkatan penulis (2007), Purwoko Adhi Nugroho,
Syarifuddin (Sembik), Hirshi Anadza, Bintang Indra W. (tangi woy!), Rommel Utungga (diet, olahraga!), Yoga Bisma Lispaduka (yang paling edan), Septian Rizky (ojok galau ae!), Dyon H., Amanda Dianova K, Imania Aira Karina, Yudhanti Adhityarini, Nadifatul Quriah, Athius Solihah, Endrisari W. Murani, Febi, Nino, L.L. Casandra, Amal, Jamal Said, Praja (Praja Cell Inc.), Hariyono, Renita, Wendy, Firman, Arlia, dan semua teman-teman 2007 yang tidak cukup dimasukkan dalam ruang sempit ini. Kenangan indah memang tidak bisa dibeli, guys!
8. Teman-teman angkatan 2004, Mbak Indira, Mas Bre, Mas Komting 2004, Mas Gono, Mas Baskoro, Mas Yossi, Mas Angga Surahman, Bli Anggi, Mbak Nadia, juga teman-teman angkatan 2005, Nisya, Bli Pram, Cimi, Mbak Widy, Mas Bram, Mas Rizal, Mas Didit, Mas Rifan, Mas Ozzi, Mas Fedy, Mas Lukas, Mas Rahman, Mbak Pepeh, Mbak Fanny, Mbak Rina, Mas Ali Zi, Mas Ari, Mas Fendy, Mas Eddy, atas pengalaman-pengalaman yang diberikan.
(10)
9. Kakak-kakak dari angkatan terdekat (2006) Redo, Sesa, Rikin, Nyeknyot, Willy, Jojo, Aswin, Willa, Adin, Ken, Yesa, Bustomi, Renala, Andien, Ichan, Leo, Adrian, Ritza, Lea dan teman-teman 2006 lainnya. Matur ketengkyu, semuanya!
10. Anggota Divisi Minat Bakat HIMA HI yang penulis bawahi pada 2009-2010, tanpa kalian acara-acara kita yang padat nggak akan jalan!
11. Seluruh kru IRCP (International Relations’ Cosmopolitan Project) yang berdedikasi tinggi, yang dengan segala upaya menjadikan acara ini sukses, menyenangkan dan berkelanjutan di tahun-tahun berikutnya. 12. Personel HI All Star, Pika, Gendut, Gabun, Gandha, Edwin, akhirnya
cita-cita penulis tercapai pada akhir masa perkuliahan. Semoga kegiatan All Star bisa berlanjut di tahun-tahun ke depan.
13. Adik-adik angkatan penulis (angkatan 2008-2010) yang lucu-lucu. Gandha, Sutikno, Khemal, Niko, Zul, Vian, Angga, Roswita, Gabun, Tanu, Salman, Taka, Faris, Arif, Faisal, Dodon, Sari, Malinda, Fellin, Dikara, Elok, Gita, dan semuanya.
14. Sahabat-sahabat dan teman ngobrol penulis yang tak tergantikan, terutama yang eksis di pagi buta, Ariena (woy turu woy!), Tita, Mbak Donna, Niken (semoga tetap idealis!), Loli, Dewi, Dilla, Sita, Tammy, Riri, Devri, Damar, Amin, Bang Andy.
15. Rekan-rekan FKMHII, Prada, Ihwan, Nayana, Dayu, Grace, Dipa, Irma, Rengga, Sapta, Gevi, Lusia, dan lain-lainnya. Someday we’ll meet again…
16. Bapak Teiseran Voun Cornelis, walaupun dalam kesempatan singkat selama magang di Kementerian Luar Negeri, penulis mendapatkan banyak pelajaran dan pengalaman berharga dari beliau.
17. Mbak-mbak di WK Computer yang bersedia direpoti dalam pencetakan dan pengeditaan skripsi ini. Dan terimakasih banyak diskonnya .
(11)
18. Penghuni lain di rumah, terutama di kamar-kamar atas, terimakasih telah membuat situasi lebih kondusif selama penulis berkonsentrasi mengerjakan skripsi.
19. Semua Pini Sepuh dan eyang-eyang yang mendoakan penulis dengan tulus.
20. Serta kepada semua pihak yang telah banyak membantu maupun pihak-pihak yang tersakiti dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan yang dimiliki oleh penulis. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sebagai bahan untuk perbaikan dan peningkatan kualitas diri penulis sangat penulis harapkan.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya, dan juga memungkinkan penelitian selanjutnya dalam melanjutkan penelitian atau membuat penelitian baru yang berkaitan dengan penelitian ini.
(12)
Daftar Isi
Halaman Judul... i
Halaman Pernyataan... ii
Halaman Persetujuan... ... iii
Halaman Pengesahan... iv
Halaman Persembahan... v
Halaman Motto ... vi
Kata Pengantar ... vii
Daftar Isi ... xi
Daftar Tabel, Gambar dan Diagram... xiii
Abstrak ... xiv
Bab I Pendahuluan ... 1
I.1 Latar Belakang Masalah ... 1
I.2 Rumusan Masalah ... 11
I.3 Tujuan Penelitian ... 12
I.4 Kerangka Pemikiran ... 12
I.5 Hipotesis ... 20
I.6 Metodologi Penelitian ... 21
I.6.1 Operasionalisasi Variabel... 21
I.6.1.1. Normalisasi Hubungan dan Pembukaan Hubungan Diplomatik ... 21
I.6.1.2. Identitas Nasional ... 22
I.6.1.3. Solidaritas Etnis ... 23
I.6.2 Tipe Penelitian ... 23
I.6.3 Jangkauan Penelitian... 24
I.6.4 Teknik Pengumpulan Data ... 24
I.6.5 Teknik Analisis Data ... 24
I.6.6 Sistematika Penelitian ... 25
Bab II Kedekatan Turki dengan Azerbaijan ... 27
II.1. Latar Belakang Penandatangan Protokol Normalisasi Hubungan Turki dan Armenia dan Azerbaijan sebagai Penghambat ... 27
II.2. Keuntungan secara Geografis yang Didapat Turki terkait Hubungannya dengan Azerbaijan ... 30
II.3. Keuntungan dalam bidang Sumber Daya Energi yang Didapat Turki terkait Hubungannya dengan Azerbaijan ... 33
II.4. Keuntungan dalam Ekonomi Perdagangan yang Didapat Turki terkait Hubungannya dengan Azerbaijan ... 44
(13)
II.5. Hubungan Sosial, Politik, dan Kultural antara Turki
dan Azerbaijan ... 47
Bab III Peran Pembentukan Identitas Turki dalam Pengaruhnya terhadap Kedekatan Hubungan Turki dengan Azerbaijan... 51
III.1. Kedekatan Identitas antara Turki dan Azerbaijan ... 51 III.2. Kedekatan Republik Turki dengan Azerbaijan pasca Perang Dingin ... 54 III.3. Pengaruh Islam dalam Identitas Turki, Gerakan Islamis di Turki, dan Hubungannya dengan Kedekatan Turki dengan Azerbaijan ... 58 III.4. Kebijakan Luar Negeri Turki pada masa AKP ... 68
Bab IV Faktor-faktor yang Menjadikan Azerbaijan sebagai Penghambat bagi Pembukaan Hubungan Diplomatik Turki-Armenia ... 76
IV.1. Faktor Energy Security dan Kerjasama yang Dilakukan
Turki-Azerbaijan ... 76 IV.2. Faktor Identitas yang Mempengaruhi Kebijakan Luar
Negeri Turki ... 84 IV.3. Faktor Kebijakan Luar Negeri pada masa AKP ... 88 IV.4. Peran Tuntutan Pengakuan Genosida Armenia sebagai Faktor Penghambat Pembukaan Hubungan Diplomatik Turki-Armenia ... 95
Bab V Kesimpulan ... 98 Daftar Pustaka ... 103
(14)
DAFTAR TABEL, DAN GAMBAR
TABEL
Tabel II.1. Biaya transit dan operasional yang didapatkan
oleh Turki ... 40 Tabel II.2. Tabel Perkembangan Perekonomian Turki
dari 2001 sampai 2006 ... 45 Tabel III.3. Aliran Perdagangan Turki ke Azerbaijan dan
Georgia pada 2000-2006 ... 46
GAMBAR
Gambar I.1. Peta Turki, Armenia, dan Azerbaijan ... 5 Gambar I.2. Visualisasi Kerangka Pemikiran ... ... 19
(15)
Abstrak
Turki dan Armenia merupakan negara tetangga yang berbatasan secara langsung, namun keduanya tidak memiliki hubungan diplomatik. Turki menolak untuk membuka hubungan diplomatik dengan Armenia, dikarenakan konflik Nagorno-Karabakh yang melibatkan Armenia dan Azerbaijan. Hingga pada 10 Oktober 2009, Turki dan Armenia menandatangani protokol normalisasi yang dimaksudkan untuk membuka perbatasan dan membuka hubungan diplomatik. Normalisasi hubungan tersebut didukung oleh pihak-pihak lain seperti AS dan Uni Eropa. Dikatakan bahwa jika Turki dan Armenia membuka hubungan diplomatik, tidak hanya Armenia yang diuntungkan, namun juga Turki. Pembukaan hubungan diplomatik tersebut juga akan meningkatkan kemungkinan Turki untuk tergabung dalam Uni Eropa.
Namun ternyata normalisasi hubungan ini membuat Azerbaijan merasa terganggu dan mengeluarkan pernyataan yang kemudian membuat PM Turki Reccep Tayyip Erdogan pada pada 11 November 2009, mendesak Armenia untuk mengembalikan wilayah Nagorno-Karabakh pada Azerbaijan sebagai syarat terpenuhinya normalisasi hubungan diplomatik dengan Armenia.
Penelitian ini akan mempelajari faktor-faktor yang membuat Azerbaijan menjadi berpengaruh bagi Turki sehingga memberikan syarat yang menghambat pembukaan hubungan diplomatik dengan Armenia, selain faktor-faktor yang berkaitan dengan genosida Armenia di masa lalu. Kedekatan Turki dengan Azerbaijan dapat ditelusuri dari pembentukan identitas nasional pada awal berdirinya Republik Turki. Identitas nasional ini menjadi dasar solidaritas etnis antara Turki dan Azerbaijan. Kedekatan Turki dengan Azerbaijan juga disebabkan oleh keuntungan-keuntungan ekonomi seperti kekayaan sumber energi Azerbaijan. Selain itu, kebijakan luar negeri Turki yang lebih dekat pada Azerbaijan juga dipengaruhi oleh peran AKP sebagai partai yang berkuasa di Turki, terkait dengan identitas partai tersebut yang dekat dengan islam nasionalis Turki.
Kata Kunci: Armenia, Azerbaijan, Turki, etnis Turkic, sumber daya energi, identitas
(16)
BAB I PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Turki dan Armenia merupakan dua negara yang memiliki sejarah konflik yang
panjang, yang dapat dirunut sejak masa-masa akhir berdirinya Kekaisaran Ottoman.
