Analisis Kesiapan Pasangan Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) untuk Pelepasliaran Ditinjau dari Perilaku Kawin di Javan Gibbon Center

ANALISIS KESIAPAN PASANGAN OWA JAWA (Hylobates moloch
Audebert, 1798) UNTUK PELEPASLIARAN DITINJAU DARI
PERILAKU KAWIN DI JAVAN GIBBON CENTER

DITA HARISTYANINGRUM

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Kesiapan
Pasangan Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) untuk Pelepasliaran
Ditinjau dari Perilaku Kawin di Javan Gibbon Center” adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Dita Haristyaningrum
E34090081

ABSTRAK
DITA HARISTYANINGRUM. Analisis Kesiapan Pasangan Owa Jawa
(Hylobates moloch Audebert, 1798) untuk Pelepasliaran Ditinjau dari Perilaku
Kawin di Javan Gibbon Center. Dibimbing oleh ACHMAD MACHMUD
THOHARI dan BURHANUDDIN MASYUD.
Owa jawa merupakan satwa endemik Pulau Jawa yang tergolong satwa
endangered. Potensi reproduksi owa jawa yang monogami tergolong rendah.
Salah satu kriteria keberhasilan pelepasliaran owa jawa dapat dilihat dari
keberhasilan reproduksi dan perilaku kawinnya. Penelitian dilakukan di Pusat
Penyelamatan dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Center) untuk
mengetahui kesesuaian pasangan yang telah terbentuk dan mengamati tanda–
tanda kecenderungan kawin owa jawa. Pengamatan dilakukan pada 2 pasang owa
jawa bernama Asep-Dompu dan Robin-Moni menggunakan metode scan

sampling. Pencatatan menggunakan teknik one-zero sampling untuk aktivitas
harian, dan secara ad-libitum untuk perilaku kawin. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pasangan Asep-Dompu memiliki ikatan pasangan yang lebih besar
dibandingkan Moni. Hal ini terlihat dari aktivitas allogrooming, istirahat bersama,
dan berbagi makanan. Perilaku kawin pada pengamatan tidak teramati, akan
tetapi, tanda-tanda menuju perilaku kawin sudah teramati.
Kata kunci: kesiapan pelepasliaran, owa jawa, perilaku kawin

ABSTRACT
DITA HARISTYANINGRUM. Analyze of readiness Javan Gibbon Couple
(Hylobates moloch Audebert, 1798) for Release according breeding behavior in
Javan Gibbon Center. Supervised by ACHMAD MACHMUD THOHARI and
BURHANNUDDIN MASYUD.
Javan gibbon is one of the endemic wildlife in Javan whose endangered.
The potency of javan gibbon reproduction whose monogamy is low. One criteria
of reintroduction and a release pair of Javan gibbon are succeeding in
reproduction. Research is doing in Javan Gibbon Center for 2 pairs of Javan
Gibbon, that is Robin-Moni and Asep-Dompu. The aims of this research is to
know the suited javan gibbon couple and watch the sign of breeding tendency of
javan gibbon. Observe use scan sampling method and record with one-zero

sampling for daily activity and ad-libitum method for breeding behavior. The
result of this research is indicate that Asep-Dompu has closer than Robin-Moni. It
shows from pair association whose doing by Asep-Dompu, like allogrooming,
sleep together, and feed sharing. Breeding activity is not observed in this research
from 2 pairs of javan gibbon, but the sign whose indicate to occur copulation was
detected.
Keywords: breeding behavior, javan gibbon, readiness of release

ANALISIS KESIAPAN PASANGAN OWA JAWA (Hylobates moloch
Audebert, 1798) UNTUK PELEPASLIARAN DITINJAU DARI
PERILAKU KAWIN DI JAVAN GIBBON CENTER

DITA HARISTYANINGRUM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Kesiapan Pasangan Owa Jawa (Hylobates moloch
Audebert, 1798) untuk Pelepasliaran Ditinjau dari Perilaku Kawin
di Javan Gibbon Center
Nama
: Dita Haristyaningrum
NIM
: E34090081

Disetujui oleh

Dr Ir Achmad Machmud Thohari, DEA
Pembimbing I

Tanggal Lulus:


2 AI

"....

lu

Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS
Pembimbing II

Judul Skripsi : Analisis Kesiapan Pasangan Owa Jawa (Hylobates moloch
Audebert, 1798) untuk Pelepasliaran Ditinjau dari Perilaku Kawin
di Javan Gibbon Center
Nama
: Dita Haristyaningrum
NIM
: E34090081

Disetujui oleh


Dr Ir Achmad Machmud Thohari, DEA
Pembimbing I

Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah
mengenai perilaku owa jawa, dengan judul Analisis Kesiapan Pasangan Owa Jawa
(Hylobates moloch Audebert, 1798) untuk Pelepasliaran Ditinjau dari Perilaku
Kawin di Javan Gibbon Center.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Achmad Machmud
Thohari, DEA dan Bapak Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, MS selaku komisi
pembimbing atas masukan, arahan, dan dukungan moril serta materilnya yang
sangat membantu penulis. Bapak Anton Ario selaku Manager Javan Gibbon
Center (JGC), staff JGC (Mas Ayung, Kang Radi, Mang Icas, dan Pak Komar),
Mbak Iip, Mbak Christy, serta staff CI (Conservation International) Indonesia
lainnya yang telah banyak membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orangtuaku, kakak
dan adikku atas kasih sayang dan dukungannya. Terima kasih banyak juga penulis
sampaikan untuk Yohanna, Joko, Tane, Intannia, Irma, Alya, Dyah, Depol, Sinta,
Elis yang telah bersedia membantu penulis sejak pengumpulan data hingga
penyusunan skripsi, serta ungkapan terima kasih untuk keluarga DKSHE,
HIMAKOVA, dan Anggrek Hitam (KSHE „46) atas segala doa, cerita,
kebersamaan, persahabatan dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013
Dita Haristyaningrum

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Aktivitas Harian

2

Perilaku Kawin

4

METODE

5


Lokasi dan Waktu

5

Alat dan Bahan

5

Jenis Data

5

Teknik Pengambilan Data

6

Analisis Data

7


HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

8

Pasangan Owa Jawa

9

Aktivitas Harian

9

Kesesuaian Pasangan Owa Jawa

15

Kecenderungan Perilaku Kawin

17

SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

20

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Tipe suara owa jawa
Jenis dan metode pengambilan data
Frekuensi aktivitas harian owa jawa di JGC
Waktu dan jenis pakan yang diberikan di JGC
Presentase rata-rata aktivitas asosiasi pasangan owa jawa

3
5
10
10
15

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Posisi makan owa jawa: (a) menggantung dan (b) duduk
Presentase aktivitas harian owa jawa
Posisi owa jawa istirahat: (a) tidur, (b) duduk, dan (c) menggantung
Frekuensi rata-rata aktivitas sosial yang teramati selama pengamatan
Durasi waktu bersuara antara jantan dan betina
Allogrooming oleh Asep-Dompu (a) di atas box dan (b) di atas bambu
Aktivitas allogrooming pada Asep dan Dompu
Asosiasi pasangan pada pasangan owa jawa: (a) bermain, (b) berbagi
makanan
9 Perilaku menunjukkan bagian belakang (genital) individu betina pada
individu jantan
10 Perbandingan persentase kesesuaian pasangan dan aktivitas kawin pada
owa jawa

11
11
12
13
14
14
16
16
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Peta lokasi Javan Gibbon Center
Kandang pasangan owa jawa yang diamati
Pasangan Owa Jawa Asep-Dompu
Pasangan Owa Jawa Robin-Moni

22
23
24
24

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1798) merupakan salah satu satwa
endemik yang tersebar hanya di Jawa Tengah (H. moloch pongoalsoni) dan di
Jawa Barat (H. moloch moloch) (Supriatna 2006). Supriatna dan Wahyono (2000)
menyebutkan bahwa H. moloch moloch terdapat pada hutan-hutan di Jawa Barat
yang dilindungi. Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Gunung
Halimun Salak, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Cagar Alam
Gunung Simpang merupakan habitat bagi owa jawa. H. moloch pongoalsoni
ditemukan di sekitar Gunung Slamet sampai ke sekitar pegunungan Dieng di Jawa
Tengah.
Owa jawa merupakan primata yang tergolong ke dalam satwa prioritas
tinggi dalam dokumen strategis konservasi spesies nasional 2008-2018
(Mardiastuti et al. 2008). Spesies ini merupakan salah satu satwa yang masuk ke
dalam Apendiks I CITES, serta berstatus endangered dalam situs IUCN
(Andayani et al. 2008). Hal tersebut disebabkan habitat owa jawa kini semakin
berkurang, seperti yang dijelaskan Supriatna (2006) bahwa faktor fragmentasi
hutan menyebabkan ancaman yang serius bagi kelestarian owa jawa. Maraknya
perdagangan owa sebagai peliharaan juga menjadi ancaman bagi populasi owa
jawa. Spesies bermarga Hylobatidae ini tercatat memiliki total populasi antara
4000-4500 individu (Jawa Barat 3000–3400 individu, Jawa Tengah 1000-1100
individu) (Nijman 2004).
Faktor lain adalah rendahnya angka populasi owa, salah satunya disebabkan
potensi reproduksi owa jawa yang tergolong rendah. Owa jawa juga umumnya
diketahui hanya dapat melahirkan satu anak setiap melahirkan dalam rentang
waktu ±2-3 tahun. Owa jawa bersifat monogami yang artinya setia dengan satu
pasangannya. Kondisi ini juga menyebabkan penambahan jumlah populasinya
tidak terlalu banyak.
Upaya konservasi untuk menyelamatkan populasi owa jawa mulai banyak
dilakukan secara eksitu. Di Indonesia, owa jawa belum banyak berhasil
dikembangbiakan dengan sukses di dalam kebun binatang (Nijman 2006,
Supriatna 2006). Salah satu pusat penyelamatan dan rehabilitasi yang telah
berhasil mengembangbiakan pasangan owa jawa adalah Javan Gibbon Center.
Keberhasilan pelepasliaran owa jawa dari suatu pusat penyelamatan
dipengaruhi pula oleh keberhasilan pengembangbiakannya. Salah satu kriteria
pelepasliaran owa menurut Cheyne (2008, 2012) adalah pasangan owa jawa
menghabiskan minimal 7% dari total aktivitasnya dalam berasosiasi positif, atau
setidaknya 3% dari waktu aktifnya dihabiskan untuk allogrooming, serta harus
dapat melakukan kopulasi. Cheyne (2004) diacu dalam Rahman (2011) juga
menyebutkan bahwa ikatan pasangan yang kuat dan dapat melakukan kopulasi
serta memiliki kemampuan hidup adalah syarat utama pelepasliaran owa.
Supriatna (2006) juga menyebutkan bahwa langkah awal untuk memahami
keberhasilan program pengembangbiakan adalah melalui perilaku reproduksi dan
fisiologis satwa tersebut. Salah satu cara melihat keberhasilan perilaku reproduksi
yang terjadi adalah dengan memahami terlebih dahulu tanda-tanda perilaku kawin

2
yang menuju ke arah kopulasi, termasuk kesesuaian pasangan yang terbentuk
antara owa jawa yang dijodohkan.

Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengetahui kesesuaian pasangan yang telah
terbentuk dan mempelajari tanda-tanda kecenderungan perilaku kawin owa jawa
di pusat penyelamatan dan rehabilitasi owa jawa, serta kesiapan pasangan owa
jawa untuk dilepasliarkan berdasarkan perilaku kawinnya.

Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan:
1. Informasi mengenai ikatan pasangan yang terbentuk serta tanda-tanda perilaku
kawin owa jawa yang berada di Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Owa
Jawa Javan Gibbon Center.
2. Bahan pertimbangan bagi pengelolaan owa jawa sebelum dilakukan tahap
pelepasliaran ke alam.

TINJAUAN PUSTAKA
Aktivitas Harian
Aktivitas adalah kegiatan yang dilakukan pada waktu aktif satwa yang
berhubungan dengan ruang dan waktu. Menurut Campbell et al. (2004), perilaku
adalah apa yang dilakukan oleh seekor hewan dan bagaimana hewan tersebut
melakukannya. Aktivitas harian pada owa jawa meliputi makan, bergerak,
istirahat, dan sosial.
Makan
Makan merupakan aktivitas yang paling sering dilakukan oleh satwa sebagai
pemberi energi untuk aktivitasnya. Owa jawa merupakan satwa frugivora
(pemakan buah) namun juga sering memakan jenis makanan lain seperti serangga,
daun dan sayuran. Aktivitas mencari makan owa jawa menurut Rahman (2011)
dilakukan pada pagi hari, siang setelah beristirahat hingga menjelang sore. Owa
jawa dapat melakukan aktivitas tersebut dengan berbagai posisi yaitu duduk,
bergantung dan berdiri dengan satu atau kedua tungkai bebas mengambil makanan
(Kappeler 1981 diacu dalam Prastyono 1999). Owa jawa diketahui mengkonsumsi
buah lebih cepat dibandingkan dengan sayuran (Amarasinghe dan Amarasinghe
2010).
Bergerak
Owa merupakan primata yang melakukan aktivitas hariannya secara
arboreal dengan cara brakiasi. Amarasinghe dan Amarasinghe (2010) menjelaskan
bahwa terdapat 4 tipe pergerakan owa jawa, yaitu berayun (branchiation),

3
memanjat (climbing), melompat (jumping), dan berjalan menggunakan kedua
tungkainya (bipedal). Prastyono (1999) menjelaskan bahwa owa jawa juga dapat
melakukan pergerakan dengan cara berjalan secara bipedal di permukaan tanah
dengan cara mengangkat tinggi lengannya untuk menjaga keseimbangan dan
tangannya tidak terseret di tanah.
Istirahat
Aktivitas istirahat adalah kondisi owa jawa ketika tidak melakukan aktivitas
apa-apa dalam masa aktifnya. Owa jawa tidur dengan posisi berbaring atau duduk
dengan menempelkan pantatnya di atas dahan, menekuk kedua lutut mendekati
dada, kemudian tangan mendekap tubuh dan kepala tunduk dimasukkan di antara
lutut dan tangan (Oktaviani 2009). Riendrasari et al. (2009) menjelaskan bahwa
aktivitas istirahat yang di lakukan owa jawa di pengkaran PSSP (Pusat Studi
Satwa Primata) IPB dengan cara duduk diam di tempat bersandar, duduk
memandangi individu lain, duduk di dahan pohon, berbaring. Penelitian
Kurniawati (2010) juga menyebutkan bahwa aktivitas istirahat adalah aktivitas
yang paling banyak dilakukan oleh owa jawa.
Sosial
Perilaku sosial adalah interaksi yang dilakukan oleh individu owa jawa
terhadap individu lainnya. Perilaku sosial marga Hylobatidae menurut Ladjar
(1995) diacu dalam Prastyono (1999) antara lain antara lain berkutu-kutuan
(grooming), bersuara (vocalization), dan bermain (playing) yang sebagian besar
perilaku ini dilakukan oleh individu-individu muda.
Bersuara merupakan suatu aktivitas yang berfungsi sebagai penanda teritori
wilayah atau sebagai pengurang resiko dimangsa oleh predator. Perilaku bersuara
oleh individu jantan juga dapat menunjukkan panggilan yang berarti kesiapan
aktivitas seksualnya (Oktaviani 2009). Semua jenis owa memiliki suara yang
keras dan panjang, serta berpola (well-patterned song). Geissman dan Nijman
(2006), membagi tipe suara owa jawa menjadi 6 (Tabel 1).
Tabel 1 Tipe suara owa jawa
Jenis Suara
Keterangan
Female
Suara „wa‟ rendah dan singkat, kemudian terjadi suara klimaks
song bout
dengan volume tinggi dan disertai dengan gerakan. Durasinya
sekitar 3-18 menit
Scream bout Suara „wa‟ rendah dan singkat dengan berteriak atau menjerit
Harassing
Jeritan pendek dan keras disertai gerakan agresif, dapat
call bout
dilakukan oleh semua angggota keluarga jika merasa terancam
Communal
Suara „wa‟ rendah dan kencang, lama durasi suara seperti lama
call bout
suara betina.
Male song Suara „wa‟ dengan beberapa variasi not dan frase pendek,
bout
termasuk berteriak. Beberapa jantan dalam populasi terkadang
bersuara secara bersamaan dengan durasi 8-42 menit
Disturbance Teriakan yaitu suara „wa‟ dalam frekuensi tinggi, terjadi dalam
hoot bout
beberapa menit
Sumber: Geissman dan Nijman (2006)

4
Berbeda dengan Geissman dan Nijman, suara owa jawa menurut Sutrisno
(2001) ada tiga jenis, yaitu suara pagi hari (morning call) yang dilakukan oleh
individu betina dewasa sebagai penanda teritori. Suara tanda bahaya (alarm call)
karena ada bahaya dari predator serta melindungi daerah teritorinya, jenis suara
ini dikeluarkan oleh semua anggota kelompok. Suara pada kondisi tertentu
(conditional call) yang dikeluarkan oleh individu owa jawa tanpa alasan tertentu.
Owa jawa melakukan aktivitas bersuara pada pagi hari (Geissman dan
Nijman 2006). Pada pagi hari, owa jawa akan mengeluarkan suara berupa
lengkingan nyaring yang disebut morning call dengan durasi antara 10–30 menit
yang dapat diidentifikasi hingga radius 500–1.500 m (Rahman 2011). Individu
betina lebih berperan besar dalam penandaan teritori atau daerah jelajahnya
sehingga menurut Rahman (2011), owa jawa betina lebih sering mengeluarkan
suara dibandingkan jantan

Perilaku Kawin
Owa jawa merupakan satwa monogami yang hanya setia pada pasangannya
selama hidup. Owa dewasa biasanya hidup soliter atau berpasangan dan
mempertahankan wilayah teritorinya bersama-sama pasangannya tersebut
(Amarisinghe dan Amarisinghe 2010). Owa jawa rata-rata melahirkan 1 anak
setiap kali melahirkan dengan masa hamil sekitar 210 hari (7 bulan) (Hodgkiss et
al. 2009). Jarak atau interval kelahiran pada owa jawa biasanya berkisar antara 2–
3 tahun setelah kelahiran pertama.
Hodgkiss et al. (2009) menyebutkan bahwa dewasa kelamin pada owa jawa
di penangkaran antara 6.5–7 tahun, hampir sama seperti di alam yang berkisar
antara 6–8 tahun (Geissmann 1991 diacu dalam Amarisinghe dan Amarisinghe
2010). Siklus reproduksi pada penelitian Hodgkiss et al. (2009) menunjukkan
bahwa tanda–tanda reproduksi pada betina ditunjukkan dengan pembengkakan
pada bagian kelaminnya dengan rata-rata siklus 27 hari dan lama siklus
menstruasi sekitar 26 hari.
Perilaku reproduksi biasanya ditandai dengan perilaku afiliatif yang
menimbulkan terjadinya kopulasi. Amarasinghe dan Amarasinghe (2010)
menyebutkan bahwa perilaku afiliatif yang terjadi terdiri dari bercumbu
(courtship) dan kopulasi. Courtship dilakukan dengan cara mengikuti dan kontak
dengan pasangannya, kemudian istirahat bersama atau berkutuan. Biasanya owa
menciumi tubuh pasangannya, mulai dari kepala hingga punggung dan betina
lebih sering berinisiatif menelisik tubuh pasangannya terlebih dahulu. Kurniawati
(2010) menyebutkan perilaku courtship meliputi mendekat, menjauh, mengikuti,
kontak tubuh, asosiasi pasif yaitu tidak terjadinya perilaku pasangan saat posisi
individu jantan dan betina berada pada jarak yang terjangkau untuk melakukan
perilaku pasangan (berkisar 1m), menelisik individu lain (allogrooming), melihat
kelamin pasangannya, menciumi tubuh individu lain dan mencoba kawin.
Kopulasi biasanya terjadi dengan posisi dorso-ventral, dan beberapa
kopulasi terjadi tanpa adanya aktivitas menaiki (mounting). Kopulasi terjadi
melalui beberapa tahap yaitu dimulai dengan mendekati pasangannya,
memperlihatkan panggul, ejakulasi, turun dari tubuh pasangannya jika terjadi
mounting. Apabila sudah terjadi ejakulasi, bagian kelamin betina akan basah dan

5
jantan akan menjilati untuk membersihkannya (Amarasinghe dan Amarasinghe
2010). Kurniawati (2010) juga menjelaskan, indikasi terjadinya ejakulasi dapat
diketahui melalui basahnya penis jantan yang merupakan sisa semen maupun
menggumpalnya rambut disekitar daerah genital akibat tetesan semen.

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Owa Jawa
Javan Gibbon Center (JGC), Seksi Wilayah Konservasi II Bodogol, Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango (Lampiran 1). Waktu penelitian dilakukan
mulai 7 Juni hingga 20 Juli 2013 pada 2 kandang pasangan owa jawa di JGC.
Pengamatan dilakukan 4-5 hari setiap minggunya.

Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk mengamati dua pasang owa jawa
(Robin-Moni dan Asep-Dompu) dalam kandang pasangan (Lampiran 2) adalah:
1. Binokuler untuk mengamati aktivitas owa jawa pada kandang, jika tidak
terlihat karena terlalu jauh.
2. Kamera untuk mendokumentasikan aktivitas pada owa jawa.
3. Alat pengukur waktu untuk mengukur waktu pengamatan.
4. Termohygrometer untuk mengukur suhu dan kelembapan
5. Tallysheet dan alat tulis untuk mencatat data yang diamati.

