VI. GEJALA KLINIS
Pada anamnesis pasien, bisa didapatkan beberapa gejala klinis pada pasien yang terkait dengan perjalan penyakit keratitis pungtata superfisial. Pasien
dapat mengeluhkan adanya rasa nyeri, pengeluaran air mata berlebihan, fotofobia, penurunan visus, sensasi benda asing, rasa panas, iritasi okuler dan
blefarospasme. Oleh karena korea memiliki banyak serat – serat saraf, kebanyakan lesi kornea baik supervisial ataupun profunda, dapat menyebabkan
nyeri dan fotofobia. Nyeri pada keratitis diperparah degan pergerakan dari palpebral umunnya palpebral superior terhadap kornea dan biasanya menetap
hingga terjadi penyembuhan karena kornea bersifat sebagai jendela mata dan merefraksikan cahaya, lesi kornea sering kali mengakibatkan penglihatan
menjadi kabur, terutama ketika lesinya berada dibagian Sentral.
4
Pada keratitis pungtata superfisial didapatkan lesi kornea berupa lesi epithelia multiple sebanyak 1 – 50 lesi rata – rata sekitar 20 lesi didapatkan.
Lesi epithelia yang didapatkan pada keratitis pungtata superfisial berupa kumpulan bintik – bintik kelabu yang berbentuk oval atau bulat dan cenderung
berakumulasi di daerah pupil. Opasitas pada kornea tersebut tidak tampak
19
apabila di inspeksi secara langsung, tetapi dapat dilihat dengan slitlamp ataupun loup setelah diberi flouresent.
3
Sensitifitas kornea umumnya normal atau hanya sedikit berkurang, tapi tidak pernah menghilang sama sekali seperti pada keratitis herpes simpleks.
Walaupun umumnya respons konjungtiva tidak tampak pada pasien akan tetapi reaksi minimal seperti injeksi konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien.
4
VII. DIAGNOSIS
Kecurigaan akan adanya keratitis pada pasien dapat timbul pada pasien yang datang dengan trias keluhan keratitis yaitu gejala mata merah, rasa silau
fotofobia dan merasa kelilipan blefarospasma. Adapun radang kornea ini biasanya diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis
superfisial dan interstisial atau profunda. Keratitis superfisial termasuk lesi inflamasi dari epitel kornea dan membran bowman superfisial terkait.
2
Fluoresein adalah pewarna khusus yang dipakai untuk memulas kornea dan menonjolkan setiap ketidakteraturan pada permukaan epitelnya. Fluoresein
topikal merupakan larutan pewarna water-soluble yang non-toksik dantersedia dalam berbagai bentuk, contohnya disertai dengan obat anestetik benoxinate or
propracaine atau dengan antiseptik povidoneiodine. Secarik kertas steril dengan fluoresein dibasahi dengan saline steril atau anestetik lokal dan ditempelkan pada
permukaan dalam palpebra inferior untuk memindahkan pewarna kekuningan itu ke dalam lapis air mata.
2,8
Flourenscein dapat melakukan penetrasi pada intraseluler kornea, namun jika lapisan epitel kornea intak maka larutan flourensceins ini tidak bisa
menembus epitel. Larutan flourenscein ini lebih mudah diobservasi pada kornea dibandingkan pada konjungtiva, maka pemeriksaan flourenscein ini merupakan
pemeriksaan yang dibutuhkan dalam mengevaluasi kelainan di kornea. Larutan floresens diteteskan pada mata dan mata diperiksa dengan menggunakan slit lamp
ataupun dengan iluminasi terang dan melihat menggunakan loup. Hal tersebut dapat memberikan gambaran defek epithelial. Pola distribusi flouresensi yang
spesifik dapat sebagai informasi yang berguna dalam menegakkan kemungkinan etiologi dan keratitis pungtata superfisial.
9
20
Pemeriksaan laboratorium dengan melakukan kultur dari flora kornea dilakukan selama terjadi inflamasi aktif dapat membantu dalam penelitian
selanjutnya akan tetapi hal tersebut tidak begitu signifikan dalam penegakan diagnosis dan penatalaksana penyakit keratitis pungtata superfisial. Pemeriksaan
pencitraan dengan menggunakan fotografi slit lamp untuk mendokumentasikan inflamasi aktif dan periode inaktivitas dapat dilakukan tapi hal tersebut juga tidak
begitu penting dalam penegakan diagnosis maupun penanganan penyakit.
6
VIII. DIAGNOSIS DIFERENTIAL Uveitis