Pola Penggunaan Ruang Owa Jawa (Hylobates Moloch Audebert, 1798) Berdasarkan Perilaku Bersuara Di Taman Nasional Gunung Halimun - Salak, Provinsi Jawa Barat

(1)

TA

KONS

AMAN NA

A

SERVASI

IN

ASIONAL

PROV

ALAMAN

D

I SUMBE

FAKUL

NSTITUT

L GUNUN

INSI JAW

NDA SAR

DEPARTE

ERDAYA

LTAS KE

T PERTA

2009

NG HALI

WA BARA

IMUN - S

AT

SALAK,

RDJITO P

PUTRI

EMEN

HUTAN DAN EK

KOWISAT

TA

EHUTAN

ANIAN BO

NAN

OGOR

9


(2)

POLA PENGGUNAAN RUANG OWA JAWA (Hylobates moloch

Audebert, 1798) BERDASARKAN PERILAKU BERSUARA DI

TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN - SALAK,

PROVINSI JAWA BARAT

ALAMANDA SARDJITO PUTRI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(3)

SUMMARY

ALAMANDA SARDJITO PUTRI. E34104048. Space Application Pattern of Javan Gibbon (Hylobates moloch Audebert, 1798) Based On Calling

Behaviour at Gunung Halimun - Salak National Park, Province of West Java. Under Supervision of DONES RINALDI

Area Gunung Halimun – Salak National Park is the habitat of endemic primate of Java, Javan Gibbon (Hylobate moloch Audebert, 1798). This species life is dependent on existence of big trees, because Javan Gibbon is arboreal species which travelled and fed from one branch to another. Javan Gibbon is one of nine primate species in the world that only spread in Asia. By knowing space application pattern of Javan Gibbon based on calling behaviour, hopefully the zone maintaining action is basicly done based on habitat and ecosystem important species. The aims of the research are to knowing the space application pattern of Javan Gibbon based on calling behavior each group structure. The research can be considered information for habitat management of Javan Gibbon.

The research was conducted for two month from HM 6 – HM 33 and the area arrounds it. The equipments were used are work map, camera, binocular, stopwatch, compass, tallysheet, range finder, rope and stationery. The objects are two groups of Javan Gibbon (Hylobates moloch Audebert, 1798). Monitoring was done with scan sampling method. The method to collecting data is using

continous recording method. Data from the research were analyse by graphic and descriptive illustration technique.

Calling behaviour which have been done by group A during the research was counted 29 calls that consist of 26 calls by directly observed and three calls by indirect observed. Group B was counted 16 calls that consist of 14 calls by directly observed and two calls by indirect observed. Based from the observation, calling behaviour mostly happened at 10:00 – 11:00 AM. H. moloch calling behaviour is 69% using canopy B, 26% using canopy A and 5% using canopy C. Adult female song bouts observed at 16 different trees for 4785 second. Adult male song bouts observed at eight different trees for 1547 second and sub-adult female song bouts observed at six different trees for 262 second. All of the group structure used Rauh, Scarrone, Attims and Massart model architechture tree.

The conclusions from this research are the adult female used 15 Rasamala (Altingia excelsa) as calling tree and used 17 Scarrone model architecthure tree for calling. Position AI and AII were used for female song bout (FSB); AI, BI, ang BII were used for border conflict call bout (BCCB); AIII, BIII and CIII were used for harassing call bout (HCB). Adult male used three Ki haji (Dysoxylum alliaceum) and five Rauh model architechture tree as calling tree. Position AII were used for border conflict call bout; CIII were used for harassing call bout; BI, BII and CII were used for male song bout. Sub-adult female used five Kimokla (Knema cinerea (Poir.) Warb.) which have model architecthure tree, Massart as calling tree. Position AII ang AIII were used for female song bout and harassing call bout; BI, BII ang BIII were used for harassing call bout.


(4)

RINGKASAN

ALAMANDA SARDJITO PUTRI. E34104048. Pola Penggunaan Ruang Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) Berdasarkan Perilaku Bersuara di Taman Nasional Gunung Halimun - Salak, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh DONES RINALDI

Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun – Salak (TNGHS), merupakan habitat primata endemik Jawa yaitu owa Jawa (Hylobates moloch

Audebert, 1798). H. moloch sangat bergantung kepada keberadaan pohon besar, karena termasuk fauna arboreal, yang bergerak dan mencari pakan dari dahan satu ke dahan lainnya. H. moloch adalah satu dari sembilan spesies primata di dunia yang tersebar hanya di Asia, yang terdaftar sebagai sangat terancam punah. Diperlukan pengetahuan tentang preferensi habitat H. moloch yang berkaitan erat dengan pola penggunaan ruang. Dengan mengetahui pola penggunaan ruang H. moloch berdasarkan perilaku bersuara, diharapkan tindakan pengelolaan zonasi lebih didasarkan terhadap kajian ekosistem dan habitat spesies penting. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan ruang yang digunakan oleh H. moloch berdasarkan aktivitas bersuara pada masing-masing struktur kelompok. Hasil dari penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan pertimbangan untuk tindakan pengelolaan terutama pengelolaan habitat H. moloch.

Kegiatan pengambilan data berlangsung selama dua bulan dari HM 6 – HM 33 dan wilayah di sekitarnya. Peralatan yang digunakan terdiri atas : peta kerja, kamera, binokuler, stopwatch, kompas, tallysheet, range finder, tali rafia/tambang dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah dua kelompok H. moloch. ). Metode pengamatan menggunakan scan sampling dan pencatatan data dilakukan dengan metode continous recording. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan selanjutnya dianalisis melalui teknik panyajian deskriptif dan grafik.

Aktivitas bersuara yang dilakukan oleh kelompok A selama pengamatan yakni sebanyak 29 suara yang terdiri dari 26 suara teramati secara langsung dan tiga suara tidak langsung. Kelompok B sebanyak 16 suara yang terdiri dari 14 suara teramati langsung dan dua suara tidak langsung. Berdasarkan hasil pengamatan, waktu bersuara kelompok A dan B paling banyak antara pukul 10:00 - 11:00 WIB. Strata tajuk B digunakan sebanyak 69% oleh H. moloch untuk melakukan aktivitas bersuara, 26% menggunakan strata tajuk A dan 5% pohon dengan strata tajuk C. Aktivitas bersuara individu betina dewasa teramati di 16 jenis pohon selama 4785 detik. Sedangkan jantan dewasa melakukan aktivitas bersuara selama 1547 detik di delapan jenis pohon. Individu betina pra-dewasa teramati di enam jenis pohon suara selama 262 detik. Semua struktur kelompok menggunakan pohon dengan model arsitektur Rauh, Scarrone, Attims dan Massart.

Kesimpulan dari penelitian adalah betina dewasa melakukan aktivitas bersuara di pohon Rasamala (A.excelsa) sebanyak 15 pohon. Untuk model arsitektur pohon suara, 17 pohon diantaranya memiliki model Scarrone. Posisi AI dan AII digunakan untuk female song bout (FSB); AI, BI dan BII untuk border conflict call bout (BCCB) dan AIII, BIII dan CIII hanya digunakan untuk


(5)

harasssing call bout. Individu jantan dewasa menggunakan tiga pohon Ki haji (Dysoxylum alliaceum) dan lima pohon dengan model arsitektur Rauh untuk bersuara. Posisi AII hanya ditemukan untuk tipe border conflict call bout. Sedangkan untuk tipe suara harasssing call bout di posisi CIII. Posisi BI, BII dan CII ditempati saat melakukan tipe suara male song bout.Pohon Kimokla (Knema cinerea (Poir.) Warb.) dengan model arsitektur Massart digunakan sebanyak lima pohon oleh individu betina pra-dewasa untuk bersuara. Posisi AII dan AIII digunakan untuk tipe female song bout dan tipe harasssing call bout. Posisi BI, BII dan BIII pada individu betina pra-dewasa hanya dijumpai untuk tipe suara harassing call bout.


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pola Penggunaan Ruang Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) Berdasarkan Perilaku Bersuara di Taman Nasional Gunung Halimun - Salak, Provinsi Jawa Barat” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2009

Alamanda Sardjito Putri NRP E34104048


(7)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Pola Penggunaan Ruang Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) Berdasarkan Perilaku Bersuara di Taman Nasional Gunung Halimun - Salak, Provinsi Jawa Barat” berhasil diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat beberapa kekurangan yang memerlukan masukan dan saran dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membacanya.

Bogor, Maret 2009


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 30 April 1986 merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Sardjito dan Dewi Andriani. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan menengah atas pada tahun 2004 di SMA Negeri 2 Bogor. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Konservasi Sumberaya Hutan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis bergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa yakni Uni Konservasi Fauna (UKF-IPB) pada Divisi Konservasi Primata. Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota Biro Infokom pada tahun 2005-2006 dan Biro Kesekretariatan tahun 2006-2007. Kegiatan praktek lapangan yang pernah dilakukan antara lain Praktek Umum Pengenalan Hutan di CA Leuweung Sancang, Garut dan CA Kawah Kamojang, Bandung (2007), Praktek Umum Pengelolaan Hutan di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten KPH Sumedang (2007), Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional Alas Purwo (2008). Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Pola Penggunaan Ruang Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) Berdasarkan Perilaku Bersuara di Taman Nasional Gunung Halimun - Salak, Provinsi Jawa Barat” dibawah bimbingan Ir. Dones Rinaldi M.Sc.F.


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat, hidayah dan kekuatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi berjudul Pola Penggunaan Ruang Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) Berdasarkan Perilaku Bersuara di Taman Nasional Gunung Halimun - Salak, Provinsi Jawa Barat, penulis memperoleh begitu banyak bantauan dan dukungan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada :

1. Ibunda, ayahanda, dan kakakku serta keluarga tercinta yang tidak henti-hentinya memberikan kasih dan doa serta dukungan baik moril dan materil kepada penulis. Thank you for letting me to be Me.

2. Bapak Ir. Dones Rinaldi, M.Sc.F selaku dosen pembimbing atas kesabaran dalam memberikan arahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Bapak Ir. Ahmad Hadjib, MS selaku dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan dan Ibu Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc.F selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan yang telah memberikan masukan guna perbaikan skripsi penulis.

4. Mrs. Michelle Lappan dan Mr. Sanha Kim untuk kesempatan dan bantuan selama penelitian.

5. Seluruh staf KPAP Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

6. Keluarga Pak Jaya dan Mang Engkos, Mas Aris, Nuy dan Sahri yang telah membantu selama pengambilan data.

7. Polisi Hutan di Cikaniki TNGHS untuk keramahan selama penelitian dan bantuan dalam mengidentifikasi pohon calling.

8. Rahayu Oktaviani (Toa), teman tidur selama dua bulan dan teman seperjuangan dalam pengejaran owa.

9. Rini-dekil, Iink, Ines, Nira-jelek, Toa-buluk, Uwi, Heri dan Febi untuk pertemanan, tawa, tangis, pengalaman dan cerita yang telah mewarnai hari-hari penulis di kampus.


(10)

10.Teman seperjuangan (Rini, Lanjar, Hendri, Katheryn, Ade dan Febi) dan teman menmunggu yang selalu setia bersama di KPAP. Semangat..! 11.Keluarga besar KSH’41 kita “emang bener-bener beda” atas kebersamaan,

kekompakan, kegilaan dan hari-hari aneh tapi nyata yang telah dilalui. 12.Seluruh rekan-rekan UKM UKF IPB atas pengalaman dan pembelajaran. 13.Special thanks to Tim Lebay atas satu hari yang gila, seru dan

mendebarkan.

