5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Lahan gambut merupakan salah satu ekosistem yang mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian karena arealnya cukup
luas. Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut di Indonesia umumnya tergolong kedalam gambut oligotropik miskin hara sampai mesotropik sedang dan hanya
sedikit yang tergolong kedalam golongan eutropik subur dan umumnya tersebar
di daerah pantai dan di sepanjang jalur aliran sungai Agus Subiksa, 2008. Sedangkan berdasarkan lingkungan pembentukannya, sebagian besar lahan
gambut di Indonesia merupakan lahan gambut ombrogen Radjagukguk, 1997. Ketebalan gambut suatu kawasan bervariasi akibat adanya akumulasi gambut,
semakin dekat dengan sungai ketebalan gambut menipis, sebaliknya semakin ke kawasan pedalaman gambut makin menebal dan membentuk kubah gambut
dome. Tanah gambut ombrogen dengan kubah gambut tebal 3 m umumnya memiliki kesuburan yang rendah dengan pH sekitar 3,3 tetapi pada gambut tipis di
kawasan dekat tepi sungai gambut semakin subur dan pH berkisar 4,3 Andriesse, 1988.
Pemanfaatan potensi lahan gambut untuk pertanian belum dapat dilaksanakan, karena tanah gambut memiliki karakteristik yang khas yang berbeda
dengan tanah-tanah mineral. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan dan pengelolaan yang khusus terhadap kualitas tanah gambut dengan tujuan untuk memperbaiki
sifat tanah yang kurang produktif serta tidak mendukung pertumbuhan tanaman. Masalah penting dan utama dalam pemanfaatan gambut adalah usaha
meningkatkan kesuburan lahan gambut yang ditentukan oleh i ketebalan gambut dan tingkat kematangan lapisan-lapisannya, ii keadaan tanah mineral di bawah
gambut, iii kualitas air sungai atau air pasang yang mempengaruhi proses pembentukan maupun proses penanganannya BB Litbang SDLP, 2008.
2.1. Karakteristik Tanah Gambut
Tanah gambut adalah tanah yang didefinisikan memiliki lapisan bahan organik dengan kadar C-organik 18 serta ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan
6
organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum lapuk secara sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara Agus
Subiksa, 2008. Karakteristik kimia tanah gambut di Indonesia sangat ditentukan oleh
kandungan mineral, ketebalan, jenis mineral pada substratum di dasar gambut dan tingkat dekomposisi gambut. Kandungan kadar abu gambut di Indonesia
umumnya kurang dari 5 dan sisanya adalah bahan organik. Tanah gambut umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi dengan kisaran pH
3-5, Kapasitas Tukar Kation KTK tergolong tinggi sehingga Kejenuhan Basa KB menjadi sangat rendah Agus Subiksa, 2008.
Tanah gambut dengan ciri kapasitas tukar kation sangat tinggi, tetapi persentase kejenuhan basa sangat rendah, akan menyulitkan penyerapan hara,
terutama basa-basa yang diperlukan oleh tanaman. KTK yang tinggi disebabkan oleh banyaknya kandungan asam-asam organik pada tanah tersebut. Asam-asam
organik dengan gugus karboksil -COOH dan gugus fenol -OH memberikan kontribusi yang besar bagi tingginya nilai KTK tanah gambut Tim Fakultas
Pertanian IPB,1986. Tingkat kesuburan tanah gambut ditentukan oleh kandungan mineral dan
basa-basa, bahan substratumdasar gambut dan ketebalan lapisan gambut. Lapisan bawah gambut dapat berupa lapisan lempung marin atau pasir. Gambut diatas
pasir kuarsa memiliki kesuburan yang relatif rendah, jika lapisan gambut terkikis, menyusut dan hilang maka akan muncul tanah pasir yang sangat miskin. Tanah
lapisan lempung marin umumnya mengandung pirit FeS
2
Kemasaman tanah gambut disebabkan oleh kandungan asam-asam organik yang terdapat pada koloid gambut. Dekomposisi bahan organik pada kondisi
anaerob menyebabkan terbentuknya senyawa fenolat dan karboksilat yang menyebabkan tingginya kemasaman gambut. Selain itu terbentuknya senyawa
fenolat dan karboksilat juga dapat meracuni tanaman pertanian Sabiham et al, 1997.
. Pada kondisi tergenang anaerob pirit tidak akan berbahaya namun jika didrainase secara
berlebihan dan pirit teroksidasi maka akan terbentuk asam sulfat dan senyawa besi yang berbahaya bagi tanaman BB Litbang SDLP, 2008.
7
2.2. Asam-asam Organik Tanah Gambut
Gambut tropika tersusun dari lignin, hemiselulosa, selulosa dan protein. Biodegradasi gambut yang berasal dari kayu banyak mengandung lignin
Andriesse, 1997 menghasilkan asam-asam fenolat sedangkan biodegradasi selulosa dan hemiselulosa menghasilkan asam-asam karboksilat Andriesse,
1988; Katase, 1993. Biodegradasi lignin menghasilkan dua tipe asam fenolat, yaitu asam benzoat tersubstitusi dan asam sinamat tersubstitusi, dan biodegradasi
lignin ini menghasilkan terlebih dahulu tipe asam sinamat tersubstitusi, kemudian menyusul membentuk tipe asam benzoat tersubstitusi Katase, et al. 1992. Asam
sinamat tersubstitusi ΣCA merupakan total asam kumarat, ferulat dan sinapat, sedangkan asam benzoat tersubstitusi ΣBA meliputi asam p-hidroksibenzoat,
vanilat dan siringat Riwandi, 2000. Rasio ΣCAΣBA mencerminkan tingkat
degradasi lignin Katase, et al. 1992 dimana semakin rendah nilai rasio ΣCAΣBA semakin stabil bahan gambut Riwandi, 2000.
Biodegradasi lignin pada tanah gambut menghasilkan beberapa asam organik Tan, 1986 Tabel 1. Asam-asam organik hasil biodegradasi lignin bisa
berasal dari golongan alifatik dan aromatik. Golongan alifatik yang sering dijumpai pada tanah gambut berasal dari derivat asam-asam karboksilat seperti
asetat, format, propionat dan butirat, sedangkan yang berasal dari golongan aromatik terutama derivat asam-asam fenolat seperti asam vanilat, p-
hidroksibenzoat, p-kumarat, ferulat, siringat Alexander, 1977; Stevenson, 1994; Hartley Whitehead, 1984.
Senyawa dari golongan aromatik yang ditemukan pada gambut pantai, peralihan dan pedalaman Kalimantan Tengah adalah asam sinamat, ferulat, p-
kumarat, p-hidroksibenzoat, siringat dan vanilat Salampak, 1999. Gambut pantai mempunyai kandungan asam fenolat yang lebih kecil dibandingkan dengan
gambut transisi dan pedalaman Saragih, 1996; Salampak, 1999. Rendahnya kandungan asam-asam fenolat pada gambut pantai disebabkan pengaruh marin
yang lebih intensif, sehingga memungkinkan kation-kation yang terkandung dalam air pasang surut bereaksi dengan asam-asam organik membentuk senyawa
kelat Saragih, 1996. Hal yang sama dikatakan bahwa rendahnya kandungan