Peran petugas lapangan Kejelasan Hak dan Kewajiban

Tabel 18 Kategorisasi faktor eksternal responden berdasarkan intensitas sosialisasi kegiatan di Layana dan Lambara Intensitas Sosialisasi Kegiatan Lokasi Kelurahan Layana Lambara Jumlah Jumlah Rendah 3 30 60,00 Rendah 2 8 19,05 Sedang 3-5 15 30,00 Sedang 2-3 8 19,05 Tinggi 5 5 10,00 Tinggi 3 26 61,90 Total 50 100,00 42 100,00 Intensitas sosialisasi kegiatan di kedua lokasi penelitian menunjukkan hasil yang berbeda. Di Layana, intensitas sosialisasi kegiatan yang diikuti oleh responden umumnya tergolong rendah, dengan persentase sebesar 60. Sementara itu, di Lambara umumnya masuk dalam kategori tinggi, dengan nilai persentase sebesar 61,90. Kisaran intensitas sosialisasi kegiatan untuk Kelurahan Layanan sebanyak 0 – 8 kali, dengan rata-rata 3,36 dan kisaran untuk Kelurahan Lambara sebanyak 0 – 5 kali, dengan rata-rata 2,76.

b. Peran petugas lapangan

Petugas lapangan adalah seseorang yang diberikan tugas khusus oleh Dinas Kehutanan Kota Palu terkait pelaksanaan kegiatan GN-RHL. Tugas yang harus dilakukan meliputi: melaksanakan penerangan atau pengarahan dan bimbingan teknis pada pelaksanaan kegiatan di lapangan. Terkait dengan hal tersebut maka penilaian terhadap peran petugas lapangan didasarkan sepenuhnya pada intensitas mereka di lapangan, melalui informasi yang digali secara langsung dari peserta kegiatan. Peran petugas lapangan di kedua lokasi penelitian menunjukkan hasil yang berbeda. Di Layana, peran petugas lapangan umumnya tergolong tinggi dengan persentase sebesar 42. Sementara itu, di Lambara umumnya masuk dalam kategori sedang, dengan nilai persentase sebesar 42,85. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Kategorisasi faktor eksternal responden berdasarkan peran petugas lapangan di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara Peran Petugas Lapangan Lokasi Kelurahan Layana Lambara Jumlah Jumlah Rendah 6 17 34,00 16 38,10 Sedang 6-10 12 24,00 18 42,85 Tinggi 10 21 42,00 8 19,05 Total 50 100,00 42 100,00 Kisaran peran petugas lapangan di kedua lokasi penelitian berbeda, untuk Layana kisaran peran petugas lapangan adalah 1 – 15, dengan rata-rata 7,94. Sedangkan untuk Lambara berada dalam kisaran 1 – 13, dengan rata-rata 7,10.

c. Kejelasan Hak dan Kewajiban

Kejelasan hak dan kewajiban merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan suatu kegiatan. Hal tersebut menjadi dasar bagi peserta kegiatan dalam menentukan sikap untuk terlibat secara total atau tidak pada kegiatan GN-RHL tersebut. Kejelasan hak dan kewajiban merupakan salah satu aktualisasi aturan main pelaksanaan kegiatan GN-RHL, yang meliputi: hak-hak apa saja yang diperoleh masyarakat, kewajiban yang harus dijalankan oleh masyarakat, dan bentuk-bentuk kesepakatan antara masyarakat pelaksana kegiatan. Kejelasan hak dan kewajiban dikategorikan ke dalam tiga tingkatan, yaitu: rendah, sedang, dan tinggi. Di Layana, kejelasan hak dan kewajiban antara pihak pelaksana dengan masyarakat peserta kegiatan masuk dalam kategori rendah 68. Sementara itu, untuk Lambara masuk dalam kategori sedang 90,48. Kisaran kejelasan hak dan kewajiban di kedua lokasi penelitian adalah sama, sebesar 1 -6. Namun, rata-rata kejelasan hak dan kewajiban menurut responden di Layana lebih rendah dari Lambara, masing – masing sebesar 2 dan 5,19. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Kategori faktor eksternal responden berdasarkan kejelasan hak dan kewajiban di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara. Kejelasan Hak dan Kewajiban Lokasi Kelurahan Layana Lambara Jumlah Jumlah Rendah 4 34 68,00 2 4,76 Sedang 4-6 15 30,00 40 95,24 Tinggi 6 1 2,00 0,00 Total 50 100,00 42 100,00 Tingkat Partisipasi Masyarakat Peserta Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan GN-RHL Partisipasi diartikan sebagai keterlibatan atau keikutsertaan peserta kegiatan GN-RHL dalam setiap tahapan kegiatan. Partisipasi masyarakat mencakup empat tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan kegiatan, tahap evaluasi kegiatan dan tahap pemanfaatan kegiatan. Tahap Perencanaan Kegiatan Pengukuran tingkat partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan meliputi enam item, di antaranya: 1 penyusunan dan penandatanganan kontrak kerjasama, 2 penentuan lokasi, 3 Penentuan luas lahan, 4 pemasangan patok batas lahan milik, 5 penentuan jenis tanaman, 6 pembentukan kelompok tani. Tingkat partisipasi masyarakat di Layana dan Lambara disajikan pada Tabel 21. Penilaian terhadap tingkat partisipasi masyarakat peserta kegiatan GN-RHL di Layana dan Lambara untuk tiap-tiap kegiatan pada tahap perencanaan, dapat dijelaskan sebagai berikut: a partisipasi masyarakat tergolong rendah, apabila peserta hanya mengikuti siosialisasi dari pihak pelaksana untuk tiap-tiap item kegiatan, namun mereka tidak pernah hadir dalam rapat atau pertemuan; b Partisipasi masyarakat tergolong sedang, apabila pada tiap-tiap item kegiatan peserta kegiatan mengikuti sosialisasi kegiatan, selalu hadir dalam rapat atau pertemuan, tetapi tidak pernah aktif memberikan usulan atau saran maupun pertanyaan; c Partisipasi masyarakat tergolong tinggi, apabila pada tiap-tiap item kegiatan peserta kegiatan mengikuti sosialisasi kegiatan, selalu hadir dalam rapat atau pertemuan yang diadakan, dan aktif memberikan usulan atau saran maupun pertanyaan. Tabel 21 Distribusi responden menurut tingkat partisipasi masyarakat Rendah, Sedang, Tinggi pada tahap perencanaan GN-RHL di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara Item Tingkat Partisipasi Masyarakat Tahap Perencanaan Total Kelurahan Layana Kelurahan Lamabara R S T Total R S T 1 49 98,0 1 2,0 0 0,0 50 41 97,6 1 2,4 0 0,00 42 2 34 68,0 15 30,0 1 2,0 50 38 90,5 4 9,5 0 0,00 42 3 28 56,0 20 40,0 2 4,0 50 42 100,0 0,0 0 0,00 42 4 21 42,0 29 58,0 0 0,0 50 0,0 41 97,6 1 0,02 42 5 50 100,0 0,0 0 0,0 50 40 95,2 0,0 2 0,05 42 6 18 36,0 32 64,0 0 0.0 50 0,0 39 92,9 3 0,07 42 Keterangan : 1 penyusunanan dan penandatanganan kontrak kerjasama, 2 penentuan lokasi, 3 Penentuan luas lahan, 4 pemasangan patok batas lahan milik, 5 penentuan jenis tanaman, 6 pembentukan kelompok tani. Tabel di atas menunjukkan, bahwa secara menyeluruh keterlibatan responden di setiap tahapan kegiatan tergolong rendah. Di Layana, Persentase paling rendah terdapat pada kegiatan penyusunan dan penandatanganan kontrak kerjasama 98 dan penentuan jenis tanaman 100. Hal tersebut berarti bahwa tingkat partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan di Layana tergolong rendah. Sementara itu, mereka hanya terlibat pada dua item kegiatan saja item 4 dan 6 dari enam item kegiatan yang ada. Bahkan sebagian responden menyatakan sama sekali tidak pernah dilibatkan pada empat item kegiatan lainnya. Padahal keempat item kegiatan tersebut, yaitu: penyusunan dan penandatanganan kontrak kerjasama, penentuan lokasi, penentuan luas lahan, dan penentuan jenis tanaman, merupakan item yang penting dan akan mempengaruhi keterlibatan responden pada tahap berikutnya, dan juga akan mempengaruhi hasil dari kegiatan secara keseluruhan. Demikian halnya di Lambara, di mana partisipasi peserta kegiatan GN-RHL, utamanya untuk item 1, 2, 3, dan 5 tergolong rendah. Sementara itu, partisipasi masyarakat peserta kegiatan untuk item 4, dan 6 masuk dalam ketegori sedang. Rendahnya partisipasi masyarakat, utamanya dalam penentuan lokasi dan penentuan luas lahan item 2 dan 3, lebih disebabkan oleh status lokasi yang merupakan kawasan hutan produksi terbatas, di mana dasar penetapan lokasi sepenuhnya mengacu pada hasil kajian masterplan lahan kritis Sulawesi Tengah tahun 2003. Hal ini berbeda dengan di Layana, di mana kegiatan GN-RHL dilaksanakan pada hutan rakyat, dan penetapan lokasi serta luasannya dilakukan secara bersama-sama antara pihak pelaksana dan masyarakat pemilik lahan. Tahap Pelaksanaan Kegiatan Tingkat partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan meliputi 11 sebelas item kegiatan, di antaranya: 1 penyuluhan yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan, 2 pertemuan kelompok tani, 3 pembuatan larikan tanaman, 4 pembuatan lubang tanaman, 5 pemeriksaan bibit tanaman, 6 pemasangan ajir, 7 menanam tanaman yang diprogramkan, 8 penyianganpembersihan rumput, 9 pendangiranpengerubusan tanah, 10 menyulami tanaman mati, dan 11 pemeliharaan tanaman. Penilaian terhadap tingkat partisipasi masyarakat peserta kegiatan GN-RHL untuk tiap-tiap item kegiatan pada tahap pelaksanaan dapat dijelaskan sebagai berikut: a partisipasi masyarakat tergolong rendah, apabila peserta hanya mengikuti sosialisasi dari pihak pelaksana untuk tiap-tiap item kegiatan, serta tidak pernah hadir dalam kegiatan penyuluhan, rapat atau pertemuan; b partisipasi masyarakat tergolong sedang, apabila pada tiap-tiap item kegiatan peserta kegiatan mengikuti sosialisasi kegiatan, selalu hadir dalam kegiatan penyuluhan, rapat atau pertemuan tetapi tidak pernah aktif memberikan usulan atau saran maupun pertanyaan; dan c partisipasi masyarakat tinggi, apabila pada tiap-tiap item kegiatan peserta kegiatan mengikuti sosialisasi kegiatan, selalu hadir dalam kegiatan penyuluhan, rapat atau pertemuan dan aktif memberikan usulan atau saran maupun pertanyaan. Tabel 22 Distribusi responden menurut tingkat partisipasi masyarakat Rendah, Sedang, Tinggi pada tahap pelaksanaan GN-RHL di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara Item Tingkat Partisipasi Masyarakat Tahap Pelaksanaan Total Kelurahan Layana Kelurahan Lamabara R S T Total R S T 1 22 44,0 28 56,0 0,0 50 29 69,05 13 30,95 0,00 42 2 2 4,0 46 92,0 2 4,0 50 12 28,57 28 66,67 2 4,76 42 3 13 26,0 11 22,0 26 52,0 50 0,0 10 23,8 32 76,2 42 4 12 24,0 11 22,0 27 54,0 50 0,0 10 23,8 32 76,2 42 5 47 94,0 0,0 3 6,0 50 9 21,4 15 35,7 18 42,9 42 6 13 26,0 11 22,0 26 52,0 50 0,0 10 23,8 32 76,2 42 7 0,0 0,0 50 100,0 50 0,0 0,0 42 100,0 42 8 13 26,0 11 22,0 26 52,0 50 0,0 10 23,8 32 76,2 42 9 13 26,0 11 22,0 26 52,0 50 0,0 10 23,8 32 76,2 42 10 50 100,0 0,0 0,0 50 42 100,0 0,0 0,0 42 11 50 100,0 0,0 0,0 50 42 100,0 0,0 0,0 42 Keterangan : 1 penyuluhan yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan, 2 pertemuan kelompok tani, 3 pembuatan larikan tanaman, 4 pembuatan lubang tanaman, 5 pemeriksaan bibit tanaman, 6 pemasangan ajir, 7 menanam tanaman yang diprogramkan, 8 penyianganpembersihan rumput, 9 pendangiranpengerubusan tanah, 10 menyulami tanaman mati, 11 pemeliharaan tanaman Tabel di atas menunjukkan bahwa secara umum tingkat partisipasi peserta kegiatan GN-RHL di Layana dan Lambara tergolong tinggi. Di Layana, sebagian besar responden terlibat dalam beberapa item kegiatan, terutama pada kegiatan pembuatan larikan tanaman item 3, pembuatan lubang tanaman item 4, pemasangan ajir item 6, penanaman item 7, penyiangan item 8, dan pendangiran item 9. Untuk kegiatan penyuluhan item 1 dan pertemuan kelompok tani item 2, tingkat partisipasi masyarakat tergolong sedang. Sementara itu, item kegiatan yang memiliki tingkat partisipasi masyarakat rendah di antaranya : pemeriksaan bibit tanaman item 5, penyulaman item 10, dan pemeliharaan tanaman item 11. Rendahnya partisipasi masyarakat pada ketiga item tersebut lebih disebabkan alasan teknis, di mana wewenang untuk kegiatan pemeriksaan bibit dipegang sepenuhnya oleh institusi independent bentukan proyek. Bahkan dalam kegiatan pemeriksaan yang dilakukan, keterlibatan masyarakat hanya sebatas mendampingi tim pemeriksa, tanpa memiliki wewenang untuk melakukan penilaian terhadap kelayakan bibit yang disediakan. Demikian pula halnya terhadap kegiatan penyulaman dan pemeliharaan tanaman, di mana kedua item tersebut tidak pernah terealiasi di Layana. Beberapa argumen yang mengemuka terkait masalah tersebut antara lain: a Bibit yang disalurkan tidak mencukupi untuk kegiatan penyulaman. Bahkan persediaan bibit untuk kegiatan penanaman saja tidak mencukupi. Dari target luasan yang akan di tanami 50 ha, dengan total jumlah bibit yang dibutuhkan sekitar 40.000 batang, hanya terpenuhi sekitar 30.000 batang dengan kualitas yang beragam. Jumlah bibit yang terbatas ini menyebabkan target luasan penanaman tidak terpenuhi. b Persentase tumbuh yang rendah, di mana dari sekitar 35 ha luasan yang berhasil ditanami, hanya 30 saja tanaman yang berhasil tumbuh di lapangan. Hal ini menyebabkan tim penilai tanaman tidak merekomendasikan untuk dilakukan kegiatan pemeliharaan. Sementara itu, di Lambara tingkat partisipasi peserta pada tahap pelaksanaan juga tergolong tinggi. Sebagian besar responden menyatakan terlibat dalam beberapa item kegiatan, terutama kegiatan pembuatan larikan tanaman item 3, pembuatan lubang tanaman item 4, pemeriksaan bibit, 5 pemasangan ajir item 6, penanaman item 7, penyiangan item 8, dan pendangiran item 9. Namun, kegiatan pertemuan kelompok tani item 2, tingkat partisipasi masyarakat tergolong sedang. Kegiatan yang memiliki tingkat partisipasi masyarakat rendah di antaranya: penyuluhan item 1, penyulaman tanaman item 10 dan pemeliharaan tanaman item 11. Rendahnya partisipasi masyarakat pada kegiatan penyuluhan disebabkan banyak masyarakat yang tidak memperoleh informasi sebelumnya menyangkut akan diadakannya kegiatan tersebut. Sementara itu, rendahnya partisipasi masyarakat pada kedua item tersebut item 10 dan 11 disebabkan oleh permasalahan yang sama dengan yang dialami desa Layana, yaitu alasan teknis terkait ketersediaan bibit tanaman. Menurut masyarakat, akibat tidak dilakukannya penyulaman menyebabkan tingkat keberhasilan tumbuh tanaman berada di bawah rata-rata 55 Permenhut 2004. Sementara tim independent penilai bibit tidak menerima alasan tersebut sebagai salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan. Oleh karena itu, rekomendasi yang dihasilkan oleh tim penilai bibit sama seperti yang dihasikan di Layana, yaitu tidak merekomendasikan kegiatan pemeliharaan tanaman di Lambara. Padahal, kualitas tumbuh tanaman di Lambara tergolong baik bila dibandingkan di Layana dan lokasi lainnya, meskipun persentasi tumbuh tanamannya tergolong rendah. Gambaran kondisi tanaman di kedua lokasi penelitian disajikan pada Gambar 5 berikut. Gambar 4. Kondisi Tanaman di Layana a dan Lambara b Foto Hasriani 2007 Tahap Evaluasi Kegiatan Tingkat partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi meliputi 2 dua item kegiatan, di antaranya: 1 Mengikuti kegiatan penilaian keberhasilan kegiatan, dan 2 Membantu dalam memberikan informasi kepada tim evaluasi, terkait dengan pelaksanaan kegiatan di lapangan. Penilaian terhadap tingkat partisipasi masyarakat peserta kegiatan GN-RHL untuk tahap evaluasi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Partisipasi masyarakat tergolong rendah, apabila peserta hanya mengikuti siosialisasi dari pihak pelaksana untuk tiap-tiap item kegiatan tidak pernah hadir dalam kegiatan penilaian, rapat, atau pertemuan 2. Partisipasi masyarakat tergolong sedang, apabila pada tiap-tiap item kegiatan peserta kegiatan mengikuti sosialisasi kegiatan, selalu hadir dalam kegiatan penilaian, rapat, atau pertemuan tetapi tidak pernah aktif memberikan saran atau masukan dalam pertemuan serta tidak aktif dalam memberikan informasi kepada tim evaluasi. 3. Partisipasi masyarakat tinggi, apabila pada tiap-tiap item kegiatan peserta kegiatan mengikuti sosialisasi kegiatan, selalu hadir dalam kegiatan penilaian, rapat atau pertemuan dan aktif memberikan masukan atau masukan serta aktif dalam memberikan informasi kepada tim evaluasi. Tabel 23 Distribusi responden menurut tingkat partisipasi masyarakat Rendah, Sedang, Tinggi pada tahap evaluasi GN-RHL di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara Item Tingkat Partisipasi Masyarakat Tahap Evaluasi Total Kelurahan Layana Kelurahan Lamabara R S T Total R S T 1 50 100,0 0,0 0,0 50 42 100,0 0,0 0,0 42 2 48 96,0 2 4,0 0,0 50 40 95,2 2 4,8 0,0 42 Keterangan : 1 Mengikuti kegiatan penilaian keberhasilan kegiatan, 2 Membantu dalam Memberikan informasi kepada tim evaluasi terkait dengan pelaksanaan kegiatan di lapangan. Tabel 23 di atas menunjukkan bahwa partisipasi peserta kegiatan GN-RHL di Layana dan Lambara, tergolong rendah. Sebagian besar responden di kedua lokasi tersebut menyatakan tidak pernah terlibat pada kedua item kegiatan evaluasi. Hanya beberapa dari mereka, termasuk di antaranya ketua kelompok, dan bendahara kegiatan yang menyatakan pernah dimintai informasi tentang pelaksanaan kegiatan di lapangan, serta dimintai bantuan untuk menunjukkan lokasi penanaman guide, bahkan sebahagian dari mereka tidak pernah mengetahui bahwa telah dilakukan kegiatan evaluasi. Tingkat partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan evaluasi dikedua lokasi penelitian, bila dikaitkan dengan konsep yang dikembangakan Wilcox 1994; Nanang dan Devung 2004, maka masuk dalam kategori partisipasi informasi tingkat 1, di mana masyarakat hanya menerima pemberitahuan hasil yang telah diputuskan oleh orang luar pihak Pelaksana kegiatan, tanpa memperhatikan tanggapan-tanggapan masyarakat sebagai sasaran kegiatan, dan informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran. Sedangkan tingkat partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan di kedua lokasi penelitian masuk dalam kategori partisipasi plakasikonsiliasi tingkat 4, di mana masyarakat ikut dalam proses pengambilan keputusan yang sudah diputuskan sebelumnya oleh pihak luar, terutama menyangkut hal-hal penting, keikutsertaan peserta kegiatan lebih pada dorongan insentif berupa uang, barang, dan lain-lain. Harapan yang nyata dan objektif dari masyarakat untuk berpartisipasi pada suatu kegiatan keadaannya sangat beragam, seperti: harapan untuk memperoleh kesempatan kerja, memperoleh pendapatan, memperoleh kesempatan berusaha dan memperoleh transfer ilmu pengetahuan, teknologi dan manajemen menjadi tidak tepat sasaran. Harapan-harapan inilah yang dapat memotivasi seseorang untuk berpartisipasi secara aktif pada kegiatan-kegiatan pembangunan masyarakat, termasuk di dalamnya kegiatan GN-RHL. Kesempatan kerja dapat memberi arti bagi hidupnya karena memberikan kesempatan untuk mengekspresikan kemampuannya dan merasa berguna, sehingga memiliki harga diri dignity. Kesempatan memperoleh pendapatan income, yakni melalui upahgaji, yang memberi kekuatan untuk membeli daya beli, dan kemudian mengkonsumsi barang dan jasa yang dibutuhkannya untuk dapat merasakan kesejahteraan. Demikian halnya dengan kesempatan berusaha, yang diangap mempunyai derajat yang lebih tinggi, karena tidak hanya untuk dirikeluarganya sendiri tetapi juga untuk semakin maju lagi dikemudian hari. Kesempatan memperoleh transfer ilmu pengetahuan, teknologi dan manajemen, yang diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan kemampuan untuk semakin maju di kemudian hari Darusman 2002. Dengan demikian, partisipasi masyarakat yang rendah secara pasti akan menghambat, bahkan mengeliminir semua harapan nyata dan objektif dari masyarakat terhadap kegiatan GN-RHL. Tahap Pemanfaatan Hasil Kegiatan Tingkat partisipasi masyarakat pada tahap pemanfaatan hasil dari kegiatan GN-RHL di Layana dan Lambara belum dapat diukur. Hal ini disebabkan karena pelaksanaan kegiatan GN-RHL di Propinsi Sulawesi Tengah yang tergolong baru tahun anggaran 2004-2005, di mana efektif pelaksanaan kegiatan baru dilakukan pada tahun 2005. Olehnya, tanaman berkayu yang dijadikan sebagai komoditi utama seperti: Jati, Kemiri, Nantu dan Johar belum memberikan kontribusi berarti yang bagi masyarakat peserta. Hubungan Antara Faktor Internal dan Faktor