14.Kepada semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Maret 2009

Penulis


(11)

TA

KONS

AMAN NA

A

SERVASI

IN

ASIONAL

PROV

ALAMAN

D

I SUMBE

FAKUL

NSTITUT

L GUNUN

INSI JAW

NDA SAR

DEPARTE

ERDAYA

LTAS KE

T PERTA

2009

NG HALI

WA BARA

IMUN - S

AT

SALAK,

RDJITO P

PUTRI

EMEN

HUTAN DAN EK

KOWISAT

TA

EHUTAN

ANIAN BO

NAN

OGOR

9


(12)

POLA PENGGUNAAN RUANG OWA JAWA (Hylobates moloch

Audebert, 1798) BERDASARKAN PERILAKU BERSUARA DI

TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN - SALAK,

PROVINSI JAWA BARAT

ALAMANDA SARDJITO PUTRI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(13)

SUMMARY

ALAMANDA SARDJITO PUTRI. E34104048. Space Application Pattern of Javan Gibbon (Hylobates moloch Audebert, 1798) Based On Calling

Behaviour at Gunung Halimun - Salak National Park, Province of West Java. Under Supervision of DONES RINALDI

Area Gunung Halimun – Salak National Park is the habitat of endemic primate of Java, Javan Gibbon (Hylobate moloch Audebert, 1798). This species life is dependent on existence of big trees, because Javan Gibbon is arboreal species which travelled and fed from one branch to another. Javan Gibbon is one of nine primate species in the world that only spread in Asia. By knowing space application pattern of Javan Gibbon based on calling behaviour, hopefully the zone maintaining action is basicly done based on habitat and ecosystem important species. The aims of the research are to knowing the space application pattern of Javan Gibbon based on calling behavior each group structure. The research can be considered information for habitat management of Javan Gibbon.

The research was conducted for two month from HM 6 – HM 33 and the area arrounds it. The equipments were used are work map, camera, binocular, stopwatch, compass, tallysheet, range finder, rope and stationery. The objects are two groups of Javan Gibbon (Hylobates moloch Audebert, 1798). Monitoring was done with scan sampling method. The method to collecting data is using

continous recording method. Data from the research were analyse by graphic and descriptive illustration technique.

Calling behaviour which have been done by group A during the research was counted 29 calls that consist of 26 calls by directly observed and three calls by indirect observed. Group B was counted 16 calls that consist of 14 calls by directly observed and two calls by indirect observed. Based from the observation, calling behaviour mostly happened at 10:00 – 11:00 AM. H. moloch calling behaviour is 69% using canopy B, 26% using canopy A and 5% using canopy C. Adult female song bouts observed at 16 different trees for 4785 second. Adult male song bouts observed at eight different trees for 1547 second and sub-adult female song bouts observed at six different trees for 262 second. All of the group structure used Rauh, Scarrone, Attims and Massart model architechture tree.

The conclusions from this research are the adult female used 15 Rasamala (Altingia excelsa) as calling tree and used 17 Scarrone model architecthure tree for calling. Position AI and AII were used for female song bout (FSB); AI, BI, ang BII were used for border conflict call bout (BCCB); AIII, BIII and CIII were used for harassing call bout (HCB). Adult male used three Ki haji (Dysoxylum alliaceum) and five Rauh model architechture tree as calling tree. Position AII were used for border conflict call bout; CIII were used for harassing call bout; BI, BII and CII were used for male song bout. Sub-adult female used five Kimokla (Knema cinerea (Poir.) Warb.) which have model architecthure tree, Massart as calling tree. Position AII ang AIII were used for female song bout and harassing call bout; BI, BII ang BIII were used for harassing call bout.


(14)

RINGKASAN

ALAMANDA SARDJITO PUTRI. E34104048. Pola Penggunaan Ruang Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) Berdasarkan Perilaku Bersuara di Taman Nasional Gunung Halimun - Salak, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh DONES RINALDI

Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun – Salak (TNGHS), merupakan habitat primata endemik Jawa yaitu owa Jawa (Hylobates moloch

Audebert, 1798). H. moloch sangat bergantung kepada keberadaan pohon besar, karena termasuk fauna arboreal, yang bergerak dan mencari pakan dari dahan satu ke dahan lainnya. H. moloch adalah satu dari sembilan spesies primata di dunia yang tersebar hanya di Asia, yang terdaftar sebagai sangat terancam punah. Diperlukan pengetahuan tentang preferensi habitat H. moloch yang berkaitan erat dengan pola penggunaan ruang. Dengan mengetahui pola penggunaan ruang H. moloch berdasarkan perilaku bersuara, diharapkan tindakan pengelolaan zonasi lebih didasarkan terhadap kajian ekosistem dan habitat spesies penting. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan ruang yang digunakan oleh H. moloch berdasarkan aktivitas bersuara pada masing-masing struktur kelompok. Hasil dari penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan pertimbangan untuk tindakan pengelolaan terutama pengelolaan habitat H. moloch.

Kegiatan pengambilan data berlangsung selama dua bulan dari HM 6 – HM 33 dan wilayah di sekitarnya. Peralatan yang digunakan terdiri atas : peta kerja, kamera, binokuler, stopwatch, kompas, tallysheet, range finder, tali rafia/tambang dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah dua kelompok H. moloch. ). Metode pengamatan menggunakan scan sampling dan pencatatan data dilakukan dengan metode continous recording. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan selanjutnya dianalisis melalui teknik panyajian deskriptif dan grafik.

Aktivitas bersuara yang dilakukan oleh kelompok A selama pengamatan yakni sebanyak 29 suara yang terdiri dari 26 suara teramati secara langsung dan tiga suara tidak langsung. Kelompok B sebanyak 16 suara yang terdiri dari 14 suara teramati langsung dan dua suara tidak langsung. Berdasarkan hasil pengamatan, waktu bersuara kelompok A dan B paling banyak antara pukul 10:00 - 11:00 WIB. Strata tajuk B digunakan sebanyak 69% oleh H. moloch untuk melakukan aktivitas bersuara, 26% menggunakan strata tajuk A dan 5% pohon dengan strata tajuk C. Aktivitas bersuara individu betina dewasa teramati di 16 jenis pohon selama 4785 detik. Sedangkan jantan dewasa melakukan aktivitas bersuara selama 1547 detik di delapan jenis pohon. Individu betina pra-dewasa teramati di enam jenis pohon suara selama 262 detik. Semua struktur kelompok menggunakan pohon dengan model arsitektur Rauh, Scarrone, Attims dan Massart.

Kesimpulan dari penelitian adalah betina dewasa melakukan aktivitas bersuara di pohon Rasamala (A.excelsa) sebanyak 15 pohon. Untuk model arsitektur pohon suara, 17 pohon diantaranya memiliki model Scarrone. Posisi AI dan AII digunakan untuk female song bout (FSB); AI, BI dan BII untuk border conflict call bout (BCCB) dan AIII, BIII dan CIII hanya digunakan untuk


(15)

harasssing call bout. Individu jantan dewasa menggunakan tiga pohon Ki haji (Dysoxylum alliaceum) dan lima pohon dengan model arsitektur Rauh untuk bersuara. Posisi AII hanya ditemukan untuk tipe border conflict call bout. Sedangkan untuk tipe suara harasssing call bout di posisi CIII. Posisi BI, BII dan CII ditempati saat melakukan tipe suara male song bout.Pohon Kimokla (Knema cinerea (Poir.) Warb.) dengan model arsitektur Massart digunakan sebanyak lima pohon oleh individu betina pra-dewasa untuk bersuara. Posisi AII dan AIII digunakan untuk tipe female song bout dan tipe harasssing call bout. Posisi BI, BII dan BIII pada individu betina pra-dewasa hanya dijumpai untuk tipe suara harassing call bout.


(16)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pola Penggunaan Ruang Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) Berdasarkan Perilaku Bersuara di Taman Nasional Gunung Halimun - Salak, Provinsi Jawa Barat” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2009

Alamanda Sardjito Putri NRP E34104048


(17)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Pola Penggunaan Ruang Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) Berdasarkan Perilaku Bersuara di Taman Nasional Gunung Halimun - Salak, Provinsi Jawa Barat” berhasil diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat beberapa kekurangan yang memerlukan masukan dan saran dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membacanya.

Bogor, Maret 2009


(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 30 April 1986 merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Sardjito dan Dewi Andriani. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan menengah atas pada tahun 2004 di SMA Negeri 2 Bogor. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Konservasi Sumberaya Hutan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis bergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa yakni Uni Konservasi Fauna (UKF-IPB) pada Divisi Konservasi Primata. Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota Biro Infokom pada tahun 2005-2006 dan Biro Kesekretariatan tahun 2006-2007. Kegiatan praktek lapangan yang pernah dilakukan antara lain Praktek Umum Pengenalan Hutan di CA Leuweung Sancang, Garut dan CA Kawah Kamojang, Bandung (2007), Praktek Umum Pengelolaan Hutan di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten KPH Sumedang (2007), Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional Alas Purwo (2008). Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Pola Penggunaan Ruang Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) Berdasarkan Perilaku Bersuara di Taman Nasional Gunung Halimun - Salak, Provinsi Jawa Barat” dibawah bimbingan Ir. Dones Rinaldi M.Sc.F.


(19)

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat, hidayah dan kekuatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi berjudul Pola Penggunaan Ruang Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) Berdasarkan Perilaku Bersuara di Taman Nasional Gunung Halimun - Salak, Provinsi Jawa Barat, penulis memperoleh begitu banyak bantauan dan dukungan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada :

1. Ibunda, ayahanda, dan kakakku serta keluarga tercinta yang tidak henti-hentinya memberikan kasih dan doa serta dukungan baik moril dan materil kepada penulis. Thank you for letting me to be Me.

2. Bapak Ir. Dones Rinaldi, M.Sc.F selaku dosen pembimbing atas kesabaran dalam memberikan arahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Bapak Ir. Ahmad Hadjib, MS selaku dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan dan Ibu Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc.F selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan yang telah memberikan masukan guna perbaikan skripsi penulis.

4. Mrs. Michelle Lappan dan Mr. Sanha Kim untuk kesempatan dan bantuan selama penelitian.

5. Seluruh staf KPAP Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

6. Keluarga Pak Jaya dan Mang Engkos, Mas Aris, Nuy dan Sahri yang telah membantu selama pengambilan data.

7. Polisi Hutan di Cikaniki TNGHS untuk keramahan selama penelitian dan bantuan dalam mengidentifikasi pohon calling.

8. Rahayu Oktaviani (Toa), teman tidur selama dua bulan dan teman seperjuangan dalam pengejaran owa.

9. Rini-dekil, Iink, Ines, Nira-jelek, Toa-buluk, Uwi, Heri dan Febi untuk pertemanan, tawa, tangis, pengalaman dan cerita yang telah mewarnai hari-hari penulis di kampus.


(20)

10.Teman seperjuangan (Rini, Lanjar, Hendri, Katheryn, Ade dan Febi) dan teman menmunggu yang selalu setia bersama di KPAP. Semangat..! 11.Keluarga besar KSH’41 kita “emang bener-bener beda” atas kebersamaan,

kekompakan, kegilaan dan hari-hari aneh tapi nyata yang telah dilalui. 12.Seluruh rekan-rekan UKM UKF IPB atas pengalaman dan pembelajaran. 13.Special thanks to Tim Lebay atas satu hari yang gila, seru dan

mendebarkan.

14.Kepada semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Maret 2009

Penulis


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

C. Manfaat ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-Ekologi Owa Jawa ... 3

1. Taksonomi ... 3

2. Morfologi... 3

3. Penyebaran... 4

4. Habitat ... 4

5. Pakan ... 4

B. Daerah Jelajah (Home Range) dan Teritori……….. 5

C. Organisasi Sosial ... 6

D. Perilaku Bersuara... . 7

E. Pola Penggunaan Ruang... ... 8

III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu ... 10

B. Alat dan Bahan ... 10

C. Parameter yang Diamati ... 10

D. Pengenalan Lapangan... 12

E. Metode Pengambilan Data... ... 12

1. Data Primer... ... 12

2. Data sekunder... ... 12

F. Analisis Data... ... 12

IV. KONDISI UMUM A. Sejarah Kawasan ... 13

B. Kondisi Fisik Kawasan ... 13


(22)

b. Topografi dan Tanah ... 14 c. Iklim ... 15 d. Hidrologi ... 15 C. Kondisi Biotik ... 15 1. Flora... 15 2. Fauna... 16 V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Aktivitas Bersuara ... 17 B. Penggunaan Habitat H. moloch ... 21 1. Betina Dewasa ... 25 2. Jantan Dewasa... 30 3. Betina Pra-dewasa ... 35 VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... ... 41 B. Saran... .. 41 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(23)

DAFTAR TABEL 

No. Halaman

1. Struktur kelompok H. moloch yang diamati……….. 18 2. Jenis dan Model Arsitektur Pohon Calling………... 24


(24)

DAFTAR GAMBAR 

No. Halaman

1. Pembagian Tajuk Pohon ... 10 2. Model Arsitektur Pohon, (a) Attims, (b) Aubréville, (c) Koribia, (d) Massart,

(e) Prévost, (f) Rauh, (g) Scarrone, (h) Troll, (i) Roux... 11 3. Kelompok A, (a) betina dewasa dan bayi, (b) jantan dewasa, (c) betina

pra-dewasa…...………... 17 4. Kelompok B, (a) betina dewasa dan bayi, (b) jantan dewasa………... 18 5. Waktu bersuara H. moloch………... 19 6. Persentase Penggunaan Strata Tajuk……….... 22 7. Jenis Pohon Bersuara Betina Dewasa………...….… 25 8. Posisi Bersuara Betina Dewasa... 26 9. Model Arsitektur Pohon Bersuara Betina Dewasa………... 27 10. Lama Calling (detik) Betina Dewasa menurut Jenis Pohon... 28 11. Lama Calling (detik) Betina Dewasa menurut Posisi Individu... 29 12. Lama Calling (detik) Betina Dewasa menurut Model Arsitektur Pohon …… 30 13. Jenis Pohon Bersuara Jantan Dewasa…... 31 14. Posisi Bersuara Jantan Dewasa……… …. 32 15. Model Arsitektur Pohon Bersuara Jantan Dewasa……… 33 16. Lama Calling (detik) Jantan Dewasa menurut Jenis Pohon ....……… 34 17. Lama Calling (detik) Jantan Dewasa menurut Posisi Individu……… 35 18. Lama Calling (detik) Jantan Dewasa menurut Model Arsitektur Pohon … …. 35 19. Jenis Pohon Bersuara Betina Pra-dewasa………... 36 20. Posisi Bersuara Betina Pra-dewasa... 37 21. Model Arsitektur Pohon Bersuara Betina Pra-dewasa...……….. 38 22. Lama Calling (detik) Betina Pra-dewasa menurut Jenis Pohon …..………… 39 23. Lama Calling (detik) Betina Pra-dewasa menurut Posisi Individu…..……… 39 24. Lama Calling (detik) Betina Pra-dewasa menurut Model Arsitektur Pohon... 40


(25)

DAFTAR LAMPIRAN 

No. Halaman

1. Indeks Nilai Penting Tiang ... .... 44 2. Indeks Nilai Penting Pohon ... .... 45 3. Peta Kawasan TNGHS ... .... 46


(26)

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penunjukan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun dan perubahan fungsi kawasan Hutan Lindung, Hutan Produksi, Hutan Produksi Terbatas pada kelompok Hutan Gunung Halimun dan Hutan Gunung Salak seluas ± 113.357 ha di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten menjadi Taman Nasional Gunung Halimun - Salak (TNGHS) berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 175/Kpts-II/2003. TNGHS merupakan satu-satunya kawasan hutan hujan tropis terbesar yang tersisa di Jawa dan berfungsi sebagai peyangga ekosistem.

Ekosistemnya menjadi benteng terhadap kehidupan flora fauna penting di kawasan pegunungan di Jawa dan kawasan pengatur tata air bagi masyarakat di sekitarnya termasuk kota-kota besar seperti Bogor, Sukabumi, Tangerang, Rangkasbitung dan Jakarta.

Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, merupakan habitat primata endemik Jawa yaitu owa Jawa (Hylobates moloch). H. moloch sangat bergantung kepada keberadaan pohon besar, karena termasuk fauna arboreal yang bergerak dan mencari pakan dari dahan satu ke dahan lainnya. H. moloch adalah satu dari sembilan spesies primata di dunia yang tersebar hanya di Asia, namun hanya H. moloch yang terdaftar di IUCN red list sebagai sangat terancam punah.

Untuk mengelola kawasan yang dilindungi, pengelola perlu mengukur kebutuhan ekologi dari spesies, terutama spesies yang dilindungi memantau ukuran dan struktur umur populasi, kesehatan dan fluktuasi populasi. Berbagai faktor penyebab spesies menjadi langka dan terancam antara lain: hilang atau rusaknya bagian vital dari habitatnya, tingginya mortalitas atau rendahnya reproduksi, perubahan iklim, geologi atau evolusi.

Salah satu komponen utama dalam pembinaan habitat satwa liar adalah pengelolaan pelindung (cover). Kebutuhan perlindungan dari terik matahari, hujan dan pemangsa sangat dibutuhkan satwa. Untuk itu diperlukan pengetahuan tentang pola penggunaan ruang H. moloch. Pengelolaan


(27)

pelindung berkaitan erat dengan pengaturan vegetasi. Selain itu perlu diketahui juga tentang preferensi habitat H. moloch.

Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun - Salak yang bertujuan untuk mewujudkan tata ruang kawasan yang mantap melalui proses zonasi di dalam kawasan, tentunya diperlukan data mengenai habitat yang digunakan oleh H. moloch. Dengan mengetahui pola penggunaan ruang H. moloch berdasarkan perilaku bersuara, diharapkan tindakan pengelolaan zonasi lebih didasarkan terhadap kajian ekosistem dan habitat spesies penting,

2. Tujuan

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan ruang yang digunakan oleh H. moloch berdasarkan aktivitas bersuara pada masing-masing struktur kelompok.

3. Manfaat

Hasil dari penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan pertimbangan untuk tindakan pengelolaan terutama pengelolaan habitat H. moloch.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Bio-Ekologi Owa Jawa a. Taksonomi

Klasifikasi ilmiah owa Jawa (Hylobates moloch) menurut Napier and Napier (1967) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Cordata Sub phylum : Vertebrata Class : Mammalia Ordo : Primata Super family : Homonoidae Family : Hylobatidae Genus : Hylobates

Species : Hylobates moloch (Audebert, 1798)

H. moloch memiliki nama lain diantaranya adalah owa abu-abu, ungko Jawa, sylvery gibbon atau javan gibbon (Grzimek, 1972). Untuk Indonesia, satwa ini telah dibakukan dengan nama owa Jawa (Suyanto, Yoneda, Maryanto, Maharadatunkamsi dan Sugardjito, 1998).

b. Morfologi

Marga Hylobates memiliki lengan yang sangat panjang (Napier and Napier, 1967) hampir dua kali panjang batang tubuhnya dan lebih dari dua kali apabila tangan diikutsertakan. Tungkai 30% lebih panjang daripada batang tubuhnya tetapi hanya 2/3-3/4 panjang lengannya. Jantan dewasa mempunyai berat badan berkisar antara 4.300-7.928 gram sedangkan betina dewasa 4.100-6.800 gram.

Menurut Grzimek (1972), H. moloch adalah jenis kera tidak berekor dan mempunyai kepala yang kecil dan bulat, memiliki hidung serta rahang kecil dan pendek yang tidak menonjol, otak relatif kecil, badannya ramping, serta rambut yang tebal. Tubuh H. moloch ditutupi rambut yang berwarna kecoklatan sampai keperakan atau kelabu. Bagian atas kepalanya berwarna hitam. Muka seluruhnya juga berwarna hitam, dengan alis berwarna abu-abu yang menyerupai warna keseluruhan tubuh. Dagu pada beberapa individu berwarna gelap. Umumnya anak yang baru lahir berwarna lebih cerah. Warna


(29)

rambut jantan dan betina sedikit berbeda, terutama dalam tingkatan umur (Supriatna dan Wahyono, 2000).

c. Penyebaran

H. moloch merupakan primata endemik yang hanya ditemukan di pulau Jawa. Sebarannya terbatas pada hutan-hutan di Jawa Barat, terutama pada daerah yang dilindungi, seperti Taman Nasional Ujung Kulon, Gunung Halimun Salak, Gunung Gede Pangrango, serta Cagar Alam Leuweung Sancang.

Menurut Balai TNGH (1997), penyebaran H. moloch di Gunung Halimun terdapat pada ketinggian 400-1.919 mdpl, tetap Sugardjito dan Sinaga (1997) melaporkan bahwa di TNGH, H. moloch ditemukan dari ketinggian 600-1.400 mdpl.

d. Habitat

Kappeler (1994) menyebutkan bahwa H. moloch cenderung menghuni hutan dengan spesifikasi hutan dengan tajuk yang kurang lebih tertutup, tajuk pohon-pohon tersebut tidak terlalu rapat dan memiliki cabang yang besar atau kurang lebih horizontal. Departemen Kehutanan (1993) menyatakan bahwa tempat hidup H. moloch adalah hutan-hutan primer dataran rendah sampai hutan pegunungan.

Pasang (1989) melaporkan bahwa di TNGH H. moloch ditemukan pada hutan hujan tengah dengan ketinggian 1.000-2.000 mdpl, dengan topografi bergelombang sampai pegunungan. Hutan tersebut masih relatif utuh dan merupakan hutan primer yang didominasi oleh pohon-pohon besar dan tinggi, kemudian diselingi oleh pohon-pohon sedang dalam jumlah kecil dengan permukaan tanah yang ditutup oleh anakan dan tumbuhan bawah dalam jumlah yang sedikit.

e. Pakan

H. moloch mengkonsumsi lebih kurang 125 jenis tumbuhan yang berbeda. Bagian tumbuhan yang sering dimakan adalah buah, biji, bunga dan daun muda. Selain itu mereka juga memakan ulat pohon, rayap, madu, dan


(30)

beberapa jenis serangga lainnya (Supriatna dan Wahyono, 2000). Grzimek (1972) menerangkan pula bahwa pakan dari marga Hylobates adalah buah, daun, tunas, bunga, semut pohon dan serangga lainnya dan vertebrata kecil.

Menurut Bismark (1991) dalam Prastyono (1999), suku Hylobatidae merupakan satwa frugivorous, karena lebih banyak makan buah-buahan daripada jenis pakan lainnya. Buah lebih banyak mengandung karbohidrat namun kurang kandungan proteinnya, sehingga sebagai tambahan satwa dari suku ini memakan daun muda yang banyak mengandung protein.

2. Daerah Jelajah (Home Range) dan Teritori

Daerah jelajah (home range) adalah daerah yang dikunjungi satwaliar secara tetap karena dapat mensuplai pakan, minuman, serta mempunyai fungsi sebagai tempat berlindung/bersembunyi, tempat tidur dan tempat kawin. Sedangkan teritori adalah tempat yang khas dan selalu di pertahankan dengan aktif, misalnya tempat tidur untuk primata, tempat istirahat untuk binatang pengerat dan tempat bersarang untuk burung (Alikodra, 1990). Daerah jelajah adalah total area yang digunakan dalam waktu tertentu oleh suatu kelompok dan lebih luas dibandingkan dengan teritori (Chivers, 1980).

Menurut Sahlins (1972) dalam Prastyono (1999), penggunaan teritori dipengaruhi oleh variasi ekologis yang dikelompokkan menjadi tiga, yakni :

a. Sumberdaya pakan terdistribusi merata dan tersedia sepanjang tahun. Di sini secara nyata teritori dan keanggotaan kelompok relatif tetap.

b. Sumberdaya pakan terdistribusi merata pada beberapa musim dan kelimpahannya bervariasi pada musim yang lain. Kekhususan teritori dan keanggotaan kelompok bersifat musiman.

c. Pakan tidak tersedia secara nyata. Kelompok yang mendekati areal tersebut sangat bervariasi, karena sumberdaya pakan bervariasi kelimpahannya secara musiman dan tahunan.

Menurut Bismark (1991), sebaran pakan utama bagi marga Hylobates menyebabkan kera ini mempertahankan daerah jelajah karena pakan yang terbatas dan perlu efisiensi dalam pergerakan. Kappeler (1981) melaporkan bahwa rata-rata luas daerah jelajah H. moloch adalah 17,4 ha dengan rata-rata tumpangtindih daerah jelajah kelompok lainnya adalah 0,1 ha. Sedangkan rata-rata luas teritorinya adalah 16,4 ha atau 6% lebih kecil daripada daerah jelajahnya. Pasang


(31)

(1989) melaporkan bahwa luas daerah jelajah H. moloch Gunung Halimun adalah 11,8 ha dan luas teritori adalah 2.625 ha.

Luas daerah jelajah dipengaruhi oleh jenis aktivitas, penyebaran pakan, karakteristik habitat (topografi lapangan, jenis pohon, tinggi tajuk dan lain-lain) serta kehadiran individu/kelompok lain. Luas teritori dipengaruhi oleh jenis dan kelimpahan pakan, adanya predator dan gangguan lain, jenis satwa dan ukuran kelompok. Sedangkan Chivers (1980) mengatakan bahwa yang mempengaruhi daerah jelajah suatu kelompok adalah jarak yang ditempuh oleh masing-masing individu anggota kelompok setiap hari dan penyebaran kelompok.

3. Organisasi Sosial

Napier dan Napier (1967) menyebutkan bahwa jumlah individu kelompok H. moloch berkisar antara dua sampai enam ekor, yang terdiri dari jantaj dewasa, betina dewasa dan beberapa anak. Hal ini diperkuat oleh Chivers (1980) bahwa suku Hylobatidae hidup dalam keluarga yang kecil yang terdiri dari jantan dewasa dan pasangannya dan satu sampai tiga anak. H. moloch hidup sekitar 20-30 tahun dan merupakan satwa monogami. Tingkat kesetiaan yang tinggi sangat penting pada spesies yang tingkat kematangannya lambat dimana H. moloch muda belum sepenuhnya mandiri sampai mencapai usia tujuh atau delapan tahun.

Menurut Sugardjito dan Sinaga (1997) dalam Prastyono (1999) ukuran kelompok H. moloch di TNGH adalah dua sampai empat individu. Sedangkan menurut Balai TNGH (1997) ukuran kelompoknya adalah sepasang jantan dan betina dewasa dengan satu atau tanpa anak.

Kappeler (1981) membagi H. moloch ke dalam empat kelas umur, dengan ciri-ciri sebagai berikut :

1. Bayi (infant) : mulai lahir sampai berumur dua tahun, dengan ukuran badan sangat kecil dan selalu digendong oleh betina dewasa terutama satu tahun pertama.

2. Anak (juvenile) : berumur kira-kira dua sampai empat tahun, badan kecil dan tidak dipelihara sepenuhnya oleh induknya.

3. Muda (sun-adult) : berumur kira-kira empat sampai enam tahun, ukuran badannya sedang. Hidup bersama pasangan indivdu dewasa dan kurang atau jarang melakukan aktifitas teritorial.

4. Dewasa (adult) : berumur lebih dari enam tahun, hidup soliter atau berpasangan dan menunjukan aktifitas teritorial.


(32)

4. Perilaku Bersuara

Salah satu perilaku sosial yang terlihat pada kelompok owa Jawa berupa perilaku bersuara. Perilaku bersuara pada owa Jawa merupakan aktivitas awal dan utama yang membedakannya dengan jenis primata lain. Tenaza (1975) dalam Purwanto (1992) menjelaskan bahwa perilaku bersuara yang dilakukan oleh kelompok-kelompok primata diduga merupakan salah satu bentuk mekanisme ruang (space mechanism). Pendapat lain menyatakan bahwa perilaku bersuara merupakan upaya berkomunikasi dengan kelompok lain dan untuk menandai daerah teritorinya (Napier dan Napier, 1985).

Menurut Strier (2000), perilaku bersuara merupakan salah satu bentuk komunikasi owa Jawa baik terhadap individu dalam kelompoknya, kelompok lain di sekitarnya maupun dengan lingkungannya. Sebelum memulai aktivitasnya di pagi hari, H. moloch mengeluarkan suara nyanyian untuk memberitahukan keberadaannya dan memberi tanda pada keluarga lain yang sejenis bahwa daerah tersebut merupakan daerah teritorialnya (Ladjar, 1995).

Nyanyian dan konflik diantara kelompok H. moloch sangat penting, menghabiskan waktu dan energi yang banyak dan terutama pada pagi hari saat mereka mencari makanan kesukaan (Chivers, 1980).

Menurut Pasang (1989) aktivitas bersuara secara umum dilakukan dalam tiga periode. Periode pertama dilakukan saat bangun pagi, sekitar pukul 05:00-08:00. Periode kedua berlangsung sekitar pukul 10:30-12:00. Periode terakhir dilakukan menjelang malam hari, sekitar pukul 16:00-18:30.

Pada Hylobatidae umumnya, betina memiliki kemampuan bersuara lebih lama jika dibandingkan dengan jantan (Ladjar, 1995). Dalam bersuara, individu betina memilih pohon-pohon tertentu, yakni pohon-pohon dengan tajuk emergent (Kappeler, 1981).

Sedangkan menurut Tenaza (1976) dalam Sutrisno (2001) perilaku bersuara yang dilakukan oleh jantan berfungsi sebagai alat untuk menarik perhatian betina, sedangkan suara yang dilakukan bersama-sama oleh seluruh individu berfungsi untuk mengurangi resiko pemangsaan (altruisme). Selain itu, perilaku bersuara juga dilakukan oleh individu jantan yang sedang mengalami proses penyapihan dan biasanya dilakukan jauh dari kelompok utamanya yang


(33)

berfungsi sebagai panggilan bagi individu lain untuk membentuk kelompok baru dan menunjukkan kesiapan aktifitas seksual.

Menurut Chivers (1980), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku bersuara owa Jawa, yaitu cuaca, kelimpahan pakan, musim kawin, kepadatan populasi dan adanya panggilan oleh kelompok lain.

Terdapat empat jenis suara yang dikeluarkan oleh owa Jawa, yaitu suara betina sendiri untuk menandakan daerah teritorialnya, suara jantan yang dikeluarkan saat berjumpa dengan kelompok tetangga, dan saat jantan mengalami proses penyapihan yang biasanya dilakukan agak jauh dari kelompok utamanya. Suara yang dikeluarkan bersama antar anggota keluarga saat terjadi konflik, dan suara dari anggota keluarga sebagai tanda bahaya (Supriatna, 2000).

Sedangkan menurut Sutrisno (2001), terdapat tiga jenis suara yang dikeluarkan oleh owa Jawa, yaitu suara pada pagi hari (morning call) yang dilakukan oleh individu betina dewasa. Suara tanda bahaya (alarm call) yang dikeluarkan saat keadaan bahaya karena adanya predator dan untuk melindungi daerah teritorialnya, jenis suara ini dikeluarkan oleh semua anggota kelompok. Serta suara pada kondisi tertentu (conditional call) yang dikeluarkan oleh individu owa Jawa tanpa alasan tertentu.

Purwanto (1992) menambahkan, saat melakukan perilaku bersuara, owa Jawa memanfaatkan tajuk pohon bagian atas yaitu pada ketinggian 33-47 m. Perilaku bersuara paling rendah dilakukan pada pohon dengan ketinggian 23 m, yang biasanya berlangsung saat melakukan aktifitas makan. Menurut Chivers (1980) pemilihan tajuk bagian tengah dan atas dimaksudkan agar suara yang dikeluarkan owa Jawa mampu terdengar dengan jarak yang lebih jauh. Suara H. moloch yang keras dapat terdengar sampai sejauh 500-1.500 meter (Kappeler, 1981).

5. Pola Penggunaan Ruang

Aspek pola penggunaan ruang menggambarkan interaksi antara satwa dengan habitatnya. Dalam hal ini, mobilitas, luas dan komposisi daerah jelajah merupakan parameter yang lebih banyak digunakan sebagai indikator dari strategi penggunaan ruang oleh satwaliar. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh Santosa (1993) menunjukkan bahwa satwaliar tidak menyebar dan


(34)

mengeksploitasi ruang secara acak, melainkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dari dalam diri satwa itu sendiri (umur, jenis kelamin dan morfologi) dan faktor luar atau yang lebih dikenal dengan sebutan faktor ekologi (ketersediaan makanan, kondisi fisik biotik dan iklim dari habitatnya).

Menurut Krebs dan Davis (1978) dalam Santosa (1993) yang lebih menekankan pada proses optimalisasi dari perilaku berpendapat bahwa penyebaran geografi dan ketersediaan makanan akan dapat digunakan sebagai dasar untuk memprediksi pola penggunaan ruang oleh satwa.


(35)

III. MEETODE PEENELITIAAN A. Lo Halim selama Juli 20 B. Al kamer rafia/ta kelom

okasi dan W

Kegiatan mun - Salak

a dua bulan 008 hingga t

Waktu

penelitian k (TNGHS n, pengamb tanggal 26 A

dilaksanak ), Provinsi bilan data d Agustus 200

kan di Jawa Bar dilakukan ± 08. Taman Na rat. Penelit dua bulan asional Gu tian berlang dari tangg unung gsung gal 14 C. Pa primer

lat dan Bah

Peralatan ra, binokul

ambang da mpok H. mol

han

yang digun ler, stopwa an alat tulis

loch.

nakan dalam atch, kom s. Sedangka

m penelitia mpas, tallys

an bahan y

an terdiri a sheet, rang yang diguna

atas : peta k ge finder, akan adalah kerja, tali h dua arameter ya Parameter r dan data se

ang Diama

r yang diam ekunder. Da

ti

mati dan diu ata primer m

ukur dalam meliputi :

m penelitian terdiri atass data

1. La (vo 2. Po ho kat sem

ama suatu ru ocalization) osisi individ

rizontal. Se tegori. Seh mbilan kate

uang yang d ) sampai ber

du dalam ecara vertik hingga ruan egori. Pemb ditempati sa rpindah tem Gamb ruang terb al dan horiz ng yang dig agian tajuk

aat mulai m mpat ke ruan

bar 1 Pemb

bagi menjad zontal tajuk gunakan H. pohon dapa

melakukan a ng yang berb

bagian Tajuk

di dua yai k pohon dib . moloch te at dilihat pa

aktifitas ber beda.

rsuara

itu vertikal bagi menjad erbagi ke d ada Gambar l dan di tiga dalam r 1. k Pohon.


(36)

3. Tipe ruang yang digunakan H. moloch saat melakukan aktifitas bersuara. Tipe ruang dibedakan berdasarkan model arsitektur pohon. Terdapat sekurang-kurangnya sembilan model arsitektur pohon hutan di Indonesia yaitu model Attims, Aubréville, Koribia, Massart, Prévost, Rauh, Scarrone, Troll dan Roux.

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g) (h) (i)

Sumber: Sutisna, Kalima dan Purnadjaja (1998)

Gambar 2 Model Arsitektur Pohon: (a) Attims, (b) Aubréville, (c) Koribia, (d) Massart, (e) Prévost, (f) Rauh, (g) Scarrone, (h) Troll, (i) Roux.

4. Struktur kelompok satwa yang melakukan aktifitas bersuara.

5. Jenis pohon yang digunakan satwa saat melakukan aktifitas bersuara

Data sekunder diambil dari hasil studi literatur yang ada. Data sekunder meliputi :

1. Kondisi fisik yang mencakup antara lain letak, luas, topografi, iklim, geologi dan lain-lain.


(37)

D. Pengenalan Lapangan

Kegiatan pengenalan lapangan merupakan kegiatan pendahuluan yang dilakukan guna mengetahui tempat-tempat yang biasa digunakan oleh H. moloch sebagai daerah jelajah maupun teritorinya. Kegiatan pengenalan lapangan mencakup :

1. Pengenalan kondisi lapangan di TNGHS.

2. Pengenalan kelompok-kelompok H. moloch yang akan diamati

3. Pengenalan jenis- jenis pohon yang digunakan oleh H. moloch saat melakukan aktifitas harian.

E. Metode Pengambilan Data 1. Data Primer

Pengamatan untuk data primer dilakukan secara langsung terhadap dua kelompok H. moloch dengan menggunakan metode scan sampling dengan interval waktu 10 menit. Sedangkan pencatatan data dilakukan dengan metode continous recording. Pengambilan data dilakukan selama 36 hari setiap hari Senin - Sabtu. Waktu pengamatan dimulai saat H. moloch mulai melakukan aktifitas yaitu pada pukul 05:45 sampai dengan pukul 06:20 WIB dan diakhiri pada pukul 16:00 sampai dengan 17:20 WIB.

2. Data Sekunder

Data sekunder didapatkan dari hasil studi literatur yang ada di kantor TNGHS dan juga literatur yang ada di kampus IPB. Data sekunder meliputi :

a. Kondisi fisik yang mencakup antara lain letak, luas, topografi, iklim, geologi dan lain-lain.

b. Kondisi biotik yang mencakup potensi flora dan fauna.

F. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan selanjutnya dianalisis melalui teknik panyajian deskriptif dan grafik.

1. Analisis deskriptif : merupakan penguraian dan penjelasan parameter yang diamati.

2. Analisis grafik : menyajikan parameter yang diamati melalui metoda grafik serta interpretasinya.


(38)

IV. KONDISI UMUM LOKASI

1. Sejarah Kawasan

Berawal dari kawasan Cagar Alam Gunung Halimun (CAGH) seluas 40.000 ha, sejak tahun 1935, kawasan ini pertama kali ditetapkan menjadi salah satu taman nasional di Indonesia sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 282/Kpts-II/1992 tanggal 28 Pebruari 1992 dengan luas 40.000 ha di bawah pengelolaan sementara Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan nama Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH). Selanjutnya pada Tanggal 23 Maret 1997 pengelolaan kawasan TNGH resmi dipisah dari TNGP, dikelola langsung oleh Unit Pelaksana Teknis Balai TNGH, Dirjen PHKA, Departeman Kehutanan.

Atas dasar perkembangan kondisi kawasan disekitarnya terutama kawasan hutan lindung Gunung Salak dan Gunung Endut yang terus terdesak akibat berbagai kepentingan masyarakat dan pembangunan, serta adanya desakan dan harapan berbagai pihak untuk melakukan penyelamatan kawasan konservasi Halimun Salak yang lebih luas maka ditetapkanlah SK Menteri Kehutanan No.175/Kpts-II/2003, yang merupakan perubahan fungsi kawasan eks Perum Perhutani atau eks Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas disekitar TNGH menjadi satu kesatuan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun - Salak (TNGHS).

Berdasarkan SK tersebut penunjukan luas kawasan TNGHS adalah 113.357 ha dan terletak di Provinsi Jawa Barat dan Banten yang meliputi kabupaten Sukabumi, Bogor dan Lebak. Dimana, saat ini TNGHS merupakan salah satu taman nasional yang memiliki ekosistem hutan hujan tropis pegunungan terluas di Jawa.

2. Kondisi Fisik Kawasan 1. Letak Kawasan

Taman Nasional Gunung Halimun - Salak secara geografis terletak diantara 106° 13' - 106° 46' BT dan 06° 32' - 06° 55' LS. Secara administratif terletak diantara tiga wilayah kabupaten daerah tingkat II, yaitu kabupaten Lebak, Bogor dan Sukabumi, provinsi Jawa Barat. Kantor balai TNGHS


(39)

terletak di kecamatan Kabandungan, Sukabumi. Batas-batas wilayah TNGHS berdasarkan administrasi pemerintah adalah :

1. Sebelah utara, dibatasi oleh kecamatan Nanggung, kecamatan Jasinga kabupaten daerah tingkat II Bogor dan kecamatan Cipanas kabupaten daerah tingkat II Lebak.

2. Sebelah barat, dibatasi oleh kecamatan Leuwiliang kabupaten daerah tingkat II Bogor dan kecamatan Kabandungan kabupaten tingkat II Sukabumi.

3. Sebelah selatan, dibatasi oleh kecamatan Cikidang dan kecamatan Cisolok kabupaten daerah tingkat II Sukabumi dan kecamatan Bayah kabupaten daerah tingkat II Lebak.

4. Sebelah timur, dibatasi oleh kecamatan Cibeber kabupaten daerah tingkat II Lebak.

2. Topografi dan Tanah

Kawasan TNGHS memiliki ketinggian tempat berkisar antara 500-2.000 meter di atas permukaan laut. Topografi di kawasan ini pada umumnya bergelombang, berbukit dan bergunung-gunung. Kemiringan lahan berkisar antara 25% - 44%. Beberapa gunung yang terdapat di kawasan ini antara lain, G. Salak 1 (2.211 mdpl), G. Salak 2 (2.180 mdpl), G. Sanggabuana (1.920 mdpl), G. Halimun utara (1.929 mdpl), G. Halimun selatan (1.758 mdpl), G. Kendeng (1.680 mdpl), G. Botol (1.850 mdpl) dan G. Pangkulahan (1.150 mdpl).

Secara geologis, kawasan Gunung Halimun terbentuk oleh pegunungan tua yang terbentuk akibat adanya gerakan tektonik yang mendorong ke atas. Sedangkan untuk kawasan pada bagian Gunung Salak merupakan gunung berapi strato type A, dimana tercatat terakhir Gunung Salak meletus tahun 1938, memiliki kawah yang masih aktif dan lebih dikenal dengan nama Kawah Ratu.

Berdasarkan Peta Tanah Tinjau Propinsi Jawa Barat skala 1 : 250.000 dari Lembaga Penelitian Tanah Bogor tahun 1966, jenis tanah di kawasan TNGHS terdiri atas asosiasi adosol coklat dan regosol coklat, asosiasi latosol coklat kekuningan, asosiasi latosol coklat kemerahan dengan latosol coklat, asosiasi latosol merah, latosol coklat kemerahan dan literit air tanah, komplek latosol kemerahan dan litosol, asosiasi latosol coklat dan regosol kelabu.


(40)

3. Iklim

Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, iklim di daerah TNGHS dan sekitarnya tergolong tipe iklim B dengan nilai Q sebesar 24,7%, yaitu tipe iklim tanpa musim kering dan tergolong ke dalam hutan hujan tropika yang selalu hijau. Adapun curah hujan rata-rata 4.000-6.000 mm/tahun, musim hujan terjadi pada bulan Oktober – April dan musim kemarau berlangsung pada bulan Mei – September dengan curah hujan sekitar 200 mm/bulan. Jumlah hari hujan setiap tahunnya rata-rata 203 hari. Suhu rata-rata harian 20 °C – 30 °C dan kondisi angin dipengaruhi oleh angin muson yang berubah arah menurut musim. Di sepanjang musim kemarau angin bertiup dari arah timur laut dengan kecepatan rendah. Kelembaban udara rata-rata sebesar 80%.

4. Hidrologi

Taman Nasional Gunung Halimun - Salak merupakan wilayah tangkapan air yang sangat penting bagi wilayah sekitar kawasan. Dari kawasan TNGHS mengalir beberapa sungai yang berair sepanjang tahun. Di sebelah utara mengalir tiga sungai besar, yaitu sungai Ciberang, Ciujung dan Cidurian yang mengalir ke arah Jakarta, Serang dan berakhir di Laut Jawa. Di sebelah selatan mengalir sungai Cisukawayana, Cimaja dan Cibareno yang bermuara di pantai Pelabuhan Ratu serta sungai Citarik di sebelah timur.

3. Kondisi Biotik 1. Flora

Diperkirakan lebih dari 1.000 jenis tumbuhan terdapat di kawasan TNGHS. Berdasarkan ketinggiannya di atas permukaan laut (dpl), ekosistem hutan pegunungan TNGHS dapat diklasifikasikan dalam tiga zona, yaitu zona Colline, pada ketinggian 500-1.000 mdpl yang didominasi oleh jenis-jenis Rasamala (Altingia excelsa), Puspa (Schima wallichii), Saninten (Castanopsis acuminatissima) dan Pasang (Quercus sundaicus); Zona Sub Montana berada pada ketinggian 1.000-1.500 mdpl, didominasi oleh jenis-jenis Ganitri (Elaeocarpus ganitrus), Kileho (Saurauia pendula) dan Kimerak (Weinmania blumei). Pada zona Montana yang berada pada ketinggian 1.500 - 2.211 mdpl,


(41)

didominasi oleh jenis-jenis Jamuju (Dacriocarpus imbricatus), Kiputri (Podocarpus nerifolia) dan Kibima (Podocarpus imbricatus).

Selain itu juga tercatat 258 jenis anggrek, 12 jenis bambu, 13 jenis rotan, jenis-jenis tanaman pangan, hias dan tanaman obat seperti Kantung Semar (Nepenthes sp.) dan Palahlar (Dipterocarpus hasseltii) yang merupakan jenis tumbuhan unik dan langka yang terdapat di TNGHS. Khusus di sekitar puncak Gunung Salak juga terdapat jenis-jenis tumbuhan kawah dan hutan lumut.

2. Fauna

Kawasan TNGHS memiliki berbagai tipe ekosistem yang merupakan habitat dari berbagai jenis satwa langka dan dilindungi. Mamalia primata yang terdapat di dalamnya antara lain adalah Owa Jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata), Lutung (Trachypithecus auratus) dan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis). Satwa ungulata yang ada antara lain Kijang (Muntiacus muntjak), Kancil (Tragulus javanicus) dan Babi Hutan (Sus scrofa). Sedangkan untuk satwa karnivora yang ada antara lain Macan tutul (Panthera pardus) dan Kucing hutan (Felis bengalensis).

Taman Nasional Gunung Halimun - Salak juga merupakan surga bagi berbagai jenis serangga yang unik dan indah seperti kupu-kupu, kumbang dan burung. Saat ini di TNGHS juga tercatat 244 jenis burung di kawasan ini dan 32 di antaranya adalah endemik pulau Jawa, seperti Elang Jawa (Spizaetus bartelsi), Ciung-mungkal Jawa (Cochoa azurea), Celepuk Jawa (Otus angelinae), Luntur Gunung (Harpactes reinwardtii) dan Rangkong Badak (Bucheros rhinoceros) yang merupakan jenis langka dan terancam punah.


(42)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

™ Aktivitas Bersuara

Ukuran kelompok A lebih besar dibandingkan dengan kelompok B, yaitu sebanyak empat individu yang terdiri dari jantan dewasa, betina dewasa, betina pra-dewasa dan bayi. Kelompok A lebih toleran terhadap kehadiran pengamat sehingga lebih mudah saat melakukan pengambilan data dibandingkan dengan kelompok B. Hal ini berkaitan dengan wilayah kelompok A yang berada di jalur interpretasi (loop trail) sepanjang Cikaniki sampai Citalahab (HM 6 - HM 17), yang biasa digunakan pengunjung TNGHS sehingga kelompok A sudah lebih terbiasa bertemu dengan manusia.

(a) (b)

(c)

Gambar 3 Kelompok A: (a) betina dewasa dan bayi, (b) jantan dewasa, (c) betina pra-dewasa.


(43)

Kelompok B berjumlah tiga individu yang terdiri dari jantan dewasa, betina dewasa dan bayi. Wilayah kelompok B berada pada jalur yang lebih jarang dilewati oleh pengunjung, yaitu mulai dari HM 17 - HM 33 dan sekitarnya sehingga kelompok B menjadi lebih sensitif terhadap kehadiran manusia.

(a) (b)

Gambar 4 Kelompok B: (a) betina dewasa dan bayi, (b) jantan dewasa.

Dipilihnya kedua kelompok owa Jawa tersebut sebagai objek pengamatan adalah atas dasar pertimbangan kondisi topografi yang masih memungkinkan pengamat untuk mengamati aktivitas kedua kelompok. Untuk memudahkan pencatatan dan pengamatan di lapangan maka setiap individu dikedua kelompok diberikan nama. Seperti yang disajikan pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1 Struktur kelompok H. moloch yang diamati

No. Kelompok Nama Struktur Kelompok

1 A Aris Jantan dewasa

Ayu Betina dewasa

Asri Betina pra-dewasa

Amran Bayi

2 B Kumis Jantan dewasa

Kety Betina dewasa

Kumkum Bayi

Berdasarkan hasil pengamatan, aktivitas bersuara pada kelompok A dan B dapat dibagi ke dalam tiga periode waktu yakni pagi hari mulai pukul 05:00 - 08:00 kemudian periode kedua menjelang siang hari pada pukul 10:00 - 12:00 dan periode ketiga mulai siang sampai sore hari sekitar pukul 13:00 – 16:00. Hal ini


(44)

sesuai den pada pagi menjelang

ngan perny hari menje g matahari t

yataan Purw elang dan s

erbenam.

wanto (1992 sesudah mat

2) bahwa p tahari terbit

perilaku ber t, siang har

rsuara dilak ri serta sore

kukan e hari Pe dapat deng batas terito oleh kelom sebanyak rilaku bers gan mudah ori dimana mpok H. mo

10 suara.

uara yang didengar o mereka ber oloch A dan

dilakukan oleh kelomp

rada. Waktu n B dilakuk

di pagi har pok H. molo u bersuara y kan pada pu

ri dimaksud och lain, yan yang paling ukul 10:00 p

dkan agar ng menunju

tinggi dilak pagi yang te

suara ukkan kukan erjadi

Waktu be WIB yang istirahat p

Se moloch ju terjadi saa H. moloch mereduksi anggota ke Ak dengan an berfungsi kelompok terjadinya yang wila kepemilik Su kelompok ersuara kelo g merupaka endek pada lain faktor uga dipenga at kondisi cu h tidak mel

i suara seh elompok ata ktivitas bers nggota kel

untuk mem k kepada k a konflik ata ayahnya be kan dan peng uara H. mo k dengan ke

Gambar 5 ompok A d an puncak w a siang hari.

luar seperti aruhi denga uaca cerah akukan akti hingga suar au individu/ suara pada ompok yan mberitahukan kelompok l

au kontak la erdekatan.

gauasaan at oloch bias elompok lai

Waktu Ber dan B palin

waktu aktif

i keberadaa n kondisi cu

dan 37% te ivitas bersu ra yang di /kelompok H. moloch ng sama a n keberadaa lain. Denga angsung de Selain itu, tas suatu wi sanya terde

in, karena s

rsuara H. mo g banyak a f bagi H. m

an kelompok uaca. Seban erjadi saat c uara sama s

ikeluarkan lain dengan

merupakan ataupun kel an satu angg an cara in engan kelom

aktivitas b layah dan p engar salin suara atau

oloch. antara puku moloch sebe

k lain, aktiv nyak 67% a cuaca mend ekali karen tidak akan n maksimal. n cara untuk

lompok/ind gota kelomp ni H. molo mpok/indivi bersuara m pohon pakan ng bersahut nyanyian y

ul 10:00 – elum melak

11:00 kukan

vitas bersua aktivitas ber dung. Saat h na air hujan n terdengar

.

ara H. rsuara hujan, akan oleh

k berkomun ividu lain pok ataupun och menghi

du lain teru merupakan n. nikasi yang n satu indari utama tanda tan antara yang dikelu satu arkan


(45)

oleh satu kelompok akan menstimulasi kelompok lain untuk ikut bersuara (Chivers, 1980) dan kelompok yang lain akan menjawab panggilan dengan tipe suara yang sama.

Selama pengamatan berlangsung, total suara yang diperoleh adalah sebanyak 45 suara berasal dari dua kelompok H. moloch yang diamati. Sebanyak 40 suara diperoleh secara langsung sedangkan lima suara secara tidak langsung. Kelompok A lebih sering melakukan aktivitas bersuara dibandingkan kelompok B. Aktivitas bersuara yang dilakukan oleh kelompok A selama pengamatan yakni sebanyak 29 suara terdiri dari 26 suara yang teramati secara langsung dan tiga suara secara tidak langsung. Sedangkan kelompok B sebanyak 16 suara terdiri dari 14 suara yang teramati secara langsung dan dua suara secara tidak langsung. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan ukuran kelompok dan wilayah keberadaan kedua kelompok tersebut.

Selain itu, di sekitar wilayah kelompok A lebih banyak terdapat kelompok H. moloch, sehingga kemungkinkan terjadinya kontak baik langsung maupun tidak langsung antar kelompok lebih besar dan akibatnya kelompok A akan lebih sering melakukan aktvitas bersuara dibandingkan dengan kelompok B.

Sedangkan di sekitar wilayah kelompok B mengalami kerusakan habitat akibat penebangan pohon secara liar oleh masyarakat sekitar yang menyebabkan kelompok B lebih jarang bersuara dikarenakan tingginya intensitas kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Chivers (1980) juga mengatakan bahwa adanya gangguan dari faktor luar seperti pembalakan maka aktivitas bersuara pada H. moloch akan semakin jarang dilakukan.

Aktivitas bersuara yang dilakukan memiliki durasi waktu yang bervariasi, yaitu antara dua detik sampai dengan 24 menit 8 detik. Panjang pendeknya durasi waktu bersuara owa Jawa dipengaruhi oleh suara yang dikeluarkan oleh kelompok lain dan seberapa besar bahaya atau gangguan yang diterimanya.

Terdapat beberapa variasi tubuh yang dilakukan H. moloch ketika bersuara, yaitu duduk, bergantung, loncat dan berdiri. Selama pengamatan, H. moloch lebih memilih duduk dan tidak banyak bergerak dalam satu pohon selama bersuara dengan persentase terbesar yaitu 58%, posisi bergantung saat bersuara dilakukan owa Jawa dengan persentase sebesar 32%. Sedangkan posisi melompat


(46)

dan berdiri jarang dilakukan sehingga memiliki persentase terkecil yaitu sebesar 6% dan 4%.

Terkadang H. moloch melakukan gerakan akrobat seperti melompat dan terus berayun (brakhiasi) dari satu pohon ke pohon lain yang akan menimbulkan keributan akibat ranting dan dahan pohon yang patah dan jatuh selama melakukan aktivitas bersuara. Biasanya dilakukan oleh individu jantan dewasa sebagai bentuk perilaku agresif dan tindakan pengusiran terhadap kehadiran kelompok lain. Hal ini terjadi terutama saat satu kelompok terlibat konflik secara langsung dengan kelompok/individu lain dan hal tersebut merupakan upaya konfrontasi, perimbangan kekuatan dan untuk menakut-nakuti kelompok/individu lain agar menjauh dari wilayahnya. Saat melakukan aktivitas bersuara, H. moloch juga melakukan aktivitas lain seperti makan dan membuang kotoran yang berfungsi untuk menandakan wilayahnya.

Menurut Kappeler (1984) dan berdasarkan pengamatan, H. moloch memiliki lima tipe suara yang berbeda berdasarkan jenis kelamin dan akustik (suara) yang dikeluarkan, yaitu suara betina dewasa (female song bout); suara jantan dewasa (male song bout); suara akibat gangguan (harassing call bout); suara akibat konflik batas wilayah (border conflict call bout); dan suara anakan (infant song bout).

Persentase terbesar tipe suara yang dikeluarkan oleh H. moloch adalah tipe suara akibat gangguan (60%), persentase terbesar kedua adalah tipe suara betina dewasa (27%), sedangkan persentase suara jantan dewasa adalah sebesar 5%. Tipe suara akibat konflik batas wilayah dan tipe suara anakan memiliki persentase yang sama dan terkecil yaitu 4%.

Selama pengamatan berlangsung, H. moloch menggunakan pohon sebagai lokasi bersuara yang letaknya tidak jauh dari pohon pakannya. Hal ini berkaitan dengan fungsi aktivitas bersuara sebagai tanda kepemilikan sumber daya yang ada seperti pohon pakan.

™ Penggunaan Habitat H. moloch

Longman dan Jenik (1987) dalam Rahayu (2002), membagi tajuk ke dalam beberapa tingkatan, yaitu : strata A terdiri atas pohon, pemanjat dan epifit dengan ketinggian lebih dari 25 m; strata B adalah


(47)

pohon bes strata C m m; strata D sampai 5 tinggi.

Se terdiri ata adalah A. tajuk yang pada umum Se berdasarka B. Meskip mendomin pada tingk H. berada di lapisan taj tajuk rata-Secara ke moloch.

sar dan poho merupakan p

D merupak m dan stra

cara vertika s pohon-po

excelsa da g tidak terla mnya memi bagian besa an analisis v pun demiki nasi. Pohon kat tiang dan

moloch san i tempat ya juk yang teb -rata dalam eseluruhan,

on pemanja pohon kecil an semak b ata E terdir

al H. moloc ohon yang m

an pohon-p alu lebar da iliki tajuk y ar pohon ya

vegetasi ya an A. excel n-pohon yan

n pohon kec ngat jarang

ang terbuk bal dan ber m wilayah je

kondisi st

at dengan ke dan tiang d belukar dan ri dari sema

ch hanya me memiliki taj pohon dari

an rapat, sed yang tebal da ang terdapa ang dilakuka

lsa dan poh ng menyusu cil dari fam

menggunak ka. Secara

rkesinambun elajah H. m trata tajuk etinggian le dengan ting pancang de ai, rerumpu enggunakan juk paling t famili Faga dangkan po

an lebar. at pada jalu

an oleh Had hon-pohon d

un strata C ili Moracea kan strata C horizontal ngan. Menu moloch adal

ini kurang

ebih dari 10 gi lebih dar engan tingg utan dan pa

n stara A, B tinggi, poho aceae. A. e ohon-pohon

ur pengama di (2002) be

dari famili C tidak bany

ae (Ficus sp C kecuali bil tegakan te urut Kappel ah sekitar 3 g menduku Me memanfaa Gam enurut Purw atkan tajuk P

mbar 6 Pers

wanto (199 pohon bag 26% 5% Persentase sentase Peng

2) saat me ian atas yai %

Penggunaa

ggunaan Str

lakukan pe itu pada ke

69%

an Strata T

rata Tajuk. rilaku bersu etinggian 33 Tajuk Stra Stra Stra

m sampai 2 ri 5 m samp gi lebih dar aku-pakuan

B dan C. Str on pada str excelsa mem

famili Fag

atan kelomp erada pada Fagaceae m yak dan ter

.).

la pohon ter ersebut mem

ler (1981), t 30 m (strat ung aktivita

25 m; pai 10 i 1 m yang rata A ata A miliki aceae pok A strata masih rbatas rsebut miliki tinggi ta A). as H.

ata B ata A ata C

uara, H. m 3-47 m. Per

oloch rilaku


(48)

bersuara paling rendah dilakukan pada pohon dengan ketinggian 23 m, yang biasanya berlangsung saat melakukan aktivitas makan. Namun sebanyak 69% strata tajuk B digunakan H. moloch untuk melakukan aktivitas bersuara, 26% menggunakan strata tajuk A dan 5% pohon dengan strata tajuk C. Ini berarti bahwa 69% aktivitas bersuara yang dilakukan oleh H. moloch dikedua kelompok selama pengambilan data dilakukan di pohon dengan ketinggian lebih dari 10 m sampai 25 m.

Hal ini berbeda dengan hasil yang dilaporkan oleh Hadi (2002) yang menyatakan bahwa strata tajuk yang digunakan oleh H. moloch di TNGH untuk aktivitas bersuara 100% adalah strata A. Begitu juga dengan Kappeler (1981) yang menyatakan bahwa aktivitas bersuara yang merupakan respon terhadap gangguan keberadaan manusia dilakukan pada pohon yang paling tinggi.

Hal ini bisa disebabkan oleh kedua kelompok H. moloch yang diamati selama pengambilan data sudah terbiasa dengan kehadiran pengamat dan juga keberadaan pohon-pohon dengan strata tajuk A yang jumlahnya terbatas di wilayah kedua kelompok H. moloch. Menurut Chivers (1980) pemilihan tajuk bagian tengah dan atas dimaksudkan agar suara yang dikeluarkan H. moloch mampu terdengar dengan jarak yang lebih jauh.

Kappeler (1981) juga menyatakan pohon-pohon yang dijadikan lokasi bersuara oleh H. moloch umumnya berada di bagian tengah wilayah jelajahnya, meskipun tidak menutup kemungkinan pohon-pohon yang dijadikan lokasi bersuara oleh H. moloch berada di batas wilayahnya. Pada pohon pakan yang sedang berbuah, biasanya H. moloch akan melakukan aktivitas bersuara sekaligus aktivitas makan untuk 2-3 hari berturut-turut.

Dalam melakukan aktivitas bersuara, H. moloch memilih pepohonan tertentu mulai dari jenis pohon, model arsitektur dan tajuk dari bagian terluar sampai terdalam dan juga dari bagian bawah sampai dengan tajuk teratas dengan tujuan agar suara yang dikeluarkan dapat terdengar dari jarak yang jauh sekalipun dan lebih jelas. Pasang (1989) menambahkan dalam keadaan tertentu H. moloch juga bersuara pada pohon-pohon yang lebat daunnya dan pohon-pohon yang sering digunakan adalah Quercus sp,Altingia excelsa, Schima wallichii dan Ficus sp.


(49)

Berdasarkan hasil pengamatan, teridentifikasi 25 jenis pohon yang digunakan H. moloch untuk melakukan aktivitas bersuara. Pepohonan ini memiliki ketinggian tajuk rata-rata 23 m. Pohon dominan yang dipilih H. moloch sebagai lokasi untuk melakukan aktivitas bersuara adalah Altingia excelsa yang merupakan salah satu kanopi utama di TNGHS.

Tabel 2 Jenis dan Model Arsitektur Pohon Calling

No. Pohon calling Nama Latin Famili Model

Arsitektur

1 Beunying cai Ficus variegate Moraceae Attims 2 Teureup Artocarpus elasticus,

Reinw. ex Bl.

Moraceae Rauh

3 Kimokla Knema cinerea (Poir.) Warb

Myristicaceae Massart

4 Burununggul Castanopsis sp. Fagaceae Rauh 5 Kalimorot Castanopsis

tunggurut (Bl.) dc

Fagaceae Rauh

6 Ki hiur Castanopsis javanica Fagaceae Rauh

7 Pasang Quercus sundaica Fagaceae Rauh

8 Ki anak Castanopsis

acuminatissima (Bl.)

Fagaceae Rauh

9 Saninten Castanopsis argentea Fagaceae Rauh 10 Pasang batarua Quercus lineata Fagaceae Rauh 11 Pasang kayang Lithocarpus tjismanii

(Bl.)

Fagaceae Rauh

12 Pongang Schefflera sp Araliaceae Scarrone

13 Puspa Schima wallichii Theaceae Attims

14 Kakaduan Platea excelsa Icacinaceae Massart 15 Huru lunglum Litsea noronhae (Bl.) Lauraceae Scarrone 16 Rasamala Altingia excelsa Hammamelidaceae Scarrone

17 Renghas Gluta renghas L Anacardiaceae Massart 18 Kopinango Dysoxylum sp Meliaceae Attims 19 Ki haji Dysoxylum alliaceum Meliaceae Attims 20 Pingkuk Dysoxylum nutans

Miq

Meliaceae Attims

21 Marabangkong Macaranga tanrius Euphorbiaceae Rauh 22 Calik angin Mallotus paniculatus Euphorbiaceae Rauh

23 Ki sampang Evodia latifolia Rutaceae Scarrone 24 Hamirung Vernonia arborea Verbenaceae Rauh


(50)

1. Be

jenis p sebany cinere bisa di

etina Dewas

Individu b pohon pada yak 33 poh ea (Poir.) W ilihat pada G

sa

betina dewa a saat mela hon, 15 dia Warb dan dua

Gambar 7.

asa di kedu akukan akt antaranya je

a pohon Ca

ua kelompo ivitas bersu enis A. ex astanopsis a

ok teramati uara dengan xcelsa, tiga acuminatissi

mengunaka n jumlah p pohon K ima (Bl.).H

an 16 pohon Knema Hal ini Juumlah diantar (FSB) tujuh k dikare melaku perbat daerah kemun diband oleh in Gambar 7 Dari lima ranya dilak , harassing kali BCCB nakan saat ukan perpin tasan wilaya

Selain seb h perbata ngkinan p dingkan den Dari enam ndividu bet 0 2 4 6 8 10 12 14 16

Jennis pohon

Jenis Pohoon Bersuaraa Betina Dewwasa.

a tipe suar kukan oleh

call bout (H , enam dian t melakuk ndahan dari ah kelompok

a yang dit individu be HCB) dan b ntaranya me an BCCB, i satu poho k A dengan

temui selam etina dewas border conf

enggunakan , betina d on ke pohon n kelompok

ma pengam sa, yakni fe flict call bo n pohon A. dewasa dar n yang lain

lain.

mbilan data, female song

ut (BCCB). excelsa. H ri kelompo n yang bera

, tiga g bout . Dari Hal ini ok A ada di bagai poho asan teritor penggunaann ngan jenis p m kali tipe tina dewasa

on pakan, p ri dengan nya sebag ohon lain.

pohon A. e individu/ gai pohon

excelsa ban /kelompok n bersuara

nyak terdap lain. Seh a lebih pat di ingga besar

suara fema a, tiga diant

ale song bo taranya dila

ut yang ter akukan di p

ramati dilak pohon A. ex

kukan xcelsa


(51)

dan ti sundai tipe F kekuas moloc dikare sehing sebany (Gamb (Poir.) Untuk ditemu AI, BI betina terama iga lainnya ica. Penggu FSB disebab

san dan mem Seperti y h memilih nakan sema gga dapat ter Posisi pa yak tujuh k bar 8) emp ) Warb.

k posisi indi ukan di pos I dan BII. dewasa unt Tipe suara ati selama

a di pohon unaan keem bkan oleh miliki tingg

n Dysoxylu mpat pohon letak poho gi lebih dari

um sp, Pla tersebut seb on yang te

20 m.

atea excels bagai pohon ermasuk ke

a dan Qu n bersuara u

dalam wi uercus untuk ilayah ang dikatak pohon-poh akin tinggi rdengar dar

kan oleh K on dengan

pohon mak ri jarak yang

Kappeler ( tajuk emer ka semakin g jauh sekal

1981) dala rgent (diatas n jauh suara

lipun.

am bersuara s 35 m). H a dapat terb

a, H. Hal ini

bawa,

da saat be kali, individ

at di pohon

ersuara baik du betina d n A. excels

k secara h dewasa teram

sa dan dua

horizontal m mati menem di pohon maupun ve mpati posisi Knema cin ertikal i CIII nerea Gambar 8 ividu betina sisi AI dan Posisi hori tuk harasss a harassing

pengambila

2

5

7

Posisi Bers

a dewasa sa AII. Sedan izontal III sing call bou g call bout

an data. Ti

2

2

4

4

5

2

suara Betinaa Dewasa.

aat melakuk ngkan untuk dan vertika ut.

kan female s k tipe suara al C hanya

song bout h BCCB di p digunakan

hanya posisi n oleh

(HCB) ada ipe suara H

alah tipe ya HCB bisa d

ang paling s disebabkan

sering oleh


(52)

kehadi satu in terjadi yang p harian mengh

iran pengam ndividu kep i di setiap w paling serin n. Posisi di

hindari pred

mat dan jug pada indivi waktu. Posis ng digunak ujung dan p dator dan jug

ga untuk m idu lain di si vertikal C kan oleh H

pangkal cab ga mengam

memberitahu kelompok C dan horiz H. moloch d

bang memp mbil pucuk d

ukan kebera yang sam zontal III m

dalam mela permudah p daun.

adaan atau p a dan juga merupakan p

akukan akt pergerakan u

posisi a bisa posisi tivitas untuk Jl h jenisny Pola p empat pengam diguna individ oleh p Evodia Scarro model Warb bersua Gambar 9 Pohon hu ya. Pada ha pertumbuha

model arsi mbilan data akan saat be Model ar du betina de pohon A. exc

a latifolia one. Pohon arsitektur yang digun ara. 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 Juum la h Model Ars utan memil akekatnya, an tersebut itektur yang a. Untuk m ersuara mem

rsitektur po ewasa saat celsa yang dan satu p Gluta rengh

pohon Ma nakan oleh

Rauh

sitektur Poh

liki pola p setiap poho dikenal den g digunakan model arsite miliki mode ohon Scarr melakukan berjumlah pohon Sche

has L dan assart. Terda individu be Scarrone Model  hon Bersuar pertumbuhan on memilik ngan istilah n oleh indi ktur pohon l arsitektur rone palin n aktivitas b 15 pohon d efflera sp.

Knema cin apat tiga po etina dewas

Massart Arsitektur

ra Betina De

n yang kh ki satu mod h model ars ividu betina n, sebanyak Scarrone (G ng banyak bersuara. Ha ditambah de

memiliki m nerea (Poir.)

ohon Knema a saat mel

t Attiims

ewasa.

has untuk s del pertumb

sitektur.Ter a dewasa se

17 pohon Gambar 9). setiap uhan. rdapat elama yang ditempati al ini diseba

ngan satu p model arsit ) Warb mem a cinerea (P lakukan akt oleh abkan pohon tektur miliki Poir.) tivitas


(1)

sebany Demik tipe su dengan

Sedangkan yak satu ka kian halnya uara yang n pengguna

n posisi CI li menghab a posisi BIII

sama meng aan posisi A

III yang ha biskan waktu

I yang hany ghabiskan w AII dan AIII

anya diguna u paling lam ya ditempa waktu yang .

akan untuk ma yakni se ati sebanyak g lebih lam

tipe suara elama 106 d k satu kali u ma dibandin HCB detik. untuk ngkan yang l dewas mengh oleh in Ini berarti lama pada s a di dua ke habiskan wa ndividu jant

i bahwa ind saat melakuk elompok ya aktu lebih tan dewasa dividu betin kan aktivita ang diamati banyak dib maupun bet a pra-dewa as bersuara i. Begitu ju bandingkan

tina dewasa

sa tidak me FSB sepert uga dengan

HCB yang a.

emerlukan w ti individu b

tipe HCB g dilakukan waktu betina yang n baik dewas model diguna Massa 92 det detik p Dengan l a untuk me arsitektur akan paling art ditempati tik. Untuk m pada saat m

amanya wa lakukan har r pohon s g lama yak i paling ban model arsite melakukan tip

aktu yang rassing call suara yang kni 148 det nyak saat be

ektur pohon pe suara fem

diperlukan l bout maka

ditempati ik. Meskipu ersuara nam

n Scarrone male song b

oleh indiv a mempeng i. Model un model a mun hanya d

hanya ditem bout.

vidu betina garuhi lama arsitektur arsitektur p igunakan se mpati selam a pra-suatu Rauh pohon elama ma 10 Gambar 2 Rauh 148

4 Lama Ca Arsitekt Mas alling (detik tur Pohon ssart 92

k) Betina Pr

Scarrone 10 ra-dewasa m Attim 122 ms menurut Model


(2)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

3. Pohon Rasamala (A.excelsa) digunakan oleh betina dewasa untuk melakukan aktivitas bersuara sebanyak 15 pohon. Untuk model arsitektur pohon suara, 17 pohon diantaranya memiliki model Scarrone. Untuk posisi individu betina dewasa saat melakukan female song bout hanya ditemukan di posisi AI dan AII. Sedangkan untuk tipe suara border conflict call bout di posisi AI, BI dan BII. Posisi horizontal III dan vertikal C hanya digunakan oleh betina dewasa untuk harasssing call bout.

4. Individu jantan dewasa menggunakan tiga pohon Ki haji (Dysoxylum alliaceum) untuk bersuara dan lima pohon dengan model arsitektur Rauh. Posisi AII hanya ditempati jantan dewasa saat melakukan tipe suara border conflict call bout. Sedangkan untuk tipe suara harasssing call bout di posisi CIII. Posisi BI, BII dan CII ditempati saat melakukan tipe suara male song bout.

5. Pohon Kimokla (Knema cinerea (Poir.) Warb.) dengan model arsitektur Massart digunakan sebanyak lima pohon oleh individu betina pra-dewasa untuk bersuara. Posisi individu saat bersuara di AII dan AIII digunakan untuk tipe female song bout dan harasssing call bout. Posisi BI, BII dan BIII digunakan oleh individu betina pra-dewasa untuk tipe suara harassing call bout.

B. SARAN

1. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai pola penggunaan ruang untuk semua perilaku H. moloch di TNGHS.

2. Perlu dilakukan kegiatan penanaman Pohon Rasamala (A. excelsa) sebagai salah satu upaya pengelolaan habitat H. moloch di TNGHS.


(3)

(4)

Lampiran 1 Indeks Nilai Penting Tiang

Sumber : (Hadi, 2002)

No. Nama Latin Famili KR

(%) FR (%)

DR (%)

INP (%) 1 Altingia excelsa Hammamelidaceae 8.57 5.88 10.64 25.09

2 Prunus arborea Rosaceae 8.57 8.82 7.59 24.98

3 Quercus gmelliflora Fagaceae 5.71 5.88 6.12 17.71 4 Glycyrrhiza glabra Fabaceae 5.71 5.88 5.78 17.37 5 Knema cinerea Myristicaceae 5.71 5.88 4.97 16.56 6 Urophyllum arboretum Myrtaceae 5.71 5.88 3.34 14.93

7 Ficus fustilosa Moraceae 2.88 2.94 4.55 10.37

8 Cinnamomum porrectum Melastomaceae 2.88 2.94 4.55 10.37

9 Eugenia lineata Myrtaceae 2.88 2.94 4.09 9.91

10 Schima wallichii Theaceae 2.88 2.94 4.09 9.91

11 Eugenia densiflora Myrtaceae 2.88 2.94 4.07 9.89 12 Garcinia dulcis Clusiaceae 2.88 2.94 3.65 9.47 13 Elaeocarpus

macrophylla

Elaeocarpaceae 2.88 2.94 3.65 9.47 14 Ardisia blumii Myrsinaceae 2.88 2.94 3.64 9.46 15 Magnolia elegans Magnoliaceae 2.88 2.94 3.23 9.05 16 Beilsmiedia madang Lauraceae 2.88 2.94 3.23 9.05 17 Glochidian philippiceum Euphorbiaceae 2.88 2.94 2.84 8.66

18 Ficus globosa Moraceae 2.88 2.94 2.84 8.66

19 Ficus lepicarpa Moraceae 2.88 2.94 2.47 8.29

20 Litsea cubeba Lauraceae 2.88 2.94 2.47 8.29

21 Schfflera aromatic Araliaceae 2.88 2.94 2.13 7.95 22 L. pseudomoluccanus Fagaceae 2.88 2.94 1.82 7.64 23 Kibezzia azura Melastomaceae 2.88 2.94 1.82 7.64

24 Litsea javanica Lauraceae 2.88 2.94 1.82 7.64

25 Laportea stimulans Urtiaceae 2.88 2.94 1.81 7.64 26 Antidesma montanum Euphorbiaceae 2.88 2.94 1.52 7.34 27 Artocarpus elasticus Moraceae 2.88 2.94 1.26 7.08


(5)

Lampiran 2 Indeks Nilai Penting Pohon

Sumber : (Hadi, 2002)

No.  Nama Latin Famili KR

(%)

FR (%)

DR (%)

INP (%) 1 Altingia excelsa Hammamelidaceae 23.85 13.92 41.77 79.54 2 Lithocarpus teysmanii Fagaceae 6.42 6.33 9.87 22.62 3 Lithocarpus elegans Fagaceae 4.59 3.79 8.34 16.72

4 Vernonia arborea Asteraceae 4.59 6.33 1.54 12.46

5 Toona sureni Meliaceae 3.67 3.79 4.09 11.55

6 Castanopsis argentea Fagaceae 4.59 3.79 2.49 10.87 7 Lithocarpus

pseudomoluccanus

Fagaceae 1.83 2.53 4.79 9.15

8 Castanopsis javanica Fagaceae 1.83 2.53 4.60 8.96

9 Litsea sp. Lauraceae 2.75 2.53 2.13 7.41

10 Eugenia lineate Myrtaceae 2.75 3.79 0.82 7.36

11 Prunus arborea Rosaceae 2.75 3.80 0.49 7.04

12 Schima wallichii Theaceae 2.75 1.27 2.70 6.72

13 Magnolia elegans Magnoliaceae 2.75 2.53 1.42 6.70

14 Quercus gmelliflora Fagaceae 1.83 2.53 1.91 6.27

15 Knema cinerea Myristicaceae 2.75 2.53 0.94 6.22

16 Syzygium rostratum Myrtaceae 2.75 2.53 0.86 6.14

17 Artocarpus elastica Moraceae 1.83  2.53 1.21 5.57

18 Evodia latifolia Rutaceae 1.83 2.53 0.79 5.15

19 Antidesma tetandrum Euphorbiaceae 1.83 2.53 0.42 4.78

20 Nyssa sp. Cornaceae 1.83 1.27 0.65 3.75

21 Actinodaphnae anguatifolia

Lauraceae 1.83 1.27 0.52 3.62

22 Ardisia laevigata Moraceae 0.92 1.27 0.99 3.18

23 Bridellia minutiflora Euphorbiaceae 0.92 1.27 0.93 3.12 24 Bruinsmia styracoides Styraceae 0.92 1.27 0.81 3

25 Eugenia densiflora Myrtaceae 0.92 1.27 0.70 2.89

26 Glycyrrhiza glabra Clusiaceae 0.92 1.27 0.58 2.77

27 Euonymus javanicus Lauraceae 0.92 1.27 0.58 2.77

28 Trema orientalis Ulmaceae 0.92 1.27 0.41 2.60

29 Quercus lineata Fagaceae 0.92 1.27 0.36 2.55

30 Kibezzia azura Melastomaceae 0.92 1.27 0.31 2.50

31 Michelia montana Magnoliaceae 0.92 1.27 0.25 2.44

32 Eugenia cuprea Myrtaceae 0.92 1.27 0.23 2.42

33 Phytecellobium montanum Fabaceae 0.92 1.27 0.21 2.40

34 Ficus ribes Moraceae 0.92 1.27 0.19 2.38

35 Elaeocarpus macrophylla Elaeocarpaceae 0.92 1.27 0.18 2.37 36 Elaocarpa piereci Elaeocarpaceae 0.92 1.27 0.18 2.37 37 Cinnamomum porrectum Melastomaceae 0.92 1.27 0.18 2.37


(6)