Resistensi Resiko Keanekaragaman Hayati

protein tinggi EPA 2001, meskipun koneksi risiko lingkungan tetap jelas. Namun studi yang dilakukan oleh Hilbeck et al. pada tahun 1998 mngejutkan, karena efek Cry1Ab yang diyakini hanya akan menjadi racun bagi Lepidoptera, ternyata menjadi racun pula bagi C. carnea, berdasarkan uji coba pemberian makanan kepada larva C. carnea dengan mangsa yang telah mengonsumsi jagung Bt. dan menunjukkan mortalita lebih tinggi. 12 Resiko lain yang mungkin terjadi adalah adanya hama sekunder dan juga gulma yang hidup di lingkungan tanaman transgenik seperti yang terjadi akibat beberapa insektisida dan herbisida. 13

b. Resiko aliran gen ke tanaman lain

Aliran gen antara tanaman yang satu dengan kerabat spesies liar telah terjadi selama ribuan tahun Hancock et al 1996;. Ellstrand et al 1999. Gen suatu tanaman dapat mengalir dan mengontaminasi gen tanaman liar asimilasi genetik: Ellstrand Elam 1993; Levin et al 1996, Wolf et al, 2001, mengurangi keragaman genetik populasi liar. Gen tanaman juga dapat mengalir ke varietas tanaman lain atau ras tanah, mencemari kolam penerima benih. Apakah ini kontaminasi genetik disebut polusi genetik atau kehadiran adventif, dapat memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan, mengurangi kualitas benih Friesen et al. 2003, mengancam keamanan pangan NRC 2004a dan produksi makanan organik, atau merugikan budaya asli [Amerika Utara Perjanjian Perdagangan Bebas-Komisi Kerjasama Lingkungan NAFTA-CEC 2004]. 14 Menurut Ellstrand et al. aliran gen dari tanaman ke kerabat liar terlibat dalam evolusi weediness rumput di tujuh dari 13 dunia tanaman yang paling signifikan. 15 Aliran gen tersebut dapat ditimbulkan oleh berbagai cara baik yang dilakukan oleh manusia maupun oleh alam seperti angin, air, atau hewan. 16

c. Resistensi

Manajemen resistensi telah diperlukan hanya untuk tanaman transgenik insektisida dan bukan untuk tanaman transgenik toleran herbisida, meskipun ini dapat 12 Ibid. 13 I bid. 14 Ibid., hlm: 200. 15 Ibid. 16 Ibid. 22 berubah menyusul laporan baru tentang resistensi gulma WeedScience.org 2003, Owen Zelaya 2005. Di Australia, kapas Bt tidak memberikan dosis tinggi terhadap hama utama, kapas bollworm H. armigera, petani dan regulator sepakat untuk meminta perlindungan 70 untuk membuat kemungkinan resistensi jarak jauh Fitt 1997. Kekhawatiran yang berkaitan dengan resistensi akibat tanaman transgenik ini salah satunya adalah terbentuknya hama atau gulma super yang lebih kuat atau resisten di lingkungan. 17

d. Resiko Keanekaragaman Hayati

Resiko terhadap keanekaragaman hayati melibatkan hilangnya keanekaragaman hayati, yaitu variabilitas di antara organisme hidup termasuk kompleks ekologi yang merupakan bagian dari variabilitas ini mencakup keanekaragaman di dalam spesies, antara spesies dan ekosistem [Konvensi Keanekaragaman Hayati CBD 1992]. 18 Banyak dari spesies transgenik baru lebih mungkin untuk membentuk populasi liar dan berhibridisasi dengan kerabat liar dari tanaman transgenik Godfree et al 2004, Van Frankenhuizen Beardmore 2004, Watrud et al. 2004. Seperti beberapa spesies baru transgenik sudah invasif di bagian jangkauan geografis mereka, ada risiko bahwa spesies bisa menjadi lebih invasif, menyerang habitat baru dan menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem. 19 Penerapan dalam Kasus Berdasarkan fakta-fakta di atas memang sulit untuk memprediksi resiko lingkungan yang ditimbulkan oleh adanya tanaman transgenik yang dalam hal ini adalah tanaman kapas Bt. karena terikat oleh ruang dan waktu, artinya resiko dari tanaman kapas Bt in baru akan berdampak secara jelas jika terjadi dalam waktu yang tidak dapat ditentukan dan dalam skala penanaman yang sangat luas Wolfenbarger and Phifer, 2000. Berdasarkan kenyataan akan kesulitan memprediksi kapan terjadinya efek negatif dari tanaman kapas transgenik Bt inilah maka bagi Tergugat 17 Richardus Widodo. Kontroversi Pangan Rekayasa Genetik , Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, 23 April 2008. Diakses pada 17 Mei 2010. 18 Andow and Zwahlen, op. cit. p: 207 19 Ibid. Hlm: 208. 23 yang bersangkutan dalam hal ini pemrakarsa Kapas Bt memang harus melakukan Amdal dan ERA. Karena bagaimanapun juga produk Kapas Transgenik Bt ini tetap merupakan produk yang dapat menimbulkan efek negatif, entah dalam waktu dekat ataupun jangka panjang. Menurut SK bersama Empat Menteri, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Menteri Kesehatan, dan Menteri Negara Pangan dan holtikultura No.998.1KptsOT.210999;790.aKpts-IX1999; 145AMENKESSKBIX 199; 015ANmeneg PHOR091999, tentang Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetik bahwa pemanfaatan tanaman transgenik baik produk yang berasal dari dalam maupun luar negeri harus memenuhi persyaratan keamanan hayati dan keamanan pangan, serta mempertimbangkan kaidah agama, etika, sosial, budaya dan estetika. Jika kita melihat ketentuan SK tersebut di atas maka nampaknya pihak Tergugat ini sudah memenuhinya, karena sebelum pelepasan Kapas Bt sudah didahului dengan uji laboratorium di Balai Penelitian Bioteknologi Bogor, uji lapangan terbatas dan uji multilokasi di Sulawesi Selatan. Sebagai wujud perhatian terhadap kaidah agama pula bahwa produk transgenik tersebut halal, sedangkan perhatian terhadap aspek sosial ini bahwa pihak Tergugat dalam melakukan pelepasan kapas Bt ini justru sangat memperhatikan aspek sosial masyarakat karena dengan adanya produk kapas transgenik yang dapat dibudidayakan oleh para petani di Sulawesi Selatan ini mereka bisa meningkatkan kesejahteraan dengan penurunan biaya pestisida yang harus dikeluarkan oleh para petani untuk membunuh hama utama tanaman kapas. Namun masalahnya pihak Tergugat ini kurang memperhatikan dampak penting yang mungkin terjadi pada waktu yang tidak bisa ditentukan, maka dari itu tetaplah dalam kasus pelepasan produk kapas transgenik Bt ini harus dilengkapi dengan penilaian resiko lingkungan dan juga Amdal, supaya pihak Tergugat mengetahui secara rinci minimal adanya berbagai kemungkinan dampak negatif dari adanya budidaya kapas transgenik Bt tersebut. Pandangan Resiko Kapas Trasngenik-Bt terhadap Organisme Non-Target 24 Memang dari sekian banyak ilmuan yang meneliti kebanyakan menyebutkan bahwa tidak ada resiko signifikan terhadap individu non-target. Jika kita mengacu pada penelitian Hilbeck dan kawan-kawannya pada tahun 1998 seperti tertera dalam uraian sebelumnya yang menghasilkan temuan bahwa penelitian yang semula dikira bahwa racun Cry1Ab ini hanya akan mematikan hama Lepidoptera ternyata menjadi racun pula bagi C. carnea, berdasarkan uji coba pemberian makanan kepada larva C. carnea dengan mangsa yang telah mengonsumsi jagung Bt. dan menunjukkan mortalita lebih tinggi. Misalnya kita menganalogikan hal tersebut dengan racun Bt yang ada pada kapas, berarti dapat dimungkinkan bahwa kapas Bt ini juga bisa berefek pada organisme bukan sasaran. Artinya misal terdapat serangga yang sebenarnya bukan hama tanaman kapas, jika ia memakan hama yang sudah terkontaminasi racun Cry1A sehingga ia mati maka benar bahwa spesies serangga yang menjadi musuh alami hama kapas ini akan punah, padahal hama utama tanaman kapas akan mengalami kekebalan. Jika kenyataannya seperti ini bukankah berarti justru akan menimbulkan kerugian bagi para petani kapas baik yang transgenik maupun yang bukan transgenik, karena hama tersebut tidak bisa mati, kembali lagi berarti para petani harus menbunuhnya dengan pestisida yang ekstra. Akan tetapi penelitian yang memberikan hasil semacam itu memang tidak banyak dan tidak begitu signifikan. Tanaman transgenik-Bt tidak memiliki dampak terhadap lebah madu dalam berbagai uji coba sebgaimana dipersyaratkan oleh EPA EPA, 1998. Akan tetapi tanaman transgenik yang disisipi toksin Cry1A berpengaruh negatif terhadap lepidoptera non-target yang memakan tanaman tersebut NRC, 2000 20 . Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Perhimpunan Entomologi Indonesia 21 pada April 2006, sampai saat ini belum pernah ada laporan mengenai dampak negatif yang serius akibat penggunaan Bt. Pada dosis yang efektif terhadap 20 Dwi Andreas Santosa, “Analisis Resiko Lingkungan Tanaman Transgenik”, Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, Oktober 2000, hlm: 33. 21 Purnama Hidayat dan D. Prijono, “Aktivitas Residu Protein Cry1Ac pada Lahan yang ditanami Kapas Transgenik –Bt di Bajeng dan Soppeng, Sulawesi Selatan”, Penelitian Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, IPB, 2005, hlm: 56. 25 hama sasaran, produk Bt cukup aman terhadap organisme bukan sasaran termasuk serangga parasitoid dan predator serta mamalia Glare O’Callaghan 2000. Pada penelitian ini, residu protein Cry1Ac di dalam tanah yang ditanami kapas-Bt Bollgard tidak mematikan hama sasaran H. armigera sehingga residu tersebut tidak perlu dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap organisme bukan sasaran di dalam tanah. Namun demikian, penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menganalisis residu Cry1Ac di tanah dalam jangka panjang setelah beberapa kali musim tanam kapas. Pandangan Resiko Peralihan Gen pada Tanaman Lain Kaitannya dengan resiko aliran gen dari tanaman kapas Bt ke tanaman lain. Berdasarkan penelitian sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa memang memungkinkan gen dari Kapas Bt ini berpindah ke gen tanaman liar disekitarnya, sehingga sangatlah logis apabila kita membayangkan seandainya terdapat gulma yang terkontaminasi dengan gen Bt sehingga gulma tersebut akan menjadi resisten, kemudian justru para petani akan mempunyai beban lebih berat untuk membasmi guslma tersebut dengan pestisida yang lebih banyak lagi. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh pihak Pergugat bahwa produk kapas Bt ini bisa menimbulkan adanya gulma super yang sulit diberantas akibat perpindahan gen. Akan tetapi kita harus jeli dalam mengkaji hal ini, apakah mungkin semudah itu suatu gen kapas akan berpindah ke tanaman lainnya terutama gulmatanaman liar?. Secara alami tanaman kapas bersifat self pollination penyerbukan sendiri dan hanya sekitar 2 yang melalui penyerbukan silang dengan perantara angin dan serangga antara lain bumble bees dan honey bees Canadian Food Inspection Decision Document, Decision Document No. 96-14, 1999. 22 Serbuk sari pada tanaman kapas bersifat sangat banyak dan lengket, dan penyerbukan silang hanya bisa terjadi pada batasan jarak yang terbatas dan hanya sesama tanaman kapas Canadian Food Inspection Decision Document, Decision Document No. 96-14, 22 Dikutip dari Laporan Hasil Penelitian Institut Pertanian Bogor IPB judul, tahun, dan penulis tidak diketahui 26 1996. 23 Sedangkan kemungkinan penyerbukan silang antara kapas transgenik Bollgard dengan spesies liarnya di Indonesia tidak mungkin terjadi, karena berbedanya jumlah ploidi dari kapas yang dibudidayakan dengan spesies liar dan tidak samanya letak georafis dari spesies kapas liar Gossypium tomentosum yang terdapat di Hawai Mosanto, 2001 24 Berdasarkan teori tersebut kita dapat mengetahui bahwa kekhawatiran yang dinyatakan oleh pihak Para Penggugat akan adanya gulma super akibat perpindahan gen dari tanaman kapas Bt ke tanaman liar disekitarnya dalam hal ini gulma tidak beralasan karena pada kenyataannya tidak ada gulma yang satu kerabat dengan tanaman kapas di Indonesia. Sudah tentu lebih logis alasan yang dikemukakan oleh pihak Tergugat bahwa gen tanaman kapas Bt tidak mungkin berpindah ke tanaman liar atau gulma yang tidak ada hubungan kekerabatan dengan tanaman kapas ini. Karena berdasarkan teori dari Canadian Food Inspection di atas bahwa asimilasi gen hanya terbatas pada sesama tanaman kapas. Pandangan Resiko Kapas Transgenik-Bt terhadap Timbulnya Hama Resisten Kekhawatiran akan adanya hama yang resisten ternyata bisa terjadi apabila budidaya tanaman kapas Bt itu dilakukan secara terus menerus dan dalam skala yang sangat luas. Pengertian luas ini mungkin kita bisa mengacu pada ketentuan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2000, yang menyebutkan bahwa kewajiban AMDAL bagi budidaya tanaman transgenik ini jika luas lahannya antara 5.000-10.000 ha. Karena menurut penelitian yang dilakukan oleh Perhimpunan Entomologi Indonesia menunjukkan bahwa penanaman kapas Bt secara terus- menerus dan dalam area yang luas dapat mengakibatkan berkembangnya ras hama yang resisten terhadap racun Bt dengan cepat. Sebagai contoh ras YHD2 Heliothis virescens yang diberi pakan yang mengandung Cry1Ac selama lebih dari 30 generasi menimbulkan resistensi sekitar 10.000 kali Jenkin, 1999 25 . 23 Ibid. 24 Ibid. 25 Hidayat dan Prijono, op. cit., hlm: 57. 27 Berdasarkan fakta di atas kita bisa menganalogikan bahwa lahan yang dimiliki oleh para petani kapas Bt di Sulawesi Selatan ini rata-rata hanya sekitar 100-500 meter dan belum berlangsung lama, maka belumlah dapat diklasifikasikan dapat menimbulkan hama resisten. Akan tetapi jika kita kembali lagi pada penjelasan sebelumnya karena sebenarnya memang sulit memprediksi adanya dampak negatif dari adanya produk kapas transgenik Bt termasuk juga akan timbulnya hama yang resisten. Maka dari itu tetap saja para pemrakarsa harus membuat suatu penilaian atas resiko yang mungkin ditimbulkan akibat budidaya kapas transgenik Bt ini. Perlu diperhatikan bahwa adanya akumulasi dari keberadaan produk kapas transgenik yang terjadi dalam waktu yang lama ini dapat menimbulkan hama resisten, karena kekebalan yang amat sangat kuat dari hama tersebut bisa saja justru merusak tanaman kapas baik yang transgenik ataupun non-transgenik akibat hama tersebut tidak dapat dimatikan. Jika kondisinya seperti ini tidak mustahil bahwa petani justru akan membutuhkan pestisida yang lebih banyak untuk membunuh hama yang super resisten tersebut. Pandangan Resiko Kapas Transgenik-Bt terhadap Kesehatan Manusia Dampak negatif tanaman transgenik-Bt terhadap kesehatan manusia umumnya berkaitan dengan munculnya alergen baru pada konsumen pangan hasil rekayasatransgenik ini. Misalnya terdapat beberapa orang yang alergi terhadap kedelai transgenik. 26 Karena produk kapas sejauh ini hanya untuk bahan tekstil maka kemungkinan alergi bagi pengguna tekstil ini sangat kecil, lain halnya dengan dengan produk transgenik yang berupa pangan seperti jagung atau kedelai. Akan tetapi meskipun resiko terhadap kesehatan manusia ini sangat kecil dan belum pernah ditemukan sampai saat ini, sebagai langkah antisipasi para pemrakarsa budidaya tanaman kapas transgenik tetap tidak boleh melepaskan kewajibannya untuk melakukan pengkajian resiko dan juga Amdal karena bagaimanapun juga resiko terhadap kesehatan manusia ini tetap saja ada. Pandangan Resiko Kapas Transgenik-Bt terhadap Keanekaragaman Hayati 26 Santosa, op. cit., hlm: 33. 28 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Godfree dkk, Van Frankenhuizen Beardmore, Watrud dkk pada tahun 2004 seperti telah dijelaskan sebelumnya pada bagian resiko tanaman transgenik terhadap keanekaragaman hayati maka memang dimungkinkan para spesies tanaman transgenik yang masih dalam jangkauan geografisnya membentuk populasi liar dan berhibridisasi dengan kerabat liar dari tanaman transgenik, sehingga menimbulkan serangan terhadap spesies lain yang minoritas. Hal ini menjadi sangat logis apabila tanaman transgenik dapat menimbulkan dampak negatif terhadap keanekaragaman hayati tentunya dalam jangka waktu yang yang tidak dapat ditentukan. Berdasarkan uraian di atas saatnya kita menyimpulkan pandangan keamanan terhadap keamanan tanaman transgenik dari pihak Tergugat dan pihak Para Penggugat. Pandangan para Para Penggugat ini benar karena menyatakan bahwa pelepasan produk kapas transgenik Bt ini wajib Amdal karena pada kenyataannya memang produk kapas transgenik Bt ini dapat menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Akan tetapi pihak Para Penggugat dalam memandang keamanan kapas transgenik-Bt ini kurang mendalam, karena dalam gugatannya mereka menyatakan terjadinya bahaya yang sebenarnya hal itu tidak akan terjadi seperti mengenai masalah perpindahan gen dari kapas transgenik-Bt yang bisa menyebabkan gulma super. Sementara pandangan Tergugat terutama mengenai masalah perpindahan gen ke tanaman lain yang tidak mungkin terjadi apabila beda kerabat sepertinya memang lebih logis. Akan tetapi pandangan bahwa tidak adanya efek terhadap lingkungan yang sampai saat ini belum terjadi bukanlah menjadi alasan Tergugat untuk tidak dilakukannya Amdal dan ERA karena seperti yang dikatakan oleh para ilmuwan di atas terhadap resiko produk kapas transgenik Bt ini tetap harus dilakukan penilaian. Selain itu pihak Tergugat lebih melihat aspek ekonomis dan sosial yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Selatan, dengan adanya kapas transgenik-Bt ini masyarakat dapat menghemat biaya untuk membeli pestisida, selain itu produk kapas transgenik-Bt meberikan hasil yang lebih menjanjikan daripada kapas non-transgenik. Padahal seharusnya aspek lingkungan juga harus benar-benar 29 dilakukan. Pelepasan secara terbatas pun bukanlah menjadi alasan bagi Tergugat untuk tidak dilakukannya Amdal dan ERA sebagaimana disarankan oleh para ilmuwan di atas, karena tetap saja lama-kelamaan budidaya kapas transgenik Bt ini akan menimbulkan berbagai efek negatif terhadap lingkungan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. 4. Pendapat Hakim Atas Persoalan Keamanan Serta Ketepatan Pendapat Hakim mengenai Keamanan Produk Kapas Transgenik Dalam putusan No. 71G.TUN2001PTUN-JKT, dalam pertimbangan- pertimbangannya majelis hakim berpendapat, terutama mengenai AMDAL, bahwa keberadaan AMDAL ini hanya diwajibkan untuk pemrakarsa usaha danatau kegiatannya, bukan sebagai syarat untuk dikeluarkannya izin pelepasan bibit kapas transgenik ini. Sehingga tergugat tak disyaratkan untuk wajib AMDAL. Pun kalau berdasarkan hasil uji coba yang berlaku 1 tahun itu nantinya ternyata benar-benar kegiatan tersebut berdampak penting dan merugikan bagi lingkungan, maka hal tersebut akan menjadi tolak ukur terhadap kegiatan itu kedepannya dan beradasarkan ketentuan Pasal 3 ayat 3 Peraturan pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 dapat ditinjau kembali, baru kemudia diterbitkan AMDAL. Kemudian majelis hakim juga berpendapat bahwa kegiatan pelepasan bibit kapas transgenik untuk digunakan di 7 kabupaten tersebut masih merupakan uji coba, sehingga belum dapat diketahui hasilnya karena masih dalam tahap pemantauan dan evaluasi. Selain itu dengan jelas disebutkan bahwa penilaian yang dilakukan oleh bada peradilan TUN ini bersifat posteriori, yaitu didasarkan setelah terjadinya akibat yang secara faktual benar-benar terjadi dan bukannya berdasarkan kemungkinan- kemungkinan yang akan terjadi, yang demikian itu majelis hakim berpendapat SK Tata Usaha Negara yang diterbitkan tergugat itu belum mengakibatkan kerugian atas kepentingan para para Penggugat. Dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan hakim tersebut, sepertinya majelis hakim terlalu berkonsentrasi dengan akibat-akibat yang secara faktual benar-benar terjadi dan bukannya berdasarkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, terlihat dari seringnya pendapat tersebut diungkapkan oleh hakim 30 dalam berbagai pertimbangannya. Majelis hakim melupakan untuk memasukkan pertimbangan mengenai prinsip kehati-hatian yang seharusnya tidak diabaikan oleh tergugat, mengingat pemerintah Indonesia telah melakukan tindakan-tindakan yang mengarah pada pengesahan Protokol Cartagena untuk terikat pada prinsip kehati- hatian ini 27 . Terlihat hakim kiranya kurang mengetahui dengan apa yang dimaksud prinsip kehati-hatian ini, dengan konsentrasi hakim yang lebih banyak menggunakan dasar hukum yang berasal dari Indonesia dalam pertimbangannya yang kalau kita pikir, hal ini tentu lebih memudahkan pekerjaan hakim itu sendiri dalam memutus perkaranya. Dengan terlupakannya prinsip kehati-hatian ini dari pertimbangan hakim, kami mengira hal ini telah menjadi salah satu indikator yang berperan besar atas ditolaknya gugatan para para Penggugat seluruhnya. Hal lain yang perlu kiranya kita perhatikan adalah mengenai Environmental Risk Assessment yang dilakukan oleh pihak tergugat dimana hal tersebut dilakukan untuk uji daya atau uji adaptasi bukan untuk uji terhadap kerusakan lingkungan, terhadap perubahan gen tanaman lain, atau aman tidaknya produk tersebut bagi manusia, seperti yang sebenarnya ditekankan dalam dalil-dalil yang diungkapkan oleh para para Penggugat. Dengan keputusan majelis hakim menolak seluruh gugatan para para Penggugat, terlihat kalau majelis hakim lagi-lagi hanya berpusat pada akibat-akibat yang secara faktual benar-benar terjadi dan bukannya berdasarkan kemungkinan- kemungkinan yang akan terjadi. Hakim tidak memperhatikan prinsip kehati-hatian preautionary principle merujuk pada ketentuan dalam prinsip 15 Deklarasi Rio 1992, yang berbunyi:“bahwa tidak adanya kepastian ilmiah, tidak adanya atau kurang memadainya informasi ilmiah, tidak boleh digunakan untuk menunda atau menghambat langkah preventif yang tepat untuk mencegah kerusakan lingkungan” 27 Terjemahan pasal 1 Protokol Cartagena: “berdasarkan pendekatan kehati- hatian yang terkandung dalam prinsip 15 deklarasi Rio tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Protokol ini bertujuan untuk memberikan kontribusi dalam memastikan tingkat proteksi yang memadai dalam hal transfer, penanganan dan penggunaan yang aman dari organisme hidup hasil bioteknologi modern yang mungkin berpengaruh merugikan terhadap kelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati, dengan juga mempertimbangkan resiko terhadap kesehatan manusia, dan khususnya berfokus pada pergerakan lintas batas” 31 Yang sebenarnya bisa menjadi dasar pertimbangan hakim untuk mengabulkan gugatan para para Penggugat, walaupun belum ada akibat nyata yang terjadi yang telah merugikan para para Penggugat. Dari pertimbangannya, kami menilai juga sebenarnya hakim telah mengalami keragu-raguan dalam pertimbangannya. Hal tersebut tersirat dari pertimbangan hakim di halaman 184 yang isiya tidak berlebihan jika dipertimbangkan: oleh karena para para Penggugat adalah Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat LSM yang berminat dan bergerak di bidang lingkungan hidup, maka sebaiknya sesuai dengan kegiatannya yang empati terhadap pelestarian lingkungan dan perlindungan konsumen tersebut, dapat ikut melakukan pemantauan dan pengawasan serta mengevaluasi terhadap pelaksanaan uji coba terbatas kapas transgenik tersebut. Sehingga kalau dikemudian hari terdapat hal-hal yang menyimpang atau berdampak negatif terhadap lingkungan hidup dan kesehatan sementara tergugat tetap memproduksi kapas transgenik tersebut dalam usahanya, maka para para Penggugat dapat melakukan tindakan-tindakan untuk melindungi hak- hak dan kepentingannya. Dari pertimbangan tersebut tercermin majelis hakim juga takut akan akibat yang kemudian bisa saja terjadi dengan tetap berlakunya pelepasan kapas transgenik selama satu tahun tersebut, tetapi tidak mau mengambil tindakan tegas untuk mengabulkan gugatan dari para para Penggugat. 32 BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan