Pada unsur Fe, Mn, Zn, dan Cu meningkat pada jenis tanah dengan bahan induk granit, kapur, dan batu pasir Inthasan et al., 2002.
2.2.4. Sifat Biologi
Informasi mengenai pengaruh pemberian abu terbang pada sifat biologi tanah sangat langka
. Hasil percobaan laboratorium mengungkapkan beberapa
aplikasi abu terbang khususnya untuk tanah berpasir sangat menghambat respirasi mikroba, aktivitas enzim dan proses nitrifikasi. Efek samping yang sebagian
disebabkan oleh tingkat garam terlarut yang berlebihan. Namun, konsentrasi garam larut mengalami penurunan karena pelapukan abu terbang selama proses
pencucian, sehingga mengurangi efek yang merugikan dari waktu ke waktu Basu et al.
, 2009.
2.3. Pemanfaatan dan Potensi Abu Terbang
Beberapa laporan tersedia berhubungan dengan penggunaan abu terbang sebagai peubah tanah untuk pertumbuhan tanaman. Penggunaan yang aman abu
terbang yang dikombinasi pada tanah pertanian menjadi usaha yang sangat menjanjikan untuk lingkungan, yang dapat meningkatkan kesuburan tanah dan
memperkaya unsur hara tanah, sangat membantu dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil panen tanaman. Abu terbang batubara sebesar 5
dapat menghasilkan perkecambahan biji lebih tinggi dan akar selada Lactuca sativa
lebih panjang. Respon terhadap aplikasi abu terbang dapat bervariasi secara luas dari yang bermanfaat sampai yang beracun tergantung pada berbagai
konsentrasi elemen yang ada di dalamnya. Aplikasi abu terbang pada konsentrasi yang lebih rendah dari 0,5-1,0 tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap
perkecambahan dan pertumbuhan bibit Basu et al., 2009. Abu terbang dapat digunakan untuk tujuan pengapuran karena mengandung
CaO dan MgO. Kemampuan pengapuran atau daya netralisasi abu terbang mempunyai variasi yang besar tergantung pada sumber abu dan proses pelapukan.
Daya netralisasi abu terbang berkorelasi negatif dengan kandungan Fe dan Si serta berkorelasi positif dengan Ca dan Mg Haynes, 2009.
Lestari et al. 2004 juga melaporkan bahwa pemberian abu batubara dalam dosis yang rendah 2 pada tanah dapat meningkatkan kandungan unsur hara
dalam tanah. Pemberian abu batubara pada tanaman sengon Paraserianthes falcataria
L. memberikan respon yang cukup baik untuk diameter batang, tinggi tanaman, dan bobot kering tajuk terutama pada abu dasar dengan dosis 2 dan
abu terbang dengan dosis 1. Berdasarkan penelitian Rosmanah et al. 2004, abu terbang dapat meningkatkan kandungan Ca, Mg, dan KTK tanah sedangkan
abu dasar dapat meningkatkan pH dan kandungan kalsium. Selanjutnya Ramadina 2003 melaporkan bahwa penambahan abu terbang
dengan dosis 5, 10, 15, dan 30 tonha pada tanah gambut dapat meningkatkan pH dan basa-basa secara nyata. Kadar unsur-unsur dalam filtrat pada percobaan
dengan metode batch dan perkolat pada percobaan leaching test tidak melebihi ambang batas kriteria mutu air untuk mengairi pertanaman kelas II yang terdapat
pada PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Universitas Pertanian Punjab mengamati bahwa aplikasi abu terbang 10 tonha dapat meningkatkan hasil gandum dari 21,5 kwha menjadi 24,1 kwha;
kapas 1245 kgha menjadi 1443 kgha. Mereka juga menemukan bahwa penambahan abu terbang 0-80 tonha meningkatkan hasil padi dari 61,82 kwha
menjadi 63.58 kwha Aktar, 2008. Fakultas Pertanian Raichur mengamati bahwa hasil kacang tanah meningkat
dari 24.1 kwha menjadi 31.9 kwha dengan aplikasi abu terbang sebesar 20 tonha. Pada sistem tumpangsari padi dan kacang tanah, aplikasi abu terbang 10
tonha meningkatkan hasil padi rata-rata 14 dan polong kacang tanah 26 dibanding dengan kontrol. Aplikasi abu terbang 10 tonha dikombinasi dengan
sumber organik dan anorganik pada satu musim dengan tumpangsari padi dan kacang tanah meningkatkan hasil keduanya secara nyata dibanding dengan hanya
menggunakan pupuk kimia Aktar, 2008. Beberapa sifat kimia tanah gambut seperti pH, P, kadar basa-basa K, Na,
Ca, dan Mg serta persentase kejenuhan basa dapat meningkat setelah pemberian abu terbang pada empat dosis yang berbeda. Penurunan terjadi pada nilai KTK
yang menurun dari 87,02 me100 g hingga menjadi 54,08 me100 g. Penurunan KTK ini terjadi karena semakin rendahnya porsi gambut per satuan berat tertentu
akibat semakin meningkatnya porsi abu terbang Iskandar et al., 2008.
Abu terbang masih sangat potensial untuk dikembangkan pada produk pertanian yang dapat dimakan, namun perlu diterapkan beberapa faktor dalam
pemanfaatannya, seperti batas asupan logam berat per hari yang diperbolehkan, pengembangan pemanfaatan abu terbang lebih diutamakan pada tanaman
penghasil biji dan tanaman penghasil minyak, serta penggunaan kultivar yang memiliki kemampuan rendah dalam mengakumulasi logam berat Hayati, 2010.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Analisis kimia abu terbang dilakukan di Laboratorium Genesis dan Klasifikasi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Balai Penelitian Tanah, Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan Maret sampai Agustus 2010.
3.2. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah abu terbang yang sudah tertimbun selama enam bulan dan lima tahun pada landfiil, serta abu terbang segar yang diambil
dari Electrostatic Presipitator ESP dari PLTU Suralaya.
3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Pengambilan Contoh Abu Terbang
Pengambilan contoh abu terbang dilakukan pada 3 sumber, yaitu langsung dari Electrostatic Precipitator ESP, abu terbang berumur 6 bulan dari landfiil
seluas 4 ha Gambar Lampiran 2, dan dari abu terbang berumur 5 tahun yang telah tertimbun tanah Gambar Lampiran 1. Contoh abu terbang dari landfiil
berumur enam bulan diambil pada kedalaman 20 cm, diambil secara acak sebanyak 1 kg abu terbang, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik dan
diberi label. Abu terbang berumur 5 tahun diambil dari timbunan tanah dengan kedalaman 30 cm dan ketebalan abu terbang di bawah tanah 8 cm, diambil secara
acak sebanyak 1 kg abu terbang, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label, yang selanjutnya ditentukan sifat kimia dan kadar unsurnya.
3.3.2. Metode Perkolasi
Untuk mencapai tujuan penelitian digunakan metode perkolasi leaching test
, dapat dilihat pada Gambar Lampiran 4. Pada metode ini, abu terbang dengan bobot masing-masing 250 gram, dimasukkan ke dalam tabung perkolasi, lalu
setiap hari masing-masing tabung perkolasi dialiri dengan aquadest sekitar 100 ml selama tiga bulan. Air yang terperkolasi perkolat ditampung dalam jerigen.
Perkolat diukur setiap satu bulan sekali untuk menentukan pH, EC Electrical