Jenis Data
Data yang diambil dalam penelitian tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2 Jenis dan metode pengambilan data
No
Jenis data
Parameter yang diambil
Metode
1 Identitas individu Nama, umur, jenis kelamin, Studi pustaka
riwayat kesehatan
2 Ciri morfologi Ciri fisik, warna rambut wajah dan Observasi langsung
individu
bagian tubuh lainnya, ciri fisik
jantan dan betina
3 Aktivitas harian Makan, sosial, bergerak, istirahat
Observasi langsung
4 Perilaku kawin
Pendekatan, pra-kopulasi, kopulasi, Observasi langsung
pasca-kopulasi
5 Pakan
Jenis – jenis pakan, cara pemberian Observasi langsung
pakan, komposisi pakan
dan wawancara
6 Perkandangan
Ukuran kandang, bahan kandang, Observasi langsung
enrichment
dan wawancara

6
Teknik Pengumpulan Data
Aktivitas dan perilaku owa jawa dilakukan dibagi ke dalam dua jenis, yaitu
aktivitas harian dan perilaku kawin.
1. Aktivitas harian meliputi:
a. Makan meliputi aktivitas owa jawa yang dimulai dari memilih, memegang,
hingga memasukkan makanannya ke dalam mulut, menggigit, mengunyah
dan menelannya.
b. Bergerak yaitu perilaku owa jawa berpindah dari satu tempat ke tempat
lainnya. Aktivitas bergerak meliputi brakiasi, berayun, memanjat, lompat
dan berjalan secara bipedal.
c. Sosial meliputi aktivitas yang dilakukan owa jawa dalam berinteraksi
dengan owa jawa lain atau pasangannya. Aktivitas sosial meliputi grooming,
bersuara, agonistik dan bermain.
d. Istirahat yaitu ketika owa jawa tidak melakukan kegiatan apapun. Posisi
istirahat dapat dilakukan dengan cara duduk, berbaring atau tidur.
2. Perilaku kawin owa jawa meliputi cara pasangan owa jawa berperilaku kawin.
Perilaku kawin dibagi menjadi beberapa tahap yaitu:
a. Pendekatan yaitu tanda – tanda perilaku yang menunjukkan akan terjadinya
kopulasi, seperti mendekati, asosiasi pasif, allogrooming, kontak tubuh.
b. Pra kopulasi, biasanya perilaku yang ditunjukkan adalah perilaku sebelum
terjadinya kopulasi pada owa antara lain genital display, social explore
(perilaku menciumi tubuh individu lain) dan mencoba kawin (jantan
berusaha kopulasi).
c. Kopulasi terjadi melalui intromisi, pelvis thrusting, ejakulasi, dan
dismounting jika terjadi mounting.
d. Pasca kopulasi, jantan akan menjilati bagian genital betina yang basah untuk
membersihkan apabila telah terjadi ejakulasi. Perilaku lain yang diamati
adalah, menjauh, mendekat, allogrooming, dan bersuara.
Data dikumpulkan dengan cara pengamatan langsung terhadap obyek
penelitian dengan cara scan sampling, yaitu mencatat sepasang owa jawa yang
berada dalam satu kandang secara bersamaan. Pengamatan dilakukan setiap
selang waktu 5 menit antara pengamatan dan istirahat. Waktu pengamatan
dilakukan pada pukul 06.00-17.00 WIB, mulai owa jawa aktif hingga beristirahat
kembali. Pencatatan aktivitas harian dilakukan dengan metode one-zero sampling,
yaitu dengan memberi nilai 1 pada aktivitas yang terjadi dan 0 pada pada aktivitas
yang tidak terjadi (Altmann 1974). Perilaku kawin owa jawa secara khusus juga
dicatat secara deskriptif menggunakan metode ad libitum sampling, yaitu dengan
mencatat aktivitas yang dilakukan secara tak terbatas.
Wawancara terhadap pengelola atau perawat owa jawa digunakan untuk
memperoleh data tambahan mengenai owa jawa yang ada. Data lain yang
menunjang data observasi juga diperoleh melalui studi pustaka pada literaturliteratur ilmiah seperti jurnal, skripsi, dan publikasi ilmiah lainnya.

7
Analisis Data
Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif untuk
menjawab tujuan yang ingin dicapai.
Aktivitas Harian
Ativitas harian yang teramati dianalisis secara kuantitatif dengan cara
menghitung presentase suatu jenis aktivitas yang dilakukan owa jawa dalam
sehari. Persentase aktivitas owa jawa dihitung dengan cara:
e e
e e
e
( )
Keterangan: i = jenis aktivitas
Kesesuaian Pasangan
Kesesuaian pasangan dianalisis secara deskriptif, yaitu penjelasan mengenai
parameter-parameter yang diamati pada penelitian. Analisis tersebut akan
dijelaskan pula dalam bentuk tabel dan grafik agar mempermudah memahami isi
tulisan. Kesesuaian pasangan owa jawa di JGC dianalisis berdasarkan kriteria
Cheyne et al. (2008), yaitu asosiasi pasangan yang meliputi asosiasi pasif
(berdekatan tapi tidak terjadi kontak) seperti duduk dan makan, dan asosiasi
positif, yaitu allogrooming, bermain bersama dan kopulasi. Apabila pasangan
owa jawa telah berasosiasi positif lebih dari 7%, maka pasangan owa tersebut
dianggap sudah memiliki kesesuaian pasangan yang baik. Jika masih kurang dari
7%, maka kesesuaian pasangan tersebut belum cukup baik atau belum kuat.
Tanda-Tanda Perilaku Kawin
Tanda-tanda kawin yang terjadi pada pasangan owa jawa dianalisis secara
deskriptif berdasarkan tahapan perilaku kawin yang ditunjukkan. Tahapan
perilaku kawin dibagi menjadi 4 tahap yaitu pendekatan, pra-kopulasi, kopulasi,
dan pasca kopulasi. Data yang didapat kemudian dijelaskan secara deskriptif dan
disesuaikan dengan kategori tahapan yang telah ditentukan.
Kesiapan Pelepasliaran
Kesiapan pelepasliaran pasangan owa jawa dianalisis secara deskriptif
dalam tabel dan presentase. Kriteria owa yang siap untuk dilepasliarkan menurut
Cheyne et al. (2008, 2012) yaitu :
1. Owa harus dapat bergerak dengan baik dalam kandang dan pergerakannya
paling banyak dilakukan secara brakiasi atau berayun.
2. Proporsi pergerakan owa di atas tanah tidak lebih dari 5% waktu aktifnya.
Proporsi pergerakan yang dilakukan pada bagian atas kandang minimal 40%.
Owa tidak boleh terlihat tidur di atas tanah.
3. Setiap pasangan owa, minimal 7% dari total waktu aktivitasnya digunakan
untuk berasosiasi positif, serta 3% dari total waktu aktivitasnya dihabiskan
untuk allogrooming.
4. Pasangan owa jawa harus dapat melakukan kopulasi dan masing – masing
individu dapat melakukan inisiatif untuk melakukan kopulasi.
5. Owa jawa harus dapat beraktivitas secara normal sesuai dengan perilakunya di
alam seperti makan, istirahat, dan bergerak.

8
6. Perilaku menyimpang yang ditunjukkan owa tidak lebih dari 3%.
Hasil yang didapat kemudian disesuaikan dengan kriteria tersebut. Kesiapan
pasangan owa jawa untuk dilepasliarkan pada penelitian kemudian dianalisis
secara khusus menggunakan kriteria ketiga dan keempat, yaitu berdasarkan
perilaku kawin yang teramati.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Javan Gibbon Center (JGC) didirikan pada tahun 2002 melalui kerjasama
antara beberapa instansi yaitu Departemen Kehutanan, Balai Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango (TNGGP), Silvery Gibbons Project (SGP), Yayasan
Penyelamatan dan Rehabilitasi Owa Jawa, Conservation International Indonesia,
dan Universitas Indonesia (Payne & Campbell 2007). Awalnya, JGC didirikan di
atas lahan PT. Pengembangan Agrowisata Prima, Desa Nangerang, Sukabumi,
Jawa Barat. Desember 2006, lokasi JGC dipindahkan di areal perluasan TNGGP,
Resort Bodogol Seksi Konservasi Wilayah II Bogor dengan posisi geografis pada
060 46‟ 28.8” LS d
60 5 ‟ 24. ” B dan ketinggian 650 mdpl. Lokasi tersebut
dipilih agar lebih dekat dengan lokasi dan suasana hutan yang alami. Posisi
Pepohonan yang terdapat di kawasan ini didominasi oleh Agatis (Agathis
dammara) (Ario et al. 2007).
Tujuan utama dari JGC adalah melepasliarkan kembali owa jawa yang ada
ke alam (Ario et al. 2011). Aktivitas yang dilakukan untuk menunjang tujuan
tersebut yaitu penyelamatan, rehabilitasi, informasi konservasi, pendidikan dan
penyadaran, penelitian, reintroduksi, serta monitoring. Tahapan pelepasliaran
yang dilakukan di JGC adalah karantina, sosialisasi individu dan pasangan,
penjodohan, uji coba pelepasan, pelepasan, dan pemantauan (Ario et al. 2007).
Sistem penjodohan di JGC dilakukan dengan memasukkan owa jawa jantan
dan betina dalam 1 kandang bersekat terlebih dahulu. Apabila tidak terjadi
agonistik, maka pasangan dibiarkan terlebih dahulu hingga kemudian dimasukkan
dalam 1 kandang pasangan. Apabila terjadi agonistik atau agresif pada pasangan
tersebut, maka mereka akan dikeluarkan dan dijodohkan dengan individu lain.
Fasilitas yang terdapat di JGC yaitu klinik dan karantina, kandang individu,
introduksi dan pasangan, serta rumah jaga. Kandang yang dibuat untuk pasangan
owa jawa di JGC disesuaikan dengan kontur tanah dan kondisi vegetasi yang ada,
sehingga ketinggian dinding kandang pada setiap kandang pasangan berbeda.
Rata-rata ukuran kandang ±5-7 meter, baik panjang, tinggi dan lebarnya.
Pengayaan pada kandang owa yang diberikan yaitu 2 box tidur, 2 tempat makan, 1
tempat minum, ban bekas, tali ayunan, dan bambu. Dinding kandang pada
kandang jodoh terbuat dari kawat dan lantai kandang berupa tanah yang
ditumbuhi oleh rerumputan dan tumbuhan lain secara alami.

9
Pasangan Owa Jawa
Pasangan owa jawa pertama adalah Asep dan Dompu (Lampiran 3). Asep
merupakan owa jawa jantan yang berasal dari PPS (Pusat Penyelamatan Satwa)
Tegal Alur, Jakarta. Awalnya, Asep merupakan satwa peliharaan yang diserahkan
ke PPS. Pada tanggal 23 April 2010, Asep diserahkan kepada pengelola Javan
Gibbon Center. Asep diperkirakan lahir pada tahun 2002 dan dipindahkan ke
kandang introduksi pada tangggal 7 Juni 2010. Asep-Dompu mulai dipasangkan
sejak 25 Oktober 2010 hingga sekarang (Juli 2013).
Dompu merupakan serahan dari PPS Cikananga, Sukabumi pada April 2008.
Dompu diperkirakan lahir pada tahun 1999 dan diduga telah lama menjadi satwa
peliharaan masyarakat sebelum masuk PPS. Dompu sudah berada pada kandang
introduksi sejak tahun 2008 dan baru dipasangkan dengan Asep pada tahun 2010.
Sejak saat itu, Dompu berada dalam kandang pasangan dengan Asep. Dompu
memiliki suatu kebiasaan yang sering dilakukan dalam melakukan setiap aktivitas
yang tegolong tidak normal yaitu menghisap jari kakinya.
Pasangan kedua adalah Robin dan Moni (Lampiran 4). Robin merupakan
salah satu individu jantan di JGC yang diperkirakan lahir pada tahun 2000 dan
mulai masuk kandang karantina JGC pada tanggal 6 Juni 2008. Awalnya Robin
merupakan satwa peliharaan di wilayah Gunung Salak. Robin mulai masuk ke
kandang introduksi pada tanggal 30 Juli 2008. Sebulan kemudian, sejak tanggal
26 Agustus 2008 Robin dipasangkan dengan Lukas selama 3 tahun. Pada 10
Desember 2011, Robin dan Lukas dipisahkan karena dianggap tidak memiliki
kecocokan. Sejak Januari 2012 hingga sekarang (Juli 2013), Robin dipasangkan
dengan betina lain yaitu Moni.
Moni diperkirakan lahir pada tahun 2004 dan berasal dari wilayah Taman
Nasional Ujung Kulon (TNUK). Menurut salah satu pihak pengelola JGC, Moni
pertama kali ditemukan oleh masyarakat Gunung Honje (TNUK) setelah terseret
arus sungai hingga kemudian diselamatkan, dan pada akhirnya dirawat oleh pihak
JGC sejak 3 Maret 2005. Moni berada di kandang introduksi selama 3 tahun dan
dipasangkan pertama kali dengan Moli pada 1 Januari 2010. Setelah setahun
bersama Moli, 10 Desember 2011 Moni dipindahkan dan dipasangkan dengan
Jimbo. Moni dan Jimbo hanya berada di kandang pasangan selama 1 bulan,
karena tidak cocok. Setelah dipasangkan dengan Jimbo, pada Januari 2012, Moni
mulai dipasangkan dengan Robin hingga sekarang (Juli 2013).

Aktivitas Harian
Aktivitas harian yang diamati dibagi menjadi 4 kategori, yaitu makan,
bergerak, istiraat, dan sosial. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa aktivitas
yang paling sering dilakukan oleh masing–masing individu yang diamati adalah
istirahat. Aktivitas yang paling sedikit teramati pada setiap individu adalah
aktivitas makan (Tabel 3).