Pada Perang Dunia I, Kekaisaran Turki Ottoman berhadapan dengan Kekaisaran
Rusia yang mengganggu keamanan perbatasan Kekaisaran Ottoman, salah satu
caranya yakni dengan mengendalikan bagian tepi timur Kekaisaran Ottoman yang
merupakan kawasan yang dihuni oleh etnis Armenia (www.history.com, diakses pada
29 April 2009).
Masyarakat Armenia sejak awal dianggap sebagai warga kelas dua dalam
Kekaisaran Ottoman. Adanya sentimen kekaisaran terhadap Armenia ini pada
awalnya muncul karena perbedaan bahasa yang digunakan, selain itu mayoritas etnis
Armenia adalah merupakan pemeluk Kristen, yang tentu berbeda dengan bentuk
Ottoman sebagai kekaisaran yang berlandaskan Islam (www.teachgenocide.org,
diakses pada 28 April 2010).
Sejak awal mula peperangan yang terjadi antara Turki dan Rusia pada
1855-1856 dan 1877-1878, etnis Armenia dipandang oleh Rusia sebagai komunitas yang
potensial untuk dijadikan sebagai sekutu untuk melawan Turki. Karena hal ini,
Armenia dan Ottoman terlibat ke dalam konflik terutama pada tahun-tahun awal
(17)
dengan Anatolia Timur. Pemerintahan Turki Muda (Young Turk) kemudian
memutuskan untuk mendeportasi secara paksa orang-orang Armenia ke Syiria.
Aktivitas ini disebut menyebabkan kematian ratusan ribu orang Armenia antara 1915
dan 1921, dan juga terdiasporanya etnis Armenia. Sumber yang berasal dari Armenia
dan sebagian besar sumber dari Barat mengklaim hal ini adalah kebijakan genosida
Ottoman yang direncanakan terhadap orang Armenia, dengan sampai 1,5 juta orang
Armenia dibantai secara sistematis. Namun sumber-sumber Turki dan minoritas
sumber dari Barat menyatakan bahwa jumlah kematian tersebut lebih rendah, yakni
sekitar 300.000, dan bahwa pembantaian itu bukanlah merupakan kebijakan
pemerintah Ottoman, namun sebagai akibat perang saudara. Dalam sumber ini juga
tercatat bahwa juga terdapat sejumlah besar orang Turki dan Kurdi juga meninggal
(Cornell, 2003). Peristiwa yang diklaim sebagai genosida oleh Armenia ini kemudian
diperingati pada setiap 24 April 1915 oleh warga Armenia, baik yang berada di
Armenia maupun yang terdiaspora, sebagai memorial day (Indonesian.irib.ir, diakses
pada 25 Maret 2010).
Kekaisaran Ottoman pun berakhir pada 24 Juli 1923 dan digantikan dengan
Republik Turki pada 29 Otober 1923 melalui usaha-usaha yang dilakukan Mustafa
Kemal Pasha yang didukung oleh mayoritas bangsa Turki (Douglas, 2001:1).
Sejak tahun 1970-an, Diaspora Armenia, khususnya di Amerika Serikat, telah
secara aktif melobi untuk pengakuan resmi atas pembantaian yang dilakukan
Kekaisaran Ottoman atas Armenia. Genosida yang dituduhkan pada Turki oleh etnis
(18)
lembaga-lembaga akademik dan parlemen dari sembilan belas negara, termasuk di
dalamnya Kanada, Perancis, Jerman, Yunani, Polandia, dan Rusia. Walaupun
mendapatkan perhatian internasional, Turki secara aktif membantah terjadinya
genosida yang dialami oleh etnis Armenia pada Perang Dunia I. Pemerintahan
Republik Turki selalu mengklaim angka kematian yang dialami etnis Armenia
merupakan sesuatu yang diakibatkan oleh terjadinya perang saudara yang diperparah
dengan menjangkitnya wabah penyakit dan kelaparan yang menimbulkan jatuhnya
banyak korban dari etnis Armenia (www.trtdari.com, diakses pada 5 Maret 2010).
Armenia sendiri kemudian secara resmi tergabung dalam Uni Soviet pada
1920 dan mendeklarasikan dirinya sebagai Republik Sosialis Armenia. Ketika Perang
Dingin berakhir, dengan runtuhnya Uni Soviet, Armenia mendeklarasikan
kemerdekaannya secara resmi pada 23 Agustus 1991. Ketika mendapat
kemerdekaanya sebagai negara yang berdiri sendiri, Armenia berusaha untuk
meminimalisasi ancaman dari luar dengan mengutarakan keinginan untuk menjalin
hubungan baik dengan negara-negara sekitarnya. Sesaat sebelum deklarasi
kemerdekaan Armenia, Ketua Parlemen Armenia Levon Ter-Petrossian
mengutarakan niat baiknya untuk memulai hubungan baru dengan Turki:
"Armenia is changing, and in this new world we should be neighbour states with new thinking. We want to become friends. We are ready for any type of mutually beneficial cooperation. Armenia has no territorial claims towards Turkey" (Nezavisimaya Gazeta, 14 Mei 1991).
(19)
Setelah Armenia mendeklarasikan kemerdekaannya, pada 16 Desember 1991
Turki mengakui Armenia sebagai negara merdeka, namun tidak serta merta membuka
hubungan diplomatik dengan negara tersebut. Sikap ini kemudian diikuti oleh surat
Perdana Menteri Turki Suleyman Demirel kepada Presiden Armenia Levon Ter
Petrossian yang menyatakan bahwa Turki akan mengembangkan hubungan yang
bersahabat dengan Armenia yang menekankan pada penerimaan terhadap integritas
teritorial dan juga pengakuan terhadap kemutlakan perbatasan (Azg Daily, 8 Juni
1991).
Namun, ternyata rencana Turki untuk membuka hubungan yang bersahabat
dengan Armenia menjadi terhambat ketika pada Februari 1992, perang meletus di
Nagorno Karabakh. Nagorno-Karabakh merupakan kawasan yang masuk pada
teritorial Azerbaijan, namun dalam kawasan tersebut didiami oleh mayoritas etnis
Armenia. Pemerintah Armenia kemudian mendukung populasi di Karabakh untuk
menetapkan determinasi nasionalnya dan bergabung dengan Republik Armenia
(www.cbsnews.com, diakses pada 28 April 2010).
Pada April 1993, Armenia berhasil merebut wilayah Nagorno-Karabakh
melalui kontak senjata dengan Azerbaijan. Hal ini membuat hubungan Turki dan
Armenia yang awalnya ditujukan untuk menjalin persahabatan menjadi memburuk
secara drastis. Banyaknya korban sipil yang jatuh di pihak Azerbaijan membuat Turki
merasa terancam dan bersiaga menggunakan kekuatan militer untuk mencegah
dampak-dampak yang diakibatkan oleh serangan yang dibangun oleh militer Armenia
(20)
Gambar I. 1. Peta Turki, Armenia, dan Azerbaijan (http://mastertour.am/images/armenia_map.jpg, diakses 5 Juni 2010)
Pada 23 Agustus 1992 Turki mengirimkan delegasi kementerian luar
negerinya ke Armenia untuk membicarakan resolusi damai mengenai konlik
Nagorno-Karabakh. Pada kesempatan ini Armenia mengutarakan kesiapannya untuk
mengadakan hubungan diplomatik dengan Turki dan menjalin kerjasama dalam
berbagai bidang. Namun di sisi lain delegasi Turki menyatakan bahwa Turki juga
(21)
catatan Armenia haruslah berinisiatif untuk mengambil langkah resolusi yakni dengan
mengakui kemutlakan perbatasan yang dimiliki Turki dan Azerbaijan (Yerkir, 25
Agustus 1992).
Armenia pada saat itu mengalami keterpurukan ekonomi yang disebabkan
oleh belum matangnya infrastruktur sebagai negara yang baru merdeka dan juga
karena adanya perang perebutan Nagorno-Karabakh dengan Azerbaijan.
Keterpurukan ekonomi ini kemudian menggerakkan Armenia untuk meminta bantuan
pangan pada beberapa negara. Permintaan ini diwujudkan Turki dengan mengirimkan
pinjaman berupa beras sejumlah 100.000 ton. Perdana Menteri Demirel menyatakan
bahwa sikap Turki pada saat itu adalah untuk membuat kawasan yang mereka diami
terdiri dari negara-negara yang dapat saling bekerjasama, stabil, makmur, dan damai,
dan juga menyatakan bahwa upaya konstruktif seperti ini akan terus dilakukan Turki
untuk mewujudkan stabilitas kawasan tersebut (Yerkir, 22 September 1992). Adanya
niat baik Turki ini memunculkan wacana-wacana mengenai pembukaan hubungan
diplomatik dengan Armenia, yang salah satunya dinyatakan oleh Gerard Libaridian
yang merupakan penasehat Presiden Armenia Ter Petrossian. Libaridian
menyebutkan bahwa adanya bantuan yang diberikan oleh Turki pada Armenia
menandakan hubungan antara kedua negara sudah sangat dekat untuk menuju pada
proses pembukaan hubungan diplomatik (Azg Daily, 5 Februari 1993).
Namun wacana-wacana pembukaan hubungan diplomatik antara Turki dan
Armenia kembali tertunda. Ketegangan antara Turki dengan Armenia kembali
(22)
dan digantikan oleh Robert Kocharian pada 10 Maret 1998. Ketegangan muncul
karena adanya kekecewaan dari pihak Turki yang menilai bahwa pemerintahan Ter
Petrossian yang lebih moderat dapat mengarahkan hubungan antara Turki dan
Armenia menjadi lebih netral daripada pemerintahan yang dipimpin Robert
Kocharian yang dinilai Turki lebih agresif (Astourian, 2000).
Pada 27 Desember 2002, pada sebuah konferensi pers, Menteri Luar Negeri
Turki Yasar Yakis mengisyaratkan kemungkinan untuk membuka hubungan
diplomatik dengan Armenia, dan juga peningkatan hubungan dengan beberapa negara
lain:
"We will develop our relations with Russia, Iran and Armenia. We will take into consideration the Azerbaijani concerns in establishing relations with Armenia, but if our economic interests require the establishment of relations with Armenia, we will do that." (Center of Public Dialogue and Development, 2005: 115)
Pernyataan Yasar Yakis mengisyaratkan kebutuhan ekonomi Turki dalam
usaha menjalin hubungan diplomatik dengan Armenia. Dengan menjalin hubungan
dengan Armenia akan menguntungkan Turki seiring juga meluasnya pasar yang
dimiliki Turki.
Pada sebuah kunjungan resmi ke Amerika Serikat, Perdana Menteri Erdogan
menjelaskan keinginan Turki dalam menjalin hubungan perdagangan dengan
Armenia.
"It is possible that the Turkish government will make a decision to open the border with Armenia if Turkey's friendly initiative has reciprocal repercussions. Turkish citizens living in regions neighboring Armenia wish to see the borders open so that they can
(23)
trade quietly with Armenia." (Center of Public Dialogue and Development, 2005: 116)
Hubungan antara Turki dan Armenia mulai meningkat kembali dengan adanya
diplomasi sepak bola yang dilakukan Armenia dengan mengundang Presiden Turki
Abdullah Gul untuk menghadiri kualifikasi Piala Dunia di Armenia pada 6
September 2008 (http://www.hurriyetdailynews.com, diakses pada 21 Mei 2010).
Hadirnya Presiden Abdullah Gul memberikan harapan bagi Presiden Armenia
Sarkisian yang menginginkan progres diplomatik yang signifikan agar Turki
menyetujui untuk membuka perbatasan antara Turki dengan Armenia. Dengan
keinginan untuk mempercepat pembukaan hubungan diplomatik ini maka Sarkisian
menghendaki Turki agar memberi kepastiannya sebelum ia setuju untuk menghadiri
kualifikasi Piala Dunia selanjutnya yang digelar di Istanbul Turki pada 14 Oktober
2009 (http://www.eurasianet.org/ , diakses pada 23 September 2010). Adanya
desakan dari diplomasi sepak bola ini kemudian membawa pada ditandatanganinya
protokol normalisasi hubungan antara Turki dengan Armenia.
Pada 10 Oktober 2009, menteri luar negeri Turki Ahmet Davutoglu dan
menteri luar negeri Armenia Edward Nalbandian menandatangani protokol mengenai
normalisasi hubungan di antara keduanya yang dilakukan di Zurich, Swiss
(www.pbs.org, diakses pada 2 Mei 2010). Protokol tersebut berisi kesepakatan untuk
membuka batas masing-masing negara, mengakomodasi pertukaran budaya,
(24)
kedua negara yang lebih bersahabat1. Penandatanganan protokol normalisasi
hubungan ini mempunyai nilai penting bagi kedua negara. Bagi Armenia, normalisasi
hubungan ini dapat membuka blokade baik ekonomi maupun politik dengan Turki,
yang sejak 1996 melakukan kerja sama perdagangan produk-produk non-agrikultur
dengan Uni Eropa. Dengan adanya keterbukaan hubungan diplomatik ini, Armenia
diuntungkan karena dapat menggairahkan kegiatan ekonominya dan dapat menikmati
barang-barang impor dengan harga yang lebih murah. Bagi Turki sendiri, pembukaan
kembali hubungan diplomatik dengan Armenia dapat menjadi langkah awal untuk
menghindari atau bahkan mengakhiri kecaman parlemen negara-negara terkait
dengan tuduhan genosida Armenia. Selain itu Turki juga mendapatkan akses yang
lebih baik ke dalam wilayah Kaukasus Selatan yang penting dalam hal ekonomi dan
politik regionalnya (de Waal, 2003). Namun protokol normalisasi hubungan tersebut
baru bisa diimplementasikan setelah parlemen kedua negara menyetujuinya
(www.rferl.org diakses pada 22 Juni 2010).
Dukungan terhadap pembukaan perbatasan dan hubungan diplomatik antara
Turki dengan Armenia mendapatkan banyak dukungan dari pihak-pihak luar,
terutama dari Uni Eropa. Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Javier Solana
(dalam http://www.telegraph.co.uk/ diakses pada 12 November 2010) menanggapi
baik penandatanganan protokol normalisasi hubungan ini:
"I commend the courage and vision of both sides to move forward with this historic process, … This is a crucial step towards
1
Protokol normalisasi hubungan Turki-Armenia dapat diakses di http://www.armeniapedia.org/images/2/21/Armenia-turkey_protocol.pdf
(25)
normalisation of bilateral relations, which would greatly contribute to peace, security and stability throughout an important region of Europe."
Komisi perluasan Uni Eropa, Olli Rehn, yang juga mengawasi permohonan
keanggotaan Turki ke dalam Uni Eropa, melihat bahwa penandatanganan protokol
normalisasi hubungan ini merupakan kemajuan:
"The European Commission attaches high importance to a rapid and steady implementation of the protocols on the establishment of diplomatic relations, …. This agreement should contribute to peace and stability in the South Caucasus." (http://www.telegraph.co.uk/, diakses pada 12 November 2010)
Pendapat-pendapat yang datang dari Uni Eropa ini pada dasarnya
mengisyaratkan bahwa jika Turki setuju untuk membuka perbatasan dan hubungan
diplomatik dengan Armenia, maka akan memperkuat posisi Turki dalam
pengajuannya untuk masuk ke dalam Uni Eropa.
Namun setelah penandatangan protokol normalisasi hubungan tersebut, Turki
terkesan masih menghambat dalam pelaksanaan pembukaan hubungan diplomatik
tersebut. Bentuk dari hambatan ini dapat dilihat dari pernyataan Perdana Menteri
Turki Recep Erdogan pada 11 November 2009 yang mendesak otoritas Armenia
untuk mengembalikan wilayah Nagorno-Karabakh pada Azerbaijan sebagai syarat
terpenuhinya pembukaan hubungan diplomatik dengan Armenia
(http://www.armeniadiaspora.com, diakses pada 5 Mei 2010). Dari desakan yang
dilakukan oleh Turki terhadap Armenia ini, kembali terlihat keberpihakan Turki pada
(26)
Isu mengenai perebutan Nagorno-Karabakh kembali diusik oleh Turki yang
tentu saja membawa hasil yang kontraproduktif terhadap realisasi normalisasi
hubungan antara Turki dengan Armenia. Bagi Armenia, syarat dari Turki untuk
melepas Nagorno-Karabakh merupakan hal yang sulit dilakukan, sehingga syarat
tersebut menjadi ganjalan besar terhadap terwujudnya hubungan diplomatik antara
Turki dan Armenia. Keberpihakan Turki terhadap Azerbaijan tentu saja
memunculkan tentangan dari anggota parlemen Armenia, yang juga mempersulit bagi
protokol tersebut untuk ditandatangani pada tingkat parlemen, untuk kemudian
diimplementasikan (armenianow.com, diakses pada 8 Juli 2010). Dampak dari
diangkatnya isu Nagorno-Karabakh oleh Turki ini semakin terlihat pada pernyataan
Presiden Armenia David Sarkisian pada 29 Maret 2010 untuk menunda semua proses
untuk menyetujui dan mengimplementasikan segala hal yang berkaitan dengan
protokol normalisasi hubungan antara Turki dan Armenia sampai Turki siap untuk
menyetujui secara penuh pada tingkat parlemen dan tidak terganggu oleh isu-isu lain
di luar normalisasi hubungan di antara keduanya (eurodialogue.org, diakses pada 25
Juli 2010).
I.2. RUMUSAN MASALAH
Sebagai pertanyaan penelitian dari latar belakang masalah yang telah
dijabarkan di atas, penelitian ini mencoba untuk mengetahui faktor-faktor apakah
yang menjadikan Azerbaijan berpengaruh dalam menghambat keinginan Turki untuk
(27)
I.3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
membuat Azerbaijan menjadi hambatan bagi terbukanya hubungan diplomatik antara
Turki dan Armenia. Penelitian ini dititikberatkan pada sudut pandang Turki dalam
kedekatannya dengan Azerbaijan sehingga muncul hambatan dalam pembukaan
hubungan diplomatik dengan Armenia.
I.4. KERANGKA PEMIKIRAN
Geopolitik merupakan studi yang melibatkan banyak pembahasan yang
membuat para ilmuwan hubungan internasional memiliki konsentrasi analisis pada
hal-hal yang berbeda satu sama lain. Studi geopolitik membahas mengenai
perbatasan, sumber daya alam dan pengalirannya, teritorial, dan juga identitas
(Dodds, 2007: 3). Setiap negara berdaulat pada dasarnya memiliki perbedaan satu
sama lain dalam lokasi geografis, luas wilayah, kekayaan sumber daya alam,
organisasi sosial, kepemimpinan politik, dan kekuatan potensial yang dimiliki.
Adanya perbedaan ini kemudian menciptakan perilaku negara dalam memenuhi
kebutuhannya, dan diantaranya kebutuhan akan energi menjadi faktor determinan
yang utama (Agnew dalam Tuathail dan Dalby, 1998: 7). Energi menjadi faktor
determinan karena energi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi untuk
menggerakkan industri dan perekonomian. Namun di sisi lain, identitas juga memiliki
(28)
Wacana konstruktivisme aspirasional merupakan salah satu mahzab dalam
konstruktivisme yang berasumsi bahwa institusi sosial muncul dari interaksi
terus-menerus di antara struktur sosial dan human agents. Konstruktivisme juga
menekankan pada ide-ide yang muncul secara kolektif yang kemudian membentuk
kepentingan-kepentingan manusia. Yang membedakan wacana konstruktivisme
aspirasional dari konstruktivisme pada umumnya adalah pemahaman bahwa identitas
sosial membutuhkan apa yang disebut sebagai self esteem yang kemudian
menciptakan motivasi psikologis bagi sekelompok masyarakat untuk membentuk
sebuah identitas kolektif. Self esteem sendiri muncul di antara masyakarat merujuk
dari sejarah dan pengalaman mereka di masa lalu yang kemudian digunakan sebagai
aspirasi untuk memandang masa depan mereka. Dari aspirasi-aspirasi yang muncul
ini kemudian akan muncul warisan sejarah mana yang akan menyatukan identitas
nasional dan kepentingan dan mana saja yang akhirnya ditinggalkan (Clunan, 2009:
2-6).
Identitas nasional merupakan bentuk identitas kolektif yakni sekumpulan
aktor tertentu yang membentuk negara (Zelditch dalam Clunan, 2009: 36). Sedangkan
identitas kolektif sendiri merupakan sekumpulan pemikiran yang diterima oleh
sekelompok aktor untuk menjelaskan seperti apa kolektivitas yang mereka miliki dan
aturan umum apa yang mengatur identitas kolektif tersebut (Bandura, dalam Clunan,
2009: 36). Identitas kolektif terdiri dari gagasan mengenai tujuan yang dimiliki
kelompok tersebut dan juga status dari kelompok tersebut ketika berhadapan dengan
(29)
kaku, namun sebaliknya merupakan konsep yang dinamis. Konsep identitas nasional
yang tergambar dalam ide kolektif, nilai, dan simbol, dapat berubah melalui peran
para politisi, intelektual, dan juga media (Zelditch; Tyler dan Blader, dalam Clunan,
2009: 37).
Menurut Clunan, identitas nasional terbentuk dari national self-image yang
telah dapat mendominasi wacana politik di suatu negara (Clunan, 2009: 30). National
self-images berbeda dari identitas nasional. National self-images membentuk
preskripsi bagaimana negara membentuk kepentingan nasionalnya dan bagaimana
harus bertindak dalam hubungan eksternalnya dengan negara lain. Adanya ide yang
berbeda-beda mengenai status dapat menyebabkan terjadinya kompetisi dari beberapa
national self-image. Ketika sebuah national self-image dapat dominan pada
kontestasi politik di suatu negara dan dinyatakan oleh seorang pemimpin negara,
maka national self-image tersebut dapat menjadi sebuah identitas nasional yang
kemudian mempengaruhi kebijakan luar negeri (Clunan, 2009: 30-34). Konstruksi
identitas nasional Turki digunakan untuk menangkap indikasi peran rezim
pemerintahan Turki untuk membentuk pandangan baru mengenai identitas nasional
yang kemudian mempengaruhi pola kebijakan luar negeri Turki, yang dalam hal ini
berpengaruh terhadap dinamika hubungan Turki dengan Armenia.
Anthony Smith (dalam Dijkink, 1996) melihat enam bentuk identitas nasional,
yakni wilayah historis, mitos umum dan memori historis, kultur massa, ekonomi dan
hak-kewajiban bersama yang dimiliki pengemban identitas nasional (Smith, 1991:
(30)
pembebasan dan kehilangan. Identitas nasional melibatkan ‘pihak lain’ yang
memberikan kebanggaan maupun rasa trauma. Adanya keterlibatan ‘wilayah’ dalam
identitas nasional membuat identitas nasional dan visi geopolitik suatu negara
menjadi sulit untuk dipisahkan (Dijkink, 1996: 18). Geopolitik dapat diterjemahkan
sebagai suatu bentuk penjelasan terhadap permasalahan internasional yang terkait
dengan faktor geografi dalam perilaku hubungan internasional (Hocking dan Samuel,
1990: 36).
Visi geopolitik berkembang untuk menghadapi persepsi ancaman yang datang
dari lingkungan sekitar. Visi geopolitik ini juga dapat digunakan untuk menciptakan
dan mempertahankan rasa bangga, atau untuk melegitimasi suatu agresi.
Visi geopolitik dapat didasarkan oleh sebuah misi nasional. Yang dimaksud
misi nasional ini adalah misi dari sebuah negara yang menentukan perannya
lingkungan disekitarnya (Dijkink: 1996: 13). Lingkungan juga dapat berperan sebagai
kekuatan bagi suatu negara. Lingkungan yang dalam konteks ini mengarah pada letak
dan lingkungan geografis juga menjadi topik dalam studi hubungan internasional.
Lingkungan memberikan kesempatan-kesempatan tertentu bagi manusia, sehingga
dapat digunakan sebagai alat analisis dalam hubungan internasional. Menurut Sprout
dan Sprout (dalam Jackson dan Samuel, 1971: 187-192), lingkungan dapat digunakan
sebagai alat analisis kebijakan maupun alat analisis kapabilitas. Sebagai alat analisis
kapabilitas, yang menjadi pertimbangan adalah sampai sejauh mana faktor
(31)
menekankan pada kalkulasi dari kesempatan-kesempatan dan keterbatasan yang
dimiliki oleh lingkungan tersebut.
Lingkungan dapat membawa keuntungan tertentu. Keuntungan-keuntungan
tersebut antara lain disebabkan oleh adanya perbedaan iklim dan perbedaan faktor
geografis. Dengan keistimewaan tersebut, maka lingkungan dapat menjadi komponen
utama dalam unsur-unsur national power, terutama faktor geografi dan sumber daya
alam (Morgenthau, 1985: 127-136).
Peran lingkungan dalam studi Hubungan Internasional berubah-ubah,
dipengaruhi oleh kemajuan teknologi yang dicapai oleh manusia. Menurut Pfaltzgraff
dan Dougherty (1997: 151), dengan adanya kemajuan teknologi yang semakin pesat,
fokus dari teori lingkungan pada masa sekarang adalah bagaimana memindahkan
suatu sumber daya alam atau barang dengan cepat dan efisien dari suatu wilayah ke
wilatayah lainnya.
Bagaimana sumber daya dipindahkan dari satu wilayah ke wilayah lainnya
merupakan salah satu isu sentral dalam kawasan Kaukasus Selatan. Pada kawasan ini,
jalur pipa minyak dan gas merupakan hal yang menjadi perhatian utama. Turki
sebagai salah satu negara pada kawasan tersebut melihat kesempatan ini untuk
menjadi sebuah great power. Buzan dan Waever (2003: 27-39) dalam regional
security complex theory menyatakan bahwa politik internasional pada pasca Perang
Dingin melibatkan tiga lapis entitas kekuatan, yakni super powers yang memberikan
pengaruh pada sistem internasional secara global. Lapis kedua adalah great powers
(32)
namun juga meliputi kawasan-kawasan lainnya dengan cakupan yang lebih terbatas
dari super powers. Great powers ini juga merupakan negara-negara yang potensial
untuk menjadi super power dalam jangka waktu menengah. Great powers juga dapat
berasal dari negara-negara super power yang telah menurun pengaruhnya secara
global, contohnya adalah Rusia.
Turki, menurut Buzan dan Weaver merupakan negara insulator yakni negara
yang berfungsi sebagai penyekat antara regional security complex satu dengan yang
lainnya (2003: 344). Dalam kasus Turki, regional security complex yang dimaksud
adalah Eropa dan kawasan Kaukasus. Dengan kapasitas sebagai negara insulator
Turki berusaha untuk menjadi great power yang menghubungkan kedua kawasan
tersebut dengan memainkan peran sebagai negara yang menyuplai minyak dan gas
dari Kaukasus Selatan ke wilayah-wilayah lain, terutama Eropa. Azerbaijan sebagai
negara yang memiliki kekayaan minyak bumi dan gas alam menjadi penting bagi
Turki. Posisi geografis Turki sebagai negara insulator dimaksimalkan dengan
berusaha untuk menjadi aktor yang mendominasi dalam transportasi minyak bumi
dan gas alam yang ada di kawasan Kaukasus Selatan.
Salah satu teori yang menghubungkan identitas nasional dengan kebijakan
luar negeri adalah bahwa identitas nasional yang didasarkan pada nilai-nilai budaya
memberikan preskripsi-preskripsi tertentu terhadap tindakan yang diambil negara
dalam suatu konteks tertentu (Swidler, dalam Hudson, 2007:110). Swidler kemudian
lebih menekankan bahwa seringkali pengambil kebijakan akan mengambil
(33)
adanya identitas nasional, maka kebijakan luar negeri yang dilakukan negara lebih
disebabkan oleh nilai-nilai yang ada dalam budaya mereka daripada asumsi-asumsi
rasional (Hudson, 2007:105).
Terkait dengan kebijakan luar negeri yang berhubungan dengan nilai-nilai
yang ada dalam budaya, tingkah laku kelompok etnis juga dipengaruhi oleh
kedekatan dengan sesamanya. Pierre L. van den Berghe (1987, dalam Vanhanen,
1999: 56) memperkenalkan konsep 'nepotisme etnis'. Menurut argumennya, sentimen
etnis dan ras adalah perpanjangan sentimen kekerabatan. Semakin dekat hubungan
ini, semakin kuat perilaku istimewanya. Tatu Vanhanen mengelaborasi konsep ini
dan berpendapat bahwa kelompok etnis (ethnic groups) dapat dikatakan sebagai
perpanjangan dari kelompok kerabat (kin groups). Para anggota kelompok etnis
cenderung berpihak pada anggota kelompok mereka daripada terhadap non-anggota
karena mereka lebih terkait dengan kelompok mereka daripada penduduk lainnya.
Para anggota kelompok etnis yang sama cenderung saling mendukung dalam situasi
konflik. Kecenderungan kita untuk mendukung kerabat lebih daripada non-kerabat
telah diperluas untuk mencakup kelompok besar etnis linguistik, nasional, ras, agama
dan lainnya. Disposisi ini untuk mendukung kerabat lebih dari non-kerabat menjadi
penting dalam kehidupan sosial dan politik ketika masyarakat dan kelompok
masyarakat harus bersaing untuk sumber daya yang terbatas. (Vanhanen, 1999: 56).
Persaingan dalam sumber daya yang terbatas menjadi benang merah antara kebutuhan
(34)
Dalam kasus Turki, adanya nepotisme etnis ini yang kemudian diwujudkan
dengan cara memberikan hambatan bagi pembukaan hubungan dengan Armenia
untuk membela kepentingan Azerbaijan terkait dengan konflik wilayah
Nagorno-Karabakh.
(35)
I.5. Hipotesis
(1) Terhambatnya normalisasi/pembukaan hubungan diplomatik antara
Turki dengan Armenia dikarenakan oleh keberpihakan Turki pada Azerbaijan terkait
dengan konflik Nagorno-Karabakh. Hal ini disebabkan oleh adanya kedekatan antara
Turki dan Azerbaijan secara historis dan kultural, yang juga diperkuat oleh solidaritas
relijius, terkait dengan rezim yang sedang berkuasa di Turki. (2) Normalisasi
hubungan Turki dan Armenia terhambat karena Turki menganggap menjaga
hubungan baik dengan Azerbaijan lebih menguntungkan. Azerbaijan mempunyai
posisi yang lebih menguntungkan bagi industri dan perekonomian Turki dengan akses
sumber daya energi yakni minyak bumi dan gas alam, dan dapat mempermudah
transportasi sumber daya alam ke negara-negara di kawasan Asia Tengah menuju
Turki. (3) Hubungan antara Turki dan Azerbaijan juga dapat lebih memantapkan
kesempatan Turki untuk terintegrasi dengan Uni Eropa, ketimbang membuka
hubungan diplomatik dengan Armenia.
Pilihan untuk merealisasi normalisasi hubungan dengan Armenia dihindari
oleh Turki agar tidak mengganggu hubungan antara Turki dengan Azerbaijan, sebagai
usaha untuk menjaga solidaritas yang didasarkan oleh kedekatan etnisitas, dan
dengannya juga menjaga akses Turki terhadap posisinya sebagai negara penyalur
(36)
I.6. Metodologi Penelitian I.6.1. Operasionalisasi Variabel
I.6.1.1. Normalisasi Hubungan dan Pembukaan Hubungan Diplomatik
Istilah normalisasi hubungan (normalization of relations) banyak digunakan
media maupun peneliti dalam setiap pembahasan terkait dengan usaha-usaha
perbaikan hubungan antara Turki dan Armenia yang buruk karena tuduhan genosida
yang diarahkan Armenia pada Turki. Normalisasi (normalization) menurut kamus
The American Heritage: Dictionary of the English Languange (2009) diartikan
sebagai “to make normal, especially to cause to conform to a standard or norm”.
Dalam contoh penggunaannya, kamus ini juga menggunakan contoh: “... normalizing
relations with a former enemy nation”. Dalam konteks ini normalisasi hubungan
antara Turki dan Armenia dapat diinterpretasikan sebagai menghilangkan sikap-sikap
permusuhan sehingga hubungan kedua negara dapat menjadi lebih kondusif dalam
melakukan kerjasama.
Sementara diplomatic relations dapat diartikan sebagai “diplomatic
intercourse between nations; including the mutual presence of a diplomatic mission in each nation” (http://www.allwords.com, diakses pada 11 November 2010).
Diplomatic sendiri berasal dari kata diplomacy, diartikan sebagai “the science which
treats of the relations and interests of nations with nations” (thefreedictionary.com,
diakses pada 11 november 2010).
Pembukaan hubungan diplomatik selanjutnya merujuk pada pembukaan jalur
(37)
lainnya, sehingga dapat menjalin hubungan kerja sama ekonomi, budaya, dan
bidang-bidang lain dengan lebih intens (www.cbsnews.com, diakses pada 12 November
2010).
I.6.1.2. Identitas Nasional
Identitas nasional merupakan bentuk identitas kolektif dari sekumpulan aktor
tertentu yang membentuk negara (Zelditch dalam Clunan, 2009: 36). Konsep identitas
nasional yang tergambar dalam ide kolektif, nilai, dan simbol, dapat berubah melalui
peran para politisi, intelektual, dan juga media (Zelditch; Tyler dan Blader, dalam
Clunan, 2009: 37). Dalam politik domestik Turki, identitas nasional juga dibentuk
oleh para elit politiknya, yang dibangun sedemikian rupa sehingga dapat memberikan
posisi yang menguntungkan bagi kebijakan luar negeri Turki sendiri, terkait dengan
hubungannya dengan Azerbaijan.
Identitas nasional sendiri dibagi dalam beberapa bentuk. Anthony Smith
(dalam Dijkink, 1996) melihat enam bentuk identitas nasional, yakni wilayah historis,
mitos umum dan memori historis, kultur massa, ekonomi dan hak-kewajiban bersama
yang dimiliki pengemban identitas nasional (Smith, 1991: 14). Identitas nasional
yang membentuk hubungan antara Turki dan Azerbaijan juga terbentuk dari adanya
wilayah dan memori historis. Adanya kesamaan wilayah dan memori historis inilah
(38)
I.6.1.3. Solidaritas Etnis
Solidaritas adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tindakan
yang dilakukan dalam rangka mendukung orang lain, atau setidaknya untuk
menggambarkan keinginan untuk membantu (Bayertz 1996, dalam Rippe, 1998:
358). Menurut Rippe (1998: 360) solidaritas dapat tergeneralisasi ke dalam
komunitas pedesaan, kelompok etnis, bangsa, dan bentuk-bentuk komunitas lainnya.
