BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Anak adalah amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang lebih tinggi dari kedudukan harta dan benda, bahkan jauh lebih berharga di atas segala sesuatu
yang di miliki. Di dalam diri mereka telah melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.
Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun dan merupakan individu yang unik di mana ia memiliki pola pertumbuhan dan
perkembangan dalam aspek fisik, kognitif, sosial-emosional, kreativitas, bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tahapan anak. Anak-anak pada
prinsipnya merupakan generasi penerus bangsa. Suatu bangsa akan mampu maju dan menghadapi persaingan global apabila memiliki generasi penerus yang andal.
Untuk menciptakan generasi yang andal, tentunya tidak lepas dari unsur pendidikan yang memadai. Berkenaan dengan hal tersebut, pendidikan haruslah
diberikan kepada anak sejak usia dini. Terkait dengan hal itu, anak membutuhkan program pendidikan yang
mampu membuka potensi tersembunyi tersebut melalui pembelajaran bermakna sedini mungkin. Jika setiap potensi dalam diri anak dapat ditumbuhkembangkan
secara optimal, maka anak akan mampu menjadi ‘bibit unggul’ sumber daya manusia yang berkualitas.
Hal ini sejalan dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 14 dinyatakan bahwa:
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini bertujuan untuk membantu mengembangkan
seluruh potensi dan kemampuan fisik, intelektual, emosional, moral dan agama secara optimal dalam lingkungan yang kondusif demokratis dan kompetitif.
Pendidikan ini berupa upaya untuk memberikan, membimbing, mengasah, dan pemberian kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan
keterampilan pada anak. Perkembangan fisik sangat berkaitan erat dengan perkembangan motorik
anak. Motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui aktivitas yang terkoordinir antara susunan saraf, otot, otak, dan urat saraf tulang
belakang. Perkembangan motorik meliputi motorik kasar dan halus. Perkembangan ini akan berpengaruh pada kemampuan sosial emosional, bahasa,
dan fisik anak. Kemampuan motorik halus sangat penting dan berpengaruh pada segi kehidupan anak karena dapat mengembangkan kemampuan dalam menulis
sehingga dapat meningkatkan prestasi anak di sekolah. Kemampuan motorik halus yang dimiliki setiap anak berbeda. Ada yang
lambat dan ada pula yang sesuai dengan perkembangan tergantung pada kematangan anak. Kemampuan motorik anak dikatakan terlambat, bila di usianya
yang seharusnya ia sudah dapat mengembangkan keterampilan baru, tetapi ia tidak menunjukkan kemajuan. Terlebih jika sampai memasuki usia sekolah sekitar
6 tahun anak masih kesulitan untuk mengoordinasikan gerakan tangan dan jari- jemarinya secara fleksibel.
Demikian juga halnya keadaan yang terjadi pada anak TK Katholik Assisi dari hasil menunjukan anak kurang mampu membuat garis lurus, vertikal dan
melengkung, kurang baik dalam melipat kertas, tulisan anak yang kurang rapi, mewarnai gambar yang masih terlihat coret-coret, beberapa
anak juga memiliki kesulitan dalam melakukan kegiatan kemandirian seperti kesulitan dalam
meresletingkan, mengancingkan, serta kurang terampil dalam memakai baju maupun sepatu.
Adapun beberapa
faktor yang
melatarbelakangi keterlambatan
perkembangan kemampuan motorik halus misalnya kurangnya kesempatan untuk melakukan eksplorasi terhadap lingkungan sejak bayi, pola asuh orangtua yang
cenderung overprotektif dan kurang konsisten dalam memberikan rangsangan belajar, tidak membiasakan anak untuk mengerjakan aktivitas sendiri sehingga
anak terbiasa selalu dibantu untuk memenuhi kebutuhannya, serta ada juga anak yang selalu disuapi sehingga fleksibilitas tangan dan jemarinya kurang terasah.
Tidak hanya itu pesatnya kemajuan teknologi zaman sekarang seperti video games dan komputer juga melatarbelakangi hal tersebut, karena anak-anak kurang
menggunakan waktu mereka untuk permainan yang memakai motorik halus. Ini bisa menyebabkan kurang berkembangnya otot-otot halus pada tangan.
Keterlambatan perkembangan otot-otot ini menyebabkan kesulitan menulis ketika anak masuk sekolah. Hal ini didukung oleh pembelajaran yang diberikan guru
masih bersifat konvensional yaitu kurang memunculkan minat anak dan masih kurangnya sarana prasarana pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan
motorik halus anak. Suatu kegitan belajar-mengajar dapat berjalan efektif apabila ada berbagai
strategi yang digunakan, baik berupa metode, model, dan pendekatan, maupun teknik. Salah satunya adalah permainan. Permainan atau game, akrab dijadikan
sebagai salah satu aplikasi dalam strategi pembelajaran aktif. Sebagai seorang guru, mengaplikasikan berbagai permainan dalam kegiatan belajar-mengajar
merupakan hal yang wajib dilakukan. Bermain merupakan stimulasi efektif dalam menunjang tumbuh kembang
optimal anak, untuk mengekspresikan sesuatu yang ia rasakan maupun yang ia pikirkan kemudian dengan bermain anak memiliki kesempatan dan dapat mengisi
waktunya, tidak hanya itu dengan bermain juga dapat mengembangkan otot kasar dan halus, meningkatkan penalaran, dan membentuk daya imajinasi. Bermain
dengan menggunakan alat permainan dapat memenuhi berbagai aspek perkembangan anak. Pada saat anak bermain, maka pertumbuhan otak anak,
begitu juga dengan perkembangan motorik halus anak dalam berolah tangan pun kian meningkat sempurna sehingga akan makin memudahkan anak dalam
melakukan proses pembelajarannya. Oleh karena itu alat permainan ini tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan anak.
Hal ini sejalan dengan pegamatan yang dilakukan oleh Laura E. Berk terhadap anak-anak yang sedang bermain dihalaman sekolah atau pusat-pusat
permainan edukatif lainnya, menunjukan bahwa ketika anak-anak bermain, akan muncul adanya keterampilan motorik baru yang masing-masing membentuk pola
kehidupannya. Anak-anak yang sudah akrab dengan mainan edukatif sejak dini memiliki
perkembangan kecerdasan yang lebih maksimal. Mereka lebih mampu berkonsentrasi, lebih kreatif, dan lebih tekun ketika sudah masanya bersekolah.
Sementara yang tidak akrab dengan mainan edukatif biasanya akan lebih tertinggal dalam masalah intelektual. Oleh karena itu untuk mencapai hasil
pembelajaran dan pendidikan anak usia dini yang maksimal dan optimal harus didukung oleh beberapa aspek teknis dan non-teknis di antaranya sarana dan
prasarana yang dibutuhkan, khususnya alat permainan edukatif APE yaitu segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai sarana atau peralatan untuk bermain
yang mengandung nilai pendidikan edukatif dan dapat mengembangkan seluruh kemampuan anak.
Hal ini merupakan motivasi penulis untuk meneliti seperti apa pengaruh alat permainan edukatif dalam mengembangkan motorik halus anak, dilihat juga
dari kondisi pendidikan di lapangan bahwa alat permainan edukatif jarang digunakan untuk mengembangkan motorik halus anak. Sejalan dengan tuntutan
orang tua yang mengutamakan keberhasilan akademik pada anak, sehingga perkembangan motorik halus dianggap kurang penting.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti apakah ada pengaruh alat permainan edukatif dalam mengembangkan motorik halus anak atau
tidak. Penelitian yang akan dilakuan ini berjudul “Pengaruh Alat Permainan Edukatif Dalam Mengembangkan Motorik Halus Anak Usia 5-6 Tahun Di
TK Katolik Assisi”.
1.2. Identifikasi Masalah