10

Individu
Asep
Dompu
Robin
Moni
Jumlah
Rata-Rata

Tabel 3 Frekuensi aktivitas harian owa jawa di JGC
Aktivitas
Makan
Bergerak
Istirahat
13
33
53
9
33
53
9
26
52
10
36
45
41
128
203
10
32
51

Sosial
15
16
10
12
53
13

Makan
Aktivitas makan merupakan aktivitas yang paling sedikit dilakukan oleh
pasangan owa jawa yang diamati. Hal ini terkait jadwal pakannya yang hanya
pada waktu tertentu, sehingga aktivitas makan yang ditemukan juga cenderung
sedikit tercatat dibandingkan dengan aktivitas lain (Tabel 3). Owa jawa
merupakan satwa frugivora yang berarti sebagian besar dari pakannya berupa
buah-buahan. Jenis pakan yang diberikan di JGC dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Waktu dan jenis pakan yang diberikan di JGC
Waktu
Tipe Pakan
Jenis
07.00
Buah–Buahan Apel, Jeruk, Mangga, Pisang, Rambutan, Salak,
Sawo, Alpukat, Kedondong, Asem, Duku,
Markisa, Pir, Bengkuang, Nanas, Semangka,
Mangga, Anggur
Buah Hutan
Beunying (Ficus pistulosa), Afrika (Maesopsis
eminii), Darandang (Ficus sinuate), Hampelas
(Ficus hampelas), Kondang (Ficus variegata),
Bareubeuy badak (Rapanea avenis), Kokosan
monyet (Dysoxylum aliaceum), Hamerang (Ficus
alba), Walen (Ficus ribes), Rasamala (Altingia
excelsa), Jirak (Symplocos chonchinen)
10.00/12.00 Sayuran
Wortel, Terong, Mentimun, Kangkung, Kancang
panjang, Sawi, Buncis, Jagung, Tomat, Daun
Pepaya
14.00
Pakan
Ubi, Tahu, Tempe
Tambahan
Pembagian makanan untuk setiap individu, diberikan dengan cara
meletakkannya pada tempat makan masing-masing individu. Posisi owa jawa
yang teramati pada saat makan yaitu dengan posisi duduk, bergantung (Gambar 1)
dan berdiri dengan satu atau kedua tungkai bebas mengambil makanan seperti
yang dikemukan Kappeler (1981) diacu dalam Prastyono (1999). Asep dan Robin
makan berdekatan dengan tempat makannya dan makan dengan cara
menggantung. Menurut Kappeler (1981) diacu dalam Kurniawati (2010), aktivitas
makan owa jawa tersebut termasuk perilaku makan stationer. Moni dan Dompu
makan dengan cara mengambil makanan dari tempat makannya dan membawanya
ke tempat lain kemudian duduk dan makan di tempat tersebut.

11
Individu–individu owa jawa yang diamati juga terlihat mencabuti daun–
daun dari pohon agatis di sekitar kandang dan memakannya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pakan owa tidak hanya buah saja, tetapi juga dedaunan.
Individu yang diamati juga terlihat mengambil daun dan buah yang jatuh dari
tanah, hal ini apabila terlalu sering terjadi dikhawatirkan akan membuat mereka
terancam predator apabila sudah dilepasliarkan.

(b)
(a)
Gambar 1 Posisi makan owa jawa: (a) menggantung dan (b) duduk
Bergerak
Perilaku bergerak merupakan perilaku yang cukup sering dilakukan setelah
aktivitas istirahat, seperti yang terlihat pada Gambar 2. Owa jawa memiliki
beberapa tipe pergerakan, yaitu brakiasi, berayun-ayun, memanjat (climbing),
melompat (leaping), dan bipedal atau berjalan (Ario 2010). Owa jawa merupakan
satwa arboreal yang hidup di ketinggian 1400-1600 mdpl (Supriatna dan
Wahyono 2000) dan berada pada tajuk pohon atas.
12.47%

9.65%
Makan
Bergerak
Istirahat
Sosial

47.76%

30.12%

Gambar 2 Presentase aktivitas harian owa jawa
Hylobates merupakan jenis primata yang melakukan pergerakan dengan
cara brakiasi. Selain melakukan brakiasi, owa jawa yang diamati juga terlihat
melakukan aktivitas berayun-ayun dan melompat. Bipedal atau berjalan dengan
kedua kakinya juga terkadang terlihat pada pasangan owa jawa. Cara berjalan
yang teramati pada Dompu dan Asep adalah dengan berjalan pada bambu. Mereka
berjalan setelah mengambil makanan, kemudian duduk di ujung bambu tersebut.
Cara berjalan yang terlihat adalah dengan berjalan menggunakan kedua kakinya
serta mengangkat kedua tangannya agak ke atas seperti yang dikemukakan pula

12
oleh Prastyono (1999). Aktivitas bipedal yang terlihat pada Robin dan Moni
terlihat pada bagian pinggir kandang dengan kedua tangan berpegangan pada
kawat pula.
Salah satu aktivitas bergerak abnormal owa jawa yang teramati dilakukan
oleh Moni yaitu melompat ke tanah, berguling-guling, mengambil rerumputan
kemudian kembali lagi ke atas kandang. Perilaku tersebut terlihat sekitar pukul
10.00-11.00 hingga ±12 kali meloncat ke tanah dan berguling-guling. Aktivitas ini
terjadi setelah Moni mendekati Robin namun diabaikan. Diduga pada saat itu
Moni mengalami stress, sehingga agresif dan berperilaku abnormal. Perilaku yang
ditunjukkan Moni tersebut menunjukkan bahwa Moni belum siap untuk
dilepasliarkan ke alam.
Aktivitas abnormal berjalan di tanah juga terlihat pada Asep-Dompu.
Aktivitas tersebut terjadi setelah bergulat dengan Asep dan terjatuh dari tali
ayunan. Pada Asep terlihat ketika mengambil makanan di tanah. Sekitar 1,7% dari
pergerakannya dilakukan Asep-Dompu di atas tanah. Dilihat dari kriteria Cheyne
(2008), hal tersebut masih tergolong normal, akan tetapi lebih baik jika aktivitas
di atas tanah tersebut tidak terjadi.
Istirahat
Istirahat merupakan aktivitas yang paling sering dilakukan oleh kedua
pasang owa jawa yang diamati, seperti terlihat pada Gambar 2. Aktivitas istirahat
adalah kondisi owa jawa ketika tidak melakukan aktivitas apa-apa dalam masa
aktifnya. Hasil perhitungan menunjukan bahwa rata-rata sekitar 47,76 % (n=4)
dari masa aktifnya digunakan untuk beristirahat. Hal tersebut sesuai dengan
penelitian Kurniawati (2010) yang menyebutkan bahwa owa jawa menghabiskan
sekitar 57.05±0.45 % dari waktu aktifnya untuk beristirahat. Aktivitas istirahat
biasa dilakukan di sela – sela aktivitas makan, bergerak, atau sosial, serta istirahat
panjang yang dilakukan pada sore hari menjelang malam.
Owa jawa yang diamati tidur dengan berbagai posisi (Gambar 3) yaitu
berbaring, duduk dan menggantung. Posisi duduk yang teramati dilakukan oleh
individu pengamatan dengan cara menekuk kedua lutut mendekati dada,
kemudian tangan mendekap tubuh dan kepala tunduk dimasukkan di antara lutut
dan tangan. Hal ini sesuai dengan penjelasan Oktaviani (2009). Pada cuaca hujan,
berkabut atau pada suhu rendah, cara duduk seperti itu merupakan cara owa jawa
menghangatkan tubuhnya. Cara lain yang digunakan untuk menghangatkan tubuh
mereka adalah dengan berjemur dan beristirahat pada bagian kandang yang
tersinari matahari.

