Perjanjian Ekstradisi Ditinjau dari Hukum Internasional

BAB IV PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI MELALUI

PEMANFAATAN SARANA PERJANJIAN EKSTRADISI

A. Perjanjian Ekstradisi Ditinjau dari Hukum Internasional

Pembuatan perjanjian-perjanjian mengikuti suatu prosedur yang kompleks dan kadang-kadang memakan waktu yang cukup lama. Dikatakan kompleks karna terutama harus ditentukan siapa yang mempunyai wewenang di suatu negara di bidang pembuatan perjanjian treaty making powers, lalu ditunjuklah wakil atau wakil-wakil negara untuk berunding atas nama pihak yang berwenang dengan dilengkapi suatu surat penunjukan resmi yang dinamakan surat kuasa penuh full powers. 102 Pembuatan perjanjian internasional biasanya melalui beberapa tahap, yaitu perundingan negotiation, penandatanganan signature, dan pengesahan ratification. Ada perjanjian yang dapat berlaku hanya melalui dua tahap saja, yaitu perundingan dan penandatanganan, dan ada pula perjanjian, biasanya perjanjian yang penting sifatnya yang berlaku harus melalui tiga tahap tersebut. 103 Perjanjian ekstradisi adalah salah satu bentuk dari perjanjian internasional yang bersifat bilateral, yakni antara dua pihak, maupun multilateral, yakni beberapa pihak. 104 102 Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Bandung: Alumni, 2001, hal. 83. 103 Ibid 104 Mochtar Kusumaatmadja, Pengangar Hukum Internasional, Bandung, Binacipta, 1976, hal. 86. Perjanjian ekstradisi merupakan perjanjian yang mengatur mengenai masalah politik, pertahanan dan keamanan. Oleh karena itu, diperlukan tiga tahap dalam pembuatannya. Universitas Sumatera Utara Setelah berakhirnya perundingan, maka pada teks perjanjian yang disetujui oleh wakil-wakil berkuasa penuh dibubuhkan tanda tangan. Fungsi tanda tangan signature adalah memberikan persetujuan terhadap teks perjanjian dan belum merupakan suatu perjanjian yang mengikat negara-negara penanda tangan. 105 Tindakan selanjutnya setelah penandatanganan oleh wakil berkuasa penuh full powers adalah para delegasi meneruskan naskah perjanjian tersebut kepada pemerintahnya untuk meminta persetujuan. Untuk ini dibutuhkan penegasan oleh pemerintah, penegasan tersebut dinamakan denan ratifikasi atau pengesahan. 106 Dalam Pasal 2 dua konvensi wina 1969, ratifikasi didefinisikan sebagai tindakan internasional dimana suatu negara menyatakan kesediaannya atau melahirkan persetujuan untuk diikat oleh suatu perjanjian internasional. 107 Selanjutnya berdasarkan Pasal 26 ayat 2 huruf a Undang-undang Nomor 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, yang menyatakan salah satu tugas dan wewenang DPR adalah membantuk undang-undang yang harus dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan Berdasarkan Pasal 10 huruf a Undnag-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, yang menyebutkan bahwa perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang apabila berkenaan dengan masalah politik, perdamaian, pertahanan dan keamanan negara. Maka perjanjian ekstradisi harus disahkan melalui undang-undang. 105 Rosmi Hasibuan, Op. cit, hal. 16. 106 Ibid, hal. 17. 107 Pasal 2 Wina Convention Universitas Sumatera Utara bersama. 108

B. Pemanfaatan Perjanjian Ekstradisi dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi