1 |
Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Penerapan merek sudah ada selama berabad-abad sebagai sarana untuk membedakan barang dari satu produsen dengan produsen lainnya. American
Marketing Association dalam Kotler dan Keller 2009 mendefinisikan merek sebagai nama, Istilah, tanda, lambang, atau desain, atau kombinasinya, yang
dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari salah satu penjual atau kelompok penjual dan mengindentifikasikan mereka dari para pesaing. Maka
merek adalah produk atau jasa yang dimensinya mendiferensiasikan merek tersebut dengan beberapa cara dari produk atau jasa lainnya yang dirancang untuk
memuaskan kebutuhan yang sama. Perbedaan ini bisa fungsional, rasional, atau nyata
—berhubungan dengan kinerja produk dari merek. Perbedaan ini bisa juga lebih bersifat simbolis, emosional, atau tidak nyata
—berhubungan dengan apa
yang direpresentasikan merek.
Ekuitas merek brand equity adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berpikir, merasa,
dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar serta profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan Kotler Keller, 2009.
Secara khusus, merek harus menciptakan asosiasi merek yang kuat, menyenangkan, dan unik bagi pelanggan. Tantangan bagi pemasar dalam
2 |
Universitas Kristen Maranatha
membangun merek yang kuat adalah memastikan bahwa pelanggan memiliki jenis pengalaman yang tepat dengan produk, jasa, dan program pemasaran untuk
menciptakan pengetahuan merek yang diinginkan. Dengan kata lain, pemasar harus mampu membuat dan mengimplementasikan janji merek brand promise
yaitu visi pemasar tentang seperti apa merek seharusnya dan apa yang harus dilakukan merek untuk konsumen.
Ekuitas merek dilihat dari perspektif pelanggan customer-based brand equity berarti kekuatan merek terletak pada apa yang dilihat, dibaca, didengar, dipelajari,
dipikirkan, dan dirasakan pelanggan tentang merek sepanjang waktu. Suatu merek memiliki ekuitas merek berbasis pelanggan yang positif ketika konsumen bereaksi
lebih positif terhadap produk dan cara produk itu dipasarkan ketika merek itu teridentifikasi, dibandingkan ketika merek itu tidak teridentifikasi. Dengan
demikian, terdapat tiga kunci ekuitas merek berbasis pelanggan yaitu ekuitas merek timbul akibat perbedaan respons konsumen. Jika tidak ada perbedaan,
maka pada intinya produk nama merek merupakan suatu komoditas atau versi generik dari produk. Perbedaan respons adalah akibat pengetahuan konsumen
tentang merek. Mengelola ekuitas merek brand equity dalam persaingan yang kompetitif
seperti sekarang ini dapat menjadi keunggulan bersaing bagi perusahaan serta dapat meningkatkan preferensi konsumen terhadap sebuah merek. Aaker 1997
mengemukakan konsep brand equity yang terkenal sebagai kumpulan dari brand awareness, brand loyalty, perceived quality, brand association, dan asset asset
merek lainnya other proprietary brand assets. Menurut Aaker 1997 brand equity adalah seperangkat aset dan liabilitas merek terkait dengan suatu merek
3 |
Universitas Kristen Maranatha
berupa nama dan simbolnya yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan
perusahaan. Ekuitas merek tidak hanya dapat diterapkan pada sebuah perusahan tapi juga
dapat diterapkan pada sebuah kota. Ekuitas merek pada suatu kota yaitu ketika dalam benak masyarakat sudah tertanam berbagai hal mengenai kota tersebut.
Misalnya saja ketika seseorang berfikir mengenai makanan Sunda terbaik sudah pasti di Bandung tempatnya. Peningkatan ekuitas merek suatu kota dapat
dilakukan dengan melakukan berbagai macam promosi dan berbagai macam upaya yang dilakukan tidak hanya oleh pemerintah tapi oleh masayarakat kota itu
sendiri. Salah satu komponen dari ekuitas merek brand equity adalah brand
awareness. Brand awareness merupakan jejak dalam memori yang tercermin dari kemampuan konsumen untuk mengingat atau mengenali merek di bawah kondisi
yang berbeda. Kesadaran merek mengukur kemungkinan bahwa konsumen dapat mengenali atau mengingat merek Keller, 2013. Brand awareness memiliki
pengaruh yang signifikasi terhadap pembentukan dan kekuatan asosiasi merek yang membentuk brand image Keller, 2013.
Brand image adalah persepsi konsumen terhadap sebuah merek yang tercermin dari asosiasi merek yang berada di memori konsumen, terdapat tiga hal
yang perlu diperhatikan dalam membentuk brand image yaitu kekuatan strenght merek, kesukaan favorability dan keunikan uniqueness Keller, 2013.
Salah satu cara untuk membentuk sebuah image dapat dilakukan dengan diadakannya sebuah event Lee, 2014. Event yang terkait kepariwisataan dapat
4 |
Universitas Kristen Maranatha
dibagi atas lingkup a Festivals, Special Event, Mega event Getz, 1991, b Major Event Torkildson,1986. Salah satu bentuk event yang akan dibahas adalah
mega event. Mega event adalah bentuk event besar yang popular dan nyata. Event tersebut biasanya terselenggara dalam kurun waktu 4 atau 5 tahun sekali dan
bertujuan untuk memuaskan keinginan pengunjung. Biasanya Mega events berbentuk seperti Olimpiade, Piala Dunia, dan Sea Games. Mega event bertujuan
mendatangkan wisatawan dalam jumlah yang lebih besar dari event-event seperti biasanya. Event ini mampu memberikan dampak yang besar terhadap
pembentukan citra destinasi. Salah satu mega event yang pernah diselenggarakan dan membawa dampak
yang cukup besar adalah Konferensi Asia Afrika KAA pada tahun 2015 yang diadakan di kota Bandung. Event ini cukup strategis karena konferensi yang
pertama kali diadakan pada tahun 1955 ini telah mengangkat nama Bandung ke dunia internasional. Konferensi itu telah menjadi tonggak sejarah perlawanan
negara-negara terhadap kolonialisme barat. Sehingga dampak dari diadakannya konferensi tersebut kesadaran masyarakat Indonesia maupun luar negeri city
brand awareness terhadap Kota Bandung mengalami peningkatan dan juga membawa dampak terhadap citra Kota Bandung city brand image itu sendiri
yang kini menjadi kota destinasi pariwisata. Kementrian Pariwisata sendiri akan menjadikan Kota Bandung sebagai cluster prioritas pengembangan pariwisata
perkotaan di Indonesia. Artinya akan banyak kegiatan yang dilakukan di Kota Bandung.
Saat ini Kota Bandung merupakan pusat pemerintahan, ekonomi, sosial dan budaya Provinsi Jawa Barat. Dari sisi pariwisata, Bandung adalah salah satu
5 |
Universitas Kristen Maranatha
destinasi pariwisata favorit di Jawa Barat dan memiliki banyak sekali obyek wisata mulai dari wisata alam, wisata kuliner, wisata belanja, wisata olahraga,
wisata seni dan kriya, wisata edukasi, MICE Meeting, Incentive, Conference, Exhibition dan masih banyak lagi. Dengan berkembang pesatnya industri
pariwisata Kota Bandung seperti banyaknya hotel, restoran, café serta daya tarik wisata lain menyebabkan kunjungan wisatawan dalam maupun luar negeri setiap
tahunnya relatif meningkat. Sejak tahun 2012 tren jumlah wisatawan yang datang ke Kota Bandung
menunjukan adanya peningkatan. Pada tahun 2012 wisatawan yang datang mencapai 3.354.857 orang dan meningkat 10,92 persen menjadi 3.726.447 orang
pada tahun 2013. Kemudian pada tahun 2014 mengalami peningkatan cukup signifikan sebesar 40,01 persen sehingga total wisatawan yang datang mencapai
5.627.421 orang Statistik Daerah Kota Bandung 2015.
Tabel 1.1 Statistik Daerah Kota Bandung
Tahun Jumlah Kunjungan
Pertumbuhan
2012 3.354.857
2013 3.726.447
10,92 2014
5.627.421 49,01
Sumber: BPS Kota Bandung 2015 Pemerintah Kota Bandung terus berupaya melakukan perbaikan infrastruktur
dan fasilitas umum bagi masyarakat Kota Bandung untuk meningkatkan daya
6 |
Universitas Kristen Maranatha
tarik bagi para wisatawan untuk berkunjung. Pada tahun 2016, Pemkot Bandung melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Disbudpar menargetkan 5,6 juta
pengunjung baik domestik maupun mancanegara. Optimistisme itu juga sejalan dengan harapan Kementrian Pariwisata yang menginginkan Kota Bandung banyak
dikunjungi turis domestik maupun asing seperti pada perayaan event Konferensi Asia Afrika untuk meningkatkan awareness masyarakat terhadap Kota Bandung
dan menciptakan image yang positif bagi Kota Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah