Efektivitas campuran bubuk meniran Phyllanthu niruri dan bawang putih Allium sativum dalam pakan untuk pengobatan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp.

(1)

EFEKTIVITAS CAMPURAN BUBUK MENIRAN

Phyllanthus niruri

DAN BAWANG PUTIH

Allium sativum

DALAM PAKAN UNTUK PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI

Aeromonas hydrophila

PADA IKAN LELE DUMBO

Clarias

sp.

KARNO SETYOTOMO

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

EFEKTIVITAS CAMPURAN BUBUK MENIRAN

Phyllanthus niruriDAN BAWANG PUTIHAllium sativum

DALAM PAKAN UNTUK PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI

Aeromonas hydrophilaPADA IKAN LELE DUMBOClariassp.

KARNO SETYOTOMO

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

EFEKTIVITAS CAMPURAN BUBUK MENIRAN

Phyllanthus

niruri

DAN BAWANG PUTIH

Allium sativum

DALAM PAKAN

UNTUK PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI

Aeromonas

hydrophila

PADA IKAN LELE DUMBO

Clarias

sp.

Adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skirpsi ini.

Bogor, Januari 2011

KARNO SETYOTOMO C14061968


(4)

Judul Skripsi : Efektivitas campuran bubuk meniranPhyllanthus niruridan bawang putih Allium sativum dalam pakan untuk pengobatan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumboClariassp.

Nama Mahasiswa : Karno Setyotomo

Nomor Pokok : C14061968

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Dinamella Wahjuningrum Dr. Mia Setiawati

NIP. 19700521 199903 2 001 NIP. 19641026 199203 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Ir. Odang Carman M.Sc 19591222 198601 1 001


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala penyertaan-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 hingga Agustus 2010 adalah mengenai kesehatan ikan dengan judul ” Efektivitas campuran tepung meniranPhyllanthus niruridan bawang putihAllium sativum dalam pakan untuk pengobatan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias

sp.”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Dinamella Wahjuningrum dan Dr. Mia Setiawati selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi serta kepada Dr. Widanarni sebagai dosen pembimbing akademik dan penguji yang telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orangtua, saudara dan rekan-rekan penulis atas segala doa dan bantuan yang telah diberikan.

Akhir kata, penulis berharap agar karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Bogor, Januari 2011


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 September 1988 dari pasangan Ayah Drs. Bambang Abimanyu Agustomo dan Ibu Eliza Gautama. Penulis merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara.

Penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar di SD Strada Kampung Sawah Bekasi pada tahun 2000. Kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Strada Kampung Sawah hingga lulus tahun 2003. Pendidikan dilanjutkan di SMA Pangudi Luhur II Servasius Bekasi. Selesai SMA penulis masuk Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan di terima sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama perkuliahan penulis pernah mengikuti beberapa kegiatan di kampus antara lain, asisten praktikum Dasar-dasar Akuakultur 2009, dan asisten praktikum Manajemen Kesehatan Akuakultur 2010. Penulis juga pernah mengikuti magang di BBPBAP Jepara tahun 2008 dan PT Surya Windu Kartika, Banyuwangi pada tahun 2009. Penulis juga telah mengikuti beberapa seminar, diantaranya Seminar Nasional Akuakultur di Rektorat Institut Pertanian Bogor tahun 2008 dan Seminar Mind Mapping di Institut Pertanian Bogor tahun 2010.

Tugas akhir di perguruan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul ”Efektivitas campuran bubuk meniran Phyllanthus niruri dan bawang putihAllium sativum dalam pakan untuk pengobatan infeksi bakteri


(7)

ABSTRAK

KARNO SETYOTOMO. Efektivitas campuran bubuk meniran

Phyllanthus niruri dan bawang putih Allium sativum dalam pakan untuk pengobatan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. Dibimbing oleh DINAMELLA WAHJUNINGRUM dan MIA SETIAWATI.

Budidaya ikan lele dumbo Clarias sp. secara intensif dapat meningkatkan resiko terjangkitnya ikan lele oleh penyakitMotile Aeromonad Septicaemia(MAS) yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila. Penggunaan bahan fitofarmaka dalam pakan merupakan salah satu alternatif pengobatan untuk mengatasi penyakit MAS. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas penggunaan bubuk campuran meniran dan bawang putih dalam pakan pada dosis yang tepat untuk pengobatan penyakit MAS. Penelitian ini menguji 4 dosis campuran bubuk meniran dan bawang putih yang berbeda di dalam pakan, yaitu campuran A (0,2%), B (2,2%), C (4,2%), dan D (6,2%). Selain perlakuan tersebut, terdapat juga kontrol positif dan kontrol negatif yang diberikan pakan tanpa kandungan bubuk bawang putih dan meniran. Ujiin vivodilakukan pada ikan lele yang memiliki ukuran panjang 11,39±0,62 cm dan bobot 10,12±1,70 gram dengan kepadatan 5 ekor/akuarium. Penyuntikan 0,1 ml A.hydrophila (kepadatan 108 cfu/ml) dilakukan pada ikan perlakuan kontrol positif, A, B, C, dan D. Sedangkan pada ikan kontrol negatif dilakukan penyuntikan 0,1 ml Phosphate Buffered Saline. Pemberian pakan mengandung fitofarmaka baru dilakukan pada hari ke-2 setelah penyuntikan bakteri. Parameter yang diamati adalah kelangsungan hidup, pertumbuhan, gejala klinis dan penyembuhan luka, serta kondisi organ dalam. Dilakukan analisis statistik pada parameter respons makan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Sedangkan parameter kondisi organ dalam, gejala klinis dan penyembuhan luka dilakukan analisis secara deskriptif. Tingkat kelangsungan hidup kontrol negatif yang diperoleh pada penelitian ini adalah 100±0,00%, dan kontrol positif 26,67±23,09%. Tingkat kelansungan hidup pada kontrol positif tidak berbeda nyata dengan perlakuan A 33,33±11,55%, B 46,67±11,55%, C 33,33±11,55%, D 26,67±11,55%. Hal ini menunjukkan bahwa campuran bawang putih dan meniran yang ditambahkan dalam pakan tidak efektif untuk mengobati penyakit MAS pada ikan lele dumbo.


(8)

ABSTRACT

KARNO SETYOTOMO, The Effectivity of Mixed Powders Phyllanthus niruri and Allium sativum to Cure Aeromonas hydrophila Infection in Walking Catfish Clarias sp. Supervised by DINAMELLA WAHJUNINGRUM and MIA SETIAWATI.

Intensive aquaculture system can increase the risk infection of fatal disease such as Motile Aeromonad Septicaemia (MAS) caused byAeromonas hydrophila. The addition of herb medicine in feed is an alternative treatment. This research purposed to determine the optimum dose ofPhyllanthus niruriandAllium sativum mixed in feed to cure MAS. This research tested 4 different dose of Phyllanthus niruriandAllium sativummixed in feed. Dose were mixed in feed was 0.2% (A), 2.2% (B), 4.2% (C), 6.2% (D) and also negative and positive control were feed withoutPhyllanthus niruri and Allium sativumpowder.In vivotest carried out in fish sized 11.39±0.62 cm and weight 10.12±1.70 gram. Injection of 0,1 ml A. hydrophila(108cfu/ml) was done for positive control, A, B, C, and D. In the same time, the negative control was injected 0,1 ml Phosphate Buffered Saline. The feed had being given to fish at 2 until 8 days after injection. Parameter observed including feeding response, growth rate, survival rate, clinical symptoms and wound healing, and organs morphology. Data different in survival rate, growth rate and feeding response between treatment were analysed by ANOVA single factor. In the other hand, descriptive analysis was done for organs morphology, wound healing, and clinical symptom. The result showed that the survival of negative control was 100% and positive control 26.67±23.09%. The survival rate of positive control was not different significantly with A 33.33±11.55%, B 46.67±11.55%, C 33.33±11.55%, D 26.67±11.55%. This result means the mixed powder of Allium sativum and Phyllanthus niruri in feed wasn't effective for curing MAS in catfish.


(9)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Tujuan... 2

II. METODOLOGI... 3

2.1 Metode penelitian... 3

2.1.1 Karakterisasi sifat biokimia dan fisiologiA.hydrophila... 3

2.1.2 Uji postulat Koch ... 3

2.1.3 Uji LD50... 3

2.1.4 Penyediaan bakteriA. hydrophila... 4

2.1.5 Pembuatan bubuk meniran dan bawang putih ... 4

2.1.6 Persiapan pakan uji ... 5

2.1.7 Persiapan wadah dan ikan uji... 5

2.1.8 Ujiin vivo... 6

2.2 Parameter yang diamati... 7

2.2.1 Respons makan ... 7

2.2.2 Pertumbuhan ... 7

2.2.3 Kelangsungan hidup... 7

2.2.4 Gejala klinis dan penyembuhan luka ... 8

2.2.5 Kondisi organ dalam ... 8

2.2.6 Kualitas air ... 8

2.3 Analisis data... 9

III. HASIL DAN PEMBAHASAN... 10

3.1 Hasil ... 10

3.1.1 Identifikasi bakteriA. hydrophila... 10

3.1.2 Uji LD50... 10

3.1.3 Ujiin vivo... 10

3.1.3.1 Respons makan ... 10

3.1.3.2 Pertumbuhan ... 11

3.1.3.3 Kelangsungan hidup... 12

3.1.3.4 Gejala klinis dan penyembuhan luka ... 14

3.1.3.5 Kondisi organ dalam ... 20

3.1.3.6 Kualitas air ... 21


(10)

Halaman

IV. KESIMPULAN DAN SARAN... 27

4.1 Kesimpulan ... 27

4.2 Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA... 28


(11)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Dosis campuran meniran dan bawang putih dalam pakan perlakuan ... 5

2. Alat ukur kualitas air... 9

3. Rata-rata respons makan selama ujiin vivo... 11

4. Pertumbuhan mutlak dan perubahan bobot per hari pada ikan ... 12

5. Rata-rata persentase penutupan luka pada masing-masing perlakuan ... 20


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Tagging pada ikan (Kurniawan, 2010) ... 6

2. Morfologi koloniA.hydrophilaumur 2x24 jam pada medium TSA ... 10

3. Morfologi selA.hydrophiladi bawah mikroskop perbesaran 10 x 100 kali.... 10

4. Respons makan harian pada ikan ... 11

5. Perubahan bobot ikan lele selama perlakuan ... 12

6. Jumlah kematian per hari setelah penyuntikan ... 13

7. Kelangsungan hidup ikan lele pada akhir perlakuan ... 13

8. Kondisi ikan kontrol negatif ulangan 1tag1 (KN1.1) pada hari ke-2 ... 14

9. Ikan kontrol positif ulangan 1tag2 (KP 1.2) mengalami peradangan pada jam ke-10 ... 14

10. Ikan perlakuan B ulangan 1tag2 (B1.2) mengalami hemoragi pada jam ke-24 ... 14

11. Ikan perlakuan C ulangan 1tagki (C1.ki) mengalami tukak pada hari ke-3 .. 14

12. Perubahan diameter luka perlakuan kontrol positif ulangan 1 tag ki (KP1.ki) ... 15

13. Perubahan diameter luka pada perlakuan A ulangan 1tag1 (A1.1) ... 16

14. Perubahan diameter luka pada perlakuan B ulangan 1tagki (B1.ki)... 17

15. Perubahan diameter luka pada perlakuan C ulangan 2tag1 ... 18

16. Perubahan diameter luka pada perlakuan D ulangan 2tag2 ... 19

17. Organ dalam pada ikan perlakuan kontrol negatif (KN), kontrol positif (KP), A, B, C, dan D pada akhir perlakuan ... 21


(13)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Karakterisasi bakteriA. hydrophila... 31

2. Penyiapan media bakteriA.hydrophila ... 32

3. Perhitungan nilai LD50... 33

4. Analisis statistik respons makan ... 34

5. Analisis statistik pertumbuhan ... 35

6. Analisis statistik tingkat kelangsungan hidup... 36


(14)

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang

Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia (KKP, 2010) menargetkan kenaikan produksi ikan dari sektor budidaya sebesar 353%, yaitu, dari 5,38 juta ton pada tahun 2010 menjadi 16,89 juta ton pada tahun 2014. Target produksi tersebut berpegang pada penerapanGood Aquaculture Practices(GAP) sehingga memenuhi jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan sesuai yang dipersyaratkan oleh pasar global.

Salah satu jenis ikan yang potensial untuk memenuhi target 353% adalah ikan lele. Pencapaian dapat dilakukan dengan jalan ekstensifikasi dan intensifikasi. Ikan lele bisa diproduksi secara intensif oleh para pembudidaya karena memiliki kelebihan, yaitu dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, mempunyai pertumbuhan cepat, teknologi budidaya relatif mudah dikuasai masyarakat serta memiliki nilai ekonomis tinggi.

Namun, cara budidaya intensif, yaitu ikan dipelihara pada kepadatan yang sangat tinggi (> 50 ekor/m2), meningkatkan kemungkinan terjangkitnya ikan oleh penyakit. Salah satu penyakit tersebut adalah penyakit MAS (Motile Aeromonad Septicaemia) yang disebabkan oleh infeksi bakteriAeromonas hydrophila.

Aeromonas hydrophila adalah bakteri gram negatif berbentuk batang yang ada dimana-mana (ubiquitos) yang sewaktu-waktu dapat menyerang ikan pada kondisi tertentu (Swann dan White, 1989). Cara pengobatan yang umum dilakukan oleh petani adalah dengan menggunakan berbagai zat antibiotik untuk menanggulangi penyakit ini. Namun seiring semakin berkembangnya isu biosafety dan resistensi pada bakteri A. hydrophila, penggunaannya semakin dibatasi.

Alternatif yang dapat digunakan saat ini adalah pemanfaatan bahan-bahan alami atau fitofarmaka sebagai pengobatan. Fitofarmaka yang dapat digunakan sebagai upaya pengobatan tersebut adalah campuran dari meniran Phyllanthus niruridan bawang putihAllium sativumdalam bentukpowderyang dicampurkan ke dalam pakan. Penggunaan bahan ini didasarkan pada bahan aktif yang terkandung di dalam bahan alami tersebut. Bawang putih diketahui mengandung


(15)

2 bahan alisin yang berperan sebagai antimikroba, sedangkan meniran mengandung flavanoid yang berperan dalam meningkatkan sistem imun. (Ayuningtyas, 2008)

Penelitian tentang penggunaan bahan fitofarmaka campuran meniran dan bawang putih ini telah dilakukan oleh Kurniawan (2010) yaitu dengan mencampurkan bahan ini ke dalam pakan dengan cara repelleting. Namun pemberian campuran bahan ini bertujuan untuk mencegah penyakit MAS, bukan mengobatinya. Pada kenyataannya, sering ditemukan ikan yang telah terjangkit penyakit MAS, sehingga diperlukan penelitian yang mengkaji tentang efektifitas campuran bahan fitofarmaka ini untuk pengobatan ikan yang telah terjangkit penyakit MAS.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dosis efektif campuran bubuk meniranPhyllanthus niruridan bawang putihAllium sativum dalam pakan untuk pengobatan ikan lele dumbo Clarias sp. yang telah terjangkit bakteri Aeromonas hydrophila.


(16)

II. METODOLOGI

2.1 Metode penelitian

2.1.1 Karakterisasi sifat biokimia dan fisiologiAeromonas hydrophila

Sediaan bakteri harus diuji terlebih dahulu untuk memastikan bahwa bakteri yang digunakan merupakan bakteri A. hydrophila. Salah satu uji tersebut adalah pewarnaan Gram untuk mengidentifikasi sifat Gram bakteri dan morfologi bakteri. Selain pewarnaan Gram, sediaan bakteri juga diuji dengan uji fisiologi dan biokimia, meliputi uji oksidatif/fermentatif, uji motiltas, uji oksidase, dan uji katalase. Hasil uji kemudian dibandingkan ciri bakteriA. hydrophilapada Swan & White (1989) (Lampiran 1).

2.1.2 Uji postulat Koch

Postulat Koch dilakukan untuk menguji virulensi sediaan bakteri A. hydrophila koleksi Laboratorium Kesehatan Organisme Akuatik Departemen Budidaya Perairan Institut Pertanian Bogor. Uji ini dilakukan dengan menyuntikkan sediaan bakteri secara intramuskuler pada 6 ekor ikan lele. Setelah lele tersebut menunjukkan gejala penyakit Motile Aeromonad Septicaemia, dilakukan proses reisolasi dari 2 ekor ikan lele. Proses reisolasi dilakukan dengan menggoreskan jarum ose ke bagian ginjal, kemudian dibiakkan di media TSA (Trypticase Soy Agar) dan diinkubasikan selama 24 jam dalam inkubator. Penyiapan media bakteriA. hydrophila disajikan pada lampiran 2. Bakteri hasil reisolasi ini kemudian diuji kembali sifat fisiologi dan biokimianya, serta dimurnikan dengan cara menumbuhkan koloni bakteri tersebut pada agar miring.

2.1.3 Uji LD50

Penentuan tingkat virulensi bakteri dilakukan dengan menghitung nilai LD50. Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui konsentrasi bakteri yang

digunakan pada uji in vivo. Uji LD50 dilaksanakan pada akuarium berukuran

60x30x30 cm. Masing-masing akuarium diisi dengan 5 ekor ikan. Penyuntikan bakteri pada kepadatan 105 cfu/ml sampai dengan kepadatan 109 cfu/ml secara intramuskuler sebanyak 0,1 ml/ekor. Dilakukan pengamatan jumlah ikan yang


(17)

4 masih hidup dan yang mati sampai hari ke-4. Kemudian dilakukan penghitungan untuk mengetahui nilai LD50-nya yaitu konsentrasi yang dapat menyebabkan ikan

mati sebanyak 50% dari populasi (Reed & Muench, 1938).

2.1.4 Penyediaan bakteriA. hydrophila

Penyediaan bakteri uji dilakukan dengan tahap fasase dan pengenceran berseri. Fasase dilakukan dengan menumbuhkan bakteriA. hydrophilamurni hasil reisolasi pada media TSA miring dan diinkubasikan selama 24 jam pada inkubator. Pengenceran berseri dilakukan dengan mengkultur A.hydrophila ke dalam 25 ml media TSB (Trypticase Soy Broth), kemudian diinkubasi selama 24 jam dalam waterbath shaker. Setelah itu diambil suspensi bakteri tersebut sebanyak 1 ml ke dalam Eppendorf dengan menggunakan pipet mikro. Suspensi bakteri kemudian di sentrifuse 3000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang, sementara pelet yang mengendap pada dasar Eppendorf kemudian di cuci dengan PBS (Phosphate Buffer Saline) sebanyak 2 kali. Pelet tersebut kemudian ditambahkan 1 ml PBS dan divorteks hingga tersuspensi secara merata, selanjutnya suspensi bakteri tersebut diambil 0,1 ml dan dimasukkan ke dalam Effendorf yang berisi 0,9 ml PBS. Proses pengambilan ini dilakukan hingga faktor pengenceran 9 kali.

2.1.5 Pembuatan bubuk meniran dan bawang putih

Daun meniran diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) Cimanggu, Bogor. Daun meniran dibersihkan terlebih dahulu dengan air mengalir. Selanjutnya daun meniran tersebut dikering-udarakan tanpa terkena sinar matahari langsung selama 3 hari. Kemudian, daun yang telah kering diblender hingga menjadi bubuk halus.

Bawang putih dikupas dari kulitnya, kemudian diiris tipis dan dikeringkan di udara terbuka tanpa terkena sinar matahari secara langsung selama 3 hari. Agar bawang putih benar-benar kering, maka bawang putih tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 600C selama 1 jam. Bawang putih yang sudah kering kemudian dijadikan bubuk halus dengan cara diblender.


(18)

2.1.6 Persiapan pakan uji

Pakan yang digunakan adalah pakan komersil dengan kandungan protein 30% yang di-repelletingdengan tambahan campuran bubuk meniran dan bawang putih. Perbandingan campuran meniran dengan bawang putih sebesar 1:2. Dosis pengobatan adalah dua kali dosis pencegahan (Angka, 2005) berdasarkan perhitungan dari dosis pakan perlakuan Kurniawan (2010). Rincian dosis campuran bubuk bawang putih dan meniran dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Dosis campuran meniran dan bawang putih dalam pakan perlakuan

No Perlakuan Total (%) Meniran (%) Bawang putih (%) Keterangan

1 KN 0 0 0 Disuntik PBS

2 KP 0 0 0 DisuntikA. hydrophila

3 A 0,2 0,06 0,14 DisuntikA. hydrophila

4 B 2,2 0,80 1,40 DisuntikA. hydrophila

5 C 4,2 1,40 2,80 DisuntikA. hydrophila

6 D 6,2 2,00 4,20 DisuntikA. hydrophila

Dosis perlakuan tersebut kemudian dicampurkan ke dalam pakan komersil berprotein 30% yang telah digiling halus. Bahan campuran tersebut kemudian ditambahkan vitamin C 0,1% dan diaduk hingga merata. Selanjutnya campuran tersebut ditambahkan air sebanyak 30%, kemudian dicetak, dan akhirnya dioven selama 2 jam pada suhu 60oC.

2.1.7 Persiapan wadah dan ikan uji

Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium berdimensi 60x30x30 cm, dengan jumlah 18 unit. Sebelum digunakan, akuarium dicuci terlebih dahulu dan didesinfeksi dengan menggunakan kaporit 100 ppm selama 24 jam. Akuarium kemudian diisi dengan air setinggi 25 cm dan diberikan kaporit hingga konsentrasi 30 ppm serta diaerasi kuat selama 24 jam. Setelah itu, kaporit dinetralisir dengan memberikan Tiosulfat 15 ppm. Pada dinding luar akuarium dilapisi dengan plastik hitam, serta diberikan tutup berupa plastik hitam untuk mencegah stress pada ikan.

Ikan uji yang digunakan memiliki ukuran panjang 11,39±0,62 cm dan bobot 10,12±1,70 gram. Ikan uji terlebih dahulu direndam di dalam larutan garam 30 ppm selama 5 menit untuk menghilangkan ektoparasit. Setelah itu ikan uji


(19)

6 dipelihara pada tandon penampungan selama 1 minggu. Ikan uji kemudian dipelihara pada akuarium uji selama 5 hari dengan jumlah 5 ekor per akuarium sebelum uji in vivo dilaksanakan. Selama proses aklimatisasi ikan uji diberi pakan komersil berprotein 30% secaraat satiationdengan FF (Feeding frequency) sebanyak 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore.

2.1.8 Ujiin vivo

Uji in vivo dilakukan untuk melihat pengaruh dosis fitofarmaka dalam pakan terhadap kelangsungan hidup ikan lele. Uji in vivo dilakukan dengan penyuntikkan A. hydrophila sebanyak 0,1 ml kepadatan 108 cfu/ml pada ikan kontrol positif dan ikan perlakuan A, B, C, dan D. Ikan kontrol negatif hanya disuntik dengan PBS sebanyak 0,1 ml. Dua hari setelah penyuntikan, ikan perlakuan A, B, C, dan D diberikan pakan yang mengandung bahan fitofarmaka sesuai dengan Tabel 1. Pemberian pakan perlakuan dilakukan hingga hari ke-8 setelah penyuntikan.

Ikan juga diberikan tanda (tag) dengan cara melubangi sirip kaudal atau sirip pektoral ikan lele (Gambar 1). Ikan pada setiap ulangan dilubangi dengan besi panas untuk membedakan ikan yang satu dengan yang lainnya dalam satu ulangan, sehingga perubahan bobot ikan dan diameter klinis masing-masing individu ikan dapat dipantau (Kurniawan, 2010).

Gambar 1.Taggingpada ikan (Kurniawan, 2010) Keterangan

ka: ikan dilubangi pada sirip pektoral kanan ki: ikan dilubangi pada sirip pektoral kiri

1 : ikan dilubangi pada sirip kaudal sebanyak 1 lubang 2 : ikan dilubangi pada sirip kaudal sebanyak 2 lubang 3 : ikan dilubangi pada sirip kaudal sebanyak 3 lubang


(20)

2.2 Parameter yang diamati 2.2.1 Respons makan

Besarnya respons makan pada ikan dapat diketahui dari perbandingan antara bobot pakan yang dikonsumsi oleh ikan dengan bobot biomassa ikan. Pengamatan respons makan pada ikan dilakukan dari awal hingga akhir perlakuan. Berikut ini adalah cara perhitungan respons makan:

Respons makan (%) = Jumlah pakan yang dikonsumsi × 100 % Bobot biomassa ikan

2.2.2 Pertumbuhan

Pertumbuhan diketahui dengan melihat perubahan bobot ikan pada saat awal dan akhir perlakuan. Bobot ikan diukur dengan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram. Pertumbuhan mutlak ikan bisa diketahui dengan menghitung bobot ikan ke dalam rumus (Effendi, 2004):

Pertumbuhan mutlak = WtWo

Keterangan :

Wt = bobot rataan akhir (g) Wo = bobot rataan awal (g)

Pertumbuhan dapat dihitung juga dengan melihat perubahan bobot perhari. Besarnya perubahan bobot perhari dapat dihitung dengan formula di bawah ini (LiederdalamSteffens, 1989)

Perubahan bobot per hari = Pertumbuhan mutlak Waktu (hari)

2.2.3 Kelangsungan hidup

Kelangsungan hidup ikan diamati setiap hari hingga akhir perlakuan. Penghitungan kelangsungan hidup ikan dilakukan di akhir perlakuan dengan rumus sebagai berikut (Effendie, 1997) :

Kelangsungan hidup (%) = Nt x 100% No

Keterangan :

Nt = jumlah ikan akhir (ekor) No = jumlah ikan awal (ekor)


(21)

8

2.2.4 Gejala klinis dan penyembuhan luka

Gejala klinis diamati setiap hari setelah ikan diinfeksi denganA. hydrophila. Penyembuhan luka dapat diamati dengan melakukan pengukuran diameter luka. Pengukuran diameter luka tersebut dilakukan setiap hari selama 14 hari dengan menggunakan penggaris. Kemudian persentase perubahan diameter luka dihitung dengan rumus sebagai berikut (Kurniawan, 2010).

Δ X% = A(i)- A(i+7) X100%

A(i)

Keterangan:

A(i) = Diameter luka maksimum pada hari ke-i (cm)

Δ X% = Persentase penyembuhan luka A(i+7)= Diameter luka pada hari ke-i + 7

2.2.5 Kondisi organ dalam

Pada akhir perlakuan dilakukan pengamatan kondisi organ dalam untuk mengetahui dan membedakan kelainan klinis yang terjadi antar perlakuan. Pengamatan meliputi morfologi dan warna organ dalam ikan. Organ dalam yang diamati adalah hati, empedu, ginjal, dan limpa.

2.2.6 Kualitas air

Parameter kualitas air yang diukur meliputi suhu, pH, oksigen terlarut, dan TAN (Total Amoniak Nitrogen). Suhu air diukur sebanyak 3 kali setiap hari yaitu pada pagi, siang, dan sore hari, sementara parameter kualitas air diukur pada awal dan akhir perlakuan. Alat dan satuan dari parameter kualitas air dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Alat ukur kualitas air

Parameter Satuan Alat Ukur

Suhu oC Termometer

pH - pH meter

Oksigen terlarut Ppm DO meter


(22)

2.3 Analisis data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan. Parameter yang dianalisis statistik adalah respons makan pada ikan, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup, sedangkan parameter yang dianalisis secara deskriptif adalah gejala klinis dan penyembuhan luka, kondisi organ dalam, dan kualitas air. Analisis statistik dilakukan dengan ANOVA single factor, yang dilanjutkan dengan uji Duncan (p<0,05). Pengujian statistik ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16.


(23)

10

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Identifikasi bakteriA. hydrophila

Bakteri A. hydrophila memiliki morfologi koloni berwana krem, elevasi koloni cembung, tepian halus, dan hasil pengamatan di bawah mikroskop menunjukkan bahwa sel bakteri berbentuk batang dan bersifat gram negatif (Gambar 2 dan 3). Sifat biokimia dan fisiologi bakteri uji adalah positif terhadap uji O/F (Oksidatif/Fermentatif), bersifat motil, dan positif terhadap uji oksidase dan katalase (Lampiran 2). Hasil pengujian tersebut menandakan bahwa bakteri uji merupakan bakteriA. hydrophila(Swan & White, 1989).

Gambar 2. Morfologi koloni Gambar 3. Morfologi selA.hydrophila A.hydrophilaumur 1 x 24 di bawah mikroskop

jam pada media TSA perbesaran 10x 100 kali

3.1.2 Uji LD50

Bakteri hasil reisolasi yang telah diidentifikasi diinfeksikan pada ikan lele untuk menentukan kepadatan bakteri yang akan digunakan. Pengujian dilakukan dengan menyuntikkan bakteriA. hydrophiladari kepadatan 105hingga 109secara intramuskuler. Hasil uji menunjukkan bahwa penyuntikan bakteri A. hydrophila dengan kepadatan bakteri 108cfu/ml akan menyebabkan kematian ikan mendekati 50% dari total populasi ikan dalam kurun waktu 4 hari setelah penyuntikan. Hal ini menandakan LD50 bakteri uji adalah 108 (Lampiran 3). Kepadatan bakteri


(24)

3.1.3 Ujiin vivo

3.1.3.1 Respons makan

Besarnya respons makan pada ikan ditandai dengan besarnya persentase pakan yang dihabiskan per bobot tubuh ikan. Pada hari ke-2 setelah penyuntikan, ikan semua perlakuan memiliki nafsu makan yang relatif rendah. Pada hari ke-3, kebanyakan perlakuan telah menunjukkan peningkatan respons makan. Pada hari tersebut, respons makan paling tinggi terdapat pada ikan kontrol negatif. Respons makan harian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Respons makan harian pada ikan

Selama 14 hari ujiin vivo perlakuan yang memiliki rata-rata respons makan yang paling tinggi secara berurutan adalah ikan perlakuan kontrol negatif, perlakuan A, B, C, perlakuan kontrol positif dan perlakuan D (Tabel 3). Analisis data menunjukkan, terdapat perbedaan nyata pada respons makan perlakuan kontrol positif dengan perlakuan kontrol negatif, C, dan D (p<0,05). Sementara, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perlakuan kontrol negatif dengan perlakuan A dan B (Lampiran 4).

Tabel 3. Rata-rata respons makan selama ujiin vivo

Perlakuan Respons Makan

(%) Kontrol Negatif 2,18c± 0,09 Kontrol Positif 1,06a± 0,23

A (0,2%) 2,01bc±0,23

B (2,2%) 1,82bc±0,25

C (4,2%) 1,66b±0,30

D (6,2%) 1,01a±0,23


(25)

12

3.1.3.2 Pertumbuhan

Pertumbuhan ikan meliputi pertumbuhan mutlak dan spesifik. Pertumbuhan ikan setelah diinfeksi bakteri selama 14 hari memiliki hubungan yang linear dengan pertambahan bobot ikan. Berikut ini adalah grafik perubahan bobot pada awal dan akhir perlakuan (Gambar 5).

Gambar 5. Perubahan bobot ikan lele dumbo selama perlakuan

Pertumbuhan yang paling besar terjadi pada ikan perlakuan kontrol negatif dengan perubahan bobot perhari sebesar 0,11 gram dan pertumbuhan spesifik 1,15%. Pertumbuhan paling kecil terdapat pada perlakuan D dengan perubahan bobot perhari 0,02 gram/hari. Secara lebih lengkap, perubahan bobot ikan perhari dan spesifik ikan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Pertumbuhan mutlak dan perubahan bobot ikan per hari

Perlakuan

Pertumbuhan Mutlak

Perubahan bobot per hari (gram/hari) Kontrol Negatif 1,54 0,11c±0,02

Kontrol Positif 0,64 0,05a± 0,01 A (0,2%) 1,16 0,08bc± 0,04 B (2,2%) 1,19 0,09bc± 0,02 C (4,2%) 0,78 0,06b± 0,01 D (6,2%) 0,34 0,02a± 0,02

Keterangan: huruf superskrip yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05).

Berdasarkan hasil analisis, perubahan bobot perhari ikan perlakuan A dan B tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif. Ikan kontrol positif memiliki perubahan bobot perhari yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan C dan D.


(26)

Perlakuan C memiliki perubahan bobot perhari yang berbeda nyata dengan kontrol negatif (Lampiran 5).

3.1.2.3 Kelangsungan hidup

Total kematian ikan yang terjadi hingga hari kedua setelah penyuntikan mencapai 10 ekor. Jumlah kematian terbanyak terjadi pada hari ke 3 dengan total 20 ekor ikan. Kematian ikan tidak terjadi lagi setelah hari ke-8 setelah penyuntikan. Berikut ini adalah grafik jumlah kematian ikan selama uji tantang berlangsung (Gambar 6).

Gambar 6. Jumlah kematian per hari setelah penyuntikan

Urutan kelangsungan hidup ikan mulai dari yang paling tinggi adalah perlakuan kontrol negatif sebesar 100%, perlakuan B sebesar 46,67%, perlakuan A (0,2% bahan fitofarmaka) dan C (4,2% bahan fitofarmaka) sebesar 33,33%, serta perlakuan Kontrol Positif dan D (6,2% bahan fitofarmaka) sebesar 26,67%. Berdasarkan uji lanjut kelangsungan hidup perlakuan A, B, C, D tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol positif , sementara SR perlakuan A, B, C, dan D berbeda nyata dengan perlakuan kontrol negatif (Lampiran 6).


(27)

14

3.1.3.4 Gejala klinis dan penyembuhan Luka

Pengamatan gejala klinis pada ikan setiap perlakuan yang diinfeksi dengan bakteriA. hydrohiladilakukan hingga hari ke-14 setelah penyuntikan. Umumnya ikan mengalami gejala klinis yang diawali dengan terjadinya hiperemia dan peradangan pada daerah penyuntikan. Peradangan dapat terlihat pada jam ke-10 setelah penyuntikan. Setelah radang tersebut gejala klinis berkembang menjadi hemoragi dan nekrosis pada jam ke-24. Pada beberapa ekor ikan hemoragi telah berkembang menjadi tukak pada hari ke-2. Gejala klinis tersebut tidak ditemukan pada ikan perlakuan kontrol negatif. Hal ini menandakan bahwa ikan perlakuan kontrol negatif tidak terinfeksi oleh bakteriA. hydrophila. Gejala klinis ikan dapat dilihat pada Gambar 8-11 di bawah ini.

Gambar 8. Kondisi ikan kontrol negatif ulangan 1tag1 (KN1.1) pada hari ke-2

Gambar 9. Ikan kontrol positif ulangan 1 tag2 (KP 1.2) mengalami peradangan pada jam ke-10

Gambar 10. Ikan perlakuan B ulangan 1 tag 2 (B1.2) mengalami hemoragi pada jam ke-24

Gambar 11. Ikan perlakuan C ulangan 1 tag ki (C1.ki) mengalami tukak pada hari ke-3


(28)

Proses penyembuhan luka dapat terlihat dari mengecilnya diameter luka. Proses ini terjadi pada ikan setiap perlakuan, dengan lama waktu penutupan yang bervariasi (Lampiran 7).

Secara umum, diameter luka ikan perlakuan kontrol positif pada hari ke-1 berkisar 0,6-1,6 cm. Diameter tersebut semakin besar pada hari ke-2 dan 3 dengan kisaran 0,6-2 cm. Ikan kontrol positif ulangan 1tagki (KP1.ki) memiliki diameter luka pada hari ke-2 sebesar 1,8 cm. Diameter luka mencapai puncaknya pada hari ke-3 dengan ukuran 2 cm. Diameter luka tersebut menjadi 1,9 pada hari ke-7, dan akhirnya menjadi 1,6 pada hari ke-14. Perubahan diameter luka dapat dilihat pada Gambar 12.

a . Luka hari ke-2 perlakuan KP1.ki (1,8 cm)

b. Luka hari ke-7 perlakuan KP1.ki (1,9 cm)

c. Luka hari ke-14 perlakuan KP1.ki (1,6 cm)

Gambar12. Perubahan diameter luka perlakuan Kontrol Positif ulangan1 tag ki (KP1.ki)


(29)

16 Pada perlakuan A, secara umum diameter luka hari pertama setelah penyuntikan adalah 1-2 cm. Luka tersebut bertambah besar pada hari ke-2 dengan diameter terkecil 1 cm dan diameter terbesar 2 cm. Umumnya, ikan yang memiliki diameter luka hari ke-2 di bawah 1,5 cm akan hidup hingga akhir perlakuan. Perubahan diameter luka secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Pengamatan terhadap ikan perlakuan A ulangan 1tag1 (A1.1) mengalami tukak disertai nekrosis dengan diameter luka mencapai 1,4 cm. Diameter luka tersebut mengalami pengurangan hingga menjadi 1 cm pada hari ke-7. Diameter luka menjadi 0,7 cm pada akhir uji tantang. Perubahan diameter luka dapat dilihat pada Gambar 13.

a. Luka hari ke-2 perlakuan A1.1 (1,4 cm)

b. Luka hari ke-7 perlakuan A1.1 (1 cm)

c. Luka hari ke-14 perlakuan A1.1( 0,7 cm)


(30)

Pada perlakuan B, diameter luka pada hari pertama setelah penyuntikan adalah 1-2,4 cm. Luka tersebut bertambah besar pada hari ke-2 dengan diameter terkecil 1,1 cm dan diameter terbesar 2,5 cm. Semua ikan yang memiliki diameter luka hari ke-2 di bawah 1,6 cm akan hidup hingga akhir perlakuan. Perubahan diameter luka secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6.

Pengamatan pada ikan perlakuan B ulangan 1tagki (B1.ki) pada hari ke-2 mencapai 1,6 cm. Diameter luka terus mengalami pengurangan hingga menjadi 1 cm pada hari ke-7. Pada akhir perlakuan diameter luka menjadi 1 cm. Perubahan diameter luka pada ikan perlakuan dapat di lihat pada Gambar 14.

a. Luka hari ke-2 perlakuan B1.ki (1,6 cm)

b. Luka pada hari ke-7 perlakuan B1.ki (1,3 cm)

c. Luka hari ke-14 perlakuan B1.ki (1 cm)


(31)

18 Pada perlakuan C, diameter luka pada hari pertama setelah penyuntikan adalah 0,9-2,4 cm. Luka tersebut umumnya bertambah besar pada hari ke-2 dengan kisaran diameter 0,9 cm hingga 2,5 cm. Ikan yang hidup hingga akhir perlakuan memiliki ukuran diameter luka yang bervariasi. Perubahan diameter luka secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 6.

Pengamatan terhadap ikan perlakuan C ulangan 2 tag 1 (C2.1) menunjukkan bahwa diameter luka hari ke-2 mencapai 1,4 cm. Lalu diameter luka terus mengalami pengurangan menjadi 1 cm pada hari ke-7. Diameter luka menjadi 0,7 cm pada hari ke-14. Perubahan diameter luka dapat dilihat pada Gambar 15.

a. Luka hari ke-2 perlakuan C2.1 (1,4 cm)

b. Luka hari ke-7 perlakuan C2.1 (1,3cm)

c. Luka hari ke-14 perlakuan C2.1 (0,9 cm)


(32)

Pada perlakuan D, diameter luka pada hari pertama setelah penyuntikan adalah 0,7-2,2 cm. Luka tersebut umumnya bertambah besar pada hari ke-3. Diameter luka mengalami penurunan pada hari berikutnya. Perubahan diameter luka secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6.

Pengamatan terhadap ikan perlakuan D ulangan 2 tag 2 adalah 0,8 cm pada hari 2. Diameter luka mengalami penurunan menjadi 0.6cm pada hari ke-7 dan menjadi 0,3 cm pada hari ke-14. Perubahan diameter luka dapat dilihat pada Gambar 16.

a. Luka hari ke-2 perlakuan D2.2 (0,8 cm)

b. Luka hari ke-7 perlakuan D2.2 (0,6 cm)

c. Luka hari ke-14 perlakuan D2.2 (0,3 cm)


(33)

20 Pada setiap perlakuan terjadi pengurangan diameter luka. Besarnya persentase pengurangan diameter luka tersebut berbeda-beda pada masing-masing ikan. Secara berurutan rata-rata persentase perubahan diameter luka yang paling cepat adalah perlakuan B (2,2% fitofarmaka), C (4,2% fitofarmaka), A (0,2% fitofarmaka), D (6,2% fitofarmaka), dan kontrol positif.

Tabel 5. Rata-rata persentase penutupan luka pada masing-masing perlakuan

Ulangan Persentase Penutupan Luka

KP A (0,2%) B (2,2%) C (4,2%) D(6,2%)

1 7,78 42,86 30,68 37,50 11,11

2 29,95 26,92 52,50 25,00 37,50

3 - 17,65 30,42 36,36 20

Rata-rata 18,87±15,68 29,14±12,75 37,86±12,67 32,96±6,91 22,87±13,43

3.1.2.5 Kondisi organ dalam

Pada ikan kontrol negatif yang hanya di suntik PBS, kondisi organ dalam terlihat normal, yaitu warna hati merah kehitaman, limpa merah-hitam, empedu berwarna hijau kebiruan, dan ginjal berwarna merah tua. Hal yang sedikit berbeda terlihat pada warna organ dalam perlakuan lainnya. Pada kontrol positif, perbedaan yang terlihat adalah warna hati dan empedu yang lebih pucat. Warna hati dan empedu yang pucat juga bisa ditemukan pada perlakuan lainnya. Tidak terlihat perbedaan warna empedu antara perlakuan pengobatan dengan kontrol positif. Kondisi organ dalam pada setiap perlakuan di akhir penelitian dapat dilihat pada Gambar 17.


(34)

Gambar 17. Organ dalam pada ikan perlakuan kontrol negatif (KN), kontrol positif (KP), A, B, C, dan D pada akhir perlakuan. (Keterangan : a= hati, b=empedu, c= ginjal, d = limpa)

3.1.2.6 Kualitas air

Parameter kualitas air yang diukur adalah oksigen terlarut, suhu, pH, dan TAN (Total Amonia Nitrogen). Oksigen terlarut pada awal perlakuan adalah 5,2-6,3 ppm, suhu awal sekitar 280C, pH awal 6,48-7,11, TAN awal 0,471-0,539. Semetara kondisi kualitas pada akhir uji tantang dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6. Kualitas air pada akhir uji tantang

Parameter Perlakuan

KP KN A (0,2%) B (2,2%) C (4,2%) D (6,2%)

pH 6,23 6,71 6,68 6,59 6,53 6,86

DO 5,99 5,62 6,12 5,90 6,31 6,40

TAN (ppm) 0,94 0,67 0,89 0,77 0,62 0,58

Suhu (0C) 25-29 25-30 25-29 25-29 25-29 25-29

d a c b d a c b A B d a c b d a c b K P K N d a c d c b C D a


(35)

22 Suhu air pada setiap perlakuan perlakuan diukur pada pagi, siang dan sore hari. Suhu rata-rata pagi hari adalah 25,6oC, siang 27,5oC, dan sore 28,1oC. Secara keseluruhan kualitas air sesuai untuk pertumbuhan ikan karena ikan lele dapat hidup pada lingkungan dengan pH 6,5-8,5, TAN <1 ppm, DO >5, dan suhu berada pada kisaran 25-300C (Boyd, 1982).

3.2 Pembahasan

Bakteri A. hydrophila yang digunakan diuji menggunakan pewarnaan Gram dan dilanjutkan dengan karakterisasi sifat biokimia dan fisiologi bakteri. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa bakteri yang digunakan merupakan bakteri A. hydrophila. Hasil pengamatan koloni bakteri pada cawan petri adalah koloni tersebut memiliki warna krem, elevasi cembung dan memiliki tepian halus (Gambar 2 dan 3). Bentuk sel batang pendek dan berwarna merah muda (gram negatif). Hasil uji yang positif terdapat pada uji O/F, motilitas, oksidase, dan katalase (Lampiran 1). Hasil yang sama juga terdapat pada Plumb (1994)dalam Kurniawan (2010).

Bakteri uji yang telah dipastikan A. hydrophila kemudian digunakan untuk uji tantang. Uji ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian bahan fitofarmaka tersebut terhadap penyembuhan infeksi bakteri pada ikan lele, yang ditandai dengan nafsu makan, pertumbuhan, kelangsungan hidup, penyembuhan luka, dan morfologi organ dalam. Secara umum, gejala klinis yang timbul setelah penginfeksian bakteri A. hydrophila adalah timbulnya hiperemia pada sirip dan sungut, kemudian timbul radang pada tempat penyuntikan, hemoragi yang disertai dengan nekrosis, dan diakhiri dengan tukak. Kelainan klinis hiperemia dan peradangan merupakan reaksi pertahanan tubuh ikan dengan cara memobilisasi sel darah putih ke tempat terjadinya infeksi (Austin & Austin, 1986).

Uji in vivo menunjukkan bahwa setiap perlakuan, termasuk kontrol negatif, mengalami penurunan respons makan setelah penyuntikan. Hal ini dikarenakan stres yang dialami oleh ikan setelah penyuntikan. Respons makan pada ikan kontrol negatif baru muncul kembali 2 hari berikutnya. Namun terdapat perbedaan respons makan yang nyata antara ikan kontrol negatif dengan perlakuan lainnya (Gambar 4 dan Tabel 3). Kenyataan ini menandakan bahwa


(36)

penyuntikan bakteri Aeromonas hydrophila mempengaruhi nafsu makan pada ikan lele. Menurut Kabata (1985) ikan yang terserang bakteriA. hydrophila akan kehilangan nafsu makannya, karena adanya racun hasil produksi ekstraseluler yang mengganggu kerja tubuh ikan tersebut.

Lebih lanjut, Cipriano (2001) dalam Hidayat (2006) menjelaskan bahwa ikan yang terserang A. hydrophila, memiliki nafsu makan yang menurun karena bakteri ini memproduksi enterotoksin yang menyerang sistem pencernaan ikan. Toksin ini menyebabkan pembuluh kapiler di submukosa perut mengalami hemoragi karena kerusakan sel endotel dan sel darah merah. Bahkan, infeksi yang berkelanjutan akan menyebabkan sel-sel hati dan tubuli ginjal mengalami degenerasi.

Berdasarkan Tabel 3, rata-rata respons makan pada ikan perlakuan A dan B tidak berbeda nyata dengan respons makan kontrol negatif (p<0,05). Pada perlakuan kontrol positif, perlakuan C dan D, terdapat perbedaan rataan respons makan yang nyata dengan perlakuan kontrol negatif. Respons makan yang tidak berbeda nyata antara perlakuan A dan B dengan kontrol negatif menandakan bahwa pakan dengan dosis fitofarmaka 0,2% dan 2,2% dapat meningkatkan nafsu makan ikan yang sakit. Menurut Suprapto (2006), flavonoid dalam meniran akan bekerja pada sel-sel tubuh yang menjadi bagian dari sistem imun. Meningkatnya sistem imun tersebut akan meningkatkan aktivitas limfosit dalam memfagosit bakteri, sehingga terjadi peningkatan nafsu makan.

Pada Tabel 3, respons makan pada perlakuan C, D, dan kontrol positif berbeda nyata dengan repons makan pada ikan kontrol negatif (p<0,05). Rendahnya respons makan rata-rata pada ikan perlakuan C dan D diduga disebabkan oleh terlalu tingginya jumlah bawang putih yang terdapat pada pakan ikan. Menurut Lucas (1987) konsumsi serbuk bawang putih yang berlebihan dapat menimbulkan rasa mual. Hal ini disebabkan oleh aktivitas bahan aktif berupa dalam bawang putih yang dapat mengiritasi mukosa mulut dan saluran pencernaan manusia. Sementara pada ikan kontrol positif, rendahnya respons makan disebabkan oleh infeksi di hati, ginjal dan usus setelah 2 hari pasca di suntik dan makin parah hingga hari ke-7 (Angka, 2005).


(37)

24 Besarnya respons makan akan mempengaruhi penyembuhan luka. Pengaruh tersebut dapat dilihat dari perubahan diameter luka yang baru terjadi setelah ikan tersebut merespons pakan yang diberikan (Gambar 12-16 dan Lampiran 7). Perubahan diameter luka ikan yang paling rendah dialami oleh ikan perlakuan kontrol positif dan yang paling tinggi adalah perlakuan B. Hal ini menandakan bahwa perlakuan pengobatan memberikan pengaruh pada proses penyembuhan luka pada ikan tersebut.

Penyembuhan luka pada perlakuan B, terjadi karena pada perlakuan B diberikan pakan yang telah dicampur dengan ekstrak meniran dengan dosis 0,8% dan bawang putih dengan dosis 1,4% . Kandungan yang terdapat dalam bawang putih adalah allicin yaitu salah satu zat aktif yang dapat membunuh bakteri. allicin dapat digunakan untuk membunuh bakteri Gram positif maupun Gram negatif karena mempunyai gugus amino benzoat (Palungkun & Budiardi, 2001). Lebih jauh, menurut Cavalito dalam Watanabe (2001), allicin juga dapat bergabung dengan protein dan mengubah strukturnya agar protein tersebut mudah dicerna. Kemampuan allicin untuk bergabung dengan protein akan mendukung daya antibiotiknya, karena allicin menyerang protein mikroba dan akhirnya membunuh mikroba tersebut.

Selain bawang putih, meniran juga dapat mencegah berbagai macam infeksi virus dan bakteri, serta mendorong sistem kekebalan tubuh. Menurut Mela (2007) dalam penelitiannya, meniran memiliki aktivitas imunomodulator yang berperan membuat sistem imun tubuh (imunostimulator) atau menekan reaksi sistem imun yang berlebihan (imunosurpresan). Dengan demikian kekebalan atau daya tahan tubuh ikan selalu dalam keadaan optimal.

Besarnya respons makan juga bisa berdampak kepada SR ikan. Pada ikan yang memiliki respons makan yang rendah, maka bahan obat yang masuk ke dalam tubuh ikan juga rendah. Pada kondisi ini pengobatan melalui pakan tidak bisa mencegah perkembangan bakteri A. hydrophila dalam tubuh ikan tersebut. Lebih lanjut, perkembangan bakteri tersebut dapat membunuh lebih dari 50% populasi ikan dalam waktu 4-7 hari setelah penginfeksian bila tidak mendapatkan pengobatan apapun.


(38)

Tingkat kelangsungan hidup ikan selama perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan kontrol negatif tidak mengalami kematian sampai akhir perlakuan sehingga memiliki tingkat kelangsungan hidup rata-rata 100,00%. Tingkat kelangsungan hidup terkecil terdapat pada perlakuan kontrol negatif dan perlakuan D, sebesar 33,33%. Perlakuan B memiliki tingkat kelangsungan hidup yang paling besar diantara perlakuan lainnya, yaitu 46,67%. Walaupun memiliki nilai yang berbeda, pengujian statistik tidak menunjukkan perbedaan tingkat kelangsungan hidup yang signifikan antara setiap perlakuan uji tantang (Gambar 7).

Hasil yang hampir sama juga ditemukan pada penelitian sebelumnya yang menggunakan metode pengobatan campuran bubuk ini di dalam pakan dengan dosis 5 ppt meniran dan 20 ppt bawang putih (Sholikhah, 2009), yaitu tingkat kelangsungan hidup ikan sebesar 45,83%. Tingkat kelangsungan hidup ini lebih rendah dari tingkat kelangsungan hidup yang diperoleh dari penelitian Ayuningtyas (2008) yaitu sebesar 60%. Pada penelitian tersebut, pengobatan ikan dilakukan dengan metode suntik dengan dosis 5 ppt meniran dan 20 ppt bawang putih.

Tingkat kelangsungan hidup tersebut menunjukkan bahwa pengobatan ikan yang menggunakan bahan campuran fitofarmaka meniran dan bawang putih yang diberikan melalui pakan tidak memberikan hasil yang signifikan. Sebab, pengobatan dengan cara ini memerlukan respons makan yang baik pada ikan. Padahal, kondisi ikan yang terserang A. hydrophila memiliki nafsu makan yang kurang baik. Gangguan tersebut akibat stress pada ikan lele, dan pada akhirnya akan berpengaruh pada SR ikan. Menurut Ghufran dan Kordi (2004), stres pada ikan akan meningkatkan kepekaan ikan tersebut terhadap penyakit.

Pertumbuhan ikan berbanding lurus respons makan pada ikan tersebut. Semakin semakin besar respons makan, maka pertumbuhannya akan semakin cepat. Berdasarkan Tabel 4, urutan perubahan bobot perhari dari yang paling besar adalah kontrol negatif, perlakuan B, perlakuan A, perlakuan C, kontrol positif, dan perlakuan D. Hal ini disebabkan oleh jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan yang memiliki respons makan yang besar akan lebih banyak daripada ikan yang memiliki respons makan yang lebih kecil.


(39)

26 Pemeriksaan organ dalam yang dilakukan pada akhir perlakuan menunjukkan bahwa ikan perlakuan kontrol negatif tidak mengalami kelainan pada organ hati, empedu, limpa dan ginjal. Sementara pada ikan perlakuan kontrol positif, terdapat beberapa perubahan pada warna organ dalam tersebut. Sementara pada perlakuan A, B, C, dan D, perbedaan warna hanya terlihat pada organ hati saja (Gambar 17).

Berdasarkan hasil pengamatan organ dalam, terjadi perubahan warna pada hati ikan perlakuan yang disuntik dengan bakteriA. hydrophila. Perubahan warna hati tersebut karena terjadi degenerasi pada sel-sel hati (Cipriano, 2001 dalam Hidayat, 2006). Perubahan warna pada organ dalam ikan perlakuan kontrol positif disebabkan oleh aktivitas bakteri. Perubahan warna pada limpa disebabkan oleh peningkatan jumlah pigmen hemosiderin pada limpa akibat aktivitas toksin bakteri dalam menghancurkan sel darah merah (Ventura et al., 1988 dalam Abdullah, 2008). Perubahan warna empedu disebabkan karena terhambatnya pembongkaran eritrosit menjadi hemin, Fe dan globin, sehingga menyebabkan produksi hemin menjadi zat asal warna empedu menjadi menurun (Hafsah, 1994). Perubahan warna pada organ ginjal disebabkan oleh racun berupa hemolisin dan protease yang merusak tubuli ginjal, sehingga warna ginjal menjadi lebih pucat.

Parameter kualitas air, merupakan faktor penting dalam budidaya. Kualitas air yang digunakan pada penelitian ini layak untuk kehidupan ikan lele, karena berada pada kisaran yang optimum. Suhu air pada pemeliharaan ikan mendekati kisaran 25-300C. Nilai pH air selama pemeliharaan berkisar 6,23-6,71, berada pada kisaran yang disarankan yaitu 6,5-8,5. Kandungan oksigen terlarut dalam air 5,31-6,4 ppm berada di atas kisaran minimum (5ppm), Total Amonia-Nitrogen (TAN) perlakuan berkisar 0,62-0,94 ppm masih di bawah ambang batas 1 ppm (Boyd,1982).


(40)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dosis maksimum campuran bubuk meniran dan bawang putih dalam pakan yang bisa diterima oleh ikan lele untuk mengobati penyakit MAS adalah 2,2% dari bobot total pakan. Pada dosis tersebut respons makan rata-rata pada ikan 1,82±0,25%, tingkat kelangsungan hidup ikan mencapai 46,67±11,33%, perubahan bobot harian mencapai 0,85±0,50 gram/hari, dan persentase penutupan luka pada hari ke-7 mencapai 37,86±12,67%. Tidak berbedanya tingkat kelangsungan hidup ikan perlakuan pengobatan terhadap ikan kontrol positif menandakan bahwa campuran bubuk meniran dan bawang putih dalam pakan tidak efektif dalam mengobati penyakit ikan.

4.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mencari metode yang dapat meningkatkan nafsu makan pada ikan yang terinfeksi bakteriA. Hydrophila. Hal tersebut perlu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pengobatan dengan bahan fitofarmaka yang diberikan melalui pakan.