Solidaritas dapat terjadi karena manusia bergantung pada eksistensi dan juga interaksi
sosial (Rippe, 1998: 360).
Dalam penelitian ini, solidaritas etnis digunakan untuk menggambarkan
langkah Turki dalam memberikan prasyarat bagi pembukaan hubungan diplomatik
dengan Armenia, sebagai rasa solidaritas pada Azerbaijan sebagai negara yang
memiliki kesamaan etnisitas, dimana Azerbaijan sedang berkonflik dengan Armenia.
I.6.2. Tipe Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksplanatif yang dilakukan dengan
menganalisa dan menjelaskan hubungan antara dua atau lebih gejala atau variabel
melalui pengujian hipotesis yang telah dirumuskan (Silalahi, 2009: 30). Variabel
dependen dari penelitian ini adalah penghambat yang diberikan oleh Turki terhadap
realisasi pembukaaan hubungan diplomatik dengan Armenia. Sedangkan variabel
independen adalah faktor-faktor yang membuat Turki memilih untuk lebih dekat pada
Azerbaijan. Data-data yang disajikan akan membentuk jawaban berupa faktor-faktor
(39)
I.6.3. Jangkauan Penelitian
Pembahasan dalam penelitian ini dibatasi mulai tahun 1993 sampai dengan
akhir 2009. Pemilihan era ini didasarkan pada pandangan bahwa tahun 1993
merupakan saat dimana Turki menutup perbatasan dan menunda pembukaan
hubungan diplomatik dengan Armenia. Sedangkan pemilihan waktu akhir 2009
adalah saat dimana Turki memberikan syarat bagi normalisasi hubungan dengan
Armenia. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan penggunaan beberapa data
diluar jangkauan penelitian yang mampu mendukung, memperkuat, serta
memperdalam analisis yang dilakukan.
I.6.4. Teknik Pengumpulan Data
Neuman membagi pengumpulan data menjadi 2, yaitu kualitatif dan
kuantitatif (Silalahi, 2009: 268). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu dengan studi kasus dan studi pustaka.
Penelitian ini menggunakan data sekunder. Metode pengumpulan data
sekunder ini berasal dari buku, artikel, terbitan berkala, situs-situs internet, makalah,
jurnal ilmiah, surat kabar serta bahan lainnya (Silalahi, 2009: 284).
I.6.5. Teknik Analisis Data
Pada dasarnya analisis data terbagi atas analisis data kualitatif dan kuantitatif.
Perbedaan analisis data terletak pada sifat datanya. Data kualitatif berupa kasus-kasus
(40)
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan analisa data
kualitatif karena berupa kasus-kasus, artikel yang dimuat dalam media, maupun
pernyataan-pernyataan dari pihak-pihak yang terkait. Menurut Miles dan Huberman,
analisis kualitatif terdiri dari 3 alur kegiatan yaitu reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan (Silalahi, 2009: 399). Analisis kualitatif yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi reduksi data, menyajikan data, melakukan pembahasan,
dan memberikan kesimpulan.
I.6.6. Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan dibagi ke dalam lima bab dengan sistematika penulisan
sebagai berikut:
Bab I merupakan bagian yang menjelaskan latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kerangka pemikiran yang terdiri dari peringkat analisis
dan perspektif yang digunakan, dan metodologi penelitian yang terdiri dari
konseptualisasi variabel, tipe dan jangkauan penelitian, teknik pengumpulan dan
analisis data, serta sistematika penulisan.
Bab II akan menggambarkan posisi strategis dan kekayaan sumber daya alam
Azerbaijan yang lebih menguntungkan dari Armenia. Selain itu juga akan dibahas
mengenai kerjasama-kerjasama yang menunjukkan kedekatan antara Turki dengan
Azerbaijan.
Bab III akan membahas kedekatan identitas antara Turki dan Azerbaijan
(41)
dibahas pola kebijakan luar negeri pada masa pemerintahan partai AKP yang juga
mempengaruhi kedekatan Turki dan Azerbaijan.
Bab IV menganalisis data pada Bab II dan Bab III, yang mengarah pada
pengaruh apa saja yang dimiliki Azerbaijan dalam mempengaruhi hambatan dalam
normalisasi hubungan Turki-Armenia.
Bab V berisi kesimpulan. Kesimpulan penelitian ini diharapkan dapat
(42)
BAB II
KEDEKATAN TURKI DENGAN AZERBAIJAN
Bab ini akan banyak membahas mengenai keuntungan-keuntungan yang akan
diperoleh Turki dalam hubungannya dengan Azerbaijan, seperti posisi geografis
Azerbaijan yang berusaha untuk dimanfaatkan oleh Turki, keuntungan ekonomi, baik
perdagangan maupun akses sumber daya energi, dan juga usaha Turki untuk
memelihara kedekatan hubungan tersebut melalui dukungan politik, sosial, dan
kultural pada Azerbaijan. Namun sebelum itu, pada sub bab pertama akan dibahas
mengenai latar belakang normalisasi hubungan Turki dan Armenia dan reaksi
Azerbaijan dalam menghambat hal tersebut.
II.1. Latar Belakang Penandatangan Protokol Normalisasi Hubungan Turki dan Armenia dan Azerbaijan sebagai Penghambat
Rencana normalisasi hubungan antara Turki dan Armenia disebut sebagai
langkah yang dapat menguntungkan kedua belah pihak. Armenia merupakan pihak
yang memulai untuk membuka perbaikan hubungan dengan Turki dengan
mengadakan diplomasi sepak bola, yakni mengundang Presiden Turki Abdullah Gul
untuk menyaksikan pertandingan kualifikasi sepak bola pra-Piala Dunia antara Turki
dan Armenia yang berlangsung di Armenia (http://www.hurriyetdailynews.com,
diakses pada 21 Mei 2010). Bagi Armenia, pembukaan hubungan diplomatik dengan
(43)
murahnya biaya untuk melakukan ekspor dan impor (ke atau dari negara-negara
Eropa, misalnya) karena semuanya dapat langsung melalui Turki, daripada harus
memutar dulu melalui Georgia (papkenseuni.com, diakses pada 8 April 2011).
Presiden Armenia Serj Sarkisian sendiri menyatakan bahwa “kerjasama tanpa
syarat,” dan pembukaan hubungan diplomatik, serta keinginan agar Turki membuka
blokade perbatasannya dengan Armenia merupakan keputusan yang sulit, namun
dapat menguntungkan tidak hanya Turki dan Armenia, namun juga Georgia,
Azerbaijan, dan negara-negara lain dalam kawasan. Sarkisian melanjutkan bahwa
kebijakan untuk menormalisasi hubungan dan membuka hubungan diplomatik
dengan Turki bukan merupakan kebijakan yang bertentangan dengan kepentingan
nasional Armenia (asbarez.com, diakses pada 29 April 2011). Dari pernyataan
Sarkisian ini, dapat dilihat bahwa Sarkisian juga melihat adanya keuntungan untuk
dapat bergabung dengan program-program kerjasama regional yang dilakukan oleh
Turki, yang juga akan dibahas pada bagian selanjutnya dari tulisan ini.
Niat Armenia untuk mengadakan perbaikan hubungan disambut baik oleh
Turki. Presiden Turki Abdullah Gul menghadiri undangan kualifikasi pertandingan
tersebut dan kemudian memberikan undangan balasan ketika pertandingan
selanjutnya antara Turki dan Armenia diselenggarakan di Turki
(http://www.eurasianet.org/ ,diakses pada 23 September 2010). Bagi Turki sendiri,
disebutkan bahwa normalisasi hubungan antara Turki dan Armenia memiliki banyak
keuntungan. Pihak Uni Eropa sendiri mendukung normalisasi hubungan antara Turki
(44)
dapat terintegrasi dalam Uni Eropa ketika pembukaan hubungan diplomatik dengan
Armenia dapat diwujudkan (www.tert.am, diakses pada 21 April 2011). Selain itu
keuntungan lain bagi Turki adalah adanya perluasan pasar produk-produk Turki yang
dapat menjangkau Armenia (papkenseuni.com, diakses pada 8 April 2011, diakses
pada 21 April 2011).
Rencana-rencana untuk membuka hubungan diplomatik kemudian semakin
dekat untuk diwujudkan ketika kedua belah pihak menandatangani protokol
normalisasi yang merupakan langkah-langkah yang akan ditempuh ketika normalisasi
hubungan tersebut telah terealisasi (www.pbs.org, diakses pada 2 Mei 2010). Namun
sebelum sempat terealisasi, Turki mendapatkan respon negatif dari Azerbaijan yang
tampak gusar dengan rencana normalisasi hubungan tersebut. Azerbaijan tampaknya
khawatir Turki tidak lagi mendukung kepentingan-kepentingannya terhadap
Nagorno-Karabakh yang merupakan kawasan yang menjadi sengketa antara
Azerbaijan dengan Armenia. Hal ini kemudian membuat Presiden Azerbaijan Ilham
Aliyev membuat pernyataan yang mengatakan bahwa “there are several changes
happening in the region and we will also make appropriate changes in our position”.
Pernyataan ini diinterpretasikan oleh Turki bahwa Azerbaijan sedang mencari sekutu
strategis alternatif yang dapat menggantikan Turki (Valiyev, 2010: 128).
Sikap negatif Azerbaijan terhadap Turki terkait normalisasi hubungan dengan
Armenia ditanggapi oleh Turki dengan kunjungan Perdana Menteri Erdogan dan
Menteri Luar Negeri Ahmet Davutoglu ke Azerbaijan. PM Erdogan akhirnya
(45)
Armenia borders will not be opened before occupation in Karabakh is ended”
(Valiyev, 2010: 131).
Adanya keberpihakan Turki pada Azerbaijan ini menjadi pertanyaan penting,
terkait faktor-faktor apa sajakah yang membuat Turki menunda normalisasi hubungan
dengan Armenia yang akan dibahas pada sub-bab berikut.
II.2. Keuntungan secara Geografis yang Didapat Turki terkait Hubungannya dengan Azerbaijan
Asia Tengah merupakan kawasan yang kaya akan sumber energi hidrokarbon.
Hal inilah kemudian yang membuat hubungan dengan Azerbaijan memiliki peranan
penting bagi Turki. Azerbaijan penting artinya bagi energy security Turki karena
posisi geografisnya yang menguntungkan bagi Turki. Azerbaijan dapat menjadi
terusan bagi kawasan Kaspia yang letaknya tertutup bagi Turki, yang dengannya juga
akan mempermudah Turki untuk mengakses sumber energi hidrokarbonnya. Selain
itu Azerbaijan juga merupakan mata rantai penting yang dapat menghubungkan Turki
dengan sumber daya alam yang dimiliki negara-negara Asia Tengah lainnya (Pamir,
2001 dalam Murinson 2008, www.gloria-center.org, diakses pada 23 Januari 2011).