Eksternal Responden dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Hubungan faktor internal dan eksternal responden dengan tingkat partisipasi masyarakat memberikan gambaran tentang bagaimana peranan tiap-tiap faktor, internal maupun eksternal terhadap tingkat partisipasi masyarakat. Dalam melihat hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan GN-RHL di Layana dan Lambara pada setiap tahapan kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi digunakan uji korelasi Spearman Rank. Hubungan antara Faktor Internal Responden dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Faktor-faktor internal responden yang dikaji dalam penelitian ini adalah: umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, luas lahan garapan, tingkat pendapatan, sifat kekosmopolitan, pekerjaan sampingan, persepsi, motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Faktor-faktor internal responden yang memiliki hubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan Layana pada tahap perencanaan adalah: tingkat pendidikan, sifat kekosmopolitan, persepsi dan motivasi instrinsik, sedangkan pada tahap pelaksanaan adalah: jumlah anggota keluarga, sifat kekosmopolitan, persepsi dan motivasi instrinsik. Sementara itu, faktor-faktor internal respoden yang memiliki hubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan Lambara pada tahap perencanaan adalah: umur, tingkat pendapatan, sifat kekosmopolitan, persepsi, motivasi instrinsik dan ekstrinsik. Sedangkan pada tahap pelaksanaan adalah: umur, sifat kekosmopolitan, persepsi,motivasi instrinsik dan ekstrinsik. Hubungan faktor internal responden dengan tingkat partisipasi di Layana dan Lambara disajikan pada Tabel 24. Tabel 24 Hubungan faktor internal dengan tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara No Faktor Internal Partisipasi Masyarakat Perencanaan Y1 Pelaksanaan Y2 Evaluasi Y3 Layana 1 Umur X1.1 -0,233 0,014 -0,088 2 Tingkat Pendidikan X1.2 0,322 0,012 0,121 3 Jumlah Anggota Keluarga X1.3 0,267 0,382 -0,118 4 Luas Lahan Garapan X1.4 0,091 0,162 0,072 5 Tingkat Pendapatan X1.5 0,057 -0,06 0,001 6 Sifat Kekosmopolitan X1.6 0,635 0,690 -0,025 7 Pekerjaan Sampingan X1.7 0,195 -0,046 -0,242 8 Persepsi X1.8 0,668 0,556 0,027 9 Motivasi Instrinsik X1.9 0,429 0,282 -0,093 10 Motivasi Instrinsik X1.10 0,244 0,243 -0,036 Lambara 1 Umur X1.1 0,656 0,647 0,120 2 Tingkat Pendidikan X1.2 -0,224 -0,221 0,104 3 Jumlah Anggota Keluarga X1.3 0,172 0,175 -0,061 4 Luas Lahan Garapan X1.4 -0,057 -0,152 0,056 5 Tingkat Pendapatan X1.5 0,389 0,264 0,190 6 Sifat Kekosmopolitan X1.6 0,690 0,786 -0,157 7 Pekerjaan Sampingan X1.7 0,263 0,221 0,141 8 Persepsi X1.8 0,734 0,841 0,044 9 Motivasi Intrinsik X1.9 0,637 0,657 0,156 10 Motivasi Ekstrinsik X1.10 0,573 0,595 -0,043 Berpengaruh nyata pada α = 0,01 Berpengaruh nyata pada α = 0,05 1. Hubungan antara Umur dengan tingkat partisipasi masyarakat Hasil uji korelasi Sperman menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi keeratan hubungan antara variabel umur responden dengan partisipasi masyarakat di Layana, di setiap tahapan kegiatan masing-masing sebesar -0,233 tahap perencanaan; 0,014 tahap pelaksanaan; dan -0,088 tahap evaluasi. Nilai korelasi tersebut menunjukkan hubungan yang lemah dengan tingkat partisipasi pada setiap tahapan kegiatan. Sementara itu, di Lambara nilai koefisien korelasi yang dihasilkan masing-masing sebesar 0,656 tahap perencanaan; 0,647 tahap pelaksanaan; dan 0,120 tahap evaluasi. Nilai korelasi tersebut menunjukkan bahwa variabel umur memiliki hubungan yang sangat nyata dengan tingkat partisipasi di Lambara, utamanya pada tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan. Hal tersebut berarti bahwa semakin tinggi umur responden di Lambara, semakin tinggi pula partisipasinya pada tahap perencanaan dan pelaksanaan. 2. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi masyarakat Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan untuk variabel tingkat pendidikan di Lambara, masing-masing sebesar 0,322 tahap perencanaan; 0,012 tahap pelaksanaan; dan 0,121 tahap evaluasi. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan responden memiliki hubungan yang nyata dengan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan. Sedangkan untuk tahap pelaksanaan dan evaluasi memiliki hubungan yang lemah. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka semakin tinggi pula partisipasinya pada tahap perencanaan. Sedangkan di Lambara, partisipasi masyarakat tidak berkorelasi secara nyata dengan variabel tingkat pendidikan, dengan nilai koefisien korelasi masing- masing sebesar -0,224 tahap perencanaan; -0,221 tahap pelaksanaan; dan 0,104 tahap evaluasi. Hal ini berarti bahwa tinggi-rendah partisipasi masyarakat di Lambara tidak berhubungan dengan tingkat pendidikan responden. 3. Hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan tingkat partisipasi masyarakat Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan untuk variabel jumlah anggota keluarga di Layana, masing masing adalah sebesar 0,267 tahap perencanaan; 0,382 tahap pelaksanaan; dan -0,118 tahap evaluasi. Variabel jumlah anggota keluarga berkorelasi positif dengan partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan di Layana. Sedangkan untuk tahap perencanaan dan evaluasi, variabel jumlah anggota keluarga memiliki hubungan yang lemah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah tanggungan dalam keluarga, semakin tinggi pula partisipasi responden pada tahap pelaksanaan. Kondisi tersebut dapat terjadi karena semakin tinggi jumlah anggota keluarga, semakin besar tingkat kebutuhan kesehariannya. Hal inilah yang memotivasi mereka untuk berpartisipasi pada tahap pelaksanaan kegiatan GN-RHL dengan harapan dapat memperoleh hasil berupa upah. Sementara itu, di Lambara nilai koefisien korelasi yang dihasilkan adalah sebesar 0,172 tahap perencanaan; 0,175 tahap pelaksanaan; dan -0,061 tahap evaluasi. Nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel jumlah anggota keluarga memiliki hubungan yang lemah dengan tingkat partisipasi responden. 4. Hubungan antara luas lahan garapan dengan tingkat partisipasi masyarakat Variabel luas lahan garapan di Layana memberikan nilai koefisien korelasi masing-masing sebesar 0,091 tahap perencanaan; 0,162 tahap pelaksanaan; dan 0,072 tahap evaluasi. Nampak bahwa variabel luas lahan garapan memiliki hubungan yang lemah dengan tingkat partisipasi masyarakat di setiap tahapan kegiatan. Demikian halnya di Lambara, di mana nilai korelasi yang dihasilkan adalah sebesar -0,057 tahap perencanaan; -0,152 tahap pelaksanaan; dan -0,061 tahap evaluasi. Nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel luas lahan garapan memiliki hubungan yang lemah dan bersifat negatif terhadap tingkat partisipasi masyarakat. 5. Hubungan antara tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi masyarakat Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan untuk variabel tingkat pendapatan responden di Layana, masing masing sebesar 0,057 tahap perencanaan; -0,06 tahap pelaksanaan; dan 0,001 tahap evaluasi. Hal ini menunjukkan bahwa variabel tingkat pendapatan memiliki hubungan yang lemah dengan partisipasi masyarakat. Sementara itu, di Lambara nilai koefisien korelasi yang dihasilkan adalah sebesar: 0,172 tahap perencanaan; 0,175 tahap pelaksanaan; dan -0,061 tahap evaluasi. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel jumlah anggota keluarga memiliki hubungan yang lemah dengan tingkat partisipasi responden. Sementara itu, di Lambara variabel tingkat pendapatan memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan, dengan nilai korelasi yang diperoleh sebesar 0,389. Melalui hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan responden, semakin tinggi pula partisipasinya pada tahap perencanaan. Tingkat pendapatan erat kaitannya dengan kedudukan sosial seseorang. Slamet 1989 menyatakan bahwa status sosial dipengaruhi oleh pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan penduduk. Lapisan penduduk yang berstatus sosial lebih tinggi, lebih banyak terlibat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan. Hal inilah yang dijumpai di Lambara, di mana tingkat pendapatan responden telah memposisikan mereka pada kedudukan sosial yang lebih tinggi dan terhormat. Oleh karenanya, mereka lebih banyak terlibat pada tahap perencanaan kegiatan GN-RHL. 6. Hubungan antara sifat kekosmopolitan dengan tingkat partisipasi masyarakat Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan untuk variabel sifat kekosmopolitan di Layana, masing-masing sebesar 0,635 tahap perencanaan; 0,690 tahap pelaksanaan; dan -0,025 tahap evaluasi. Variabel sifat kekosmopolitan berkorelasi positif dengan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan. Sedangkan untuk tahap evaluasi memiliki hubungan yang lemah. Demikian pula halnya di Lambara, nilai korelasi yang dihasilkan masing masing adalah sebesar 0,690 tahap perencanaan; 0,786 tahap pelaksanaan; dan -1,157 tahap evaluasi. Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa, baik di Layana maupun di Lambara variabel sifat kekosmopolitan memiliki korelasi positif dengan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan. Sedangkan untuk tahap evaluasi memiliki hubungan yang lemah. Hasil korelasi tersebut menggambarkan bahwa semakin tinggi sifat kekosmopolitan, semakin tinggi pula partisipasi responden pada tahap perencanaan dan pelaksanaan kegiatan GN-RHL. Sifat kekosmopolitan ini sangat erat kaitannya dengan proses adopsi inovasi dan proses difusi masyarakat. Dalam proses tersebut, masyarakat di dua lokasi penelitian melakukan upaya pengenalan, di antaranya dengan meningkatkan sifat kekosmopolitan terhadap kegiatan GN-RHL. Kekosmopolitan yang dicirikan oleh upaya reponden mencari dan menggali informasi kepada pihak-pihak yang lebih memahami tentang kegiatan ini. Pihak-pihak yang dimaksud di antaranya; sesama anggota, tokoh-tokoh masyarakat, pendamping dan petugas lapangan, serta Dinas Kehutanan Kota Palu. 7. Hubungan antara pekerjaan sampingan dengan tingkat partisipasi masyarakat Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan untuk variabel pekerjaan sampingan responden di Layana, masing-masing sebesar 0,195 tahap perencanaan; -0,046 tahap pelaksanaan; dan -0,242 tahap evaluasi. Nilai koefisien tersebut menunjukkan bahwa variabel pekerjaan sampingan memiliki korelasi yang lemah terhadap tingkat partisipasi masyarakat. Demikian pula halnya di Lambara, di mana nilai korelasi yang dihasilkan masing-masing sebesar 0,263 tahap perencanaan; 0,221 tahap pelaksanaan; dan 0,141 tahap evaluasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pekerjaan sampingan yang dimiliki responden tidak memiliki hubungan nyata dengan partisipasi masyarakat. Seperti diketahui bahwa, sebagian besar responden memiliki pekerjaan sampingan yang sifatnya tidak tetap musiman, sehingga mereka tetap memiliki waktu luang untuk dapat terlibat dalam kegiatan GN-RHL. 8. Hubungan antara persepsi dengan partisipasi masyarakat Nilai koefisien korelasi di Layana pada tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan menujukkan korelasi yang sangat nyata, dengan nilai masing masing sebesar 0,668 dan 0,556. Sementara di Lambara sebesar 0,735 pada tahap perencanaan dan 0,772 pada tahap pelaksanaan. Persepsi yang baik terhadap kedua tahapan kegiatan didukung oleh kegiatan sosialisasi kegiatan yang telah dilaksanakan oleh pihak Dinas Kehutanan Kota Palu. Selain itu, masyarakat telah didampingi oleh salah satu LSM yang ditunjuk oleh pihak pelaksana, yang bertugas membantu dalam penyiapan masyarakat, utamanya melalui kegiatan pendampingan tersebut masyarakat dikenalkan dan diberikan pemahaman tentang tujuan, sasaran, dan manfaat GN- RHL. 9. Hubungan antara motivasi intrinsik dengan partisipasi masyarakat Nilai koefisien korelasi pada tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan memiliki hubungan yang sangat nyata pada kedua lokasi penelitian. Nilai korelasi yang diperoleh masing-masing sebesar 0,429 dan 0,282 untuk Layana dan 0,637 dan 0,621 untuk Lambara. Nilai-nilai tersebut menujukkan bahwa semakin tinggi motivasi responden, semakin meningkat pula partisipasinya. Korelasi yang terjalin erat kaitannya dengan tingkat pendapatan responden yang tergolong rendah. Dengan demikian, motivasi mereka untuk mencari pendapatan tambahan melalui kegiatan GN-RHL semakin tinggi. 10. Hubungan antara motivasi ekstrinsik dengan partisipasi masyarakat Variabel motivasi ekstrinsik di Lambara memiliki korelasi yang sangat nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan. Nilai korelasi yang dihasilkan masing-masing sebesar 0,573 untuk tahap perencanaan dan 0,461 untuk tahap pelaksanaan. Hubungan yang sangat nyata tersebut sangat dipengaruhi oleh motivasi responden dalam upaya mencegah dan mengatasi ancaman banjir dan tanah longsor, yang kerap melanda daerah mereka. Berbeda dengan Layana, di mana motivasi ekstrinsik tidak memiliki hubungan nyata dengan partisipasi masyarakat. Hal ini disebabkan karena motivasi masyarakat ikut kegiatan GN-RHL lebih dikarenakan ajakan dari anggota keluarga, teman atau tetangga. Hubungan antara faktor eksternal responden dengan tingkat partisipasi masyarakat Faktor-faktor eksternal responden yang dikaji dalam penelitian ini adalah: intensitas sosialisasi kegiatan, peran petugas lapangan, dan kejelasan hak dan kewajiban. Faktor-faktor eksternal responden yang memiliki hubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan Layana pada tahap perencanaan adalah: intensitas sosialisasi kegiatan dan peran petugas lapangan, demikian halnya pada tahap pelaksanaan adalah: intensitas sosialisasi kegiatan dan peran petugas lapangan. Sementara itu, faktor-faktor eksternal responden yang memiliki hubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan Lambara pada tahap perencanaan adalah: intensitas sosialisasi kegiatan dan peran petugas lapangan. Sedangkan pada tahap pelaksanaan adalah: intensitas sosialisasi kegiatan, peran petugas lapangan, dan kejelasan hak dan kewajiban. Hubungan faktor eksternal dengan tingkat partisipasi masyarakat di kedua lokasi penelitian, disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Hubungan faktor eksternal dengan tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara No Faktor Eksternal Partisipasi Masyarakat Perencanaan Y1 Pelaksanaan Y2 Evaluasi Y3 Layana Intensitas Sosialisasi Kegiatan X2.1 0,602 0,885 -0,03 Peran Petugas Lapangan X2.2 0,655 0,759 -0,006 Kejelasan Hak dan Kewajiban X2.3 0,032 0,264 -0,003 Lambara Intensitas Sosialisasi Kegiatan X2.1 0,860 0,879 0,183 Peran Petugas Lapangan X2.2 0,499 0,521 0,052 Kejelasan Hak dan Kewajiban X2.3 0,245 0,379 0,157 Berpengaruh nyata pada α = 0,01 Berpengaruh nyata pada α = 0,05 1. Hubungan antara intensitas sosialisasi kegiatan dengan partisipasi masyarakat Intensitas sosialisasi kegiatan merupakan variabel yang sangat penting dalam meningkatkan partisipasi masyarakat. Melalui kegiatan sosialisasi, responden akan mengetahui dan memahami eksistensi kegiatan GN-RHL secara lebih baik. Dengan demikian, akan memberikan pengaruh yang baik pula terhadap keputusan inovasi responden dalam menerima kegiatan GN-RHL . Intensitas sosialisasi kegiatan di Layana memiliki koefisien korelasi masing- masing sebesar 0,602 untuk tahap perencanaan dan 0,885 untuk tahap pelaksanaan. Sedangkan di Lambara, nilai korelasi yang diperoleh masing-masing sebesar 0,860 untuk tahap perencanaan dan 0,879 untuk tahap pelaksanaan. Nilai koefisien tersebut menujukkan korelasi positif yang sangat nyata. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi intensitas sosialisasi kegiatan maka semakin meningkat pula partisipasi responden pada setiap tahapan kegiatan. 2 Hubungan antara peran petugas lapangan dengan partisipasi masyarakat Nilai koefisien korelasi peran petugas lapangan pada tahap perencanaan dan pelaksanaan di Layana masing-masing sebesar 0,655 dan 0,759. Hal ini berarti bahwa terdapat korelasi positif antara peran petugas lapangan dengan tingkat partisipasi responden, baik di tahap perencanaan maupun pelaksanaan. Meskipun demikian, peran petugas lapangan di Layana belum sepenuhnya dirasakan optimal dalam menjalankan tugasnya, di mana, tugas yang dilakukan berupa pengarahan dan bimbingan teknis belum sepenuhnya dirasakan manfaatnya oleh sebagian rersponden. Sementara itu, nilai korelasi yang dihasilkan di Lambara adalah sebesar 0,496 pada tahap perencanaan dan sebesar 0,450 pada tahap pelaksanaan. Nilai koefisien pada tiap-tiap variabel di atas menunjukkan adanya korelasi positif, yang berarti semakin tinggi peran petugas lapangan maka semakin tinggi pula tingkat partisipasinya pada tahap perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. 3. Hubungan antara kejelasan hak dan kewajiban dengan partisipasi masyarakat Variabel kejelasan hak dan kewajiban di Layana tidak berkorelasi secara nyata pada semua tahapan kegiatan. Hal ini disebabkan karena belum adanya aturan main yang jelas antara pihak pelaksana dengan masyarakat responden, baik berupa kejelasan hak-hak yang diperoleh maupun kewajiban yang harus dijalankan oleh responden. Ketidakjelasan aturan main akan berdampak terhadap besaran kontrol yang dimiliki responden dalam menentukan secara bebas arah kehidupannya, bila terlibat dalam kegiatan GN-RHL tersebut. Hal ini dapat menimbulkan disinsentif bagi masyarakat, dan berdampak secara langsung terhadap efektifitas penyelengaraan GN- RHL Kartodihardjo 2001. Berbeda dengan di Lambara, variabel kejelasan hak dan kewajiban memiliki hubungan yang nyata pada tahap pelaksanaan dengan nilai korelasi sebesar 0,379, yang berarti bahwa semakin tinggi kejelasan hak dan kewajiban maka semakin tinggi pula partisipasi masyarakat. Kondisi ini lebih disebabkan karena kegiatan GN-RHL dilaksanakan pada Hutan Negara Hutan Produksi Terbatas. Sehingga sejak awal dilaksanakannya kegiatan ini, aturan main antara pihak pelaksana dengan masyarakat telah diatur jelas, terutama mengenai bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan masyarakat dan hak yang dapat diterima melalui kegiatan tersebut. Strategi Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitas Hutan dan Lahan GN-RHL Peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan GN-RHL masih sangat dibutuhkan. Hal ini didasari pertimbangan, bahwa rendahnya partisipasi masyarakat telah menyebabkan terhambatnya keberhasilan penerapan kegiatan GN-RHL di lapangan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah melalui perumusan strategi pengembangan partisipasi masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian, teridentifikasi sejumlah faktor-faktor internal maupun eksternal, yang dijadikan dasar dalam penyusunan strategi pengembangan partisipasi masyarakat di kedua lokasi sampel. Di dalam strategi pengembangan partisipasi masyarakat pada kegiatan GN- RHL di gunakan metode Strength, Weakness, Opportunity, Threat SWOT. Pendekatan ini didasarkan pada potensi, isu, permasalahan, dan peluang yang ada di kedua lokasi penelitian Layana dan Lambara, dengan memperhatikan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, infrastruktur, kelembagaan, dan kebijakan pendukung. Tahapan analisis yang dilakukan meliputi: a identifikasi dan penilaian faktor internal dan eksternal; b pemaduan faktor internal dan ekternal; dan c analisis keterkaitan unsur SWOT, yang menjadi dasar perumusan strategi pengembangan partisipasi masyarakat.

a. Unsur Kekuatan Strength