(41)

28

DAFTAR PUSTAKA

Angka, S.L., 2005. Kajian penyakit Motile Aeromonad Septicemia (MAS) pada ikan lele dumbo (Clarias sp.): patologi, pencegahan, dan pengobatannya dengan fitofarmaka. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Abdullah, Y., 2008. Efektivitas ekstrak daun paci-paci Leucas lavandulaefolia untuk pencegahan dan pengobatan infeksi penyakit MASMotile Aeromonad Septicemia ditinjau dari patologi makro dan hematologi ikan lele dumbo Clariassp. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Austin B, Austin D.A., 1986. Bacterial Fish Patogen: Disease in Farmed and Wild Fish. Second Edition. Ellis Horwood Limited. England.

Ayuningtyas, A.K., 2009. Efektivitas campuran meniran Phyllanthus niruri dan bawang putih Allium sativum dalam pakan untuk pencegahan dan pengobatan infeksi bakteri Aeromonas hydrophilla pada ikan lele dumbo Clariassp. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Boyd, C.E., 1982. Water Quality Management of Pond Fish Culture. Elsevier Publishers, Amsterdam.

Effendie, M.I., 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara.

Faridah, N., 2010. Efektivitas ektrak lidah buaya Aloe vera sebagai immunostimulan untuk mencegah infeksiAeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ghufran, Kordi. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. PT.Sadi Mahasatya, Jakarta

Hafsah, S., 1994. Pengaruh penyuntikan Freud’Complete Adjuvant dan bakteri

Aeromonas hydrophilagalur virulen L38 terhadap ikan lele dumbo (Clarias sp.) dewasa. Skripsi. Departeman Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Hidayat, R., 2006. Studi protektivitas imunoglobulin Y (Ig.Y) anti Aeromonas hydrophila pada ikan mas Cyprinus carpio dan gurame Osphronemus gouramy. Tesis. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(42)

Kabata Z., 1985. Parasites and Disease of Fish Cultured in Tropics. Taylor and Francis, London.

KKP (Kementrian Kelautan dan Perikanan). 2010. Revolusi Biru.www.dkp.go.id. [1 Maret 2010].

Kurniawan, D., 2010. Efektivitas campuran bubuk meniran Phyllantus niruridan bawang putihAllium sativumdalam pakan untuk pencegahan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila padan Ikan Lele Dumbo Clarias sp. Skripsi. Departeman Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Lucas, R., 1987. Secret of the Chinese Herbalist. Parker Publishing Company Inc. New York.

Mela. 2007. Meniran si peningkat sistem imun. http://thenewpiogama. wordpress.com/2007/06/08. [19 September 2010]

Palungkun, Budiardi. 2001. Bawang Putih Dataran Rendah. Penebar Swadaya, Jakarta.

Reed, L.J., Muench, 1938. A simple method of estimating fifty percent endpotants. The American Journal of Hygiene 27: 493-497.

Sholikhah, E.H., 2009. Efektivitas campuran meniran Phyllanthus niruri dan bawang putih Allium sativum dalam pakan untuk pengendalian infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Steffens, W., 1989. Principles of Fish Nutrition. Ellis Horwood Limited. England.

Suprapto. 2006. Tubuh kebal dengan herbal. http://www.depkes.go.id

Swan, L., White, R.M., 1989. Diagnosis and treatment of Aeromonas hydrophila infection of fish. Aquaculture extention. Purdue University.

Watanabe, T., 2001. Penyembuhan Dengan Terapi Bawang Putih. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.


(43)

30


(44)

Lampiran 1.Karakterisasi bakteriA. hydrophila

Karakteristik Swan & White, 1989 Bakteri Stok Reisolasi

Warna Krem Krem Krem

Elevasi Cembung Cembung Cembung

Tepian Halus Halus Halus

Gram - -

-Motilitas + + +

O/F F F F

Katalase + + +

Oksidase + + +

Berdasarkan Swan & White (1989), bakteri stok maupun reisolasi merupakan bakteri genusAeromonas.


(45)

32

Lampiran 2.Penyiapan media bakteriA. hydrophila

Media TSA (Trypticase Soy Agar)

Media TSA disiapkan dengan melarutkan 4 gram media TSA ke 100 ml akuades di dalam erlenmeyer. Kemudian media tersebut dihomogenkan dengan cara diaduk dan dipanaskan pada pemanas air. Selanjutnya, erlenmeyer tersebut di tutup dengan kertas aluminium foil dan karet gelang untuk di sterilkan dengan autoclave (suhu 121oC) selama 15 menit. Kemudian, TSA tersebut di tuang pada cawan atau tabung reaksi yang telah disterilkan, dan di simpan di lemari es setelah TSA tersebut membeku.

Media TSB (Trypticase Soy Broth)

Media TSB dibuat dengan melarutkan 3 gram media TSB ke 100 ml akuades di dalam erlenmeyer. Kemudian media tersebut dihomogenkan dengan cara diaduk dan dipanaskan pada pemanas air. Selanjutnya, erlenmeyer tersebut di tutup dengan kertas aluminium foil dan karet gelang untuk di sterilkan dengan autoclave (suhu 121oC) selama 15 menit.

Larutan PBS (Phosphate Buffered Saline)

Larutan PBS dibuat dengan bahan berikut ini:

- 8 gram NaCl

- 0,2 gram KH2PO4

- 1,5 gram NaH2PO4 - 0,2 gram KCl

Bahan-bahan tersebut dilarutkan dalam 1 liter akuades yang ditempatkan dalam erlenmeyer. Bahan tersebut dihomogenkan dengan cara diaduk dan dipanaskan pada pemanas air. Selanjutnya, erlenmeyer tersebut di tutup dengan kertas aluminium foil dan karet gelang untuk di sterilkan denganautoclave(suhu 121oC) selama 15 menit.


(46)

Lampiran 3.Perhitungan nilai LD50

Selang Proporsi = Kematian di atas 50% - 50

Kematian di atas 50% - kematian di bawah 50% = 66,6650

66,6614,29 = 0,3181

Log Negatif LD50 = -log negatif konsentrasi di atas 50% + selang proporsi

= - Log108+ 0,3181 = - 8 + 0,3181 = - 7,6819 Log LD50 = 7,6819

LD50 = 107,6819

LD50 ≈ 108 Kepadatan

Bakteri

Mati Hidup % Kematian

Akumulasi Mati Hidup Rasio

Kematian %

109 5 0 100 9 0 9/9 100

108 3 2 60 4 2 4/6 66,66

107 1 4 20 1 6 1/7 14,29

106 0 5 0 0 11 0/11 0


(47)

34

Lampiran 4.Analisis statistik respons makan

Ulangan Respons Makan (%)

KN KP A B C D

1 2,192 1,317 1,886 1,651 1,471 1,270

2 2,077 0,967 1,848 2,120 1,518 0,855

3 2,258 0,881 2,303 1,702 2,006 0,890

Rata-rata 2,176 ± 0,091 1,055 ± 0,230 2,012±0,231 1,824±0,251 1,665±0,297 1,005±0,230

ANOVA

FR

Jumlah Df Rataan hitung F Sig.

Diantara Grup 3,612 5 0,722 13,038 0,000

Dalam Group 0,665 12 0,055

Total 4,276 17

Karena angka signifikansi (sig) < 0,05 maka terdapat hubungan signifikan antara perlakuan dengan FR ikan. Uji dilanjutkan dengan uji Duncan.

RESPONS MAKAN

PERLA

KUAN N

Kelompok pada galat = 0.05

a b c

Duncana D 3 1,0050

KP 3 1,0550

C 3 1,6650

B 3 1,8243 1,8243

A 3 2,0123 2,0123

KN 3 2,1757

Sig. 0,799 0,110 0,107

* Perlakuan KP dan D berbeda nyata dengan perlakuan A,B,C dan KN. Perlakuan A dan B tidak berbeda nyata dengan perlakuan C, juga tidak berbeda nyata dengan perlakuan KN


(48)

Lampiran 5.Analisis statistik pertumbuhan

Perlakuan

Pertumbuhan

Mutlak Perubahan bobot per hari

KN 1,54 0,110 ±0,021

KP 0,64 0,045 ± 0,004

A 1,16 0,083 ± 0,037

B 1,19 0,085 ± 0,016

C 0,78 0,056 ± 0,013

D 0,34 0,024 ± 0,018

ANOVA

Pertumbuhan

Jumlah Df Rataan hitung F Sig. Diantara Group 0,016 5 0,003 5,680 0,006

Dalam Group 0,007 12 0,001

Total 0,022 17

Karena angka signifikansi (sig) < 0,05 maka terdapat hubungan signifikan antara perlakuan dengan SR ikan. Uji dilanjutkan dengan uji Duncan.

PERUBAHAN BOBOT PER HARI

a b c

Duncana D 3 0,0263

KP 3 0,0302

C 3 0,0555 0,0555

B 3 0,0748 0,0748

A 3 0,0824 0,0824

KN 3 0,1100

Sig. 0,172 0,205 0,104

*Perlakuan KN, A,dan B, berbeda nyata dengan perlakuan KP, dan D. Perlakuan C tidak berbeda nyata dengn perlakuan KP, A, dan B.


(49)

36

Lampiran 6.Analisis statistik tingkat kelangsungan hidup

Ulangan Tingkat Kelangsungan Hidup (%)

KN KP A B C D 1 100 40 40 60 40 20

2 100 40 40 40 20 20

3 100 0 20 40 20 40

Rata-rata 100±0,00 26,67±23,09 33,33± 11,55 46,67± 11,55 33,33± 11,55 26,67± 11,55

ANOVA

SR

Jumlah Df Rataan hitung F Sig. Diantara Group 11911,111 5 2382,222 13,400 0,000 Dalam Group 2133,333 12 177,778

Total 14044,444 17

Karena angka signifikan (sig) < 0,05 maka terdapat hubungan signifikan antara perlakuan dengan SR ikan. Uji dilanjutkan dengan uji Duncan.

KELANGSUNGAN HIDUP

PERLA

KUAN N

Kelompok pada galat = 0.05

a b

Duncana KP 3 26,6667

D 3 26,6667

A 3 33,3333

C 3 33,3333

B 3 46,6667

KN 3 100,0000

Sig. 0,119 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.


(50)

Lampiran 7 .