Mustafa Aydin (2010: 14) menyatakan bahwa semakin intensnya hubungan
dengan kawasan Asia Tengah dapat memberikan hasil dalam bidang ekonomi dan
strategi, dan juga dapat meningkatkan martabat Turki dalam politik dunia. Azerbaijan
secara geografis memiliki peran penting dalam memperkuat pengaruh Turki ke Asia
(46)
Dengan terjalinnya hubungan yang intens dengan Azerbaijan, letak geografis
Turki yang menguntungkan dapat dimanfaatkan secara optimal. Letak geografis
Turki yang ideal, yakni berada di antara benua Eropa dan Asia, memungkinkan Turki
untuk menjadi penghubung jalur penyaluran sumber energi hidrokarbon yang dimiliki
oleh negara-negara di sekitar Laut Kaspia untuk dikonsumsi oleh negara-negara
Eropa dan Mediterania (Stern, dalam Murinson 2008, www.gloria-center.org, diakses
pada 23 Januari 2011). Sumber daya energi yang berasal dari laut Kaspia ini juga
dapat memenuhi 25% kebutuhan energi dunia, dan mencukupi 40% dari kebutuhan
energi Turki (Cornell, 2005: 31-35).
Sumber energi hidrokarbon Laut Kaspia penting bagi Turki dengan
keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
1. Minyak yang berasal dari Laut Kaspia merupakan sumber utama dari
konsumsi domestik Turki yang terus meningkat. Dengan tercapainya akses
minyak ke Laut Kaspia, maka Turki mendapatkan keuntungan untuk
mengurangi ketergantungannya terhadap minyak dari Timur Tengah dan gas
dari Rusia. Selain itu, Laut Kaspia dapat memberikan keuntungan yang
bernilai bagi Turki dari transit sumber energi hidrokarbon yang dibawa ke
pasar dunia, dengan cara membangun jalur-jalur pipa.
2. Minyak Laut Kaspia memiliki keunggulan strategis yakni bahwa ekspor
minyak Kaspia ke Turki menyiratkan kemapanan peran Turki dalam politik
(47)
diharapkan juga dapat menjadi pendorong untuk memasukkan Turki menjadi
anggota tetap Uni Eropa (Altunisik, 1998, dalam Cornell, 2001: 305).
Segera setelah kemerdekaan Azerbaijan pada 1991, Turki mulai melakukan
pendekatan untuk membangun jalur pipa yang akan menghubungkan minyak Kaspia
dari Baku (Azerbaijan) menuju Ceyhan yang dekat pada kawasan Mediterania
(Murinson 2008, www.gloria-center.org). Pembangunan jalur pipa ini kemudian juga
didukung oleh Amerika Serikat, yang setelah terealisasi disebut dengan proyek
Baku-Tbilisi-Ceyhan (BTC) (Murinson 2008, www.gloria-center.org, diakses pada 23
Januari 2011).2
Selain itu, salah satu cara untuk memanfaatkan keuntungan geografis ini adalah
dengan membangun Jalur Kereta Baku-Tbilisi-Kars (BTK), yakni jalur kereta yang
merupakan rute strategis yang menghubungkan Azerbaijan, Georgia, Turki, dan juga
akan melebar hingga menghubungkan Cina, Asia Tengah, Kaukasus Selatan, dan juga
Uni Eropa. Pembangunan jalur BTK merupakan langkah penting dari kerjasama
ekonomi yang ada di kawasan tersebut, terutama bagi Turki dan Azerbaijan (juga
Georgia) yang dilalui jalur kereta tersebut. Jalur Kereta BTK memberikan akses
ekonomi yang lebih aman dan cepat dari Barat ke Timur. Jalur ini pada dasarnya
merupakan revitalisasi Jalur Sutera yang merupakan jalur perdagangan bersejarah
yang menghubungkan Asia dengan Eropa, yang membuat signifikansi jalur kereta ini
menjadi semakin besar dalam bidang transportasi yang menghubungkan Barat dan
Timur (Güney dan Ŏzdemir, 2011: 7).
(48)
Proyek ini juga akan memberi mobilitas yang lebih maju terhadap transportasi
barang dan jasa, dan juga mobilitas sumber daya manusia, selain
kerjasama-kerjasama yang secara khusus berhubungan dengan transportasi minyak. Konektivitas
antara negara-negara yang dilalui jalur kereta ini akan menjadi stimulasi akan
terjadinya kemitraan dan juga integrasi ekonomi Güney dan Ŏzdemir, 2011: 8).
BTK diperkirakan akan dapat membawa 6,5 juta ton kargo dalam fase awal
operasionalnya yang akan dimulai pada 2011. Menurut para ahli, jalur kereta ini
diestimasikan telah sanggup membawa 17 juta ton kargo dan tiga juta penumpang
pada 2030. Selain itu Azerbaijan sendiri mengestimasikan jalur BTK akan
memberikan AS$ 50 juta per tahunnya, dan menjadi segmen kunci bagi koridor
transportasi di kawasan tersebut (www.railway-technology.com/, diakses pada 22
Mei 2011).
Selain itu, BTK juga akan terhubung secara parallel dengan proyek Marmaray
di Selat Istambul yang akan mengirimkan barang dan penumpang dari Eropa ke Cina.
Pihak Cina sendiri telah mengungkapkan ketertarikan untuk berpartisipasi dalam rute
dilalui BTK ini (www.railway-technology.com/, diakses pada 22 Mei 2011).
II.3. Keuntungan dalam bidang Sumber Daya Energi yang Didapat Turki terkait Hubungannya dengan Azerbaijan
Dalam dunia perindustrian yang semakin gencar dan cepat, energi security
merupakan salah satu kebutuhan utama dari setiap negara di dunia. Energy security
(49)
terhadap persediaan sumber energi yang mencukupi, terutama minyak dan gas. Kedua
sumber daya alam hidrokarbon ini menjadi kebutuhan negara yang bisa diperoleh dari
wilayahnya sendiri maupun dari negara lain. (Murinson, 2008,
www.gloria-center.org, diakses pada 23 Januari 2011).
Penguasaan terhadap sumber energi akan memberikan keuntungan secara
ekonomis. Keuntungan ekonomis tidak hanya didapatkan melalui penguasaan
terhadap sumber energi, namun juga pengendalian terhadap jaringan penyaluran
hidrokarbon itu sendiri yang dapat berupa jalur pipa dan terminal pelabuhan, semakin
banyak jalur pipa yang dibuat akan semakin aman untuk menghindari kemungkinan
tidak stabilnya penyaluran hidrokarbon karena adanya pipa-pipa tertentu yang berada
di daerah sengketa antar-negara maupun daerah yang rawan terhadap serangan
terorisme (Murinson, 2008, www.gloria-center.org, diakses pada 23 Januari 2011).
Turki merupakan negara yang tergolong miskin sumber energi hidrokarbon.
Pada 1987 Turki mengimpor gas alam dari Rusia. Sebagai produsen gas alam terbesar
di dunia, Rusia menjadi eksportir gas alam terbesar bagi Turki. Namun dengan
berakhirnya Perang Dingin dan runtuhnya Uni Soviet, yang melahirkan
negara-negara merdeka baru seperti Azerbaijan, Turkmenistan, dan Kazakhstan, energy
security kembali menjadi isu utama dengan diperebutkannya sumber minyak dan gas
di Laut Kaspia (Gokay, 2001: 2).
Sebagai negara yang miskin sumber energi hidrokarbon, Turki hanya mampu
mencukupi sekitar 10% (sekitar 2,4 juta ton) kebutuhannya terhadap minyak, sisanya
(50)
Tengah (khususnya Iran). Tercatat pada 2008, Turki masih tergantung pada gas alam
Rusia sebanyak 63% (Marder, 2010: 6). Sedangkan konsumsi minyak Turki 40%
berasal dari Rusia. Pada 2010, total ekspor Rusia ke Turki mencapai AS$ 21 miliar
(http://uk.reuters.com, diakses 21 Mei 2011). Turki sendiri sebenarnya dapat
memperoleh keuntungan sebesar AS$ 1 miliar jika tidak melakukan transaksi
minyak, gas alam, maupun batu bara dengan Rusia (dan juga Iran)
(www.todayszaman.com, diakses pada 21 Mei 2011). Dengan semakin meningkatnya
kesejahteraan ekonomi Turki, maka kebutuhannya terhadap energi menjadi semakin
besar (Murinson 2008, www.gloria-center.org, diakses pada 23 Januari 2011).
Persediaan minyak domestik semakin dikurangi penggunaannnya, sehingga membuat
Turki hampir sepenuhnya bergantung pada impor minyak negara lain (Guney, 2007:
138).
Gas alam juga merupakan sumber energi hidrokarbon yang dibutuhkan oleh
Turki. Kebutuhan terhadap gas alam meningkat di antara komunitas internasional
karena bahan bakar ini lebih efisien dan hanya menghasilkan sedikit limbah
pembakaran. Turki sendiri mengalami peningkatan konsumsi gas alam lima kali lipat,
dari 150 Bcf (billion cubic feet) pada 1991 menjadi 748 Bcf pada 2003. Pada 2010,
Turki telah menandatangani beberapa kontrak impor gas alam dengan jumlah total
sekitar 1,8 Tcf (trillion cubic feet) (U.S. Energy Information Administration, dalam
Murinson 2008, www.gloria-center.org, diakses pada 23 Januari 2011).
Salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan energi Turki adalah pembangunan
(51)
Selat Bosphorus dinyatakan terlalu penuh untuk kegiatan pengiriman sumber daya
energi. Pada Deklarasi Ankara tahun 1998, telah dinyatakan bahwa Selat Bosphorus
memiliki jalur yang cukup berbahaya dan juga tidak mungkin lagi untuk menambah
beban pengiriman minyak dan gas3 (Guney, 2007: 143).
Perjanjian mengenai jalur pipa BTC ini ditandatangani oleh Presiden
Azerbaijan, Georgia, dan Turki di Istanbul pada November 1999. Ketiga negara ini,
bersama Kazakhstan dan Turkmenistan menandatangani perjanjian tambahan yang
ditujukan untuk melakukan pengiriman minyak dari dua negara Asia Tengah terakhir
melalui pipa BTC. Selanjutnya presiden Azerbaijan, Georgia, Turkmenistan, Turki,
dan Azerbaijan kembali melakukan perjanjian tambahan untuk pipa gas
Trans-Caspian. Dengan adanya rantai pipa gas ini dapat menyalurkan minyak dan gas dari
Laut Kaspia menuju negara-negara Barat tanpa harus melalui Rusia dan Iran
(Dikkaya dan Özyakışır, 2008: 96).
Jalur pipa BTC mulai beroperasi secara aktif pada Mei 2006. Pipa ini terbentang
440 km dalam wilayah Azerbaijan, 260 km berada di Georgia, dan sepanjang 1.774
km dalam wilayah Turki. Pipa ini dirancang untuk menyalurkan 50 juta ton per
3 Lalu lintas kapal di Selat Bosphorus merupakan salah satu yang tersibuk di dunia dengan
50.000 kapal termasuk 5.500 kapal tanker minyak per tahunnya. Turki berpendapat bahwa peningkatan jumlah kapal besar yang masuk ke Selat Bosphorus akan berdampak pada keamanan navigasional dan juga menjadi ancaman bagi keamanan lingkungan. Dari 1988 hingga 1992, terdapat 155 tabrakan kapal di selat tersebut, hingga tabrakan yang dialami kapal Nassia milik Yunani Ciprus pada Maret 1994 dengan kapal lain membunuh 30 awak kapal dan menumpahkan 20.000 ton minyak. Hal ini juga yang membuat Turki lebih memilih jalur pipa (www.eoearth.org, diakses 22 Mei 2011).
(52)
tahunnya dan membawa minyak dari Laut Kaspia untuk dijual ke pasar global.
(Dikkaya dan Özyakışır, 2008: 96).
Adanya jalur pipa BTC yang menghubungkan antara Turki, Georgia, dari
Azerbaijan membuat negara-negara lain di kawasan Asia Tengah menjadi tertarik
untuk berkontribusi dalam konstruksi jalur pipa ini. Azerbaijan juga berencana untuk
membangun penyulingan minyak mentah di Turki dengan biaya AS$ 10 miliar.
Selain itu Kazakhstan juga dalam proses untuk berkontribusi dalam proyek BTC.
BTC sendiri akan dihubungkan dengan Kazakhstan melalui Aktau, sebuah kota
pelabuhan di pesisir Kaspia menuju Baku (Azerbaijan), dan nama proyek ini akan
berubah menjadi jalur pipa ABTC (Aktau-Baku-Tbilisi-Ceyhan). Bergabungnya
Kazakhstan ini juga akan memberi kesempatan bagi Turkmenistan dan juga
Uzbekistan untuk menyalurkan gas alamnya melalui jalur pipa gas
Baku-Tbilisi-Erzurum (Dikkaya dan Özyakışır, 2008: 102).
Jalur pipa BTC merupakan jalur pertama yang secara langsung menghubungkan
Laut Kaspia dengan kawasan Mediterania. Jalur pipa BTC memberikan keuntungan
terutama bagi Georgia dan Turki yang tidak terlalu kaya akan sumber energi
hidrokarbon. Jalur pipa BTC dikembangkan oleh sebelas perusahaan minyak baik
nasional maupun internasional yang kemudian membentuk BTC Pipeline Company
sebagai gabungan perusahaan-perusahaan tersebut yang sifatnya terpisah (Dikkaya
dan Özyakışır, 2008: 102).
Jalur pipa BTC yang pada awalnya merupakan usulan Turki merupakan proyek
(53)
jalur pipa tersebut, yakni setidaknya 50 juta dollar AS per tahun sebagai biaya transit
hidrokarbon. Tidak hanya itu, jalur pipa BTC juga berperan dalam mengembangkan
perusahaan kecil dan menengah, terutama dalam bidang agrikultur dan pariwisata4
(Dikkaya dan Özyakışır, 2008: 102-103).
Dengan adanya pembangunan jalur pipa BTC dan Azerbaijan sebagai pemasok
hidrokarbon utama, memicu hubungan perdagangan yang lebih intens antara negara
tersebut dengan Turki, dan juga Georgia. Turki mengalami peningkatan hubungan
perdagangan yang signifikan dengan Georgia dan Azerbaijan. Antara tahun 2000
sampai 2006, jumlah ekspor Turki ke pasar Georgia dan Azerbaijan meningkat tiga
kali lipat. Jumlah ini tidak menunjukkan jumlah yang signifikan terhadap ekspor
Turki secara keseluruhan, namun Turki dapat dikatakan telah menjadi mitra dagang
terbesar bagi Georgia dan Azerbaijan, (Dikkaya dan Özyakışır, 2008: 111) seperti ditunjukkan dalam tabel II.3.
Selain BTC juga terdapat jalur pipa Baku-Tbilisi-Erzurum (BTE) yang
menghubungkan Turki dan Azerbaijan. Jalur pipa ini beroperasi pada akhir 2006
untuk menghubungkan penyaluran gas yang dimiliki Azerbaijan di Shah Deniz ke
pasar Eropa. Shah Deniz sendiri diperkirakan mampu memproduksi gas alam lebih
dari 296 Bcm per tahunnya (Dikkaya dan Özyakışır, 2008: 96). Jalur pipa BTE atau
4
Pengembangan ini ditunjukkan dengan adanya usaha dari perusahaan-perusahaan yang bergabung dalam proyek BTC yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas perekonomian di kawasan yang dilintasi oleh jalur pipa, sehingga dapat mendukung berjalannya proyek itu sendiri. Usaha-usaha yang dilakukan perusahaan tersebut antara lain adalah peminjaman modal, investasi, dan pelatihan-pelatihan yang dapat membantu menciptakan perusahaan-perusahaan kecil menengah yang baru maupun mendukung perusahaan-perusahaan kecil menengah yang sudah ada (Cornell dan Starr, 2005: 14).
(54)
yang juga disebut sebagai South Caucasus Pipeline (SCP) mulai dibangun pada 2004,
dibuat untuk menyalurkan gas alam dari Shah Deniz I (Azerbaijan) melalui Tbilisi
(Georgia) menuju Erzurum (Turki) (Guney, 2007: 140).
Langkah yang diambil Turki untuk membangun jalur pipa gas merupakan
langkah yang baik, karena konsumsi negara-negara terhadap gas alam meningkat
secara cepat dan tajam. Selain itu, Turki membutuhkan gas alam dalam jumlah yang
cukup besar untuk menjalankan infrastukturnya. Produksi listrik Turki membutuhkan
65% dari keseluruhan gas alam, 19% untuk kebutuhan industri, dan sebanyak 14%
untuk perumahan. Kebutuhan Turki terhadap gas alam juga meningkat sebesar 54
Bcm per tahunnya pada 2010, dan diperkirakan akan kembali meningkat menjadi 81
Bcm per tahun pada 2020 (Guney, 2007: 139).
Penghasilan langsung yang didapatkan Turki dari BTC dapat dikatakan lebih
kecil apabila dibandingkan dengan dua negara partisipan lain, yakni Azerbaijan dan
Georgia. Turki diperkirakan mendapatkan antara AS$140 juta hingga $200 juta per
tahunnya dari transit dan biaya operasional setelah jalur pipa secara resmi beroperasi.
Bagaimanapun jumlah ini akan terus meningkat selama 16 tahun mendatang, menjadi
antara AS$200 juta hingga AS$300 juta per tahun. Seperti dijabarkan pada tabel di
bawah, pendapatan yang diperoleh didasarkan oleh jumlah minyak yang disalurkan.
Jumlah maksimum pendapatan ini ditentukan oleh kapasitas maksimum jalur pipa
tersebut, yakni 50 juta metrik ton per tahun (MTA, million metric per annum), yang
(55)
Tabel II.1. Biaya transit dan operasional yang didapatkan oleh Turki (Baran. 2005: 108):
Tahun ke 1 – 16: Tahun ke 17-40:
35 MTA = AS$140 juta
40 MTA = AS$160 juta
45 MTA = AS$180 juta
50 MTA = AS$200 juta
35 MTA = AS$204 juta
40 MTA = AS$234 juta
45 MTA = AS$263 juta
50 MTA = AS$292 juta
Hal ini hanyalah sedikit keuntungan yang didapatkan Turki dengan adanya jalur
pipa BTC, karena masih ada beberapa keuntungan lainnya. Selain pendapatan
langsung, perusahaan minyak dan gas nasional Turki (TPAO) memiliki saham
sebesar 6,5% pada jalur pipa BTC dan juga akan mendapatkan pendapatan tambahan
dari investasi yang dilakukannya. BOTAS juga mendapat pemasukan modal asing
sekitar $1,4 juta. Di sisi lain, masih ada beberapa keuntungan lain yang diperoleh
Turki dalam pembangunan dan pengelolaan BTC (Baran, dalam Starr dan Cornell,
2005: 108).
Pembangunan jalur pipa BTC juga memberikan dampak positif bagi angka
pengangguran di Turki. BOTAS, perusahaan minyak dan gas terbesar di Turki,
menunjukkan BTC mempekerjakan 5000 orang selama proses pembangunannya. Hal
ini cukup signifikan bagi daerah timur dan tenggara Turki yang memiliki angka
(56)
pengelolaan berjalan. Selain lapangan kerja yang terlibat langsung dengan jalur pipa
tersebut, pembangunan dan pengelolaan jalur pipa telah mendorong berkembangnya
lapangan kerja pada industri-industri pendukunganya, dan juga berkembangnya
perekonomian secara umum (Baran, dalam Starr dan Cornell, 2005: 108)
Keuntungan ekonomis dengan jangka waktu yang lebih panjang adalah
berkembangnya infrastruktur. Menurut Bank Dunia, BOTAS akan mendapatkan
keuntungan yang signifikan yang jika dinvestasikan secara bijak akan menjadikan
BOTAS menjadi pengelola jalur pipa kelas dunia, dan dapat berperan dalam
proyek-proyek jalur pipa utama. Selain itu, proses pembangunan dan pengelolaan jalur pipa
akan meningkatkan kapabilitas teknologi dan juga meningkatkan pengetahuan dalam
pengoperasian bagi BOTAS dan kontraktor-kontraktor lain di Turki. Kemajuan dalam
bidang ini penting karena sebelum BTC, perusahaan kontraktor Turki belum pernah
mengadakan proyek yang secara penuh berurusan langsung dengan standar
lingkungan, kesehatan, dan keamanan yang berlaku secara internasional (Baran,
dalam Starr dan Cornell, 2005: 108).
Selain hal-hal di atas, keuntungan yang diperoleh Turki secara ekonomis pada
bidang energi adalah kemampuan untuk mendapatkan minyak mentah dengan harga
yang lebih murah karena biaya transportasi minyak yang lebih murah. Dengan
tercapainya tujuan Turki untuk mendapatkan minyak dengan harga murah, Turki
berencana untuk meningkatkan konsumsi domestik menjadi lebih dari 20 juta ton per
tahun ketika kapasitas maksimum per tahun telah tercapai (50 juta ton per tahun).
(1)
104
Dikkaya, M. dan Özyakişir, D., 2009. “Developing Regional Cooperation among Turkey, Georgia and Azerbaijan: Importance of Regional Projects”. Perceptions (Ankara), 13 (Spring-Summer 2009) 1-2, S. 93-118.
Dodds, Klaus. 2007. Geopolitics : A Very Short Introduction. New York : Oxford University Press.
Dougherty, J. E. dan Pfaltzgraff, R. L., Jr. 1997. Contending Theories of International Relations: A Comparative Survey. New York: Longman.
Duran, B., 2006. “JDP and Foreign Policy as an Agent of Transformation”, dalam Hakan Yavuz (ed.) The Emergence of a New Turkey. Salt Lake City: Utah University Press.
Gammer, Moshe, ed., 2008. Ethno-Nationalism, Islam and The State in the Caucasus Post-Soviet Disorder. Abingdon: Routledge.
Gökay, Bülent, ed., 2001. The Politics of Caspian Oil. London: Palgrave Publishers Ltd.
Guney, Ayhan., 2007. “Economic Role of BTC (Baku-Tbilisi-Ceyhan) and Railway Project for Azerbaijan, Georgia and Turkey”, II. International Congress of Central Asia and Caucasus in Globalization Process. Azerbaijan: Qafqaz University.
Guney, A. dan Özdemir, S., 2011. “Is The Regional Economic Cooperation in South Caucasus Myth or Reality?”. The Journal of Faculty of Economics and Administrative Sciences 2011, Suleyman Demirel University, Vol.16, No.1 pp.133-145.
Guney, N. A. ed., 2007. Contentious Issues of Security and the Future of Turkey. Yildiz Technical University, Turkey: Ashgate.
Hocking, Brian, dan Michael Smith. 1990. World Politics: An Introduction to International Relations. London: Simon and Schuster International.
Howard, D. A., 2001. The History of Turkey. Greenwood Publishing Group.
Hudson, Valerie. 2007. Foreign Policy Analysis. Classic and Contemporary Theory. Lanham, MA: Rowman & Littlefield.
Kaeter, Margaret., 2004. Nations in Transition: The Caucasian Republics. New York : Facts On File.
Kieser, H. L., ed., 2006. Turkey Beyond Nationalism: Towards Post-Nationalist Identities. London: I. B. Tauris & Co. Ltd.
Kilinç, Ramazan., 2001. The Place of Social Identity in Turkey’s Foreign Policy Options in the Post-Cold War Era in the Light of Liberal and Constructivist Approaches. Master Thesis. Ankara: The Departement of International Relations Bílkent UniversityLevy, Jack S. 1987. “Declining Power and the Preventive Motive for War.”
Kramer, Heins. 2010. AKP’s “New” Foreign Policy Between Vision and Pragmatism. Berlin: Research Division EU External Relations.
(2)
105
Levy, Jack S. 1987. “Declining Power and the Preventive Motive for War.” World Politics 40, no. 1.
Marder, Max., 2010. “Turkish Foreign Policy in the Caucasus: Energy, Cautious Assertiveness and Post-Imperialism”. Turkish Foreign Policy Fall 2010. Medford USA: Tuft University.
Morgenthau, Hans. 1985. Politics Among Nation: A Struggle for Power (6th Edition), New York: McGraw Hill Inc.
Öniş, Ziya. 2009., The New Wave Of Foreign Policy Activism in Turkey: Drifting Away from Europanization?. Copenhagen: DIIS.
Rabasa, A. dan Larrabee, F. S., 2008. The Rise of Political Islam in Turkey. National Defense Research Institute: Rand.
Rippe, K. P. 1998. Ethical Theory and Moral Practice, dalam Solidarity and the Welfare State, Vol. 1, No. 3 - September 1998), pp. 355-374.
Sakallıoğlu, Ümit Cizre., 1998. “Rethinking the Connections Between Turkey’s ‘Western’ Identity Versus Islam,” Critique: Journal for Critical Studies of the Middle East, 12: 3-18.
Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama Smith, Anthony D., 1991. National Identity. Harmondsworth: Penguin.
Sprout, H. dan Sprout, M., 1971. Environmental Studies in the Study of International Politics, dalam Jackson, W. A. dan Samuel, M. Politics and Geography Relationships: Toward a New Focus. New Jersey: Prentice-Hall Inc, 1971. Stein, Janis Gross. 2001. Psychological Explanations of International Conflict, dalam
Walter Carlsnaes, eds. Handbook of International Relations. Wiltshire, SAGE.
Tuathail, G. Ó. dan Dalby, S. eds., 1998. Rethinking Geopolitics. London, Routledge.
Tuathail, G. Ó. et al., 1998. A Geopolitics Reader (First edition). Routledge. Valiyev, Javid., 2010. Where Is Azerbaijan Positioned In Strategic Depth?. SAM ,
Center for Strategic Studies under the President of the Republic of Azerbaijan.
Vanhanen, Tatu. 1999. Domestic Ethnic Conflict and Ethnic Nepotism: A
Comparative Analysis, dalam Journal of Peace Research, Vol. 36, No. 1 (Jan., 1999), pp. 55-73
Yavuz, M. H., 1998. “Turkish Identity and Foreign Policy in Flux: The Rise of Neo-Ottomanism,” Critique: Journal for Critical Studies of the Middle East, 12: 19-42.
Yavuz, M. H., 2003. Islamic Political Identity in Turkey. New York: Oxford University Press.
(3)
106 Artikel dan Berita Internet
AllWords.com English Dictionary with Multi-Lingual Search http://www.allwords.com/word-diplomatic+relations.html
Anonim. 2009. After Dispute, Turkey, Armenia Sign Pact. CBS News [internet]. 10 Oktober, dalam
http://www.cbsnews.com/stories/2009/10/10/world/main5376076.shtml, [diakses pada 28 April 2010].
Anonim. 2009. Turkey, Armenia Sign Accord to Normalize Ties. PBS Newshour [internet]. 12 Oktober, dalam
http://www.pbs.org/newshour/updates/europe/july-dec09/turkey_10-12.html, [diakses pada 2 Mei 2010].
Anonim. 2010. Approval of Turkey-Armenia Protocols Given Slim Chance. Armenia Diaspora, [internet]. 22 Maret, dalam
http://www.armeniadiaspora.com/news/1247-approval-of-turkey-armenia-protocols-given-slim-chance.html, [diakses pada 5 Mei 2010].
Anonim. 2010. Armenian President Submits Protocols On Turkey Ties To
Parliament. Radio Free Europe Radio Liberty [internet]. 12 Februari, dalam http://www.rferl.org/content/Armenian_President_Submits_Protocols_On_ Turkey_Ties_To_Parliament/1956440.html, [diakses pada 22 Juni 2010]. Anonim. 2010. Azerbaijan Commits Gas to Nabucco. Natural Gas of Europe,
[internet]. 7 Mei, dalam http://naturalgasforeurope.com/azerbaijan-commits-gas-to-nabucco.htm, [diakses 20 Mei 2011].
Anonim. 2010. Azerbaijan-Turkey Shah Deniz Deal to Boost Nabucco. New Europe, [internet]. 13 Juni, dalam http://www.neurope.eu/articles/101462.php, [diakses 20 Mei 2011].
Anonim. 2010. Sarkisian Discusses Karabakh, Turkey. Asbarezcom, [internet]. 17 September, dalam http://asbarez.com/85451/sarkisian-discusses-karabakh-turkey/, [diakses 29 April 2011].
(4)
107
Anonim. 2010. Questionable Economic Results Do Not Provide Justification For Signing The Turkey-Armenia Protocols. Armenian Revolutionary Federation, [internet] 7 Januari, dalam
http://papkenseuni.com/Content.aspx?AID=/questionable-economic-results-do-not-provide-justification-for-signing-the-turkey-armenia-protocols/179, [diakses 8 April 2011].
Anonim. 2010. Ratifying Nabucco Agreement by Turkey: Azerbaijan and
Turkmenistan Basis for Conclusion of Gas Contr. Ordon News, [internet]. 5 Maret, dalam
http://www.ordons.com/europe/eastern-europe/3189- ratifying-nabucco-agreement-by-turkeyazerbaijan-and-turkmenistan-basis-for-conclusion-of-gas-contr.html, [diakses 20 Mei 2011].
Anonim. 2011. EU Official Positive About Furtherance of Armenia-Turkey Process. Tert.Am, [internet]. 29 April, dalam
http://www.tert.am/en/news/2011/04/29/mid/, [diakses 21 April 2011]. Anonim. 2011. Gov’t Laments Turkey’s Dependence on Foreign Energy. Today’s
Zaman, [internet]. 20 Januari, dalam http://www.todayszaman.com/news-232912-govt-laments-turkeys-dependence-on-foreign-energy.html, [diakses 21 Mei 2011].
Astourian, S. H. 2000. From Ter-Petrosian to Kocharian: Leadership Change in Armenia, Berkeley: University of California [internet], dalam http://ist-socrates.berkeley.edu/~bsp/publications/2000_04-asto.pdf, [diakses 4 Juni 2003].
Demirtaş, Serkan. 2010. Turkey Cool to Armenia's Decision to Halt Ratification of Protocols. European Dialogue [internet]. 23 April, dalam
http://www.eurodialogue.org/Turkey-cool-to-Armenia-decision-to-halt-ratification-of-protocols, [diakses pada 25 Juli 2010].
English Dictionary - With Multi-Lingual Search. http://www.allwords.com/word-diplomatic+relations.html. [diakses pada 11 November 2010]
European Stability Initiative. 2007. Timeline 1990-2007 [internet]. n.d.,
http://www.esiweb.org/index.php?lang=en&id=322&debate_ID=2&slide_I D=1#_ftn4, [diakses 18 Oktober 2010].
Ghazinyan, Aris. 2009. Armenia-Turkey: Armenian Parliament is Preparing for Hearings of the Protocol on Normalization of Bilateral Relation between the Two Countries. Armenia Now, [internet]. 11 September, dalam
http://www.armenianow.com/news/10430/armeniaturkey_armenian_parliam ent, [diakses pada 8 Juli 2010].
Jacques, Monique. 2009. Turkey: Soccer Diplomacy Plays Out During Turkish-Armenian Cup Qualifier. Eurasianet [internet] 13 Oktober, dalam
http://www.eurasianet.org/departments/insightb/articles/eav101409c.shtml, [diakses pada 23 September 2010].
(5)
108
Kayan, Ilhan., 2009. Turkish Political History and Geographical Context. Dalam http://www.herodot.net/conferences/Ayvalik/EUROGEO-HERODOT-Ayvalik2009-%20papers5.html (diakses 21 Maret 2011).
Memidex Free Online Dictionary/Thesaurus. http://www.memidex.com/normalizing. [diakses pada 11 November 2010].
Murinson, Alexander., 2008. Azerbaijan-Turkey-Israel Relations: The Energy Factor. MERIA Journal. Volume 12, No. 3 - September 2008. [internet] dalam http://www.gloria-center.org/meria/2008/09/murinson.html, [diakses 23 Januari 2011].
Oğan, Sinan. 2008. Gül’s visits to Yerevan, Baku harbingers of new era? Türksam [internet] 19 September, dalam http://www.turksam.org/en/a220.html, [diakses pada 20 Mei 2011].
Railway-Technology.com. Baku-Tbilisi-Kars Line, International, [internet], dalam http://www.railway-technology.com/projects/baku-tbilisi-kars/, [diakses 22 Mei 2011].
Sariişik, Döndü. 2009. Turkey, Armenia One Step Closer to Open Border. Hurriyet Daily News, [internet]. 1 September, dalam
http://www.hurriyetdailynews.com/n.php?n=turkey-armenia-one-step-closer-to-the-border-2009-09-01, [diakses 21 Mei 2010].
The American Heritage: Dictionary of the English Languange. 2009. The Free Dictionary by Farlex, [internet], dalam
http://www.thefreedictionary.com/normalize, [diakses 22 Mei 2010]. Waterfield, Bruno. 2009. Turkey and Armenia to Forge Diplomatic Ties. The
Telegraph [internet]. 1 September, dalam
http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/europe/armenia/6123457/Turk ey-and-Armenia-to-forge-diplomatic-ties.html, [diakses pada 12 November 2010].
Zïfloğlu, Vercïhan. Football is just Football, says Armenia's Federation Chief. Hurriyet [internet]. 9 Oktober, dalam
http://www.hurriyetdailynews.com/n.php?n=football-is-just-football-says-armenias-football-chief-2009-10-09, [diakses pada 21 Mei 2010].
Majalah dan Surat Kabar Azg Daily, 8 Juni 1991. Azg Daily, 5 Februari 1993.
Brief Chronology of the Armenian-Turkish Relations, 1991-2004. in Armenia-Turkey: Open Conversation. Yerevan: Center of Public Dialogue and Development. 2005.
Ilkorur, Korkmaz. “AKP Ekonomide Başarılı Oldu mu?”, Radikal. 22 Mei 2007. Nezavisimaya Gazeta, 14 Mei 1991.
(6)
109 Yerkir, 25 Agustus 1992.