(a)

(b)

(c)

Gambar 3 Posisi owa jawa istirahat: (a) tidur, (b) duduk, dan (c) menggantung

13

Frekuensi

Sosial
Aktivitas sosial yang ditemukan pada penelitian sebesar 12,47% yang dibagi
menjadi 4 tipe yaitu bersuara, grooming, agonistik, dan bermain (Gambar 4). Hal
ini berbeda dengan pengamatan Ario (2010) yang menyebutkan bahwa aktivitas
sosial paling sedikit teramati pada owa jawa. Perbedaan nilai persentase tersebut
diduga karena pada pengamatan Ario (2010) adalah pasangan individu di alam,
sedangkan dalam penelitian ini individu yang diamati merupakan pasangan owa
jawa dalam kandang sehingga aktivitas sosial yang teramati lebih sering terlihat.
8
7
6
5
4
3
2
1
0

7
6

7

6
Bersuara
2

1

1

2
1

2

2

1
0

Asep

2

Dompu
Robin
Individu

0

0

Grooming
Agonistik
Bermain

Moni

Gambar 4 Frekuensi rata-rata aktivitas sosial yang teramati selama pengamatan
Bersuara
Tipe suara yang terdengar berupa female song bout pada betina dan male
song bout pada jantan. Owa jawa memiliki 6 tipe suara menurut Geissman dan
Nijman (2006) yaitu female song bout, scream bout, harassing call bout,
communal call bout, male song bout, dan disturbance hoot bout. Suara yang
terdengar pada pagi hari antara pukul 07.30 – 08.30 atau sering disebut pula
morning call.
Pada pengamatan, tidak terjadi duet antara jantan dan betina, seperti pada
pasangan Robin dan Moni. Robin akan bersuara setelah Moni selesai melakukan
aktivitas bersuaranya dan akan berhenti apabila Moni mulai aktif bersuara lagi.
Hal ini sejalan dengan Amarasinghe & Amarasinghe (2010) yang menyebutkan
owa jawa jantan dan betina tidak melakukan duet. Geissmann & Nijman (2006)
juga menyebutkan bahwa Hylobates moloch dan Hylobates klosii merupakan dua
spesies primata yang tidak melakukan duet antara jantan dan betina. Jenis suara
yang dikeluarkan antara jantan dan betina memiliki perbedaan. Tipe suara jantan
cenderung terdengar lebih lembut dibandingkan dengan betina. Selain itu, perilaku
yang terlihat juga sedikit berbeda. Betina akan melakukan gerakan agresif pada
akhir klimaksnya, sedangkan pada jantan tidak terdengar suara klimaks dan
gerakan agresif.
Waktu untuk bersuara pada betina lebih lama dibandingkan dengan jantan
(Gambar 5). Lama suara yang terdengar untuk Moni rata-rata 15 menit (13-25
menit), Dompu sekitar 20 menit (14-25 menit) dan lama waktu jantan sekitar 12
menit (6-22 menit). Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahman (2011) yang
menyebutkan lama suara owa jawa yang terdengar adalah 10-30 menit. Suara
betina yang pertama kali terdengar berbunyi „w ‟ de g
me ec d

14
jarang–jarang, hingga kemudian sekitar 2-7 menit kemudian mulai terdengar
dengan volume lebih kencang dan panjang hingga klimaks.

Waktu (menit)

20
15

17.5
12

10
5
0
Jantan
Betina
Jenis kelamin

Gambar 5 Durasi waktu bersuara antara jantan dan betina
Grooming
Grooming merupakan aktivitas yang dilakukan untuk menghilangkan
kotoran – kotoran yang ada pada tubuhnya. Grooming dapat dilakukan sendiri
(autogrooming) atau antar individu (allogrooming). Aktivitas allogrooming,
hanya teramati pada pasangan Asep-Dompu sekitar 5-6% . Hal ini diduga karena
pasangan Asep-Dompu telah berada bersama dalam 1 kandang lebih lama
daripada Robin-Moni sehingga mereka telah terbiasa bersama. Pada owa jawa,
allogrooming biasanya dilakukan oleh individu betina pada pasangannya. Hal ini
juga terlihat pada Dompu yang selalu melakukan grooming pada tubuh Asep.
Aktivitas allogrooming biasanya terlihat pada siang dan sore hari sebelum mereka
melakukan istirahat panjang. Setelah aktivitas allogrooming berhenti, pasangan
ini terlihat istirahat bersama pada box. Aktivitas grooming yang dilakukan
biasanya dilakukan di atas box tidur. Sempat pula teramati mereka melakukan
allogrooming di bambu (Gambar 6).

(b)
(a)
Gambar 6 Allogrooming oleh Asep-Dompu (a) di atas box dan (b) di atas bambu
Agonistik
Berbeda dengan Asep-Dompu, pasangan Robin-Moni lebih banyak terlihat
beraktivitas sosial dengan agonistik (6-6.5%). Perilaku ini biasanya didahului
terlebih dahulu dengan perilaku agresif soliter pada Moni, kemudian ia mendekati
Robin namun diabaikan hingga akhirnya keduanya menjadi agonistik. Keduanya
juga akan menunjukkan ekspresi menyeringai ketika merasa terganggu. Perilaku
agonistik, seharusnya seminimal mungkin terlihat pada pasangan owa jawa,

15
karena menunjukkan ikatan pasangan yang belum kuat. Perilaku agonistik terjadi
sebelum waktu makan dan berhenti setelah keeper datang untuk memberi
makanan.
Bermain
Perilaku bermain merupakan salah satu bentuk perilaku sosial yang biasa
ditemukan pada individu anak dan remaja. Bermain dikategorikan ke dalam
bentuk aktivitas yang tidak memiliki tujuan tertentu, baik dilakukan dengan
individu lain atau sendiri (soliter). Perilaku bermain bersama seperti bergulat
ditemukan pada pasangan Asep-Dompu sebanyak 1.96% atau rata-rata 2 kali
dalam sehari. Pada pasangan Robin-Moni, perilaku bermain hanya ditemukan
pada Moni yaitu secara soliter (Gambar 4). Hal ini dikarenakan Moni merupakan
individu betina yang berumur 9 tahun dan baru memasuki umur dewasa sehingga
masih terdapat kecenderungan untuk melakukan aktivitas bermain. Moni bermain
di atas boxnya dengan menggigit–gigit tali ayunan yang sudah putus atau
memainkannya di dalam box tidurnya. Aktivitas bermain Moni lainnya yang
pernah terlihat adalah bermain dengan biji salak di atas box, berayun-ayun serta
berputar-putar pada tali ayunan.

Kesesuaian Pasangan Owa Jawa
Ikatan pasangan owa jawa merupakan penentu keberhasilan reproduksi yang
akan terjadi seperti yang dijelaskan Cheyne (2004) diacu dalam Rahman (2011).
Aktivitas harian yang sering dilakukan bersama oleh pasangan owa jawa yang
dijodohkan dapat menunjukkan kekuatan ikatan yang terbentuk. Menurut Cheyne
et al. (2008) asosiasi pasangan owa jawa meliputi asosiasi pasif dan positif.
Asosiasi pasif (berdekatan tapi tidak terjadi kontak) seperti duduk dan makan,
sedangkan asosiasi positif yaitu allogrooming, bermain bersama, dan kopulasi.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ikatan pasangan yang lebih kuat
adalah pada pasangan Asep-Dompu dibandingkan dengan Robin-Moni. Hal ini
dapat dilihat dari asosiasi pasangan baik pasif atau positif yang lebih banyak
dilakukan oleh Asep-Dompu dalam aktivitas kesehariannya (Tabel 5). Menurut
Kurniawati (2010), perilaku kooperatif pada pasangan owa dapat menunjukan
ikatan pasangan yang kuat. Asosiasi pasangan yang terjadi pada pasangan AsepDompu lebih sering terjadi karena mereka telah bersama dalam satu kandang lebih
lama daripada Robin-Moni.
Tabel 5 Presentase rata-rata aktivitas asosiasi pasangan owa jawa
Persentase (%)
Asosiasi Pasangan
Asep-Dompu
Robin-Moni
Asosiasi Positif
Allogrooming
5,65
0
Bermain
1,88
0
Mencoba Kopulasi
0,84
0,82
Asosiasi Pasif
Istirahat
2,61
0,40
Makan
4,71
0
Jumlah (%)
15,91
1,22

16
Aktivitas harian yang sering dilakukan bersama-sama oleh Asep dan Dompu
adalah allogrooming. Allogrooming dapat menunjukkan kesiapan kawin antara
jantan dan betinanya, melalui allogrooming ikatan pasangan akan menjadi
semakin kuat. Aktivitas grooming yang dilakukan biasanya dilakukan di atas box
tidur (Gambar 7). Pasangan Asep-Dompu sempat pula teramati melakukan
allogrooming di bambu. Allogrooming biasanya dilakukan atas inisiatif Dompu
untuk melakukan grooming pada Asep. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Amarasinghe dan Amarasinghe (2010) yang menyebutkan bahwa betina lebih
berinisiatif dalam melakukan allogroooming.

Gambar 7 Aktivitas allogrooming pada Asep dan Dompu
Sebesar 5-6% dari waktu aktif Asep-Dompu seperti yang tercantum pada
Tabel 4, digunakan untuk melakukan allogrooming. Salah satu kriteria
pelepasliaran owa jawa menurut Cheyne et al. (2008), aktivitas allogrooming
pada pasangan owa jawa minimal telah mencapai 3% dari aktivitas hariannya.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pasangan Asep-Dompu berdasarkan salah
satu kriteria Cheyne tersebut sudah masuk dalam kriteria pasangan yang siap
dilepaskan. Kedekatan pasangan Asep-Dompu juga terlihat melalui asosiasi pasif
dan asosiasi positif lain. Aktivitas lain yang teramati adalah ketika Dompu berbagi
dan memberikan makanannya pada Asep kemudian mereka makan bersama–sama
(Gambar 8), atau ketika Dompu berperilaku seperti menyuapi Asep.

(b)
(a)
Gambar 8 Asosiasi pasangan pada pasangan owa jawa: (a) bermain, (b) berbagi
makanan

17

Kecenderungan Perilaku Kawin
Asep-Dompu saat ini (2013) berumur 11 dan 14 tahun, sedangkan RobinMoni berumur 13 dan 9 tahun. Umur tersebut termasuk ke dalam kelas umur owa
dewasa menurut Kapeler (1981) diacu dalam Rahman (2011), sehingga aktivitas
dan perilaku reproduksi sudah dapat terjadi. Hodgkiss (2009) menyebutkan bahwa
owa betina memasuki masa dewasa pada umur 6-8 tahun dengan pertama kali
terlihat dari pembengkakan genitalnya. Lebih lanjut disebutkan bahwa umur owa
pertama menstruasi adalah 6.2-6.5 tahun dan pertama kali melahirkan sekitar
umur 8.2-9.8 tahun.
Dompu mengalami masa menstruasi sekitar tanggal 10, sedangkan Moni
pada tanggal 17. Siklus menstruasi biasanya terjadi setiap sekitar 20 hari sekali
dengan lama ±3-4 hari (Ario dan Masnur 2010). Berdasarkan wawancara dengan
perawat, ketika betina sedang mengalami menstruasi jantan akan terlihat menolak
didekati oleh betina. Hal ini disebabkan karena bau kurang enak yang ditimbulkan
dari betina tersebut. Menstruasi pada Dompu dan Moni menunjukkan bahwa
mereka sudah dapat melakukan reproduksi dan perilaku kawin karena telah
memasuki dewasa kelamin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rowel (1970) diacu
dalam Paputungan et al. (2000) yang menyebutkan bahwa fase menstruasi
merupakan salah satu tanda betina sudah dewasa kelamin.
Siklus reproduksi mamalia betina menurut Campbell et al. (2004) terdiri
dari dua jenis yaitu siklus menstruasi dan siklus estrus. Pada siklus menstruasi,
endometrium akan meluruh dari uterus melalui pendarahan yang disebut dengan
menstruasi. Berbeda dengan siklus menstruasi, pada siklus estrus endometrium
diserap kembali oleh uterus dan tidak terjadi pendarahan. Siklus menstruasi terdiri
dari fase menstruasi, fase folikuler, fase ovulasi, dan fase luteal (Paputungan et al.
2000).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa individu betina terlihat agresif
kepada jantan untuk melakukan aktivitas kawin. Hal ini diduga karena pada waktu
pengamatan tersebut, individu betina sedang berada pada fase folikuler siklus
reproduksi. Menurut Campbell et al. (2004) pada fase folikuler, pituitari
mensekresikan FSH (follicle-stimulating hormone) dan LH (luteinizing hormone).
FSH tersebut merangsang pertumbuhan folikel dan mensekresikan estrogen.
Hormon estrogen yang dihasilkan terus meningkat hingga sebelum terjadi ovulasi
dan mengakibatkan meningkatnya perilaku seksual betina. Paputungan et al.
(2000) juga menyebutkan bahwa tingkah laku seksual primata betina disebabkan
oleh rangsangan hormon terutama estrogen dan rangsangan luar akibat keberadaan
pejantan.
Pendekatan yang dilakukan Dompu dan Moni pada pasangannya juga
terlihat tanpa disertai respon dari pasangannya. Setelah diabaikan Dompu akan
beraktivitas kembali seperti biasa, namun Moni akan berubah menjadi agresif
memukul kepala Robin dan menendang-nendang kakinya, sehingga akhirnya
mereka bertengkar. Sikap mengabaikan yang ditunjukkan jantan pada betina,
dapat disebabkan karena rangsangan hormon yang kurang pada jantan. Menurut
Campbell et al. (2004), hormon kelamin utama yang paling penting pada jantan
adalah androgen yang salah satunya testosteron. Lebih lanjut dijelaskan, androgen

18
menjadi penentu kuat perilaku dan dorongan seksual secara spesifik serta
meningkatkan agresivitas.
Tanda-tanda aktivitas dan perilaku kawin selama pengamatan sudah terlihat
pada kedua pasangan owa jawa. Perilaku tersebut masih termasuk dalam kategori
pendekatan yaitu aktivitas yang mengindikasikan akan terjadinya kopulasi. Pada
pengamatan, aktivitas yang menunjukkan tanda-tanda perilaku kawin adalah
betina mencoba mendekati pasangannya dan menunjukkan bagian belakang
tubuhnya (Gambar 9). Perilaku tersebut termasuk ke dalam kategori perilaku
atraktifitas yang ditunjukkan betina. Maheswari (2007) menjelaskan bahwa
perilaku atraktifitas yaitu kemampuan betina memberikan sinyal kepada jantan
bahwa betina tersebut sedang dalam kondisi siap fertilisasi.

Gambar 9 Perilaku menunjukkan bagian belakang (genital) individu betina pada
individu jantan
Perilaku lain yang terlihat pada pasangan owa jawa setelah pendekatan
adalah mencoba kopulasi. Pada pengamatan perilaku mencoba kopulasi yang
teramati yaitu Dompu mendekati Asep yang seda