Kelainan klinis dan diameter luka masing-masing perlakuan

Keterangan:

HE

= Ikan mengalami kelainan klinis berupa hemoragi

T

= Ikan mengalami kelainan klinis berupa tukak

MT

= Ikan mengalami kematian dengan kelainan klinis berupa tukak

MR

= Ikan mengalami kematian dengan kelainan klinis berupa radang

Perlakuan Tag Ikan

KELAINAN DAN DIAMETER LUKA (cm) PADA HARI

KE-1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 HE (1,6) T (1,8) T (1,8) T (1,8) T (1,8) T (1,7) T (1,7) T (1,7) T (1,7) T (1,6) T (1,6) T (1,6) T (1,5) T (1,5)

2 MR

KP1 3 HE (1,6) T(1,7) T(1,7) T(1,7) MT ka HE(0,6) HE(0,6) MT

ki HE(1,6) HE(1,8) T(1,8) T(2) T(2) T(1,9) T(1,9) T(1,9) T(1,9) T(1,9) T(1,8) T(1,8) T(1,7) T(1,6) 1 HE(1,4) T(1,5) T(1,5) MT

2 HE(1,6) HE(1,7) T(1,7) T(1,6) T(1,5) T(1,5) T(1,4) T(1,4) T(1,3) T(1,3) T(1,2) T(1,2) T(1,2) T(1,1)

KP2 3 HE(1) HE(1) T(1.1) (1.1) MT

ka HE(1.6) HE(2) HE(2) MT

ki HE(1) T(1,1) T(0,9) T(0,9) T(0,9) T(0,8) T(0,8) T(0,8) T(0,7) T(0,7) T(0,7) T(0,6) T(0,6) T(0,6) 1 HE(1,6) HE(1,6) T(1,7) T(1,7) T(1,6) MT

2 HE(1,6) HE(1,7) T(1,8) T(1,8) T(1,7) T(1,7) T(1,6) T(1,6) T(1,6) MT KP3 3 HE(1,4) HE(1,5) MT

ka HE(1,4) HE(1,5) T(1,7) MT


(51)

38

Lanjutan lampiran 7

Keterangan:

HE

= Ikan mengalami kelainan klinis berupa hemoragi

T

= Ikan mengalami kelainan klinis berupa tukak

MT

= Ikan mengalami kematian dengan kelainan klinis berupa tukak

MR

= Ikan mengalami kematian dengan kelainan klinis berupa radang

Perlakuan Tag Ikan

KELAINAN DAN DIAMETER LUKA (cm) PADA HARI

KE-1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 HE(1,3) T(1,4) T(1,3) T(1,2) T(1,1) T(1,1) T(1) T(1) T(0,9) T(0,9) T(0,8) T(0,8) T(0,7) T(0,7) 2 HE(1,4) T(1,3) T(1,3) T(1,2) T(1) T(0,9) T(0,8) T(0,7) T(0,7) T(0,6) T(0,6) T(0,5) T(0,5) T(0,5)

A1 3 HE(1,6) HE(1,6) MT

ka HE(1) T(0,8) T(0,9) T(0,9) MT

ki HE(1,1) HE(1,2) T(1,3) T(1,3) T(1,2) MT 1 HE(1,6) HE(1,6) T(1,6) T(1,6) T(1,6) MT

2 HE(1) HE(1,1) HE(1,3) T(1,3) T(1,2) T(1,2) T(1,1) T(1,1) T(1) T(1) T(0,9) T(0,9) T(0,9) T(0,8) A2 3 HE(1,6) HE(1,6) T(1,6) MT

ka HE(1) HE(1,1) T(1,3) T(1,3) T(1,2) T(1,1) T(1) T(1) T(0,9) T(0,9) T(0,8) T(0,8) T(0,7) T(0,7) ki T(1,6) T(1,7) T(1,7) MT

1 HE(2) T(2) T(2) T(2) MT

2 HE(1,4) T(1,5) T(1,5) T(1,4) T(1,4) MT

A3 3 HE(1,8) T(1,9) T(1,9) MT

ka HE(1,6) HE(1,5) T(1,7) T(1,7) T(1,6) T(1,6) T(1,5) T(1,5) T(1,4) T(1,4) T(1,3) T(1,2) T(1,2) T(1,2)


(52)

Lanjutan lampiran 7

Keterangan:

HE

= Ikan mengalami kelainan klinis berupa hemoragi

T

= Ikan mengalami kelainan klinis berupa tukak

MT

= Ikan mengalami kematian dengan kelainan klinis berupa tukak

MR

= Ikan mengalami kematian dengan kelainan klinis berupa radang

SM

= Ikan mengalami kesembuhan total

Perlakuan Tag Ikan

KELAINAN DAN DIAMETER LUKA (cm) PADA HARI

KE-1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 HE(1) HE(1,2) T(1,3) T(1,2) T(1,1) T(1) T(0,9) T(0,9) T(0,8) T(0,8) T(0,7) T(0,7) T(0,6) T(0,6) 2 HE(1,4) T(1,3) T(1,3) T(1,2) T(1,1) T(1,1) T(1) T(1) T(0,9) T(0,9) T(0,8) T(0,8) T(0,7) T0.7 B1 3 HE(1,6) HE(1,8) T(1,8) MT

ka HE(2) HE(2) T(1,9) T(1,9) MT

ki HE(1,6) HE(1,5) T(1,5) T(1,4) T(1,4) T(1,3) T(1,3) T(1,3) T(1,2) T(1,2) T(1,1) T(1,1) T(1) T(1) 1 HE(1) HE(1) T(1) T(0,9) T(0,7) T(0,5) T(0,3) T(0,2) T(0,1) SM (0) SM SM SM SM 2 HE(1,5) HE(1,6) T(1,7) T(1,7) T(1,7) MT

B2 3 HE(1,6) T(1,7) T(1,7) MT

ka HE(1,6) HE(1,6) T(1,6) T(1,6) T(1,5) T(1,4) T(1,3) T(1,2) T(1,1) T(1,1) T(1) T(1) T(0,9) T(0,8) ki HE(1,5) HE(1,5) T(1,6) T(1,6) MT

1 HE(2,4) HE(2,5) T(2,5) MT

2 HE(1,6) HE(1,6) T(1,7) T(1,7) T(1,6) T(1,6) T(1,5) T(1,5) T(1,4) T(1,3) T(1,2) T(1,2) T(1,1) T(1,1)

B3 3 HE(2,4) T(2,5) T(2,5) MT

ka HE(1) HE(1,1) T(1,1) T(1) T(1) T(0,9) T(0,8) T(0,7) T(0,6) T(0,5) T(0,5) T(0,4) T(0,3) T(0,3)


(53)

40

Lanjutan lampiran 7

Keterangan:

HE

= Ikan mengalami kelainan klinis berupa hemoragi

T

= Ikan mengalami kelainan klinis berupa tukak

MT

= Ikan mengalami kematian dengan kelainan klinis berupa tukak

MR

= Ikan mengalami kematian dengan kelainan klinis berupa radang

Perlakuan

Tag Ikan

KELAINAN DAN DIAMETER LUKA (cm) PADA HARI

KE-1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 HE(1) HE(1,1) T(1,1) T(1,1) MT 2 HE(1,6) HE(1,6) T(1,6) MT

C1 3 HE(1,6) HE(1,7) T(1,6) T(1,6) T(1,5) T(1,5) T(1,5) MT

ka HE(0,8) T(0,8) T(0,8) T(0,7) T(0,7) T(0,6) T(0,6) T(0,5) T(0,5) T(0,4) T(0,4) T(0,3) T(0,3) T(0,2) ki HE(1,6) HE(1,6) T(1,5) T(1,4) T(1,3) T(1,2) T(1,1) T(1) T(1) T(1) T(0,9) T(0,8) T(0,8) T(0,8) 1 HE(1,6) T(1,6) T(1,6) T(1,5) T(1,4) T(1,4) T(1,3) T(1,2) T(1,1) T(1,1) T(1) T(1) T(0,9) T(0,9) 2 HE(1,6) HE(1,6) T(1,7) T(1,7) T(1,6) T(1,5) T(1,5) T(1,4) T(1,4) T(1,3) T(1,3) T(1,2) T(1,2) T(1,1) C2 3 HE(1,5) HE(1,5) T(1,7) MT

ka HE(1,6) HE(1,6) HE(1,6) T(1,5) T(1,5) MT ki HE(0,9) T(0,9) T(0,9) T(0,9) MT

1 HE(1) T(1) T(0,9) T(0,8) T(0,8) T(0,8) T(0,7) T(0,7) T(0,7) T(0,6) T(0,6) T(0,6) T(0,5) T(0,5) 2 HE(2,2) HE(2,2) T(2,2) MT

C3 3 HE(1) HE(1) T(1,2) TT(1,2) T(1,1) T(1,1) T(1,1) MT ka HE(2) HE(2,5) T(2,5) MT


(54)

Lanjutan lampiran 7

Keterangan:

HE

= Ikan mengalami kelainan klinis berupa hemoragi

T

= Ikan mengalami kelainan klinis berupa tukak

MT

= Ikan mengalami kematian dengan kelainan klinis berupa tukak

MR

= Ikan mengalami kematian dengan kelainan klinis berupa radang

Perlakuan Tag Ikan

KELAINAN DAN DIAMETER LUKA (cm) PADA HARI

KE-1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 HE(1,8) HE(1,8) T(1,8) T(1,8) T(1,7) T(1,7) T(1,7) T(1,6) T(1,6) (1,5) (1,5) (1,4) (1,4) (1,3) 2 HE(2) HE(2) T(2) MT

D1 3 MR

ka HE(0,7) T(0,7) T(0,7) T(0,6) T(0,6) MT

ki HE(1,8) HE(1,8) T(1,7) T(1,7) T(1,7) T(1,7) T(1,6) T(1,6) T(1,6) MT 1 (1,7) HE(1,7) T(1,8) MT

2 HE(0,7) HE(0,8) HE(0,8) T(0,8) T(0,8) T(0,6) T(0,6) T(0,5) T(0,5) T(0,5) T(0,4) T(0,4) T(0,3) T(0,3) D2 3 HE(1,5) HE(1,5) T(1,5) T(1,5) MT

ka HE(1,7) T(1,7) T(1,8) MT

ki HE(2) T(2) T(1,9) T(1,9) T(1,8) MT

1 HE(1,5) HE(1,5) T(1,5) T(1,4) T(1,40) T(1,3) T(1,3) MT 2 HE(1,3) T(1,3) T(1,3) MT

D3 3 HE(2,2) T(2,2) T(2,2) T(2,1) MT

ka HE(1,5) HE(1,5) T(1,5) T(1,4) T(1,4) T(1,3) T(1,3) T(1,2) T(1,1) T(1) T(0,9) T(0,8) T(0,7) T(0,7) ki HE(1) HE(1) T(1) T(0,9) T(0,9) T(0,9) T(0,8) T(0,8) T(0,8) T(0,7) T(0,7) T(0,7) T(0,6) T(0,6)


(1)

Lampiran 6.

Analisis statistik tingkat kelangsungan hidup

Ulangan

Tingkat Kelangsungan Hidup (%)

KN

KP

A

B

C

D

1

100

40

40

60

40

20

2

100

40

40

40

20

20

3

100

0

20

40

20

40

Rata-rata

100±0,00

26,67±23,09

33,33± 11,55

46,67± 11,55

33,33± 11,55

26,67± 11,55

ANOVA

SR

Jumlah Df Rataan hitung F Sig. Diantara Group

11911,111

5

2382,222

13,400

0,000

Dalam Group

2133,333

12

177,778

Total

14044,444

17

Karena angka signifikan (

sig

) < 0,05 maka terdapat hubungan signifikan antara

perlakuan dengan SR ikan. Uji dilanjutkan dengan uji Duncan.

KELANGSUNGAN HIDUP

PERLA

KUAN

N

Kelompok pada galat = 0.05

a

b

Duncan

a

KP

3

26,6667

D

3

26,6667

A

3

33,3333

C

3

33,3333

B

3

46,6667

KN

3

100,0000

Sig.

0,119

1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.


(2)

Keterangan:

HE

= Ikan mengalami kelainan klinis berupa hemoragi

T

= Ikan mengalami kelainan klinis berupa tukak

MT

= Ikan mengalami kematian dengan kelainan klinis berupa tukak

Perlakuan

Tag Ikan

KELAINAN DAN DIAMETER LUKA (cm) PADA HARI

KE-1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 HE (1,6) T (1,8) T (1,8) T (1,8) T (1,8) T (1,7) T (1,7) T (1,7) T (1,7) T (1,6) T (1,6) T (1,6) T (1,5) T (1,5)

2 MR

KP1 3 HE (1,6) T(1,7) T(1,7) T(1,7) MT

ka HE(0,6) HE(0,6) MT

ki HE(1,6) HE(1,8) T(1,8) T(2) T(2) T(1,9) T(1,9) T(1,9) T(1,9) T(1,9) T(1,8) T(1,8) T(1,7) T(1,6) 1 HE(1,4) T(1,5) T(1,5) MT

2 HE(1,6) HE(1,7) T(1,7) T(1,6) T(1,5) T(1,5) T(1,4) T(1,4) T(1,3) T(1,3) T(1,2) T(1,2) T(1,2) T(1,1)

KP2 3 HE(1) HE(1) T(1.1) (1.1) MT

ka HE(1.6) HE(2) HE(2) MT

ki HE(1) T(1,1) T(0,9) T(0,9) T(0,9) T(0,8) T(0,8) T(0,8) T(0,7) T(0,7) T(0,7) T(0,6) T(0,6) T(0,6) 1 HE(1,6) HE(1,6) T(1,7) T(1,7) T(1,6) MT

2 HE(1,6) HE(1,7) T(1,8) T(1,8) T(1,7) T(1,7) T(1,6) T(1,6) T(1,6) MT

KP3 3 HE(1,4) HE(1,5) MT

ka HE(1,4) HE(1,5) T(1,7) MT


(3)

Lanjutan lampiran 7

Keterangan:

HE

= Ikan mengalami kelainan klinis berupa hemoragi

T

= Ikan mengalami kelainan klinis berupa tukak

MT

= Ikan mengalami kematian dengan kelainan klinis berupa tukak

MR

= Ikan mengalami kematian dengan kelainan klinis berupa radang

Perlakuan

Tag Ikan

KELAINAN DAN DIAMETER LUKA (cm) PADA HARI

KE-1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 HE(1,3) T(1,4) T(1,3) T(1,2) T(1,1) T(1,1) T(1) T(1) T(0,9) T(0,9) T(0,8) T(0,8) T(0,7) T(0,7) 2 HE(1,4) T(1,3) T(1,3) T(1,2) T(1) T(0,9) T(0,8) T(0,7) T(0,7) T(0,6) T(0,6) T(0,5) T(0,5) T(0,5)

A1 3 HE(1,6) HE(1,6) MT

ka HE(1) T(0,8) T(0,9) T(0,9) MT

ki HE(1,1) HE(1,2) T(1,3) T(1,3) T(1,2) MT 1 HE(1,6) HE(1,6) T(1,6) T(1,6) T(1,6) MT

2 HE(1) HE(1,1) HE(1,3) T(1,3) T(1,2) T(1,2) T(1,1) T(1,1) T(1) T(1) T(0,9) T(0,9) T(0,9) T(0,8)

A2 3 HE(1,6) HE(1,6) T(1,6) MT

ka HE(1) HE(1,1) T(1,3) T(1,3) T(1,2) T(1,1) T(1) T(1) T(0,9) T(0,9) T(0,8) T(0,8) T(0,7) T(0,7) ki T(1,6) T(1,7) T(1,7) MT

1 HE(2) T(2) T(2) T(2) MT

2 HE(1,4) T(1,5) T(1,5) T(1,4) T(1,4) MT

A3 3 HE(1,8) T(1,9) T(1,9) MT

ka HE(1,6) HE(1,5) T(1,7) T(1,7) T(1,6) T(1,6) T(1,5) T(1,5) T(1,4) T(1,4) T(1,3) T(1,2) T(1,2) T(1,2)


(4)

Keterangan:

HE

= Ikan mengalami kelainan klinis berupa hemoragi

T

= Ikan mengalami kelainan klinis berupa tukak

Perlakuan

Tag Ikan

KELAINAN DAN DIAMETER LUKA (cm) PADA HARI

KE-1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 HE(1) HE(1,2) T(1,3) T(1,2) T(1,1) T(1) T(0,9) T(0,9) T(0,8) T(0,8) T(0,7) T(0,7) T(0,6) T(0,6) 2 HE(1,4) T(1,3) T(1,3) T(1,2) T(1,1) T(1,1) T(1) T(1) T(0,9) T(0,9) T(0,8) T(0,8) T(0,7) T0.7

B1 3 HE(1,6) HE(1,8) T(1,8) MT

ka HE(2) HE(2) T(1,9) T(1,9) MT

ki HE(1,6) HE(1,5) T(1,5) T(1,4) T(1,4) T(1,3) T(1,3) T(1,3) T(1,2) T(1,2) T(1,1) T(1,1) T(1) T(1)

1 HE(1) HE(1) T(1) T(0,9) T(0,7) T(0,5) T(0,3) T(0,2) T(0,1) SM (0) SM SM SM SM

2 HE(1,5) HE(1,6) T(1,7) T(1,7) T(1,7) MT

B2 3 HE(1,6) T(1,7) T(1,7) MT

ka HE(1,6) HE(1,6) T(1,6) T(1,6) T(1,5) T(1,4) T(1,3) T(1,2) T(1,1) T(1,1) T(1) T(1) T(0,9) T(0,8) ki HE(1,5) HE(1,5) T(1,6) T(1,6) MT

1 HE(2,4) HE(2,5) T(2,5) MT

2 HE(1,6) HE(1,6) T(1,7) T(1,7) T(1,6) T(1,6) T(1,5) T(1,5) T(1,4) T(1,3) T(1,2) T(1,2) T(1,1) T(1,1)

B3 3 HE(2,4) T(2,5) T(2,5) MT

ka HE(1) HE(1,1) T(1,1) T(1) T(1) T(0,9) T(0,8) T(0,7) T(0,6) T(0,5) T(0,5) T(0,4) T(0,3) T(0,3)


(5)

Lanjutan lampiran 7

Keterangan:

HE

= Ikan mengalami kelainan klinis berupa hemoragi

T

= Ikan mengalami kelainan klinis berupa tukak

MT

= Ikan mengalami kematian dengan kelainan klinis berupa tukak

MR

= Ikan mengalami kematian dengan kelainan klinis berupa radang

Perlakuan

Tag Ikan

KELAINAN DAN DIAMETER LUKA (cm) PADA HARI

KE-1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 HE(1) HE(1,1) T(1,1) T(1,1) MT 2 HE(1,6) HE(1,6) T(1,6) MT

C1 3 HE(1,6) HE(1,7) T(1,6) T(1,6) T(1,5) T(1,5) T(1,5) MT

ka HE(0,8) T(0,8) T(0,8) T(0,7) T(0,7) T(0,6) T(0,6) T(0,5) T(0,5) T(0,4) T(0,4) T(0,3) T(0,3) T(0,2) ki HE(1,6) HE(1,6) T(1,5) T(1,4) T(1,3) T(1,2) T(1,1) T(1) T(1) T(1) T(0,9) T(0,8) T(0,8) T(0,8) 1 HE(1,6) T(1,6) T(1,6) T(1,5) T(1,4) T(1,4) T(1,3) T(1,2) T(1,1) T(1,1) T(1) T(1) T(0,9) T(0,9) 2 HE(1,6) HE(1,6) T(1,7) T(1,7) T(1,6) T(1,5) T(1,5) T(1,4) T(1,4) T(1,3) T(1,3) T(1,2) T(1,2) T(1,1)

C2 3 HE(1,5) HE(1,5) T(1,7) MT

ka HE(1,6) HE(1,6) HE(1,6) T(1,5) T(1,5) MT ki HE(0,9) T(0,9) T(0,9) T(0,9) MT

1 HE(1) T(1) T(0,9) T(0,8) T(0,8) T(0,8) T(0,7) T(0,7) T(0,7) T(0,6) T(0,6) T(0,6) T(0,5) T(0,5) 2 HE(2,2) HE(2,2) T(2,2) MT

C3 3 HE(1) HE(1) T(1,2) TT(1,2) T(1,1) T(1,1) T(1,1) MT

ka HE(2) HE(2,5) T(2,5) MT ki HE(1,4) HE(1,4) T(1,4) MT


(6)

Keterangan:

HE

= Ikan mengalami kelainan klinis berupa hemoragi

T

= Ikan mengalami kelainan klinis berupa tukak

MT

= Ikan mengalami kematian dengan kelainan klinis berupa tukak

Perlakuan

Tag Ikan

KELAINAN DAN DIAMETER LUKA (cm) PADA HARI

KE-1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 HE(1,8) HE(1,8) T(1,8) T(1,8) T(1,7) T(1,7) T(1,7) T(1,6) T(1,6) (1,5) (1,5) (1,4) (1,4) (1,3)

2 HE(2) HE(2) T(2) MT

D1 3 MR

ka HE(0,7) T(0,7) T(0,7) T(0,6) T(0,6) MT

ki HE(1,8) HE(1,8) T(1,7) T(1,7) T(1,7) T(1,7) T(1,6) T(1,6) T(1,6) MT 1 (1,7) HE(1,7) T(1,8) MT

2 HE(0,7) HE(0,8) HE(0,8) T(0,8) T(0,8) T(0,6) T(0,6) T(0,5) T(0,5) T(0,5) T(0,4) T(0,4) T(0,3) T(0,3)

D2 3 HE(1,5) HE(1,5) T(1,5) T(1,5) MT

ka HE(1,7) T(1,7) T(1,8) MT

ki HE(2) T(2) T(1,9) T(1,9) T(1,8) MT

1 HE(1,5) HE(1,5) T(1,5) T(1,4) T(1,40) T(1,3) T(1,3) MT 2 HE(1,3) T(1,3) T(1,3) MT

D3 3 HE(2,2) T(2,2) T(2,2) T(2,1) MT

ka HE(1,5) HE(1,5) T(1,5) T(1,4) T(1,4) T(1,3) T(1,3) T(1,2) T(1,1) T(1) T(0,9) T(0,8) T(0,7) T(0,7) ki HE(1) HE(1) T(1) T(0,9) T(0,9) T(0,9) T(0,8) T(0,8) T(0,8) T(0,7) T(0,7) T(0,7) T(0,6) T(0,6)


Dokumen yang terkait

Lama pemberian pakan mengandung tepung meniran Phyllanthus niruri dan bawang putih Allium sativum untuk pencegahan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp

0 4 54

Penggunaan Kitosan Untuk Pencegahan Infeksi Aeromonas hydrophila Pada Ikan Lele Dumbo Clarias Sp.

0 11 11

Efektivitas Campuran Meniran Phyllanthus niruri dan Bawang Putih Allium sativum dalam Pakan untuk Pengendalian Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp.

1 18 84

Potensi Jeruk Nipis Citrus aurantifolia untuk Pencegahan dan Pengobatan Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp.

0 28 78

Efektivitas ekstrak lidah buaya Aloe vera untuk pengobatan infeksi Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. melalui pakan

1 8 67

Efektivitas fitofarmaka dalam pakan untuk pencegahan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp.

1 9 58

Efektivitas Ekstrak Kipahit Tithonia diversifolia dan Kirinyuh Eupatorium inulaefolium untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Akibat Infeksi Aeromonas hydrophila pada Ikan Lele Clarias sp. Melalui Pakan

0 7 34

Efektivitas Larutan Filtrat Simplisia Kulit Buah Manggis Untuk Pengobatan Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila Pada Benih Lele Sangkuriang (Clarias sp.).

0 0 1

PENGGUNAAN PAKAN BERVAKSIN Aeromonas hydrophila PADA SISTEM IMUN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus)

0 2 16

PENGARUH PEMBERIAN BAWANG PUTIH (Allium sativum) PADA PAKAN SEBAGAI IMUNOSTIMULAN UNTUK MENINGKATKAN RESPONS IMUN NON SPESIFIK IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus)

0 0 15