Population Dynamic of Soil Microbes in Rice and Soybean Cropping System on Organic Farming

(1)

PADA PERTANIAN ORGANIK

DELIMA NAPITUPULU

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Dinamika Populasi Mikrob Tanah Dengan Sistem Pola Tanam Padi Kedelai Pada Pertanian Organik adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2012

Delima Napitupulu NRP. A1514100051


(3)

ABSTRACT

DELIMA NAPITUPULU. Population Dynamic of Soil Microbes in Rice and Soybean Cropping System on Organic Farming. Under direction of RAHAYU WIDYASTUTI and MAYA MELATI.

The organic farming is an agricultural system which uses organic material such as manure and crop residues as substitute of chemical fertilizers. In organic farming, the use of synthetic pesticides is prohibited in order to reduce the damage effect to environment. The cropping pattern of rice and soybean cultivation, where those crops are planted in sequence, is one of the managements to improve soil microbe population. The objective of the research was to study population dynamics of soil microbes in rice and soybean cropping system on organic farming. Soil samples were taken from experimental plots in Cikarawang Bogor. The soil microbe analysis was conducted at Soil Biotechnology Laboratory of IPB, from March 2011 to March 2012. Soil microbes were sampled from 5 randomized points per plot. The experiment was arranged according to randomized block design with two treatment factors : cropping systems (rice-rice, rice-soybean, soybean-soybean) and organic fertilizer rates (20 t ha-1 and 10 t ha-1), three replications. The effect of interaction between cropping system and fertilizer was not significant. The cropping system significantly affected the variables. The results showed that the increase of total number of microbes, total fungi, Azotobacter, Phosphate Solubilizing Microbe (PSM) and Cellulolytic Microbe were found in rice-soybean cropping system. The effect of fertilizer rates was insignificant to most variables observed in rice and soybean.

Key word : Rhizobium, Azotobacter, Azospirillum, Phosphate Solubilizing Microbe, Cellulolytic Microbes.


(4)

DELIMA NAPITUPULU. Dinamika Populasi Mikrob Tanah Dengan Sistem Pola Tanam Padi Kedelai Pada Pertanian Organik. Dibimbing oleh RAHAYU WIDYASTUTI dan MAYA MELATI.

Sudah menjadi hal umum dalam praktek budidaya padi dan kedelai dewasa ini, petani cenderung menggunakan bahan kimia secara berlebihan seperti pupuk dan pestisida secara terus-menerus tanpa mengembalikan bahan organik. Kondisi tersebut menyebabkan pemadatan tanah serta terganggunya kehidupan dan keseimbangan di dalam tanah. Rotasi tanaman dan pertanian organik dapat mempertahankan produksi, meningkatkan kesehatan ekosistem dan memelihara keanekaragaman hayati tanah. Percobaan lapangan dilakukan di lahan percobaan IPB, di Cikarawang – Dramaga, Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Maret 2011 sampai dengan Maret 2012. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada penanaman padi dan kedelai di lokasi percobaan IPB Desa Cikarawang – Dramaga. Analisis mikrob tanah dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari dinamika populasi total mikrob, total fungi, dan beberapa kelompok fungsional (Azotobacter, Azospirillium, Rhizobium, Mikrob Pelarut fosfat, Mikrob Perombak Selulosa) dalam tanah dengan berbagai pola / pergiliran tanam dan dosis pupuk kandang. Desain percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial. Percobaan menggunakan 2 faktor yang terdiri atas 3 perlakuan pola tanam dan 2 perlakuan dosis pupuk, masing-masing diulang tiga kali sebagai blok, sehingga total kombinasi perlakuan yang diperoleh 18 satuan percobaan. Perlakuan pola / pergiliran tanam terdiri atas padi-padi, padi-kedelai dan kedelai-kedelai. Perlakuan pemupukan terdiri atas : 1) Musim tanam pertama dosis 20 t ha-1 pupuk kandang dan 2) Musim tanam kedua : dosis 20 t ha-1 pupuk kandang + residu tanaman musim tanam pertama dan dosis 10 t ha-1 pupuk kandang + residu tanaman musim tanam pertama.

Hasil penelitian menunjukan populasi total mikrob, total fungi, Azotobacter, mikrob pelarut fosfat dan mikrob sellulotik lebih tinggi pada pola tanam padi-kedelai; populasi Rhizobium lebih tinggi pada pola tanam kedelai-kedelai; sedangkan populasi

Azospirillum lebih tinggi pada pola tanam padi-padi. Pengurangan dosis pupuk organik dari 20 t ha--1 menjadi 10 t ha-1 dengan melakukan rotasi tanam padi-kedelai lebih efisien karena dapat mengurangi beban petani dalam hal pembelian pupuk organik serta mempertahankan hasil pertanian. Populasi mikrob tanah meningkat pada musim tanam kedua setelah memberikan pupuk organik kotoran ayam petelur dan residu dari musim tanam pertama. Berdasarkan waktu pengamatan pada percobaan musim tanam kedua, populasi total mikrob, total fungi, Azotobacter dan mikrob pelarut fosfat lebih banyak ditemukan pada saat panen. Populasi Rhizobium


(5)

tanaman padi. Populasi mikrob sellulotik lebih banyak dijumpai pada saat sebelum tanam dan fase vegetatif dibanding saat panen.

Budidaya padi musim tanam kedua menunjukkan tinggi tanaman dan jumlah anakan padi pada umur 70 MST mengalami sedikit kenaikan dibanding musim tanam pertama. Hal ini mungkin disebabkan adanya residu pupuk organik dalam tanah pada musim tanam pertama yang mampu meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah.

Pemberian pupuk kandang dosis 10 t ha--1 pada musim tanam kedua menyebabkan keragaan dan hasil tanaman padi dan kedelai sama dengan yang mendapatkan pupuk kandang dosis 20 t ha-1.

Kata Kunci : Rhizobium, Azotobacter, Azospirillum, mikrob pelarut fosfat, mikrob sellulotik.


(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

DINAMIKA POPULASI MIKROB TANAH DENGAN

SISTEM POLA TANAM PADI KEDELAI

PADA PERTANIAN ORGANIK

DELIMA NAPITUPULU

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS.


(9)

Judul Tesis : Dinamika Populasi Mikrob Tanah Dengan Sistem Pola Tanam Padi Kedelai Pada Pertanian Organik

Nama : Delima Napitupulu

NRP : A154100051

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Rahayu Widyastuti, MSc

Ketua Anggota

Dr. Ir. Maya Melati, MS, MSc.

Diketahui

Ketua Program Studi

Bioteknologi Tanah Dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr


(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih dan penyertaan-Nya yang diberikan kepada penulis, sehingga penulisan karya ilmiah yang berjudul “Dinamika Populasi Mikrob Tanah Dengan Sistem Pola Tanam Padi Kedelai Pada Pertanian Organik” dapat diselesaikan.

Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Dr. Rahayu Widyastuti, MSc., sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Maya Melati, MS, MSc sebagai anggota komisi pembimbing sekaligus penyandang sebagian dana dalam penelitian ini yang berasal dari I-MHERE (2010-2012) dengan judul ‘Good Agricultural Practices (GAP) of Rice and Soybean Production under Organic Farming System,’ yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis. Terima kasih kepada Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS. yang bersedia menjadi penguji luar komisi. Terima kasih kepada Kepala Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian atas kesempatan beasiswa tugas belajar di Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih diucapkan kepada Dr. Didik Harnowo, MS., Dr. Ir. Ali Jamil, MP selaku unsur pimpinan pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Utara dan dorongannya pada penulis dalam menyelesaikan tugas belajar. Terima kasih kepada Bapak Sarjito, Ibu Asih Karyati, Ibu Julaeha, Dian Nareswari, SP., Fitria serta rekan-rekan penelitian Ir. Tyas Pratiwi, MSi., Chichi Josephine M. SP., Desi Arianti, SP., MSi, Mey Sulistyo Putri, Adiz atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian dan penulisan tesis berlangsung. Terima kasih kepada rekan-rekan Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan Angkatan 2010, 2011, 2012 dan teman-teman di Wisma Novia Desa Babakan Doneng, buat kebersamaan yang telah dibina selama ini.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada ayahanda R. Napitupulu dan ibunda L. Hutagaol BSc, almarhum ayah mertua M. Simamora dan ibu mertua M. Manullang, kakak-kakakku Dra. Varia Sari Napitupulu, Linda Napitupulu. SE.Ak, MM., Ir. Marudur Napitupulu, Asima Napitupulu, SP. Dan adik-adikku Jojor Napitupulu, SPd, Marsinta Napitupulu dan Tatar L. Napitupulu, SE.Ak serta abang ipar atas doa, dorongan dan motivasinya kepada penulis. Terima kasih kepada yang tercinta suami penulis dan anak-anak : Bona Tulus F. Simamora, ST., Geraldo Samuel H. Simamora dan Hakeem Quann Simamora atas doa, perhatian serta pengorbanan yang tulus.

Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dan pihak-pihak lain yang membutuhkan informasi.

Bogor, Desember 2012


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Balige, Sumatera Utara pada tanggal 19 Desember 1975, merupakan putri kelima dari delapan bersaudara pasangan ayah R. Napitupulu dan ibu L. Hutagaol BSc.

Pendidikan Sarjana Pertanian jurusan Ilmu Tanah ditempuh di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan mendapatkan gelar Sarjana Pertanian (S.P.). Tahun 2000. Penulis diterima bekerja sebagai peneliti di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP Sumut), Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian. Tahun 2002. Penulis mendapat kesempatan beasiswa tugas belajar dari Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian pada Mayor Bioteknologi Tanah dan Lingkungan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menikah pada 22 April 2006 dengan Bona Tulus F Simamora, ST, saat ini telah dikaruniai dua orang anak yaitu, Geraldo Samuel H. Simamora dan Hakeem Quann Simamora.


(12)

xvii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 4

1.3. Hipotesa ... 4

1.4. Batasan ... 4

1.5. Alur Pemikiran ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertanian Organik ... ... 7

2.2. Pengaturan Pola Tanam ... 8

2.3. Dinamika Mikrob Tanah Pada Budidaya Padi dan Kedelai .. 9

III.BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu ... 19

3.2. Bahan dan Alat ... 19

3.3. Metode Penelitian ... 20

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 21

3.4.1. Penyiapan Petak Percobaan dan Budidaya ... 21

3.4.2. Sistem Penanaman Padi dan Kedelai ... 21

3.4.3. Analisis Mikrob Tanah dan Persiapan ... 21

3.4.3.1. Pengambilan Contoh Tanah ... 22

3.4.3.2. Metode Perhitungan Mikrob Tanah ... 23

3.4.4. Analisa Agronomi Tanaman ... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Dinamika Populasi Mikrob Tanah ... 29

4.1.1. Total Mikrob ... 29

4.1.2. Total Fungi ... 32

4.1.3. Rhizobium ... 35

4.1.4. Azotobacter ... 39

4.1.5. Azospirillum ... 43

4.1.6. Mikrob Pelarut Fosfat ... 46

4.1.7. Mikrob Sellulotik ... 49

4.2. Komponen Hasil ... 53

4.2.1. Pertumbuhan Tanaman Padi ... 53

4.2.2. Pertumbuhan Tanaman Kedelai ... 55

SIMPULAN Simpulan ... 61


(13)

DAFTAR PUSTAKA ... 63 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Metode dan medium yang digunakan dalam menentukan

sifat biologi tanah. ... 19

2. Rincian perlakuan pada musim tanam pertama dan kedua ... 20

3. Populasi total mikrob pada musim tanam kedua dengan perlakuan dosis pupuk kandang dan pola tanam ... 30

4. Populasi total fungi pada musim tanam kedua dengan perlakuan

dosis pupuk kandang dan pola tanam... 33

5. Populasi Rhizobium pada musim tanam kedua dengan perlakuan

dosis pupuk kandang dan pola tanam... 36

6. Populasi Azotobacter pada musim tanam kedua dengan perlakuan dosis pupuk kandang dan pola tanam ... 41

7. Populasi Azospirillum pada musim tanam kedua dengan perlakuan dosis pupuk kandang dan pola tanam ... 44

8. Populasi mikrob pelarut fosfat pada musim tanam kedua dengan

perlakuan dosis pupuk kandang dan pola tanam ... 48

9. Populasi mikrob sellulotik pada musim tanam kedua dengan perlakuan dosis pupuk kandang dan pola tanam ... 51

10. Pengaruh pola tanam dan dosis pupuk kandang terhadap jumlah anakan padi, tinggi tanaman padi umur 70 HST pada tanaman

padi ... 54

11. Pengaruh pola tanam dan dosis pupuk kandang terhadap jumlah gabah isi malai-1, jumlah gabah hampa malai-1 dan bobot butir (g)

pada tanaman padi ... 55

12. Pengaruh pola tanam dan dosis pupuk kandang terhadap hasil


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel tanah ... 22

2. Tata letak pengambilan contoh tanah di lokasi penanaman padi

dan kedelai untuk masing-masing petakan ... 22

3. Koloni mikrob tanah pada media Nutient Agar (NA) ... 30

4. Dinamika populasi total mikrob pada pola padi kedelai musim

tanam pertama dan musim tanam kedua ... 31

5. Koloni fungi pada media Martin Agar (MA) ... 33

6. Dinamika populasi total fungi pada pola padi kedelai musim tanam pertama dan musim tanam kedua ... 34

7. Koloni Rhizobium pada media Yeast Exstract Mannitol Agar (YEMA) ... 36

8. Dinamika populasi Rhizobium pada pola tanam padi kedelai musim tanam pertama dan musim tanam kedua ... 38

9. Koloni Azotobacter pada media Nitogen Free Mannitol (NFM) .. 40

10. Dinamika populasi Azotobacter pada pola padi kedelai musim

tanam pertama dan musim tanam kedua ... 42

11. Koloni Azospirillum pada media Nitrogen Free Bromthymol Blue (NFB) ... 43

12. Dinamika populasi Azospirillum pada pola padi kedelai musim

tanam pertama dan musim tanam kedua ... 46

13. Koloni mikrob pelarut fosfatpada media Pikovskaya ... 47

14. Dinamika populasi mikrob pelarut fosfat pada pola padi kedelai

musim tanam pertama dan musim tanam kedua ... 49

15. Koloni mikrob sellulotik pada media Carboxy Methyl Cellulose

(CMC) ... 50

16. Dinamika populasi mikrob sellulotik pada pola padi kedelai musim tanam pertama dan musim tanam kedua ... 52


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Lay-out petak percobaan ... 69

2. Diskripsi karateristik padi varietas Ciherang ... 72

3. Diskripsi karateristik kacang kedelai varietas Wilis ... 73

4. Dosis dan komposisi media tumbuh mikrob tanah yang dipergunakan pada penelitian ... 74

5. Analisis sifat kimia awal tanah... ... 76

6. Tabel uji t (musim tanam pertama dan musim tanam kedua)... .. 77

7. Pengambilan sampel tanah (a) lahan kedelai, (b) lahan padi ... 78

8. Isolasi di Laboratorium (a) Persiapan pengenceran, (b) Isolat ... 78

9. Pengambilan bintil akar tanaman kedelai (a) dicongkel dari dalam tanah dengan garu, (b) Tanah ikut diangkat agar bintil akar tidak lepas... 78

10. (a) Koloni total mikrob, (b) Koloni total fungi ... 79

11. (a) Koloni Azotobacter, (b) Koloni Rhizobium ... 79

12. (a) Koloni mikrob pelarut fosfat, (b) Koloni mikrob sellulotik ... 79

13. (a) Pelikel yang dibentuk Azospirillum, (b) Tidak terbentuk pelikel ... 80


(17)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Padi (Oriza sativa L) dan kedelai (Glycine max L. Merr) merupakan tanaman pangan yang sangat penting. Padi banyak mendapat perhatian karena beras merupakan makanan pokok dan komoditas strategis bagi sebagian penduduk dunia terutama Asia, termasuk Indonesia (Syaifullah 2002). Kebutuhan beras terus meningkat, tingkat komsumsi beras tahun 2011 mencapai 139 kg/kapita/tahun. Sebagai komoditas pangan utama, Kementerian Pertanian mentargetkan sasaran produksi padi sampai tahun 2014 mencapai 75,7 juta ton gabah kering giling (GKG). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, produksi padi tahun 2011 diperkirakan sebesar 65,75 juta ton GKG, turun 0,71 juta ton (1,07%) dibandingkan produksi tahun 2010. Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan luas panen sebesar 234,54 ribu hektar (1,82%) dan produktivitas sebesar 0,31 kuintal/hektar (0,62%). Kedelai termasuk salah satu komoditi yang banyak mendapat perhatian karena kebutuhannya terus meningkat akibat bertambahnya kebutuhan kedelai untuk bahan baku berbagai industri seperti tempe, tahu, tauco, kecap dan susu serta meningkatnya permintaan untuk pakan ternak.

Sudah menjadi hal umum dalam praktek budidaya padi dan kedelai dewasa ini, petani cenderung menggunakan bahan kimia secara berlebihan seperti pupuk dan pestisida (Heilmann et al. 1995). Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya gangguan pada agroekosistem karena tidak adanya usaha untuk mengembalikan unsur hara ke dalam tanah melalui pemberian bahan organik. Penggunaan pestisida dan pupuk anorganik secara terus-menerus tanpa mengembalikan bahan organik akan mengakibatkan pemadatan tanah serta terganggunya kehidupan dan keseimbangan di dalam tanah.

Banyak faktor yang harus diperhitungkan dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan pada jumlah dan kualitas yang cukup serta berkesinambungan. Pengelolaan lahan merupakan salah satu faktor terpenting dalam mencapai hasil yang optimal dan berkelanjutan. Oleh karena itu, pengelolaan lahan harus diupayakan tanpa menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan maupun


(18)

menurunkan kualitas sumber daya lahan, dan sebaiknya diarahkan pada perbaikan struktur fisik, komposisi kimia, dan aktifitas biota tanah yang optimum bagi tanaman (Departemen Pertanian 2008).

Salah satu usaha yang dilakukan petani adalah menerapkan pertanian organik (Rusastra et al. 2004). Pertanian organik merupakan penolakan pola budidaya monokultur dan budidaya yang merusak alam dengan menggunakan pupuk kimia berlebih yang mengakibatkan tanah mengeras serta mikrob pengurai musnah. Sistem pertanian organik sangat dibutuhkan dalam budidaya pertanian karena mampu mengoptimalkan kesehatan dan produktivias agroekosistem serta mampu menghasilkan pangan yang berkualitas. Penambahan bahan organik sebagai upaya mempertahankan produktivitas tanah. Bahan organik umumnya mudah termineralisasi sehingga mampu meningkatkan biomassa mikrob. Pupuk organik yang diberikan ke dalam tanah dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, menyuburkan tanah dan menambah unsur hara, menambah humus, mempengaruhi kehidupan jazad renik yang hidup dalam tanah, disamping dapat meningkatkan kapasitas mengikat air tanah. (Nasahi 2010).

Rotasi tanaman sangat dianjurkan dalam pertanian organik karena dapat mempertahankan produksi, meningkatkan kesehatan ekosistem dan meningkatkan keragaman hayati tanah (Blake 1994, Nasahi 2010). Secara umum hasil yang diperoleh dari rotasi tanam padi-kedelai akan lebih tinggi jika dibanding pada lahan yang sama jika ditanami tanaman sejenis. Manfaat rotasi tanaman dengan menanam komoditas yang berbeda pada lahan yang sama adalah memanfaatkan air seefektif mungkin pada saat pasokan air berkurang, memutus siklus perkembangbiakan hama dan penyakit tanaman selain itu untuk menekan terjadinya erosi dan mencegah terkurasnya unsur hara dari dalam tanah. Keragaman hayati yang berinteraksi dalam suatu ekosistem sangat menentukan tingkat produktivitas pertanian (Rusastra et al. 2004).

Beberapa mikrob fungsional tanah berperan dalam penyediaan unsur hara di dalam tanah : Rhizobium, Azotobacter, Azospirillum, mikrob pelarut fosfat dan mikrob sellulotik. Ada mikrob tanah yang mampu mengikat N bebas dari udara dan menyediakan N bagi tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Aktivitas mikrob di dalam tanah termasuk mikrob pelarut P juga berpengaruh dalam


(19)

1

meningkatkan ketersediaan P sehingga unsur tersebut dapat dengan mudah diambil tanaman. Tidak semua unsur P di dalam tanah dapat segera tersedia untuk tanaman karena sangat tergantung kepada sifat dan ciri tanah serta pengelolaan tanah itu sendiri oleh manusia (Sarapatka 2003). P pada tanah-tanah tropis ditemukan 15 – 80% dalam bentuk organik. Bentuk P organik sangat beragam, kompleks dan sebagian besar tidak dapat dikarakterisasi dan rata-rata kandungan P organik di dalam tanah berkisar antara 5 – 50% dari total P. Fosfor dalam bentuk organik tidak dapat segera digunakan oleh tanaman. P relatif tidak mudah tercuci seperti N, tetapi karena pengaruh lingkungan dapat berubah dari P tersedia bagi tanaman menjadi tidak tersedia, yaitu dalam bentuk Ca-P, Mg-P, Al-P atau Fe-P. Ketersediaan P dalam tanah dapat ditingkatkan dengan adanya aktivitas mikrob, dan pupuk kandang berperan dalam meningkatkan aktivitas mikrob. Unsur hara yang dikandung bahan organik akan hilang karena dipakai mikrob tanah sebagai sumber energi dalam proses dekomposisi. Selama proses dekomposisi dihasilkan senyawa-senyawa organik yang berperan penting dalam reaksi-reaksi tanah seperti meningkatkan KTK tanah, luas permukaan bidang jerapan sehingga agregat tanah menjadi lebih baik.

Arafah dan Sirappa (2003) menjelaskan bahwa penggunaan bahan organik seperti sisa –sisa tanaman yang melapuk, kompos, pupuk kandang atau pupuk organik cair dapat meningkatkan produktivitas tanah dan efisiensi pemupukan serta mengurangi kebutuhan pupuk anorganik terutama pupuk K. Pupuk kimia yang semakin mahal menyebabkan dosis pemupukan yang rasional dan seimbang ke dalam tanah perlu mendapat perhatian sehingga usahatani dapat lebih efisien.

Efisiensi pemakaian pupuk organik di lahan dapat dimaksimalkan dengan menanam varietas unggul yang tanggap terhadap pemberian pupuk serta memperbaiki teknik budidaya, yang mencakup pengaturan kepadatan tanaman, pengairan yang tepat serta pemberian pupuk secara tepat, baik dosis, cara dan waktu pemberian. Umumnya pupuk organik diberikan dengan takaran tinggi, pada awal penerapan budidaya secara organik dan diharapkan adanya penurunan dosis pupuk pada musim tanam berikutnya. Aktivitas dan populasi mikrob tanah dapat dipengaruhi oleh status hara dalam tanah sebagai akibat pemberian pupuk. Mikrob tanah akan menjadi sedikit jika pupuk kandang tidak diberikan sesuai dosis pupuk


(20)

karena banyak mikrob tanah justru mampu hidup dan aktif pada lahan marginal / kekurangan unsur hara.

Kajian tentang dinamika populasi mikrob dalam tanah sebagai respon terhadap sistem rotasi tanaman dan budidaya organik masih terbatas, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mempelajari kondisi yang terjadi dilapangan.

1.2. Tujuan

- Mempelajari populasi total mikrob, total fungi, dan beberapa kelompok fungsional (Azotobacter, Azospirillium, Rhizobium, Mikrob Pelarut Fosfat, Mikrob Perombak Selulosa) pada lahan pertanian dengan sistem pergiliran pola tanam : padi-padi, padi-kedelai dan kedelai-kedelai. - Mempelajari pengaruh pemberian pupuk kandang dengan dosis 50%

dan 100% terhadap dinamika populasi mikrob di dalam tanah pada sistem pergiliran pola tanam : padi-padi, padi-kedelai dan kedelai-kedelai.

1.3. Hipotesa

- Pola tanam padi-kedelai memiliki total mikrob, total fungi, dan beberapa kelompok fungsional (Azotobacter, Azospirillium, Rhizobium, Mikrob Pelarut Fosfat, Mikrob Perombak Selulosa) lebih tinggi dibanding pada pola tanam padi-padi dan kedelai-kedelai.

- Dosis 50% pupuk kandang pada musim tanam kedua memberikan pengaruh yang sama dengan dosis 100% pupuk kandang terhadap dinamika populasi mikrob di dalam tanah pada sistem pergiliran pola tanam padi-padi, padi-kedelai dan kedelai-kedelai serta pertumbuhan tanaman.

1.4. Batasan

Batasan penelitian meliputi pengambilan sampel tanah untuk melihat dinamika populasi mikrob tanah selama dua kali musim tanam pada sistem pergiliran pola tanam padi-padi, padi-kedelai dan kedelai-kedelai serta pertumbuhan tanaman.


(21)

1.5. Alur Pemikiran

Tanaman pangan seperti tanaman padi dan kedelai memiliki potensi yang besar sebagai sumber pendapatan petani, namun dalam kegiatan produksinya sering menghadapi kendala serangan hama dan penyakit yang menyebabkan gagal panen atau produksi berkurang. Salah satu cara yang dilakukan selama ini adalah penggunaan pupuk anorganik dan pestisida dalam jumlah yang berlebihan sehingga menjadi sumber pencemar pada bahan pangan, air dan lingkungan hidup. Budidaya tanaman monokultur juga dapat mendorong ekosistem pertanian rentan terhadap organisme serangan hama, keragaman hayati di dalam tanah berkurang sehingga menurunkan hasil panen.

Peran pergiliran tanaman dan pertanian organik dapat mempertahankan produksi, meningkatkan kesehatan ekosistem, memelihara keragaman hayati tanah. Keragaman hayati yang merupakan semua jenis tanaman, hewan dan mikrob yang ada dan berinteraksi dalam suatu ekosistem sangat menentukan tingkat produktivitas pertanian. Pertanian organik mampu memberikan kontribusi dalam mencapai produktivitas pertanian berkelanjutan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa mikrob dan keragaman hayati dalam sistem pertanian organik membawa pengaruh yang positif bagi ketersediaan hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Sutanto (2002) menyatakan peran mikrob di dalam tanah antara lain : mampu mendaur ulang hara, penyimpanan sementara dan pelepasan kembali untuk dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Sistem pertanian organik perlu terus dikembangkan sehingga mampu menjaga kelestarian alam dan keseimbangan ekosistem.


(22)

(23)

(24)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertanian Organik

Pertanian organik merupakan sistem managemen produksi yang dapat meningkatkan kesehatan tanah maupun kualitas ekosistem tanah dan produksi tanaman. Dalam pelaksanaannya pertanian organik menitikberatkan pada penggunaan input yang dapat diperbaharui dan bersifat alami. Departemen Pertanian (2004) menyatakan bahwa pemakaian pupuk dan pestisida anorganik yang telah berlangsung selama berberapa puluh tahun telah diakui banyak menimbulkan kerusakan baik terhadap struktur tanah, kejenuhan tanah, terhadap air, hewan dan manusia. Pemberian pupuk dengan jenis dan dosis tertentu tidak lagi berpengaruh nyata terhadap produksi karena mikrob tanah sudah berkurang jumlahnya sehingga dosis penggunaan pupuk semakin meningkat dari tahun ketahun. Menyikapi permasalahan tersebut, peluang pertanian organik sangat prospektif. Andoko (2002) menyatakan bahwa ciri pertanian organik adalah penggunaan bahan organik baik dalam pemupukan maupun dalam pengendalian hama dan penyakit.

Pertanian organik berlandaskan pada daur ulang hara secara hayati dan masukan unsur dari luar ekosistem diminimalkan. Salah satu komponen dari ekosistem pertanian organik yang perlu dikedepankan adalah mikrob tanah yang keberadaannya dalam tanah cukup signifikan dan mempunyai peran dalam mata rantai proses produksi pertanian organik. Adanya keperdulian terhadap issu kesehatan dan lingkungan mendorong berkembangnya pertanian organik (Hidayat 1996). Lahan yang digunakan untuk produksi pertanian organik harus bebas dari bahan kimia sintetis (pupuk dan pestisida). Untuk mencukupi kebutuhan hara tanaman, maka upaya peningkatan kesuburan tanah secara alami melalui daur ulang nutrisi tanaman, harus dioptimalkan dengan mengandalkan perbaikan aktivitas biologis, serta fisik dan kimia tanah (Setyorini dan Hussain 2011).


(25)

2.2. Pengaturan Pola Tanam

Negara-negara berkembang yang bertanam dengan rotasi tanam banyak dijumpai dikalangan petani, bahkan pola tanam dengan sistem pergiliran tanaman menjadi budidaya pertanian yang sangat penting. Cara bertanam seperti ini dapat mengurangi resiko gagalnya hasil panen. Hal tersebut dapat memberikan hasil panen yang lebih stabil bila dibandingkan dengan pola tanam secara monokultur. Pola tanam dalam pertanian bukanlah hal yang baru bagi sebagian besar petani skala kecil di Indonesia (Kasryno 2003).

Petani melakukan sistem pola tanam untuk memenuhi keragaman kebutuhan komsumsi keluarga. Dalam konteks ekonomi, pola tanam diarahkan untuk memenuhi permintaan pasar. Pola tanam dalam pertanian perlu dilakukan agar memberikan manfaat maksimal dalam peningkatan produksi dan pendapatan petani. Petani cenderung bertanam padi terus-menerus (lima kali padi dalam dua tahun) bila air tersedia sepanjang tahun pada lahan sawah irigasi sehingga berdampak buruk terhadap perkembangan hama dan penyakit. Pola yang dianjurkan adalah dengan tetap mempertahankan padi dua kali setahun tetapi dengan mengikutsertakan palawija pada salah satu musim tanam. Hal ini dimungkinkan karena tersedianya varietas padi unggul umur genjah. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka pola tanam petani dapat dimodifikasi dengan pola introduksi dengan mempertimbangkan tanaman padi pada musim satu dan tanaman kacang kedelai pada musim kedua atau sebaliknya (Rusastra et al. 2004).

Penanaman kedelai dalam sistem rotasi dengan padi sawah berpotensi menekan populasi beberapa macam hama dan patogen penyebab penyakit yang umumnya menyerang padi, meningkatkan efisiensi pemanfaatan air, menjaga keseimbangan unsur hara, meningkatkan intensitas tanam dan produktivitas lahan. Biaya usahatani untuk tenaga kerja mengolah tanah maupun pemupukan N berpotensi untuk dapat ditekan. Schlegel dan Schemith (1976) mengemukakan bahwa pengikatan N2 udara secara simbiotik memungkinkan perolehan nitrogen

sebanyak 100-300 kg/ha/tahun. Dinamika populasi bio-intensif akan berubah dan lebih beragam dengan terjadinya perubahan pola tanam yang berlanjut di atasnya. Perubahan ini perlu diamati dan diduga berhubungan langsung dengan faktor


(26)

produksi tanaman yang diusahakan di lahan tersebut. Populasi bio-intensif yang lebih beragam diharapkan akan meningkatkan produksi tanaman.

Tanaman lain yang ditanam langsung setelah padi bisa mendapatkan manfaat residu hara dari pemupukan padi. Oleh karenanya palawija lainnya yang ditanam setelah padi memerlukan lebih sedikit pupuk dibandingkan setelah penanaman selanjutnya pada lahan yang sama.

2.3. Dinamika Mikrob Tanah Pada Budidaya Padi dan Kedelai

Selain pemborosan, penggunaan pupuk secara berlebihan juga tidak menguntungkan bagi kelestarian lahan karena mengganggu keragaman hayati di dalam tanah dan pertumbuhan tanaman. Penanaman padi yang sangat intensif dengan pemupukan yang terus menerus tidak saja menyebabkan tingginya residu pupuk, tetapi juga meningkatkan kandungan logam berat (Las et al. 2006).

Agen hayati yang seharusnya secara alami dapat mengendalikan pengganggu tanaman, turut musnah karena penggunaan pestisida tersebut. Kenyataan ini telah berlangsung terus dan belum ada upaya maksimal untuk mengatasinya. Di beberapa tempat telah terjadi “Ecological Disease” yaitu kondisi lingkungan yang sakit, dengan daya dukung faktor biotik dan abiotik dalam keadaan minimal untuk menunjang produksi pertanian (Rauf 2010). Keadaan ini bila berlangsung lama akan merusak seluruh ekosistem yang akhirnya berakibat pada turunnya produksi pertanian. Selain itu teknik budidaya yang menggunakan pola tanam yang terus menerus akan turut menyumbang terganggunya keseimbangan ekologis tersebut. Teknik budidaya yang selama ini dilakukan harus mulai diubah dengan teknik budidaya yang berbasis lingkungan, yang menggunakan seluruh daya dukung lingkungan biotik dan abiotik, untuk mengatasi berbagai permasalahan produksi tanaman dan mendukung keberlanjutannya.

Kesuburan tanah tidak hanya bergantung pada komposisi kimiawinya melainkan juga pada ciri alami mikrob yang menghuninya. Dari beberapa mikrob tanah yang dikenal, bakteri merupakan kelompok mikrob dalam tanah yang paling dominan dan mungkin meliputi separuh dari biomassa mikrob dalam tanah. Bakteri terdapat dalam segala macam tipe tanah tetapi populasinya menurun


(27)

dengan bertambahnya kedalaman tanah. Bahan organik yang diberikan akan didemposisikan oleh bakteri tanah tersebut untuk digunakan sebagai sumber nutrisi dan sumber energi (Rao 2007).

Tanah sehat dan subur merupakan sistem hidup dinamis yang dihuni oleh berbagai organisme (mikro flora, mikro fauna, serta meso dan makro fauna). Organisme tersebut saling berinteraksi membentuk suatu rantai makanan sebagai manifestasi aliran energi dalam suatu ekosistem untuk membentuk tropik rantai makanan (Simarmata et al. 2003).

Ekosistem tanah mengandung berjenis-jenis mikrob tanah seperti bakteri, fungi, actinomycetes, protozoa dan alga. Bakteri merupakan mikrob yang paling umum dijumpai dalam tanah. Hal ini berkaitan erat dengan kemampuannya meminimalkan aktivitas metabolik agar dapat tumbuh dalam kondisi ketersediaan C dan N pada substrat rendah (Killham 1994).

Secara umum mikrob tanah digolongkan menjadi empat kelompok berdasarkan fungsinya, yaitu (1) meningkatkan ketersediaan unsur hara tanaman dalam tanah, (2) sebagai perombak bahan organik dalam tanah dan mineralisasi unsur organik, (3) bakteri rizosfer-endofitik untuk memacu pertumbuhan tanaman dengan membentuk enzim dan melindungi akar dari mikrob patogenik, (4) sebagai agensia hayati pengendali hama dan penyakit tanaman. Berbagai reaksi kimia dalam tanah juga terjadi atas bantuan mikrob tanah (Saraswati et al. 2004).

Oka (1995) dan Price (1997) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah spesies yang ditemukan di suatu areal pertanaman, maka akan semakin besar atau tinggi tingkat keragaman komunitasnya. Dalam komunitas yang keragamannya tinggi, suatu spesies tidak dapat menjadi dominan, sebaliknya dalam komunitas yang keragamannya rendah, satu atau dua spesies dapat dominan.

Teknik budidaya tanaman pangan ke depan merupakan suatu teknik budidaya yang tidak hanya mengutamakan pada produksi yang tinggi, tetapi juga yang dapat menjaga keberlanjutan daya dukung lingkungan tersebut, sehingga produksi tanaman untuk jangka panjang tetap optimal. Teknik budidaya yang mendukung keberlanjutan daya dukung lingkungan adalah suatu teknik yang dapat membuat ekosistem pertanian mengarah pada keadaan keseimbangan alami


(28)

Falakhi (2010) menyatakan bahwa untuk meningkatkan produksi padi dan mengantisipasi perubahan musim, dapat dilakukan dengan perubahan pola tanam. Pola tanam antara padi dan kedelai telah banyak dilakukan dan terbukti dapat memberikan hasil yang menguntungkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani kedelai pada lahan sawah mempunyai prospek yang sangat baik karena selain kedelai berumur pendek (2.5-3 bulan), produksinya di lahan sawah lebih tinggi dibanding di lahan kering, yaitu 2.5-3.0 ton per hektar. Keuntungan lain yang didapat adalah terputusnya siklus hidup hama dan penyakit padi serta dapat melaksanakan usaha optimasi pola tanam di lahan sawah.

Pengelolaan lahan merupakan salah satu faktor terpenting dalam mencapai hasil yang optimal dan berkelanjutan. Oleh karena itu, pengelolaan lahan (tanah) harus diupayakan tanpa menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan maupun menurunkan kualitas sumberdaya lahan, dan sebaiknya diarahkan pada perbaikan struktur fisik, komposisi kimia, dan aktivitas biota tanah yang optimum bagi tanaman. Sifat-sifat tanah yang baik akan menghasilkan interaksi antara komponen-komponen biotik dan abiotik tanah pada lahan, memberikan keseimbangan yang optimal bagi ketersediaan hara dalam tanah, yang selanjutnya menjamin keberlangsungan produktivitas lahan dan peningkatan produksi. Sistem tersebut diharapkan akan membentuk agroekosistem yang stabil dengan masukan dari luar yang minimum, tetapi dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman tanpa menurunkan kualitas lingkungan. Sistem pertanian berkelanjutan akan terwujud hanya apabila lahan digunakan untuk sistem pertanian yang tepat dengan cara pengelolaan yang sesuai. Apabila lahan tidak digunakan dengan tepat, produktivitas akan cepat menurun dan ekosistem menjadi terancam rusak. Lahan yang digunakan dengan tepat akan menjamin bahwa lahan dan alam ini memberikan manfaat untuk pemakai pada masa kini dan sumberdaya alam dapat digunakan untuk generasi penerus di masa-masa mendatang. Ssistem produksi dan pilihan pola tanam yang tepat dalam penggunaan lahan akan dapat ditentukan jika mempertimbangkan keadaan agroekologi.

Teknik budidaya padi yang intensif dengan pola tanam padi-padi dengan input luar senyawa kimia sintetik yang tidak bijaksana terbukti turut andil dalam menurunkan produksi padi, karena terjadinya outbreak serangan hama yang


(29)

disebabkan oleh timbulnya resistensi dan resurjensi hama utama padi. Salah satu contoh adalah serangan hama wereng coklat akhir-akhir ini di daerah Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat, sebagai akibat penanaman yang terus menerus dan penggunaan pestisida sintetik yang tidak bijaksana. Teknik budidaya yang selama ini dilakukan, harus mulai diganti dengan teknik budidaya yang berbasis lingkungan, yang menggunakan seluruh daya dukung lingkungan. Pola tanam yang berbeda diharapkan akan memberikan kondisi agroekologi yang berbeda. Kondisi agroekologi yang baik akan mendukung kelestarian dan keberlanjutan produksi tanaman. Pengembalian bahan organik ke dalam tanah serta pengelolaannya mutlak diperlukan untuk meningkatkan aktivitas biota tanah kembali.

Mikrob tanah termasuk golongan dari bakteri dan fungi. Jumlah total mikrob sangat berguna dalam menentukan tempat mikrob dalam hubungannya dengan sistem perakaran, sisa bahan organik dan kedalaman profil tanah. Fungi ditemukan didalam tanah pada tahap pertama proses dekomposisi bahan organik dan berperan penting dalam pembentukan agregasi tanah. Oleh karena itu gambaran tentang populasi fungi dalam tanah sangat penting.

Kandungan N tanah pertanian di Indonesia umumnya rendah dan pada lahan masam juga terjadi penghambatan simbiosis antara rhizobia dengan tanaman kacang-kacangan. Fenomena ini terutama berkaitan dengan pH yang rendah, keracunan Al dan Mn serta rendahnya kandungan Ca dan P didalam tanah (Alfa et al. 1987). Kedelai tergolong tanaman yang mampu mendapatkan hara nitrogen melalui simbiotik dengan bakteri Rhizobium. Keberadaan bakteri tersebut dapat menambat nitrogen sehingga dapat mengurangi penggunaan Urea.

Beberapa mikrob yang mampu menyediakan unsur hara didalam tanah :

1. Rhizobium

Bakteri Rhizobium merupakan mikrob yang mampu mengikat N2 yang

berada di udara menjadi ammonia (NH3) yang akan diubah menjadi asam amino

yang selanjutnya menjadi senyawa nitrogen yang diperlukan tanaman untuk tumbuh dan berkembang, sedangkan Rhizobium sendiri memperoleh karbohidrat sebagai sumber energi dari tanaman inang (Purwaningsih 2008).


(30)

Rao (1979) mengungkapkan bahwa bintil akar efektif mampu menfiksasi N dari udara dan mengkonversi N menjadi asam amino untuk disumbangkan kepada tanaman kedelai. Bintil akar merupakan salah satu bagian pada akar kedelai yang terbentuk sebagai akibat infeksi bakteri Bradyrhizobium spp. Bintil akar yang efektif adalah berwarna merah. Pigmen warna merah ini disebabkan adanya leghemoglobin yang berada antara bakteroid dan selubung membran yang mengelilinginya. Giller dan Wilson (1991) menyatakan warna bintil akar yang semakin merah menunjukkan nitrogen yang difiksasi semakin tinggi. Bintil akar yang besar relatif lebih efektif dalam memfiksasi nitrogen dibandingkan bintil akar yang kecil.

Penambatan nitrogen secara biologis diperkirakan mampu menyumbang lebih dari 170 juta ton nitrogen ke biosfer per tahun, 80% di antaranya merupakan hasil simbiosis antara bakteri Rhizobium dengan tanaman leguminosa (Prayitno et al. 2000). Dalam keadaan lingkungan yang memenuhi persyaratan tumbuh, simbiosis yang terjadi mampu memenuhi 50% atau bahkan seluruh kebutuhan nitrogen tanaman yang bersangkutan dengan cara menambat nitrogen bebas. Pada tanaman leguminosa yang berbintil akar seperti kedelai, bintil akar yang efektif umumnya memenuhi kurang lebih dua per tiga dari kebutuhan nitrogen tanaman. Pada kedelai bahkan dapat memenuhi hingga 74% kebutuhan nitrogen tanaman (Anas 1989). Koloni Rhizobium dalam media YEMA berbentuk bundar dan cembung, tepian licin, konsistensi lengket dan berlendir serta dapat mencapai diameter koloni 2-4 mm dengan masa inkubasi 3-5 hari (Rao 2007).

Mekanisme proses fiksasi N2 oleh bakteri Rhizobium dibantu oleh enzim

nitrogenase. Proses penambatan N2 akan optimal apabila semua unsur hara yang

diperlukan tanaman optimal kecuali hara N (ketersedian hara N rendah). Enzim

nitrogenase sangat sensitif terhadap kelebihan oksigen (Salisbury dan Ross 1995), karena protein Fe dan Fe-Mo dari nitrogenase didenaturasi secara oksidatif oleh oksigen. Leghemoglobin mengendalikan sebagian ketersediaan oksigen di dalam bakteroid. Protein Fe dan Fe-Mo, ATP, Mg2+ dan elektron adalah penting dalam aktivitas penambatan N2. Secara umum penambatan N2 memerlukan energi


(31)

dipenuhi oleh hasil fotosintesis yang ditranslokasikan dari daun ke bintil akar. Enzim


(32)

nitrogenase menghidrolisis ATP menjadi ADP dengan memindahkan elektron dari reduktan untuk mereduksi N2 menjadi NH3. Persamaan dari proses penambatan

N2

N

dapat ditulis sebagai berikut:

2 + 8 e + 16 MgATP + 16 H2O → 2NH3 + H2 + 16 MgADP + 16Pi + 8H

Proses tersebut memerlukan sumber elektron dan proton yang bersumber dari karbohidrat dan molekul ATP. Nitrogenase yang dihasilkan beberapa Rhizobium akan mengkatalisis N

+

2 menjadi NH3

2. Azotobacter

.

Azotobacter adalah bakteri penambat nitrogen yang mampu menambat

nitrogen dalam jumlah yang cukup tinggi. Pada medium yang sesuai, Azotobacter mampu menambat 10 – 20 mg nitrogen per gram gula. Spesies-spesies Azotobacter yang dikenal antara lain : A chroococcum, A. beijerinckii, A. paspali, A. vinelandii, A. insignis dan A. macrocytogenes (Simarmata 2004).

Bakteri Azotobacter berfungsi mengikat N2

Pengaruh oksigen terhadap pertumbuhan Azotobacter sangat kompleks karena Azotobacter melalui enzim nitrogenase yang peka terhadap oksigen hanya dapat menambat N

, mempunyai kemampuan untuk melarutkan fosfat, menghasilkan antibiotik, menghasilkan zat pengatur tumbuh seperti giberellin, sitokinin dan auksin serta dapat memproduksi vitamin dan asam amino (Abbas and Okon 1993).

2

Inokulasi Azotobacter efektif dalam meningkatkan hasil panen tanaman budidaya pada tanah yang dipupuk dengan bahan organik yang cukup. Azotobacter mampu meningkatkan hasil budidaya tanaman karena nitrogen yang dapat diikat sebesar 1 kg/ha/tahun (Marchner 1986; Wedhastri 2002).

melalui proses reduktif anaerobik pada keadaan lingkungan aerobik. Peningkatan suplai oksigen bagi Azotobacter akan menurunkan aktivitasnya. Oleh karena itu, Azotobacter harus mempertahankan konsentrasi oksigen yang cukup rendah dalam tubuhnya (Okafor 1975).

3. Azospirillum

Azospirillum merupakan bakteri penambat N yang hidup berasosiasi


(33)

mampu meningkatkan efisiensi pemupukan. Interaksi antara Azospirillum dengan tanaman dapat terjadi dalam rizosfer atau jaringan akar, tetapi tanpa struktur spesifik seperti pada simbiosis Rhizobium dengan tanaman legum. Asosiasi itu dapat terjadi terutama karena kemampuan spesies itu dalam memanfaatkan eksudat-eksudat akar secara aktif (Kennedy et al. 1997).

Penambatan N2 oleh Azospirillum karena adanya enzim nitrogenase.

Azospirillum mampu memfiksasi N2 jika kandungan N rendah. Mekanisme proses

penambatan N2 dengan adanya enzim nitrogenase terjadi sebagai berikut: energi

ATP dan elektron feredoksin mereduksi protein Fe menjadi reduktan, kemudian reduktan mereduksi protein MoFe yang kemudian mereduksi N2 menjadi NH3

dengan hasil sampingan berupa gas H2. Bersamaan dengan itu terjadi reduksi

asetilen menjadi etilen yang digunakan sebagai indikator proses penambatan N2

secara biologis (Marschner 1986). Dalam penambatan N2, Azospirillum

mempunyai mekanisme untuk melindungi enzim nitrogenase dari pengaruh oksigen meskipun bakteri tersebut membutuhkan oksigen untuk respirasi (Respiratory Protection). Untuk mengatasi permasalahan oksigen, Azospirillum menambat N2

Azospirillum mendorong pertumbuhan tanaman terutama perkembangan

akar yang menyebabkan bertambahnya sistem perakaran, yaitu memperbesar dan memperpanjang jumlah akar dan rambut-rambut akar. Oleh karenanya daerah perakaran membesar yang berakibat adanya perbaikan dalam penyerapan hara N, P, elemen-elemen mikro, serapan air, khususnya pada tahap awal perkembangan (Hamdi 2002).

pada kondisi tekanan oksigen sangat rendah.

Studi mengenai fiksasi nitrogen pada Azospirillum dengan menggunakan N menunjukkan bahwa organisme ini mampu memfiksasi nitrogen sendiri. Berdasarkan pengamatan tentang distribusi ekologi Azospirillum. Dari penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa bakteri tersebut dapat hidup dengan baik di daerah tropika dan subtropika dan dapat hidup pada semua jenis tanah dan perakaran tanaman. Penentu penting bagi tempat hidupnya di tanah adalah vegetasi dan pH tanah. Di antara beberapa tanaman tropis selain rumput, hanya ubi jalar, singkong, dan akar paku-pakuan saja yang berisi Azospirillum jika mikroorganisme itu diinokulasikan ke tanah (Hindersah dan Setiani 2003).


(34)

4. Mikrob pelarut fosfat

Mikrob pelarut fosfat merupakan suatu alternatif yang sangat potensial untuk dikembangkan dalam mencari pemecahan masalah efektivitas ketersediaan unsur P pada tanah. Mikrob pelarut fosfat dapat diisolasi dari tanah yang kandungan fosfatnya rendah terutama di sekitar perakaran tanaman, karena mikrob ini menggunakan fosfat dalam jumlah sedikit untuk keperluan metabolismenya. Kemampuan bakteri dan fungi pelarut fosfat berbeda-beda tergantung jenis strain (Ginting et al. 2006).

Mikrob berperan penting dalam menyediakan P larut bagi tanaman. Sebagian besar P dalam tanah (organik dan anorganik) berada dalam bentuk terikat sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Kehadiran mikrob pelarut fosfat akan mempercepat dan meningkatkan ketersediaan P dari pupuk organik (kompos, jerami) dan sumber P lainnya (fosfat alam). Pelarut fosfat masih jarang digunakan pada ekosistem sawah. Peranan mikrob ini pada pertanaman padi berbasis organik sangat sentral karena sumber utama P berasal dari kompos jerami atau pupuk organik lainnya. Biomassa mikrob di dalam tanah mengandung P yang signifikan (berkisar 10 sampai 50 kg P ha-1, bahkan dapat mencapai 100 kg P ha-1

Pertumbuhan mikrob pelarut fosfat dipengaruhi oleh kemasaman tanah, aktivitas mikrob didominasi oleh kelompok fungi sebab pertumbuhan optimum fungi pada pH 5 - 5,5. Sebaliknya, pertumbuhan kelompok optimum pada pH netral dan meningkat seiring dengan meningkatnya pH tanah. kisaran hidup bakteri adalah pada pH 4 - 10,6 (Ginting et al. 2006).

) dan secara umum jumlahnya antara 2 sampai 5 % dari total P serta merupakan bagian 10 sampai 15 % dari P organik tanah (Richardson 2002).

5. Mikrob sellulotik

Selulase merupakan enzim ekstraseluler yang terdiri atas kompleks endo-β-1,4-glukonase (CMCase, Cx selulase endoselulase, atau carboxymethyl cellulase), kompleks ekso-β-1,4-glukonase (aviselase, selobiohidrolase, C1 selulase), dan β-1,4-glukosidase. Enzim sellulosa mampu menghidrolisis sellulosa secara sinergis menjadi oligosakarida yang lebih kecil dan akhirnya menjadi glukosa yang berfungsi sebagai sumber karbon dan unsur hara bagi pertumbuhan mikrob tersebut. Tanah merupakan habitat yang didominasi oleh bakteri, fungi,


(35)

alga, dan protozoa. Beberapa dekomposer seperti bakteri dan cendawan mampu menghasilkan selulase (Meryandini et al. 2009).

Proses dekomposisi bahan organik oleh mikrob tersebut akan melepaskan zat-zat hara ke dalam larutan di dalam tanah dan juga menjadikan bahan organik menjadi bentuk yang lebih sederhana dan bersifat koloid. Kondisi ini akan meningkatkan kemampuan absorbsi tanah yang berkaitan juga dengan kapasitas tukar kation (KTK) tanah karena meningkatnya luas permukaan partikel tanah. Hal ini menjadikan tanah mempunyai kemampuan menyimpan unsur-unsur hara yang semakin baik, mengurangi penguapan Nitrogen, maupun pencucian hara-hara kation lain. Pada saatnya berarti pula meningkatkan kapasitas tanah untuk melepas hara kation bagi kebutuhan tanaman (Elliott 1998).

Pemanfaatan limbah pertanian secara optimal menjadi penting, seperti halnya pemanfaatan jerami padi untuk mengembalikan kesuburan lahan. Jerami padi merupakan sumber pupuk organik yang penting bagi petani. Produk akhir dari dekomposisi yang berupa kompos, dapat memacu keberadaan plant growth

promoting-rhizobacteria (PGPR) dengan tersedianya sumber karbon sebagai

sumber energi. Keberadaan PGPR secara langsung meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui beberapa mekanisme: fiksasi nitrogen, produksi siderofor, pelarutan mineral-mineral, seperti fosfor dan sintesis fitohormon (Glick 1995).

Penurunan kandungan C-organik merupakan indikator yang menandakan bahwa dekomposisi berlangsung. Goyal et al. (2005) melaporkan bahwa selama pengomposan bahan organik terjadi perubahan total kandungan C-organik. Perubahan C-organik disebabkan oleh hilangnya karbon sebagai karbon dioksida. Dekomposisi senyawa karbon pada pengomposan bergantung pada aktivitas mikrob yang berperan.


(36)

19

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu

Percobaan lapangan dilakukan di lahan percobaan IPB, di Cikarawang – Dramaga, Bogor. Ketinggian tempat penelitian adalah sekitar 250 m dari permukaan laut (dpl). Penelitian dimulai pada bulan Maret 2011 sampai dengan Maret 2012. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada penanaman padi dan kedelai di lokasi percobaan IPB Desa Cikarawang - Dramaga, lokasi penelitian Tyas Pratiwi mahasiswa S3, PS AGH IPB. Analisis mikrob tanah dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan di lapangan adalah benih padi varietas Ciherang dan benih kedelai varietas Wilis. Bahan lain yang digunakan adalah tanah dari Cikarawang (Bogor), pupuk organik, yaitu pupuk kandang ayam petelur, jerami padi sawah, cabang serta daun kedelai, dan pestisida hayati. Bahan yang digunakan di laboratorium adalah spritus, alkohol 70% dan medium untuk pertumbuhan mikrob (Tabel 1).

Tabel 1. Metode dan medium yang digunakan dalam menentukan sifat biologi tanah.

No. Parameter Metode Medium

1 2 3 4 5 6 7 Rhizobium Azotobacter Azospirillum

Mikrob pelarut fosfat Mikrob sellulotik Total fungi Total mikrob Cawan hitung Cawan hitung MPN Cawan hitung Cawan hitung Cawan hitung Cawan hitung Yema

Ashby (Okon, 1977) NFB (Okon, 1977) Pikovskaya (Rao, 1982) CMC

Martin Agar

Nutrient agar (Anas, 1989)

Alat yang digunakan adalah alat-alat untuk menanam padi dan kedelai (cangkul, garu, bajak, ajir, tali rafia, dan lainnya), alat-alat laboratorium untuk analisa mikroba tanah terdiri atas autoklaf, erlenmeyer, cawan petri, pipet


(37)

Formatted: I ndent: First line: 0 cm

Formatted: Left: 3 cm, Right: 4 cm, Not Different first page header

Formatted: English (U.S.)

Formatted: Normal, Left

Formatted: Normal

Formatted: Normal, Centered

Formatted: Normal

Formatted: Line spacing: single

Formatted: Left, Line spacing: single

Formatted: Line spacing: single

Formatted: Line spacing: single

Formatted: Left, Line spacing: single

Formatted: Line spacing: single

Formatted: Line spacing: single

Formatted: Left, Line spacing: single

Formatted: Line spacing: single

Formatted: Line spacing: single

Formatted: Left, Line spacing: single

Formatted: Line spacing: single

volumetrik, tabung reaksi, gelas piala, gelas ukur, Bunsen, laminar flow, shaker, incubator, plastik dan timbangan.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian pola tanaman pada lahan pertanian menggunakan sistem pergiliran tanaman : padi-padi, padi-kedelai dan kedelai-kedelai.

Perlakuan pemupukan terdiri atas :

1. Musim tanam pertama (MT-1) : Pemupukan dengan pemberian pupuk kandang

dosis 20 tton /ha-1

2. Musim tanam kedua (MT-2) :

(100%)

a) dosis 20 ton /ha-1 (100%) pupuk kandang + residu tanaman b) dosis 10 ton /ha-1

Pupuk kandang yang diberikan 20 t ha

(50%) pupuk kandang + residu tanaman

-1

untuk dosis 100% dan 10 t ha-1

MT-1

(Mei 2011-Agustus 2011)

untuk dosis 50%. Tabel 2 memperlihatkan penelitian yang dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok Faktorial. Percobaan menggunakan 2 faktor yang terdiri dari 3 perlakuan pola tanaman dan 2 perlakuan dosis pupuk, masing-masing diulang tiga kali sebagai blok, sehingga total kombinasi perlakuan yang

diperoleh adalah 3x2x3 = 18 satuan percobaan. PUntuk mengevaluasi pengaruh

perlakuan diuji dengan dilakukan ujisidik ragam(ANOVA), dan untuk menguji perbedaan pengaruh antar perlakuan digunakan uji dengan uji jarak berganda Duncan / DMRT (Steel dan Torrie 1984; Gomez dan Gomez , 1995). Data populasi mikrob pada pengamatan fase vegetatif dan saat panen antara musim tanam pertama dan musim tanam kedua diuji dengan uji-t (5%) yaitu membandingkan nilai rata-rata populasi mikrob.

Tabel 2. Rincian perlakuan pada musim tanam pertama dan kedua MT-2

(November 2011-Februari 2012) Jenis Tanaman Dosis Pupuk Kandang (%)(ton/ha) Jenis Tanaman Dosis Pupuk Kandang

(ton/ha%)

Padi 10020 Padi 10020

10020 5010

Padi 10020 Kedelai 10020


(38)

Formatted: Line spacing: single

Formatted: Left, Line spacing: single

Formatted: Line spacing: single

Formatted: Left, Line spacing: single

Formatted: Line spacing: single

Formatted: Left, Line spacing: single

Formatted: Line spacing: single

Kedelai 10020 Kedelai 10020


(39)

3.4. Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan penelitian diawali dengan pelaksanaan di lapang yang meliputi kegiatan penyiapan petak percobaan dan budidaya, sistem penanaman padi dan kedelai, analisa mikrob tanah dan persiapan serta analisa agronomi tanaman.

3.4.1. Penyiapan Petak Percobaan dan Budidaya

Penyiapan lahan sawah dilakukan dua kali setiap musim tanam. Pertama dilakukan 4 minggu sebelum tanam dengan membersihkan lahan, melakukan penggenangan, pembajakan, penggaruan dan pembuatan petak sesuai tata letak yang dirancang, dilengkapi dengan inlet dan outlet untuk mengatur tata air. Antar petak perlakuan disekat dengan plastik yang ditanam dalam pematang.

3.4.2. Sistem Penanaman Padi dan Kedelai

Sistem penanaman padi dilakukan dengan sistem jajar legowo. Sistem jajar legowo adalah sistem penanaman yang dibuat berselang-seling, dengan beberapa barisan tanaman kemudian diselingi oleh 1 baris kosong. Cara tanam jajar legowo untuk padi sawah secara umum dilakukan dengan tipe yaitu: legowo 4:1 . (Litbang, Deptan, 2009). Pengertian jajar legowo 4 : 1 adalah cara tanam yang memiliki 4 barisan kemudian diselingi oleh 1 barisan kosong dimana pada setiap baris pinggir mempunyai jarak tanam 1/2 kali jarak tanam pada barisan tengah. Jarak tanam adalah 25 x 25 cm, tanaman pinggir jarak tanamnya 25 x 12,5 cm. Kedelai ditanam dua benih tiap lubang di dalam guludan-guludan selebar 2,5 m, pada petakan dengan ukuran 8 m x 8 m. Ada tiga guludan pada setiap petakan. Jarak tanam kedelai adalah 50 cm x 10 cm. Pemupukan dilakukan 1 bulan sebelum tanam untuk proses dekomposisi bahan organik tersebut. Tiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali.

3.4.3. Analisis Mikrob Tanah dan Persiapan

Analisa mikrob tanah dilakukan untuk mengetahui populasi total mikrob, total fungi dan total mikrob fungsional di dalam tanah.

.


(40)

Formatted: Left: 3 cm, Right: 4 cm

Formatted: I ndent: Left: 0 cm, First line: 0 cm

3.4.3.1. Pengambilan Contoh Tanah

Sampel tanah diambil menggunakan alat ‘Soil Corer’ (Gambar 1) secara komposit pada lima titik pengamatan sebanyak 1-2 kg, kemudian dicampur merata menjadi satu contoh yang homogen. Setiap petakan dengan kedalaman 0-10 cm pada daerah perakaran tanaman, kemudian dimasukkan kedalam kantung plastik sebelum dibawa ke laboratorium (Purwaningsih, 2003).

Pengambilan sampel tanah setiap musim tanam untuk analisa mikrob dilakukan 3 tahap :

- Awal (sebelum tanam)

- Tanaman padi umur 50 hari (pertumbuhan vegetatif), tanaman kedelai

umur 40-45 hari.

- Panen.

Gambar 1. Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel tanah

8 m

Comment [ T1] : Tidak perlu pustaka, krn ibu delima yang mengerjakan


(41)

8 m

Gambar 2. Tata letak pengambilan contoh tanah di lokasi penanaman padi dan kedelai untuk masing-masing petakan


(42)

Pengambilan tanah secara komposit adalah teknik pengambilan contoh tanah pada beberapa titik pengambilan, kemudian contoh-contoh tersebut disatukan/diaduk sampai merata untuk dianalisis (Kurnia et al. 2006).

3.4.3.2. Metode Penghitungan Mikrob Tanah

Metode yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah mikrob tanah,

diantaranya yaitu: metode cawan hitungan cawan, “most propable number”

(MPN) dan metode hitungan mikroskopik langsung. Metode lainnya yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah mikrob di dalam suatu larutan adalah metode turbidimetri (kekeruhan) menggunakan spektrofotometer (Fardiaz , 1993). Di dalam penelitian ini penghitungan dilakukan dengan dua cara yaitu cawan hitung dan most probable number (MPN). Penghitungan diawali dengan melakukan suatu seri pengenceran.

a. Seri Pengenceran

Sebanyak 10 g sampel tanah secara aseptik disuspensikan kedalam 90 ml larutan garam fisiologis (0,85%), sehingga diperoleh pengenceran 10 -1. Satu ml

larutan dengan pengenceran 10 -1 kemudian ditambahkan kedalam 9 ml larutan

fisiologis untuk memperoleh pengenceranlarutan 10-2

- TTotal mikrob : pengenceran 10

, demikian seterusnya sampai dengan pengenceran yang dikehendaki. Selanjutnya suspensi tanah tersebut dibiakkan pada medium yang sesuai (Tabel 1). Khusus untuk

Azospirillum dibiakkan dalam medium semi padat. Tingkat pengenceran yang

dilakukan untuk masing-masing parameter mikrob adalah sebagai berikut :

-6 dan 10-7

-b. Total fungi : pengenceran 10-3 dan 10-4 - c. Populasi Azotobacter : pengenceran 10

-3 dan 10

- d. Populasi Rhizobium : pengenceran 10

-4 -3

dan 10

- e. Populasi BPF: pengenceran 10

-4

-3 dan 10

- f. Populasi bakteri sellulotik: pengenceran 10

-4 -3

dan 10

- g. Populasi Azospirillium : pengenceran 10

-4 -3

, 10-4 dan 10-5

Formatt ed

Formatt ed: English (U.S.)

Formatt ed: I ndent: First line: 0 cm

Formatt ed: Font: Bold

Formatt ed: I ndent: First line: 1,25 cm, Space After: 6 pt

Formatt ed: Font: Bold

Formatt ed: I ndent: Left: 0 cm, Hanging: 0,75 cm, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: a, b, c, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 1,27 cm + I ndent at: 1,9 cm

Formatt ed: Font: Bold

Formatt ed: I ndent: Left: 0,63 cm, No bullets or numbering, Don't adjust space between Latin and Asian text

Formatt ed: Font: Bold

Formatt ed: Font: Bold

Formatt ed: Font: Bold

Formatt ed: Font: Bold


(43)

b. Metode Cawan Hitung

Prinsip dari metode cawan hitung adalah menumbuhkan sel mikrob yang masih hidup pada metode agar, sehingga sel mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Hasil akhir penghitungan bakteri pada cawan digunakan satuan CFU(colony forming unit), yang artinya adalah sel tunggal atau sekumpulan sel yang jika ditumbuhkan dalam cawan akan membentuk satu koloni tunggal.

Parameter yang dianalisis menggunakan metode cawan hitung adalah total mikrob, total fungi, Azotobacter, Rhizobium, mikrob pelarut fosfat dan mikrob sellulotik.

Prosedur kerja :

Medium yang digunakan adalah medium yang mengandung agar 15% sehingga setelah dingin medium menjadi padat. Masing-masing medium tersebut diaduk secara otomatis dengan alat pemusing magnetic, kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf.

Contoh biakan yang sudah diencerkan dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian ditambahkan mediumagar cair steril yang telah didinginkan (47-50o

Perhitungan :

Koloni yang tumbuh pada masing-masing cawan petri dihitung. Syarat koloni yang ditentukan untuk dihitung adalah sebagai berikut :

C) sebanyak 10-15 ml dan digoyangkan supaya menyebar dan merata. Asumsi yang digunakan pada metode ini adalah bahwa tiap mikrob yang hidup pada suspensi tanah berkembang membentuk suatu koloni jika keadaan lingkungan memungkinkan.

1. Satu koloni dihitung satu koloni.

Formatted: I ndent: Left: 0,63 cm

Formatted: Left: 3 cm, Right: 4 cm

Formatted: English (U.S.)

Formatted: I ndent: Left: 0 cm, Hanging: 0,75 cm, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: a, b, c, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 1,27 cm + I ndent at: 1,9 cm

Formatted: Font: Bold

Formatted: Space After: 6 pt

Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

Formatted: No Spacing, I ndent: First line: 1,25 cm, Space After: 6 pt

Formatted: Font: Bold

Formatted: Space Before: 8 pt

Formatted: Font: Bold


(44)

2. Dua koloni yang bertumpuk dihitung satu koloni. 3. Beberapa koloni yang berhubungan dihitung satu koloni.

4. Dua koloni yang berhimpitan dan masih dapat dibedakan dihitung dua koloni.

5. Koloni yang terlalu besar (lebih dari setengah luas cawan) tidak dihitung


(45)

Jumlah koloni yang ada dalam contoh cawan petri tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Koloni per ml = jumlah koloni per cawan x 1 /

c. Metode MPN

faktor pengenceran Selanjutnya hasil tersebut dikonversi ke dalam jumlah mikrob dalam 1 gram berat kering mutlak sampel.

Metode yang digunakan untuk menetapkan jumlah Azospirillum adalah

metode most probable number (MPN), sedangkan medium yang digunakan adalah medium semi padat yang mengandung agar 0,3-0,4% sehingga menjadi sedikit kenyal, tidak padat dan tidak begitu cair. Medium semi padat dibuat dengan tujuan agar mikrob dapat tumbuh dengan optimum pada kondisi oksigen rendah, karena Azospirillum merupakan bakteri yang bersifat mikroaerofilik.

Prosedur kerja :

Setelah dibuat seri pengenceran, suspensi tanah diinokulasikan pada medium semi padat NFB. Bila diduga populasi mikrob yang diamati cukup rendah maka pengenceran lebih rendah yang digunakan. Tabung-tabung yang diinokulasi

diinkubasi selama 14 hari pada suhu 280C . Adanya kekeruhan dan pembentukan

lapisan tipis berbentuk cincin/pelikel pada 3-4 ml dibawah permukaan medium

dalam tabung menunjukkan adanya pertumbuhan Azospirillum.

d. Identifikasi koloni :

Koloni yang terdapat pada masing-masing cawan petri diidentifikasi. Syarat identifikasi untuk menentukan jenis mikrob adalah sebagai berikut :

1. Gambaran tentang populasi fungi dalam cawan petri umumnya berbentuk

spora (berada dalam bentuk dorman) dan dari miselium yang aktif tumbuh. 2. Koloni Rhizobium dihitung dengan memperhatikan ciri-ciri sebagai berikut :

bengkak, mengkilap, opak-semi tembus cahaya dan berlendir.

Formatt ed: No bullets or numbering

Formatt ed: Not Different first page header

Formatt ed: I ndent: Left: 0 cm, Hanging: 0,75 cm, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: a, b, c, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 1,27 cm + I ndent at: 1,9 cm

Formatt ed: Space Before: 6 pt

Formatt ed: Justified, I ndent: Left: 0 cm, First line: 1,25 cm, Space Before: 6 pt

Formatt ed: Font: Bold

Formatt ed: I ndent: Left: 0 cm, Hanging: 0,75 cm, Space Before: 8 pt

Formatt ed: I ndent: Left: 0 cm, First line: 1,25 cm

Formatt ed: Font: Bold

Formatt ed: I ndent: Left: 0 cm, Hanging: 0,75 cm, Space Before: 8 pt, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: a, b, c, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 1,27 cm + I ndent at: 1,9 cm

Formatt ed: English (U.S.)

Formatt ed: Font: Not Bold

Formatt ed: I ndent: First line: 1,25 cm


(46)

3. Azotobacter dapat dikenal dengan menghitung koloni yang besar (diameter 3-5 mm), berlendir atau kental.

4. Azospirillum terdapat pada medium dengan adanya pelikel/cincin berwarna


(47)

5. Mikrob pelarut fosfat membentuk koloni dengan zona jernih pada medium pikovskaya.

6. Mikrob yang dapat menghancurkan sellulosa mempunyai daerah yang terang disekitar koloni. Pengalaman sangat diperlukan untuk dapat mengidentifikasi koloni sellulotik dari media agar. Penambahan zat warna kongo merah 3-4 tetes ke cawan petri dapat membantu dalam mengidentifikasi koloni.

Tabung reaksi yang telah diisi media dan biakan diinkubasi selama 2-3 minggu pada temperatur 280C . Pertumbuhan bakteri Azospirillum ditest secara makroskopis dengan melihat kekeruhan.

7.

3.4.4. Analisa Agronomi Tanaman

Sebanyak 10 g sampel tanah secara aseptik disuspensikan kedalam larutan garam fisiologi (0,85%). Isolasi dilakukan dengan membuat seri pengenceran bertingkat dan dibiakkan pada media yang sesuai yaitu dengan metode cawan tuang. Dari setiap pengenceran, diambil 2 ml larutan dan dimasukkan kedalam 2 cawan petri masing-masing 1 ml (duplo) kemudian dituangi media steril. Setelah itu diinkubasi dengan kondisi cawan petri dibalik pada suhu 37o

Seri pengenceran yang dilakukan :

C sampai tumbuh koloni mikrob (18 sampai 24 jam). Khusus untuk Azospirillum dibiakkan dalam media semi padat.

a. Total mikrob : pengenceran 10-6 dan 10 b. Total fungi : pengenceran 10

-7

-3

dan 10-4

c. Populasi Azotobacter : pengenceran 10-3 dan 10-4 d. Populasi Rhizobium : pengenceran 10-3 dan 10-4 e. Populasi BPF: pengenceran 10-3 dan 10-4

f. Populasi bakteri sellulotik: pengenceran 10-3 dan 10-4 g. Populasi Azospirillium : pengenceran 10-3, 10-4 dan 10

Formatted: Left: 3 cm, Right: 4 cm

Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt, Bold

Formatted: No Spacing, I ndent: Left: 0 cm, Hanging: 0,75 cm, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: 1, 2, 3, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0,63 cm + I ndent at: 1,27 cm

Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

Formatted: Font: Bold

Formatted: Space Before: 12 pt, Line spacing: Double

Formatted: Space Before: 12 pt, Don't adjust space between Latin and Asian text

Formatted: Space Before: 12 pt

Formatted: Space Before: 12 pt, Don't adjust space between Latin and Asian text

Formatted: Space Before: 12 pt, Line spacing: 1,5 lines


(48)

3.4.3.3. Metode Cawan Hitung

Parameter yang dianalisis adalah total mikrob, total fungi, Azotobacter, Rhizobium, mikrob pelarut fosfat dan mikrob sellulotik.

Prosedur kerja :

Medium yang digunaan untuk total mikrob, total fungi, Rhizobium, Azotobacter, mikrob pelarut fosfat dan mikrob sellulotik adalah medium padat yang mengandung agar 15% sehingga setelah dingin medium menjadi padat, sedangkan untuk Azospirillum menggunakan medium semi padat. Masing-masing media diaduk secara otomatis dengan alat pemusing magnetik yang bekerja dengan tenaga listrik dan dilengkapi dengan pemanas kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf.

Contoh biakan yang sudah diencerkan dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian ditambahkan agar cair steril yang telah didinginkan (47-50o

Koloni per ml = jumlah koloni per cawan x 1

C) sebanyak 10-15 ml dan digoyangkan supaya menyebar dan merata. Asumsi yang digunakan pada metode ini adalah bahwa tiap mikrob yang hidup pada suspensi tanah berkembang membentuk suatu koloni jika keadaan lingkungan memungkinkan. Hitungan total yang diperoleh meliputi spesies yang berkembang pada media yang dipakai pada kondisi lingkungan tertentu.

Perhitungan :

Jumlah koloni yang ada dalam contoh cawan petri tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

/

Selanjutnya hasil tersebut dikonversi ke dalam jumlah mikrob dalam 1 gram berat kering mutlak sampel.

Prinsip Metode Cawan Hitung :

faktor pengenceran

Prinsip dari metode hitungan cawan adalah menumbuhkan sel mikrob yang masih hidup pada metode agar, sehingga sel mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan

Formatted: Space Before: 12 pt

Formatted: Space Before: 12 pt, Line spacing: 1,5 lines, Don't adjust space between Latin and Asian text


(49)

mikroskop. Pada hasil akhir penghitungan bakteri pada cawan digunakan satuan CFU volume atau berat. CFU adalah singkatan dari colony forming unit yang artinya unit-unit / satuan pembentuk koloni. Yang dimaksud satuan pembentuk koloni adalah sel tunggal atau sekumpulan sel yang jika ditumbuhkan dalam cawan akan membentuk satu koloni tunggal. Pada dasarnya sel tersebar homogen pada sampel, tetapi ada jenis bakteri yang memang pembelahan selnya dapat terpisah baik sehingga tersebar merata tiap sel dan ada pula bakteri yang setelah membelah sel anakan masih menempel pada induknya.

3.4.3.4. Metode MPN

Metode yang digunakan untuk menetapkan jumlah Azospirillum adalah metode most probable number (MPN), sedangkan medium yang digunakan adalah medium semi padat yang mengandung agar 0,3-0,4% sehingga menjadi sedikit kenyal, tidak padat dan tidak begitu cair. Medium semi padat dibuat dengan tujuan agar mikrob dapat tumbuh dengan optimum pada kondisi oksigen rendah, karena Azospirillum merupakan bakteri yang bersifat mikroaerofilik.

Prosedur kerja :

Seri pengenceran dan contoh sampel tanah disiapkan. Dalam hal ini bila diduga populasi mikrob yang diamati cukup rendah maka pengenceran lebih rendah yang digunakan. Tabung-tabung yang diinokulasi diinkubasi selama beberapa hari pada suhu 280C . Adanya kekeruhan, pembentukan gas atau gumpalan berbentuk cincin / pelikel pada bagian atas tabung menunjukkan adanya pertumbuhan mikrob.

3.4.3.5. Penghitungan Total Mikrob

Metode yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah mikrob terdiri dari metode hitungan cawan, “most propable number” (MPN) dan metode hitungan mikroskopik langsung. Metode lainnya yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah mikrob di dalam suatu larutan adalah metode turbidimetri

Formatted: Space Before: 12 pt, Don't adjust space between Latin and Asian text

Formatted: Space Before: 12 pt, Line spacing: 1,5 lines


(50)

(kekeruhan) menggunakan spektrofotometer (Fardiaz, 1993). Menurut Rochima (2005), metode perhitungan jumlah total mikrob dengan menggunakan cawan pembiakan (plate count) caranya semua koloni yang tumbuh di dalam cawan media SSW dihitung.

Koloni yang tumbuh pada masing-masing cawan petri dihitung. Syarat koloni yang ditentukan untuk dihitung adalah sebagai berikut :

1. Satu koloni dihitung satu koloni.

2. Dua koloni yang bertumpuk dihitung satu koloni. 3. Beberapa koloni yang berhubungan dihitung satu koloni.

4. Dua koloni yang berhimpitan dan masih dapat dibedakan dihitung dua koloni.

5. Koloni yang terlalu besar (lebih dari setengah luas cawan) tidak dihitung 6. Koloni yang besar kurang dari setengah luas cawan dihitung satu koloni.

Metode dalam mengidentifikasi koloni adalah :

1. Gambaran tentang populasi fungi dalam cawan petri umumnya berbentuk spora (berada dalam bentuk dorman) dan dari miselium yang aktif tumbuh. 2. Koloni Rhizobium dihitung dengan memperhatikan ciri-ciri sebagai berikut

: bengkak, mengkilap, opak-semi tembus cahaya dan berlendir.

3. Azotobacter dapat dikenal dengan menghitung koloni yang besar (diameter

3-5 mm), berlendir atau kental.

4. Azospirillum terdapat pada medium dengan adanya pelikel/cincin

berwarna putih yang terbentuk di bawah permukaan medium semi padat.

Formatted: Space Before: 12 pt, Line spacing: 1,5 lines

Formatted: Space Before: 12 pt


(51)

5. Mikrob pelarut fosfat membentuk koloni dengan zona jernih pada medium pikovskaya.

6. Mikrob yang dapat menghancurkan sellulosa mempunyai daerah yang terang disekitar koloni. Pengalaman sangat diperlukan untuk dapat mengidentifikasi koloni sellulotik dari media agar. Penambahan zat warna kongo merah 3-4 tetes ke cawan petri dapat membantu dalam mengidentifikasi koloni.

7. Tabung reaksi yang telah diisi media dan biakan diinkubasi selama 2-3 minggu pada temperatur 280C . Pertumbuhan bakteri Azospirillum ditest secara makroskopis dengan melihat kekeruhan.

3.4.56. Analisa Agronomi Tanaman

Peubah pengamatan untuk tanaman padi adalah :

- Tinggi tanaman

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan mulai dari pangkal batang di atas permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi. Pengukuran dilakukan pada saat tanaman padi 60 hari setelah tanam

- Jumlah anakan per rumpun

Pengamatan jumlah anakan dilakukan pada saat tanaman mulai berbunga.

- Jumlah gabah isi per malai

Perhitungan dilakukan berdasarkan jumlah bulir gabah isi dengan mengambil 10 malai tiap rumpun dari pengambilan lima sampel tanaman per petak.

- Jumlah gabah hampa per malai

Perhitungan dilakukan berdasarkan jumlah bulir gabah hampa dengan mengambil 10 malai tiap rumpun dari pengambilan lima sampel tanaman per petak.

- Bobot butir padi per malai

Pengamatan dilakukan setelah panen dengan menimbang gabah padi tiap malai.

Formatted: Space Before: 12 pt, Don't adjust space between Latin and Asian text

Formatted: Space Before: 12 pt, Line spacing: 1,5 lines

Formatted: Space Before: 12 pt

Formatted: Font: 12 pt


(52)

Peubah pengamatan untuk tanaman kedelai adalah :

- Jumlah cabang tanaman kedelai

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah cabang produktif per tanaman..


(53)

- Jumlah polong

Jumlah polong pertanaman diamati dengan menghitung jumlah polong isi dan jumlah polong hampa per sampel tanaman.

- Bobot bintil akar per tanaman

Pengamatan dilakukan dengan menimbang bintil akar per tanaman - Bobot 100 butir kedelai

Pengamatan dilakukan setelah panen dengan menimbang kedelai sebanyak 100 butir

Formatt ed: I ndent: Hanging: 1,27 cm, Bulleted + Level: 1 + Aligned at: 0,63 cm + Tab after: 1,27 cm + I ndent at: 1,27 cm, Tab stops: 0,75 cm, List tab + Not at 1,27 cm

Formatt ed: Left: 4 cm, Right: 3 cm, Not Different first page header


(54)

29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Dinamika Populasi Mikrob Tanah

Secara umum peubah yang diamati hanya nyata dipengaruhi oleh pola tanam sedangkan pengaruh dosis pupuk dan interaksi antara keduanya tidak nyata. Populasi mikrob tanah cenderung meningkat dengan pola tanam padi-kedelai. Pola tanam dengan menanam tanaman pada lahan yang sama dengan waktu yang berbeda merupakan salah satu pendekatan dalam praktek budidaya tanaman. Beberapa mikrob fungsional seperti Rhizobium, Azotobacter, Azospirillum, mikrob pelarut fosfat dan mikrob sellulotik ditemukan pada masing-masing petak percobaan. Jumlah dan keragaman mikrob ini turut menentukan kesehatan tanah, sedangkan pengelolaan tanah mempengaruhi struktur komunitas mikrob tanah.

Salah satu praktek pengelolaan tanah yang baik adalah dengan memberikan pupuk organik pada saat sebelum tanam pada tanah. Penggunaan kompos atau kotoran ternak mampu meningkatkan mikrob di dalam tanah (Onfeld et al. 2002), memperbaiki sifat fisik tanah seperti struktur tanah menjadi lebih baik (Kennedy dan Smith 1995), keberadaan dan umur spesies tanaman (Garland 1996; Grayston et al. 1998) dan rotasi tanaman (Villich 1997) adalah faktor kunci determinatif struktur komposisi mikrob tanah. Pupuk organik yang diberikan mampu mendukung pertumbuhan dalam tanah karena mengandung senyawa bioaktif, asam-asam organik, asam amino, vitamin, dan unsur hara makro dan mikro dibutuhkan sebagai sumber energi oleh mikrob dalam tanah. Sehingga pertumbuhan dan perkembangan mikrob meningkat di daerah perakaran. Hasil pengamatan populasi mikrob tanah yang berasal dari contoh tanah tiap petak percobaan mampu tumbuh pada kondisi pH rendah (5-5,2) di lokasi penelitian untuk setiap petak tanah pada saat pengamatan awal sampel tanah.

4.1.1. Total Mikrob

Gambar 3 memperlihatkan koloni bakteri dan fungi yang tumbuh pada media Nutrient Agar.


(55)

Gambar 3. Koloni mikrob tanah pada media Nutrient Agar

Nilai rata-rata populasi total mikrob pada tanah dengan pola tanam padi-padi lebih rendah dibanding dengan pola tanam lainnya (Tabel 3).

Tabel 3. Populasi total mikrob pada musim tanam kedua dengan perlakuan dosis pupuk kandang dan pola tanam

Dosis Pupuk kandang

(t ha -1

Pola Tanam )

Rata-rata Padi-Padi Padi-Kedelai Kedelai-Kedelai

-- x 106 SPK g-1 tanah BKM --

20 89,05 165,77 147,77 134,20 A

10 105,17 161,03 141,38 135,86 A

Rata-rata 97,11 b 163,41 a 144,58 a

Keterangan : - Angka yang diikuti oleh huruf besar yang sama pada kolom yang sama dan huruf kecil yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

- SPK=satuan per koloni, BKM=berat kering tanah mutlak.

Populasi rendah pada tanaman padi didukung oleh penelitian Simarmata dan Yuwariah (2007) yang menunjukkan bahwa tanah sawah dalam kondisi anaerob menyebabkan keanekaragaman hayati (biodiversity) tanah sangat terbatas sehingga biota tanah yang aerob tidak dapat berkembang. Anwar dan Sudadi (2004) juga menyatakan tanah yang tergenang menyebabkan mikrob aerob dengan cepat mengkomsumsi oksigen yang tersisa dan akhirnya dorman atau mati. Intensifikasi padi sawah dengan sistem tergenang (anaerob) menyebabkan tidak berfungsinya kekuatan biologis tanah (soil biological power) serta menghambat


(56)

perkembangan akar padi, diperkirakan hanya sekitar 25% perakaran padi yang berkembang dengan baik.

Populasi mikrob lebih tinggi secara signifikan pada perlakuan rotasi tanam padi-kedelai dibanding dengan penanaman kedelai-kedelai dan padi-padi baik pada pupuk kandang dosis 10 t ha-1 maupun dosis 20 t ha-1. Pupuk kandang dosis 20 t ha-1 tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata dengan pupuk kandang dosis 10 t ha-1 pada peningkatan populasi total mikrob. Populasi total mikrob sebesar 1,24% pada pupuk kandang dosis 10 t ha-1 meningkat dibanding pemberian pupuk kandang dosis 20 t ha -1 selama musim tanam kedua. Hal ini menunjukkan pupuk kandang dosis 10 t ha-1

Jika dilihat dari musim tanam (Gambar 4) populasi mikrob tanah pada musim tanam kedua nyata lebih tingggi dibandingkan yang ada pada musim tanam pertama. Peningkatan tertinggi terjadi pada perlakuan rotasi tanam padi-kedelai.

sudah mencukupi kebutuhan hara tanamam.

Gambar 4. Dinamika populasi total mikrob pada pola tanam padi kedelai musim tanam pertama dan musim tanam kedua.

Huruf a dan b pada warna yang sama menunjukkan nilai berbeda antara musim tanam pertama dan musim tanam kedua menurut uji t. Tanaman kedelai yang ditanam langsung setelah tanaman padi bisa mendapat manfaat dari residu hara tanaman padi. Oleh karena itu kedelai yang


(57)

ditanam setelah padi memerlukan lebih sedikit pupuk kandang dibanding dengan menanam tanaman sejenis.

Hasil pengamatan pada musim tanam pertama memperlihatkan total mikrob masih mengalami fluktuasi pada budidaya padi dan kedelai jika dilihat antar waktu pengamatan maupun antar komoditas. Walaupun demikian mikrob tanah dijumpai pada semua sampel tanah yang diamati. Keberadaan populasi total mikrob pada budidaya padi dan kedelai untuk semua fase didukung oleh kondisi pengairan yang selalu diatur dengan baik sehingga tidak tergenang dan akar padi berkembang dengan baik dalam menopang pertumbuhan tanaman serta mendukung proses dekomposisi bahan organik yang diberikan ke tanah.

Berdasarkan waktu pengamatan, populasi total mikrob saat panen lebih tinggi dibanding saat awal dan fase vegetatif pada semua pola tanam. Peningkatan mikrob saat panen karena bahan organik yang diberikan ke tanah menyebabkan biota tanah berkembang dengan cepat pada kondisi tanah tidak tergenang (pada saat tanah mulai kering atau lembab). Hal ini juga diperkuat oleh hasil penelitian Simarmata (2005) yang menunjukkan bahwa penambahan bahan organik sangat efektif untuk meningkatkan aktivitas mikrob tanah heterotrof, yaitu bakteri yang menggunakan senyawa organik sebagai sumber karbon dan energi.

Keberadaan populasi total mikrob pada fase panen musim tanam kedua diduga juga disebabkan oleh adanya residu dari musim tanam pertama. Hasil dekomposisi dari residu tanaman musim tanam pertama masih terlihat pada saat pengolahan tanah untuk musim tanam kedua, dan masa dekomposisi baru selesai setelah residu tercampur dengan tanah pada saat umur vegetatif musim tanam kedua.

4.1.2. Total Fungi

Gambar 5 menunjukkan fungi di dalam tanah terdapat dalam berbagai jenis, ukuran dan bentuk yang berbeda. Beberapa spesies muncul sebagai benang-benang dan membentuk seperti koloni, sementara yang lain adalah kelompok yang disebut ragi/yeast. Banyak fungi yang membantu tanaman melalui pemecahan bahan organik atau pelepasan nutrien dari mineral tanah.


(58)

Gambar 5. Koloni fungi pada media Martin Agar (MA)

Fungi umumnya cepat untuk mendekomposisi potongan-potongan besar bahan organik. Beberapa fungi menghasilkan hormon tanaman, sedangkan yang lain menghasilkan antibiotik, termasuk penisilin, bahkan ada jenis fungi yang berbahaya sebagai perangkap nematoda parasit tanaman (Cutler and Hill, 1994).

Tabel 4 menunjukkan bahwa meskipun tidak nyata, nilai rata-rata populasi total fungi pada tanah dengan pola tanam padi-kedelai dan kedelai-kedelai cenderung memberikan nilai lebih tinggi masing-masing 90,87% dan 57,30% dibanding budidaya padi-padi pada saat musim tanam kedua.

Tabel 4. Populasi total fungi pada musim tanam kedua dengan perlakuan dosis pupuk kandang dan pola tanam

Dosis Pupuk kandang

(t ha -1

Pola Tanam )

Rata-rata Padi-Padi Padi-Kedelai Kedelai-Kedelai

-- x 103 SPK g-1 tanah BKM --

20 13,84 30,02 26,13 23,33 A

10 17,92 30,59 23,83 24,12 A

Rata-rata 15,88 a 30,31a 24,98 a

Keterangan : - Angka yang diikuti oleh huruf besar yang sama pada kolom yang sama dan huruf kecil yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.


(1)

Lampiran 5. Analisis sifat kimia awal tanah

Tanah pH H2O pH KCl C-org. N-total P-Bray I P HCl 25% Mg K Ca %

---I 5,9 5,2 2,71 0,22 4,5 42,8 2,06 0,21 6,36 II 5,6 5 1,76 0,17 4,7 44,9 2,04 0,1 7,09 III 5,8 5,1 1,92 0,2 6 57,8 1,81 0,3 5,86


(2)

2 Total fungi

- Padi-Padi 0,136 0,133 Tidak nyata 16,681) - Padi-Kedelai 0,094 0,418 Nyata 13,021) - Kedelai-Kedelai 0,069 0,320 Nyata 12,201)

3 Rhizobium

- Padi-Padi 0,296 0,327 Tidak nyata 29,531) - Padi-Kedelai 0,305 1,597 nyata 18,861) - Kedelai-Kedelai 0,372 1,290 nyata 20,691)

4 Azotobacter

- Padi-Padi 0,034 0,138 Nyata 8,862)

- Padi-Kedelai 0,031 0,284 Nyata 8,232)

- Kedelai-Kedelai 0,030 0,090 Tidak nyata 8,572)

5 Azospirillum

- Padi-Padi 0,005 0,138 Nyata 4,062)

- Padi-Kedelai 0,002 0,047 Nyata 2,662)

- Kedelai-Kedelai 0,005 -0,055 Tidak nyata 4,042) 6 Mikrob pelarut fosfat

- Padi-Padi 0,426 -0,126 Tidak nyata 20,151) - Padi-Kedelai 0,576 0,224 Tidak nyata 23,311) - Kedelai-Kedelai 0,310 0,360 Tidak nyata 17,531) 7 Mikrob sellulotik

- Padi-Padi 0,168 1,098 Nyata 14,511)

- Padi-Kedelai 0,281 1,230 Nyata 18,271) - Kedelai-Kedelai 0,133 1,231 Nyata 11,901) Keterangan :

1)

Data transformasi dengan x+1 2)


(3)

lampiran 7 : Pengambilan sampel tanah, (a) lahan kedelai, (b) lahan padi

(a) (b)

lampiran 8 : Isolasi di Laboratorium

(a) Persiapan pengenceran (b) Isolat

(a) (b)

Lampiran 9 : Pengambilan bintil akar tanaman kedelai (a) dicongkel dari dalam tanah dengan garu (b) tanah ikut diangkat agar bintil tidak lepas


(4)

79

Lampiran 10 : (a) Koloni total mikrob (b) Koloni total fungi

(a) (b)

Lampiran 11 : (a) Koloni Azotobacter (b) Koloni Rhizobium

(a) (b)

(a) (b)

Lampiran 12 : (a) Koloni mikrob pelarut fosfat, (b) Koloni mikrob sellulotik


(5)

(a) (b)

Lampiran 13 : (a) Tebentuknya pelikel, terjadi perubahan warna media menjadi biru (b) Tidak terbentuk pelikel, tidak terjadi perubahan warna media


(6)